Pengaruh Latihan Anaerobik Latihan untuk Meningkatkan Kecepatan Lari 100 Meter

70 Densitas yang mencukupi dapat menjamin efisiensi latihan, menghindarkan atlet dari jangkauan keadaan kelelahan yang kritis atau bahkan sangat melelahkan. Suatu densitas latihan yang seimbang akan mengarah kepada pencapaian rasio optimal antara rangsangan latihan dan pemulihan. Dalam pelaksanaan latihan dianjurkan istirahat antara dua session latihan sedikitnya 48 jam dan sebaiknya tidak lebih dari 96 jam. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Harsono 1988:194 yang menyatakan bahwa, Istirahat antara dua session latihan sedikitnya 48 jam, dan sebaiknya tidak lebih dari 96 jam. Dengan demikian sebaiknya latihan dilakukan 3 kali seminggu dan diselingi dengan satu hari istirahat untuk memberikan kesempatan bagi otot untuk berkembang dan mengadaptasikan diri pada hari istirahat.

d. Pengaruh Latihan Anaerobik

Latihan olahraga yang dilakukan secara sistematis, teratur, kontinyu dan berulang-ulang, serta adanya peningkatan beban secara progresif, mengakibatkan adaptasi tubuh terhadap training bersifat kronis. Latihan olahraga dapat memberikan efek atau pengaruh terhadap tubuh pelakunya. Menurut Foss Keteyian 1998:287 bahwa pengaruh atau efek latihan merupakan perubahan yang kronis pada anatomi, morfologi, fisiologi, dan psikologi yang diakibatkan oleh kegiatan latihan yang diulang-ulang. Adaptasi tubuh melalui training latihan bersifat menyeluruh yang menyangkut aspek anatomis, fisiologis, biokimia dan psikologis. Menurut Bompa 1990:77 bahwa efek latihan sebagai akibat adaptasi tubuh terhadap beban latihan. Tubuh beradaptasi terhadap sesuatu 71 yang dilatih perlahan-lahan, sesuai dengan peningkatan beban yang dilakukan secara bertahap. Latihan yang dilakukan secara terus-menerus dan berulang-ulang dapat menyebabkan perubahan pada anatomi, morfologi, fisiologi dan neuromusculer. Perubahan tersebut mengarah pada peningkatan kemampuan tubuh untuk melaksanakan kerja yang lebih berat dengan lebih baik. 1 Perubahan Morfologis dan Fisiologis Pengaruh latihan terhadap perubahan struktur, sistem dan fungsi organ dalam tubuh, dapat dibedakan menjadi : a Perubahan Biokimia dan Sistem Otot Rangka Keberhasilan dalam kerja anaerobik berkaitan dengan kemampuan otot rangka. Kegiatan fisik yang dilakukan secara teratur dan kontinyu dapat merangsang kerja enzim di dalam tubuh dan merangsang pertumbuhan sel hipertropi otot rangka. Dengan latihan akan terjadi peningkatan aktivitas enzim untuk metabolisme energi baik secara aerobik maupun anaerobik. Foss Keteyien 1998:288 menyatakan bahwa latihan anaerobik dapat meningkatkan kemampuan otot rangka. Perubahan yang terjadi pada otot ini sebagai hasil dari latihan anaerobik mengarah ke meningkatnya kapasitas sistem ATP-PC dan glikolisis anaerobik untuk membangkitkan ATP. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan sistem ATP dan PC dalam otot atau aktivitas enzim kunci yang teribat dalam sistem ATP-PC. Enzim bekerja secara efisien, sehingga dapat meningkatkan kemampuan otot dalam melakukan kerja. Otot yang terlatih pada umumnya menjadi lebih 72 besar dan lebih kuat daripada yang tidak terlatih. Akibat latihan cadangan energi di dalam otot juga dapat meningkat. Menurut Foss Keteyian 1998:289 bahwa latihan tidak hanya meningkatkan cadangan ATP dan PC, tetapi juga mempertinggi kecepatan pengisian kembali. Perubahan yang satu sama lain bermanfaat ini jelas menunjukkan bahwa kecepatan pelepasan energi oleh sel otot bisa diubah melalui program latihan pokok terutama anaerobik. Latihan anaerobik dapat merubah beberapa enzim kunci pada sistem ATP- PC. Pemecahan energi dengan sistem phosphagen menjadi lebih cepat dan efisien. Phosphagen merupakan sumber energi untuk otot yang paling cepat tersedia. Sistem phosphagen diperlukan untuk kerja otot secara maksimal dalam waktu yang singkat, seperti pada saat lari cepat. Pemecahan ATP dipermudah oleh enzim yang disebut ATPase, yang resintesisnya dipermudah oleh enzim myokinase MK dan creatine phosphokinase CPK. Enzim myokinase mengkatalisis reaksi yang terlibat dalam pengisian kembali ATP-PC. Menurut Foss Keteyian 1998 : 290 penyelidikan pada manusia menunjukkan bahwa aktivitas enzime myokinase MK dan creatine phosphokinase CPK dapat ditingkatkan dengan latihan sprint berturut-turut selama 8 minggu, dengan peningkatan sebagai berikut : ATPase 30, MK 20 dan CPK 36. Latihan tidak hanya meningkatkan cadangan ATP-PC, tetapi juga mempertinggi kecepatan pengisian kembali ATP-PC di dalam otot. Bagi atlet yang terlatih, setelah melakukan aktivitas dengan intensitas tinggi dapat segera pulih asal ke kondisi fisik normal. 73 b Perubahan Kardiorespirasi Jantung orang yang terlatih atlet lebih besar dan lebih kuat dibanding dengan orang yang tidak terlatih. Foss Keteyian 1998 : 289 menyatakan bahwa jantung atlet secara struktural beradaptasi atau berubah bentuk sehubunggan dengan latihan berkaitan dengan tipe aktivitas yang diikutinya. Kegiatan fisik dengan overload dapat mengembangkan struktur jantung. Septum sekat antara ventrikel kamar jantung kiri dan kanan lebih tebal, dinding posterior dan massa ventricular kiri juga meningkat. Jantung atlet lebih kuat dan volumenya juga dapat meningkat akibat dari peningkatan ukuran rongga end- diastolic ventrikular kiri dan peningkatan ketebalan dinding posterior. Latihan secara fisik akan meningkatkan kapasitas total paru-paru dan volume jantung, sehingga kesegaran atlet akan meningkat pula. Hal ini sebagai akibat adanya rangsangan yang diberikan terhadap tubuh. Sehubungan dengan hal tersebut A. Hamidsyah Noer 1995:21 menyatakan bahwa adaptasi atlet yang baik ditandai dengan adanya perubahan secara fisiologis berikut: a. Frekuensi denyut nadi berkurang dan tensi darah turun waktu istirahat. b. Pengembangan otot jantung hipertrophi. c. Haemoglobin HB dan glikogen dalam otot bertambah. d. Frekuensi pernafasan turun dan kapasitas vital bertambah. Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa latihan fisik akan dapat meningkatkan kemampuan kerja jantung dan pernafasan, sehingga dapat meningkatkan kesegaran jasmani secara umum. 74 2 Perubahan Mekanisme Organ Sistem Syaraf Gerak Selama melakukan latihan, gerakan yang dilatih selalu diulang-ulang secara teratur. Melalui pengulangan gerakan itu akan dapat memperbaiki koordinasi gerakan, sehingga terjadi otomatisasi gerakan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Harsono 1988:102 yang menyatakan bahwa dengan berlatih secara sistematis dan melalui pengulangan repetitions yang konstan, maka organisasi- organisasi mekanisme neurophysiologis akan menjadi bertambah baik. Gerakan yang semula sukar untuk dilakukan lama-kelamaan akan merupakan gerakan yang otomatis dan reflektif, sehingga membutuhkan konsentrasi yang lebih rendah dari pusat-pusat syaraf dibanding ketika belum melakukan latihan. Dengan adanya otomatisasi gerakan, maka gerakan tersebut dapat dilakukan dengan cepat dan efisien, sehingga memungkinkan pencapaian prestasi yang optimal. Latihan dapat memperbaiki koordinasi gerakan. Dengan perbaikan koordinasi gerakan maka gerakan lebih efisien, sehingga dapat meningkatkan prestasi olahraga, khususnya lari cepat.

3. Metode Latihan Lari Cepat Hollow Hollow Sprint

Dokumen yang terkait

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN DAN POWER OTOT TUNGKAI TERHADAP PRESTASI LARI 100 METER

4 82 134

PERBANDINGAN PENGARUH METODE LATIHAN ACCELERATION SPRINTS, HOLLOW SPRINTS, DAN REPETITION SPRINTS TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI LARI 100 METER DITINJAU DARI KEKUATAN OTOT TUNGKAI

1 18 130

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN HOLLOW SPRINTS DAN REPETITION SPRINTS TERHADAP PENINGKATAN KECEPATAN LARI 100 METER DITINJAU DARI POWER OTOT TUNGKAI

0 9 108

(ABSTRAK) KORELASI PANJANG TUNGKAI, KEKUATAN OTOT TUNGKAI, KEKUATAN OTOT LENGAN, DAN DAYA LEDAK TERHADAP KECEPATAN LARI 100 METER.

0 1 2

(ABSTRAK) HUBUNGAN PANJANG TUNGKAI, KEKUATAN OTOT TUNGKAI, KEKUATAN OTOT LENGAN DAN DAYA LEDAK TERHADAP LARI 100 METER.

0 1 2

Hubungan Panjang Tungkai, Kekuatan Otot Tungkai, Kekuatan Otot Lengan dan Daya Ledak terhadap Lari 100 Meter.

2 2 95

PENGARUH METODE LATIHAN INTERVAL ANAEROB TERHADAP PENINGKATAN KECEPATAN LARI 100 METER DITINJAU DARI RASIO PANJANG TUNGKAI DAN TINGGI BADAN.

0 0 15

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN LARI CEPAT UP HILL, DOWN HILL, KOMBINASI DOWN HILL UP HILL DAN RASIO TINGGI DUDUK TINGGI BADAN TERHADAP PRESTASI LARI CEPAT 100 METER.

0 0 16

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN DAN PANJANG TUNGKAI TERHADAP KECEPATAN LARI 100 METER

1 1 75

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN BERBEBAN LEG-PRESSDAN SQUATTERHADAP PENINGKATAN PRESTASI LARI 100 METER DITINJAU DARI RASIO PANJANG TUNGKAI : TINGGI DUDUK (StudiEksperimenpadaMahasiswa Putra PembinaanPrestasiAtletik FakultasKeguruandanIlmuPendidikanJuru

0 0 20