Pernikahan KAlangkah Dalam Adat Sunda Menurut Hukum Islam di Indonesia (Studi Kasus Desa Panyingkiran Majalengka Jawa Barat)

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

AHMADI NIM. 1110044100084

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

( A H W A L S Y A K H S I Y Y A H )

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A


(2)

iii SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi

Salah Satupersyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah(S.Sy)

Oleh:

Ahmadi

NIM.1110044100084

Pembimbing:

Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, SH., MH

NIP: 196911211994031001

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

(4)

iv

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 13 Oktober 2015


(5)

v

Puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada

Nabi Besar Muhammad SAW, pembawa Syari’ahnya yang universal bagi semua umat manusia dalam setiap waktu dan tempat hingga akhir zaman.

Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis temukan, namun syukur alhamdulillah berkat rahmat dan ridha-Nya, kesungguhan, serta dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, sudah sepantasnya pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, sebagai Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. H. Abdul Halim, M.A dan Arip Purqon M.A, sebagai Ketua Prodi dan Sekretaris Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, SH., MH. sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran selama membimbing penulis.

4. Dra. Maskufa, M.A, sebagai dosen penasehat akademik yang telah memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis.

5. Pimpinan Perpustakaan Umum dan Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta staff yang telah memberikan penulis fasilitas untuk menggandakan studi perpustakaan.

6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen serta staf pengajar pada lingkungan Prodi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri


(6)

vii

Desa Panyingkiran Majalengka Jawa Barat)”.Program Studi Hukum Keluarga

Islam, Konsentrasi Peradilan Agama, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1437H/2015M.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pernikahan kalangkah yang terjadi di Desa Panyingkiran Majalengka Jawa Barat. mengetahui pandangan hukum islam terhadap pernikahan kalangkah dan mengetahui pandangan masyarakat desa Panyingkiran Kecamatan Jati Tujuh Kabupaten Majalengka.

Skripsi ini menggunakan metode Penelitian Field Research (penelitian lapangan) yaitu, penelitian yang dilakukan dengan terjun langsung kelapangan untuk menggali dan meneliti data yang berkenaan dengan pernikahan kalangkah. Sepesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis yang berusaha menggambarkan masalah hukum, sistem hukum dan mengkajinya dengan secara sistematis.

Temuan penelitian ini menunjukan bahwa pernikahan kalangkah adalah pernikahan seorang kakak laki-laki yang dinikahkan dengan seorang nenek-nenek dikarnakan si adik perempuan ini hendak menikah terlebih dahulu. Dalam aturan adat sunda seorang adik perempuan tidak boleh menikah lebih dulu daripada kakak laki-lakinya.

Pernikahan kalangkah dalam hukum islam bagaimanapun model pernikahannya selagi rukun dan syaratnya terpenuhi maka perkawinan itu dianggap sah, menurut undang-undang perkawinan pernikahan dapat berkekuatan hukum tetap apabila sudah di catatkan oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN).

Pernikahan kalangkah bertujuan untuk sementara waktu sehingga

pernikahan ini hampir mirip dengan pernikahan mut’ah yang dilarang oleh hukum

islam, namun dalam pernikahan kalangkah ini bertujuan untuk mendapatkan status duda terhadap kakak laki-laki sehingga jika si adik menikah terlebih dahulu tidak ada anggapan bahwa si adik melangkahi seorang kakak laki-lakinya.

Pembimbing : Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, SH., MH Daftar puskata : Tahun 1980 s.d. Tahun 2014


(7)

(8)

viii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii

HALAMAN KEASLIAN SKRIPSI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi dan Pembatasan Masalah ... 5

C.Rumusan Masalah ... 6

D.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

E. Metode Penelitian ... 7

F. Studi Review Terdahulu ... 11

G.Kerangka Teoritik ... 12

H.Sistematika Penulisan ... 14

BAB II PERNIKAHAN MENURUT BAHASA, HUKUM ISLAM, HUKUM POSITIF, DAN HUKUM ADAT A.Pengertian Pernikahan ... 15


(9)

ix

A.Tatacara Pernikahan Masyarakat Desa Panyingkiran Jawa Barat .... 26

B.Macam-Macam Pernikahan dalam Adat Sunda ... 36

BAB IV PERNIKAHAN KALANGKAH MENURUT ADAT SUNDA A.Definisi Pernikahan Kalangkah ... 42

B.Pandangan Masyarakat ... 43

C.Pernikahan Kalangkah Menurut Hukum Islam ... 44

D.Analisis Penulis ... 46

BAB V PENUTUP A.Kesimpulan ... 52

B.Saran-Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA . ... 56


(10)

1

A. Latar Belakang

Allah menjadikan manusia dalam bermacam-macam bangsa dan suku untuk saling mengenal dan saling menghormati seperti yang disebutkan oleh surat Al- Hujurat ayat 13.

: تارجلحا(

۱٣

)

Artinya: “Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki, seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal”

Ada banyak sekali cara dalam mengenal satu sama lain, diantaranya adalah pernikahan, dimana pernikahan sebagai tali persatuan baik antara individu, ataupun kelompok. Pernikahan dapat dilihat dari beberapa aspek, diantaranya adalah agama, hukum, sosial, adat dan budaya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, nikah berarti perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami isteri secara resmi.1 Sedangkan kata kawin menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau persetubuhan.2

Perkawinan adalah sebuah akad atau kontrak yang mengikat dua pihak

1

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1994), cet. Ke-3, edisi ke-2, h. 614

2


(11)

yang setara antara laki-laki dan perempuan yang masing-masing telah memenuhi persyaratan berdasarkan hukum yang berlaku atas kerelaan dan kesukaan untuk hidup bersama3.

Pasal 2 dalam Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa “perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau

mitsaqaan ghalizan untuk menaati perintah Allah dan melakukanya

merupakan ibadah”.4

Secara sosial, adat dan budaya, seseorang yang telah menikah atau berkeluarga akan lebih dihargai dan dihormati oleh orang yang belum menikah. Akan tetapi dalam hampir semua sistem budaya, upacara atau adat perkawinan menjadi bagian salah satu bagian tersendiri dan dalam banyak hal memiliki fungsi identitas atas budaya yang diwakilinya.

Upacara perkawinan dalam konteks budaya merupakan salah satu tradisi yang bersifat ritualistik sebagaimana halnya aspek-aspek kehidupan lain dalam sistem kebudayaan tersebut. Prosesi yang dilakukan sebagai serangkaian upacara perkawinan tersebut biasanya menghadirkan sejumlah simbol-simbol budaya yang mewakili norma-norma budaya dan oleh karena itulah sering pula dikenal dengan perkawinan adat5.

Pada prosesi perkawinan adat sunda misalnya terdapat berbagai rangkaian yang melibatkan banyak simbol baik berupa tindakan maupun bahasa verbal

3

Mulia, Hukum Perkawinan (Jakarta, 2004) hlm. 15 4

Zainal Abidin Abu Bakar, Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan Dalam Lingkungan Peradilan Agama”, Cet Ke- 3 (Jakarta: Yayasan Al Hikmah, 1993), h.307

5

Aep Saefudin, Makna Filosofis Tembang Sawer Dalam Upacara Perkawinan Adat Sunda, Yogyakarta, 2010, h. 1


(12)

melalui kata-kata dalam bentuk syair atau tembang. Semua simbol ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam prosesi pernikahan adat sunda, sebagaimana pula pada adat perkawinan yang dapat ditemui dalam budaya yang lainnya.6

Adat sunda memiliki sepesifikasi sendiri dalam membagi suatu pernikahan yaitu pernikahan biasa dan diam-diam, pernikahan biasa adalah pernikahan yang aturan dan tata caranya mengikuti ketentuan yang berlaku di Negara ini. Sedangkan pernikahan diam-diam adalah pernikahan yang aturan dan tata caranya sama dengan aturan adat yang berlaku, dalam pernikahan ini terbagi dalam beberapa macam adat pernikahan, yaitu: Kawin Gantung, Kawin Pendok (Keris), Kawin Sembunyi, Kawin Dengan Pria Pendatang, Ditarik Kawin, Kawin Kias, Kawin Panyela, Kawin Tua Sama Tua, Nyalindung Kagelung, Manggih Kaya, Turun Karanjang Dan Unggah Karanjang7.

Salah satu bagian dari perkawinan adat sunda ini adalah Kalangkah.

Kalangkah” atau lebih dikenal dengan pernikahan seorang kakak yang

dilangkahi oleh adiknya. Akan tetapi dalam adat sunda yang berlaku adalah seorang adik tidak boleh melangkahi seorang kakak, Yang artinya adalah suatu pernikahan yang tidak diizinkan terjadi apabila pengantin yang akan menikah melangkahi seorang kakak yang belum menikah, karena menurut adat tersebut itu merupakan suatu hal yang tidak baik yang bisa juga dianggap melanggar aturan adat yang ada, dan dianggap tidak sopan mendahului orang

6 Ibid 7

Proyek Inventarisasi Dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Jakarta, Upacara Perkawinan Jawa Barat, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, (Jakarta, 1982), h. 64-69


(13)

yang lebih tua darinya.

Aturan adat istiadat dalam menghadapi pernikahan yang melangkahi seorang kakak kandung itu sendiri, yaitu: apabila yang dilangkahi seorang kakak perempuan maka diberikan uang pelangkah sebagai pelipulara seorang kakak, selain itu juga uang pelangkah tersebut sebagai tanda terimakasih seorang adik terhadap kakaknya.

Melangkahi seorang kakak laki-laki di daerah Majalengka Jawa Barat memiliki keunikan dalam melaksanakan adat yang ada, kakak laki-laki tersebut dinikahkan dengan seorang nenek-nenek untuk menggugurkan anggapan bahwa si kakak laki-laki telah menikah walaupun cuma hanya sesaat baik dalam hitungan hari maupun jam.

Seorang kakak laki-laki yang akan dinikahkan dengan nenek-nenek di persiapkan sebagai mana calon mempelai yang hendak menikah, termasuk rukun dan syarat dalam menikah, akan tetapi mereka tidak bersetubuh dengan istrinya melainkan hanya hidup bersama dalam beberapa waktu saja, setelah dianggap sudah menikah maka si kakak yang menikah menceraikannya kembali dengan ucapannya yang disaksikan oleh orang yang menikahkan, dua orang saksi dan tentunya calon mantan istri si kakak tersebut.

