28
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Subjek pada penelitian ini paling banyak berusia 52 tahun dan mayoritas
laki-laki. 2.
Dalam penelitian ini didapati pasien penderita sirosis hati nilai Hb dan trombosit cenderung menurun, dan penyebab terbanyak sirosis hati adalah
Hepatitis B 3.
Subjek pada penelitian ini mayoritas memiliki skor child pugh B sedang, dan memiliki komplikasi 3.
4. Ada perbedaan antara skor A ringan dengan skor C berat, dan skor B
sedang dengan skor C berat. 5.
Ada perbedaan antara skor child pugh dengan komplikasi pada pasien sirosis hati dalam penelitian ini.
6.2. Saran
1. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar,
untuk dapat memvalidasi hasil penelitian ini. 2.
Untuk pihak rumah sakit diharapkan, penulisan data rekam medik sebaiknya lebih rapi dan jelas agar lebih mudah dibaca dan dianalisis,
penyusunan data rekam medik sebaiknya lebih rapi dan berurutan, agar lebih mudah dalam pencarian untuk penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sirosi Hati 2.1.1. Definisi
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang di tandai dengan distorsi
dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit
jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis parenkim hati.Nurdjanah, 2009
Tabel 2.1 Etiologi Sirosis Hati Starr, dan Raines 2011
2.1.2. Patofisiologi
Penyakit hati kronis terkait dengan kematian hepatosit, sebagaimana dibuktikan oleh kadar serum transaminase yang meningkat, menghasilkan
peradangan diikuti oleh fibrosis. Sebagai hepatosit yang hilang, sehingga hati kehilangan kemampuan untuk memetabolisme bilirubin yang dapat
mengakibatkan tingkat bilirubin serum meningkat dan untuk mensintesis protein, seperti faktor pembekuan mengakibatkan INR tinggi dan transaminase yang
kemudian dapat muncul di normal atau tingkat rendah. tekanan mulai dibangun
Perdarahan GenetikKongenital
Virus : Hepatitis B 15 Sirosis Biliary Primer
Hepatitis C 47 Hemocromatosis
Schistomiasis Nonalkoholik Fatty Liver Disease
Autoimun type 1,2,3 Wilson Disease
Sarkoidosis Gagal Jantung Kongestif
Toxik : Alcohol 18 Penyakit Venooklusif
Methotrexate
Universitas Sumatera Utara
6
dalam sistem portal, sehingga penyerapan trombosit limpa dan terjadi pengembangan varises esophagus.Starr, dan Raines, 2011
2.1.3. Gambaran Klinik
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis dekompensata yang
ditandai dengan gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat terlihat
perbedaannya secara klinis . hal ini hanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati. Nurdjanah, 2009
Gambaran klinik : 1.
Sirosis tanpa kegagalan hati dan hipertensi portal. sirosis hati ini mungkin tanpa gejala apapun, tapi di temukan secara kebetulan pada hasil biopsi
atau pada pemeriksaan laparoskopi. 2.
Sirosis hati dengan kegagalan faal hati dan hipertensi portal. Pada penderita ini sudah ada tanda-tanda kegagalan faal hati, misalnya adanya
ikterus, perubahan sirkulasi darah, kelainan laboratorium pada hasil tes faal hati. Juga ditemukan tanda-tanda hipertensi portal, misalnya asites,
splenomegali, venektasi di perut Biasanya penderita berobat dengan keluhan utama perut membesar.
Kemungkinan di susul dengan kaki membengkak. Pada umumnya penderita dengan sirosis hati timbulnya asites terlebih dahulu daripada terjadinya edema di
kaki. Banyak penderita yang juga mengeluh badan lemah, nafsu makan berkurang, perut lekas kenyang. Beberapa di antaranya ada mengeluh mata menjadi kuning.
