BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Era Otonomi daerah yang secara resmi mulai diberlakukan di Indonesia sejak 1 Januari 2001 menghendaki daerah untuk berkreasi mencari sumber
penerimaan yang dapat membiayai pengeluaran pemerintah dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan. Undang-Undang Nomor 32
tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah merupakan landasan yang mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Kedua Undang-Undang di bidang otonomi daerah ini
berdampak pada terjadinya pelimpahan kewenangan yang semakin luas kepada pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efesiensi
penyelenggaraan fungsi pemerintah daerah. Untuk
merealisasikan pelaksanaan Otonomi Daerah maka sumber
pembiayaan pemerintah daerah tergantung pada peranan Pendapatan Asli Daerah PAD. Pendapatan Asli Daerah sebagai salah satu sumber penerimaan daerah
mempunyai peranan penting dalam pembangunan. Hal ini dapat dilihat dalam pelaksanaan Otonomi Daerah dimana peranan PAD diharapkan dan diupayakan
dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah. Oleh karena itu pemerintah daerah harus dapat mengupayakan
peningkatan penerimaan yang berasal dari daerah sendiri. Dengan demikian akan
Universitas Sumatera Utara
memperbesar tersedianya keuangan daerah yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan yang bersifat mandiri.
Pendapatan Asli Daerah itu sendiri terdiri dari 4 komponen yaitu : pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pada penelitian ini peneliti membatasi objek penelitian dengan hanya melingkupi pajak daerah dan retribusi daerah saja. Hal
ini dikarenakan 2 komponen penyumbang Pendapatan Asli Daerah terbesar adalah Pajak daerah dan Retribusi daerah sehingga kedua komponen tersebut diharapkan
telah mewakili komponen Pendapatan Asli Daerah. Sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya pajak merupakan iuran wajib
rakyat kepada negara. Dari pajak tersebut yang akhirnya akan digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan. Oleh karena itu, Pajak daerah juga berperan
serta dalam membiayai pembangunan daerah. Tanpa adanya pajak daerah maka kebutuhan akan dana pembangunan akan sulit untuk dipenuhi karena kita telah
mengetahui bahwa sebagian besar pendapatan negara kita adalah berasal dari pajak yaitu sekitar 75 . Oleh sebab itu permasalahan tentang pajak ini harus
ditangani secara tepat agar iuran pajak ataupun retribusi daerah dapat dimanfaatkan dengan baik.
Fenomena yang terjadi saat ini adalah sejak otonomi daerah setiap daerah berusaha mengali potensi keuangannya melalui Pendapatan Asli Daerah. Dengan
demikian seharusnya Pendapatan Asli Daerah memiliki kontribusi terbesar dalam penerimaan daerah namun pada praktiknya, Dana Alokasi Umum DAU lebih
mendominasi dalam keuangan daerah dimana kedua dana tersebut digunakan
Universitas Sumatera Utara
sebagai dana utama untuk membiayai belanja daerah. Berdasarkan pengumpulan data awal terdapat gambaran adanya kesenjangan antara komposisi Pendapatan
Asli Daerah dan Dana Perimbangan. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel penerimaan daerah di bawah ini,
Tabel 1.1 Realisasi Penerimaaan Daerah dalam ribuan rupiah
No. KabupatenKota Tahun Pajak
Daerah Retribusi
Daerah
Hasil pengolahan
kekayaan daerah yang
dipisahkan Lain-lain
Pendapatan Asli Daerah
yang sah
Dana perimbangan
1 Kota Asahan
2005 13.965.406 5.770.773
3.363.822 356.321.599 2006
12.173.766 5.711.817
2.447.888 8.810.029
602.742.168 2007
10.048.285 5.608.640
1.922.566 13.450.632
660.286.677 2008
6.902.929 5.148.872
2.308.979 8.282.091
549.266.559 2. Kab.