Aturan dalam adat pernikahan seorang kakak yang dilangkahi sangat berbeda dengan tujuan dari UU No.1 tahun 1974 dan dipertegas dengan pasal 2 KHI. Sementara itu tujuan dari pernikahan “Kalangkah” tersebut hanya untuk sementara waktu dan tidak ada tujuan untuk membentuk rumah tangga yang abadi, kekal, sakinah, mawaddah wa rahmah, dan itu sangat


(14)

bertentangan dengan tujuan pernikahan yang disyariatkan dalam Islam.

Adat pernikahan Kalangkah yang terjadi di daerah Majalengka Jawa Barat tersebut sama halnya dengan pernikahan yang dilarang oleh Islam, yaitu nikah mut‟ah yang hanya mencari kesenangan tanpa ada niat untuk membentuk keluarga yang abadi, kekal, sakinah, mawaddah, wa rahmah. Walaupun dalam perikahan “Kalangkah” tersebut tidak ada kesenangan yang dicari. Dan kita tahu bahwa pernikahan mut‟ah adalah menikahi seorang wanita dengan memberikan sejumlah harta tertentu dalam waktu tertentu sehingga dalam pelaksanaan pernikahan mut‟ah tidak diperlukan ucapan talak, nafkah „iddah dan waris mewarisi.8

Berdasarkan uraian di atas, penulis sangat tertarik dengan kasus yang terjadi di daerah Majalengka Jawa Barat dimana seorang kakak dinikahkan secara terpaksa untuk seorang adik yang hendak menikah, dan adat seperti itu pun masih terjadi di daerah tersebut. untuk meneliti kasus tersebut penulis akan mengambil dengan judul “ PERNIKAHAN KALANGKAH DALAM ADAT SUNDA MENURUT HUKUM ISLAM DI INDONESIA ” (Studi Kasus Desa Panyingkiran Majalengka Jawa Barat).

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Aturan dalam adat pernikahan seorang kakak yang dilangkahi sangat berbeda dengan tujuan dari UU No.1 tahun 1974 dan dipertegas dengan

8

T.p http://eduside.blogspot.com/2014/01/pengertian-dan-hukum-nikah-mutah-dalam-sudut-pandang-Islam.html diakses pada tanggal 08 juli 2014


(15)

pasal 2 KHI. Sementara itu tujuan dari pernikahan “Kalangkah” tersebut hanya untuk sementara waktu dan tidak ada tujuan untuk membentuk rumah tangga yang abadi, kekal, sakinah, mawaddah wa rahmah, dan itu sangat bertentangan dengan tujuan pernikahan yang disyariatkan dalam Islam.

2. Batasan Masalah

Agar lingkupnya tidak terlalu luas, maka penulis membatasi penelitianya hanya meliputi tradisi pernikahan Kalangkah di Desa Panyingkiran Majalengka Jawa Barat, baik menurut adat tersebut maupun hukum Islam yang berlaku di Indonesia seperti Undang-undang RI No.1 tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam.

C. Rumusan Masalah

Melihat dari latar belakang masalah dapat disimpulkan bahwa pernikahan

kalangkah dalam adat sunda yang terjadi di Desa Panyingkiran Majalengka

Jawa Barat itu adalah sama persis dengan nikah mut‟ah atau yang biasa kita kenal dengan kawin kontrak yang mana dalam Hukum Islam telah dilarang, begitupun dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Berdasarkan permasalahan yang ada penulis sangat tertarik untuk mempelajari dan meneliti tentang kasus pernikahan kalangkah dalam adat sunda tersebut, karena dalam fiqih maupun undang-undang tidak ada aturan yang mengawinkan kakak terlebih dahulu akan tetapi dalam adat sunda di Desa Panyingkiran Majalengka Jawa Barat terdapat pernikahan yang seperti


(16)

itu.

Dari rumusan masalah tersebut penulis meringkasnya dalam bentuk beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana pandangan Hukum Islam di Indonesia terhadap pernikahan

Kalangkah?

2. Bagaimana pandangan masyarakat Desa Panyingkiran Majalengka terhadap pernikahan Kalangkah?

3. Bagaimana tradisi Pernikahan Kalangkah di Desa Panyingkiran Majalengka?

D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Sesuai dengan rumusan diatas, tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pandangan Hukum Islam di Indonesia terhadap tradisi pernikahan Kalangkah.

2. Mengetahui pandangan masyarakat Desa Panyingkiran Majalengka terhadap pernikahan Kalangkah.

3. Mengetahui adat pernikahan kalangkah di Desa Panyingkiran Majalengka Jawa Barat.

Kegunaan penelitian tersebut adalah :

1. Mengaplikasikan disiplin ilmu sesuai dengan program studi penulis. 2. Memberikan wawasan dan pemahaman baru kepada masyarakat akan

pernikahan Kalangkah menurut Hukum Islam di Indonesia.

E. Metode Penelitian


(17)

skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian

Pada penulisan skripsi ini penulis menggunakan beberapa jenis penelitian sebagai upaya penulis untuk mendapatkan data yang akurat, lengkap dan objektif diantaranya penelitian itu ialah:

a. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian lapangan (field research), yakni penelitian yang dilakukan dengan terjun langsung kelapangan untuk menggali dan meneliti data yang berkenaan dengan biaya nikah.9

b. Penelitian Kualitatif

Penelitian Kualitatif, yaitu lingkungan alamiah sebagai sumber data, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam suatu situasi sosial merupakan kajian utama penelitian kualitatif. Tekanan pada penelitian kualitatif ada pada proses bukan hasil dan peneliti sebagai instrumen kunci.10

c. Deskriptif Explored

Deskriptif bertujuan untuk menguraikan tentang sifat-sifat dan karakteristik suatu keadaan serta mencoba untuk mencari suatu uraian yang menyeluruh dan teliti dari suatu keadaan.11 Serta studi eksplorasi yang bertujuan mencari hubungan-hubungan yang baru yang biasanya

9

Husein Umar, “Metode Penelitaian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis”, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), cet ke-2 h.34-35

10

Saifuddin Azwar, “Metode Penelitian”, (Yogyakarta: pustaka pelajar, 2005), h. 5 11Husein Umar, “Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis”, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), cet ke-2 h.34-35


(18)

dilakukan untuk pengujian terhadap hipotesis-hipotesis. Hipotesis ini didasarkan atas pengalaman masa lampau atau teori yang telah dipelajari sebelumnya.

2. Sumber Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis melakukan pengumpulan data berupa data primer dan data sekunder. a. Data Primer, penulis dapatkan dari hasil wawancara langsung dengan

masyarakat dan penduduk Desa Panyingkiran Majalengka Jawa Barat, Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan KHI. b. Data Sekunder, penulis dapatkan dari buku-buku, artikel atau tulisan

yang terkait dengan biaya nikah yang berasal dari media cetak maupun elektronik.

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam menghimpun seluruh data dan fakta yang menunjang permasalahan adalah sebagai berikut:

a. Wawancara (Interview)

Wawancara dilakukan terhadap responden-responden yang telah dipilih sebelumnya, yaitu tokoh masyarakat dan penduduk Desa Panyingkiran Majalengka Jawa Barat.

b. Dokumentasi

Pengambilan data melalui dokumen tertulis maupun elektronik dari lembaga/institusi. Dokumen diperlukan untuk mendukung


(19)

kelengkapan data yang lain. c. Observasi

Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang tidak hanya mengukur sikap dari responden (wawancara dan angket) namun juga dapat digunakan untuk merekam berbagai fenomena yang terjadi (situasi, kondisi). Teknik ini digunakan bila penelitian ditujukan untuk mempelajari perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam yang terjadi di lingkungan sekitar.12

4. Pengolahan

Dari hasil berbagai penelitian yang dilakukan penulis, penulis mencoba merangkum dan mengolah dari hasil penelitian tersebut menjadi sebuah tulisan yang mudah difahami.

5. Analisis Deskriptif

Memusatkan perhatian pada permasalahan yang ada pada saat penelitian dilakukan atau permasalahan yang bersifat aktual, Menggambarkan fakta tentang permasalahan yang diselidiki sebagaimana adanya, diiringi dengan interpretasi rasional yang seimbang.13

6. Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis merujuk pada buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012.

12

Sukandarrumidi, “Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula”, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2004), h.104

13 Sukrianto Uki “Ciri-ciri Analisis Deskriptif” Artikel diakses pada 30 Januari 2014 dari http://uki-sukrianto.blogspot.com/2012/03/ciri-ciri-metode-deskriptif.html


(20)

F. Studi Review Terdahulu

Penulisan karya ilmiah ini penulis juga merujuk pada karya ilmiah lain yang sudah terdahulu dengan substansi dan pembahasan yang berbeda tentunya, diantaranya sebagai adalah:

No Nama

Penulis/Judul/Tahun Subtansi Pembeda

1 Nur Faizah

Pernikahan

Melangkahi Kaka

Menurut Adat

Sunda” (Studi

Kasus Di Desa Cijurey Sukabumi Jawa Barat)

Di dalam skripsi ini membahas tentang pernikahan yang melangkahi seorang

kakak kandung

(perempuan) dan uang pelangkah yang akan diberikan kepada orang yang akan dilangkahi, skripsi ini juga hanya membahas

tentang kakak

perempuan dan

apabila seorang adik yang hendak

menikah dan

mempunyai seorang kakak laki-laki

yang akan

dilangkahi maka tidak ada aturan

Skripsi yang penulis buat ini membahas pernikahan kalangkah

yaitu pernikahan

seorang kakak laki-laki yang harus dinikahkan dengan seorang

nenek-nenek yang

dilaksanakannya

apabila seorang adik

hendak menikah


(21)

adat yang berlaku.

G. Kerangka Teori

Pernikahan secara bahasa (etimologi) mempunyai arti mengumpulkan, menggabungkan, menjodohkan, atau bersenggama (wath‟i). dalam istilah bahasa Indonesia, nikah sering disebut dengan “kawin”. Sedangkan menurut istilah (terminologi), pernikahan atau perkawinan ialah “ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita dalam sebuah rumah tangga, berdasarkan kepada tuntunan agama”. Ada juga yang mengartikan dengan “suatu perjanjian/aqad (ijab-qabul) antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk menghalalkan hubungan badaniyah sebagaimana suami-istri yang sah yang mengandung syarat-syarat dan rukun-rukun yang ditentukan oleh syari‟at Islam”.14

Dalam Pasal 1 Bab I, UU perkawinan No. 1 Tahun 1974, perkawinan/pernikahan didefinisikan sebagai berikut: “perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Nikah adalah suatu sendi pokok pergaulan masyarakat. Oleh karenanya, agama memerintahkan kepada umatnya untuk melangsungkan pernikahan, sehingga malapetaka yang diakibatkan oleh perbuatan yang terlarang dapat dihindari.15

Menurut hukum adat, perkawinan bukan saja merupakan soal yang

14

Kementrian Agama RI “Modul TOT Kursus Pra Nikah” Jakarta 2010 hlm. 17 15


(22)

mengenai orang-orang yang bersangkutan (sebagai suami istri), melainkan juga kepentingan seluruh keluarga dan bahkan masyarakat adat pun ikut berkepentingan dalam soal perkawinan itu. Bagi hukum adat perkawinan itu adalah perbuatan-perbuatan yang tidak hanya bersifat keduniaan, melainkan juga bersifat kebatinan atau keagamaan16.

