PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN HOLLOW SPRINTS DAN REPETITION SPRINTS TERHADAP PENINGKATAN KECEPATAN LARI 100 METER DITINJAU DARI POWER OTOT TUNGKAI

(1)

commit to user

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN

HOLLOW SPRINTS

DAN

REPETITION SPRINTS

TERHADAP PENINGKATAN

KECEPATAN LARI 100 METER DITINJAU

DARI POWER OTOT TUNGKAI

(Studi Eksperimen Metode Latihan pada Siswa Putra SMP Negeri 3 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya )

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Keolahragaan

Diajukan Oleh: Muhammad Syafaruddin

A 120809023

PROGRAM STUDI ILMU KEOLAHRAGAAN PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user

ii

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN

HOLLOW SPRINTS

DAN

REPETITION SPRINTS

TERHADAP PENINGKATAN

KECEPATAN LARI 100 METER DITINJAU

DARI POWER OTOT TUNGKAI

(Studi Eksperimen Metode Latihan pada Siswa Putra SMP Negeri 3 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya )

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Keolahragaan

Diajukan Oleh: Muhammad Syafaruddin

A 120809023

PROGRAM STUDI ILMU KEOLAHRAGAAN PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(3)

commit to user

iii

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN

HOLLOW SPRINTS

DAN

REPETITION SPRINTS

TERHADAP PENINGKATAN

KECEPATAN LARI 100 METER DITINJAU

DARI POWER OTOT TUNGKAI

(Studi Eksperimen Metode Latihan pada Siswa Putra SMP Negeri 3 Sungai Raya Kabupatan Kubu Raya)

Disusun Oleh: Muhammad Syafaruddin

A 120809023

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Pada tanggal:

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Sugiyanto Dr. dr. Muchsin Doewes, AIFO NIP : 19491108197609 1 001 NIP : 19480531197603 1 001

Mengetahui

Ketua Proram Studi Ilmu Keolahragaan

Dr. dr. Muchsin Doewes, AIFO NIP : 19480531197603 1 001


(4)

commit to user

iv


(5)

commit to user

v

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN

HOLLOW SPRINTS

DAN

REPETITION SPRINTS

TERHADAP PENINGKATAN

KECEPATAN LARI 100 METER DITINJAU

DARI POWER OTOT TUNGKAI

(Studi Eksperimen Metode Latihan pada Siswa Putra SMP Negeri 3 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya )

Disusun oleh :

MUHAMMAD SYAFARUDDIN

Nim : A.120809023

Telah Disetujui dan Disahkan Oleh Tim Penguji

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua : Prof. Dr. M. Furqon H, M. Pd ... ……..

Sekretaris : Dr. Kiyatno, dr, MARS. AIFO ... ……..

Anggota Penguji : 1. Prof. Dr. Sugiyanto ... ……..

: 2. Dr. Muchsin Doewes, dr, AIFO ... ……..

Surakarta, 13 januari 2011 Mengetahui,

Direktur PPS UNS Ketua Program Studi Ilmu Keolahragaan

Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D Dr. Muchsin Doewes, dr, AIFO NIP. 195708201985031004 NIP. 19480531197603 1 001


(6)

commit to user

vi

HALAMAN PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Muhammad Syafaruddin NIM : A120809023

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul “Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Hollow Sprints dan Repetition Sprints Terhadap Peningkatan Kecepatan Lari 100 Meter Ditinjau dari Power Otot Tungkai”. (Studi Eksperimen Metode Latihan Pada Siswa Putra SMP Negeri 3 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya), adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, November 2010 Yang membuat pernyataan


(7)

commit to user

vii

MOTTO

v Carilah ilmu setinggi-tingginya karena dengan ilmu hidup akan mudah … dengan agama hidup akan terarah.

v Suatu perjuangan tidak dapat diukur oleh suatu penghargaan namun hanya dari niat yang suci.

v Beri satu kunci untuk mengenal hidup, Jadikan setiap langkah kita sebagai ibadah, Insya Allah kita akan tahu tujuan hidup yang sesungguhnya.


(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan kepada : v Ayah dan ibu tercinta


(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkah dan rahmat-Nya, sehingga tesis saya yang berjudul “Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Hollow Sprints dan Repetition Sprints

Terhadap Peningkatan Kecepatan Lari 100 Meter Ditinjau dari Power Otot Tungkai”, dapat saya selesaikan dengan baik.

Tesis ini tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa bimbingan dan bantuan serta dukungan dari semua pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini perkenankanlah saya menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada :

a. Prof. Dr. H. Much. Syamsulhadi, dr., Sp. KJ (K) selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

c. Prof. Dr. H. Sudjarwo, M.Pd selaku ketua Program Ilmu Keolahragaan, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret atas dukungan dan arahan guna kelancaran studi.

d. Prof. Dr. Sugiyanto dan Dr. dr. Muchsin Doewes, AIFO sebagai pembimbing tesis yang telah secara seksama dan dengan penuh kesabaran dalam mencurahkan pikiran, waktu serta tenaga untuk memberikan bimbingan sampai tesis ini dapat selesai.


(10)

commit to user

x

e. Prof. Dr. Sujarwo, M.Pd dan Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd sebagai dosen yang telah secara seksama dan dengan penuh kesabaran dalam mencurahkan pikiran, waktu serta tenaga untuk memberikan masukan dalam penyusunan tesis ini.

f. Bapak Lahmudin A. Rani, S.Pd selaku kepala sekolah SMP Negeri 3 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya serta staf yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

g. Bapak Kaseri selaku guru pendidikan jasmani SMP Negeri 3 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya dalam membantu selesainya penelitian ini dari awal sampai akhir.

h. Siswa-siswa SMP Negeri 3 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya yang telah bersedia menjadi sampel penelitian serta,

i. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas bantuan baik moril ataupun materil sehingga dapat terselesaikan penulisan tesis ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas semua kebaikan yang diberikan dengan tulus dan ikhlas. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharap saran dan kritik yang sifatnya membangun sebagai bekal demi kesempurnaan tesis ini.

Surakarta, November 2010


(11)

commit to user

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iv

HALAMAN PERNYATAAN ... v

MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

ABSTRAK ... xviii

ABSTRACT ... xix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 9

D. Perumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 10


(12)

commit to user

xii

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori ... 11

1. Latihan Fisik ... 11

a. Pengaruh Latihan Fisik ... 12

b. Jenis-Jenis Latihan Fisik. ... 19

2. Metode Latihan Lari Cepat ... 22

a. Metode latihan lari cepat Hollow (Hollow Sprints) ... 23

b. Metode latihan lari cepat Repetisi (Repetition of Sprints) 25 3. Lari Cepat 100 meter ... 28

a. Kecepatan ... 29

b. Latihan Lari Cepat ... 35

c. Energi Utama Aktivitas Lari Cepat 100 Meter ... 41

d. Kecepatan Lari 100 Meter ... 42

4. Power Otot Tungkai ... 45

B. Penelitian yang Relevan ... 49

C. Kerangka Pemikiran ... 50

D. Perumusan Hipotesis ... 55

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 56

B. Metode Penelitian ... 57

C. Variabel Penelitian ... 58

D. Definisi Operasional Variabel ... 58


(13)

commit to user

xiii

F. Teknik Pengumpulan Data ... 62

G. Teknik Analisis Data ... 64

1. Uji Prasyarat Analisis ... 64

2. Uji Hipotesis ... 66

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ... 69

B. Reliabilitas ... 73

C. Pengujian Persyaratan Analisis ... 74

1. Uji Normalitas ... 74

2. Uji Homogenitas ... 75

D. Pengujian Hipotesis ... 73

E. Pembahasan Hasil Penelitian ... 80

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan ... 85

B. Implikasi ... 86

C. Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 89


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Karakteristik Umum Sistem Energi ... 19

Tabel 2. Perbandingan Karakteristik Otot FastTwitch dan Slow Twitch .... 30

Tabel 3. Latihan Interval Pedoman Waktu ... 38

Tabel 4. Latihan Interval Pedoman Jarak ... 38

Tabel 5. Rancangan Penelitian Faktorial 2 x 2 ... 57

Tabel 6. Ringkasan Anava Untuk Menghitung Eksperimen Faktorial 2 x 2 ... 67

Tabel 7. Deskripsi Data Hasil Tes Kecepatan Lari 100 Meter Tiap Kelompok Berdasarkan Penggunaan Metode Latihan dan Power Otot Tungkai ... 69

Tabel 8. Nilai Peningkatan Kecepatan Lari 100 Meter Masing-masing Sel (Kelompok Perlakuan) ... 71

Tabel 9. Range Kategori Reliabilitas ... 73

Tabel 10. Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Data ... 73

Tabel 11. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Data ... 74

Tabel 12. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Data ... 75

Tabel 13. Ringkasan Nilai Rata-Rata Kecepatan Lari Berdasarkan Jenis Metode Latihan dan Power Otot Tungkai ... 76

Tabel 14. Ringkasan Hasil Analisis Varians Untuk Penggunaan Metode Latihan Lari Cepat (A1 dan A2) ... 77


(15)

commit to user

xv

Tabel 15. Ringkasan Hasil Analisis Varians Untuk Power Otot Tungkai (B1 dan B2) ... 77 Tabel 16. Ringkasan Hasil Analisis Varians Dua Faktor ... 77 Tabel 17. Ringkasan Hasil Uji Rentang Newman-Keuls Setelah Analisis

Varians ... 78 Tabel 18. Pengaruh Sederhana, Pengaruh Utama, dan Interaksi Faktor A


(16)

commit to user

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Perkembangan Kecepatan pada Lari 100 Meter ... 43

Gambar 2. Perkembangan Frekuensi Langkah pada Lari 100 Meter ... 43

Gambar 3. Perkembangan Panjang Langkah pada Lari 100 Meter ... 44

Gambar 4. Ilustrasi Keterkaitan Diantara Kemampuan Biomotorik ... 46

Gambar 5. Histogram Nilai Rata-rata Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Kecepatan Lari 100 Meter Tiap Kelompok Berdasarkan Penggunaan Metode Latihan dan Power Otot Tungkai ... 70

Gambar 6. Histogram Nilai Rata-rata Peningkatan Kecepatan Lari 100 Meter Pada Tiap kelompok Perlakuan ... 71

Gambar 7. Bentuk Interaksi Perubahan Besarnya Peningkatan Kecepatan Lari ... 83


(17)

commit to user

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Tahapan Penelitian ... 92

Lampiran 2. Deskripsi Pelaksanaan Eksperimen ... 93

Lampiran 3. Petunjuk Pelaksanaan Test Power Otot Tungkai ... 96

Lampiran 4. Test Kecepatan Lari 100 Meter ... 98

Lampiran 5. Program Latihan Tiap Pertemuan ... 99

Lampiran 6. Daftar Siswa Putra Kelas VIII ... 108

Lampiran 7. Rekapitulasi Data Test Power Otot Tungkai Berdasarkan Rengking ... 112