Sujono, 2002 Tanda dan gejala penyakit hati klinis sering disorot dalam menilai pasien
dengan penyakit hati, tetapi ini adalah nilai yang sedikit dalam mendeteksi awal, tahap precirrhotic fibrosis hati. Sebaliknya, sejumlah fitur klinis dapat digunakan
untuk menilai apakah sirosis dengan hipertensi portal dapat hadir. Tanda-tanda sirosis termasuk spider angiomata, distensi vena dinding perut, asites,
splenomegali, atrofi otot, kontraktur Dupuytren terutama dengan etanol terkait
Universitas Sumatera Utara
7
sirosis, ginekomastia testis atrofi pada laki-laki, dan palmar eritema. Namun, penting untuk menekankan bahwa bahkan pada pasien dengan sirosis histologis,
dan pada mereka dengan hipertensi portal, tanda-tanda fisik mungkin tidak hadir.Rockey dan Friedman, 2006
2.1.4. Diagnosis
Pemeriksaan fisik pasien dengan sirosis dapat mengungkapkan berbagai temuan yang harus mengarah pada sasaran. Banyak pasien telah memiliki
pemeriksaan serologi atau tes radiografi. Kebanyakan pasien dengan sirosis cukup parah untuk menyebabkan asites memiliki stigma tambahan pada pemeriksaan
fisik sirosis. Heidelbaugh
dan Sherbondy
, 2006
Tabel 2.2 Temuan Umum Pemeriksaan Fisik pada Pasien dengan Sirosis
.Heidelbaugh dan
Sherbondy , 2006
Evaluasi laboratorium, hitung darah lengkap CBC dengan trombosit, dan tes waktu protrombin. Standar umum tes panel hati termasuk serum enzim
transaminase aspartat AST, alanin transaminase ALT, alkaline phosphatase,
• Kaput medusa • Asites
• Asterixis • Clubbing finger dan osteoatropi hipertrofik
• Gejala konstitusional, termasuk anoreksia, kelelahan kelemahan, dan penurunan berat badan
• Kontraktur Dupuytren • Fetor Hepaticus---a sweet, bau nafas tajam
• Gynecomastia • Hepatomegaly
• Jaundice • Kayser-Fleischer ring—brown-green ring of copper pada kornea,
patognomonik untuk penyakit Wilson • Perubahan kuku
• Palmar erythema • Sclera ikterus
• Vascular spider telangiectasias spider, spider angiomata • Splenomegaly
• Testicular atrophy
Universitas Sumatera Utara
8
dan G-Glutamyltransferase, total serum bilirubin direk dan bilirubin indirek dan serum albumin. tes skrining dianggap hemat biaya untuk mengidentifikasi
metabolik atau drug-induced, tapi seperti fungsi hati lainnya tes itu adalah penggunaan terbatas dalam memprediksi tingkat peradangan dan tidak ada
gunanya dalam memperkirakan keparahan fibrosis. Satu Studi menemukan bahwa jumlah trombosit kurang dari 160 Kg per mm3 memiliki sensitivitas 80 persen
untuk mendeteksi sirosis pada pasien dengan hepatitis kronis. Heidelbaugh
dan Sherbondy
, 2006 Ultrasonografi, computerized tomography CT dan Magnetic Resonance
Imaging MRI tidak sensitif untuk mendeteksi sirosis, dan diagnosis akhir masih mengandalkan
histologi. Namun spesifisitas tinggi ketika penyebab yang jelas hadir dan pencitraan inhomogeous pada tekstur dan permukaan hati, vena sentral hati jernih,
lobus kaudatus membesar, splenomegali atau vena kolateral. Namun, etiologi lain seperti trombosis vena portal, penyakit parasit atau keganasan hematologi perlu
dikeluarkan, dan temuan radiografi yang normal tidak mengesampingkan sirosis kompensata. Peran utama radiografi adalah untuk deteksi dan kuantitatif
komplikasi sirosis, yaitu, asites, hipertensi vena portal, dan hepatik enchepalopaty. Selain itu ada pemeriksaan lain yaitu biopsy hati. Biopsi dianggap sebagai standar
emas untuk mendiagnosis sirosis.Schuppan dan Afdhal, 2008
2.1.5. Penatalaksanaan
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi di tujukan mengurangi progresi penyakit, menhindari bahan-bahan yang bisa menambah
kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Apabila tidak ada koma hepatik di berikan diet yang mengandung protein 1gkg BB dan kalori sebanyak
2000-3000 kkl per hari. Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien di tujukan
untuk menghilangkan etiologi, diantaranya; alhokol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati di hentikan penggunaannya. Pemberian
Universitas Sumatera Utara
9
asetamonofen, kolkisin, dan obat herbal bisa menghambat kolagenik.Nurdjanah, 2009
Pengobatan sirosis dekompensata. Asites ; tirah baring dan diawali diet
rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 g atau 90 mmol per hari. Diet rendah garam di kombinasi dengan obat-obatan diuretik. Awalnya dengan pemberian
spironolakton dengan dosisi 100-200 mg sekali sehari. Ensefalopati Hepatik ;
laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan ammonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia, diet protein dik
kurangi sampai 0,5gkg BB per hari, terutama di berikan yang kaya asam amino rantai cabang.