Mengenai tujuan perkawinan menurut hukum adat pada umumnya adalah untuk mempertahankan dan meneruskan kelangsungan hidup dan kehidupan masyarakat adatnya. Namun karena sistem kekerabatan kekeluargaan masing-masing masyarakat berlainan, maka penekanan dari tujuan perkawinan disesuaikan dengan system kekeluargaanya. Misalnya, pada masyarakat adat patrilineal, perkawinan mempunyai tujuan untuk memepertahankan garis keturunan bapak. Sebaliknya pada masyarakat matrilineal, perkawinan mempunyai tujauan untuk mempertahankan garis keturunan ibu17.

Didalam penelitian yang akan penulis lakukan adalah pernikahan yang hanya sementara waktu demi menghalalkan atau mengizinkan seorang adik yang menikah terlebih dahulu daripada kakak laki-lakinya, pernikahan ini disebut dalam adat sunda sebagai pernikahan kalangkah, ada beberapa macam pernikahan adat dalam adat sunda diantaranya, adalah kawin gantung, kawin ngarah gawe, kawin pendok, kawin sembunyi, ditarik kawin, kawin panyela, kawin nyalindung kagelung, kawin manggih kaya, kawin turun ranjang dan

16

Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, (Jakarta: Pradnya Paramita, cet. 12, 1989), hal. 55.

17

Taufiqurrohaman Syahuri, legislasi hukum perkawinan di Indonesia. (Jakarta: kencana prenada media group, 2013) hlm. 65


(23)

kawin unggak ranjang18. Untuk pengertianya akan di jelaskan pada bab III.

H. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh hasil penelitian yang sistematis dan baik, maka pembahasan dan penelitian di bagi menjadi beberapa sub-bab, yaitu:

Bab pertama,bagian ini memaparkan latar belakang masalah yang memuat awal ide bagi penelitian ini, kemudian pokok masalah penelitian, dan dilanjutkan dengan tujuan dan kegunaan penelitian, serta telaah pustaka yang sebagai tolak ukur penguasaan litelatur dalam pembahasan dan menguraikan persoalan dalam penelitian ini. Dan bab ini diakhiri dengan sistematika penulisan agar penulisan ini mudah dipahami.

Bab Kedua, menguraikan tentang gambaran umum mengenai pernikahan, terjadinya adat pernikahan Kalangkah, macam-macam pernikahan dalam adat sunda dan pandangan masyarakat setempat tentang pernikahan Kalangkah

Bab Ketiga, “ Pernikahan Kalangkah Dalam Adat Sunda Menurut Hukum Islam Di Indonesia ” (Studi Kasus Desa Panyingkiran Majalengka Jawa Barat) pada bab ini berisi definisi tentang pernikahan Kalangkah, Kalangkah menurut Hukum Adat dan Hukum Islam.

Bab Keempat, Pernikahan Menurut Bahasa, Hukum Islam Di Indonesia dan Hukum Positif. Pada bab ini membahas secara umum tentang pengertian pernikahan, rukun dan syarat pernikahan, tujuan pernikahan dan hikmah pernikahan menurut Undang-Undang maupun Hukum Islam yang berlaku di Indonesia.

18

Proyek Inventarisasi Dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Jakarta, Upacara Perkawinan Jawa Barat, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, (Jakarta, 1982), hlm. 64-69


(24)

Bab Kelima, bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran-saran serta dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang dianggap penting.


(25)

15

HUKUM POSITIF, DAN HUKUM ADAT

A. Pengertian Pernikahan

1. Menurut Bahasa

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Nikah berarti perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami isteri secara resmi.1 Sedangkan kata kawin menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau persetubuhan.2

Kata nikah menurut arti bahasa adalah wath‟i yang bermakna bersetubuh atau kawin dan ikatan akad. Sedangkan menurut istilah syara‟, ialah: akad yang meliputi rukun-rukun dan syarat-syarat dengan tujuan, istima‟ menjalin rasa kasih sayang untuk mencapai kepuasan lahir batin untuk menghindari pandangan mata yang haram serta melestarikan keturunan yang shaleh.3

Istilah nikah diambil dari bahasa Arab, yaitu nakaha – yankihu –

nikahan yang mengandung arti nikah atau kawin.4

Nikah di dalam kitab I‟anah atthalibin, Muhammad Syata ad-Dimyati

1

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1994), cet. Ke-3, edisi ke-2, h. 614.

2

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.456. 3Syamsudin Abu Abdillah, “

Terjemah Fathul Qarib, Pengantar Fiqih Imam Syafi‟i, (Surabaya: Mutiara Ilmu, 2010) h. 247.

4

Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), h. 467.


(26)

menjelaskan bahwa nikah menurut bahasa ialah :

عمجلاو مضلا : ةغل حاكنلا

5

Artinya : “Nikah menurut bahasa ialah berhimpun atau berkumpul”.

Sementara itu, Abdurrahman al-Jaziri di dalam kitabnya, Al-Fiqh „ala Mazahibil Arba‟ah mengemukakan bahwa nikah secara bahasa ialah :

مضلا و ءطىلا : ةغل حاكنلا

6

Artinya : “Nikah menurut bahasa artinya wath‟i (hubungan seksual) dan berhimpun”.

Ibn Qasim al-Ghaza, dalam kitabnya al-Bajuri mengemukakan bahwa nikah menurut bahasa adalah :

7

Artinya :“Nikah menurut bahasa ialah berhimpun, wath‟i atau akad”. Selain ketiga definisi yang dikemukakan di atas, masih banyak lagi pengertian nikah secara bahasa yang dijelaskan para ulama, namun kesemuanya itu bermuara dari satu makna yang sama yaitu bersetubuh, berkumpul dan akad.

2. Menurut Hukum Positif

undang pernikahan yang tercantum dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974, memberikan definisi perkawinan sebagai

5

Muhammad Syata ad-Dimyati, I‟anah atthalibin, Juz III (Bandung: al-Ma‟arif, t.th.) , h. 254.

6

Abdurrahman al-Jaziri,Al-Fiqh „ala Madzahibil Arba‟ah, Jilid IV (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.) , h. 1.

7


(27)

berikut: “Perkawinan adalah Ikatan lahir batin antara seorang Pria dan seorang wanita sebagai Suami-Isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa”.

Pengertian dari Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang tercantum pada Bab 2 Pasal 2 menyebutkan bahwa: “Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”. 3. Menurut Hukum Islam

Perkawinan dalam Islam merupakan sunatullah yang sangat dianjurkan karena perkawinan merupakan cara yang di pilih Allah SWT untuk melestarikan kehidupan manusia dalam mencapai kemaslahatan dan kebahagiaan hidup.8 Perkawinan diartikan dengan suatu akad persetujuan antara seorang pria dan seorang wanita yang mengakibatkan kehalalan pergaulan (hubungan) suami-istri, keduanya saling membantu dan melengkapi satu sama lain dan masing-masing dari keduanya memperoleh hak dan kewajiban.9

Dalam Al-Qur‟an dijelaskan bahwa status ikatan perkawinan adalah merupakan ikatan yang kokoh dan perjanjian yang kokoh (mistaqan

ghalidhan), untuk itulah maka perkawinan harus dilakukan secara benar.

Kemudian secara istilah (syara‟) nikah dapat didefinisikan sebagaimana yang dijelaskan oleh beberapa ulama, yaitu:

8 As-Sayid Sabiq, Fiqih Al-Sunnah. (Beirut: Dar al-Kitab al-„Anabi 1973), 11:6 9


(28)

a. Imam Jalaluddin al-Mahalli dalam kitabnya al-Mahalli.

اكنا ظفلب ئطو ةدابا نمضتي دقع اعرشو

جيوزت وا ح

10

Artinya : “Nikah menurut syara‟ (istilah) ialah suatu akad yang membolehkan wath‟i (hubungan seksual) dengan menggunakan lafaz

inkah atau tazwij”.

b. Imam Syafi‟i pengertian nikah secara syara‟ ialah :

ِنلا

َك

ُخ

ِبَا

َن

َع ُه

ْق

ٌد

َيَت

َض

َم

ُن

ِم

ْل

َك

َو

ْط

ٍئ

ِب

َلْف

ِظ

ِا

ْنَك

ِحا

َا

ْو

َت

ْز

ِو

ْي

ِج

َا

ْو

َم

ْعَن

ُها

َما

11

Artinya : “adakalanya suatu akad yang mencakup kepemilikan terhadap wath‟i dengan lafaz inkah atau tazwij atau dengan menggunakan lafaz yang semakna dengan keduanya”.

c. Imam Hambali pengertian nikah secara syara‟ ialah :

ِنلا

َك

ُخ

َىُه

َع

ْق

ٌد

ِبَل

ْف

ِظ

ِا

ْنَك

ِا

َا ح

ْو

َت

ْز

ِو

ْي

ُج

َع

َل

َم ى

ْنَف

َع

ِة

ِلاا

ْس

ِت

ْم

َت

عا

12

Artinya :“suatu akad yang dilakukan dengan menggunakan lafaz

inkah atau tazwij untuk mengambil manfaat kenikmatan

(kesenangan)”.

d. Imam Maliki pengertian nikah secara syara‟ ialah :

ُهَنَاِب ُحاَكِنلا

َع

ْق

ٌد

َع

َل

ُم ى

َج

َر

ِد

ُم

ْتَع

ِة

َتلا

َلُد

ِذ

اهتميق بجىم ريغ ةيمداب

ريغ ةلبق ةنيبب

Artinya : “nikah adalah suatuk akad yang mengandung ketentuan hukum semata-mata untuk membolehkan watha‟, bersenang-senang dan menikmati apa saja yang ada pada diri seorang perempuan yang boleh dinikahinya”.

e. Imam Abu Hanifah pengertian nikah secara syara‟ ialah :

ُخكنلا

ُهناب

َع

ْق

ُد

ِفُي

ْيُد

ِم

ْل

َك

ُملا

ِتَع

ِة

ًدصق

ا

10

Jalaluddin al-Mahalli, Al-Mahalli,juz III (Indonesia: Nur Asia, t.th), h. 206. 11

Ibid, al-Mahalli, h. 3 12


(29)

Artinya : “nikah adalah suatu akad dengan tujuan memiliki kesenangan secara sengaja”.