Lampiran 8. Rekapitulasi Data Test Power Otot Tungkai Beserta Klasifikasinya ... 116

Lampiran 9. Rekapitulasi Data Power Otot Tungkai Beserta Klasifikasinya ... 120

Lampiran 10. Data Test Awal Kecepatan Lari 100 Meter ... 122

Lampiran 11. Data Test Akhir Kecepatan Lari 100 Meter ... 124

Lampiran 12. Rekapitulasi Data Hasil Test Awal dan Test Akhir Kecepatan Lari 100 Meter, Klasifikasi Power Otot Tungkai Beserta Pembagian Sampel ke Sel-sel ... 126

Lampiran 13. Rekapitulasi Data Test Awal dan Test Akhir Kecepatan Lari 100 Meter pada Kelompok 1 (Kelompok Latihan Hollow Sprints) ... 128


(18)

commit to user

xviii

Lampiran 14. Rekapitulasi Data Test Awal dan Test Akhir Kecepatan Lari 100 Meter pada Kelompok 1 (Kelompok Latihan Repetition

Sprints) ... 129

Lampiran 15. Uji Reabilitas Test Awal Lari 100 Meter ... 130

Lampiran 16. Uji Reabilitas Test Akhir Lari 100 Meter ... 134

Lampiran 17. Uji Normalitas Data dengan Metode Lilliofors ... 138

Lampiran 18. Tabel Kerja untuk Menghitung Nilai Homogenitas dan Analisis Varians ... 142

Lampiran 19. Uji Homogenitas dengan Uji Bartlet ... 144

Lampiran 20. Analisis Varians ... 145

Lampiran 21. Tabel Ringkasan Hasil Analisis Varians ... 146

Lampiran 22. Uji Rata-rata Rentang Newman-Keuls ... 147


(19)

commit to user

xix

ABSTRAK

MUHAMMAD SYAFARUDDIN. Perbedaan Pengaruh Latihan Hollow

Sprints Dan Repetition Sprints Terhadap Peningkatan Kecepatan Lari 100 Meter Ditinjau Dari Power Otot Tungkai. Tesis. Surakarta. Program Pascasarjana UNS Surakarta, Desember 2010.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) perbedaan pengaruh antara metode latihan hollow sprints dan repetition sprints terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya tahun pelajaran 2010/2011. (2) perbedaan hasil peningkatan kecepatan lari 100 meter antara yang memiliki power otot tungkai tinggi dan rendah pada siswa putra SMP Negeri 3 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya tahun pelajaran 2010/2011. (3) pengaruh interaksi antara metode latihan dan power otot tungkai terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya tahun pelajaran 2010/2011.

Penelitian dilakukan dengan metode eksperimen melibatkan dua variabel, yaitu variabel independen(metode latihan) terdiri dari dua variabel manipulative (hollow sprints dan repetition sprints) dan satu variabel atributif ( power otot tungkai) dan variabel dependen ( peningkatan kecepatan lari 100 meter). Rancangan penelitian menggunakan faktorial 2X2. Sampel penelitian adalah siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Sungai Raya Kabupatan Kubu Raya tahun pelajaran 2010/2011 yang mengikuti ekstrakulikuler. Teknik pengambilan sampel adalah purposive random sampling dengan cara undian. Teknik analisis data adalah Anava Rancangan 2X2. Pengujian hipotesis dilakukan dengan taraf signifikansi 0,05.

Penelitian menyimpulkan : (1) Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara metode latihan hollow sprints dan repetition sprints dalam meningkatkan kecepatan lari 100 meter. (2) Ada perbedaan hasil peningkatan kecepatan lari 100 meter yang signifikan, antara yang memiliki power otot tungkai tinggi dan power otot tungkai rendah. Peningkatan kecepatan lari pada siswa yang memiliki power otot tungkai tinggi lebih baik di banding yang memiliki power otot tungkai rendah. (3) Ada interaksi antara latihan lari cepat dan tingkat power otot tungkai terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter. Interaksinya adalah Siswa yang memiliki power otot tungkai tinggi lebih cocok jika diberikan latihan repetition sprints dan Siswa yang memiliki power otot tungkai rendah lebih cocok jika diberikan latihan hollow sprints terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter.

Kata-kata kunci : metode latihan, hollow sprints, repetition sprints, power otot tungkai.


(20)

commit to user

xx

ABSTRACT

Muhammad Syafaruddin. The Difference of Hollow Sprints and Repetition Sprints

Training Effects to Increased 100 Metre Run Speed Evaluated from Leg Muscle Power.Thesis, Surakarta. The Postgraduate Program of Sport Science of Surakarta Sebelas Maret University, December 2010.

The aim of This research is to know (1) Difference between hollow sprints and repetition sprints training method effects to increased of 100 metre run speed in the students 7th of SMP Negeri 3 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya 2010/2011, (2) Difference of result increased of 100 metre run speed between high leg muscle power and low leg muscle power, (3) Interaction between training method with leg muscle power to increased of run speed.

This research applies two method experiment that included two variables are: variable independent (training method) that consists two manipulative variables (hollow and repetition sprints) and one attributive variable (leg muscle power) and variable dependent (increased 100 metre run speed). This research applies factorial design 2 x 2 planning. Subject applied in this research is the students 7th of SMP Negeri 3 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya 2010/2011 which followed extracurricular. The data analyse technique using ANAVA. Hypothesis test is used significant level 0,05.

This research conclusion is follows (1) There is significance effect difference between hollow sprints and repetition sprints training methods in increasing 100 metre run speed, (2) There is significance difference of result increase of 100 metre run speed between students having high leg muscle power with low leg muscle power. Run speed increase of student having high leg muscle power better than students having low leg

muscle power, (3) There is interaction between run speed training and level of leg muscle power to increased of 100 metre run speed. The interaction is the students having high leg muscle power more compatibly if they were given repetition sprint training and the students with low leg muscle power more compatibly if they were given hollow sprint training to increased 100 metre run speed.


(21)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembinaan prestasi dalam olahraga, merupakan hal yang sangat perlu

mendapat perhatian sebab prestasi dibidang olahraga merupakan sesuatu yang

sangat bergengsi. Karena prestasi dalam olahraga dapat disebut sebagai parameter

bagi kemajuan dalam pembinaan dan kepelatihan olahraga, tetapi dalam hal

prestasi saat ini, dihadapkan pada suatu kenyataan bahwa prestasi atlet-atlet

Indonesia sangat minim dibandingkan dengan prestasi yang telah dicapai oleh

negara-negara tetangga, ditingkat Asia dan tingkat dunia. Hal ini sangat

memprihatinkan dan tentunya perlu adanya jalan keluar yang harus dipikirkan,

maka untuk dapat mencapai prestasi yang optimal dalam olahraga memang harus

ditunjang dengan pengembangan teori dan metodologi latihan yang didukung dari

berbagai disiplin ilmu, karena berlatih pada masa sekarang ini harus berdasar pada

prinsip-prinsip ilmiah. Dengan menggunakan prinsip-prinsip ilmiah dalam latihan

olahraga serta metode latihan yang berkualitas dan diimbangi adanya dukungan

dan peran dari berbagai disiplin pengetahuan dan teknologi, akan dapat memacu

perkembangan prestasi dalam olahraga terutama cabang atletik.

Pembinaan cabang olahraga atletik belum mampu melakukan inovasi

dalam metode latihan. Inovasi metode latihan dapat dilakukan dengan mengkaji

penemuan-penemuan baru hasil penelitian ilmiah maupun menerapkan metode


(22)

commit to user

pengetahuan dan teknologi.

Kendala yang dapat menimbulkan terhambatnya pembinaan olahraga cabang atletik adalah pelatih yang masih mengacu pada pengalaman selama menjadi atlet dan berasal dari mantan atlet sehingga jenis dan bentuk latihan bersifat praktis, tanpa menerapkan dan memperhatikan ilmu keolahragaan yang semakin komplek dan berkembang.

Pada tingkat Pengurus Daerah Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PENGDA PASI) masih kurang memperhatikan\program latihan dan proses pernbinaan yang berkelanjutan. Dalam proses pembinaan tidak memiliki program yang jelas dan terukur, program latihan yang tidak berjalan secara kontinyu dan berkesinambungan yang dibarengi dengan evaluasi yang tidak pernah dilakukan secara berkala. Bila hal ini terus berlangsung akan berakibat tidak sesuainya metode latihan yang diharapkan.

Penerapan teori dan teknologi secara optimal ke dalam olahraga semakin dirasakan manfaatnya, terutama bagi olahraga prestasi. Dalam penampilan puncaknya, prestasi yang dicapai merupakan usaha yang dilaksanakan secara terprogram, juga peranan dan usaha yang di rencanakan berdasarkan pada penelitian ilmiah, pendekatan ilmiah, dan teknologi.

Pencapaian prestasi dalam olahraga memerlukan berbagai kajian serta analisis yang cermat mengenai faktor-faktor yang menentukan dan menunjang prestasi. Faktor-faktor yang menentukan dan menunjang prestasi tersebut dapat dijadikan dasar dalam menyusun program latihan.


(23)

kaidah-commit to user

kaidah metodologi yang benar, sesuai dengan faktor-faktor yang secara khusus terkait dengan pola dan bentuk latihan yang dilakukan. Faktor yang menentukan secara lebih khusus dalam kecepatan lari adalah unsur kecepatan, kekuatan, dan

power.

“Unsur kecepatan merupakan unsur fisik yang banyak diperlukan untuk lari cepat dalam atletik, sehingga banyak faktor yang mempengaruhinya yaitu kecepatan kontraksi otot, kecepatan gerak menahan suatu hambatan, koordinasi kekuatan berbagai macam otot dan panjang pengungkit (Jensen, C.R. Schultn, G.W. and Bongerter, B.C.1983: 185-189)”.

Pada nomor lari cepat kekuatan dan kecepatan mempunyai pengaruh yang besar terhadap power yang banyak diperlukan dalam kecepatan yang membutuhkan kontraksi otot yang cepat terutama pada kegiatan yang membutuhkan waktu singkat.

Bompa (1990: 315-317) berpendapat, faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan lari adalah:

1. Keturunan (heredity)

2. Waktu reaksi

3. Kemampuan mengatasi tahanan (resistance) eksternal

4. Teknik, misalnya gerakan lengan, tungkai, sikap tubuh pada waktu lari dan sebagainya

5. kosentrasi dan semangat

6. Elasitas otot, terutama otot-otot dipergelangan kaki dan pinggul


(24)

commit to user

secepat mungkin yang dihasilkan oleh gerakan dari langkah-langkah kaki. Sehingga dalam hal ini unsur pokoknya adalah ayunan lengan, panjang lengan, dan kecepatan frekuensi langkah (Hay James, 1985: 395-401)”.

