Resistensi Klon Karet Pengendalian Penyakit

Kebun yang terletak pada tempat yang lebih tinggi dari 300 m dpl mendapat serangan jamur yang lebih berat, dibandingkan dengan kebun–kebun yang terletak di tempat yang lebih rendah. Hal ini karena Jamur upas kurang terdapat di kebun karet di tanah alluvial dekat pantai yang mempunyai kelembapan rendah. Mungkin ini disebabkan karena adanya pertukaran udara yang baik Semangun, 2000. Faktor kesuburan tanah dan tempat Kebun-kebun yang terdapat pada lahan yang kurang subur atau tanpa diberi pupuk sehingga kondisi tanaman menjadi lemah Situmorang, 2004. Di daerah dekat persawahan atau rawa dan sungai merupakan daerah yang selalu lembab. Penyakit jamur upas biasanya berjangkit pada musim hujan atau pada keadaan yang sangat lembab atau berkabut Semangun, 2000.

1.4 Resistensi Klon Karet

Klon-klon karet mempunyai ketahanan yang berbeda terhadap jamur upas. Mungkin ini disebabkan karena perbedaan morfologi klon, yang menyebabkan terjadinya perbedaan kelembapan dalam kebun, dan karena adanya perbedaan dalam ketebalan jaringan kulitnya. Di Sumatera Utara klon PR107, AVROS 1734, dan RRIM 600 adalah rentan. GT 1 dan AVROS 2037 mempunyai ketahanan sedang Basuki,1982 dan Semangun, 2000. Penyakit jamur upas banyak dijumpai pada klon-klon yang bertajuk rindang, dan pada tanaman muda berumur 4-12 tahun yang ditanam pada areal yang selalu lembap Semangun, 2000.