Adapun asas perkawinan dalam Islam adalah monogami (tawahhud al-zawj). Sedangkan prinsip perkawinan adalah prinsip kerelaan (al-taraadli), kesetaraan (al-musawah), keadilan (al-„adalah), kemaslahatan (

al-maslahah), pluralisme (al-ta‟addudiyah), dan demokrasi (al-muqrathiyah),

asas-asas dan prinsip perkawinan tersebut berpegang pada konsep

al-kulliyat al-khams/ad-dhaurriyat al-khams yaitu menjaga agama, akal,

jiwa, keturunan dan harta sebagai dasar filosofinya.13

Melihat lebih dalam hukum pernikahan itu sesungguhnya dapat berubah-ubah mengikuti alasan pernikahan itu sendiri, dalam hal ini para ulama mengelompokannya dalam 5 (lima), yaitu: wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah.

a. Wajib, bagi seseorang yang sudah cukup umur, mempunyai kemampuan memberi nafkah, dan dia khawatir tidak mampu menahan nafsu dan takut akan terjerumus ke dalam perzinaan bila tidak langsung melangsungkan pernikahan.

b. Sunnah, bagi orang yang mempunyai kemampuan memberi nafkah dan keinginan menikah, akan tetapi kuat menahan nafsu dan tidak takut menahan akan terjerumus kedalam perzinaan.

c. Haram, bagi orang yang mempunyai maksud menyakiti hati istri atau menyia-nyiakannya.

13

Tim Pengurus utama Gender, Pembaharuan Hukum Islam, CLD KHI (Jakarta: Depag RI, 2004), hlm. 142.


(30)

d. Mubah, yaitu bagi orang yang belum sanggup memberikan nafkah, sementara dirinya tidak tahan menahan nafsu dan khawatir terjatuh pada perbuatan zina. Apabila dirinya sudah mampu, maka hendaknya segera melakukannya.

e. Makruh, bagi orang yang belum sanggup memberikan nafkah, sementara dirinya masih mampu menahan nafsu yang mengarah pada perbuatan zina.

Banyak sekali tujuan dari pernikahan ini salah satunya adalah untuk membina rasa cinta dan kasih sayang antara suami dan istri sehingga terwujud ketentraman dalam keluarga, al-Qur‟an menyebutnya dengan konsep sakinah, mawadah dan rahmah atau lebih dikenal oleh kita dengan keluarga ideal. Untuk meraih keluarga ideal harus dimulai dari sebuah perkawinan yang ideal pula.

4. Menurut Hukum Adat

Perkawinan menurut hukum adat di Indonesia perkawinan itu bukan berarti sebagai "perikatan perdata" tetapi juga merupakan "perikatan adat" dan sekaligus merupakan "perikatan kekerabatan dan ketetanggaan". Jadi, terjadinya perikatan perkawinan bukan saja semata-mata membawa akibat terhadap hubungan-hubungan keperdataan, seperti hak dan kewajiban suami isteri, harta bersama, kedudukan anak, hak dan kewajiban orang tua, tetapi juga menyangkut hubungan-hubungan adat istiadat, kewarisan, kekeluargaan, kekerabatan, dan ketetanggaan, serta menyangkut upacara-upacara adat dan keagamaan. Begitu juga menyangkut kewajiban mentaati


(31)

perintah dan larangan keagamaan, baik dalam hubungan manusia dengan Tuhannya (ibadah) maupun hubungan sesama manusia (mu'amalah) dalam pergaulan hidup agar selamat dunia dan akhirat.14

Oleh karenanya, Imam Sudiyat dalam bukunya Hukum Adat mengatakan: “Menurut Hukum Adat perkawinan biasa merupakan urusan kerabat, keluarga, persekutuan, martabat, bisa merupakan urusan pribadi bergantung pada susunan masyarakat” (Imam Sudiyati : 1991:17)

Demikian pula diketengahkan oleh Teer Haar menyatakan bahwa : ”Perkawinan adalah urusan kerabat, urusan keluarga, urusan masyarakat, urusan martabat dan urusan pribadi” (Hilman Hadikusuma : 2003 : 8).

Dan begitu pula menyangkut urusan keagamaan sebagaimana dikemukakan oleh: Van Vollenhoven bahwa : ”Dalam hukum adat banyak lembaga-lembaga hukum dan kaidah-kaidah hukum yang berhubungan dengan tatanan dunia di luar dan di atas kemampuan manusia” (Hilman Hadikusuma, 2003: 9 ).15

Sejauh mana ikatan perkawinan itu membawa akibat hukum “Perikatan Adat„ seperti tentang kedudukan suami atau kedudukan istri, begitu pula tentang kedudukan anak dan pengangkatan anak, kedudukan anak tertua, anak penerus keturunan, anak adat, anak asuh dan lain-lain ; dan harta perkawinan tergantung pada bentuk dan sistem perkawinan adat setempat.

14

Luthfi bocah randue, prinsip perkawinan menurut UU No.1 1974 dan KHI, http://bocahrandue.blogspot.com/2012/11/prinsip-perkawinan-menurut-uu-no1-1974.html,

diunggah pada Jumat, 09 November 2012 15

Andy Hermansyah, Pengertian Perkawinan Menurut Hukum,

Adat,http://bloghukumumum.blogspot.com/2010/04/pengertian-perkawinan-menurut-hukum.html, diunggahpadaSenin, 26 April 2010


(32)

Menurut Hukum Adat di Indonesia perkawinan itu dapat berbentuk dan bersistem, yaitu:

a) Endogami, sistem perkawinan dimana seseorang hanya diperbolehkan kawin dengan orang dari sukunya sendiri. Sistem semacam ini antara lain terdapat di daerah Toraja atau di daerah yang masih menghargai darah kebangsaan.

b) Exogami, system perkawinan dimana seseorang hanya diperbolehkan kawin dengan orang dari luar sukunya. Sistem semacam ini antara lain masih terdapat pada suku Batak, Gayo, Alas, dan Sumatra Selatan.

c) Eleutherogami, system perkawinan dimana seseorang diperbolehkan kawin dengan orang dari dalam dan luar sukunya. Sistem semacam ini antara lain terdapat di Jawa, Madura, Bali, Lombok, Timor, Minahasa, Sulawesi Selatan, Kalimantan, Aceh, Sumatra Timur, Bangka dan Belitung.

Sebagian besar daerah Indonesia berlaku adat kebiasaan bahwa upacara perkawinan dilakukan di tempat keluarga mempelai wanita, meskipun adakalanya dilakukan di tempat keluarga mempelai pria. Mengenai tempat tinggal suami istri setelah upacara perkawinan, dalam hukum adat dikenal berbagai macam karakter sifat perkawinannya : a. Perkawinan patriokal, perkawinan yang menyebabkan kedua

mempelai setelah melangsungkan upacara perkawinan kemudian bertempat tinggal sementara atau untuk selamanya pada keluarga pengantin pria (antara lain di Batak).


(33)

b. Perkawinan matrilokal, perkawinan yang menyebabkan kedua mempelai setelah melangsungkan upacara perkawinan kemudian bertempat tinggal sementara atau untuk selamanya pada keluarga pengantin wanita (anatara lain terdapat di Minangkabaudan Lampung) c. Cara lain ialah, upacara dilaksanakan di tempat keluarga mempelai

wanita atau pria, tetapi setelah itu kedua suami istri ini kemudian berumah tangga sendiri terpisah dari keluarga istri atau suaminya.

B. Pernikahan Kalangkah Dalam Adat Sunda

Perkawinan dalam arti “Perikatan Adat” ialah perkawinan yang mempunyai akibat hukum terhadap hukum adat yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Akibat hukum ini telah ada sejak sebelum perkawinan terjadi, yaitu misalnya dengan adanya hubungan pelamaran yang merupakan “ Rasa senak “ (hubungan anak-anak, bujang gadis) dan “rasa Tuha” (hubungan orang tua keluarga dari pada calon suami istri). Setelah terjadinya ikatan perkawinan maka timbul hak-hak dan kewajiban orang tua termasuk anggota keluarga. Selain keluarga dan kerabat dalam hukum adat juga mempunyai peran serta membina dan memelihara kerukunan, keutuhan dan kelanggengan dari kehidupan anak-anak mereka yang terlibat dalam perkawinan.

Kelanggengan dan memiliki keturunan adalah hal yang diinginkan oleh para pasangan suami istri yang menikah, namun lain halnya dengan pernikahan kalangkah yang terjadi di Desa Panyingkiran Majalengka Jawa Barat karena dalam pernikahan kalangkah hanya bersifat sementara dan


(34)

tujuannya pun agar sang adik perempuan diperbolehkan menikah tanpa melangkahi seorang kakak laki-laki.

Pernikahan kalangkah sama halnya dengan pernikahan yang biasa dilaksanakan oleh masyarakat pada umumnya, memenuhi syarat dan rukun seperti diatas, namun penulis sedikit menjelaskan kembali bahwa yang membedakan pernikahan kalangkah dengan pernikahan biasa adalah tujuannya, tujuan dari pernikahan adalah membentuk keluarga yang kekal dan sakinah, mawaddah, dan rahmah. Lain halnya dengan pernikahan kalangkah yang hanya sementara waktu.

Tujuan dari pernikahan kalangkah sama halnya dengan pernikahan kontrak yang dibatasi oleh waktu. Perbedaan dari pernikahan kontrak dan pernikahan kalangkah adalah akad atau shigat ijab dan qabulnya. Kawin kontrak menyebutkan kontrak dalam akad sedangkan dalam pernikahan

kalangkah tidak menyebutkan batasan waktu atau kontrak dalam akadnya,

namun kedua belah pihak mempelai mengetahui kalau pernikahan kalangkah itu hanya sementara.