Gerakan langkah kaki dalam lari cepat terdiri dari serangkaian tolakan, ayunan dan pendaratan, unsur utamanya adalah power tungkai (untuk tolakan) kecepatan (untuk ayunan) dan koordinasi kerja otot (untuk keseimbangan dan koordinasi dari serangkaian gerakan tersebut). Oleh karena itu Pyke, (1991: 136) menyarankan agar dalam melakukan latihan untuk lari cepat agar berprinsip pada pengembangan kecepatan gerak anggota tubuh, frekuensi langkah, power tungkai, langkah panjang, dan percepatan yang efisien. Oleh karena itu dalam menyusun program latihan untuk meningkatkan prestasi lari cepat harus cermat dan penuh perhitungan, agar latihan tersebut dapat mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan.

Peningkatan kecepatan lari cepat diperlukan latihan yang intensif, program latihan yang baik, dan diperlukan metode latihan yang benar. Selain itu juga diperlukan metode latihan yang bersifat khusus yang sesuai dengan karakteristik nomor lari cepat tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Fox, Edward L. Bowers, Richard W and Foss, Merie L (1988: 171) bahwa untuk meningkatkan prestasi harus dilakukan latihan yang bersifat khusus, yaitu: "khusus terhadap sistem energi yang digunakan dan khusus terhadap pola gerak yang sesuai dengan olahraga tersebut".

Kecepatan erat kaitannya dengan kekuatan dapat ditingkatkan melalui latihan power otot. Berdasarkan pada kaidah-kaidah metodologi yang benar, faktor-faktor secara khusus terkait dan pola gerak keterampilan dalam kecepatan


(25)

commit to user

lari, perlu mempertimbangkan inovasi dalam bidang metode latihan yang mengkaji pada pengembangan teori dan metodologi latihan, penemuan baru hasil penelitian yang relevan yang selaras dengan pemanfaatan pengembangan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kecepatan merupakan faktor atau komponen bio-motorik yang diperlukan pada lari cepat, selain unsur-unsur : kekuatan, power, kelentukan, dan daya tahan.

Kecepatan adalah faktor yang paling penting dan paling berat dari berbagai faktor-faktor atau komponen bio-motorik yang diperlukan pada lari cepat tersebut, sebagaimana yang dikemukakan oleh Nossek (1982 : 63), yang menyatakan bahwa kemungkinan meningkatnya kekuatan dan daya tahan melalui latihan yang dispesialisasi sangat tinggi, sampai 100 %. Sebaliknya peningkatan kecepatan sangat terbatas, misalnya peningkatan kecepatan lari cepat hanya 20-30 %.

Kecepatan lari cepat merupakan fungsi dari bentuk secara biomekanika, yaitu: mempertahankan kecepatan maksimal, kecepatan akselerasi dan peningkatan baik panjang langkah maupun frekuensi langkah. Jika seorang pelatih ingin meningkatkan kecepatan lari seorang atlet maka factor kecepatan dan power (kecepatan x kekuatan) adalah faktor-faktor kondisi fisik yang harus diperhatikan paling utama pada program latihannya selain komponen biomotorik lainya.

Frekuensi langkah dan panjang langkah menentukan kecepatan lari, hal ini merupakan peran dari power otot tungkai seseorang. Power otot tungkai yang dimaksudkan disini adalah kemampuan otot atau sekelompok otot-otot tungkai untuk melakukan kerja atau melawan beban atau tahanan dalam waktu yang


(26)

commit to user

sesingkat-singkatnya. Power otot tungkai tidak hanya dibutuhkan atau berperan dalam lari cepat saja, tetapi pada hampir semua cabang olahraga, terutama untuk gerakan lari, melompat, meloncat, menendang dan gerakan-gerakan lain yang melibatkan kerja otot tungkai yang dikerahkan secara maksimal dalam waktu yang singkat. Power otot tungkai yang dimiliki seseorang akan menentukan frekuensi langkah (stride rate) dan panjang langkah (stride length) pada saat berlari sehingga akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan larinya.

Latihan yang intensif dan terprogram secara baik diperlukan dalam upaya meningkatkan kecepatan lari seseorang. Selain itu diperlukan adanya suatu metode latihan atau strategi pendekatan latihan yang bersitat khusus, yakni : khusus terhadap sistem energi yang digunakan, khusus terhadap kelompok otot yang dilatih, khusus terhadap pola gerak yang sesuai dengan keterampilan gerak lari cepat.

Metode latihan untuk melatih kecepatan 100 meter, diantaranya

acceleration sprints, hollow sprints, dan repetition sprints. Semua metode latihan tersebut memiliki kontribusi yang sangat baik terhadap peningkatan kecepatan lari, walaupun dalam pelaksanaannya berbeda-beda. Oleh karena itu, metode latihan tersebut sangat menarik untuk di kaji lagi, untuk menemukan metode mana yang lebih efektif untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter.

Di SMP Negeri 3 Sungai Raya, kabupaten Kubu Raya sebelumnya belum pernah ada siswa sekolah tersebut mumpunyai prestasi sampai di tingkat provinsi khususnya lari 100 meter. Untuk itu saya berkeinginan mengadakan penelitian di SMP Negeri 3 Sungai Raya untuk meningkatkan prestasi khususnya lari 100


(27)

commit to user

meter.

Berdasarkan berbagai pertimbangan yang melatarbelakangi permasalahan ini, maka peneliti ingin mengadakan penelitian yang berkaitan dengan metode latihan untuk meningkatkan kecepatan lari. Dari berbagai metode latihan untuk meningkatkan kecepatan lari tersebut sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, saya tertarik pada dua metode latihan lari cepat yaitu metode latihan hollow sprints dan metode latihan repetition sprints. Alasan pemilihan kedua metode latihan lari cepat tersebut karena kedua metode tersebut sama-sama biasa digunakan dalam upaya untuk meningkatkan kecepatan lari dan kekuatan otot, walaupun karakteristik kedua metode latihan lari cepat tersebut berbeda. Pada metode latihan hollow sprints kecepatan lari dengan dua kali periode lari cepat yang diselingi dengan periode jogging atau jalan, sedangkan pada metode latihan repetition sprints kecepatan maksimal dimulai sejak dari awal lari sampai finis.

Selain pada kedua metode latihan lari cepat tersebut, penelitian ini juga dikenakan pada subyek penelitian yang memiliki power otot tungkai tinggi dan subyek yang memiliki power otot tungkai rendah. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahui tingkat perbedaan pengaruh di antara kedua metode tersebut pada subyek yang memiliki power otot tungkai berbeda. Karena power otot tungkai juga merupakan faktor utama yang menentukan kecepatan lari seseorang.

Metode-metode latihan lari cepat yang digunakan pada penelitian ini adalah metode latihan hollow sprints dan metode latihan repetition sprints. Dengan harapan peneliti dapat mengetahui metode mana yang paling tepat untuk


(28)

commit to user

mengembangkan kecepatan lari. Untuk selanjutnya dalam penelitian ini akan dikembangkan lebih jauh, dengan mengambil judul penelitian “Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Hollow Sprints dan Repetition Sprints Terhadap Peningkatan Kecepatan Lari 100 Meter Ditinjau dari Power Otot Tungkai” (Studi eksperimen metode latihan pada siswa putra SMP Negeri 3 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya)”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, muncul sejumlah pertanyaan atau perrnasalahan yang perlu diidentifikasi antara lain sebagai berikut:

1. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter siswa putra kelas VIII SMP.

2. Metode latihan Hollow Sprints dan Repetition Sprints yang diterapkan akan meningkatkan kecepatan lari 100 meter siswa putra kelas VIII SMP.

3. Bentuk latihan Hollow Sprints dan Repetition Sprints mempunyai pengaruh terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter siswa putra kelas VIII SMP. 4. Power otot tungkai dapat mempengaruhi peningkatan kecepatan lari 100 meter

siswa putra kelas VIII SMP.

5. Penerapan metode latihan dan power otot tungkai berpengaruh terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter siswa putra kelas VIII SMP.


(29)

commit to user C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini terbatas pada:

1. Metode latihan yang tepat untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter siswa putra kelas VIII SMP.

2. Tinggi rendahnya power otot tungkai dapat mempengaruhi peningkatan kecepatan lari 100 meter siswa putra kelas VIII SMP.

3. Perbedaan pengaruh metode latihan dan tinggi rendahnya power otot tungkai terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter siswa putra kelas VIII SMP.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan :

1. Adakah perbedaan pengaruh antara metode latihan Hollow Sprints dan metode latihan Repitition Sprints terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter siswa putra kelas VIII SMP ?

2. Adakah perbedaan hasil peningkatan kecepatan lari 100 meter antara yang memiliki power otot tungkai tinggi dan rendah pada siswa putra kelas VIII SMP ?

3. Adakah pengaruh interaksi antara metode latihan dengan power otot tungkai terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter siswa putra kelas VIII SMP?


(30)

commit to user E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Perbedaan pengaruh antara metode latihan Hollow Sprints dan metode

latihan Repetition Sprints terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter siswa putra kelas VIII SMP.

2. Perbedaan hasil peningkatan kecepatan lari 100 meter antara yang memiliki power otot tungkai tinggi dan rendah pada siswa putra kelas VIII SMP.

3. Interaksi antara metode latihan dan power otot tungkai terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter siswa putra kelas VIII SMP.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut : 1. Secara ilmiah dapat memberikan dan menambah wawasan serta ilmu

pengetahuan bagi guru pendidikan jasmani, pembina olahraga, pelatih cabang olahraga dan bagi peneliti sendiri tentang pentingnya memilih dan menggunakan metode latihan yang tepat untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter siswa putra kelas VIII SMP.

2. Memberi sumbangan pengetahuan sebagai bahan pertimbangan tentang pentingnya memperhatikan faktor power otot tungkai didalam upaya meningkatkan kecepatan lari 100 meter siswa putra kelas VIII SMP.

3. Secara praktis bagi peneliti hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan perbandingan apa bila para peneliti akan mengadakan penelitian tentang metode latihan terutama hollow Sprints dan repetition sprints dan power otot tungkai terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter.


(31)

commit to user BAB II

KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori 1. Latihan Fisik

Latihan adalah suatu proses yang harus dilalui oleh seorang atlet untuk

mencapai suatu prestasi. Salah satu upaya untuk mencapai dan meningkatkan

prestasi olahraga adalah melalui latihan. Banyak pendapat yang telah

dikemukakan oleh para ahli mengenai pengertian atau definisi dari latihan.

