Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Dalam beberapa dekade terakhir ini, terjadi penurunan usia harapan hidup perusahan di beberapa negara di Eropa, seperti: di Jerman, Perancis dan Inggris. Di Jerman misalnya, usia harapan hidup perusahaan menurun dari 45 tahun menjadi 18 tahun, di Perancis, dari 13 tahun menjadi 9 tahun, dan yang terjadi di Inggris, yang semula 10 tahun menurun menjadi hanya 4 tahun. sepertiga dari perusahaan yang terdaftar dalam Fortune 500 tahun 1970 telah lenyap pada 1983, baik karena merger, akuisisi maupun perpecahan, survey dari Belanda yang menunjukkan rata-rata usia harapan hidup perusahaan di Jepang dan Eropa adalah 12,5 tahun De Geus, 1997:7 . Penyebab utama penurunan tersebut adalah maraknya kegiatan marger dan akuisisi. Namun kegiatan marger dan akuisisi tersebut adalah distress selling, yaitu karena perusahaan mengalami kesulitan, bukan karena strategic buying. Di Indonesia sendiri, belum secara pasti diketahui usia harapan hidup perusahaan rata-rata. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Payatma Setiawan 2004 terhadap kinerja perusahaan manufaktur yang melakukan kegiatan marger dan akuisisi diperoleh indikasi bahwa tujuan ekonomis dilakukannya marger dan akuisisi tidak tercapai. Berikut kesimpulan hasil penelitian Payatma Setiawan 2004. 2 Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengujian secara serentak terhadap semua rasio keuangan untuk satu tahun sebelum dengan satu tahun setelah pengumuman Marger Akuisisi, dua tahun sebelum dengan satu tahun sesudah pengumuman Marger Akuisisi, satu tahun sebelum dengan dua tahun sesudah pengumuman Marger Akuisisi dan dua tahun sebelum dan dua tahun sesudah tidak berbeda secara signifkan. Jadi, kinerja perusahaan manufaktur setelah melakukan Marger Aakuisisi ternyata tidak mengalami perbaikan dibandingkan dengan sebelum melaksanakan Marger Akuisisi. Pengujian secara parsial menunjukkan ada perbedaan yang signifkan untuk rasio keuangan Total Asset Turnover, ROI dan ROE untuk pengujian satu tahun sebelum dan satu tahun sesudah pengumuman Marger Akuisisi, rasio keuangan Fixed Asset Turnover, ROI, ROE, dan NPM untuk pengujian satu tahun sebelum dan dua tahun sesudah pengumuman Marger Akuisisi; rasio keuangan Total Asset Turnover dan Fired Asset Turnover untuk pengujian dua tahun sebelum dan satu tabun sesudah pengumuman Marger Akuisisi, rasio keuangan fixed asset turnover total asset to debt, net worth to debt, dan total asset turnover untuk pengujian dua tahun sebelum dan dua tahun sesudah pengumuman Marger Akuisisi. Rasio keuangan tersebut mengalami penuruan setelah perusahaan melakukan Marger Akuisisi. Jadi, berdasarkan analisis kinerja keuangan perusahaan dari sisi rasio keuangan Marger Akuisisi tidak menimbulkan sinergi bagi perusahaan. Atau dengan kata lain, motif ekonomi bukanlah motif utama perusahaan melakukan Marger Akuisisi. 3 Hasil pengujian terhadap rasio keuangan diperkuat dengan hasil pengujian terhadap abnormal return perusahaan yang melakukan Marger Akuisisi. Hasil pengujian menunjukkan abnormal return perusahaan pada periode jendela sebelum pengumuman Marger Akuisisi, berbeda dengan abnormal return pada periode jendela sesudah pengumuman Marger Akuisisi. Abnormal return sesudah pengurnuman Marger Akuisisi justru negatif, sedangkan sebelum pengumuman Marger Akuisisi abnormal return positif. Artinya, kinerja perusahaan dari sisi kinerja saham justru mengalami penurunan setelah pengumurman Marger Akuisisi. Investor menganggap Marger Akuisis yang dilakukan oleh perusahaan tidak menimbulkan sinergi bagi perusahaan, bahkan menjadi reverse sinergy. Hasil penelitian ini memberi indikasi bahwa tujuan ekonomis dilakukannya merger dan akuisisi tidak tercapai. Hal ini mungkin disebabkan karena alasan non ekonomis yang lebih hanya dipertimbangkan, atau mungkin keputusan merger dan akuisisi dilakukan dengan maksud untuk menyelamatkan target company dari ancaman kebangkrutan, yang memang kondisinya terpuruk, seperti yang banyak terjadi dalam masa krisis ekonomi dewasa ini Payatma Setiawan., 2004:280. Keputusan merger dan akuisisi yang dilakukan perusahaan dengan maksud untuk menyelamatkan target company dari ancaman kebangkrutan dapat kita lihat pada Enron, sebuah perusahaan energi Amerika yang berbasis di Houston, Texas, Amerika Serikat, dan merupakan salah satu perusahaan terkemuka di dunia dalam bidang listrik, gas alam, bubur kertas dan kerta, serta komunikasi. Mirip tragedi WTC, tapi minus darah dan kematian, Enron 4 menguap jadi debu saat perusahaan itu menyatakan diri bangkrut pada 2 desember 2001, namun pada ahhir November, Enron bisa sedikit bernafas lega ketika Dynegy Inc berniat membeli sahamnya dalam sebuah kesepakatan marger. Harapan itu tidak berumur lama, Dynegy mundur setelah Enron semaki kehilangan kepercayaan investor dan rating kreditnya jatuh ketitik terendah, hanya puluhan sen nilainya, beberapa hari kemudian Enron menyerah dengan mengajukan petisi bangkrut. Keputusan merger yang dipilih Enron bukan bertujuan untuk memperluas pangsa pasar atau skala usahanya, namun untuk menyelamatkan perusahaan dari kebangkrut. Kegiatan Akuisisi juga terjadi pada salah satu perusahaan perbankan di Indonesi, yaitu pada Bank CIMB Niaga, Bank yang berdiri pada tanggal 26 September 1955 dengan nama Bank Niaga. Pada bulan November 2002, Commerce Asset-Holding Berhad CAHB, kini dikenal luas sebagai CIMB Group Holdings Berhad CIMB Group Holdings, mengakuisisi saham mayoritas Bank Niaga dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional BPPN. Di bulan Agustus 2007 seluruh kepemilikan saham berpindah tangan ke CIMB Group sebagai bagian dari reorganisasi internal untuk mengkonsolidasi kegiatan seluruh anak perusahaan CIMB Group dengan platform universal banking . Selain itu, kegiatan marger juga banyak dialami perusahaan di Indonesia, seperti yang terjadi pada LippoBank CIMB Niaga. Khazanah yang merupakan pemilik saham mayoritas CIMB Group Holdings mengakuisisi kepemilikan mayoritas LippoBank pada tanggal 30 September 5 2005. Seluruh kepemilikan saham ini berpindah tangan menjadi milik CIMB Group pada tanggal 28 Oktober 2008 sebagai bagian dari reorganisasi internal yang sama. Sebagai pemilik saham pengendali dari Bank Niaga melalui CIMB Group dan LippoBank, sejak tahun 2007 Khazanah memandang penggabungan marger sebagai suatu upaya yang harus ditempuh agar dapat mematuhi kebijakan Single Presence Policy SPP yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. Penggabungan ini merupakan merger pertama di Indonesia terkait dengan kebijakan SPP. Pada bulan Mei 2008, nama Bank Niaga berubah menjadi Bank CIMB Niaga. Kesepakatan Rencana Penggabungan Bank CIMB Niaga dan LippoBank telah ditandatangani pada bulan Juni 2008, yang dilanjutkan dengan Permohonan Persetujuan Rencana Penggabungan dari Bank Indonesia dan penerbitan Pemberitahuan Surat Persetujuan Penggabungan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia di bulan Oktober 2008. LippoBank secara resmi bergabung ke dalam Bank CIMB Niaga pada tanggal 1 November 2008 Legal Day 1 atau LD1 yang diikuti dengan pengenalan logo baru kepada masyarakat luas. kasus-kasus perusahaan perbankan di Indonesia yang melakukan akuisisi dapat kita lihat pada table 1.1 6 Table 1.1 Perusahaan perbankan yang melakukan akuisisi No Nama Bank Akuisisi saham 1 Konsorsium Wishart Bank Anglomas Intl 90 2 Hana Bank + IFC Bank Bintang Manunggal 61 3 Triputra Persada R Bank Purba Danarta 81,49 4 Kharisma Putra K Bank Ina Perdana 55 5 Dian Intan Pertiwi Bank Finconesia 51 6 Bank Victoria Bank Swaguna 99,79 7 Rabobank Bank Haga Hagakita - 8 BoTM-UFJ+Acom Bank Nusantara P 75,41 9 Bank Commonwealth Bank Arta Niaga K 80 10 BRI Bank Jasa Arta 11 Bank of India Bank Swadesi 100 12 ICBC Bank Halim 90 13 Bank Index Selindo Bank Harmoni - 14 Bank Multicor Bank Windu Kentjana - 15 Bank Panin Bank Harfa 100 16 Bank Mandiri Bank Sinar H Bali 80 Sumber: http:bataviase.co.idnode531452 Ketika strategi merger dan akuisisi tidak diambil oleh perusahaan sebagai langkah penyelamatan kelangsungan hidup perusahaan, maka kebangkrutanlah yang akan dihadapi oleh perusahaan, hal tersebut dapat kita lihat pada berbagai kasus kebangkrutan yang dialami perusahaan-perusahaan baik di dalam negeri maupun perusahaan diluar negeri. Seperti kebangkrutan yang terjadi pada beberapa perusahaan maskapai penerbangan di Indonesia, seperti: Sempati Air, Adam Air, Star Air, Bouraq, Indonesian Airline, Eva Air dan Jatayu Air. Selain perusahaan maskapai penerbangan yang telah disebutkan diatas, baru-baru ini tragedi kebangkrutan nyaris menyapa perusahaan penerbangan 7 PT Mandala Airlines, perusahaan yang didirikan pada 17 April 1969 dan awalnya merupakan bagian dari badan militer Indonesia. Pada bulan April 2006, grup transportasi Indonesia, Cardig International mengakuisisi maskapai penerbangan tersebut senilai Rp300 Milyar 34 Juta USD. Pada bulan Oktober 2006, Indigo Partners, sebuah perusahaan investasi mengakuisisi 49 saham Cardig. Pada tanggal 11 Februari 2011, PT Mandala Airlines menerbitkan press release mengenai pengajuan rencana perdamaian untuk selamatkan perusahaan. Dalam press release tersebut, perusahaan meminta dukungan dari para krediturnya atas rencana perdamaian yang telah diajukan kepada pengadilan Niaga pada 4 Februari 2011. Secara hukum, perusahaan akan dilikuidasi jika kreditur tidak menyepakati rencana perdamaian tersebut. Selain PT Mandala Airlines, kebangkrutanpun dialami oleh perusahaan maskapai penerbangan Japan Airlines JAL, perusahaan penerbangan terkemuka di Jepang dengan perolehan pendapatan terbesar di kawasan Asia. JAL resmi mengajukan perlindungan pailit pada Selasa, 19 Januari 2010. ini merupakan kasus kebangkrutan keempat terbesar di Jepang. Bahkan JAL menjadi perusahaan non-keuangan yang menderita kebangkrutan terbesar di Negeri Matahari Terbit itu. Dari beberapa kasus kebangkrutan dunia, berikut data-data kebangkrutan terbesar, urut dari yang memiliki aset tertinggi: 8 Table 1.2 Kasus kebangkrutan terbesar sepanjang sejarah dunia No Nama perusahaan Tahun bangkrut Total asset 1 Lehman Brothers Holdings Inc 2008 US 691.000.000.000 2 Washington Mutual Inc 2008 US 327.900.000.000 3 WorldCom Inc 2002 US 103.900.000.000 4 General Motors Corp 2009 US 91.000.000.000 5 CIT 2009 US 71.000.000.000 6 Enron Corp 2001 US 65.500.000.000 7 Conseco Inc 2002 US 61.000.000.000 8 Chrysler LLC 2009 US 39.000.000.000 9 Thornburg Mortgage Inc 2009 US36.500.000.000 10 Pacific Gas and Electric Co 2001 US36.100.000.000 11 Texaco Inc 1987 US 34.900.000.000 12 Financial Corp of America 1988 US 33.800.000.000 13 Refco Inc 2005 US 33.300.000.000 14 Indymac Bancorp 2008 US 32.700.000.000 15 Global Crossing Ltd 2002 US 30.100.000.000 16 Bank of England New Corp 1991 US 29.700.000.000 17 General Growth Properties Inc 2009 US 29.500.000.000 18 Lyondell Chemical Co 2009 US 29.300.000.000 19 Calpine Corp 2005 US 27.200.000.000 20 New Century 2007 US 26.100.000.000 21 UAL Corp 2002 US25.100.000.000 22 Delta Air Lines Inc 2005 US21.800.000.000 Sumber: http:www.fx6.nettechnical2693-22-largest-bankruptcies-world- history.html Perusahaan-perusahaan tersebut merupakan perusahaan terkemuka di dunia yang kemudian runtuh dan hanya meninggalkan cerita singkat mengenai kejayaan kelangsungan hidup usaha mereka. berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa perusahaan dengan image yang begitu baik dan nilai asset yang begitu besar masih memungkinkan dilanda masalah kebangkrutan. Kasus- kasus kebangkrutan perusahaan raksasa tersebut harus menjadi fokus penting bagi auditor untuk tetap memperhatika masalah status kelangsungan hidup 9 perusahaan. Agar tidak membawa dampak yang merugikan para pemangku kepentingan internal maupun eksternal perusahaan. Disinilah peran auditor sangat diperlukan, sebagai lembaga independen yang mempunyai fungsi sebagai monitoring dengan memberikan opini going concern pada laporan keuangan perusahaan, sehingga dapat memprediksi apakah perusahaan sedang mengalami kesulitan keuangan financial distress atau tidak. Menons William 2010:2076, mengemukakan auditor memiliki keahlian jasa audit, bukan dalam memutuskan status going concern sebuah perusahaan, dan asersi mereka mungkin tidak menambah apa yang telah investor ketahui, disisi lain, auditor mempunyai akses kepada informasi yang tidak tersedia bagi investor dan bisa mengungkapkan informasi tersebut kedalam laporan audit going concer going concern audit report. Para pemakai laporan keuangan merasa bahwa pengeluaran opini audit going concern ini sebagai prediksi kebangkrutan suatu perusahaan. Ketika kondisi ekonomi merupakan sesuatu yang tidak pasti, para investor mengharapkan auditor memberikan early warning akan kegagalan keuangan perusahaan Chen dan Church 1996 dalam Praptitorini dan Januarti 2007:2. Pengeluaran opini audit going concern ini juga sangat diperlukan bagi para investor yang akan menginvestasikan dana mereka pada suatu perusahaan, investor perlu mengetahui mengenai kondisi keuangan perusahaan sebelum melakukan investasi pada perusahaan tersebut, terutama yang menyangkut mengenai kelangsungan hidup perusahaan sebelum mereka menginvestasikan dananya. Hal tersebut membuat auditor mempunyai tanggung jawab yang besar untuk 10 mengeluarkan opini audit going concern yang konsisten dengan keadaan perusahaan sesengguhnya. Santosa dan Wedari 2007:142, kajian atas opini audit going concern dapat dilakukan dengan melihat kondisi internal perusahaan, seperti kualitas audit, kondisi keuangan perusahaan, opini audit tahun sebelumnya, pertumbuhan perusahaan dan ukuran perusahaan. Going concern adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha. Dengan adanya going concern maka suatu badan usaha dianggap akan mampu mempertahankan usahanya dalam jangka panjang, tidak akan dilikuidasi dalam jangka waktu pendek Hani dan Mukhlisin., 2003:1223. Going concern merupakan asumsi dasar dalam penyusunan laporan keuangan, suatu perusahaan diasumsikan tidak bermaksud atau berkeinginan melikuidasi atau mengurangi secara material skala usahanya IAI dalam pernyataan standar akuntansi keuangan, 2009:5, paragraph 23. Going concern sebagai asumsi bahwa perusahaan dapat mempertahankan hidupnya going concern secara langsung akan mempengaruhi laporan keuangan. Laporan keuangan yang disiapkan menggunakan dasar going concern kemungkinan akan berbeda secara subtansial dengan laporan keuangan yang disiapkan pada asumsi bahwa perusahaan tidak going concern. Konservatisme auditor untuk menerbitkan opini modifikasi going concern lebih meningkat setelah kebangkrutan Enron Feldmann Read, 2010:277. Pernyataan wajar tanpa pengecualian unqualified opinion mempunyai arti bahwa laporan keuangan yang dibuat perusahaan telah bebas dari salah saji material. Tetapi, apabila laporan audit bentuk wajar dengan pengecualian 11 qualified, tidak wajar adverse, atau tidak memberikan pendapat disclaimer, diterbitkan pada saat auditor merasa tidak memperoleh kepuasan dalam pelaksanaan auditnya, atau menemukan bukti bahwa laporan keuangan tidak disajikan secara wajar, atau merasa tidak independen. Sehingga auditor wajib untuk memberikan informasi tambahan. Penyebab-penyebab utama ditambahkannya suatu paragraph penjelasan atau modifikasi kalimat pada laporan audit bentuk baku antara lain disebabkan oleh tidak adanya konsistensi dalam penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum, Ketidakpastian atas kelangsungan hidup perusahaan going concern, Auditor menyetujui terjadinya penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum, Penekanan pada suatu masalah, dan Laporan yang melibatkan auditor lainnya Arens, Beaslly, Elder, 2010:51. Penelitian-penelitian tentang opini audit going concern yang dilakukan diindonesia antara lain dilakukan Santosa dan Wedari 2007, yang menggunakan 5 variabel penelitian, yaitu 3 variabel keuangan kondisi keuangan perusahaan, pertumbuhan perusahaan dan ukuran perusahaan serta dua variabel non-keuangan kualitas audit dan opini audit tahun sebelumnya terhadap perusahaan manufaktur dengan menggunakan regresi logistik memberikan bukti empiris bahwa variabel kondisi keuangan perusahaan yang diproksikan dengan model kebangkrutan yang digunakan adalah the altman model dan the springate model, opini audit tahun sebelumnya dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going 12 concern . Untuk variabel kualitas audit dan pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Januarti Fitrianasari 2008:55, dapat disimpulkan bahwa rasio keuangan rasio profitabilitas, aktivitas, laverage, pertumbuhan penjualan serta rasio nilai pasar dan rasio non-keuangan ukuran perusahaan, reputasi KAP, auditor-client tenure tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern, dimana rasio keuangan liquidity ratio dan dua rasio non-keuangan opini audit tahun sebelumnya dan audit lag berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern yang dianalisis dari 282 perusahaan manufaktur yang listing di Jakarta stock exchange JSX pada waktu itu dari tahun 2000 sampai dengan 2005. Hingga saat ini topik mengenai bagaimana tanggung jawab auditor dalam menyikapi masalah going concern masih menarik untuk diteliti. Auditor memiliki suatu tanggung jawab untuk mengevaluasi status kelangsungan hidup perusahaan dalam setiap pekerjaan auditnya Fany Saputra., 2005:967. Independensi auditor dalam memberikan opini atas laporan keuangan yang diauditnya harus mempertimbangkan going concern kelangsungan usaha auditee . Auditor tidak bisa lagi hanya menerima pandangan manajemen bahwa segala sesuatunya baik. Penilaian going concern lebih didasarkan pada kemampuan perusahaan untuk melanjutkan operasinya dalam jangka waktu 12 bulan kedepan. Untuk sampai pada kesimpulan apakah perusahaan akan memiliki going concern atau tidak, auditor harus melakukan evaluasi secara 13 kritis terhadap rencana-rencana manjemen. Pada kenyataannya, masalah going concern merupakan hal yang kompleks dan terus ada. Sehingga diperlukan faktor-faktor sebagai tolak ukur yang pasti untuk menentukan status going concern pada perusahaan. dan kekonsistensian faktor-faktor tersebut harus diuji agar dalam keadaan ekonomi yang fluktuatif, status going concern tetap diprediksi Praptitorini dan Januarti., 2007:4. Pada penelitian ini, penulis berusaha untuk menganalisis beberapa faktor yang mempengaruhi pemberian opini audit going concern oleh auditor diantaranya; ukuran perusahaan, opini audit tahun sebelumnya, kondisi keuangan perusahaan, pertumbuhan perusahaan, dan audit lag dalam meningkatkan kemungkinan sebuah perusahaan yang mengalami kesulitan financial distress untuk menerima pendapat wajar dengan pengecualian qualified opinion untuk kelangsungan usahanya going concern. Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Santosa dan Wedari 2007, yang meneliti mengenai “analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan penerimaan opini audit going concern”. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada tahun pengamatan, penggunaan model prediksi kebangkrutan dengan menggunakan the springate model, dan penambahan satu variabel independen, dan penggunaan metode pengujian regresi logistik. Adapun penjelasan perbedaan tersebut adalah sebagai berikut: 14 1. Tahun pengamatan. Pada penelitian sebelumnya pengamatan dimulai dari tahun 2001 sampai dengan 2005, sedangkan pada penelitian ini dimulai tahun 2005 sampai 2009. 2. Variabel independen berupa kondisi keuangan perusahaan pada penelitian sebelumnya diukur dengan empat model prediksi kebangkrutan yaitu the zmijeski model, the altman model, revised altman model dan springate model , sedangkan dalam penelitian ini kondisi keuangan perusahaan diukur hanya dengan menggunakan the springate model, karena penulis merasa bahwa the springate model merupakan model prediksi kebangkrutan yang lebih akurat dari the zmijeski model , sedangkan model prediksi kebangkrutan the altman model dan revised altman model merupakan model prediksi kebangkrutan yang sudah banyak digunakan dalam penelitian- penelitian sebelumnya. 3. Untuk keandalan daya analisis pengaruh variabel bebas dengan variabel independennya, maka pengujian dilakukan dengan menggunakan regresi logistik, karena variabel terikatnya merupakan data kualitatif yang menggunakan variabel dummy Sumodiningrat., 2001:359. Pengujian juga dilakukan dengan menggunakan alat bantu program komputer statistik terbaru SPSS versi 17. 4. Penambahan satu variabel independen, yaitu variabel audit lag, karena penulis tertarik terhadap variabel tersebut. ketertarikan tersebut dipicu oleh estimasi penulis bahwa audit lag merupakan salah satu bagian yang mendasari auditor dalam pemberian opini audit going concern, dan hal yang perlu dipertimbangkan oleh auditor dalam memberikan opini audit going concern. 15 Dengan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “pengaruh audit lag, opini audit tahun sebelumnya, kondisi keuangan perusahaan, pertumbuhan perusahaan,dan ukuran perusahaan terhadap pemberian opini audit going concern oleh auditor Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI Periode 2005-2009.”

B. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Pengaruh Ukuran Perusahaan, Likuiditas, Leverage, Kualitas Audit, dan Opini Audit Tahun Sebelumnya terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

8 56 106

ANALISIS PENGARUH UKURAN KAP, KONDISI KEUANGAN PERUSAHAAN, OPINI AUDIT TAHUN SEBELUMNYA, PERTUMBUHAN PERUSAHAAN DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP OPINI AUDIT GOING CONCERN

0 4 121

PENGARUH KONDISI KEUANGAN PERUSAHAAN, PERTUMBUHAN PERUSAHAAN, OPINI AUDIT TAHUN SEBELUMNYA DAN UKURAN PENGARUH KONDISI KEUANGAN PERUSAHAAN, PERTUMBUHAN PERUSAHAAN, OPINI AUDIT TAHUN SEBELUMNYA DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP OPINI AUDIT GOING CONCERN.

0 2 15

PENDAHULUAN PENGARUH KONDISI KEUANGAN PERUSAHAAN, PERTUMBUHAN PERUSAHAAN, OPINI AUDIT TAHUN SEBELUMNYA DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP OPINI AUDIT GOING CONCERN.

0 2 9

OPINI AUDIT GOING CONCERN PENGARUH KONDISI KEUANGAN PERUSAHAAN, PERTUMBUHAN PERUSAHAAN, OPINI AUDIT TAHUN SEBELUMNYA DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP OPINI AUDIT GOING CONCERN.

0 2 14

PENUTUP PENGARUH KONDISI KEUANGAN PERUSAHAAN, PERTUMBUHAN PERUSAHAAN, OPINI AUDIT TAHUN SEBELUMNYA DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP OPINI AUDIT GOING CONCERN.

0 2 22

ANALISIS PENGARUH KONDISI KEUANGAN PERUSAHAAN, KUALITAS AUDITOR, OPINI AUDIT TAHUN SEBELUMNYA DAN Analisis Pengaruh Kondisi Keuangan Perusahaan, Kualitas Auditor, Opini Audit Tahun Sebelumnya Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Opini Audit Going Concern (Stud

0 3 12

PENGARUH KONDISI KEUANGAN PERUSAHAAN, PERTUMBUHAN PERUSAHAAN DAN OPINI AUDIT TAHUN SEBELUMNYA TERHADAP OPINI AUDIT GOING CONCERN.

0 0 6

PENGARUH KONDISI KEUANGAN PERUSAHAAN, PERTUMBUHAN PERUSAHAAN, DAN OPINI AUDIT TAHUN SEBELUMNYA TERHADAP OPINI AUDIT GOING CONCERN.

0 0 149

AUDI02. PENGARUH KUALITAS AUDIT, KONDISI KEUANGAN PERUSAHAAN, OPINI AUDIT TAHUN SEBELUMNYA, PERTUMBUHAN PERUSAHAAN TERHADAP OPINI AUDIT GOING CONCERN

0 0 25