Melihat dari akadnya hukum Islam menamakan pernikahan kalangkah dengan pernikahan muaqqat (temporal) yaitu pernikahan yang akadnya si calon mempelai pria menyembunyikan maksud menikahi perempuan dalam jangka waktu, sekalipun calon mempelai perempuan mengetahuinya.16

Pernikahan kalangkah dalam masyarakat Desa Panyingkiran Majalengka Jawa Barat adalah salah satu adat dalam pernikahan yang ada di Indonesia,

16


(35)

hukum adat yang tidak bertentangan dengan agama tentunya harus kita jaga dan melestarikannya. Pernikahan kalangkah adalah pernikahan adat yang tanpa melanggar aturan agama karena diatas telah menjelaskan bahwa pernikahan kalangkah atau muaqqat (temporal) ulama Hanafiah dan Malikiah membolehkan pernikahan temporal (muaqqat). Namun penulis lebih setuju dengan pendapat ulama Hanabilah yang menyatakan menceraikan setelah tempo waktu tertentu dapat membatalkan akad.


(36)

26

MAJALENGKA JAWA BARAT

A. Pernikahan Masyarakat Desa Panyingkiran Jawa Barat

1. Upacara Persiapan Sebelum Akad Nikah

Berbagai macam tata cara upacara adat yang berlaku di berbagai daerah adalah tatanan nilai-nilai luhur yang telah dibentuk oleh para tetua yang diturunkan dari generasi ke generasi. Karena itu upacara adat perkawinan merupakan serangkaian upacara tradisional yang turun temurun, maksud dan tujuan dari perkawinan adalah agar selamat, sejahtera dan mendatangkan kebahagiaan. Semua kegiatan dalam perlengkapan upacara adat merupakan lambang atau simbol yang mempunyai makna dan pengharapan, yang bertujuan memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Upacara perkawinan adat sunda khususnya masyarakat Desa Panyingkiran memiliki keunikan dalam menjelang akad perkawinan dan setelah akad perkawinan yang lebih condong kepada unsur kepercayaan yang diungkapkan dalam bentuk arti kiasan dan lambang peristiwa. Sedangkan dalam tata cara akad pernikahan dilaksanakan sesuai dengan hukum dan peraturan agama yang dianut secara penuh. Dengan demikian tata upacara perkawinan adat sunda merupakan perpaduan dari unsur sifat, karakteristik, kepercayaan, hukum, dan agama, yang kesemuanya saling menopang satu sama lain, sehingga terciptalah “manusia yang berbudi luhur”.


(37)

Dalam tata cara perkawinan adat sunda, sebelum diadakan pelaksanaan upacara perkawinan adat, biasanya didahului dengan beberapa tahapan upacara. Upacara tersebut dilaksanakan sesuai dengan keadaan ekonomi dan situasi pada waktu itu, namun tidak boleh menyimpang dari tata cara pokok adat istiadat sunda.

Tahapan upacara perkawinan adat sunda khususnya di Desa Panyingkiran sebelum upacara akad nikah adalah:

a. Adat meminang

Dikalangan masyarakat sunda, bila akan mengawinkan anaknya, orang tua perlu berkunjung kerumah orang tua wanita yang hendak dinikahi. Hal ini perlu dilakukan supaya mendapatkan keterangan mengenai data pribadi wanita yang dimaksud, tahap ini disebut nanyaan. Hal ini diperlukan untuk menjaga kehormatan dan martabat kedua belah pihak, terutama pihak wanita itu sendiri.

Apabila wanita yang dimaksud sudah jelas belum mempunyai pacar atau tunangan dan orang tuanya juga setuju dengan pria yang diajukan, maka terjadilah perembukan yang dinamakan neundeun omong, artinya menaruh perkataan atau menyimpan kata.

Keseluruhan upacara nanyaan dan neundeun omong telah dilaksanakan dan merasakan adanya kecocokan biasanya keluarga dan kerabat dekat datang kembali kepihak keluarga perempuan untuk


(38)

nyeureuhan atau ngalamar yang dalam bahasa Indonesia disebut melamar atau meminang.

b. Upacara seserahan

Upacara seserahan biasanya berlangsung satu hari atau dua hari sebelum perkawinan dilaksanakan dan biasanya dilangsungkan pada sore hari. Dalam upacara ini orang tua calon pengantin pria menyerahkan putranya kepada orang tua calon pengantin wanita dengan membawa barang-barang keperluan calon pengantin wanita. Namun dalam acara

seserahan ini biasanya sudah dibicarakan dengan pihak calon pengantin

wanita dalam acara ngalamar. c. Upacara nguyeuk seureuh

Kata ngeuyeuk seureuh sendiri berasal dari ngaheuyeuk yang artinya mengolah. Ngeuyeuk Seureuh biasanya diselenggarakan sehari sebelum akad nikah, dapat juga pada sore hari atau malam hari sebelum akad nikah maupun setelah akad nikah yang bertempat di kediaman mempelai wanita.

Ngeuyeuk seureuh biasanya dipimpin oleh orang yang paham betul

tentang cara ngeuyeuk seureuh. Acara ini biasanya dihadiri oleh kedua calon pengantin beserta keluarganya yang dilaksanakan pada malam hari sebelum akad nikah. Lewat prosesi Ngeuyeuk Seureuh pula orang tua memberikan nasihat lewat benda-benda yang ada dalam prosesi.


(39)

1) Seureuh saranggeuyan (satu ikat tangkai sirih);

2) Jambe saranggeuyan (satu ikat pinang muda);

3) Pari gedengan (padi yang diikat);

4) Mayang jambe (bunga pinang yang belum mekar);

5) Bumbu ramuan sirih yaitu: gambir, kapur sirih, tembakau, sugi dan kapol;

6) Pakara (peralatan tenun);

7) Kasang jinten (selembar kain poleng/lereng panjang hasil tenun tangan

yang berwarna merah);

8) Endog hayam (telur ayam);

9) Harupat (lidi);

10)Rambu 7 (benang kantek atau benang tenun);

11)Ajug-ajug (lentera);

12)Kendi berisi air;

13)Samak (tikar yang berukuran panjang dan lebar);

14)Coet jeung mutuna (Mortar dan alu);

15)Lulumpang jeung haluna (tempat tumbuk padi yang terbuat dari kayu);

16)Bokor berisi air dan kembang setaman;

17)Parukuyan (tempat membakar kemenyan);

18)Ayakan (alat penyaringan);

19)Cecempeh atau nyiru (ayakan yang dipakai untuk membersihkan


(40)

20)Suluh (kayu bakar);

21)Parawanten (bahan pangan);

22)Seperangkat pakaian pengantin;

23)Kain batik yang berjumlah ganjil. d. Upacara siraman

Upacara siraman atau ngebakan dimulai dengan ngecang keun aisan, yang artinya ibu dari mempelai wanita melepaskan gendongan untuk menuju tempat siraman ditemani ayah yang setia mendampingi dengan membawa lilin. Hal itu mengandung makna bahwa kedua orang tua akan segera menyudahi tanggung jawabnya, karena akan digantikan oleh suami putrinya. Lilin yang dibawakan sang ayah melambangkan tugasnya yang wajib member penerangan bagi putra-putrinya. Setelah itu dilanjutkan dengan acara dipangkon, yakni calon mempelai wanita dipangku kedua orang tuanya. Berikutnya ngaras, mencuci kaki kedua orang tua yang diawali dengan membasuh kedua kaki sang ayah. Usai mebasuh kaki kedua orang tua, disemprotkan juga minyak wangi yang mengungkapkan agar sampai kapanpun sang putri dapat membawa nama harum keluarga. Lalu calon mempelai wanita harus melewati tujuh lembar kain yang menyiratkan permohonan supaya kelak calon mempelai wanita senantiasa diberi kesabaran, kesehatan, ketawakalan, ketabahan, keteguhan iman yang kuat dan selalu menjalankan agama.


(41)

bunga yang masing-masing bunga memiliki artinya tersendiri. Bunga mawar agar calon pengantin selalu jujur, melati bermakna dapat membawa harum nama keluarga serta disukai oleh siapa saja, terakhir bunga kenanga yang diharap dapat membawa kesejukan dan keteduhan hati. Kemudian, sang ayah mengucurkan air wudhu kepada putrinya. Selesai siraman, mempelai wanita akan dibawa oleh perias untuk ngerik atau membersihkan bulu-bulu halus rambut di kamar pengantin. Terakhir,

parebut bebetian dan hahampangan dimana diharapkan kedepannya

kedua mempelai akan diberi kelancaran rezeki dan segera mendapatkan keturunan.1

2. Upacara akad nikah

Pada hari perkawinan atau pernikahan, calon pengantin pria diantar dengan iring-iringan dari suatu tempat yang telah ditentukan menuju kerumah calon pengantin wanita. Bila pengantin pria berdekatan rumah dengan pengantin wanita maka calon pengantin pria langsung menuju kerumah pengantin wanita. Iring-iringan rombongan calon pengantin pria dijemput oleh pihak calon pengantin wanita.

Upacara pernikahan terdapat dua bagian upacara yaitu upacara akad nikah dan upacara panggih yang selanjutnya dapat dijelaskan sebagai berikut:

1

Mery Desianti, Makna Ritual Siraman Pengantin Adat Sunda dan Jawa, http://www.weddingku.com/blogs/persiapan-pernikahan/1016533/makna-ritual-siraman-pengantin-adat-sunda-dan-jawa yang diunggah pada21 Maret 2014 dan diakses pada 20 maret 2015, pkl. 23:05 wib


(42)

a. Upacara akad nikah

Sebelum acara akad nikah mulai, terlebih dahulu diadakan upacara penjemputan calon pengantin pria. Hal ini adalah sebagai adat sopan santun atau tatakrama yang telah menjadi kebiasaan umum, yaitu adanya saling menghargai. Untuk persiapan penjemputan, orang tua calon pengantin wanita membentuk panitia yang terdiri dari dua kelompok, yaitu:

Kelompok I terdiri dari:

1) Seorang yang membawa payung dan langser (seseorang yang menggandeng calon mempelai pria).

2) Seorang yang membawa nampan yang berisi mangle atau rangkaian bunga melati sebagai kalung.

3) Dua mojang membawa tempat lilin.

4) Dua mojang membawa bokor berisi perlengkapan upacara sawer dan nincak endog.

5) Dua bujang sebagai pengawal (gulang-gulang) / jagasatru. Kelompok II terdiri dari:

1) Para mojang dan bujang berbaris di sisi kanan dan kiri pintu halaman yang akan dilalui oleh rombongan calon pengantin pria sampai kedepan pintu rumah.