1.5 Pengendalian Penyakit

Pengendalian jamur upas dapat dilakukan dengan klon yang peka seperti GT1, PR 255, PR 300, dan PR 107 sebaiknya tidak ditanam di daerah rawan upas curah hujan dan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara kelembapan tinggi. Di daerah ini hendaknya ditanami klon yang tahan, misalnya AVROS 2037. Untuk mencegah terjadinya kelembaban yang tinggi sebaiknya jarak tanam dibuat tidak terlalu rapat Pinem dan Yusuf, 2004. Pengobatan harus dilaksanakan seawal mungkin, yaitu pada saat terlihat gejala awal atau tingkat sarang laba-laba. Pengobatan untuk tanaman sakit dilakukan dengan melumaskan fungisida tridemorf Calixin 5 dalam lateks pekat 60 kadar karet kering. Calixin RM ready mixed, Dowco 262 atau bubur bordo pada bagian yang terkena serangan hingga 30 cm ke atas dan kebawahnya. Namun, pelumas ini juga tergantung pada berat ringannya serangan. Bubur bordo tidak dibenarkan diberikan pada tanaman yang sudah disadap karena bisa merusak mutu lateks Pinem dan Yusuf, 2004. Fungisida lain yang dapat dipakai untuk jamur upas adalah klorotalonil dan thiram. Klorotalonil 3 b.a. dapat disemprotkan setiap dua minggu. Klorotalonil dan thiram dapat juga dicampur dengan bitumen ter atau bahan lain yang dipakai sebagai pelumas Allen, 1994. Karena pengobatan dengan cara pelumasan sangat lambat, maka ditempuh cara pengobatan dengan penyemprotan. Alat semprot yang digunakan harus bertangkai panjang Pinem dan Yusuf, 2004. Bila percabangan sudah terkena serangan lanjut tingkat kortisium atau nekator, maka pengendalianya dilakukan dengan cara mengupas kulit yang busuk. Kemudian, kulit batang yang tersisa dilumaskan dengan Calixin RM secukupnya Pinem dan Yusuf, 2004. Percabangan yang mati sebaiknya dipotong pada musim kering saat penyakit ini tidak aktif. Bekas potongan diolesi izal 5 kemudian ditutup ter. Sedangkan potongan- potongan cabang disingkirkan dan dimusnahkan Pinem dan Yusuf, 2004. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Untuk mengurangi bahan kimia yang berbahaya yang ada pada fungisida kimia seperti sulfat tembaga, yang berbahaya pada kesehatan maka digunakan pengendalian secara alami dengan menggunakan fungisida alami salah satunya yang ingin dicoba adalah chitosan, salah satu bahan alami yang telah direkomendasikan sebagai elicitor resistensi pada produk pasca panen Wilson et al., 1994. Yang dihasilkan dari proses deasetilasi chitin cangkang kepiting atau eksokleleton udang Wilson and Ell Ghaouth, 1993. Chitosan melindungi buah dan sayuran melalui dua mekanisme: fisik dan kimiawi. Secara fisik, chitosan membentuk lapisan film yang membungkus permukaan produk dan mengatur pertukaran gas dan kelembaban. Secara kimiawi, chitosan bersifat fungisidal dan merangsang respon resistensi pasca panen pada jaringan tanaman aktifitas antifugal dan merangsang ketahanan dari chitosan menjanjikan kemungkinan yang baik untuk pengendalian penyakit tanaman Pamekas, 2007. 2.Chitosan chitosan pertama kali ditemukan oleh ilmuwan Perancis, Ojier, pada tahun 1823. Ojier meneliti chitosan hasil ekstrak kerak binatang berkulit keras, seperti udang, kepiting, dan serangga Luthfi, 2006. chitosan merupakan produk turunan dari polymer chitin, yakni produk limbah dari pengolahan industri perikanan, khususnya udang dan rajungan. Limbah kepala udang mencapai 35-50 persen dari total berat udang. chitosan, mempunyai bentuk mirip dengan selulosa, dan bedanya terletak pada gugus rantai C-2 Bima, 2006. Karakteristik fisiko-kimia chitosan berwarna putih dan berbentuk kristal, dapat larut dalam larutan asam organik, tetapi tidak larut dalam pelarut organik lainnya. Pelarut chitosan yang baik adalah asam asetat. chitosan mempunyai muatan positif yang kuat, yang Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara dapat mengikat muatan negatif dari senyawa lain, gugus amino menjadikan chitosan bermuatan positif kuat dapat mengikat lemak dan protein, serta tidak mudah mengalami degradasi secara biologis dan tidak beracun Bima, 2006. Chitosan mengandung enzim β-1.3 glukanase yang dapat menyebabkan penurunan jumlah kitin pada dinding hifa cendawan sehingga dapat mengurangi pertumbuhan koloni jamur El Ghaouth et al.,1992. Proses pembuatan chitosan pertama-tama kulit udang atau kepiting dicuci dengan larutan alkali encer untuk menghilangkan protein deproteinisasi. Selanjutnya bahan dicuci dengan larutan asam hidroklorik encer untuk menghilangkan kerak kapur demineralisasi. Proses deproteinisasi dan demineralisasi usai, yang tersisa adalah zat kerak crust Bima, 2006. Chitosan ternyata digunakan untuk kesehatan untuk penyakit diabetes dan hipertensi. Ternyata di dalam zat kerak udang terdapat unsur butylosar yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Butylosar yang telah didapatkan itu hanya larut dalam asam encer dan cairan tubuh manusia. Dengan demikian, butylosar dapat diserap oleh tubuh, zat ini juga mempunyai muatan positif yang kuat, dan dapat mengikat muatan negatif dari senyawa lain. Selain itu, zat ini tidak mudah mengalami degradasi secara biologis dan tidak beracun Linawati, 2008. Pada penyakit di tanaman chitosan bersifat fungisidal dan merangsang resistensi dari jaringan tanaman. Aktifitas antifugal dan rangsangan ketahanan dari chitosan menjanjikan kemungkinan yang baik untuk perlindungan tanaman Pamekas, 2007. Fungsi fungisidal pada chitosan yang ada pada ekstrak cangkang udang sebagaimana yang pernah dilaporkan oleh El Ghaouth et al. 1992, pada pathogen R. stolonifer dan B. cinerea, dengan menghambat proliferasi B. cinerea, mengurangi degradasi komponen Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara dinding sel inang serta menyebabkan kerusakan sel cendawan. Pemeberian chitosan akan menghambat pertumbuhan hifa cendawan patogen dengan adanya aktifitas dari enzim-enzim chitinase, glukanase, serta senyawa antifugal yang lain yang didukung oleh chitosan Hadwiger et al.,1989 Chitosan juga dijadikan pengawet makanan. Mekanisme yang dilakukan yaitu chitosan ini melapisi bahan yang diawetkan menyelubungi, sehingga bahan itu terhindar dari kontaminasi luar Anonimous, 2006 Gambar 5. Bubuk Chitosan Sumber : Foto langsung Bubuk Chitosan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara III.BAHAN DAN METODE 1.Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboraturium Proteksi Tanaman Balai Penelitian Tanaman Karet Sungai Putih, dengan ketinggian ± 80 meter dari permukaan laut. Penelitian dilaksanakan pada tgl 12 Agustus sampai dengan 11 Nopember 2008. 2.Bahan dan Alat Adapun bahan yang digunakan adalah Isolat U. salmonicolor , bahan-bahan kimia seperti alkohol 96 , chlorox 0.2 , aquadest steril, PDA Potato Dektrose Agar, kulit udang , air, HCl 1 N, NaOH 3,5 dan 50 , Tridemorf, streptomycin. Adapun alat yang digunakan adalah autoclave untuk sterilisasi alat, becker glass, gelas ukur, gunting, erlenmeyer, deck glass, blender, hand spayer, hot plate, haemocytometer, incubator, panci, timbangan, kompor, oven, lampu bunsen, mikroskop, cork borer pelubang gabus, jarum inokulasi, batang pengaduk, saringan 40-60 mesh, cawan petri 9 cm, parapilon, alumunium foil, karet, mikropipet 100 µl, kotak penyinaran sinar ultra violet, stirrer, sheker, kain muslim, planimeter, penggaris. 3.Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL Non faktorial yang terdiri dari 6 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang diuji adalah : C0 = Kontrol tanpa perlakuan C1 = Chitosan dengan konsentrasi 10 mgml aquadest C2 = Chitosan dengan konsentrasi 20 mgml aquadest Universitas Sumatera Utara C3 = Chitosan dengan konsentrasi 30 mgml aquadest C4 = Chitosan dengan konsentarsi 40 mgml aquadest C5 = Tridemorf Calixin 750 EC 5 , dengan 0.25 ml Cawan Petri. Jumlah ulangan adalah : t r - 1 ≥ 15 6 r - 1 ≥ 15 6 r -6 ≥ 15 6 r ≥ 21 r ≥ 4 r = 24 Jumlah perlakukan = 6 Jumlah ulangan = 4 Jumlah keseluruhannya = 24 4.Pelaksanaan Penelitian