Langkat 2005 10.180.800
4.493.468 2.160.475 391.758.815
2006 9.640.259
4.344.635 4.655.610
645.263.025 2007
12.636.889 3.750.163
15.735.039 723.227.494
2008 9.853.627
4.892.039 10.311.084 764.050.826
3. Kota Tnjg.
Balai 2005 4.220.611 3.323.962
80.000 1.950.000 132.140.530
2006 3.449.309
2.214.363 1.079.218
3.576.844 214.777.303
2007 3.500.900
2.821.798 849.690
4.525.637 232.135.285
2008 3.945.401
3.281.261 1.125.190
4.284.325 271.398.621
Banyak penelitian yang menyatakan bahwa pendapatan daerah terutama pajak akan mempengaruhi anggaran belanja pemerintah daerah yang dikenal
dengan nama tax spend hypothesis. Dalam hal ini pengeluaran pemerintah daerah akan disesuaikan dengan perubahan dalam penerimaan pemerintah daerah atau
pendapatan terjadi sebelum perubahan pengeluaran. Berdasarkan fakta empirik yang terlihat pada tabel dibawah ini adalah gambaran perubahan pajak daerah dan
Universitas Sumatera Utara
retribusi daerah yang terus mengalami penurunan. Sebaliknya dari sisi belanja modal mengalami kenaikan secara rutin. Hal ini menunjukkan bahwa tidak
selamanya perubahan Pendapatan Asli Daerah seiring dengan perubahan Belanja Daerah.
Tabel 1.2 Perkembangan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Belanja Modal
Periode 2005-2008 dalam Rp .000 No. KabupatenKota Tahun
Pajak Daerah
∆ Retribusi
Daerah ∆
Belanja Modal
∆
1. Kab. Asahan
2005 13.965.406 -
5.770.773 - 76.548.210
- 2006
12.173.766 14,71 5.711.817 1,03 117.691.932
34,95 2007
10.048.285 21,15 5.608.640 1,83 219.364.849
46,34 2008
6.902.929 45,56 5.148.872 8,92 191.701.607 14,43
2. Kab. Langkat
2005 10.180.800 -
4.493.468 -
70.555.608 -
2006 9.640.259
5,60 4.344.635 3,42
87.569.971 19,42
2007 12.636.889
23,71 3.750.163 15,85 157.253.887
44,31 2008
9.853.627 28,24 4.892.039 23,34 108.539.802 44,88
3. Kota Tnjg.
Balai 2005 4.220.611 -
3.323.962 - 55.635.041
- 2006
3.449.309 22,36 2.214.363 50,10 63.283.006
12,08 2007
3.500.900 1,47 2.821.798
21,52 100.744.410
37,18 2008
3.945.401 11,26 3.281.261 14,00
139.931.034 28,00
Sepanjang tahun 2005-2008 Kabupaten Asahan terus mengalami penurunan pajak daerah dan retribusi daerah antara lain, tahun 2005-2006 pajak daerah
menurun sebesar 14,71. Tahun 2006-2007 menurun sebesar 21,15 dan pada tahun 2007-2008 menurun sebesar 45,56. Begitu juga dengan retribusi daerah
pada tahun 2005-2006 menurun sebesar 1,03, tahun 2006-2007 menurun sebesar 1,93 dan tahun 2007-2008 menurun sebesar 8,92 namun bila dilihat
pengaruhnya ke belanja modal justru mengalami peningkatan pada tahun 2005-
Universitas Sumatera Utara
2006 sebesar 35,95 dan tahun 2006-2007 naik sebesar 46,34 kecuali pada tahun 2007-2008 belanja modal kabupaten asahan mengalami penurunan sebesar
14,43. Hal yang sama juga terjadi pada Kabupaten Langkat dan Kota Tanjung Balai, dimana penurunan pendapatan berbanding terbalik dengan peningkatan
belanja. Dalam era desentralisasi fiskal diharapkan juga terjadinya peningkatan
pelayanan di berbagai sektor terutama sektor publik. Peningkatan layanan ini diprediksi dapat meningkatkan daya tarik bagi investor untuk membuka usaha di
daerah. Harapan ini tentu saja dapat terwujud apabila ada upaya serius pemerintah dengan memberikan berbagai fasilitas pendukung. Oleh sebab itu, dari berbagai
jenis anggaran belanja daerah Pemerintah Daerah mengalokasikan dana berbentuk anggaran belanja modal dalam APBD untuk menambah aset tetap. Alokasi belanja
modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik .
Terkait dengan hal ini, Irma Syahfitri 2008 melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli
Daerah, dan Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran belanja modal pada Pemerintahan KabupatenKota di provinsi Sumatera Utara.
Penelitian terdahulu ini memiliki keterbatasan penelitian dimana variabel independen yang digunakan kurang spesifik dan sampel hanya berjumlah 11
KabupatenKota di Sumatera Utara. Selain itu penelitian ini juga hanya dilakukan pada periode 2004-2006. Oleh karena keterbatasan penelitian terdahulu tersebut,
saya selaku peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian replikasi yang
Universitas Sumatera Utara
berjudul Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pengalokasian Belanja Modal pada Pemerintah KabupatenKota di Sumatera Utara.
B. Perumusan Masalah