Genetik Trauma Alergi Etiologi dan Patogenesis

Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren SAR Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009. penelitian mengungkapkan bahwa adanya respon imun yang diperantai sel secara berlebihan pada pasien SAR sehingga menyebabkan ulserasi lokal pada mukosa. 15 Respon imun itu berupa aksi sitotoksin dari limfosit dan monosit pada mukosa mulut dimana pemicunya tidak diketahui. 11,14 Beberapa kelompok bakteri dan virus diduga sebagai penyebab SAR tetapi sampai sekarang belum terbukti dengan benar. Streptococcus diduga sangat berpengaruh dalam patogenesis SAR baik secara langsung maupun melalui stimulus antigen yang mungkin melakukan reaksi silang dengan mukosa mulut, tetapi penelitian menunjukkan bahwa limfosit merespon Streptococcus sanguis dan S. mitis pada pasien SAR tidak berbeda dengan kelompok kontrol. Beberapa penelitian telah dilaporkan bahwa tidak ada bukti yang mendukung teori virus sebagai penyebab SAR. 5,7,16 Adanya hubungan terbalik antara perkembangan SAR dengan merokok. Pasien yang menderita SAR biasanya adalah bukan perokok, dan terdapat prevalensi dan keparahan yang lebih rendah dari SAR diantara perokok berat berlawanan dengan yang bukan perokok. Beberapa pasien melaporkan mengalami SAR setelah berhenti merokok. 7,17

2.2.1 Genetik

Faktor ini dianggap mempunyai peranan yang sangat besar pada pasien yang menderita SAR. Faktor genetik SAR diduga berhubungan dengan peningkatan jumlah human leucocyte antigen HLA, namun beberapa ahli masih menolak hal tersebut. HLA menyerang sel-sel melalui mekanisme sitotoksik dengan jalan mengaktifkan sel mononukleus ke epitelium. 5,15,16 Sircus berpendapat bahwa bila kedua orangtua Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren SAR Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009. menderita SAR maka besar kemungkinan timbul SAR pada anak-anaknya. Pasien dengan riwayat keluarga SAR akan menderita SAR sejak usia muda dan lebih berat dibandingkan pasien tanpa riwayat keluarga SAR. 7,16

2.2.2 Trauma

Ulser dapat terbentuk pada daerah bekas terjadinya luka penetrasi akibat trauma. 18 Pendapat ini didukung oleh hasil pemeriksaan klinis, bahwa sekelompok ulser terjadi setelah adanya trauma ringan pada mukosa mulut. 19 Umumnya ulser terjadi karena tergigit saat berbicara, kebiasaan buruk bruksism, atau saat mengunyah, akibat perawatan gigi, makanan atau minuman yang terlalu panas. 20 Trauma bukan merupakan faktor yang berhubungan dengan berkembangnya SAR pada semua penderita tetapi trauma dapat dipertimbangkan sebagai faktor pendukung. 16

2.2.3 Alergi

Alergi adalah suatu respon imun spesifik yang tidak diinginkan hipersensitifitas terhadap alergen tertentu. Alergi merupakan suatu reaksi antigen dan antibodi. Antigen ini dinamakan alergen, merupakan substansi protein yang dapat bereaksi dengan antibodi, tetapi tidak bisa membentuk antibodinya sendiri. 21 SAR dapat terjadi karena sensitifitas jaringan mulut terhadap beberapa bahan pokok yang ada dalam pasta gigi, obat kumur, lipstik atau permen karet dan bahan gigi palsu atau bahan tambalan serta bahan makanan. 21,22 Setelah berkontak dengan beberapa bahan yang sensitif, mukosa, akan meradang dan edematous. Gejala ini disertai dengan rasa panas, kadang-kadang timbul gatal-gatal, dapat juga berbentuk Tahan Habarak Parwira Banuarea : Prevalensi Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren SAR Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yang Berpengalaman SAR, 2009. vesikel kecil, tetapi sifatnya sementara dan akan pecah membentuk daerah erosi kecil dan ulser yang kemudian akan berkembang menjadi SAR. 21

2.2.4 Stres