commit to user
23
Ada dua kompetensi yang harus di kuasai oleh guru bagi anak berkesulitan belajar, ialah: l kompetensi teknis dan 2 kompetensi konsultasi kolaboratif.
Kompetensi teknis mencakup: 1. Memahami berbagai teori tentang kesulitan belajar.
2. Memahami berbagai tes yang terkait dengan kesulitan belajar. 3. Terampil dalam melaksanakan asesmen dan evaluasi,dan
4. Terampil dalam mengajarkan bahasa ujaran lisan, bahasa tulis, membaca, berhitung, mengelola perilaku, dan terampil dalam memberikan pelajaran
prevoksional dan vokasional. Kompetensi konsultasi koluboratif mencakup :
Kemampuan untuk menjamin hubungan kerja sama dengan semua orang yang terkait dengan upaya memberikan bantuan kepada anak berkesulitan belajar.
Orang-orang yang terkait dengan upaya memberikan bantuan kepada anak tersebut adalah guru kelas, kepala sekolah, tim ahli dokter psikolog, konselor dan
sebagainya, dan orang tua. Guru kelas sering tidak memperoleh latihan dibidang ini dan tidak
dipersiapkan untuk mengajar anak berkesulitan belajar, mereka sering takut terhadap tanggung jawab dan enggan menerima tugas tambahan untuk membantu
anak berkesulitan belajar. Padahal, tujuan pembelajaran yang dirancang untuk anak hanya dapat dicapai jika semua orang yang terlibat dalam memberikan
bantuan kepada anak berfungsi secara terpadu. Oleh karena itu, diperlukan adanya konsultasi kolaboratif yang dapat meningkatkan kerja sama antar orang-orang
yang terlibat dalam upaya memberikan bantuan kepada anak dengan problema belajar disekolah-sekolah reguler khususnya di sekolah dasar.
4. Tinjauan Kesulitan Belajar Membaca
a. Pengertian Bahasa Indonesia Bahasa memiliki banyak makna dan terdapat penjelasan darti beberapa
literatur mengenai arti bahasa Indonesia.
Pengertian bahasa menurut Owens yang dikutip Mulyono Abdurrahman 2003: 183: “Bahasa merupakan kode atau sistem kovensional
commit to user
24
yang disepakati secara sosial untuk menyajikan berbagai pengertian melalui penggunaan simbol-simbol sembarang arbitrary sysmbols dan tersusun
berdasarkan aturan yang telah ditentukan.” Menurut Maman S. Mahayana 2008: 2, ”bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang dipergunakan
oleh anggota kelompok sosial untuk berkomunikasi, mengidentifikasikan diri, bekerja sama, dan melakukan kontrol sosiol.”
Dari beberapa pengertian bahasa di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah kode atau sistem kovensional yang disepakati secara sosial
untuk menyajikan berbagai pengertian melalui penggunaan simbol-simbol sembarang arbitrary sysmbols dan tersusun berdasarkan aturan yang telah
ditentukan untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan rasional.
b. Pengertian Membaca Membaca memiliki beberapa pengertian menurut beberapa literatur.
Untuk lebih jelasnya berikut ini dikemukakan yang berkaitan dengan membaca.
Menurut Dechant yang dikutip Darmiyati Zuhdi 2007:21, ”membaca adalah proses pemberian makna terhadap tulisan, sesuai dengan maksud
penulis”. Lebih lanjut Smith mendefinisikan ”membaca sebagai proses komunikasi yang berupa pemperolehan informasi dari penulis oleh pembaca”
Darmiyati Zuhdi, 2007:21. Menutur Farida Rahim 2007:2, “membaca adalah proses menerjemahkan simbol tulisan huruf ke dalam kata-kata
lisan”. Dari ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa membaca
adalah proses komunikasi menerjemahkan simbol tulisan huruf dalam pemberian makna terhadap tulisan untuk memperoleh informasi, sesuai dengan
maksud penulis ke dalam kata-kata lisan. c. Materi Membaca
Membaca terdiri dari beberapa materi, tergantung dari tingkatan kelas yang diajarkan. Menurut Sunardi 1997: 3, materi membaca meliputi
keterampilan membaca teknis dan membaca pemahaman.
