Pembahasan HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari Tabel.7 dapat diketahui bahwa tingkat sensitivitas Pseudomonas aeruginosa terhadap antibiotik yang paling baik adalah antibiotik kolistin dimana pada periode Januari-Juni 2012 didapatkan sebesar 66 dan pada periode Juli - Desember 2012 meningkat sebanyak 88,5. Antibiotik yang mengalami kenaikan tingkat sensitivitas adalah imipe nem 76,4 menjadi 84, levofloksasin 48,7 menjadi 53,1, siprofloksasin 50,2 menjadi 54,2, piperasilintazobaktam 67,6 menjadi 69,2 dan seftazidim 58,2 menjadi 59 . Sedangkan antibiotik yang mengalami penurunan adalah tobramisin 60,8 menj adi 55,8, gentamisin 56,4 menjadi 50,5, meropenem 79,9 menjadi 77,4, sefepim 65,3 menjadi 61,6, amikasin 73,7 menjadi 72,1, sefotaksim 2,7 menjadi 0,9, tigesiklin 4 menjadi 2,1, amoksisilin clavulanic acid 3,5 menjadi 1,8, dan trimethoprim sulfametoksazol 2,3 menjadi 2,1. Setelah dilakukan uji statistik dengan Chi -Square antara antibiotik periode 1 Januari-Juni dengan periode 2 Juli-Desember terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa, terdapat peningkatan yang signifikan pada antibiotik kolistindan imipenem dengan nilai p value 0,05. Hal ini jika dihubungkan dengan penelitian yang terdahulu juga terdapat peningkatan yang signikan pada antibiotik kolistin yaitu penelitian yang dilakukan Ateba, 2013 dan Moehario, 2012.

5.2. Pembahasan

Kita ketahui bahwa sangat sering terjadinya infeksi terutama dikalangan masayarakat maupun tempat -tempat berkembang biaknya kuman. Salah satunya adalah terjadinya infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi dirumah sakit oleh kuman y ang berasal dari rumah sakit. Infeksi nosokomial dapat terjadi pada penderita, tenaga kesehatan dan setiap orang yang datang kerumah sakit. Dan salah satu penyebab terjadinya infeksi nosokomial adalah bakteri Pseudomonas aeruginosa. Biasanya untuk pengobat an infeksi nosokomial lebih resisten terhadap antibiotik. Seringkali untuk penyembuhan suatu infeksi nosokomial tertentu perlu diberikan antibiotik yang lebih poten atau dengan kombinasi antibiotik. Perlu diketahui juga bahwa karena seringnya terjadi infeksi maka antibiotik yang digunakan juga banyak mengalami resistensi. Pada penelitian ini ditemukan tingkat sensitivitas Pseudomonas aeruginosa yang paling baik adalah antibiotik kolistin pada periode Januari -Juni sebesar 66 kemudian pada periode Juli -Desember menjadi meningkat sebesar 88,5. Hal ini juga dinyatakan pada penelitian yang dilakukan oleh Ateba, 2013 aktivitas yang paling baik pada Pseudomonas aeruginosa adalah kolistin dengan sebesar 97,95. Penelitian yang dilakukan Somily, 2012 mendapatkan bahwa kolistin memiliki aktivitas yang sangat baik pada Pseudomonas aeruginosa dengan sebesar 93,9. Dalam penelitian ini didapatkan antibiotik yang mengalami peningkatan sensitivitas pada beberapa antibiotik, seperti imipenem, levofloksasin, siprofloksasin, piperasilintazobaktam, dan seftazidim dan penelitian yang dilakukan oleh Moehario, 2012 yang menyatakan antibiotik imipenem mengalami peningkatan sensitivitas dari tahun 2008 sampai tahun 2010 sebesar 80. Pada penelitian yang dilakukan Rukmono d an Zuraida, 2013 menyatakan aktivitas yang paling baik pada Pseudomonas aeruginosa adalah terhadap meropenem 73,1, siprofloksasin 71,2 dan seftazidim 59,6. Pada penelitian yang dilakukan Gesu, 2003 mendapatkan sensitivitas terhadap siprofloksasin 66,2 dan levofloksasin 64,8. Pada penelitian antibiotik yang mengalami penurunan tingkat sensitivitas adalah tobramisin, meropenem, gentamisin, sefepim dan amikasin. Pada penelitian yang dilakukan oleh Herawati, 2011 menyatakan bahwa pada tahun 2004 amikasin dan meropenem mengalami penurunan tingkat sensitivitas. Kemudian, pada penelitian Fatima, 2012 tingkat sensitivitas amikasin sebesar 65 dan sefepim sebesar 60. Pada penelitian Refdanita, 2004 menyatakan sensitivitas pada antibiotik tobramisin 52,8, amikasin 75 dan gentamisin 48. Sementara penelitian yang d ilakukan Turkylmaz, 2008 menyatakan bahwa antibiotik gentamisin 81 yang paling baik aktivitasnya pada Pseudomonas aeruginosa. Pada penelitian Mardiastuti, 2007 bahwa Pseudomonas yang paling baik adalah terhadap meropenem sebesar 91 dari LMK FKUI, dan terjadi penurunan tingkat sensitivitas dibeberapa Negara yaitu di Timur Tengah 90,3, Eropa 78,9 dan di Amerika 77,9. Dalam penelitian ini ditemukan beberapa antibiotik yang mengalami peningkatan resistensi seperti ampisilin 99,2 menjadi 100, amo ksisilin clavulanic acid 95,2 menjadi 98,2, trimethoprim sulfametoksazol 97,7 menjadi 97,9, tigesiklin 96 menjadi 97,9, dan sefotaksim 95,5 menjadi 97,3. Pada penelitian yang dilakukan Lutz dan Lee, 2011 menyatakan bahwa terjadi resistens i antibiotik ampisilin 74, dan pada penelitian Refdanita, 2004 Pseudomonas resisten terhadap ampisilin 97,4, amoksisilin clavulanic acid 65,3 dan sefotaksim 47,8. Kemudian pada penelitian yang dilakukan Mahmoud, 2013 menemukan Pseudomonas resisten terhadap sefotaksim sebesar 77,2. Penelitian yang dilakukan Rukmono dan Zuraida, 2013 menyatakan Pseudomonas resisten terhadap ampisilin 84,6 dan amoksisilin clavulanic acid 80,8.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian, peneliti menyimpulkan : 1. Bahwa bakteri Pseudomonas aeruginosa sensitif pada beberapa antibiotik, dari beberapa antibiotik tersebut terjadi peningkatan sensitivitas dari periode Januari -Juni 2012 ke periode Juli -Desember 2012. Kolistin 66 menjadi 88,5, imipenem 76,4 menjadi 84, siprofloksasin 50,2 menjadi 54,2, levofloksasin 48,7 menjadi 53,1, piperasilintazobaktam 67,6 menjadi 69,2, dan seftazidim 58,2 menjadi 59.