2) Rombongan calon pengantin pria tiba, kemudian mereka dijemput diluar halaman oleh rombongan yang di pimpin lengser. Pembawa


(43)

payung segera memayungi calon pengantin pria dengan didampingi oleh dua gulang-gulang. Di sebelah depannya lagi seorang dayang berjalan membawa baki/nampan yang berisi kalung bunga. Rombongan yang tiba di depan rumah calon pengantin wanita disambut oleh kedua calon mertua yang akan memberikan kalung rangkaian bunga melati kepada calon pengantin pria. Calon pengantin pria di gandeng oleh kedua calon mertua dan berjalan sambil ditaburi berbagai macam bunga oleh para mojang dan bujang yang telah berbaris di depan halaman rumah. Dengan didampingi oleh calon mertuanya pengantin pria dibawa masuk keruangan akad nikah dan dipersilahkan duduk di kursi yang telah disiapkan. Selanjutnya pembawa acara mempersilahkan kedua orang tua calon pengantin, saksi, petugas dari kantor KUA serta beberapa orang tua dari kedua belah pihak. Calon pengantin wanita dipesilahkan duduk disamping calon suaminya yang selanjutnya dilakukan upacara Akad Nikah. b. Upacara panggih (bertemu muka)

Sesudah upacara akad nikah, selanjutnya disusul dengan upacara

panggih yang terdiri dari:

1) Upacara sungkem

Arti sungkem yang dilakukan oleh kedua pengantin kepada orang tua serta keluarga yang lebih tua (pinisepuh) dari kedua belah pihak, menunjukan tanda bakti dan rasa terimakasih atas bimbingan dari lahir


(44)

hingga sampai keperkawinan. Selain itu kedua pengantin memohon doa restu dalam membangun kehidupan rumah tangga yang baru, agar mendapatkan rahamat Allah SWT.

2) Upacara sawer

Upacara sawer dilakukan diluar rumah, yang disebut saweran biasanya upacara ini dilakukan oleh juru sawer, karena dalam upacara sawer akan ditembangkan syair-syair khusus pupuhan lagu tertentu yang disebut kidung sawer.

Penyawer atau juru sawer menyediakan bahan-bahan sawer di dalam bokor yang berisi, antara lain:

a) Beras putih sebagai lambang kehidupan; b) Kunyit sebagai lambang bahagia;

c) Bermacam-macam bunga atau rampai, sebagai lambang keharuman nama baik rumah tangga;

d) Uang logam sebagai lambang kekayaan/kecukupan; e) Payung sebagai lambang kewaspadaan;

f) Sirih yang digulung dengan bentuk cerutu berisi gambir, kapur sirih, pinang, tembakau sebagai lambang kepaduan antara suami dan istri;

g) Permen sebagai lambang manis budi dan ramah tamah;

h) Kunyit yang dilarutkan kedalam air, kemudian diadukan dengan beras putih sehingga beras tersebut menjadi kuning.


(45)

3) Upacara nincak endog (injak telur)

Mempelai pria menginjak telur di papan atau elekan (Batang bambu muda), kemudian mempelai wanita mencuci kaki mempelai pria dengan air dari kendi, setelah membersihkan dan mengeringkan kaki suami sebagai melambangkan pengabdian istri kepada suami yang dimulai dari hari itu, lalu kendi dipecahkan berdua.2

4) Upacara buka pintu

Upacara buka pintu merupakan suatu percakapan antara pengantin pria yang berada di luar pintu dengan pengantin wanita yang berada di dalam rumah. Percakapan itu dilaksanakan oleh kedua pengantin itu sendiri, akan tetapi biasanya dapat digantikan oleh ahlinya yaitu juru

mamaos. Hal ini karena isi syair merupakan Tanya jawab dan

mengandung petuah-petuah atau nasihat-nasihat. 5) Upacara huap lingkung

Huap lingkung adalah kedua mempelai saling menyuapi sebagai sebuah perumpamaan dari kehidupan suami istri yang harmonis, selalu penuh kerinduan, saling cinta mencintai, saling membutuhkan dan sebagainya.

6) Resepsi/pesta perkawinan

Pertemuan (perjamuan) resmi yang diadakan untuk menerima tamu (pada pesta perkawinan)3

2

sanggar Sekar Kinanti, https://sanggarsekarkinanti.wordpress.com/about/11-nincak-endog-menginjak-telur/ diakses pada 11 april 2015

3


(46)

7) Upacara ngunduh mantu

Upacara ini diselenggarakan oleh pihak pengantin pria, maksudnya untuk memperkenalkan kedua pengantin kepada kedua keluarga dan kaum kerabat pengantin pria. Jarak antara upacara perkawinan dengan upacara ngunduh mantu tidaklah tentu.

B. Macam-Macam Pernikahan Adat Sunda

Seperti yang telah penulis utarakan di atas bahwa para penduduk Desa Panyingkiran atau masyarakat sunda masih sangat kental dalam menjalankan tradisi yang ada di desa mereka, khususnya dalam hal Pernikahan. Bahkan mereka mempunyai spefiikasi terhadap sebuah Pernikahan, Pernikahan dalam adat sunda diantaranya sebagai berikut :4

1. Kawin Gantung

Kawin yang ditangguhkan, baik itu kawinnya yang ditangguhkan atau cara bergaulnya. Maksudnya disini adalah, adanya kesepakatan dari kedua orang tua dari dua orang anak kecil yang berlainan jenis (laki-laki dan perempuan) yang mana kedua orang tua tersebut mempunyai rencana apabila dua orang anak kecil tersebut (laki-laki dan perempuan) sudah dewasa, mereka akan menyatukan kedua anak kecil tersebut kedalam sebuah ikatan pernikahan, kesepakatan ini dilakukan ketika kedua anak kecil tersebut masih kecil dan belum mengerti akan arti dari sebuah pernikahan, kesepakatan ini

4

Proyek inventarisasi dan dokumentasi kebudayaan daerah Jakarta: upacara perkawinan di jawa barat, departemen pendidikan dan kebudayaan (Jakarta, 1982), h. 64-69


(47)

hanya dilaksanakan oleh kedua orang tua dari anak kecil tersebut dan disaksikan oleh sanak saudara dari kedua belah pihak yang diikuti oleh acara selamatan sekedarnya saja, tanpa perlu dihadiri oleh petugas dari KUA. 2. Kawin Ngarah Gawe

Perkawinan yang dilakukan antara anak perempuan yang belum dewasa dan belum akil balig dengan seorang lelaki dewasa, yang sesudah perkawinan dilangsungkan pengantin wanita wajib mondok atau tinggal di rumah mertuanya. Karena pengantin perempuannya belum balig, maka tidak dibolehkan adanya hubungan suami istri antara pengantin perempuan dan pengantin laki-laki. Tujuan sebenarnya dari adanya perkawinan ini adalah sang mertua menjadikan sang menantu sebagai tenaga pembantu (Ngarah Gawe) baik itu untuk membantu dirumah ataupun di kebun, karena tujuan awal dari diadakannya perkawinan ini adalah agar sang mertua mempunyai tenaga pembantu baik untuk dirumah ataupun di kebun, tanpa harus memberikan upah atau gaji kepada menantunya.

3. Kawin Pendok (Keris)

Perkawinan yang dilakukan oleh orang yang sudah beristri. Maksudnya adalah, seorang suami yang ingin mempunyai istri lagi tapi tidak mau diketahui oleh istri pertamanya, cara yang dilakukan agar tidak diketahui oleh istri pertamanya adalah, laki-laki tersebut tidak datang sendiri ketempat calon istrinya dan melangsungkan akad nikah bersama, melainkan mengutus orang lain sebagai wakilnya yang wakilnya tersebut membawa


(48)

sebuah pendok (keris) milik dari laki-laki tersebut, jadi yang melakukan ijab qabul di depan penghulu atau KUA adalah sang wakil namun dengan membawa pendok (keris) tersebut, ini sebagai tanda bahwa dia hanya mewakili pernikahan tersebut. Ada 2 alasan kenapa bisa terjadi perkawinan semacam ini, Pertama ; Karena mempelai pria menjaga martabatnya (gengsi) karena harus menikah dengan wanita yang tidak selevel dengannya, Kedua; Menjaga agar jangan sampai pernikahan tersebut diketahui baik oleh istri, keluarga ataupun orang banyak.

4. Kawin Sembunyi

Perkawinan yang dilangsungkan oleh suami yang sudah beristri, namun ingin menikah lagi tanpa diketahui oleh istri sebelumnya, ini sama dengan perkawinan pendok (keris) hanya bedanya pengantin pria datang sendiri untuk melangsungkan perkawinan tanpa harus menggunakan wakil.

5. Kawin dengan Pria Pendatang

Perkawinan yang dilangsungkan oleh orang tua sang gadis kepada pria pendatang, tamu atau perantau dari daerah lain.

6. Ditarik Kawin

Khusus Untuk Ditarik Kawin ada 2 Persepsi: a. Ditarik Kawin I

Perkawinan yang dilakukan karena dorongan atau adanya desakan dari kedua orang tua calon pengantin, khususnya orang tua pengantin wanita kepada pengantin pria, karena mereka menganggap hubungan yang


(49)

terjalin sudah cukup lama namun belum juga diresmikan, apabila sang pengantin pria atau orang tuanya belum mampu secara materi, maka orang tua dari pengantin wanita siap menanggung semua biaya pernikahan dan segala resikonya asalkan pernikahan tersebut bisa segera dilangsungkan. b. Ditarik Kawin II

Perkawinan yang dilangsungkan karena sudah terjadi kehamilan sebelum menikah, akibat dari sudah terlalu lama bergaul atau berhubungannya kedua pasangan tapi belum juga menikah, pernikahan ini diminta oleh orang tua perempuan kepada orang tua laki-laki sebagai bentuk tanggung jawab. Perkawinan ini biasanya dilakukan tanpa adanya resepsi atau berlangsung biasa-biasa saja.

7. Kawin Panyela

Perkawinan yang menggunakan orang ketiga. Perkawinan ini dilakukan oleh suami yang telah mentalak istriinya dengan talak tiga, namun ingin rujuk kembali dengan istrinya, oleh karena itu sang istri harus menikah dulu dengan orang lain kemudian setelah habis masa iddahnya orang tersebut harus menceraikan sang wanita, agar dapat menikah lagi dengan suaminya, oleh karena itu orang lain tersebut adalah orang dari suruhan suami. Untuk seluruh biaya perkawinan, orang lain tersebut yang membayar, namun orang lain tersebut mendapatkan upah atau bayaran dari sang suami, jadi setelah habis masa iddahnya sang suami bisa langsung menikah lagi dengan mantan istrinya.


