58
BAB III KEDUDUKAN PEMERINTAH DAERAH DAN KEPALA DAERAH
DALAM PENYELENGGARAAN DEMOKRASI DI INDONESIA
A. Pemilihan Kepala Daerah Menurut Undang-Undang yang Pernah Berlaku di Indonesia
Desentralisasi pemerintahan di masa Hindia Belanda bermula dengan diundangkannya De Wet Houndende Decentralisatie van Het Bestuur in
Nederlands Indie pada tanggal 23 Juli 1903 selanjutnya dikenal dengan Decentralisatie Wet 1903 menyerahkan implementasi ketentuan-ketentuan untuk
pengaturannya lebih lanjut kepada pejabat yang berwenang membuat ordonansi di Hindia Belanda, yakni Gubernur Jenderal dan Raad van Indie -nya. Dalam
retorikanya, desentralisasi saat itu adalah kehendak untuk mengalihkan setidak- tidaknya sebagian dari kekuasaan dan kewenangan authority of devolution
pemerintahan kepada daerah-daerah. Namun realisasinya, hanya berupa pengalihan dari kewenangan pembuat wet dan koninkljk besluit s’Gravenhage ke
pembuat ordonansi di Batavia. Untuk ke Geveston’ masih menunggu pertimbangan yang berkuasa Hogere Regering te Batavia dan para
Bestuurmenenn-nya yang bertempat di Bogor.
79
Dengan dasar kekuatan yuridis Decentralisatie Wet 1903, lahirlah Koninklijk Besluit tanggal 20 Desember 1904. Decentralisatie Besluuit 1904
memberikan arahan kepada upaya pembentukan raden; pemilihan anggota Raad
79
Joko J. Prihatmoko, Op. Cit., hlm 37-38.
Universitas Sumatera Utara
Dewan Rakyat Semacam DPRD setempat, hak dan kewajiban anggota dan ketua serta serta sekretarisnya, serta kewenangan dan cara kerja badan itu. Selanjutnya
diikuti disahkannya di local raden ordonatie 1905 dikenal dengan Local Raden Cordantie 1905 atau besluuit 1905.
80
Secara sederhana pada zaman Hindia Belanda pengaturan tentang pemerintahan di daerah dibedakan antara daerah Jawa dan Madura dengan daerah
luar Jawa dan Madura. Pemerintah pangrehpraja saat itu bersifat hirarkis dan sentralistis mulai dari gewest provinsi yang dipimpin gubernur; Karesidenan
yang dipimpinan residen; afdeling asisten residen. Pada tingkat pamong praja, terdapat kabupaten bupati, district atau kawedanan wedana, dan onder district
kecamatan camat. Jabatan-jabatan gubernur, residen dan asisten residen dan kontrolir dijabat oleh orang-orang Belanda selain untuk jabatan-jabatan lainnya
dipegang oleh pribumi bangsa Indonesia.
81
Masa kolonial Jepang, setelah jalan setengah tahun menguasai seluruh kawasan Hindia Belanda melalui peperangan, pemerintah militer Jepang
memaklumatkan 3 tiga osamu sirei, yang teks bahasa Indonesia Undang- Undang. Ketiga Undang-Undang tersebut adalah Undang-Undang No. 27 tentang
Perubahan Pemerintahan tertanggal 5-8-2602 ; Undang-Undang No. 28 Tentang Pemerintahan Syuu tertanggal 7-8-2602; dan Undang-Undang No. 30 tentang
Nama Negeri dan Nama Daerah tertanggal 1-9-2062.
82
80
Ibid., hlm. 39.
81
J. Kaloh, Kepala Daerah-Pola Kegiatan, Kekuasan, dan Perilaku Kepala Daerah, dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, Gramedia, Jakarta, 2003, hlm. 26.
82
Joko J. Prihatmoko, Op.Cit., hlm. 42.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Soetandyo Wignjosobroto, Oendang-oendang No. 28 harus dipandang sebagai produk hukum pemerintah militer yang berkonsekuensi dan
konsekuensi berumur paling panjang. Dengan Undang-Undang tersebut, tatanan pemerintah kolonial yang didasarkan pada asas desentralisasi sebagaimana
diupayakan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda menjadi akhir pembagian pulau jawa atas 3 tiga provinsi tidak lagi diteruskan dan sebagai gantinya
pembagian daerah karesidenan
dihidupkan, seperti model sebelum diundangkannya Bestuurshervorming Ordonantire 1922. Karesidenan baru itu
berjumlah 17, disebut I dan residennya disebut Syutyoo. Sementara itu, eksistensi regentchappen dan stadsgemeenten dipertahankan kecuali Batavia seperti para
Syuutyookan, jabatan Tokubetu-sityoo tidak bisa dipercayakan kepada siapapun kecuali kepala perwira Jepang.
