66
BAB VI PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas pada anak berhubungan dengan kejadian depresi ibu,
sedangkan faktor anak yang lain seperti usia anak, jenis kelamin anak, urutan kelahiran dan tipe GPPH terbukti tidak berhubungan dengan kejadian depresi ibu.
Faktor ibu seperti umur, pendidikan, dan pekerjaan terbukti tidak mempengaruhi depresi, namun status pernikahan ibu dan jumlah anak dalam keluarga
menunjukkan kecenderungan berhubungan dengan kejadian depresi. Kejadian GPPH pada anak berhubungan secara signifikan terhadap kejadian
depresi ibu p=0,02. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang menyatakan bahwa ibu dari anak GPPH memiliki risiko yang meningkat untuk
mengalami depresi dibandingkan ibu dari anak normal. Hal tersebut bisa dijelaskan melalui beberapa mekanisme. Pertama, dalam beberapa penelitian
seperti Fischer, 1990; Pelham dkk., 1997; Johnston Mash, 2001 dikutip dalam Gamble, 2013 mendapatkan bahwa ibu yang memiliki anak dengan GPPH
cenderung menilai diri mereka memiliki kemampuan yang lebih rendah dan kurang puas dalam melakukan segala hal, karena perilaku anak dengan GPPH
terbukti menjadi kontributor stres yang besar bagi orang tua. Mekanisme kedua, sebagaimana disebutkan oleh Pelham dan Bender, 1982
dikutip dalam Saputro, 2009, bahwa anak GPPH mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orangtua sehingga meningkatkan konflik antara kedua
orangtua. Kesulitan anak GPPH berinteraksi dengan orangtua dan anggota keluarga yang lain, dimana terjalinnya hubungan interaksi negatif antara orangtua
dan anak merupakan suatu keadaan penuh dengan stres, yang meningkatkan resiko orangtua menjadi depresi serta menurunnya kemampuan mereka dalam
mengasuh anak Saputro D., 2012 dan Gamble dkk., 2013. Mekanisme ketiga, dalam penelitian ini dijumpai bahwa semua sampel
adalah ibu yang bekerja sebagai wiraswasta. Ibu yang bekerja diharapkan memiliki kemampuan dalam mengatur waktu antara pekerjaan dan keluarga.
Masalah yang sering ditemui adalah perlakuan ibu yang memanjakan anaknya di rumah sebagai dampak dari rasa bersalah telah menghabiskan waktu untuk
pekerjaan. Sikap ibu terhadap anak tersebut memberikan suatu dampak negatif terhadap prestasi belajar anak dan interaksi sosialnya di sekolah, sehingga muncul
keluhan guru kelas yang akan menambah stres pada ibu Nurdin, 2011; Anugrah, 2015. Perilaku anak GPPH yang tidak mau diam, tidak patuh terhadap perintah,
malas belajar, membuat ibu mudah marah dan memperlakukan anak lebih kasar dan ringan tangan, sehingga ibu mudah mengalami suasana hati yang berubah-
ubah dan ibu mudah mengalami depresi akibat ketidakseimbangan antara beban pekerjaan dan pengasuhan Sianturi, 2013 dan Hidayati 2013.
Penelitian ini mendapatkan adanya kecenderungan peran faktor status perkawinan ibu terhadap kejadian depresi, walaupun tidak signifikan secara
statistik. Fungsi pengasuhan orangtua dalam sebuah keluarga, menurut pendapat Belsky, 1984 dikutip dari Fung, 2007
dipengaruhi oleh hubungan perkawinan. Penelitian ini mendapatkan seluruh ibu yang bersatus bercerai mengalami depresi
100. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa menjadi single parent meningkatkan risiko memiliki anak dengan GPPH, hal tersebut terjadi karena
single parent kurang mampu memberikan pola asuh yang optimal untuk anak- anak mereka, disamping itu mereka memiliki beban dalam memenuhi kebutuhan
pokok serta pengasuhan anak yang menjadikan mereka sangat rentan terhadap stres Russell dkk., 2014. Kondisi anak dengan GPPH juga memerlukan biaya
pengobatan dan pengasuhan yang konsisten sehingga menambah beban pengasuhan secara bermakna Serpico, 2013 dan Ellison, 2015.
