19
Dalam melakukan pelaksanaan audit audit engagement, auditor internal harus The Institute of Internal Auditing, 2009:
a. mempertimbangkan kemungkinan kesalahan error yang signifikan,
kecurangan, ketidakpatuhan, dan eksposur lain pada saat menyusun dan mengembangkan tujuan penugasan.
b. memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengidentifikasi red flag yang
mengindikasikan kemungkinan terjadinya fraud. c.
peka terhadap setiap peluang yang memungkinkan terjadinya fraud, seperti kekurangan pengendalian control deficiency. Jika terdeteksi
adanya kekurangan pengendalian, auditor internal harus melakukan pengujian tambahan untuk mengidentifikasi apakah ada kecurangan yang
terjadi. d.
mengevaluasi apakah manajemen secara aktif mempertahankan tanggung jawab program manajemen risiko fraud, bahwa setiap perbaikan karena
adanya kekurangan pengendalian control deficiency atau kelemahan telah dilakukan secara tepat waktu dan memadai.
e. mengevaluasi indicator-indikator fraud dan memutuskan apakah tindakan
lebih lanjut dibutuhkan atau apakah harus merekomendasikan pelaksanaan investigasi.
2.4 Fraud Kecurangan
2.4.1 Defenisi Fraud
20
Arens 2008:430 menggambarkan kecurangan sebagai setiap upaya penipuan yang disengaja, yang dimaksudkan untuk mengambil harta atau hak orang atau pihak
lain. Akinyomi 2012 menjelaskan fraud sebagai berikut:
“In legal terms, fraud is seen as the act of depriving a person underhandedly of something, which such a person would or might entitled to, but for the perpretation of
fraud. In its lexical meaning, fraud is an act of trickery which is intentionally practiced in order to gain illegitimate advantage. Therefore, for any action to
constitute a fraud there must be deceitful objective to benefit on the part of the perpretator at the disadvantage of another person or group. Fraud typically requires
stealing and manipulation of accounts, frequently accompanied by cover up to the theft. It also involves the translation of the stolen resources or property into own
resources or property.”
Dari kutipan di atas dijelaskan bahwa dalam istilah hukum fraud dinyatakan sebagai suatu tindakan merampas harta seseorang secara diam-diam dan tidak jujur.
Dengan kata lain fraud adalah tindakan menipu yang sengaja dilakukan untuk memperoleh keuntungan secara tidak sah. Dengan demikian akan ada pihak yang
diuntungkan pelaku fraud dan kelompoknya dan ada pihak yang dirugikan korban tindakan fraud. Tindakan fraud biasa berupa pencurian uangasset dan
pemanipulasian akun-akun, yang kemudian akan berusaha ditutupi oleh pelaku. Adapun istilah fraud kecurangan berbeda dengan error kekeliruan. Faktor
utama yang membedakan antara fraud dan error adalah tindakan yang mendasarinya, apakah termasuk tindakan yang disengaja atau tidak disengaja yang dapat
mengakibatkan terjadinya salah saji dalam laporan keuangan. Jika tindakan yang
21
menyebabkan salah saji tersebut dilakukan secara sengaja, maka disebut fraud, sedangkan tindakan yang dilakukan tidak sengaja disebut error.
2.4.2 Kondisi Penyebab Fraud
Arens 2006:432 menyatakan ada tiga kondisi yang mendorong terjadinya fraud. Ketiga kondisi ini disebut sebagai segitiga kecurangan fraud triangle, yaitu:
1. Insentif Tekanan. Manajemen atau pegawai lain merasakan insentif atau
tekanan untuk melakukan kecurangan. 2.
Kesempatan. Situasi yang membuka kesempatan bagi manajemen atau pegawai untuk melakukan kecurangan.
3. Sikap Rasionalisasi. Ada sikap, karakter, atau serangkaian nilai-nilai etis
yang membolehkan manajemen atau pegawai untuk melakukan tindakan yang tidak jujur, atau mereka berada dalam lingkungan yang cukup menekan yang
membuat mereka merasionalisasi tindakan yang tidak jujur.
Faktor tekanan biasanya timbul karena manajemen takut kehilangan insentif bonus yang dijanjikan atau ancaman pemecatan karena kegagalan mencapai target
yang ditentukan. Jika pada akhirnya gagal mencapai target, mereka merekayasa laporan keuangan sedemikian rupa demi bonus atau kelanjutan kontrak perusahaan.
Dalam suatu entitas, jika pengendalian internalnya lemah, maka kesempatan untuk melakukan kecuranganakan terbuka. Dengan adanya kesempatan, seseorang
dapat terpicu untuk melakukan kecurangan meskipun sebelumnya dia tidak memiliki niat untuk itu.
Sikap rasionalisasi melibatkan seseorang, baik itu manajemen ataupun karyawan, yang membenarkan tindakan kecurangan. Pelaku fraud meyakini bahwa
22
tindakannya bukanlah suatu kecurangan tetapi adalah sesuatu yang merupakan haknya, karena pelaku merasa telah berjasa kepada organisasi atas setiap
kontribusinya. Dalam beberapa kasus lainnya terdapat pula kondisi dimana pelaku tergoda untuk melakukan fraud karena adanya anggapan bahwa yang dicuri tidak
seberapa, dianggap hanya sekedar meminjam dan pada waktunya akan dikembalikan.
2.4.3 Faktor Pendorong terjadinya Fraud
Terdapat empat factor pendorong seseorang untuk melakukan fraud, yang disebut juga dengan teori GONE, yaitu Pusdiklatwas BPKP,2008:
1. Greed Keserakahan
2. Opportunity Kesempatan
3. Need Kebutuhan
4. Exposure Pengungkapan
Factor Greed dan Need merupakan factor yang berhubungan dengan individu pelaku fraud disebut sebagai factor individu. Keserakahan dan kebutuhan
merupakan hal yang bersifat sangat personal sehingga sulit sekali dapat dihilangkan oleh ketentuan perundangan. Apabila seseorang merasakan ada kebutuhan yang
mendesak, ditambah factor motivasi dan keserakahan, maka seseorang akan cenderung melanggar peraturan.