83
Komite Nasional daerah menjadi badan perwakilan rakyat daerah yang bersama-sama dan dipimpin oleh Kepala Daerah menjalankan pekerjaan dan
Pemilihan Kepala Daerah masa kemerdekaan, masa orde lama Undang- Undang No. 1 Tahun 1945 tentang Kedudukan Komite Nasional Daerah
pengangkatan pusat untuk mengubah status quo. Produk perundangan pertama yang menyinggung kedudukan Kepala Daerah adalah Undang-Undang No. 1
Tahun 1945 tentang Kedudukan Komite Nasional Daerah. Undang-Undang itu digunakan pada tanggal 23 November 1945 atau 3 tiga bulan setelah Undang-
Undang Dasar 1945 ditetapkan sebagai Undang-Undang Dasar.
83
Soetandyo Wignjosobroto, Desentralisasi dalam Tata Pemerintahan Kolonial Hindia- Belanda Kebijakan dan Upaya Sepanjang Babak Akhir Kekuasaan Kolonial di Indonesia 1900-
1940, Bayu Media, Malang, 2004, hlm 76.
Universitas Sumatera Utara
mengatur rumah tangganya, asal tidak bertentang dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang lebih luas daripadanya.
84
Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah introduksi pemilihan perwakilan. Undang-Undang No. 1 Tahun 1945
berusia 3 tiga. Pada tahun 1948, lahir penggantinya yaitu Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah yang merujuk pada
Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 tentang Pemerintahan Daerah yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya. Undang-Undang ini lebih lengkap dan
rinci termasuk mencantumkan ketentuan mengenai Kepala Daerah yang mencakup sistem pengisian, tugas dan tanggung jawab. Sesuai dengan susunan
pemerintah daerah, yang dimaksud dengan Kepala Daerah dalam ketentuan Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 adalah Kepala Daerah provinsi, kabupaten
kota besar dan desa kota kecil, dan sebagainya. Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah diangkat oleh presiden atas usul DPRD. Kepala Daerah provinsi
atau gubernur diangkat oleh presiden hal itu tertuang dalam Pasal 18 ayat 1 berbunyi bahwa Kepala Daerah Provinsi diangkat oleh presiden dari sedikit-
dikitnya 2 dua atau sebanyak-banyaknya 4 empat orang calon yang diajukan oleh DPRD provinsi. Presiden juga berwenang mengangkat Kepala Daerah
istimewa, sebagaimana tercantum dalam Pasal 18 ayat 4 yang menyatakan bahwa Kepala Daerah istimewa diangkat oleh presiden dari keturunan yang berkuasa di
jaman Republik Indonesia dan yang masih menguasai daerahnya dengan syarat- syarat kecakapan, kejujuran dan kesetiaan dan dengan mengingat adat istiadat
84
Joko J. Prihatmoko, Op.Cit. hlm 46.
Universitas Sumatera Utara
daerah itu.
85
Adapun Kepala Daerah desa atau kota kecil diangkat oleh gubernur. Dalam Pasal 18 ayat 3 disebutkan Kepala Daerah Desa kota kecil diangkat
oleh Kepala Daerah provinsi dari sedikit-dikitnya 2 dua dan sebanyak-banyak 4 empat orang calon yang diajukan DPRD Desa kota Kecil. Undang-Undang No.
22 Tahun 1948 tidak tercantum aturan mengenai persyaratan Kepala Daerah. Sementara, Menteri Dalam Negeri berwenang mengangkat Kepala Daerah
kabupaten atau kota besar. Calon Kepala Daerah diusulkan oleh DPRD dalam Pasal 18 ayat 2 disebutkan Kepala Daerah kabupaten kota besar diangkat oleh
Menteri Dalam Negeri dari sedikit-dikitnya 2 dua dan sebanyak-banyaknya 4 empat orang calon yang diajukan oleh DPRD kabupaten kota besar.
86
1. Presiden apabila mengenai Kepala Daerah tingkat I;
Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 tentang Introduksi Sistem Pemilihan Langsung mulai berlaku sejak tanggal 18 Januari 1957 dalam pembentukan
pemerintah otonom tidak diadakan perincian, tetapi secara luas pengurusan rumah tangga diserahkan kepada daerah itu dan pemerintah pusat hanya mempunyai
wewenang dalam hal-hal oleh Undang-Undang ditetapkan masih termasuk kekuasaan pemerintah pusat. Menurut Pasal 24 ditegaskan oleh Kepala Daerah
tidak diangkat oleh pemerintah pusat melainkan harus menurut aturan yang ditetapkan Undang-Undang.