Varises Esophagus ; sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa di berikan obat
penyekat beta ptopranolol. Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau oktreotit, di teruskan dengan indakan skleroterapi atau ligasi
endoskopi. Peritonitis Bacterial Spontan ; diberikan antibiotika seperti sefotaksim IV, amoksilin, atau aminoglikosida. Sindrom Hepatorenal ; mengatasi perubahan
sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan garam dan air. Transplantasi hati; terapi defenitif pada pasien sirosis dekompensata. Namun sebelum di lakukan
trnasplantasi, ada beberapa kriteria yang harus di penuhi resipien dahulu.Nurdjanah, 2009
2.2. Komplikasi 2.2.1. Asites
Asites merupakan sebuah akumulasi dari dekompensasi cairan peritoneal biasa yang di amati pada sirosis serikat. Penyebabnya adalah multi-faktorial, tapi
paling signifikan melibatkan volume dan pengaturan disregulasi pada hipertensi portal. Diagnosis pasien asites di anggap rasi bintang yang di berikan dari temuan
klinis dan laboratorium, dan akhirnya di konfirmasi dengan wawasan dan dengan tampilan serta prosedur parasintesis.Moore dan Aithal, 2006
Para penderita sirosis dengan asites berada pada risiko tinggi komplikasi lain dari sirosis. Oleh karena itu tindakan preventif harus dilakukan untuk
mengurangi morbiditas dan meningkatkan kelangsungan hidup.Gines, dkk 2004
Universitas Sumatera Utara
10
Patogenesis
Pada sirosis, sumber utama asites di sinusoidal hepatik. Oleh karena tekanan sinusoidal yang meningkat merupakan mekanisme awal yang menentukan
kebocoran pada asites ke ruang peritoneal. Peningkatan tekanan sinusoidal yang merupakan hasil dari pemblokkan pada pengeluaran aliran vena hepatik serta
nodul regeneratif skunder dan fibrosis. Hal penting lainnya adalah pathogenesis dari asites pada sirosis yaitu retensi cairan dan natrium yang mungkinkan untuk
melakukan pengisian volume intravaskular dan pembentukan asites. Untuk keadaan tersebut juga membutuhkan gradien dari tekanan portal minimal 12
mmHg, dimana sebuah gradien pada ambang tekanan portal adalah 10 mmHg atau lebih yang telah di definisikan sebagai tanda klinis yang signifikan dengan
peningkatan tekanan portal karena dapat memprediksi komplikasi yaitu asites pada sirosis.Gines, 2004
Gambar 2.1. The peripheral arterial vasodilatation hypothesis
for ascites formation in cirrhosis Sumber : gines, 2004
Universitas Sumatera Utara
11
2.2.2 Hepatik ensepalopati
Hepatik ensepalopati merupakan sindrom neuropsikiatrik kompleks yang di tandai dengan ganguan kognitif, kejiwaan, dan gangguan motorik akibat gagal
hati kronis, yang dalam banyak kasus di masyarakat disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol berat. Gagal hati kronis berkembang dan meningkat
keparahannya, saat pasien mulai mengalami gangguan tidur, perubahan suasanan hati kepribadian, dan rentang perhatian yang pendek.Butterworth, 2003
Patofisiologi
Beberapa kondisi berpengaruh terhadap HE pada pasien dengan gangguan hati akut maupun kronik, seperti keseimbangan nitrogen positif dalam tubuh
asupan protein yang tinggi, gangguan ginjal, perdarahan varises esofagus, dan konstipasi, gangguan elektrolit dan asam basa, hiponatremia, hipokalemia,
asidosis dan alkalosis, penggunaan obat-obatan sedasi dan narkotika, infeksi pneumonia, infeksi saluran kemih atau infeksi lain, dan lain-lain seperti
pembedahan dan alkohol. Faktor tersering yang mencetuskan HE pada sirosis hati adalah infek
Terjadinya HE didasari pada akumulasi berbagai tikdin dalam peredaran darah yang melewati sawar darah otak ammonia merupakan molekul toksik
terhadap sel yang diyakini berperan penting dalam terjadinya HE karena kadarnya meningkat pada pasien sirosis hati. Berbagai studi lai juga
mengemukakan faktor pencetus lain penyebab HE seperti pada gambar berikut.Hasan dan Araminta, 2014
Universitas Sumatera Utara
12
Gambar 2.2 Patofisiologi Ensefalopati Hepatik Sumber : frederick, 2011
2.2.3. Varises Esofagus
Sirosis merupakan tahap akhir dari penyakit hati kronis, adalah penyebab paling umum dari hipertensi portal. Tekanan vena portal merupakan hasil dari
resistensi pembuluh darah dan aliran darah portal yang buruk. Pada sirosis
keduanya dapat terjadi baik resistensi pembuluh darah dan aliran portal yang
meningkat.Dite, 2008 Hal tersebut berkembang sebagai akibat dari peningkatan resistensi vaskular di
prehepatik dan intrahepatik. Peningkatan aliran darah portal juga dapat berkontribusi, itu merupakan penyebab dominan dari hipertensi portal pada sirosis
hati melalui hepatik sinusoidal. Varises gastroesopahangeal adalah manifestasi klinis yang berkaitan dengan resiko tinggi dari perdarahan gastrointestinal bagian
atas dan resiko kematian yang tinggi.Hilzenrat dan Sherker, 2012
2.2.4. Sindrom Hepatorenal
Tanda khas HRS adalah terjadinya vasokonstriksi ginjal, walaupun berbagai mekanisme dianggap mungkin berperan dalam timbulnya HRS.