commit to user
25
1 Membaca Teknis Membaca teknis adalah proses decoding atau mengubah simbol-
simbol tertulis berupa huruf atau kata menjadi sistem bunyi atau yang sejenisnya. Proses ini juga sering disebut pengenalan kata. Dalam proses
membaca teknis, ada beberapa keterampilan yang dipersyaratkan. Keterampilan pertama disebut konfigurasi, yaitu pengenalan secara
grobal bentuk huruf atau kata. Misalnya, kata buku lebih panjang dari kata aku. Kata Ani bermula dengan huruf besar. Tinggi huruf l adalah dua kali
tinggi huruf u.
Keterampilan kedua disebut analisis konteks, yaitu memanfaatkan
kata-kata petunjuk lain di sekitarnya untuk menerka makna suatu kata. Analisis konteks ini bersifat struktual, artinya memanfaatkan pengetahuan
tata bahasa atau bersifat semantik. Misalnya, pada waktu anak membaca kalimat Ani pergi ke sekolah naik kodo. Kata kodo sebenarnya tidak ada.
Tetapi dengan memasukkan dalam konek, anak dapat menerka bahwa kodo adalah sejenis kendaraan. Konteks yang diberikan kepada anak untuk
membantunya membaca dapat dilakukan melalui gambar kendaraan. Keterampilan ketiga adalah penguasaan kosakata pandang sight
vocabulary, yaitu kata-kata yang dapat dibaca dengan mudah oleh anak tanpa dipikir lagi. Kosakata pandang adalah kata-kata yang sangat sering
dibaca atau ditemui oleh anak sehingga tanpa berpikir pun mereka dapat membacanya. Untuk membantu anak yang berkesulitan membaca, guru
dapat menyusun daftar kosakata pandang. Misalnya, daftar100 kosakata pandang, diurutkan berdasarkan frekuensi penggunaan dalam kehidupan
sehari-hari. Kata-kata ini dapat ditulis pada kertas besar dan digantung di dinding kelas, sehingga anak akan membacanya setiap saat.
Keterampilan keempat disebut analisis fonik, yaitu memahami
kaitan huruf dan bunyi pada kata. Keterampilan ini meliputi pengetahuan tentang semua konsonan, vokal, konsonan ganda, bunyi hidup, bunyi mati,
bunyi sempurna, dan sebagainya. Misalnya, anak perlu memahami bahwa
commit to user
26
huruf a melambangkan bunyi a, huruf ng menghasilkan bunyi eng, suara b pada kata bapak diucapkan berbeda dengan huruf b pada kata sabtu,
huruf o pada kata toko dan tolong diucapkan berbeda, dan sebagainya. Keterampilan kelima disebut analisis struktural, yaitu pemahaman
atas struktur bahasa. Termasuk di sini misalnya pengertian bahwa suku kata terdiri dari vokal dan konsonan, berbagai imbuhan kata dan maknanya,
tanda baca, jenis kata, kata majemuk, dan sebagainya. Misalnya pada waktu membaca pada kata membaca, anak harus memahami bahwa kata ini
berasal dari kata baca mendapat awalan me- yang menunjukkan kegiatan aktif.
Secara lebih operasional, proses membaca teknis atau pengenalan kata menuntut kemampuan sebagai berikut.
b Mengenal huruf kecil dan besar pada alfabet c Mengucapkan bunyi bukan nama huruf, terdiri dari
1 konsonan tunggal b, d, h, k, ... 2 vokal a, i, u, e, ...
3 konsonan ganda kr, gr, tr, ... 4 diftong ai, au, oi, ...
d Menggabungkan bunyi membentuk kata s a y a, i b u e Variasi bunyi u pada kata pukulp, o pada toko dan pohon
f Menerka kata menggunakan konteks g Menggunakan analisis struktural untuk identifikasi kata kata ulang, kata
majemuk, imbuhan 2 Membaca Pemahaman
Membaca pemahaman meliputi beberapa komponen juga.