Berkaitan dengan proses dan jangka waktu latihan, Nossek, Josef (1982:10).

menyatakan bahwa, “Latihan adalah suatu proses atau dengan kata lain periode

waktu yang berlangsung selama beberapa tahun sampai atlet tersebut mencapai

standar penampilan yang tinggi”. Menurut Harsono (1988:10) latihan adalah

“Proses yang sistematis, berulang-ulang dengan kian hari kian menambah jumlah

beban latihan atau pekerjaan”.

”Latihan fisik merupakan kegiatan fisik yang dilakukan secara sistematik, berulang-ulang dalam jangka waktu yang panjang dengan peningkatan beban secara bertahap dan bersifat individual yang bertujuan untuk membentuk kondisi fisiologis dan psikologis, sehingga dapat melaksanakan tugas dengan baik (Brooks, GA & Fahay, TD, 1984:231)”.


(32)

commit to user

Melalui latihan fisik, seseorang dapat meningkatkan sebagian besar

sistem fisiologis dan dapat menyesuaikan diri pada tuntutan fungsi yang melebihi

dari apa yang biasa dijumpai dari dirinya.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa

metode latihan fisik adalah suatu cara yang berbentuk aktivitas fisik yang

dilakukan secara sistematis, berulang-ulang secara terus menerus dengan

penambahan beban latihan (over load principle) secara periodik yang

dilaksanakan berdasarkan pada intensitas, pola dan metode tertentu yang

bertujuan untuk meningkatkan prestasi atlet.

Pemilihan suatu metode latihan yang tepat merupakan salah satu faktor

penentu keberhasilan suatu program latihan. Pemilihan metode latihan yang tepat

menurut Yusuf Hadisasmita & Aip Syarifuddin ( 1996 : 142 ) tergantung pada:

1) Tujuan umum melatih

2) Tugas-tugas tertentu

3) Kekhususan suatu cabang olahraga

4) Kedewasaan fisik dan mental

5) Tingkat kemampuan atlet

a. Pengaruh Latihan Fisik

Latihan fisik yang dilakukan secara sistematis, teratur dan kontinyu

serta menerapkan prinsip-prinsip latihan yang baik dan tepat akan menyebabkan


(33)

commit to user

kemampuan tubuh untuk melaksanakan kerja yang lebih berat.

Agar dapat mencapai hasil sesuai yang diharapkan, program latihan

yang disusun dan dilakukan harus memperhatikan prinsip-prinsip latihan secara

benar. Prinsip-prinsip Latihan yang perlu digunakan sebagai pedoman dalam

pelaksanaan latihan, menurut Sajoto, M. (1995:30-31) yaitu:

1) Prinsip overload (beban Lebih )

2) Prinsip penggunaan beban secara progresif

3) Prinsip pengaturan latihan

4) Prinsip kekhususan program latihan

Latihan terprogram dengan berdasarkan prinsip-prinsip latihan secara

benar, akan dapat mencapai hasil sesuai yang diharapkan. Prinsip-prinsip dasar

latihan tersebut perlu dipedomani dalam melaksanakan latihan. Dengan

berpedoman pada prinsip-prinsip dasar latihan maka program latihan dapat

disusun.

Dalam penyusunan program latihan perlu diperhatikan beberapa faktor

yang dapat mempengaruhi keberhasilan program latihan tersebut dalam

meningkatkan prestasi. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah :

1) Intensitas latihan

Intensitas latihan adalah dosis beban latihan yang harus dilakukan atlet

dalam suatu program latihan tertentu. Intensitas (intensity) latihan sering diartikan


(34)

commit to user

jumlah denyutan jantung meningkat tiap menitnya atau denyut nadi latihan (heart

rate). Intensitas yang diberikan tidak boleh terlalu rendah atau terlalu tinggi.

Apabila intensitas terlalu rendah maka pengaruh latihan sangat kecil atau bahkan

tidak ada sama sekali. Sebaliknya apabila terlalu tinggi dapat berakibat terjadinya

cedera atau sakit. Jadi dalam menentukan intensitas latihan harus memperhatikan

kemampuan masing-masing atlet.

Dalam menentukan dosis latihan ada tiga cara yang bisa dicapai sebagai

patokan ambang rangsang, yaitu: denyut nadi, asam laktat, dan ambang rangsang

anaerobik. Cara yang termudah adalah dengan pengukuran perhitungan denyut

nadi.

Menurut Harre, D (1982: 116), “untuk meningkatkan daya ledak adalah

dengan berat beban 30%-50% atau 60%-70%, ulangan 6-10 kali, set 4-6 kali,

istirahat 2-5 menit, irama eksplosit”.

2) Lama latihan

Lama latihan atau durasi latihan adalah berapa minggu atau bulan

program latihan itu dijalankan serta berapa lama latihan dilakukan setiap kali

latihan (Soekarman, 1987:63), sehingga seorang atlet dapat mencapai kondisi

yang diharapkan. Lama latihan ditentukan berdasarkan kegiatan latihan per

minggu, per bulan atau aktivitas latihan yang dilakukan dalam jangka waktu per

menit atau jam. Lama latihan berbanding terbalik dengan intensitas latihan. Bila


(35)

commit to user

intensitas latihan rendah maka durasi latihan lebih panjang.

Sajoto, M (1995: 70) menyatakan bahwa “lama latihan hendaknya

dilakukan 4-8 minggu”. Sedangkan Harsono (1988: 117) berpendapat bahwa

“untuk tujuan olahraga prestasi, lama latihan 45-120 menit dan untuk olahraga

kesehatan lama latihan 20-30 menit dan training zone”.

3) Frekuensi latihan

Yang dimaksud dengan frekuensi latihan adalah jumlah latihan intensif

yang dilakukan dalam satu minggu. Untuk menentukan frekuensi latihan harus

memperhatikan kemampuan seseorang, sebab kemampuan setiap orang tidak

sama dalam beradaptasi dengan program latihan. Bila frekuensi latihan terlebih

dapat mengakibatkan cedera, tetapi bila frekuensi kurang maka tidak memberikan

hasil karena otot sudah kembali pada kondisi semula sebelum latihan.

Jumlah frekuensi latihan bergantung pada jenis, sifat dan karakter

olahraga yang dilakukan. Latihan sebaiknya dilakukan 3 kali dalam satu minggu

untuk memberi kesempatan bagi tubuh beradaptasi dengan beban latihan.

“Sajoto, M (1995: 35) mengemukakan bahwa, program latihan yang dilaksanakan 4 kali setiap minggu selama 6 minggu cukup efektif, namun para pelatih cenderung melaksanakan 3 kali setiap minggu untuk menghindari terjadinya kelelahan yang kronis, dengan lama latihan yang dilakukan selama 6 minggu atau lebih. Latihan dengan frekuensi 3 kali per minggu sangat sesuai bagi pemula dan tidak menimbulkan kelelahan yang berarti”.


(36)

commit to user 4) Prosedur Pelatihan

Pelaksanaan pelatihan harus sesuai dengan prosedur pelatihan, dimana pelatihan dibagi menjadi 3 bagian yaitu : pemanasan, pelatihan inti dan pelatihan penutup. Hal-hal tersebut di atas sangat penting dalam menyusun program latihan suatu cabang olahraga, sehingga usaha latihan untuk meningkatkan dari maksimal ke super maskimal dapat terwujud tanpa merugikan atlet karena terjadinya cedera.

“Otot yang dilatih secara teratur dengan dosis dan waktu yang cukup, akan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan secara fisiologis yang mengarah pada kemampuan menghasilkan energi yang lebih besar dan dapat memperbaiki penampilan fisik (Fox, Edward L.Bowers, Richard W and Foss, Marie L :l988)”.

Perubahan-perubahan biokimia yang terjadi dalam otot skelet sebagai

akibat dari latihan yang dilakukan berupa :

1) Konsentrasi karotin otot meningkat 39 %, PC 22%, ATP 18% dan

Glikogen 66%.

2) Aktivitas enzim glikolitik meningkat

3) Aktivitas enzim pembentuk kembali ATP disebut dapat meningkat kecil

dan tidak dapat ditentukan.

4) Aktivitas enzim daur Kreb's mengalami sedikit peningkatan.

5) Konsentrasi mitochondria tampak menurun karena akibat meningkatnya

ukuran myofibril dan bertambahnya cairan otot atau sarkoplasma.

Sedangkan perubahan fisiologis sebagai akibat dari latihan adalah


(37)

commit to user

1) Perubahan biokimia dalam jaringan

2) Perubahan sistemik, yaitu perubahan sistem sirkulasi dan respirasi dan

sistem pengangkutan oksigen

3) Perubahan yang terjadi pada komposisi tubuh, kadar kolesterol dan

trigliserida, perubahan tekanan darah, perubahan oklimatisasi pada

panas. Fox, Edward. L; Bowers; Richard W and Foss, Marie L (1988).

“Fox, Edward. L; Bowers; Richard W and. Foss, Marie L. (1988:27) menyatakan bahwa, prinsip dasar dalam program latihan adalah mengetahui sistem energi utama yang dipakai untuk melakukan aktivitas dan kemudian melalui prinsip overload, disusunlah suatu program latihan yang akan mengembangkan sistem energi khusus tersebut”.

Menurut Fox (1984 : 34-36 ), sistem energi berdasarkan waktu

penampilan olahraga secara umum dibedakan menjadi 4 (empat) bidang, yaitu :

1) Bidang 1, semua aktivitas yang memerlukan waktu penampilan kurang

dari 30 detik. Sistem energi utama yang terlibat adalah ATP-PC, contoh

olahraganya adalah lari 100 m, pukulan dalam tenis dan golf, gerakan

lari pemain belakang sepakbola.

2) Bidang 2, semua aktivitas yang memerlukan waktu penampilan antara

30 detik sampai 1½ menit. Sistem energi utama yang terlibat adalah

ATPPC dan asam laktat, contoh olahraganya adalah lari 200 meter dan


(38)

commit to user

3) Bidang 3, semua aktivitas yang memerlukan waktu penampilan antara

1½ menit sampai 3 menit. Sistem energi utama yang terlibat adalah

asam laktat dan Oksigen, contoh olahraganya adalah lari 800 meter dan

1500 meter, renang gaya bebas 200 dan 400 meter, nomor-nomor

senam, tinju (3 menit tiap ronde) dan gulat (2 menit tiap babak).

4) Bidang 4, semua aktivitas yang memerlukan waktu penampilan lebih

dari 3 menit. Sistem energi utama yang terlibat adalah Oksigen. Contoh

olahraganya adalah lari marathon, renang gaya bebas 1500 meter dan

jogging.

