Analisis Konsep Upah Dalam Model Pengupahan pada Home Industri

82

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis menguraikan dalam pembahasan tersebut di atas mengenai Pengupahan Karyawan Home Industri Konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan dilihat dalam perpektif fiqih muamalah, maka dapat diambil beberapa kesimpulan diantaranya adalah : 1. Konsep upah dalam fiqih muamalah menekankan pada sisi akad atau kontrak kerja yang harus disepakati oleh kedua belah pihak. Adapun akad dalam fiqih muamalah dalam hal upah-mengupah yaitu: a. Akad Ijarah. Akad ini merupakan akad sewa-menyewa suatu manfaat, baik dari manfaat suatu benda maupun manfaat dari jasa seseorang, yang membutuhkan imbalan atau balasan dari pihak yang menyewa. Dimana jumlah imbalan sudah ditentukan dan waktunya pun sudah ditentukan. Dalam hal menyewakan suatu manfaat dari jasa seseorang disebut juga upah-mengupah. b. Akad Ju’alah. Akad ini mempunyai perbedaan dengan Ijarah, akan tetapi tetap dalam konteks upah-mengupah. Hanya saja, dalam akad ju’alah ini, upah yang diterima ditentukan berdasarkan tingkat keberhasilan seseorang dalam melakukan pekerjaan yang ditawarkan. Dan dalam akad ini tidak membutuhkan qabul, sehingga akad ini memungkinkan untuk dilakukan berdasarkan ketetuan sepihak. Selain harus memenuhi akad upah-mengupah di atas, dalam fiqih muamalah juga menerangkan prinsip ‘suka sama suka’ kerelaan yang menjadi prinsip penentu dalam hal bermuamalah. Karena dari prinsip ini bisa menghindari dari tindakan menzalimi salah satu pihak yang berakad dan menimbulkan rasa keadilan di antara semua pihak. 2. Pengupahan pada home industri konveksi di daerah Pulo Kalibata Jakarta Selatan, menggunakan sistem upah borongan. Dimana tiap karyawannya di upah berdasarkan jumlah hasil produk yang bisa di produksinya. Hal ini sesuai dengan aplikasi ju’alah dalam konteks fiqih muamalah. Selain itu, ada beberapa karyawan yang di upah berdasarkan waktu yaitu karyawan bagian pengemasan. Dan ini sesuai dengan aplikasi ijarah dalam konteks fiqih muamalah. Karyawan ini dapat menerima upah tiap minggunya. 3. Mekanisme pengupahan di Home Industri Konveksi yang ada di Pulo Kalibata Jakarta Selatan belum menjalankan ketentuan-ketentuan dalam hal upah-mengupah pada point 1 diatas secara keseluruhan. Walaupun secara akad home industri konveksi ini sudah menjalankannya secara benar, akan tetapi dalam hal penentuan jumlah upah masih jauh dari ketentuan fiqih yang mengharuskan prinsip ’suka sama suka’. Sehingga karyawan hanya menerima ketetapan jumlah upah dari pimpinan. Disamping itu, jumlah tersebut masih di bawah ketentuan pemerintah yang memberikan patokan jumlah upah dalam bentuk Upah Minimum Provinsi UMP. Selain itu juga, home industri konveksi ini belum berbadan hokum, sehingga masih bergerak tanpa aturan yang berlaku.

B. Saran-saran

Problem perburuhan sangatlah kompleks dan sangat rawan, oleh karenaya mudah sekali digunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mendapatkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya dengan menghalalkan segala cara tanpa memperhatikan prinsip agama dan kemanusiaan dalam hubungan Industrial. Untuk menghindari hal-hal yang demikian maka disarankan : a. Menciptakan harmonisasi antara pihak karyawan dan pengusaha dengan merubah cara pandang kita bahwa karyawan dan pengusaha merupakan dua hal yang saling berkaitan dan saling memenuhi, serta menganggap bahwa karyawan adalah sebagai mitra kerja dan bukan sebagai faktor modal, sehingga jika terdapat problematika-problematika perburuhan dapat di selesaikan dengan sebaik-baiknya dengan semangat kekeluargaan sebagaimana yang diajarkan dalam ajaran Islam. b. Melihat omset yang dihasilkan home industry konveksi ini telah mencapai Rp 10.000.000 menunjukkan bahwa usaha ini sudah termasuk dalam Usaha Mikro Kecil dan Menengah UMKM. Akan tetapi sangat disayangkan usaha ini belum berbadan hokum, maka dari itu penulis menyarankan agar pimpinan home industri konveksi ini membentuk badan hokum dalam pelaksanaan usaha ini.