Komponen pertama adalah pengembangan kosakata. Penguasaan
kosakata sangat penting dalam memahami kata-kata yang dipakai oleh penulis. Beberapa kegiatan dapat dilakukan dalam pengembangan kosakata.
Misalnya, memberikan pengalaman yang bermakna menyediakan buku- buku, memperkenalkan dengan orang atau lingkungan baru,
pengembangan kosakata melalui konteks, dan sebagainya.
commit to user
27
Komponen kedua disebut pemahaman literal, yaitu memahami dan mengingat informasi secara tersurat pada wacana. Keterampilan yang
diperlukan pada pemahaman literal meliputi mencari pokok pikiran bacaan, beberapa informasi rinci yang penting, urutan kejadian, dan menjawab
pertanyaan bacaan. Misalnya, dari kalimat, ”Ani murid kelas I. Ia anak rajin. Setiap hari ia membantu ibu”, anak harus mengerti murid kelas berapa
Ani, apa yang dikerjakan setiap hari, dan pokok pikiran bahwa Ani anak yang baik.
Komponen ketiga disebut pemahaman inferensial, menarik kesimpulan dari informasi yang tersurat berdasarkan intuisi dan
pengalamannya. Istilah yang juga dikenal adalah pemahaman tersirat. Beberapa aktivitas membaca misalnya mencari hubungan sebab akibat,
mengantisipasi lanjutan cerita. Dari tiga kalimat di atas, anak seharusnya mampu menerka kegiatan Ani setiap pagi, apa yang dilakukannya jika suatu
hari sakit dan tidak masuk sekolah. Komponen keempat adalah membaca kritis atau evaluatif, yaitu
memberikan penilaian materi wacana berdasarkan pengalaman, pengetahuan, dan kriterianya sendiri. Penilaian yang dimaksudkan meliputi
kecermatan, akseptebilitas dapat diterima, harga, dan kemungkinan terjadi, apakah fantasi atau kenyataan, apakah fakta atau opini, dan apakah
kemampuan menulis pertanyaan seperti, ”Bagaimana pendapatmu tentang wacana yang kau baca?” dapat diberikan kepada anak.
Komponen terakhir adalah apresiasi, menyangkut kepekaan emosi dan estetik seni anak atas materi wacana. Untuk dapat mengapresiasi isi
wacana, anak harus dilatih menempatkan dirinya sebagai pelaku dalam kejadian yang ditulis pada wacana secara verbal mengekspresikan emosi
dan perasaannya. Secara lebih operasional, membaca pemahaman menuntut
kemampuan berikut. a Mengingat pokok pikiran wacana tertulis
b Mengingat urutan kejadian atau pendapat
commit to user
28
c Menjari jawaban atas pertanyaan rinci isi wacana tertulis d Mengikuti petunjuk tertulis
e Mencari hubungan sebab akibat f Mencari kesimpulan berdasarkan wacana tertulis
g Mengetahui kejanggalan isi wacana h Mengenal materi faktual dan fiktif
i Memanfaatkan daftar isi dan indeks buku j Membaca tabel, diagram, peta
k Memanfaatkan berbagai makna dari suatu kata. d. Pengertian tentang Kesulitan Belajar Membaca
Kesulitan belajar membaca yang terjadi pada anak biasanya bersamaan dengan kesulitan belajar pada materi yang lain. Menurut The National Joint
Committee For Learning Desability NJCLD yang dikutip Munawir Yusuf 1997:6:
Kesulitan belajar menunjuk pada sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam kemahiran
dan penggunaan kemampuan mendengar, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar, atau kemampuan dalam bidang studi matematika.