(50)

8. Kawin Tua Sama Tua

Perkawinan yang dilakukan oleh duda yang sudah tua dengan janda yang sudah tua pula.

9. Nyalindung Ka Gelung

Perkawinan Nyalindung Ka Gelung yang menurut bahasa Indonesia adalah berlindung di (bawah) sanggul. Artinya adalah seorang suami yang menikahi istrinya, namun sang istri lebih kaya dan mempunyai kemampuan lebih daripada suaminya, oleh karena itu dipribahasakan berlindung di bawah sanggul (istrinya).

10.Manggih Kaya

Perkawinan ini adalah kebalikan dari Nyalindung Ka Gelung, yaitu Perkawinan antara lelaki yang kaya dengan perempuan yang miskin, bagi perkawinan ini juga tidak ada syarat yang nyata, ini hanya pendapat dilingkungan hukum adat yang berlaku disana.

11. Kawin Turun Karanjang

Maksudnya adalah Perkawinan yang terjadi apabila sang pengantin menikah dengan adik bekas istrinya atau adik bekas suaminya.

12.Kawin Unggah Karanjang

Ini kebalikan dari Kawin Turun Karanjang, yaitu Perkawinan yang terjadi apabila sang pengantin menikah dengan kakak mantan istrinya atau kakak mantan suaminya.


(51)

Dari semua macam-macam pernikahan yang diatas tidak ada acara khusus dalam melaksanakan pernikahan tersebut, sehingga dalam pelaksanaanya sama saja dengan pernikahan biasa pada umumnya, namun, apabila terdapat pernikahan yang statusnya sama dengan salah satu pernikahan diatas maka pernikahan tersebut dinamakan dengan pernikahan adat.

Semua prosesi yang dilakukan adalah suatu penghormatan terhadap hukum adat dengan mengharapkan dapat ridho dari masyarakat dan Allah SWT, karena dengan adanya hukum adat dan budaya pernikahan begitu meriah dan berwarna.


(52)

42

A. Definisi Pernikahan Kalangkah

Kalangkah dalam arti bahsa Indonesia adalah langkah yang mempunyai

arti lewat, kata awalan ka dalam ka-langkah bisa bermakna imbuhan ke-, ter-i atau di-i yang menunjukan kata kerja (pasif) atau kata sifat.1 Bagi penulis dalam pernikahan kalangkah terdapat empat pegertian, yaitu: pertama;

ngalangkah (bahsa sunda) adalah orang yang melewati, kedua; kalangkah

adalah orang yang dilewati, ketiga; pelangkah adalah barang yang diberikan pada kakak calon mempelai wanita, keempat; pelangkahan adalah acara atau prosesi dalam melangkahi atau melangkahkan.2

Penulis akan memberikan sedikit penjelasan tentang perbedaan antara

ngalangkah (orang yang akan melewati atau melangkahi kakak calon

mempelai wanita khususnya) dan kalangkah (orang yang dilewati atau dilangkai oleh calon mempelai wanita yaitu adik perempuan), perbedaanya adalah:

1. Ngalangkah

Di atas telah sedikit di jelaskan bahwa ngalangkah-an adalah orang yang akan melewati kakak calon mempelai wanita yang artinya seorang adik perempuan akan menikah terlebih dahulu daripada kakaknya.

2. Kalangkah

1

T.p, http://www.penulisartikelbagus.com/macam-macam-awalan-dan-maknanya/ Di akses pada hari rabu-03-09-2014

2


(53)

Kalangkah atau yang kita pahami adalah seorang kakak yang dilewati adiknya dalam hal prosesi pernikahan dan dalam aturan adat tidak diperbolehkan seorang adik melangkahi seorang kakak.

B. Pandangan Masyarakat

Masyarakat yang sudah berkembang tentunya akan melihat realita yang ada tanpa menghiraukan hukum adat maupun sosial, akan tetapi tidak sedikit juga masyarakat yang masih berpegang pada hukum adat dan hukum sosial, seperti dalam kasus pernikahan kalangkah yang menjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat Desa Panyingkiran Majalengka Jawa Barat.

Bagi masyarakat yang masih berpegang pada hukum adat mereka percaya bahwa seseorang yang akan dilangkahi oleh seorang adik perempuan maka akan berimbas tidak baik pada seorang kakak laki-laki yang belum menikah, dengan alasan seperti itulah banyak orang tua yang tidak menginginkan adanya imbas dari dilangkahinya pernikahan seorang adik terhadap kakaknya.

Masyarakat yang memegang hukum adat tentunya percaya bahwa seseorang yang dilangkahi dalam pernikahan akan mengalami hal-hal yang tidak baik seperti jauh dari rezeki, jauh jodoh dan menjadi beban mental.

Masyarakat yang meninggalkan hukum adat melihat bahwa pernikahan

kalangkah sudah tidak relevan lagi dengan masyarakat yang sedang

berkembang. Karena pernikahan harus atas dasar kerelaan tanpa adanya intervensi dari manapun, sedangkan dalam pernikahan kalangkah adalah pernikahan yang harus dilakukan seorang kakak laki-laki apabila seorang adik perempuan hendak menikah lebih dulu.


(54)

Rasulullah SAW bersabda:

رشعه اي نلسو ويلع للها ًلص للها لىسر انل لاق:لاق دىعسه نب للهاذبع نع

جرفلل نسحاو رصبلل ضغأ وناف جوزتيلف ةءابلا نكنه عاطتسا نه بابشلا

نل نهو

ل وناف مىصلاب ويلعف عطتسي

ءاجىه

)

نلسه و يراخبلا هاور

(

Artinya:” dari Abdullah bin Mas‟ud ra. Ia berkata:”Rasulullah SAW

bersabda kepada kita: wahai para pemuda, siapa diantara kamu yang telah mempunyai kemampuan, maka hendaklah menikah. Karena sesungguhnya nikah itu dapat memejamkan mata dan menjaga kemaluan, bagi siapa yang tidak mampu nikah, maka hendaknya berpuasa, sebab puasa itu dapat

dijadikan obat.” (HR Bukhori dan Muslim)

Dengan adanya hadits ini tentunya siapa saja seseorang yang telah siap dan mampu untuk menikah maka harus segera melaksanakanya baik itu seorang kakak maupun adik, dan jika seorang adik telah mampu dan siap untuk menikah maka tidak ada halangan untuk menunda pernikahan karena seorang kakak yang belum menikah atau membujang.

C. Pernikahan Kalangkah Menurut Hukum Islam

Pernikahan dalam pandangan Islam adalah sesuatu yang luhur dan sakral, bermakna ibadah kepada Allah, mengikuti Sunnah Rasulullah dan dilaksanakan atas dasar keikhlasan, tanggung jawab, dan mengikuti ketentuan-ketentuan hukum yang harus diindahkan. Dalam Undang-Undang RI Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Bab I pasal 1, perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sedangkan tujuan pernikahan adalah sebagaimana difirmankan Allah SWT. dalam surat Ar-Rum ayat 21


(55)

َٔ

ِي

ٍْ

َءآ

َيِت

ِّ

َا

ٌْ

َخ

َه

َق

َن

ُك

ْى

ِي

ٍْ

َا

َُْف

ِس

ُك

ْى

َا

ْش

َٔ

ًجا

ِّن ب

َت

ْس

ُكُُ

ِإإ

َنْي

َٓب

َٔ

َج

َع

َم

َث

ْيَُ

ُك

ْى

َي

َٕ

َدًّح

َٔ

َز

ْح

ًَ

ًخ

°

ِا

ٌَ

ِف

َذ ى

ِن

َك

َن

َأَي

ٍت

َن

َق

ْٕ

ِو

َيَت

َفَك

ُس

ْٔ

ٌَ

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang (mawaddah wa rahmah). Sesungguhnya pada yang demikian itu menjadi tanda-tanda kebesaran-Nya bagi orang-orang yang

berfikir”. (Q.S. Ar-Rum ayat 21)

Mawaddah wa rahmah adalah anugerah Allah SWT yang diberikan

kepada manusia, ketika manusia melakukan pernikahan. Hal yang demikian tidak disebutkan Allah ketika binatang ternak berpasangan untuk berkembang biak. Karena tugas selanjutnya bagi manusia dalam lembaga pernikahan adalah untuk membangun peradaban dan menjadi khalifah di dunia (Quraish Shihab dalam Wawasan al-Qur’an: bab pernikahan).

Pernikahan tersebut dianggap sah menurut hukum Islam bila telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan.

Syarat pernikahan adalah 1. Persetujuan kedua belah pihak; 2. Adanya wali;

3. Adanya saksi; 4. Mahar (mas kawin);

5. Tidak Boleh melanggar larangan-larangan perkawinan; 6. Dicatatkan oleh petugas pencatat nikah (PPN).

Sedangkan rukun pernikahan adalah 1. Calon suami;


(56)

3. Wali; 4. Saksi;

5. Ijab dan Kabul.

Hukum islam tidak menemukan tentang siapa yang harus menikah lebih dulu, baik kakak maupun adik. Seseorang yang telah siap, baik adik maupun kakak yang telah siap dan mampu maka boleh untuk menikah lebih dahulu, karena itu adalah salah satu keadilan yang ada tanpa memprioritaskan yang lebih dulu lahir, seperti sabda Nabi :

نكدلاوا نيب اىلذعاو للهاىقتا

)

نلسه هاور

(

Artinya: “bertakwalah kepada Allah dan berbuat adillah diantara anak

-anak kalian” (H.R. Muslim)

Melihat hadist diatas menunjukan bahwa ketika salah satu anak laki-laki atau perempuan baik kakak maupun adik yang telah siap untuk menikah maka diperbolehkan untuk menikah terlebih dahulu tanpa menunda-nunda pernikahannya, karena seorang kakak yang belum menikah.

Dengan nikah juga seseorang dapat terhindar dari perbuatan-perbuatan maksiat, karena fitrah seksual (kebutuhan biologis) dapat disalurkan kejalan yang benar, halal dan diridhai Allah. Dalam suatu hadits disebutkan:

Artinya:” dari Jabir ra, bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda:”

sesungguhnya perempuan itu menghadap (dari depan) menyerupai setan dan membelakangi juga seperti setan. Jika seseorang diantara kamu tertarik kepada seorang perempuan, hendaklah ia datangi istrinya, agar nafsunya

dapat tersalurkan.” (HR Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi).

D. Analisis Penulis

Tradisi dalam KBBI (Balai Pustaka, 1999) berarti 1) adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat. 2)


(57)

penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan cara yang paling baik dan benar.