Berdasarkan pendapat di atas, lari 100 meter merupakan olahraga yang

masuk pada bidang 1, karena lari menggunakan power otot tungkai maksimal

dalam waktu yang singkat dan gerakan selanjutnya juga sangat cepat, sehingga

sistem energi utama untuk adalah ATP-PC. Konsentrasi ATP-PC yang

dibutuhkan untuk lari 100 meter adalah 100%.

Sedangkan karakteristik umum dari sistem energi tersebut, dapat dilihat


(39)

commit to user

Tabel 1. Karakteristik Umum Sistem Energi

Sistem ATP-PC Sistem Lactid Acid Sistem Oksigen

Anaerobik (tanpa oksigen)

Anaerobik Aerobik

Sangat cepat Cepat Lambat

Bahan bakar kimia: PC Bahan bakar makanan: Glikogen

Bahan bakar makanan: glikogen dan protein Produksi ATP sangat

Terbatas

Produksi ATP terbatas Produksi ATP tidak terbatas

Penyimpanan / penimbunan di otot terbatas

Dengan memproduksi Lactid Acid menyebabkan kelelahan otot

Dengan

memproduksi, tidak melelahkan

Menggunakan aktivitas lari cepat atau berbagai power yang tinggi, waktu aktivitasnya

Menggunakan aktivitas dengan lama antara 1- 3 menit

Menggunakan daya tahan atau aktivitas dengan durasi panjang

(Dikutip dari Fox. Edward, L, 1984:22)

b. Jenis-Jenis Latihan Fisik

Latihan fisik mempunyai tujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam

gerakan, agar gerakan-gerakan yang semula sulit dilakukan menjadi semakin

mudah dan terjadi otomatisasi gerakan sehingga dalam penggunaan energi dapat

dihemat.

Tujuan latihan fisik yang lain menurut Bompa (1990:3-5) adalah bahwa

dalam rangka mencapai tujuan utama latihan yaitu puncak penampilan prestasi

yang lebih baik. Untuk mencapai puncak penampilan yang lebih baik, perlu


(40)

commit to user

1) Mencapai dan memperluas perkembangan fisik secara menyeluruh.

2) Menjamin dan memperbaiki perkembangan fisik khusus sebagai suatu

kebutuhan yang telah ditentukan di dalam praktek olahraga.

3) Menanamkan kualitas kemampuan melalui latihan yang mencukupi

serta disiplin untuk tingkah laku, ketekunan dan keinginan untuk

menanggulangi kerasnya latihan dan menjamin persiapan psikologis

yang cukup.

4) Mempertahankan keadaan kesehatan.

5) Mencegah cedera melalui penanganan terhadap penyebabnya dan juga

meningkatkan fleksibilitas di atas tingkat tuntutan untuk melaksanakan

gerakan.

6) Memberikan sejumlah pengetahuan teoritis yang berkaitan dengan

dasar-dasar fisiologis dan psikologis latihan, perencanaan gizi dan

regenerasi.

Disamping itu latihan fisik juga bertujuan untuk :

1) Meningkatkan perkembangan fisik secara umum.

2) Mengembangkan fisik secara khusus sesuai dengan tujuan olahraga

tertentu.

3) Menyempurnakan teknik olahraga tertentu


(41)

commit to user

Latihan fisik dapat dibagi menjadi 3 kategori, yaitu :

1) Latihan aerobik

2) Latihan anaerobik

3) Latihan beban (weight training)

Perbedaan dari ketiga jenis latihan tersebut adalah pada jenis latihan dan sistem energinya. Latihan aerobik biasanya untuk latihan ketahanan atau daya tahan. Latihan ini masuk pada kategori latihan dengan sistem energi bidang 4, yaitu semua aktivitas yang memerlukan waktu penampilan lebih dari 3 menit dan sistem energi utama yang terlibat adalah Oksigen. Latihan aerobik digunakan untuk melatih olahraga seperti lari marathon, renang gaya bebas 1500 meter dan jogging.

Latihan anaerobik masuk pada bidang 1, yaitu semua aktivitas yang memerlukan waktu penampilan kurang dari 30 detik. Sistem energi utama yang terlibat adalah ATP-PC. Latihan anaerobik biasanya untuk melatih power, kecepatan dan kelincahan. Salah satu jenis latihan anaerobik adalah Latihan lari cepat (sprint).

Latihan beban (weight training) merupakan latihan fisik dengan bantuan alat berupa besi yang merupakan beban, yang khusus ditujukan untuk meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot guna membantu kemajuan penampilan seseorang. Latihan beban sistem energinya tergantung pada jenis latihan beban yang akan dilakukan, misalnya untuk melatih kekuatan maksimal, latihan beban dilakukan dengan intensitas maksimal, sedikit pengulangan gerakan namun bebannya maksimal, sistem energi latihan ini adalah ATP-PC dan asam laktat.


(42)

commit to user

Berdasarkan jenis-jenis latihan fisik di atas, penelitian ini menggunakan metode latihan (lari cepat hollow dan repetisi) karena bermanfaat untuk meningkatkan kecepatan yang sangat diperlukan dalam lari 100 meter.

2. Metode Latihan Lari Cepat

Metode latihan untuk mengembangkan kondisi fisik dalam cabang

olahraga atletik nomor lari, khususnya lari cepat atau jarak pendek, menurut Fox

(1984: 212), terdiri dari “latihan cepat akselerasi (acceleration sprint) dan latihan

kemampuan mengembangkan sistem energi yang berbeda, namun semuanya

sama-sama mengembangkan sistem energi yang menunjang di cabang olahraga

atletik pada nomor lari.

Menurut Jonath, Haag & Kremple (1987 : 19-20) kecepatan didefinisikan sebagai hasil kerja suatu massa. Di dalam dasar gerakan manusia, massa adalah tubuh atau salah satu anggota tubuh dan tenaga merupakan kekuatan otot yang digunakan seseorang menurut massa yang digerakkan. Lari cepat (sprint) sangat memerlukan kondisi fisik yang sangat prima, oleh karena itu perlu dicari suatu metode yang cocok dan pas untuk tiap-tiap atlit sesuai dengan karakteristik masing-masing atlit. Sebagai dasar pengembangan metode latihan yang baik perlu diketahui bahwa kualitas fisik dasar sangatlah penting diketahui oleh setiap pelatih atau guru olahraga (Nossek, Josef. 1982 : 19), kualitas fisik dasar meliputi :

a. Kecepatan (speed) b. Kekuatan (strength) c. Ketahanan (endurance)


(43)

commit to user

Sedangkan unsur lain yang sangat mendukung pencapaian prestasi antara lain disiplin, motivasi, fleksibilitas (kelenturan), agility (kelincahan dan keseimbangan gerak).

Dalam pembinaan kecabangan olahraga unsur-unsur tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan dalam program, melainkan merupakan suatu kesatuan yang utuh, sehingga sebagai konsekuensi dari analisa-analisa semacam itu dapat dikatakan pada masing-masing kecabangan olahraga, kualitas fisik dasar bertindak bersama-sama dan “campuran” dengan unsur lain dilatih dan dikembangkan dengan memberi tekanan yang sesuai pada unsur fisik tertentu yang penting dan dominan pada masing-masing kecabangan olahraga tertentu secara tepat.

a. Metode latihan lari cepat Hollow (Hollow Sprints)

Latihan hollow sprints merupakan suatu bentuk latihan yang dilakukan berselang. Menurut Rex Hazeldine (1985: 102) menyatakan bahwa hollow sprints

menggunakan dua kali sprint yang diselingi dengan periode recovery dengan cara lari pelan atau jogging. Sprint sejauh 30-50 meter, jogging 30-50 meter, sprint lagi 30-50 meter, kemudian berjalan sebagai fase recovery. Pada fase recoveri memungkinkan kita untuk mempersiapkan diri untuk melanjutkan ke repetisi berikutnya.

Misalnya sprint sepanjang 30 meter, jogging atau jalan 30 meter, lalu

sprint lagi 30 meter, kemudian jalan 30 meter. Jadi pelaksanaannya dalam ulangan (repetisi) yaitu, cepat-pelan cepat. Di antara ulangan yang dilakukan diselingi dengan periode istirahat.


(44)

commit to user

Hollow sprints merupakan latihan yang dilakukan pada satu repetisi terdapat dua ka1i kerja lari menempuh jarak tertentu pada intensitas tinggi diantara sekali jarak intensitas rendah. Dengan periode kerja pada intensitas tinggi yang dilakukan secara berulang pada satu repetisi, terjadi pengurasan energi ATP dan PC untuk kerja otot.

Latihan hollow sprints jika dilakukan secara berulang-ulang dapat memungkinkan terjadinya akumulasi LA di dalam darah dan otot. Dengan adanya akumulasi LA tersebut maka pengembangan kondisi fisiknya terutama dalam daya tahan anaerobik, dengan sistem energi ATP-PC dan LA. Latihan hollow sprints dapat meningkatkan kemampuan daya tahan dan membuat tubuh lebih toleran terhadap asam laktat.

Latihan hollow sprints mengembangkan sistem energi LA 10% dan

sistem energi 25%. Latihan hollow sprints ini cukup baik untuk meningkatkan

daya tahan, khususnya daya tahan anaerobik atau daya tahan kecepatan. Dengan

peningkatkan daya tahan anaerobik ini maka kemampuan pelari dalam melakukan

kerja dapat meningkat. Dengan demikian latihan hollow sprints dapat

meningkatkan kecepatan lari 100 meter.

Pada latihan hollow sprints yang ditekankan adalah latihan banyaknya

frekuensi langkah. Dalam usaha meningkatkan kualitas fisik pada tingkat yang

lebih tinggi, perlu mempunyai pengetahuan yang cukup pada tingkat yang lebih

tinggi, perlu mempunyai pengetahuan yang cukup efek pelatihan terhadap organ

tubuh dan perototan. Pengembangan kondisi fisik sebagai efek pelatihan


(45)

commit to user

memperoleh efek pelatihan yang maksimal, pelatihan harus spesifik sesuai dengan

cabang olahraga yang ditekuni. Latihan hollow sprints jika dilakukan secara

berulang-ulang dapat memungkinkan terjadinya akumulasi LA di dalam darah dan

otot. Dengan adanya akumulasi LA tersebut maka pengembangan kondisi fisiknya

terutama dalam daya dalam anaerobik, dengan sistem energi ATP-PC dan LA.