Kesulitan belajar membaca sering disebut juga diseksi dyslexia. Perkataan disleksia berasal dari bahasa Yunani yang berarti ”kesulitan
membaca” Mulyono Abdurrahman, 2003: 204. Menurut Mercer yang dikutip Mulyono Abdurrahman 2003: 204, bahwa disleksia sebagai suatu sindroma
kesulitan dalam mempelajari komponen-komponen kata dan kalimat, mengintegrasikan komponen-komponen kata dan kalimat, dan dalam belajar
segala sesuatu yang berkenaan dengan waktu, arah, dan masa. Ada dua tipe disleksia, ialah disleksia auditoris dan disleksia visual
Munawir Yusuf, 1997: 14 dengan gejala-gejala sebagai berikut: Gejala disleksia auditoris adalah :
1 Kesulitan dalam diskriminasi auditoris dan presepsi sehingga mengalami kesulitan dalam analisis fonetik.
2 Kesulitan analisis dan sintesis auditoris. Gangguan ini dapat menyebabkan kesulitan membaca dan mengeja.
commit to user
29
3 Kesulitan re-auditoris bunyi atau kata. Bila diberi huruf tidak dapat mengingat bunyi huruf atau kata tersebut, atau kalau melihat kata tidak
dapat mengungkapkannya walaupun mengerti arti kata tersebut. 4 Membaca dalam hati lebih baik dari membaca lisan.
5 Kadang-kadang disertai dengan gangguan auditoris. 6 Anak cenderung melakukan aktivitas visual.
Gejala diseleksia visual adalah: 1 Tendensi terbalik
2 Kesulitan diskriminasi, mengacaukan huruf atau kata yang mirip 3 Kesulitan mengikuti dan mengingat urutan visual. Bila diberi huruf cetak
atau menyusun kata mengalami kesulitan. Misal kata ibu menjadi ubi atau iub
4 Memori visual terganggu 5 Kecepatan persepsi lambat
6 Kesulitan analisis dan sintesis visual 7 Hasil tes membaca buruk
8 Biasanya lebih baik dalam kemampuan aktivitas auditorik. Menurut Mulyono Abdurrahman 2003: 206, anak-anak berkesulitan
belajar membaca permulaan mengalami berbagai kesalahan dalam membaca sebagai berikut:
1 Penghilangan kata atau huruf 2 Penyelipan kata
3 Penggantian kata 4 Pengucapan kata salah dan makna berbeda
5 Pengucapan kata salah tetapi makna sama 6 Pengucapan makna salah dan tidak bermakna
7 Pengucapan kata dengan bantuan guru 8 Pengulangan
9 Pembalikan kata 10 Pembalikan huruf
11 Kurang memperhatikan tanda baca
commit to user
30
12 Pembetulan sendiri 13 Ragu-ragu dan
14 Tersendat-sendat. Berdasarkan pengertian kesulitan belajar dan membaca di atas maka
dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar membaca adalah suatu keadaan yang menunjukkan bahwa dalam aktifitas auditif dan visual untuk memperoleh
makna dari simbol berupa huruf dan kata atau melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis dengan melesankan atau hanya dalam hati siswa mengalami
kesulitan. Sebagai akibatnya adalah siswa kesulitan mencapai hasil belajar membaca atau tujuan pembelajaran sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan. e. Faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar membaca
Tujuan membaca, tentu saja berkaitan erat dengan motivasi dalam membaca dan minat terhadap materi bacaan. Jika motivasi dan minat sangat
rendah atau bahkan sama sekali tidak ada, menetapkan tujuan yang jelas sering kali tidak menciptakan motivasi dan meningkatkan minat baca, walaupun
sedikit, kehadirannya sangat berarti. Kemampuan membaca dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor
yang ada dalam diri pembaca meliputi kemampuan linguistik kebahasaan, minat, motivasi, dan kumpulan membaca seberapa baik
pembaca dapat membaca, sedangkan faktor dari luar diri pembaca salah satunya adalah faktor kesiapan guru dalam pembelajaran Johnson
dan Pearson dalam Darmiyati Zuhdi, 2007:23-24.”