Universitas Sumatera Utara
13
Karakteristik pola hemodinamik pasien HRS antara lain: peningkatan curah jantung cardiac output, penurunan resistensi vaskuler sistemik, dan peningkatan
resistensi vaskuler renal. Menurut studi Doppler pada arteri brachial, serebri media, dan femoralis menunjukkan bahwa resistensi ekstrarenal meningkat pada
pasien HRS, sementara sirkulasi splanchnic yang bertanggung jawab untuk vasodilatasi arteri dan resistensi vaskuler sistemik total menurun. Patofisiologi
sindrom hepatorenal pada pasien sirosis dan ascites, dan efek ini makin besar pada HRS. Dua teori utama yang berusaha menjelaskan mekanisme tersebut adalah
teori vasodilatasi arteri dan teori reflex hepatorenal. Teori pertama mengenai retensi air dan natrium pada sirosis merupakan hipotesis paling rasional. Menurut
teori ini, pada fase awal saat hipertensi portal dan sirosis masih terkompensasi, gangguan pengisian arteri menyebabkan penurunan volume darah arteri dan
menyebabkan aktivasi sistem vasokonstriktor endogen. Dilatasi pembuluh darah splanchnic pada pasien hipertensi portal dan sirosis yang terkompensasi dapat
dimediasi oleh beberapa faktor, terutama oleh pelepasan vasodilator lokal seperti NO nitric oxide. Pada fase ini, perfusi renal masih dapat dipertahankan atau
mendekati batas normal karena sistem vasodilator menghambat sistem vasokonstriktor ginjal. Lalu terjadi aktivasi RAAS dan SNS yang menyebabkan
sekresi hormon anti-diuretik, selanjutnya terjadi kekacauan sirkulasi. Hal ini mengakibatkan vasokonstriksi bukan hanya di pembuluh darah renal, tetapi juga
di pembuluh darah otak, otot, dan ekstremitas. Namun, sirkulasi splanchnic tetap resisten terhadap efek ini karena produksi terusmenerus vasodilator lokal, yaitu
NO, sehingga masih terjadi penurunan resistensi vaskuler sistemik total. Jika penyakit hati makin berat dapat mengakibatkan terjadinya level kritis
kurangnya pengisian pembuluh darah. Sistem vasodilator ginjal tidak dapat lagi mengatasi aktivasi maksimal vasokonstriktor eksogen dan atau vasokonstriktor
intra-renal, menyebabkan tidak terkontrolnya vasokonstriksi renal. Studi yang mendukung hipotesis ini adalah bahwa pemberian vasokonstriktor splanchnic
dikombinasi volume expanders menghasilkan perbaikan tekanan arteri, RPF, dan GFR. Teori alternatif lain adalah vasokonstriksi ginjal pada HRS tidak
berhubungan dengan hemodinamik sistemik, tetapi karena defi siensi sintesis
Universitas Sumatera Utara
14
faktor vasodilator atau reflex hepatorenal yang mengakibatkan vasokonstriksi ginjal. Teori vasodilatasi sampai sekarang dianggap lebih menjelaskan timbulnya
HRS Gambar 2.3 keparahan sirosis, yang hasilnya menunjukkan vasodilatasi pada sirkulasi splanchnic dan vasokonstriksi. pada sirosis sampai sekarang masih
belum diketahui secara jelas.Pratama, 2011
Gambar 2.3 Patofisiologi Sindrom Hepatorenal Sumber : Wadei, dkk, 2006
Konsep terjadinya HRS pernah diteliti menggunakan Doppler ultrasonography atau plethysmography pada pasien dengan berbagai derajat SI
pada area lain, misalnya pada ginjal dan hati, sementara aliran darah pada otot dan kulit dilaporkan bervariasi. Beberapa studi lain juga menunjukkan adanya
Universitas Sumatera Utara
15
hubungan dengan system reninangiotensin-aldosteron renin-angiotensinaldosterone system RAAS, saraf simpatis SNS, dan fungsi prostaglandin pada ginjal.