Latihan hollow sprints memiliki keuntungan dan kelemahan yang dapat

di analisis sebagai berikut:

Keuntungan Kelemahan Efektif untuk

mengembangkan frekuensi langkah pada lari cepat

Kurang efektif untuk mengembangkan langkah (stredle length) pada lari cepat

Dapat memberikan pengaruh pada peningkatan kecepatan reaksi, terutama reaksi sederhana

Resiko cedera yang terjadi tinggi, terutama cedera otot kaki, karena kecepatan lari tambah secara tidak bertahap

Efektif untuk

mengembangkan kekuatan otot dan kecepatan reaksi

Recovery yang cukup untuk bisa melanjutkan ke repetisi berikutnya

b. Metode latihan Lari Cepat Repetisi (Repetition of Sprints)

Lari cepat repetisi mempunyai pengertian yang sama dengan Short sprint training, yang merupakan salah satu metode latihan untuk meningkatkan kecepatan lari dengan penekanan pada pengembangan kecepatan (sistem


(46)

ATP-commit to user

PC) dan kekuatan otot. Tipe latihan lari cepat repetisi ini terdiri dari beberapa ulangan lari cepat pada kecepatan maksimal repetisi di sini melibatkan suatu jarak tertentu, kecepatan yang konstan dan periode pulih asal yang cukup panjang guna mempertahankan bentuk dan tingkat kualitas yang diperlukan. Durasi ulangan pada lari cepat repetisi harus dikerjakan dengan sangat singkat (5-10 detik) agar kecepatan maksimal dapat dicapai tanpa terjadi kelelahan dini.

Fox, & Bowers, & Foss (1988 : 315), memberikan definisi bahwa latihan lari cepat repetisi adalah lari cepat yang dilakukan dengan kecepatan maksimal, berulang-ulang dengan diselingi periode pulih asal (recovery) sempurna diantara ulangan yang dilakukan. Sebelum ulangan (repetisi) dilakukan, perlu adanya pulih asal yang cukup lama, hal ini penting terutama untuk meningkatkan power anaerobic dan oksigen-dept yang tinggi. Menurut Bossey (1980 : 15), pulih asal waktu istirahat dalam lalihan lari cepat repetisi biasanya menggunakan aktivitas jogging atau jalan.

Metode latihan lari cepat repetisi mengembangkan: (a) kecepatan sebesar 90%; (b) daya tahan anaerobic sebesar 6%; dan (c) daya tahan aerobic sebesar 4% (Wilt, F. 1968 : 407). Sedangkan Fox, & Bowers, & Foss (1988 : 316), mengemukakan bahwa lari cepat repetisi mengembangkan system energi: (a) ATP-PC dan LA sebesar 90%; (b) LA dan 02 sebesar 6%; dan (c) 02 sebesar 4%.

“Menurut Rushall, & Pyke (1990 : 265), bahwa hasil latihan yang diperoleh dari program latihan lari cepat repetisi adalah selain peningkatan terjadi pada power anaerobik dan hanya sedikit power aerobik, peningkatan juga terjadi pada serabut-serabut otot cepat dan


(47)

commit to user

peningkatan mekanik pada neuromuskuler”.

Peningkatan yang terjadi pada serabut otot cepat dicerminkan dengan adanya perubahan ukuran serabut-serabut otot, isi total phosphagen pada otot dan konsentrasi enzim-enzim yang bertanggung jawab untuk pemecahan glikogen menjadi asam laktat dan menghancurkan phosphate energi tinggi. Sedangkan peningkatan mekanika yang terjadi pada neuromuskuler dicerminkan dengan adanya peningkatan panjang langkah dan frekuensi langkah serta koordinasi gerakan pada waktu mengangkat lutut.

Dari literatur yang ada, jarak dan pulih asal waktu istirahat untuk latihan lari cepat repetisi sangat beragam. Berbagai jarak dan bentuk pulih asal untuk latihan lari cepat repetisi dari beberapa penulis dapat dikemukakan sebagai berikut: (a) menturut Boosey (1980 : 15), adalah lari cepat berulang-ulang 15 kali menempuh jarak 40-50 meter dengan kecepatan maksimal dan diselingi pulih asal jogging atau berjalan diantara ulangan yang dilakukan; (b) menurut Nossek (1982: 71 ), adalah lari cepat berulang 10-16 ulangan dalam 3-4 seri pada jarak 30-80 meter dengan kecepatan maksimal dan diselingi pulih asal aktif diantara ulangan yang dilakukan; (c) menurut Rex Hazeldine (1985 : 103), adalah lari cepat berulang pada jarak 20-70 meter dengan kecepatan maksimal dan diselingi pulih asal jogging diantara ulangan yang dilakukan.

Penerapan metode latihan lari cepat repetisi dalam suatu unit latihan akan memiliki keuntungan dan kelemahan sebagai berikut :


(48)

commit to user

Keuntungan Kelemahan Efektif untuk mengembangkan

frekuensi langkah pada lari cepat.

Resiko cidera sangat tinggi bagi atlet-atlet pemula, terutama cidera otot kaki.

Efektik untuk mengembangkan kecepatan reaksi, terutama reaksi pada saat start bagi pelari cepat.

Kurang efektif untuk mengembangkan panjang langkah pada lari cepat. Efektif untuk mengembangkan

kecepatan maksimum dan kekuatan otot kaki.

3.Lari Cepat 100 Meter

Lari 100 meter sebagai nomor lari jarak pendek merupakan salah satu nomor lari cepat (sprint). Lari cepat (sprint), adalah gerakan maju yang dilakukan untuk mencapai tujuan (finish) secepat mungkin atau dengan waktu yang sesingkat mungkin. Adapun yang dimaksud dengan lari cepat 100 meter adalah lari yang diusahakan atau dilakukan dengan secepat-cepatnya (kecepatan maksimal) mulai start hingga finish dalam waktu yang sesingkat-singkatnya untuk menempuh jarak 100 meter. Inti olahraga lari cepat 100 meter adalah terletak pada kecepatannya, oleh karena itu faktor kecepatan adalah unsur utama yang harus diperhatikan dalam lari cepat. Bompa (1990:314) mengemukakan bahwa kecepatan adalah salah serta kemampuan biomotorik yang sangat penting dilakukan dalam olahraga yaitu: kecepatan, atau kapasitas berpindah, bergerak secepat mungkin. Menurut Harsono (1988:216) kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu


(49)

commit to user

yang sesingkat-singkatnya, atau kemampuan untuk menempuh suatu jarak dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Lari jarak pendek adalah suatu cara lari dimana atlet harus menempuh seluruh jarak atau sepanjang jarak yang tempuh dengan kecepatan yang semaksimal mungkin atau dengan kecepatan penuh (Aip Syarifuddin, 1992:15). Kecepatan adalah kemampuan untuk berpindah atau bergerak tubuh atau anggota tubuh dari satu titik ke titik lain atau untuk mengerjakan suatu aktivitas berulang-ulang yang lama serta berkesinambungan dalam waktu sesingkat-singkatnya.

a. Kecepatan

Kecepatan merupakan komponen fisik yang sangat esensial dalam berbagai cabang olahraga. Kecepatan adalah salah satu kemampuan biomotorik yang penting untuk aktivitas olahraga (Bompa, 1990: 263). Berdasarkan sifatnva, menurut Bompa (1990:315) kecepatan dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu:

1. Kecepatan umum

Kecepatan umum yaitu kapasitas untuk melakukan beberapa macam gerakan (reaksi motorik) dengan cara yang tepat. Persiapan fisik umum maupun khusus dapat memperbaiki kecepatan umum.

2. Kecepatan khusus

Kecepatan khusus yaitu kapasitas untuk melakukan suatu latihan atau keterampilan tertentu biasanya sangat tinggi, kecepatan ini adalah khusus untuk cabang olahraga dan sebagian besar tidak dapat ditransferkan, kemungkinan hanya dapat dikembangkan melalui metode khusus namun perlu kiranya dicarikan bentuk latihan alternatifnya. Tidak mungkin akan terjadi


(50)

commit to user

transfer yang positif kecuali jika memperbaiki struktur gerakan yang mirip dengan pola ketrampilannya.

Lebih lanjut Bompa (1999: 18-19) menyampaikan perbandingan karakteristik otot putih atau fast twitch (FT) dengan otot merah atau slow twitch (ST). Fast twitch mempunyai sel saraf yang besar hingga 300 sampai 5000 fiber, slow twitch mempunyai sel saraf yang kecil antara 10 sampai dengan 180 fiber

sehingga fast twitch mempunyai fungsi keberhasilan pada kecepatan dan power

tetapi juga cepat mengalami kelelahan. Untuk slow twitch dapat berfungsi untuk intensitas yang lama dalam aktivitas yang membutuhkan ketahanan atau

endurance, lebih jelasnya perhatikan tabel berikut.

Tabel 2. Perbandingan Karakteristik Otot Fast Twitch dan

Slow Twitch (Bompa,1999:9) Comparison of FT and ST Characteristics

Fast twitch (FT) Slow twitch (ST)

White, Type II, anaerobic Red, Type 1, aerobic

• Fast fatiguing • Slow fatiguing • Large nerve cell-innervates

from300 to more than 500 muscle fibers

• Smaller nerve cell-innervates from 10 to 180 muscle fibers only

• Develops short, forceful contractions

• Develops long, continuous contractions

• Speed and power • Endurance • Recruited only during high-

intensity work

• Recruited during low-and high intensity work

“Hay James (1985:403) memandang kecepatan lari dari segi ruang dan waktu, berpendapat bahwa kecepatan atlet dalam berlari merupakan hasil beberapa faktor yaitu jarak diantara tiap-tiap langkah yang dilakukan (panjang langkahnya), jumlah langkah yang dilakukan per waktu (frekuensi langkahnya), dan ayunan lengan dari belakang yang kuat”.


(51)

commit to user

Kecepatan adalah bagian integral dari tiap olahraga dan dapat dinyatakan sebagai bagian dari atau kombinasi antara kecepatan maksimum, kekuatan dan daya tahan. Untuk meningkatkan kecepatan adalah pergerakan eksplosif dan kekuatan fungsional terhadap resistensi sedang sampai berat, intensitas latihan untuk meningkatkan kecepatan antara 85 sampai 100% kecepatan maksimum. Untuk melatih kecepatan dilakukan kecepatan tinggi atau maksimal dengan interval singkat atau pendek. (Speed Training. Mbt. Training for Speed , Power, Strength. download 3 Juni 2010).

Menurut Kirkendall, Gruber J. Johnson (1987: 18) kecepatan didefinisikan sebagai jarak persatuan waktu yakni kecepatan diukur dengan satuan jarak dibagi dengan satuan waktu (V = S/t).