4.1 Persiapan Chitosan

Dokumen yang terkait

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai

3 64 58

Respons Morfologi Benih Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Tanpa Cangkang terhadap Pemberian PEG 6000 dalam Penyimpanan pada Dua Masa Pengeringan

2 90 58

Uji Ketahanan Beberapa Genotipe Tanaman Karet Terhadap Penyakit Corynespora cassiicola dan Colletotrichum gloeosporioides di Kebun Entres Sei Putih

1 85 68

Respons Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Dengan Pemberian Air Kelapa Dan Pupuk Organik Cair.

15 91 108

Uji Ketahanan Beberapa Klon Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Terhadap Penyakit Gugur Daun ( Corynespora Cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.) Di Kebun Entres

0 57 66

Uji Ketahanan Beberapa Klon Tanaman Karet (Hevea Brassiliensis Muel. Arg.) Terhadap 3 Isolat Penyakit Gugur Daun (Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Sacc.) Di Laboratorium

0 48 59

Uji Resistensi Beberapa Klon Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Dari Kebun Konservasi Terhadap Penyakit Gugur Daun Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

0 35 61

Uji Efektifitas Chitosan Untuk Mengendalikan Penyakit Jamur Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus (Swart: Fr) van Ov.) Pada Tanaman Karet ( Hevea brasiliensis Muell.Arg.) di Laboratorium

3 43 54

Uji Resistensi Beberapa Genotipe Plasma Nutfah Karet (Hevea brasiliensis Muell.Arg.) Terhadap Penyakit Gugur Daun (Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.) Di Laboratorium

0 30 53

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai

3 65 57