2. Kemudian peneliti juga menyimpulkan terjadi pen urunan sensitivitas

Pseudomonas aeruginosa terhadap beberapa anti biotik pada periode Januari-Juni 2012 ke periode Juli -Desember 2012 seperti gentamisin 56,4 menjadi 50,5 , tobramisin 60,8 menjadi 55,8, meropenem 79,9 menjadi 77,4, sefepim 65,3 menjadi 61,6, amikasin 73,7 menjadi 72,1, sefotaksim 2,7 menjadi 0,9, tigesiklin 4 menjadi 2,1, amoksisilin clavulanic acid 3,5 menjadi 1,8 dan trimethoprim sulfametoksazol 2,3 menjadi 2,1.

3. Untuk tingkat resistensi Pseudomonas aeruginosa yang paling besar

adalah terhadap ampisilin yang didapatkan pada periode Januari -Juni sebesar 99,2 kemudian resistensi meningkat pada periode Juli - Desember sebesar 100. 4. Dalam penelitian ini didapatkan peningkatan sensitivitas yang signifikan terhadap antibiotik kolistin dan imipenem dengan p value 0,05.

Dokumen yang terkait

Prevalensi Bakteri Penyebab Infeksi Kulit dan Pola Kepekaan Bakteri Terhadap Antibiotik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan Pada Tahun 2015

3 32 73

Prevalensi Bakteri Penyebab Infeksi Kulit dan Pola Kepekaan Bakteri Terhadap Antibiotik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan Pada Tahun 2015

0 1 13

Prevalensi Bakteri Penyebab Infeksi Kulit dan Pola Kepekaan Bakteri Terhadap Antibiotik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan Pada Tahun 2015

0 0 2

Perbandingan Kepekaan Bakteri Pseudomonas Aeruginosa Terhadap Antibiotik Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2012

0 2 11

Perbandingan Kepekaan Bakteri Pseudomonas Aeruginosa Terhadap Antibiotik Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2012

0 0 2

Perbandingan Kepekaan Bakteri Pseudomonas Aeruginosa Terhadap Antibiotik Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2012

0 0 5

Perbandingan Kepekaan Bakteri Pseudomonas Aeruginosa Terhadap Antibiotik Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2012

0 0 16

Perbandingan Kepekaan Bakteri Pseudomonas Aeruginosa Terhadap Antibiotik Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2012 Chapter III VI

0 0 15

Perbandingan Kepekaan Bakteri Pseudomonas Aeruginosa Terhadap Antibiotik Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2012

0 0 5

Perbandingan Kepekaan Bakteri Pseudomonas Aeruginosa Terhadap Antibiotik Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2012

0 0 32