Prevalensi GPPH di sekolah Tunas daud sebagian besar adalah laki-laki 54,5 sedangkan anak perempuan hanya sebesar 11,8. Hal tersebut memiliki
persamaan dengan beberapa penelitian yang menyatakan bahwa prevalensi anak laki-laki 3-4 kali lebih besar untuk menderita GPPH dibandingkan dengan anak
perempuan Indriyani dkk., 2008; Taylor Barke, 2008; Saputro, 2012; Nass Leventhal, 2012. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa anak laki-laki lebih sering
menunjukkan perilaku yang bermasalah, lebih usil dan senang membuat masalah sehingga lebih cepat untuk didiagnosis sebagai GPPH Nass Leventhal, 2012.
Sampel dalam penelitian ini sebagian besar merupakan ibu yang memiliki anak laki-laki 64, sedangkan hasil dari penelitian menunjukkan ibu dari anak laki-
laki dan ibu dengan jumlah anak yang lebih dari dua memiliki kecenderungan untuk menjadi depresi, walaupun tidak signifikan secara statistik.
Anak laki-laki dalam sebuah keluarga memiliki kedudukan khusus, terkait dengan sistem kekerabatan patrileneal, dimana anak laki-laki merupakan pewaris
keluarga Waskita, 2013. Penelitian pada orangtua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus, mendapatkan hasil orangtua yang memiliki anak laki-laki mengalami stres yang lebih besar dibandingkan anak perempuan, karena ibu
sangat mengkhawatirkan kemampuan anak untuk mencari nafkah di masa depan Putri, 2014. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa semakin banyak jumlah
anak yang diasuh oleh ibu, maka tingkat stres pengasuhan yang dialami oleh ibu akan semakin tinggi terutama bila memiliki anak yang menunjukkan perilaku
yang sulit dikendalikan Indriyani, 2008; Rahmita 2011; Chairini, 2013. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan peranan ibu dalam keluarga sangat kompleks
yaitu sebagai seorang istri, pengurus rumah tangga, pengasuh bagi anak-anaknya, dan bagian dari masyarakat dan lingkungan, ditambah dengan peran ibu sebagai
pencari nafkah tambahan dalam keluarga Efendi dkk., 2009. Karakteristik psikologis orangtua menjadi yang terpenting karena
mempengaruhi kemampuan mereka dalam memberikan pengasuhan yang berkualitas tinggi Chairini, 2013. Kondisi psikologis orangtua seperti depresi,
kecemasan, histeria atau stres dalam pernikahan mempengaruhi sikap orangtua dalam pengasuhan anak. Ibu yang mengalami depresi menunjukan perubahan
emosional yang labil, memiliki harga diri yang rendah, lebih lalai dalam pengasuhan, menerapkan disiplin yang kurang, menunjukkan perilaku yang
menentang pada anak-anak mereka. Pengasuhan tersebut mempengaruhi jalinan komunikasi yang buruk antara ibu dan anak, sehingga anak yang tumbuh dalam
lingkungan yang penuh konflik cenderung akan menunjukkan gangguan perilaku Shay, 2009; Nass Leventhal, 2012.
Pemahaman orangtua terhadap ABK diharapkan dapat berperan dalam memberikan intervensi di rumah sehingga perbaikan terhadap perilaku menjadi
lebih cepat dan dapat mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh anak. Kerjasama antara guru dengan orangtua diperlukan dalam mengatasi perilaku
anak GPPH. Program terapi multimodalitas yang menggunakan semua sumber daya keluarga dan komunitas yang tersedia memberikan hasil yang paling baik
dalam upaya mengendalikan gangguan tingkah laku Sadock dkk., 2015. Model Parent Management Training PMT dapat digunakan sebagai salah satu bentuk
intervensi untuk mengatasi gangguan perilaku anak GPPH. Intervensi ini melibatkan orangtua dengan memberikan latihan keterampilan manajemen dalam
mengatasi perilaku anak yang bermasalah dengan prinsip teori behaviour dan tehnik modifikasi perilaku Savitri, 2011 dan Setiawati, 2014. Program ini dapat
diberikan secara berkala dan memberikan dukungan psikologis pada orangtua khususnya ibu dari anak GPPH.
Penelitian ini diawali dengan pemeriksaan SPPAHI oleh guru kelas untuk seluruh murid SD kelas I sampai VI di SD Tunas Daud, dan hasilnya didapatkan
beberapa murid yang termasuk dalam GPPH baik yang sudah dalam penanganan psikiater dan guru anak berkebutuhan khusus ABK yang bertugas di sekolah,
maupun yang sebelumnya tidak dilaporkan oleh orangtua mereka. Prevalensi GPPH dalam sekolah ini cukup besar 23,7. Jumlah tersebut hampir sama
dengan penelitian yang dilakukan pada dua Sekolah Dasar Negeri di Purwokerto tahun 2015 yang mendapatkan prevalensi GPPH sebesar 44,2 pada rentang usia
6 tahun sampai 12 tahun Hidayani dkk., 2015. Setiap keluarga pasti
mengharapkan mempunyai anak dengan pertumbuhan dan perkembangan yang normal, namun apabila sebuah keluarga dihadapkan pada kenyataan bahwa
mereka mempunyai anak dengan kebutuhan khusus, maka dapat terjadi perubahan interaksi psikososial dalam keluarga dan lingkungan. Sikap orangtua
saat mereka mengetahui kondisi anaknya, mempengaruhi dari peran serta mereka dalam
mengikuti penelitian ini. Keadaan anak yang memperlihatkan perbedaan pertumbuhan dan
perkembangan dibandingkan dengan anak-anak yang normal, menyebabkan perlakuan orangtua terhadap anak tersebut akan berbeda-beda. Sikap orangtua
terhadap kondisi anaknya ditentukan oleh kemampuan orangtua dalam menghadapi kenyataan, penyesuaian mereka secara emosional dan perilaku.
Penerimaan dari orangtua yang tulus dan tanpa syarat ditunjukkan dengan menyambut dan menilai anak dengan kondisinya atau perilakunya, sehingga
mampu menciptakan rasa aman bagi anak Pratiti, 2014. Tingkat partisipasi orangtua yang memiliki anak tanpa GPPH dalam
penelitian ini sangat rendah, dimana sebagian besar menolak berpartisipasi dalam penelitian ini. Pernyataan penolakan tersebut terutama karena mereka
menganggap anak mereka tidak mengalami gangguan psikologis, meskipun telah diberikan penjelasan terinci oleh peneliti dan dibantu oleh guru ABK yang
bertugas di sekolah. Keterbatasan jumlah sampel ibu yang tidak memiliki anak dengan GPPH berpengaruh terhadap hasil analisis beberapa variabel dalam
penelitian ini, sehingga perannya tidak terbukti signifikan. Di sisi lain, hal tersebut
menunjukkan fenomena bahwa masih ada stigma di masyarakat terhadap gangguan jiwa.
Berdasarkan pengamatan dan diskusi dengan ibu selama perekrutan sampel, diketahui bahwa mereka khawatir apabila ternyata mereka memiliki suatu masalah
psikologis saat berpartisipasi dalam penelitian ini. Sampel dalam penelitian ini sebagian besar adalah sarjanadiploma, sehingga untuk mengatasi masalah
tersebut diperlukan pendekatan yang lebih tepat untuk mengelola kondisi ini, utamanya jika hendak melakukan penelitian yang terkait dengan masalah
psikologis. Keberadaan sekolah inklusi sebagai suatu sistem sistem pendidikan yang
memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus ABK untuk belajar bersama dengan anak normal, memberikan dukungan positif terhadap psikologis
orangtua. Sekolah inklusi nerupakan sekolah yang ideal untuk anak berkebutuhan khusus, namun juga memberikan peluang kepada anak yang tidak berkebutuhan
khusus untuk belajar berempati, bersikap membantu dan memiliki kepedulian serta tetap berprestasi dengan baik. Sekolah inklusi menerapkan suatu program
pendidikan yang dimodifikasi baik kurikulum maupun cara belajar, yang berfokus pada penanganan masalah akademik anak.
Kelemahan dalam penelitian ini adalah bersifat observasional saja tidak berupa penelitian kohort atau prospektif yang mengetahui hubungan waktu
diantara variabel. Hal yang dinilai dalam penelitian ini adalah hubungan diantara variabel sehingga dari penelitian ini tidak dapat mengetahui batasan atau waktu
yang tepat untuk dilakukan intervensi guna mencegah terjadinya depresi .
73
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN