Definisi Pernikahan Melangkahi Kakak Adat Istiadat

BAB IV PERNIKAHAN MELANGKAHI KAKAK

MENURUT MASYARAKAT DESA CIJUREY

A. Definisi Pernikahan Melangkahi Kakak

Kata melangkahi berasal dari kata langkah yang artinya adalah melewati atau mendahului. Disini ada tiga pengertian yang Pertama; melangkahi artinya mendahului kawin, yang Kedua; pelangkah artinya barang yang diberikan oleh calon pengantin pria kepada kakak calon pengantin wanita yang belum menikah yang dilangkahi atau yang didahului kawin dan yang Ketiga; pelangkahan artinya proses, cara, perbuatan melangkahi atau melangkahkan, permulaan melakukan sesuatu pekerjaan; perjalanan. 38 Kaitannya dengan skripsi ini, penulis mengambil pengertian yang pertama yaitu melangkahi atau mendahului kawin menikah .

B. Adat Istiadat

Istilah hukum adat pertama kali digunakan oleh Snouch Hurgronje karena hukum adat itu adalah terjemahan dari istilah dalam bahasa Belanda yaitu “adatrecht”. Snouch Hurgronje menggunakan istilah “adatrecht” didalam karyanya De Atjehihers yang isinya membahas perihal adat istiadat suku bangsa 38 “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, artikel diakses pada 23 Januari 2010 dari http: www.google.com aceh. 39 Adatrecht disini adalah keseluruhan aturan tingkah laku yang berlaku bagi bumi putera dan orang Timur Asing yang mempunyai upaya memaksa lagi pula tidak dikodifikasikan. 40 Sedangkan kata adat itu sendiri berasal dari bahasa arab yang berati “kebiasaan”. 41 Kebiasaan yang dimaksud disini adalah semua perilaku yang dilakukan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari yang tidak menyimpang dari norma-norma yang berlaku di masyarakat tersebut. Ahli hukum adat mempunyai definisi tentang pemahaman dan pengertian tentang hukum adat, diantaranya sebagai berikut : a. Prof. Bushar Muhammad, S.H. Hukum adat itu adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia Indonesia Dalam hubungan satu sama lain, baik yang merupakan keseluruhan kelaziman dan kebiasaan kesusilaan yang benar-benar hidup di masyarakat itu, maupun yang merupakan keseluruhan peraturan-peraturan yang mengenal sanksi atas pelanggaran dan yang ditetapkan dalam keputusan-keputusan para penguasa adat yaitu mereka mempunyai kewibawaan dan berkuasa memberi keputusan dalam masyarakat adat itu, ialah yang terdiri dari lurah, penghulu agama, pembantu lurah, wali tanah, kepala adat, hakim. 42 39 A.Ridwan Halim, Hukum Adat Dalam Tanya Jawab, Jakarta:Ghalia Indonesia, 1989 , cet.ke II, h.4 40 Soerjono Soekanto dan Soleman B. Taneko, Hukum Adat Indonesia,Jakarta:CV. Rajawali, 1990, cet. Ke IV, h.25 41 A.Ridwan Halim, Hukum Adat Dalam Tanya Jawab, Jakarta:Ghalia Indonesia,1989 h.83 42 Bushar Muhammad, Asas-Asas Hukum Ada :Suatu Pengantar, Jakarta, Pradnya Paramita, 1994 , cet.ke 8, h.64 b. Prof. Dr. R. Soepomo Hukum adat itu ialah keseluruhan hukum yang tidak tertulis, dalam peraturan legislatif dan hidup sebagai konvensi dilembaga-lembaga negara serta hukum yang timbul karena putusan-putusan hakim dan hukum yang hidup sebagai peraturan kebiasaan yang dipertahankan dalam pergaulan hidup. Sedangkan Menurut Para Ahli Hukum Islam, yang mana mereka melihat bahwa prinsip-prinsip adat sebagai salah satu sumber hukum Islam yang sekunder. Artinya adat ‘urf terjadi ketika sumber-sumber yang primer tidak memberikan jawaban terhadap masalah-masalah yang muncul. 43 Seperti contoh, Imam Malik, dalam membina mazhabnya beliau lebih menitik beratkan pada amaliah ulama Madinah, sebab syariat Islam banyak dilandaskan penetapan hukumnnya atas ‘urf atau adat masyarakat setempat, karena hal itulah mengapa adat istiadat dapat dijadikan pertimbangan sebagai sumber hukum asalkan tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan syariat Islam. Dalam praktiknya, ada beberapa syarat agar adat itu dapat dijadikan sebagai salah satu hukum islam, berikut pemaparannya : 1. Untuk dapat diterima kedalam salah satu hukum islam, adat tersebut harus dapat diterima oleh perasaan dan akal sehat, serta mendapatkan pengakuan 43 Ratna Lukito, Pergumulan Antara Hukum Islam dan Hukum Adat di Indonesia, Jakarta:INIS, 1998 , h.8 dari khalayak umum, maksudnya tidak bertentangan dengan hati nurani dan bisa diterima dengan akal sehat orang banyak 2. Hal atau adat tersebut sudah sering terjadi dan menjadi perilaku umum dalam kehidupan masyarakat itu sendiri 3. Adat tersebut memang sudah ada sebelum atau ketika suatu hal akan dilaksanakan yang berkenaan dengan adat itu sendiri. 4. Tidak ada persetujuan atau pilihan lain antara kedua belah pihak, maksudnya adalah apapun itu mereka secara tidak langsung bersedia untuk mengikuti akan apa yang sudah menjadi ketetapan dalam adat mereka. 5. Yang pastinya adat tersebut tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah dari Nabi Muhammad SAW, atau dengan kata lain, adat tersebut tidak bertentangan dengan Syariat Islam. Dalam hal sering terjadi penggunaan atau pemakaian suatu adat istiadat di suatu daerah, hal ini tidak terlepas dari pengaruh atau doktrin dari para sesepuh atau orang yang dihormati di daerah tersebut, selain mereka sendiri juga meyakini bahwa mereka memang patut untuk melaksanakan adat istiadat tersebut. Di beberapa daerah di Indonesia ada sebagian masyarakat yang mempunyai klan atau kelompok-kelompok mereka sendiri, mereka mempunyai marga atau garis identitas kelompok mereka sendiri. Kaitannya dengan pernikahan adalah bahwa para klan atau kelompok- kelompok tersebut memasukkan suatu adat istiadat yang wajib dilaksanakn oleh para pengikutnya atau para kerabatnya, ini ditujukan untuk melestarikan adat istiadat dari klan mereka sendiri, karena dapat melahirkan generasi-generasi yang akan melanjutkan adat istiadat atau kebudayaan mereka. 44 Karena menurut Ter Haar sebuah pernikahan atau perkawinan dapat menghentikan atau dapat mendamaikan sebuah pertikaian atau suatu perselisihan yang sudah lama berlangsung antara dua kerabat atau klan mereka. 45 Di dalam Pernikahan masyarakat adat yang dikaitkan dengan pengaruh hukum agama, ada tiga macam yang memungkinkan sah atau tidaknya pernikahan tersebut, antara lain sebagai berikut : 1. Di dalam pernikahan masyarakat adat, Hukum Perkawinan atau Pernikahan Islam menjadi penentu untuk sah atau tidaknya suatu pernikahan, bahkan menolak segala hal yang berhubungan dengan ketentuan hukum adat, termasuk didalamnya upacara-upacara nikah. 2. Suatu perkawinan atau pernikahan dapat dianggap sah apabila dalam akad nikahnya sudah dilakukan menurut hukum Islam. Walaupun sebelumnya atau sesudahnya tetap dilakukan upacara adat. 3. Suatu perkawinan atau pernikahan belum dianggap sah apabila perayaan upacara perkawinan secara adat belum dilakukan walaupun sebelumnya sudah dilakukan akad nikah secara Islam. Hal seperti ini terjadi di daerah Paminggir Lampung , Tapanuli, dan Minangkabau. 46 44 Imam Sudiyat, Hukum Adat ; Sketsa Asas. Yogyakarta : Liberty Yogyakarta, 1981 Cet. Ke-2, h. 107 45 Ter Haar, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, Jakarta : Pradnya Paramita, 1974 h.187 46 Surojo Wigbjadipuro, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Jakarta:Gunung Agung 1982 ,cet.ke IV, h. 33

C. Melangkahi Dilihat Dari Sudut Pandang Adat dan Hukum Islam