Ketepatan guru dalam mendiagnosis hal-hal yang diduga sebagai faktor yang mempengaruhi kemampuan siswa seperti yang penulis uraikan tersebut di
atas dapat menjadi petunjuk bagi guru bahasa Indonesia menangani permasalahan dalam pengajaran membaca. Pembaca yang efektif
menggunakan berbagai strategi membaca yang sesuai dengan teks dan konteks dalam rangka mengkonstruk makna ketika membaca.
Mengenai berbagai faktor penentuan kemampuan membaca, menurut Yap yang dikutip Darmiyati Zuchdi 2007:25, bahwa:
commit to user
31
Kemampuan membaca seseorang sangat ditentukan oleh faktor kuantitas membacanya, maksudnya adalah kemampuan membaca
seseorang itu sangat dipengaruhi oleh jumlah waktu yang digunakan untuk melakukan aktivitas membaca. Semakin bayak waktu membaca
setiap hari, besar kemungkinan semakin tinggi tingkat komprehensinya atau semakin mudah memahami bacaan.
Menurut Zaenal Alimin 2008: 44, kemampuan membaca dapat dipengaruh oleh beberapa faktor sebagai berikut:
Membaca permulaan merupakan keterampilan memahami symbol bahasa atau tanda-tanda baca. Cepat lambatnya pemahaman terhadap
symbol atau tanda-tanda baca tadi akan banyak bergantung pada metode yang digunakan. Namun demikian keterampilan itu biasanya mencakup
sekurang-kurangnya pada empat aspek yaitu; a mengenal huruf Latter indintification, b peleburan bunyi Sound blanding, c membaca kata
Word Attack, dan d membaca kalimat Understanding. Membaca permulaan pada dasarnya merupakan suatu proses di dalam
membunyikan simbol bahasa, apakah itu huruf, suku-kata, kata atau kalimat. Kesadaran akan lambang bahasa tadi dengan bunyi dari
lambang yang dibaca memiliki kaitan yang sangat erat dalam membaca permulaan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan kemampuan membaca baik itu faktor instrinsik
maupun faktor ekstrinsik. Bagi anak tunagrahita faktor instrinsik berupa kemampuan psikologis antara lain tingkat intelegensi yang rendah,
kemampuan koordinasi motorik lambat, bicara lambat dan daya ingat yang rendah perlu diperhatikan dengan merangsang kemampuannya berupa
stimulus dari luar. f. Asesmen kesulitan membaca
Menurut Sunardi 1997: 11 ”Asesmen informal yang dapat digunakan mengukur kemampuan prestasi belajar membaca ada lima, yaitu: observasi
guru, daftar kata bergradasi, inventori membaca informal, prosedur Cloze dan tes berdasarkan kurikulum.”
Penjelasan dari lima asesmen informal prestasi belajar membaca adalah sebagai berikut:
commit to user
32
1 Observasi guru Observasi pengumpulan informasi harian secara teliti yang
dilakukan oleh guru terhadap siswa berkesulitan belajar membaca baik dalam pembelajaran membaca, membaca bersuara, mengerjakan tugas di
kelas, mengerjakan ulangan harian, dan kegiatan rekreatif. 2 Daftar kata bergradasi
Daftar kata bergradasi adalah susunan kata secara teratur mulai dari yang mudah dibaca sampai ke yang sulit dibaca.
3 Inventori Membaca Informal Infentori membaca informal adalah beberapa bacaan informal yang
masing-masing terdiri dari 50 kata sampai 200 kata yang diurutkan dari materi yang paling rendah mudah ke materi yang lebih tinggi sulit.
Materi tersebut belum pernah dibaca siswa. 4 Prosedur Cloze
Prosedur cloze adalah bacaan informal yang terdiri dari lebih kurang 250 kata. Kalimat pertama dan terakhir dibiarkan utuh. Mulai kalimat
kedua, ada beberapa kata yang dihilangkan. Siswa diminta untuk melengkapi kata yang hilang tersebut.
5 Tes berdasarkan kurikulum Tes berdasarkan kurikulum adalah suatu ulangan yang bertujuan
untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran khusus setiap pokok bahasan.
B. Kerangka Berfikir