Sama halnya dengan pernikahan kalangkah, tradisi atau adat telah menyediakan cara ketika seorang kakak laki-laki yang dilangkahi oleh adik perempuan yang akan menikah lebih dulu yaitu dengan cara menikahkan si kakak dengan orang lain dalam beberapa waktu.

Penulis sebagai seorang kakak laki-laki yang mempunyai adik perempuan tentunya akan mengalami pernikahan kalangkah jika adik penulis akan menikah lebih dulu, tentunya ini akan menjadi beban bagi penulis sendiri karena harus menikahi seorang nenek-nenek. Diatas telah di jelaskan bahwa pernikahan kalangkah sama halnya dengan pernikahan biasa, begitu pun dengan rukun dan syaratnya, karena rukun dan syarat terpenuhi maka tidak ada halangan sama sekali untuk melaksanakan pernikahan.

Pernikahan kalangkah memang tidak terdapat masalah jika melihat dari rukun dan syarat yang telah terpenuhi, namun dalam tujuanya sangat berbeda dengan apa yang dianjurkan oleh hukum islam dan hukum perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Karena tujuan pernikahan adalah sebagaimana difirmankan Allah SWT. dalam surat Ar-Rum ayat 21:

َٔ

ِي

ٍْ

َءآ

َيِت

ِّ

َا

ٌْ

َخ

َه

َق

َن

ُك

ْى

ِي

ٍْ

َا

َُْف

ِس

ُك

ْى

َا

ْش

َٔ

ًجا

ِّن ب

َت

ْس

ُكُُ

ِإإ

َنْي

َٓب

َٔ

َج

َع

َم

َث

ْيَُ

ُك

ْى

َي

َٕ

َدًّح

َٔ

َز

ْح

ًَ

ًخ

°

ِا

ٌَ

ِف

َذ ى

ِن

َك

َن

َأَي

ٍت

َن

َق

ْٕ

ِو

َيَت

َفَك

ُس

ْٔ

ٌَ

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang (mawaddah wa rahmah). Sesungguhnya pada yang demikian itu menjadi tanda-tanda kebesaran-Nya bagi orang-orang yang


(58)

Kita tahu juga bahwa tujuan perkawinan dalam Undang-undang

pernikahan No 1 tahun 1974 pasal 1 yang berbunyi, “pernikahan adalah ikatan

lahir batin antara seorang pria dan wanita dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagaia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha

Esa”. Tidak hanya itu dalam KHI pun menyebutkan tujuan pernikahan dalam

pasal 3 KHI yaitu " Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan rumah tangga sakinah, mawaddah dan wa rahmah. "

Karena dalam hukum Islam dan undang-undang perkawinan tidak menyebutkan aturan siapa yang lebih dulu untuk menikah atau menunda pernikahan karena seseorang yang belum menikah seperti pernikahan

kalangkah yang menunda pernikahan seorang adik karena seorang kakak yang

belum menikah. Nabi bersabda:

نكدلاوا نيب اىلذعاو للهاىقتا

)

نلسه هاور

(

Artinya: “bertakwalah kepada Allah dan berbuat adillah diantara anak

-anak kalian”(H.R. Muslim)

Melihat hadits di atas menunjukan bahwa orang tua harus memperlakukan seorang anak dengan adil termasuk dalam menikahkan anak-anaknya tanpa harus memaksa untuk menunggu seorang kakak menikah terlebih dahulu, karena aturan agama dan undang-undang tidak ada yang mengatur tentang pernikahan siapa yang lebih dahulu melainkan seseorang yang telah mampu dan siap untuk menikah, tanpa harus menunda pernikahan, karena dengan menunda pernikahan dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah dan hal yang tidak diinginkan. Nabi bersabda:

Dari Abu Hurairoh RA Nabi bersabda, bila datang meminang kepadamu orang yang kamu sukai agama dan akhlaknya, maka kawinkanlah dia. Jika


(1)

56

Abu Abdillah, Syamsudin. “terjemah fathul qarib, pengantar fiqih imam syafi;i, Surabaya, mutiarailmu 2010

A'la Maududi, Abu. “The Laws of Marriage and Divorce in Islam”, Terj.Achmad Rais, "Kawin dan Cerai Menurut Islam", Jakarta: anggota IKAPI, 1991. Azhar Basyir, Ahmad. ”hukum perkawinan islam” (Yogyakarta: UII Press, 2000). Azwar, Saifuddin, “Metode Penelitian”, (Yogyakarta: pustaka pelajar, 2005) Desianti, Mery. Makna Ritual Siraman Pengantin Adat Sunda dan Jawa,

http://www.weddingku.com/blogs/persiapan-pernikahan/1016533/makna-ritual-siraman-pengantin-adat-sunda-dan-jawa diakses pada 20 maret 2015.

Faizah, Nur. “Pernikahan Melangkahi Kakak Menurut Adat Sunda (Studi Kasus Di Desa Cijurey Sukabumu Jawa Barat) Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Jakarta, 2010.

Fazilazmi, http://fazilazmi.blogspot.com/, diaksespada 15 maret 2015

Hadikusuma, Hilman, HukumPerkawinanAdat, Bandung : Penerbit alumni, 1982 Kementrian Agama RI, Modul TOT Kursus Pra Nikah. Jakarta 2010

Kementrian Agama, Al-Qur’an Dan Terjemah, Kementrian Agama 2010

Mardani, Hukum perkawinan islam didunia islam modern, Yogyakarta: Graha Ilmu 2005

Mulia, Hukum Perkawinan (Jakarta, 2004) misi kemanusiaan www.suaramuhabbuddinwordprees.com diakses pada20 Juni 2014

Nazir, M, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998)

Poesponoto, Soebakti, Asas-asas dan Susunan Hukum Adat, Jakarta :Pradnya Paramita, 1980

Setiawan, Ebta Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, http://kbbi.web.id/nikah , versi 1.3 2012-2014 diakses pada 20 Juni 2014

Soekanto, Soerjono, Hukum Adat Indonesia, Rajawali Pers. Jakarta 2003 Sudiyat, Imam, Hukum Adat Sketsa Asas. Liberty. Jakarta 1981


(2)

Sukandarrumidi. Metodologi Penelitian: Prtunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2004

Sukrianto, Uki. Ciri-ciri Analisis Deskriptif. Artikel diakses pada 30 Januari 2014 dari http://uki-sukrianto.blogspot.com/2012/03/ciri-ciri-metode-deskriptif.html

Syahuri, Taufiqurrohman, Legislasi Hukum Perkawinan Di Indonesia. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013)

Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2006.

Tomoidjojo, Cin Hapsari. Jawa-islam-cinta, politik jatidiri dalam jawa safar cina sajadah. Wedatama Widya Sastra, 2012

Umar, Husein, “Metode Penelitaian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis”, Jakarta: Rajawali Pers, 2011

Wulansari, Dewi. Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar. PT. Refika Aditama: Bandung 2010.

Yaswirman, Hukum Keluarga, Karakteristik Dan Prospek Doktrin Islam Dan Adat Dalam Masyarakat Matrilineal Minangkabau. Rajawali Pers. Jakarta 2013

Zainuddin, Ali,Hukum Islam, sinar grafika Jakarta,2006. http://liza-fathia.com/2009/2010/01/syariat-islam-ataupolemic. Diakses 20 Juni 2014


(3)

HASIL WAWANCARA

Hari dan tanggal : Minggu, 26 April 2015

Waktu : 10:52 WIB

Tempat : Teras depan rumah kepala adat Nama Narasumber : Bapak Saprudin

Ibu Hati Mak Inah Nanang Sutisna 1. Apakah pernikahan kalangkah itu?

Pernikahan kalangkah adalah pernikahan yang dilakukan oleh kakak dengan nenek-nenek dikarnakan adiknya mau menikah lebih dulu dari pada kakaknya.

2. Sejak kapan pernikahan kalangkah itu terjadi?

Kurang tau, soalnya sudah dari dulu. Kita cuma ngikutin omongan orang tua saja, jadi tidak menanyakan sejak kapan terjadi, karena kita itu percaya sama orang tua, apa kata orang tua ya dilaksanakan.

3. Bagaimana pelaksanaan pernikahan kalangkah itu terjadi?

Pelaksanaan dari pernikahan kalangkah itu sama saja dengan pernikahan pada umumnya, cuma pernikahan ini nikahnya sama nenek-nenek karena jika dengan perawan/gadis berarti nikah beneran, kan nikah kalangkah cuma untuk sementara.


(4)

Belum siap, anak laki-laki harus siap dalam segala hal, mental, uang dan tempat tinggal (sandang, pangan, papan), yang mau nikah itu adik perempuan, adik perempuan itu sudah ada yang menjamin dari calon suaminya, jadi sebagai laki-laki harus mempersiapkan semuanya.

5. Apakah pernikahan kalangkah itu sah menurut Hukum Islam?

Ya tentu saja sah, rukun dan syaratnya sudah terpenuhi. Pernikahan kalangkah ini seperti pernikahan sirri.

6. Apa tujuan dari pernikahan kalangkah itu?

Ya, tujuan dari pernikahan itu cuma untuk menggugurkan anggapan bahwa si kakak telah menikah, jadi si adik tidak melangkahi si kakak, karena jika tidak dinikahkan khawatir menjadi beban mental dan menjadi depresi.

7. Bagaimana perasaan anda ketika melakukan pernikahan kalangkah?

Macam-macam, tapi saya jadi tau cara menikah meskipun ini cuma sementara.

8. Kenapa anda mau melakukan pernikahan kalangkah itu?

mau tidak mau, kata orang tua jadi mau gimana lagi, kalo tidak di ikutin katanya sih bisa jauh dari jodoh, jauh rizki dan beban mental.

9. Sejak kapan anda menjadi istri pernikahan kalangkah? apakah sudah sering?

Tidak tahu, karena tiba-tiba ada orang yang minta tolong untuk dijadikan istri pernikahan kalangkah, tidak sering tapi ada beberapa kali saya jadi istri pernikahan kalangkah.


(5)

Niat saya menolong orang, kasihan jika tidak di tolong takut kenapa-kenapa.

Setelah wawancara dengan Bapak Saprudin sebagai tokoh adat

Sesi wawancara dengan Ibu Hati sebagai orang tua yang menikahkan anak laki-lakinya dengan pernikahan kalangkah.


(6)

Sesi foto setelah wawancara dengan saudara nanang sutisna sebagai kakak yang dilangkahi oleh adiknya.