23
Opportunity dan Exposure merupakan factor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan fraud disebut sebagai factor generik. Adanya
kesempatan mendorong seseorang melakukan fraud, dengan pemikiran tidak akan ada kesempatan yang sama di lain waktu. Sementara exposure atau pengungkapan
berkaitan dengan proses pembelajaran berbuat curang, karena menganggap sanksi terhadap pelaku fraud tergolong ringan.
Menurut Asukwo 1999 dalam Idolor 2010, secara umum penyebab fraud adalah sebagai berikut:
1. Poor Internal Control Lemahnya Pengendalian Internal
2. Poor Book-Keeping Lemahnya Sistem Pencatatan Pembukuan
3. Greed Keserakahan
4. Inadequate Training and Re-Training kurangnya pelatihan
Pengendalian Internal yang tidak memadai biasanya menciptakan peluang bagi karyawan, pelanggan, dan non-pelanggan untuk melakukan fraud. Jadi, untuk
mengurangi atau menghilangkan tindakan fraud, sangat penting untuk terus menjaga efektifitas audit internal, security system, serta pengawasan ketaatan setiap karyawan
dalam pelaksanaan tugasnya. Ketidakmampuan untuk membuat pembukuan dengan tepat, disertai kegagalan dalam merekonsialiasi akun-akun; baik harian, mingguan,
dan bulanan, juga dapat menciptakan peluang terjadinya fraud.
24
Dalam banyak kasus ditemui bahwa factor greed keserakahan dianggap salah satu factor utama penyebab tindakan fraud. Adanya sifat serakah yang biasanya
didorong oleh keinginan untuk cepat kaya agar dapat hidup mewah, membuat seseorang menginginkan keuntungan financial yang melebihi pendapatan mereka, dan
termotivasi untuk melakukan tindakan fraud. Kurangnya pelatihan sumber daya manusia, baik dalam praktik maupun teori
mengenai aktivitas dan operational entitas dapat menyebabkan buruknya kinerja karyawan, yang akhirnya dapat memengaruhi efisiensi dan efektivitas operasional
perusahaan, dan membuka celah bagi pelaku fraud.
2.4.4 Jenis dan Bentuk Fraud Kecurangan
Statement on Auditing Standards SAS No. 82 mengidentifikasikan dua jenis kecurangan, yaitu pelaporan keuangan yang curang dan penyalahgunaan aktiva.
Pelaporan keuangan yang curang management fraud adalah dimana manajemen berupaya mengubah pelaporan laba atau asset lain dengan menambah jumlah asset
atau pendapatan atau mengurangi jumlah beban-beban dan hutang dengan tujuan mempercantik atau memperbaik laporan keuangan. Penyalahgunaan aktiva employee
fraud adalah dimana karyawan mencuri uang atau barang dari pemberi kerja. Tindakan fraud lainnya dapat berupa penggelapan, serta pencurian dana dan asset
perusahaan Alleyne and Howard, 2005.
25
Adeyemo 2012 mengklasifikasikan jenis fraud, khususnya di bidang perbankan, berdasarkan pelakunya yaitu:
1. Management Fraud Kecurangan Manajemen
Menurut Fakunle 2006:173 dalam Adeyemo 2012, kecurangan manajemen berupa pemanipulasian transaksi dan akun-akun yang
dilakukan oleh staff senior demi kepentingan pribadi pihak tertentu. Kecurangan manajemen biasa dilakukan oleh pihak manajemen, seperti
direktur atau manajer. Korban kecurangan ini biasanya para investor dan kreditor dengan laporan keuangan sebagai media tindakan kecurangan.
Dalam kebanyakan kasus, kecurangan manajemen dilakukan untuk melaporkan kinerja keuangan yang lebih baik dari sebenarnya, dengan
tujuan menarik perhatian investor dan kreditur.
2. Insiders or Employee Fraud Kecurangan Internal Karyawan
Kecurangan ini disebut juga kecurangan non-manajemen, dimana pelakunya adalah karyawan bank atau organisasi itu sendiri. Tindakan
kecurangan ini bertujuan untuk memperoleh uang atau properti dari organisasi, demi keuntungan pribadi pelaku. Menurut Olatunji 2009:183
dalam Adeyemo 2012, Insiders fraud di bank melibatkan penipuan, pemalsuan dokumen, tindakan yang melewati batas otoritas, serta
penggelapan dana.
3. Outsiders Fraud Kecurangan Eksternal
Kecurangan ini dilakukan oleh nasabah dan non-nasabah bank. Fungsi utama bank komersial adalah untuk menyalurkan dana dari pihak yang
kelebihan dana dan yang membutuhkan dana. Dalam menjalankan fungsi ini, bank dan pegawai bank berhubungan langsung dengan nasabah
maupun non-nasabah bank, yang mana dapat menimbulkan risiko kecurangan.
4. InsidersOutsiders Fraud Kecurangan Pihak Dalam Luar
Kecurangan ini merupakan tindakan kerjasama antara karyawan bank atau organisasi dengan nasabah atau non-nasabah dengan tujuan memperoleh
uang dari bank atau organisasi tersebut. Agar tindakan kecurangan oleh pelaku eksternal berhasil, seringkali dibutuhkan pihak internal untuk
memberi informasi kepada pihak eksternal yang terkait.
26
2.5 Pencegahan Fraud Kecurangan