Aktivitas sistem RAAS dan SNS meningkat Pada HRS, gambaran histologi ginjal terlihat normal, dan ginjal sering kembali ke fungsi normal setelah transplantasi
hati. Hal ini menjadikan HRS merupakan kelainan patofisiologi unik yang memberikan kemungkinan untuk dipelajari hubungan antara sistem
vasokonstriktor dan vasodilator pada sirkulasi renal. Faktor pencetus juga mempengaruhi timbulnya HRS, dan faktor pencetus ini dapat lebih dari satu pada
seorang pasien Gambar 2.4. Faktor pencetus yang teridentifikasi di antaranya infeksi bakteri, paracentesis volume besar tanpa infus albumin, perdarahan saluran
cerna, acute alcoholic hepatitis.Pratama, 2015
Gambar 2.4 Hubungan Faktor Pencetus dengan Timbulnya Sindrom Hepatorenal Sumber : Wadei, 2006
2.2.5. Spontaneus Bakterial Peritonitis
Peritonitis bakteri spontan SBP didefinisikan sebagai infeksi cairan asites yang disebabkan oleh organisme bakteri enterik pada pasien dengan sirosis.
Bakteri patogen yang dapat dilihat di SBP termasuk, Klebsiella Pneumoniae,
Universitas Sumatera Utara
16
Pseudomonas Aeruginosa, Enterobacter Cloacae, Citrobacter Freundii, dan Enterococcus Faecalis. Faktor penting dalam patogenesis SBP dihipotesiskan
sebagai translokasi bakteri, suatu proses dimana bakteri enterik melintasi lumen usus dan menginfeksi mesenterika serta kelenjar getah bening dan kemudian
melakukan perjalanan melalui sirkulasi darah dan cairan asites. Mekanisme tertentu bertepatan dengan adanya bukti bahwa patogen utama adalah bakteri
gram negatif yang merupakan bakteri enterik berasal dari usus. Tiga mekanisme utama diperkirakan berkontribusi untuk translocation bakteri, perubahan dari
pertahanan lokal, pertubuhan bakteri di dalam usus yang berlebihan, dan gangguan pada usus.Horinek dan Fish, 2009
2.3. Child Pugh
Skor Child-Pugh atau sering disebut juga skor Child-Turcotte-Pugh digunakan untuk menilai prognosis pasien dengan penyakit hepar kronik terutama
sirosis hepatis. Meskipun pada awalnya skor ini hanya digunakan untukmemprediksi mortalitas pasien selama menjalani pembedahan, saat ini skor
child-pugh digunakan untuk menilai prognosis yang diperlukan untuk transplantasi hepar serta staging secara klinis pada sirosis hepatis. Skor Child-
Pugh A menunjukkan sirosis hepatis kompensata, sedangkan B menunjukkan sirosis hepatis dekompensata.Setiawati, 2009
Tabel 2.3 Skor Child-Pugh Proposal of a Child-Turcotte-Pugh Scoring System
1 point 2 point
3 point Bilirubin
mgdL 2
2-3 3
Albumin gdL 3.5
2.8-3.5 2.8
PT prolong sec 4
4-6 6
Ascites None
Easily Controlled Poorly
Controlled Encephalophaty
None Grade 1-2
Grade 3-4 CTP class: A. 5-6 points; B. 7-9 points; C. 10-15 points
Universitas Sumatera Utara
17
Prognosis Berdasarkan Skor Child Pugh
Prognosis sirosis sangat bervariasi di pengaruhi sejumlah faktor meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.
Klasifikasi child pugh, juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjali operasi, variablenya meliputi konsentrasi bilitubin, albumin, ada tidaknya
asites, dan ensefalopati, juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari child A, B, dan C. klasifikasi child pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka
kelangsungan hidup selama 1 tahun untuk pasien dengan child A, B, dan C berturut-turut 100, 80, dan 45 .Nurdjanah, 2009
Table 2.4 Klasifikasi Child Pugh Pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan Fungsi Hati. Nurdjanah, 2009
Derajat Kerusakan Minimal
Sedang Berat
Bill.serummu.moldl 35
35-50 50
Alb.serum grdl 35
30-35 30
Asites nihil
mudah di control sukar
PSEEnsefalopati nihil
minimal beratkoma
Nutrisi sempurna
Baik kurangkurus
Universitas Sumatera Utara
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah