2. Defisiensi G6PD 2.1. Definisi
Kelainan yang bersifat diturunkan dan terangkai kromosom X akibat mutasi yang terjadi pada struktur tertier gen G6PD yang menurunkan aktivitas enzim,
akibat penurunan kestabilan enzim dan kemampuannya berikatan dengan substrat Naylor et al., 1996.
2.2. Biomolekul enzim G6PD
Enzim G6PD EC, 1.1.1.49 merupakan suatu protein monomer yang terdiri dari 516 asam amino, dengan BM 59,256 kD. Bentuk aktif enzim ini adalah suatu
dimer yang mengikat kuat NADP. Sequencing dari gen ini telah diketahui pada sejumlah spesies termasuk pada manusia. Gen yang mengkode enzim glukosa 6
fosfat dehidrogenase ini terletak di daerah distal kromosom X Xq28.
Gambar 4. Molekul G6PD Encyclopedia, 2005
2.3. Mutasi gen G6PD
Mutasi pada gen G6PD menyebabkan perubahan sifat kinetika dari enzim G6PD, disebabkan pertukaran asam amino yang membentuk struktur tertier, tempat
katalitik enzim untuk berikatan dengan substrat. Terjadi penurunan aktifitas katalitik enzim, penurunan stabilitas dan perubahan aktifitas untuk mengikat NADP,
NADPH dan glukosa 6 fosfat. Perbedaan mutasi pada gen G6PD menyebabkan perbedaan tingkat defisiensi enzim. Jenis mutasi yang terjadi seluruhnya
merupakan jenis mutasi noktah dan kebanyakan adalah mutasi noktah missense yang dijumpai pada kelipatan dari tiga nukleotida Beutler, 1994.
Pada perempuan, mutasi harus terjadi pada kedua kromosom X yang dimiliki, untuk menimbulkan kelainan, sedangkan pada laki-laki yang hanya mempunyai
satu kromosom X, perubahan satu copy dari gen ini sudah menimbulkan kelainan. Oleh karena itu laki-laki akan lebih sering mendapat gangguan akibat kelainan
resesif terangkai kromosom X ini dibandingkan perempuan. Hal ini didukung dari beberapa hasil penelitian terdahulu yang menunjukkan angka kejadian defisiensi
G6PD yang lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan Ainoon et al., 2003, Nuchprayoon et al., 2002, Weng et al., 2003
Gambar 5. Pola Penurunan Kelainan Gen Resesif Terangkai Kromosom X pada Penderita Defisiensi G6PD Favismus
2.4. Klasifikasi varian G6PD
Pada tahun 1967, komite di WHO mengusulkan prosedur baku biokimia untuk mengelompokkan varian dari G6PD dengan mengukur aktifitas enzim, Km untuk
glukosa 6 fosfat dan NADP, stabilitas enzim terhadap pemanasan, efisiensi penggunaan glukosa 6 fosfat dan NADP, mobilitas elektroforetik dan pH optimun
dari enzim. Berdasarkan hal ini didapat residu aktifitas enzim dan dihubungkan dengan gejala
klinik maka WHO mengklasifikasikan varian G6PD dalam 5 grup. Tabel 1 WHO, 1989
Tabel 1. Klasifikasi Varian Enzim G6PD
Kelas Tingkat defisiensi dan gejala klinik
Residu aktifitas
I Defisiensi enzim yang berat, dengan
2 anemia hemolitik kronik non spherositik
II Defisiensi enzim yang berat, yang tidak
10 berhubungan dengan anemia hemolitik kronik
III Defisiensi enzim ringan sampai sedang,
10-60 gejala hemolisis terjadi hanya jika ada
terpapar obat atau infeksi tertentu
IV Aktifitas enzim normal
60-150 V
Peningkatan aktifitas enzim Di atas normal
2.5.
G6PD dan lintasan pentosa fosfat
Enzim G6PD berperan sebagai enzim utama dalam lintasan pentosa fosfat, salah satu lintasan dalam metabolisme karbohidrat. Lintasan ini berlangsung di
sitosol semua sel. Lintasan pentosa fosfat disebut juga sebagai lintasan heksosa monofosfat atau lintasan 6 fosfoglukonat, berjalan melalui dua fase yaitu: McKee
and McKee, 2003 1.
Fase oksidatif yang irreversibel
G6PD mengkatalisis reaksi pertama pada fase ini dengan mengoksidasi G6PD menghasilkan 6 fosfoglukono
δ-lakton, dan mereduksi NADP menjadi NADPH.
6 fosfoglukono δ-lakton dengan cepat terhidrolisis menjadi 6 fosfoglukonat.
6 fosfoglukonat akan mengalami reaksi dekarboksilasi menggunakan koenzim NADP untuk direduksi menghasilkan molekul NADPH. Dalam
fase ini dihasilkan 2 molekul NADPH untuk setiap satu molekul glukosa 6 fosfat
2. Fase nonoksidatif yang reversibel
Pada fase ini dihasilkan prekursor ribosa untuk sintesis nukleotida dan asam nukleat
Gambar 6. Lintasan Pentosa Fosfat McGraw-Hill, 2003
NADPH yang dihasilkan pada lintasan pentosa fosfat ini merupakan koenzim tereduksi yang diperlukan dalam berbagai jalan reaksi dalam sel seperti: Champe
and Harvey, 1994 1.
Berperan dalam berbagai sintesis reduktif pada semua jaringan dimana lintasan pentosa fosfat ini aktif misalnya sintesis asam lemak, hormon
steroid dan lain-lain 2.
Berperan dalam reaksi yang dikatalisis oleh enzim mikrosom hepar sitokrom P-450 monooksidase.
3. Berperan dalam reaksi reduksi glutathion yang berfungsi sebagai
antioksidan yang poten untuk melindungi sel dari kerusakan oksidatif akibat spesies oksigen reaktif reactive oxygen species ROS hidrogen peroksida
H
2
O
2
. H2O2
dibentuk secara normal oleh tubuh dari beberapa proses oksidatif yang dapat beraksi pada residu asam lemak dinding sel, menyebabkan lisis
dari dinding sel. Penelitian menunjukkan jika aktifitas G6PD dihambat, adanya peningkatan H
2
O
2
dapat menyebabkan kematian sel Tian et al., 1999
Gambar 7. NADPH dalam Reaksi Reduksi Glutation Lippicont Williams Wilkins, 1994
4. Berperan dalam reaksi yang dikatalisis oleh enzim NADPH oksidase, jalan
reaksi untuk menfagositosis mikroorganisme, partikel asing, debris oleh sel neutrofil dan makrofage.
2.6. Patofisiologi defisiensi G6PD pada eritrosit
NADPH yang dihasilkan dalam lintasan pentosa fosfat oleh aktifitas G6PD berperan dalam eritrosit untuk mereduksi bentuk disulfida dari GSSG
menjadi bentuk sulfhidril GSH melalui reaksi yang dikatalisis oleh enzim glutation reduktase. GSH adalah suatu tripeptida dengan gugus sulfhidril bebas.
Melalui reaksi yang dikatalisis oleh enzim glutation peroksidase, H
2
O
2
akan dirubah membentuk molekul air dengan menggunakan molekul GSH sebagai
koenzim Murray et al., 2000
Gambar 8. Patofisiologi Defisiensi G6PD pada Eritrosit Lippicont Williams Wilkins, 1994
Stres oksidatif tambahan yang menyebabkan peningkatan H
2
O
2
mengakibatkan turunnya konsentrasi GSH di dalam sel ke tahap tertentu Johnson et al., 1994. Ini
menyebabkan gugus sulfhidril pada beberapa protein yang penting menjadi krisis dan tidak dapat dipertahankan dalam bentuk tereduksi. Terjadi peningkatan
kecepatan oksidasi hemoglobin menjadi methemoglobin Murray et al., 2000 . Oksidasi ini menyebabkan hemoglobin terdenaturasi dan dilepaskan hemin ke
permukaan membran eritrosit Chiu and Liu, 1997 Hemoglobin yang teroksidasi mengalami pengikatan silang antara satu dengan yang lain oleh ikatan disulfida,
menyebabkan terbentuknya suatu jembatan yang selanjutnya dioksidasi membentuk agregat, disebut sebagai badan Heinz Heinz body Berg et al., 2002.
Ditemukannya Heinz body pada sel eritrosit dapat menegakkan diagnosa defisiensi G6PD Oduola and Olayinka, 2004 .
Denaturasi oksidatif yang dialami hemoglobin juga menyebabkan hemoglobin tidak bebas mengalir di dalam sitosol, menyebabkan pudding dari hemoglobin.
Pada apusan darah tepi, gambaran sel eritrosit terlihat seperti digigit bite cel atau berbentuk hemiblister.
Gambar 9. Gambaran Heinz body pada Eritrosit
Dengan terbentuknya Heinz body menyebabkan penurunan deformabilitas sel eritrosit Chiu and Liu, 1997 .
Dalam keadaan normal, eritrosit harus mengalami deformasi, menjadi lebih lentur untuk dapat mengalir dalam pembuluh darah yang
halus Akibat semua hal ini, membran eritrosit menjadi kaku dan mudah lisis.
2.7. Manifestasi klinik defisiensi G6PD pada eritrosit
Defisiensi G6PD pada eritrosit dapat menimbulkan manisfestasi klinik berupa Roos et al., 1999, Hundsdoerfer et al., 2002
1. Anemia hemolitik akut
2. Anemia hemolitik kronik
3. Hiperbilirubinemia pada neonatus Weng et al., 2003, Kaplan et al., 1999
4. Manifestasi klinik yang lain sepsis, gagal ginjal akut Khan, 2004
Anemia hemolitik akut pada defisiensi G6PD dapat dicetuskan oleh stres oksidatif akibat setelah pemberian obat-obatan tertentu, infeksi tertentu dan setelah
memakan kacang fava. Golongan obat yang dapat menimbulkan keadaan anemia hemolisis akut ini seperti
antibiotik sulfonamid, antimalaria primaquin dan antipiretik tertentu Berg et al,
2002, Khan, 2004. Infeksi yang merangsang timbulnya hemolisis pada penderita diantaranya adalah hepatitis virus, pneumonia dan demam thypoid. Beutler, 1994
Anemia hemolitik kronik non spherositik berhubungan dengan defisiensi G6PD jarang ditemukan dan dapat terjadi tanpa adanya faktor pencetus stress oksidatif.
2.8. Distribusi populasi defisiensi G6PD
Defisiensi G6PD sering ditemukan pada populasi di kawasan Afrika yang tropis, Laut Tengah, bagian tertentu di kawasan Asia, dan penduduk Amerika yang
berkulit hitam. Sedikitnya sekitar 7 atau lebih dari 400 juta populasi dunia menderita defisiensi ini Murray et al, 2002, dan 35 nya ditemukan di Afrika.
Akibat lajunya perpindahan penduduk di seluruh dunia, distribusi penyakit ini sekarang mungkin bisa ditemukan di setiap negara dunia WHO, 1989
Gambar 10. Distribusi Populasi G6PD WHO, 1989
3. Defisiensi G6PD dan Malaria