Sebelum Undang-Undangnya ada menurut Pasal 24, Kepala Daerah dipilih oleh DPR dengan disahkan terlebih dahulu oleh:
85
Ibid., hlm 48.
86
Ibid., hlm 49.
Universitas Sumatera Utara
2. Menteri dalam negeri atau seorang penguasa yang ditunjuk olehnya apabila
mengenai Kepala Daerah Tingkat II dan III.
87
Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 tentang Pemerintahan Daerah yang ditetapkan berlaku pada tanggal 7 November 1959. Penpres ini bertitik berat
pada efisiensi pemerintahan daerah, dengan memasukkan elemen-elemen baru yaitu pemusatan kepemimpinan pemerintahan di tangan Kepala Daerah.
88
1. Presiden bagi daerah tingkat I;
Menurut Undang-Undang ini Kepala Daerah diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atau Menteri Dalam Negeri, dari calon yang diusulkan DPRD.
Tertulis dalam Pasal 4 ayat 4 bahwa Kepala Daerah diangkat dan diberhentikan oleh:
2. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah bagi Daerah Tingkat II.
Dibandingkan ketentuan perundangan terdahulu, persyaratan calon Kepala Daerah dalam Penetapan Presiden No. 6 Tahun 1959 tentang Pemerintah Daerah
lebih berkembang. Pendidikan, kecakapan dan pengalaman dalam pemerintahan merupakan persyaratan khusus yang diatur dan harus dipenuhi oleh Kepala
Daerah. Persyaratan Kepala Daerah dicantumkan dalam Pasal 4 ayat 4 yang berbunyi:
“Pengangkatan Kepala Daerah tersebut pada ayat 1 Pasal ini dilakukan dengan mengingat syarat-syarat pendidikan, kecakapan dan pengalaman
dalam pemerintahan yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden.”
87
Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm 326-328.
88
Ibid, hlm 331-332.
Universitas Sumatera Utara
Peran DPRD dalam perundangan ini sangat terbatas. DPRD hanya berwenang mengajukan calon Kepala Daerah. Mekanisme pengajuan pencalonan
oleh DPRD tidak diatur, apakah melalui pemilihan atau permufakatan. Bahkan, DPRD tidak memiliki akses untuk meminta penjelasan manakala calon yang
diajukan ditolak presiden atau Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.
89
Berlakunya Undang-Undang No. 18 Tahun 1965 tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah, merupakan Undang-Undang pemerintahan daerah yang
lahir pada demokrasi terpimpin. Meskipun Undang-Undang No. 6 Tahun 1959 dan Penpres No. 5 Tahun 1960 dikeluarkan untuk merespon dan menyesuaikan
dengan Undang-Undang Dasar 1945 dalam kurun waktu kedua, secara formal Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan agar pemerintahan daerah
diatur dengan Undang-Undang. Untuk itu diundangkanlah Undang-Undang No. 18 Tahun 1965 tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah, tanggal 1 September
1965. Selanjutnya Undang-Undang No. 18 Tahun 1965 hampir seluruhnya meneruskan atau memindahkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Penpres
No. 6 Tahun 1959 dan Penpres No. 5 Tahun 1960 karena Undang-Undang No. 18 Tahun 1965 yang notabene mengandung unsur-unsur progresif dari Undang-
Undang No. 22 Tahun 1948, Undang-Undang No. 1 Tahun 1957, Penpres No. 6 Tahun 1959 dan Penpres No. 5 Tahun 1960.
90
Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah mulai berlaku tanggal 23 Juli 1974. Undang-Undang ini dinamakan
Undang-Undang tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di daerah karena di dalam
89
Joko J. Prihatmoko, Op.Cit, hlm 56-57.
90
Mirza Nasution, Op.Cit., hlm 93.
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang ini diatur tentang pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas pemerintah pusat di daerah, yang berarti bahwa dalam
Undang-Undang ini diatur pokok-pokok penyelenggaraan urusan pemerintahan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan di daerah.
91
Sejalan dengan kontruksi Kepala Daerah otonom, di dalam UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah , prinsip pemberian
otonomi yang seluas-luasnya telah ditinggalkan dan diubah menjadi prinsip otonomi daerah yang nyata dan bertanggungjawab yang dapat menjamin
perkembangan dan pembangunan daerah, yang dilaksanakan bersama-sama dengan dekonsentrasi. Asas dekonsentrasi bukan sekedar pelengkap terhadap asas
desentralisasi, tetapi sama pentingnya dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
92
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Kritik terhadap kebijakan otonomi daerah dimasa orde baru sesungguhnya tidak hanya
kelemahan konsep dan aturan sebagai mana yang terlihat dalam uu No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah tetapi juga karena otonomi itu
sendiri tidak pernah dilaksanakan.
93
91
Ni’Matul Huda, Op.Cit., hlm 336.
92
Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah Pasang Surut Hubungan Kewenangan antara DPRD dan Kepala Daerah, Alumni, Bandung, 2004, hlm 180.
93
Mirza Nasution, Op.cit, hlm 100
Melalui Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah beberapa terobosan baru dimunculkan. Pertama,
tidak lagi menyebut DPRD sebagai bagian dari Pemerintahan Daerah, tetapi DPRD sebagai badan legislatif daerah. Kedua, pemilihan kepala daerah tidak lagi
menjadi kewenangan pusat, tetapi DPRD diberi kewenangan memilih kepala
Universitas Sumatera Utara
daerah yang sesuai dengan aspirasi masyarakat di daerah, pemerintah pusat tinggal mengesahkannya. Keempat, DPRD dapat mengusulkan pemecatan kepala
daerah kepada presiden apabila terbukti telah melakukan penyimpangan dalam tugas dan kewenangannya sebagai kepala daerah. Kelima, dalam rangka
pelaksanaan asas desentralisasi dibentuk dan disusun daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah kota yang berwenang dan mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyakarat dan masing-masing daerah tersebut berdiri sendiri dan tidak
mempunyai hubungan hirarki satu sama lain. Dengan kewenangan kepada DPRD, diharapkan demokrasi di daerah akan berjalan lebih baik. Anggota-anggota DPRD
dituntut memiliki kepekaan yang tinggi dan aspiratif terhadap tuntutan masyarakat di daerah.
94
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan
landasan yuridis pelaksanaan Pilkada langsung dalam sejarah politik Indonesia. Sesungguhnya Pilkada langsung telah diintrodusir dalam penjelasan Pasal 23
Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah.
95
94
Himatul Huda, Op.cit., hlm 343
95
Joko J. Prihatmoko, Op.Cit., hlm 170
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah termuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 No. 125
disahkan tanggal 15 Oktober 2004, dan berlaku mulai tanggal diundangkannya. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ini
Universitas Sumatera Utara
menggantikan UU No. 22 Tahun 1999.
96
DPR periode 1999 sampai 2004 telah menyetujui rancangan undang-undang tentang pemerintahan daerah sebagai
pengganti UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yakni UU No. 32 Tahun 2004 pada tanggal 29 September 2004. Dari sisi operasional, UU
sebelumnya didominasi pusat lebih besar dibandingkan dengan kewenangan daerah, sehingga dalam kaitannya ini bermuara pada dua hal yakni pelimpahan
kewenangan secara riil kepada daerah dan akan adanya aspek pengawasan atas kebijakan yang dibuat oleh daerah. Salah satu materi yang menarik dan
merupakan hal yang sangat prinsipil adalah mengenai pemilukada secara langsung yang dimuat dalam BAB IV tentang penyelenggara pemerintah. BAB IV ini
tersusun dibagian 8 delapan yang terdiri dari Pasal 56 hingga Pasal 119. Pada pokoknya pasal-pasal tersebut mengatur tentang Pemilukada secara langsung dan
menurut ketentuan peralihan Pasal 233 ayat 1 dilaksanakan Juli 2005.
97
Mengenai pemilukada secara langsung kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon dan dilaksanakan secara demokratis oleh
rakyat dan yang berhak mengajukan pasangan calon ini adalah partai atau gabungan partai politik. Berdasarkan undang-undang ini KPUD provinsi,
KabupatenKota telah diberikan kewenangan sebagai penyelenggaraan pemilukada secara langsung.
98
96
Titik Triwulan Tutik, Konsktruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Kencana, Jakarta, 2010, hlm 253
97
Cakra Arbas, Jalan Terjal Calon Independen pada Pemilukada di Provinsi Aceh, PT. Sofmedia, Jakarta, 2012, hlm 62
98
Ibid., hlm 63
Universitas Sumatera Utara
B. Tugas dan Wewenang Kepala Daerah