Lebih lanjut menurut Schmolinsky (1983:120-142) bahwa faktor-faktor yang menjadi parameter prestasi lari cepat (sprint) adalah sebagai berikut: :

a. Tenaga otot adalah salah satu persyaratan yang terpenting bagi kecepatan. Terutama para pelari yang masih jauh dari puncaknya, dapat memperbaiki prestasinya dengan latihan tenaga secara terarah.

b. "Viskositas" otot, hambatan gesekan dalam sel (intraseluler) serat-serat otot, dengan pemanasan otot dapat diturunkan. “Viskositas” tinggi pada otot dengan mempengaruhi secara negatif kecepatan maksimal yang dapat dicapai.

c. Kecepatan reaksi atau daya reaksi pada waktu start, sudah banyak yang dapat di latih.

d. Kecepatan kontraksi, yaitu kecepatan pengerutan otot setelah mendapat rangsangan syaraf, tidak dapat ditingkatkan dengan latihan. Hal ini terutama bergantung pada struktur ototnya dan ditentukan oleh bakat.


(52)

commit to user

e. Koordinasi, kerjasama antara sistem syaraf pusat dan otot-otot yang digunakan. f. Ciri antropometris yaitu bentuk tabuh atlet terutama perbandingan badan

dengan kaki.

g. Stamina anaerobik umum atau stamina kecepatan pada lari cepat jarak pendek

(sprint). Terutama pada meter terakhir, mempunyai pengaruh terhadap prestasi. Hal ini, tergantung pada potensi otot untuk mengeluarkan energi, tanpa pemasukan oksigen.

Kecepatan dipengaruhi oleh kekuatan otot, power otot, daya tahan anaerobik, koordinasi gerakan, ketrampilan teknik lari dan juga dipengaruhi oleh jenis serat otot yang dimiliki oleh atlet. Pada serat otot pada manusia terdiri dari dua macam yaitu "serat otot merah dan serat" otot putih. Jenis serat otot yang dimiliki oleh seseorang merupakan bawaan sejak lahir. Menurut Nossek (1982:59) bahwa: Seseorang atlet yang ototnya terutama terdiri dari serat-serat otot merah tidak bisa berkembang menjadi pelari cepat, atlet yang memiliki serat otot putih lebih berpeluang untuk menjadi pelari cepat. Dapat diketahui bahwa kecepatan lari itu dapat ditingkatkan walaupun peningkatan kecepatan itu sangat terbatas, karena dibatasi oleh bakat. Hal ini sesuai dengan pendapat Nossek (1982:54): bahwa peningkatan kecepatan sangat terbatas, peningkatan kecepatan lari berkisar antara 20-30%.

Latihan yang dilakukan agar dapat memperoleh hasil sesuai dengan yang diharapkan, harus diperhatikan dan diperhitungkan dengan cermat mengenai dosis latihan yang akan dilakukan. Atlet harus berlatih dengan beban kerja yang ada di atas ambang rangsang kepekaannya. (threshold sensitivity). Dalam latihan ada dua


(53)

commit to user

macam beban latihan, yaitu beban dalam (innerload) dan beban luar (outload).

Beban dalam berkaitan dengan efek fisiologis peningkatan denyut nadi. Sedangkan beban luar, menyangkut masalah: intensitas, volume, frekuensi dan durasi ( Bompa .1990: 77).

Pemberian dosis latihan untuk program latihan Iari cepat harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Intensitas

Latihan lari cepat adalah latihan yang dilaksanakan secara berulang-ulang dalam waktu yang singkat dengan intensitas tinggi. Dan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa intensitas latihan lari cepat adalah maksimal. Hal ini sesuai dengan pendapat Bompa (1990:79) yaitu bahwa prinsip latihan lari cepat adalah dengan memberikan beban maksimal yang dikerjakan untuk waktu yang pendek dan diulang-ulang beberapa kali. Jadi intensitas latihan sangat erat dengan kualitas suatu latihan yang mana intensitas latihan adalah jumlah beban dalam latihan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan benar pelaksanaannya.

2. Volume

Volume beban latihan untuk program latihan lari cepat, menurut Bompa

(1990:317-318) adalah sebagai berikut :

a. Intensitas rangsangan antara submaksimal dan super maksimal b. Durasi (waktu) rangsangannya antara 5-20 detik.


(54)

commit to user

Sedangkan menurut Nossek (1982: 100) secara garis besar penentuan beban latihannya adalah sebagai berikut :

a. Intesitas kerjanya adalah sub maksimal dan maksimal. b. Jarak yang ditempuh antara 30-80 meter.

c. Volume berjumlah 10-16, pengulangan dalam 3-4 kali. 3. Frekuensi

Frekuensi adalah jumlah ulangan suatu latihan dilakukan. Dalam menentukan frekuensi latihan untuk lari cepat, Bompa (1990:318) berpendapat bahwa: "latihan kecepatan yang dilakukan dengan intensitas maksimal hanya mungkin diulang 5-6 kali per latihan, 2-4 per minggu selama fase kompetitif." 4. Durasi (lama latihan)

Durasi adalah merupakan lamanya waktu suatu latihan dilakukan. Menurut Bompa (1990:317), durasi latihan untuk lari" cepat tiap ulangannya adalah 5-20 detik”. Sedangkan lamanya waktu yang diperlukan untuk mengetahui pengaruh latihan lari cepat menurut Fox, & Bowers, & Foss (1988:269) adalah 8-10 minggu.

5. Pulih asal (recovery)

Suatu yang juga sangat penting yang harus diperhatikan dalam melakukan latihan adalah pulih asal.

Internal istirahat mulai dengan dalam latihan lari cepat menurut Pyke. FS. (1991:137) adalah 3-6 menit istirahat akhir selama 10-12 menit. Dengan pulih asal yang cukup, tubuh akan siap kembali untuk memaksimalkan aktivitas latihan selanjutnya. Dengan demikian bentuk dan kualitas kecepatan dalam latihan lari


(55)

commit to user

cepat tersebut dapat dipertahankan. Pulih asal dalam latihan dapat dilakukan dengan lari-lari kecil, jogging, berjalan, dan sebagainya.

b. Latihan Lari Cepat

Prestasi atau peningkatan kemampuan kecepatan lari yang didapat merupakan perpaduan dari sekian banyak kemampuan yang dibangun dalam waktu yang cukup lama melalui proses latihan lari cepat sehingga terwujud prestasi tersebut. Banyak pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli mengenai pengertian dari latihan lari cepat, diantaranya adalah sebagai berikut :

"Latihan lari cepat (sprint training) ialah suatu latihan yang diselesaikan dalam waktu singkat, dikerjakan berulang-ulang dengan intensitas yang relatif tinggi" (Smith, 1983 : 184). Prinsip untuk Latihan lari cepat adalah dengan memberikan beban maksimal yang dikerjakan. guna mempertahankan bentuk dan tingkat kualitas yang diperlukan.

Menurut Rushal, & Pyke (1990 : 269), latihan lari cepat sebagai metode latihan fisik dapat dibedakan menjadi 3 macam latihan, yaitu : ”Ultra short Interval sprints training" , "Short Interval sprints training" dan "Sustained sprints training". Sedangkan menurut Rex Hazeldine(1985 : 102), Latihan lari cepat sebagai metode latihan fisik dapat, dibedakan menjadi tiga macam latihan lari cepat, yaitu: lari cepat akselerasi (acceleration sprint), lari cepat hollow (hollow sprint), lari cepat repetisi (repetition of sprint).

Dari literatur yang ada, terdapat beragam jarak dan waktu kerja untuk

latihan lari cepat yang dikemukakan oleh para ahli. Berbagai jarak untuk latihan

lari cepat menurut pendapat beberapa ahli tersebut dapat dikemukakan sebagai


(56)

commit to user

1) Menurut Shaver (1981 : 275), antara 20-220 yard. 2) Menurut Nossek (1982 : 71), antara 30-80 meter.

3) Menurut Rex Hazeldine (1985 : 103), antara 20-75 meter.

Sedangkan waktu kerja yang diperlukan untuk latihan lari cepat menurut pendapat beberapa ahli dapat dikemukakan sebagai berikut :

1) Menurut Shaver (1981 : 274), antara 20-30 detik. 2) Menurut Nossek (1982 : 65), sekitar 10 detik. 3) Menurut Bompa (1999 : 370), antara 5-20 detik.

4) Menurut Fox, & Bowers, & Foss (1988: 296), antara 10-20 detik.

Latihan lari cepat sebagai metode latihan untuk mengembangkan kualitas fisik, selain harus mengikuti dan memperhatikan prinsip-prinsip dasar secara umum, juga harus mengikuti pedoman khusus untuk latihan kecepatan agar tujuan yang diharapkan dari latihan bisa tercapai.

Menurut Rushal, & Pyke (1990 : 269-271), bahwa latihan lari cepat untuk meningkatkan kecepatan mengikuti pedoman sebagai berikut :

1) Jika latihan itu tergolong "Ultra-short Interval sprints training", maka pedoman yang dipakai adalah sebagai berikut :

a) durasi periode kerja : 3-6 detik

b) intensitas kerja : 100 %(maksimal) c) durasi pulih asal : 30-45 detik

d) repetisi : sampai penampilan mulai memburuk e) sistem energi : alactacid (ATP-PC )


(57)

commit to user

2) Jika latihan itu tergolong "Short Interval sprints training”, maka pedoman

yang dipakai adalah sebagai berikut :

a) durasi periode kerja : 6-15 detik

b) intensitas kerja : 100 % (maksimal)

c) durasi pulih asal : 1-2 menit

d) repetisi : sampai lelah atau penampilan memburuk

e) sistem energi : alactacid dengan sedikit lactacid pada

interval yang lama.

3. Jika latihan yang dilakukan itu tergolong "Sustained sprints training", maka

pedoman yang dipakai adalah sebagai berikut :

a) durasi periode kerja : 20-45 detik

b) intensitas kerja : 95 %

c) durasi pulih asal : 3-5 menit

d) repetisi : 5-10

e) sistem energi : alactacid, lactacid, and sedikit aerobic pada

interval yang lama.

Menurut Fox, & Bowers, & Foss (1988 : 308), pedoman untuk latihan


(58)

commit to user

Tabel : 3 latihan interval pedoman waktu Energy

Training time Repetitions Set per Work/rest System per set workout ratio

ATP – PC 10 dtk 10 5 1: 3

15 dtk 9 5 1: 3 20 dtk 10 4 1: 3 25 dtk 8 4 1: 3

ATP-PC- 30 dtk 5 5 1: 3

LA 40 - 50 dtk 5 4 1: 3 60 - 70 dtk 5 3 1: 3 70 dtk lebih 5 2 1: 2

LA – 02 1.30-2.00 mnt 4 2 1: 2

2.10-2.40 mnt 6 1 1: 2 2.50-3.00 mnt 4 1 1: 1

02 3.00- 4.00 4 1 1: 1 4.00-5.00 3 1 1:1/2

Tabel : 4 latihan interval pedoman jarak

Energy Training Repetitions Set per Work/rest System Distance per set workout ratio

(meter)

ATP - PC 50 10 5 1:3

100 8 3 1:3

ATP-PC- 200 4 4 1:3

LA 400 4 2 l:2

LA-02 600 5 1 1: 2

800 2 2 1: 1

02 1000 3 1 1: 1

1500 3 1 l:1/2

Selain mengikuti pedoman seperti di atas, untuk keperluan peningkatan kecepatan, khususnya untuk kecepatan lari cepat, harus memperhatikan pula hal-hal sebagai berikut :


(59)

commit to user

1. Prinsip kekhususan latihan adalah penting manakala atlet hendak mengerjakan program latihan. Aktivitas lari yang dikerjakan dengan intensitas dan kecepatan tinggi selain akan meningkatkan kecepatan dan power otot, juga akan meningkatkan fungsi serabut otot cepat. Jika atlet berkeinginan untuk menjadi lebih kuat, maka atlet tersebut harus berlatih kekuatan. Jika atlet berkeinginan untuk menjadi lebih cepat, maka atlet tersebut harus berlatih kecepatan.

2. Pada dasarnya kecepatan lari dapat dilatih, melalui potensi kecepatan lebih ditentukan karena faktor genetik. Gerakan lari memerlukan koordinasi neuromuskuler yang kompleks. Melalui ulangan atau repetisi, fungsi kecepatan dan koordinasi neuromuskuler dapat ditingkatkan.

3. Latihan lari cepat harus dilakukan dengan seluruh tenaga, tetapi jarak harus dijaga atau dipertahankan kurang dari jarak kompetisi agar latihan dapat diulang kembali pada intensitas maksimal.

4. Efisiensi percepatan dan kecepatan lari bisa ditingkatkan melalui proses latihan lari cepat secara aksplosif dengan mempergunakan posisi start yang bervariasi. 5. Jika kecepatan lari yang ditingkatkan, maka atlet harus meningkatkan : power

dari otot-otot ekstensor tungkai sehingga lebih banyak. menimbulkan tenaga dinamis atau gaya cepat, meningkatkan koordinasi neuromuskuler melalui lari dengan kecepatan puncak atau maksimal, mengoreksi kesalahan-kesalahan didalam mekanika gerak lari.

Menurut Nossek (1982 : 71), Latihan kecepatan siklik dan non siklik dituntun dengan prinsip-prinsip diantaranya sebagai berikut :


(60)

commit to user

a) Otot-otot yang dipersiapkan dengan baik selama intensitas pemanasan yang intensif, penguatan dan pengenduran otot-otot berlangsung kira-kira 30 menit.

b) Latihan kecepatan dilatih di dalam permulaan bagian utama unit latihan, jika

otot-otot belum mengalami kelelahan.

c) Intensitas maksimal dan submaksimal harus diterapkan. Latihan dengan

intensitas tinggi memerlukan konsentrasi penuh dan kualitas daya kehendak.

d) Jarak antara 30-80 meter dipandang menguntungkan untuk pengembangan

kecepatan lari secara umum.

e) Volume berjumlah 10-16 ulangan dalam 3-4 seri.

f) Kekuatan eksplosif dilakukan dengan beban tidak lebih dari 20 % dari beban

maksimal, meskipun demikian kekuatan ditingkatkan dengan

mengorbankan kecepatan.

g) Jarak waktu diantara ulangan tunggal sampai 3 menit, sedangkan jarak

walau recoveri antara seri-seri sampai 6 menit.

h) Interval adalah aktif, agar selalu menjaga organisme dalam keadaan siap

yang efektif untuk beban berikutnya.

i) Kecepatan dapat dilatih setiap hari, bahkan untuk yang bukan pelari cepat.

Namun demikian, tidak setiap latihan yang berturut-turut harus

dilaksanakan sampai intensitas maksimal. Biasanya untuk yang bukan


(1)

commit to user

Interaksi antara dua faktor penelitian dapat diliat pada gambar berikut :

Gambar 7. Bentuk Interaksi Perubahan Besarnya Peningkatan Kecepatan Lari.

Keterangan :

Berdasarkan gambar 7 di atas, bahwa bentuk garis perubahan besarnya nilai kecepatan lari adalah tidak sejajar. Garis perubahan peningkatan antar kelompok memiliki suatu titik pertemuan atau

0,00 0,20 0,40 0,60 1,80 2,00 2,20 2,40 0,80 1,00 1,40 1,60 1,20

1 2

0,00 0,20 0,40 0,60 1,80 2,00 2,20 2,40 0,80 1,00 1,40 1,60 1,20


(2)

commit to user

84

persilangan. Antara jenis latihan lari cepat dan tingkat power otot tungkai memiliki titik persilangan. Berarti terdapat interaksi yang signifikan di antara keduanya. Gambar tersebut menunjukkan bahwa power otot tungkai berpengaruh terhadap hasil latihan lari cepat.

Berdasarkan hasil penelitian yang di capai, ternyata siswa yang memiliki power otot tungkai tinggi dengan latihan repetition sprints memiliki peningkatan kecepatan yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki power otot tungkai tinggi dan mendapat perlakuan latihan lari cepat hollow sprints. Siswa yang memiliki power otot tungkai rendah dengan latihan lari cepat hollow sprints, memiliki peningkatan kecepatan lari yang lebih baik jika dibandingkan dengan siswa yang memiliki power otot tungkai rendah dan mendapat perlakuan latihan lari cepat repetition sprints. Keefektifan penggunaan metode latihan lari cepat dipengaruhi oleh klasifikasi power otot tungkai yang dimiliki siswa.


(3)

commit to user

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Bardasarkan hasil penelitian dan hasil analisis data yang telah dilakukan, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara metode latihan hollow sprints

dan repetition sprints dalam meningkatkan kecepatan lari 100 meter siswa

putra kelas VIII SMP. Pengaruh metode latihan repetition sprints lebih baik dari pada hollow sprints.

2. Ada perbedaan hasil peningkatan kecepatan lari 100 meter siswa putra kelas VIII SMP yang signifikan, antara yang memiliki power otot tungkai tinggi dan power otot tungkai rendah. Peningkatan kecepatan lari pada siswa yang memiliki power otot tungkai tinggi lebih baik dari pada yang memiliki power otot tungkai rendah.

3. Ada interaksi yang signifikan latihan lari cepat dan tingkat power otot tungkai terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter siswa putra kelas VIII SMP. Interaksinya adalah sebagai berikut :

(a) Siswa yang memiliki power otot tungkai tinggi lebih cocok jika diberikan latihan repetition sprints.

(b) Siswa yang memiliki power otot tungkai rendah lebih cocok jika diberikan latihan hollow sprints.


(4)

commit to user

86

B. Implikasi

Berdasarkan pada hasil kesimpulan dalam penelitian ini, ternyata latihan lari hollow sprints dan repetition sprints memberikan pengaruh terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter siswa putra kelas VIII SMP, dan tinggi rendahnya power otot tungkai memberikan pengaruh yang berbeda terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter siswa putra kelas VIII SMP. Hal ini menunjukkan bahwa setiap variabel memiliki implikasi baik secara bersama-sama atau secara sendiri-sendiri. Atas dasar itulah dapat dijelaskan implikasi yang ditimbulkan, yaitu :

Metode latihan hollow sprints dan repetition sprints merupakan salah satu cara untuk mengembangkan sistem latihan yang menghasilkan terjadinya peningkatan kecepatan lari. Sehingga dapat dikatakan bahwa metode latihan lari cepat secara keseluruhan dapat meningkatkan kecepatan lari. Hasil penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah berdasarkan fakta-fakta yang ada. Oleh karena itu selaku guru olahraga, pelatih dan Pembina olahraga khususnya cabang atletik dapat menerapkan hasil penelitian ini. Orientasi metode latihan hollow sprint dan repetition sprint terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter memiliki pengembangan yang tepat.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini dapat mengandung pengembangan ide yang lebih luas jika dikaji pula tentang implikasi yang ditimbilkan. Atas dasar kesimpulan yang di ambil, dapat dikemukakan implikasinya sebagai berikut :


(5)

commit to user

1. Secara umum dapat dikatakan bahwa metode latihan lari cepat dan power otot tungkai merupakan variabel-variabel yang mempengaruhi peningkatan kecepatan lari 100 meter putra kelas VIII SMP.

2. Latihan repetition sprints ternyata memberikan pengaruh yang lebih tinggi dalam meningkatkan kecepatan lari 100 meter siswa putra kelas VIII SMP. Metode latihan repetition sprints ini bisa digunakan sebagai solusi bagi pengajar maupun pelatih dalam upaya meningkatkan kecepatan lari.

3. Berkenaan dengan penerapan kedua bentuk penggunaan metode latihan lari cepat dalam meningkatkan kecepatan lari, masih ada faktor lain yaitu power otot tungkai. Hasilnya menunjukkan bahwa ada perbedaan peningkatan kecepatan lari yang sangat signifikan antara kelompok power otot tinggi dan power otot tungkai rendah. Hal ini dapat digunakan sebagai acuan bagi guru, pelatih, dan pembina olahraga khususnya cabang atletik, bahwa dalam upaya meningkatkan kecepatan lari hendaknya memperhatikan faktor power otot tungkai. Bagi guru, pelatih, dan Pembina yang ingin menerapkan kedua metode latihan ini supaya diperhatikan juga indikasi power otot tungkai.


(6)

commit to user

88

C. Saran

Saran-saran yang dapat dikemukakan berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Latihan repetition sprints memiliki pengaruh yang lebih baik dalam meningkatkan kecepatan lari 100 meter siswa putra kelas VIII SMP. Sehingga guru, pelatih dan Pembina olahraga dapat menggunakan metode latihan

repetition sprints dalam upaya meningkatkan kecepatan lari siswanya.

2. Penerapan penggunaan metode latihan lari cepat untuk meningkatkan

kecepatan lari 100 meter siswa putra kelas VIII SMP perlu memperhatikan faktor power otot tungkai, bagi siswa yang memiliki power otot tungkai tinggi disarankan menggunakan metode latihan repetition sprints, dan bagi siswa yang memiliki power otot tungkai rendah disarankan menggunakan metode latihan hollow sprints.

3. Bagi peneliti berikutnya yang ingin meneliti tentang upaya meningkatkan kecepatan lari 100 meter dengan metode latihan( hollow sprints dan repetition

sprints) disarankan menggunakan jarak antara 40-60 meter saja untuk

meningkatkan kecepatan lari 100 meter. Bagi pelatih dan pembina yang ingin meningkatkan kecepatan lari atlet supaya diperhatihan metode latihan yang tepat untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter.