Penentuan Tingkat Kesehatan Sungai Berdasarkan Struktur Komunitas Makroavertebrata Di Sungai Cihideung, Kabupaten Bogor.
MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG,
KABUPATEN BOGOR
RIRIN ANDRIANI SILFIANA C24104086
SKRIPSI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(2)
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
Penentuan Tingkat Kesehatan Sungai Berdasarkan Struktur Komunitas Makroavertebrata Di Sungai Cihideung, Kabupaten Bogor.
Adalah benar merupakan hasil karya dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis ini telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, April 2009
Ririn Andriani Silfiana C24104086
(3)
RINGKASAN
Ririn Andriani Silfiana. C24104086. Penentuan Tingkat Kesehatan Sungai Berdasarkan Struktur Komunitas Makroavertebrata Di Sungai Cihideung, Kabupaten Bogor. Dibawah bimbingan Yusli Wardiatno dan M. Mukhlis Kamal.
Meningkatnya jumlah pemukiman penduduk yang ada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cihideung dapat mengancam kerusakan terhadap lingkungan sekitar DAS tersebut, seperti penurunan kualitas perairan yang dapat menyebabkan banyaknya krisis air bersih di negara ini. Salah satu aspek yang dapat dikaji untuk melihat perubahan kualitas perairan berdasarkan aspek biologi adalah dengan Makroavertebrata yang biasanya dikenal sebagai bioindikator suatu perairan. Makroavertebrata merupakan organisme yang hidup relatif menetap di substrat sehingga keberadaannya ataupun ketidakberadaannya dapat memberikan gambaran umum mengenai kondisi perairan sekitar sungai, khususnya Sungai Cihideung.
Tujuan dari penelitian ini mengetahui komunitas makroavertebrata yang hidup di Sungai Cihideung dan menjabarkan kualitas perairan Sungai Cihideung sehingga dapat menentukan tingkat kesehatan Sungai Cihideung dengan menggunakan komunitas makroavertebrata sebagai bioindikator.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Oktober 2008, pada 4 stasiun pengamatan. Penentuan stasiun berdasarkan pada tata guna lahan di sekitar lingkungan perairan Sungai Cihideung. Untuk mengetahui jenis-jenis makroavertebrata dengan menggunakan mikroskop elektrik, dan untuk analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium. Untuk mengklasifikasikan bagian Sungai Cihideung berdasarkan makroavetebrata digunakan indeks biologi, yaitu, LQI (Lincoln Quality Index), FBI (Family Biotic Index), Indeks Saprobitas, dan SIGNAL 2 (Stream Invertebrate Grade Number Average Level), untuk keterkaitan antar parameter digunakan Korelasi Koefisien Pearson dan uji lanjut Least Significant Difference (LSD).
Makroavertebrata yang ditemukan di Sungai Cihideung terdiri dari 33 genus dan 19 famili, dimana tidak semua famili ditemukan pada setiap stasiun. Dari keempat stasiun didapat kondisi kesehatan perairannya bervariasi, dimana kondisi stasiun yang paling sehat terdapat pada stasiun 1 dengan warna perairan yang masih cukup jernih, daerah sekitar sungai yang masih alami. Berdasarkan indeks biologi stasiun 1 ini cukup baik dan hasil kualitas perairan masih sesuai dengan baku mutu PP.No 82 Tahun 2001. Berdasarkan indeks biologi yang didapat kondisi perairan Sungai Cihideung termasuk kedalam perairan sedang hingga baik, dengan indeks biologi yang paling sesuai untuk Sungai Cihideung ini adalah SIGNAL 2.
(4)
MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG,
KABUPATEN BOGOR
RIRIN ANDRIANI SILFIANA C24104086
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(5)
Judul Penelitian : Penentuan Tingkat Kesehatan Sungai Berdasarkan Struktur Komunitas Makroavertebrata Di Sungai Cihideung, Kabupaten Bogor
Nama Mahasiswa : Ririn Andriani Silfiana
Nomor Pokok : C24104086
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Disetujui,
I. Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc
NIP. 131 956 708 NIP. 132 084 932
Mengatahui :
II. Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc
NIP. 131 578 799
(6)
vi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penentuan Tingkat Kesehatan Sungai Berdasarkan Struktur Komunitas Makroavertebrata di Sungai Cihideung Kabupaten Bogor, Jawa Barat”. Skripsi ini adalah hasil penelitian yang dilaksanakan dari bulan Agustus – Oktober 2008 dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M. Sc dan Bapak Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M. Sc selaku dosen pembimbing I dan II atas bimbingan yang diberikan. Penulis menyadari atas kekurangan skripsi ini, namun demikian diharapkan skripsi ini bermanfaat bagi berbagai pihak yang memerlukannya.
Bogor, Maret 2008
(7)
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc selaku komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi;
2. Bapak Dr.Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc., Bapak Ir. Zairion, M.Sc., masing-masing selaku dosen penguji tamu dan wakil departemen yang telah meberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini. 3. Ibu Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS., selaku ketua Komisi Pendidikan S1
MSP dan Mba Widar S.Pi., selaku staf administrasi akademik, atas saran dan masukannya. Kepada ibu Siti yang telah membantu selama identifikasi di Lab. Biomikro, serta staf penunjang Lab. Produktifitas Lingkungan lainnya (Ibu Anna, kang Hery, Ka Budi dll).
4. Keluarga penulis tersayang Bapak Dw. Waryono dan Ibu Tati Suryati yang telah memberikan limpahan kasih sayang serta materi;
5. Spesial untuk Ardhana Yunial serta sahabat-sahabat ceria Ivo, Bapau, Ipin, Bon2, Abach, atas kesediaanya dalam berbagi cerita serta motivasi. 6. Cihideung River Expedition (yang membantu saat sampling di lapangan),
Trio Kwek-kwek, Geng Metstat 2008, Supriyadi, Wilda, Weni, Habib, Uchah, Inna,Ichel, Aloy, Dewul, Gugun, Wahyu, Riyan. Pokoknya semua MSP 41 yang belum tersebut yang telah membantu memberikan saran, kritik dan support dalam penelitian ini;
7. Teman-teman MSP 41,42 dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
(8)
viii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Rumusan Permasalahan………... 2
1.3. Tujuan... 3
1.4. Manfaat... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Sungai Secara Umum Serta Ciri Penentu Kesehatan Sungai……... 5
2.2. Makroavertebrata sebagai Indikator Biologis Kualitas Perairan... 6
2.2.1. Struktur Komunitas... 6
2.2.2. Organisme Makroavertebrata... 8
2.3. Karakteristik Sungai... 10
2.3.1. Lebar Badan Sungai dan Lebar Sungai ... 10
2.3.2. Tipe Substrat... 10
2.4. Parameter Fisika... 11
2.4.1. Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid-TSS)... 11
2.4.2. Kekeruhan... 11
2.4.3. Suhu... 12
2.4.4. Kecepatan arus... 12
2.5. Parameter Kimia... 13
2.5.1. Kebutuhan Oksigen Kimia (COD)... 13
2.5.2. Kebutuhan Oksigen Biokimiawi (BOD)... 13
2.5.3. Oksigen Terlarut (Disolved Oxygen- DO)... 14
2.5.4. pH... 13
III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian... 16
3.2. Penentuan Stasiun Pengambilan Sampel... 18
3.3. Alat dan Bahan... 20
3.4. Penetuan Karakteristik dan Hidrologi Sungai... 20
3.5. Pengambilan contoh dan analisis makroavertebrata... 21
3.5.1. Parameter Biologi... 21
3.5.2. Parameter Fisika dan Kimia... 21
3.6. Analisis Data Biota... 22
3.6.1. Komposisi Kelimpahan dan Biomassa Makroavertebrata... 22
3.6 2. Indeks Biologi... 23
3.6.3. Analisis keterkaitan antara kelimpahan makroavertebrata dan parameter kualitas air... 28
(9)
ix IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Struktur Komunitas Makroavertebrata………... 30
4.1.1. Jumlah Taksa dan Kelimpahan Makroavertebrata…………... 30
4.1.2. Komposisi Kelimpahan dan Biomassa Makroavertebrata…….. 34
4.1.3. Indeks Biologi... 37
4.1.4. SIGNAL 2 (Stream Invertebrate Grade Number Average Level)……….... 41
4.2. Parameter Fisika Kimia……… 43
4.3. Keterkaitan kelimpahan makroavertebrata dan kualitas air pada setiap stasiun... 47
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan………... 50
5.2. Saran……….... 51
DAFTAR PUSTAKA... 52
LAMPIRAN……….… 56
(10)
x
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Struktur komunitas makroavertebrata berdasarkan kondisi perairan, di
suatu perairan sungai... 7
2. Kelompok makroavertebrata berdasarkan cara makan (Cummins, 1975)... 8
3. Beberapa contoh organisme makroavertebrata berdasarkan kepekaannya terhadap bahan pencemar (Zimmerman, 1993) ... 10
4. Data curah hujan antara Agustus-Oktober (mm/hari)... 17
5. Alat dan Metode pengukuran parameter fisika dan kimia... 22
6. Nilai Untuk Indeks Saprobitas... 24
7. Kisaran Nilai h Untuk Indeks Saprobitas... 24
8. Nilai indeks saprobitas (I ) dan interpretasinya... 24
9. Nilai OQR (Overal quality Ratings) indeks kualitas Lincoln dan interpretasinya (Mason, 1991)... 25
10. Penggolongan kriteria kualitas air oleh: Hinselhoff (1988) in Hauer dan Lamberti (1996)... 26
11. Nilai faktor pembobotan berdasarkan jumlah individu yang ditemukan (Chessman, 2003)... 27
12. Famili yang ditemukan pada setiap stasiun... 31
13. Indeks LQI, FBI, dan Indeks saprobitas pada setiap stasiun... 38
14. Indeks LQI, FBI, dan Indeks saprobitas pada setipa stasiun (yang nilainya dirata-ratakan)... 15. Nilai Korelasi koefisien Pearson...... 47
16. Nilai uji lanjut LSD pada setiap stasiun... 48
(11)
MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG,
KABUPATEN BOGOR
RIRIN ANDRIANI SILFIANA C24104086
SKRIPSI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(12)
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
Penentuan Tingkat Kesehatan Sungai Berdasarkan Struktur Komunitas Makroavertebrata Di Sungai Cihideung, Kabupaten Bogor.
Adalah benar merupakan hasil karya dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis ini telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, April 2009
Ririn Andriani Silfiana C24104086
(13)
RINGKASAN
Ririn Andriani Silfiana. C24104086. Penentuan Tingkat Kesehatan Sungai Berdasarkan Struktur Komunitas Makroavertebrata Di Sungai Cihideung, Kabupaten Bogor. Dibawah bimbingan Yusli Wardiatno dan M. Mukhlis Kamal.
Meningkatnya jumlah pemukiman penduduk yang ada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cihideung dapat mengancam kerusakan terhadap lingkungan sekitar DAS tersebut, seperti penurunan kualitas perairan yang dapat menyebabkan banyaknya krisis air bersih di negara ini. Salah satu aspek yang dapat dikaji untuk melihat perubahan kualitas perairan berdasarkan aspek biologi adalah dengan Makroavertebrata yang biasanya dikenal sebagai bioindikator suatu perairan. Makroavertebrata merupakan organisme yang hidup relatif menetap di substrat sehingga keberadaannya ataupun ketidakberadaannya dapat memberikan gambaran umum mengenai kondisi perairan sekitar sungai, khususnya Sungai Cihideung.
Tujuan dari penelitian ini mengetahui komunitas makroavertebrata yang hidup di Sungai Cihideung dan menjabarkan kualitas perairan Sungai Cihideung sehingga dapat menentukan tingkat kesehatan Sungai Cihideung dengan menggunakan komunitas makroavertebrata sebagai bioindikator.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Oktober 2008, pada 4 stasiun pengamatan. Penentuan stasiun berdasarkan pada tata guna lahan di sekitar lingkungan perairan Sungai Cihideung. Untuk mengetahui jenis-jenis makroavertebrata dengan menggunakan mikroskop elektrik, dan untuk analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium. Untuk mengklasifikasikan bagian Sungai Cihideung berdasarkan makroavetebrata digunakan indeks biologi, yaitu, LQI (Lincoln Quality Index), FBI (Family Biotic Index), Indeks Saprobitas, dan SIGNAL 2 (Stream Invertebrate Grade Number Average Level), untuk keterkaitan antar parameter digunakan Korelasi Koefisien Pearson dan uji lanjut Least Significant Difference (LSD).
Makroavertebrata yang ditemukan di Sungai Cihideung terdiri dari 33 genus dan 19 famili, dimana tidak semua famili ditemukan pada setiap stasiun. Dari keempat stasiun didapat kondisi kesehatan perairannya bervariasi, dimana kondisi stasiun yang paling sehat terdapat pada stasiun 1 dengan warna perairan yang masih cukup jernih, daerah sekitar sungai yang masih alami. Berdasarkan indeks biologi stasiun 1 ini cukup baik dan hasil kualitas perairan masih sesuai dengan baku mutu PP.No 82 Tahun 2001. Berdasarkan indeks biologi yang didapat kondisi perairan Sungai Cihideung termasuk kedalam perairan sedang hingga baik, dengan indeks biologi yang paling sesuai untuk Sungai Cihideung ini adalah SIGNAL 2.
(14)
MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG,
KABUPATEN BOGOR
RIRIN ANDRIANI SILFIANA C24104086
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(15)
Judul Penelitian : Penentuan Tingkat Kesehatan Sungai Berdasarkan Struktur Komunitas Makroavertebrata Di Sungai Cihideung, Kabupaten Bogor
Nama Mahasiswa : Ririn Andriani Silfiana
Nomor Pokok : C24104086
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Disetujui,
I. Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc
NIP. 131 956 708 NIP. 132 084 932
Mengatahui :
II. Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc
NIP. 131 578 799
(16)
vi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penentuan Tingkat Kesehatan Sungai Berdasarkan Struktur Komunitas Makroavertebrata di Sungai Cihideung Kabupaten Bogor, Jawa Barat”. Skripsi ini adalah hasil penelitian yang dilaksanakan dari bulan Agustus – Oktober 2008 dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M. Sc dan Bapak Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M. Sc selaku dosen pembimbing I dan II atas bimbingan yang diberikan. Penulis menyadari atas kekurangan skripsi ini, namun demikian diharapkan skripsi ini bermanfaat bagi berbagai pihak yang memerlukannya.
Bogor, Maret 2008
(17)
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc selaku komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi;
2. Bapak Dr.Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc., Bapak Ir. Zairion, M.Sc., masing-masing selaku dosen penguji tamu dan wakil departemen yang telah meberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini. 3. Ibu Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS., selaku ketua Komisi Pendidikan S1
MSP dan Mba Widar S.Pi., selaku staf administrasi akademik, atas saran dan masukannya. Kepada ibu Siti yang telah membantu selama identifikasi di Lab. Biomikro, serta staf penunjang Lab. Produktifitas Lingkungan lainnya (Ibu Anna, kang Hery, Ka Budi dll).
4. Keluarga penulis tersayang Bapak Dw. Waryono dan Ibu Tati Suryati yang telah memberikan limpahan kasih sayang serta materi;
5. Spesial untuk Ardhana Yunial serta sahabat-sahabat ceria Ivo, Bapau, Ipin, Bon2, Abach, atas kesediaanya dalam berbagi cerita serta motivasi. 6. Cihideung River Expedition (yang membantu saat sampling di lapangan),
Trio Kwek-kwek, Geng Metstat 2008, Supriyadi, Wilda, Weni, Habib, Uchah, Inna,Ichel, Aloy, Dewul, Gugun, Wahyu, Riyan. Pokoknya semua MSP 41 yang belum tersebut yang telah membantu memberikan saran, kritik dan support dalam penelitian ini;
7. Teman-teman MSP 41,42 dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
(18)
viii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Rumusan Permasalahan………... 2
1.3. Tujuan... 3
1.4. Manfaat... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Sungai Secara Umum Serta Ciri Penentu Kesehatan Sungai……... 5
2.2. Makroavertebrata sebagai Indikator Biologis Kualitas Perairan... 6
2.2.1. Struktur Komunitas... 6
2.2.2. Organisme Makroavertebrata... 8
2.3. Karakteristik Sungai... 10
2.3.1. Lebar Badan Sungai dan Lebar Sungai ... 10
2.3.2. Tipe Substrat... 10
2.4. Parameter Fisika... 11
2.4.1. Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid-TSS)... 11
2.4.2. Kekeruhan... 11
2.4.3. Suhu... 12
2.4.4. Kecepatan arus... 12
2.5. Parameter Kimia... 13
2.5.1. Kebutuhan Oksigen Kimia (COD)... 13
2.5.2. Kebutuhan Oksigen Biokimiawi (BOD)... 13
2.5.3. Oksigen Terlarut (Disolved Oxygen- DO)... 14
2.5.4. pH... 13
III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian... 16
3.2. Penentuan Stasiun Pengambilan Sampel... 18
3.3. Alat dan Bahan... 20
3.4. Penetuan Karakteristik dan Hidrologi Sungai... 20
3.5. Pengambilan contoh dan analisis makroavertebrata... 21
3.5.1. Parameter Biologi... 21
3.5.2. Parameter Fisika dan Kimia... 21
3.6. Analisis Data Biota... 22
3.6.1. Komposisi Kelimpahan dan Biomassa Makroavertebrata... 22
3.6 2. Indeks Biologi... 23
3.6.3. Analisis keterkaitan antara kelimpahan makroavertebrata dan parameter kualitas air... 28
(19)
ix IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Struktur Komunitas Makroavertebrata………... 30
4.1.1. Jumlah Taksa dan Kelimpahan Makroavertebrata…………... 30
4.1.2. Komposisi Kelimpahan dan Biomassa Makroavertebrata…….. 34
4.1.3. Indeks Biologi... 37
4.1.4. SIGNAL 2 (Stream Invertebrate Grade Number Average Level)……….... 41
4.2. Parameter Fisika Kimia……… 43
4.3. Keterkaitan kelimpahan makroavertebrata dan kualitas air pada setiap stasiun... 47
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan………... 50
5.2. Saran……….... 51
DAFTAR PUSTAKA... 52
LAMPIRAN……….… 56
(20)
x
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Struktur komunitas makroavertebrata berdasarkan kondisi perairan, di
suatu perairan sungai... 7
2. Kelompok makroavertebrata berdasarkan cara makan (Cummins, 1975)... 8
3. Beberapa contoh organisme makroavertebrata berdasarkan kepekaannya terhadap bahan pencemar (Zimmerman, 1993) ... 10
4. Data curah hujan antara Agustus-Oktober (mm/hari)... 17
5. Alat dan Metode pengukuran parameter fisika dan kimia... 22
6. Nilai Untuk Indeks Saprobitas... 24
7. Kisaran Nilai h Untuk Indeks Saprobitas... 24
8. Nilai indeks saprobitas (I ) dan interpretasinya... 24
9. Nilai OQR (Overal quality Ratings) indeks kualitas Lincoln dan interpretasinya (Mason, 1991)... 25
10. Penggolongan kriteria kualitas air oleh: Hinselhoff (1988) in Hauer dan Lamberti (1996)... 26
11. Nilai faktor pembobotan berdasarkan jumlah individu yang ditemukan (Chessman, 2003)... 27
12. Famili yang ditemukan pada setiap stasiun... 31
13. Indeks LQI, FBI, dan Indeks saprobitas pada setiap stasiun... 38
14. Indeks LQI, FBI, dan Indeks saprobitas pada setipa stasiun (yang nilainya dirata-ratakan)... 15. Nilai Korelasi koefisien Pearson...... 47
16. Nilai uji lanjut LSD pada setiap stasiun... 48
(21)
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Skema Perumusan Masalah Makroavertebrata Sebagai Indikator dan
Penunjang Tingkat Kesehatan Sungai Cihideung... 4
2. Peta Stasiun Pengamatan di Sungai Cihideung... 18
3. Contoh daerah riffle... 19
4. Contoh grafik dan kuadran untuk nilai SIGNAL 2... 26
5. Grafik Jumlah famili rata-rata pada setiap stasiun... 30
6. Grafik Kelimpahan rata-rata makroavertebrata... 33
7. Grafik Genus rata-rata pada setiap stasiun………... 34
8. Komposisi Kelimpahan dan biomassa makroavertebrata... 35
9. Hubungan nilai SIGNAL 2 dan jumlah famili pada tiap stasiun…... 41
10. Kondisi stasiun pengambilan contoh... 42
11. Parameter fisika dan kimia pada setiap stasiun... 44
(22)
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Skor BMWP (Biological Monitoring Working Party)
(Masson,1991)... 56 2. Tabel rating standar dari nilai BMWP dan ASPT... 57 3. Nilai Indeks LQI... 57 4. Kelompok genus makroavertebrata untuk indeks saprobitas...
58 5. Kelompok genus makroavertebrata yang ditemukan pada tiap stasiun ... 58 6. Nilai FBI (Hilsenhoff, 1988 in Hauer and Lambert, 1996)... 59 7. Skor SIGNAL berdasarkan famili dan makrozoobenthos (Chessmann 2003)... 61 8. Nilai SIGNAL 2 dari jumlah famili yang ditemukan pada setiap stasiun... 63 9. Karakteristik Fisika Kimia Sungai Cihideung... 64 10. Foto-foto stasiun Sampling... 65 11. Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian... 66 12. Gambar beberapa contoh organisme yang ditemukan... 67
13. Data kelimpahan makroavertebrata……….. 68
14. Data biomassa makroavertebrata... 71 15. Data Anova dan uji lanjut LSD... 74
(23)
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sungai termasuk perairan mengalir, dengan pergerakan air yang satu arah secara terus menerus, dimana terbagi menjadi bagian hulu, tengah dan hilir. Sesuai dengan konsep kontinum (Vannote et al. 1980), setiap bagian sungai memiliki struktur sedimen penyusun dasar sungai yang bervariasi. Sebagai salah satu bentuk perairan umum, sungai merupakan ekosistem yang mempunyai peranan sangat penting bagi kelangsungan hidup makhluk hidup yang ada di sekitar lingkungan perairan. Berbagai macam aktivitas dapat dilakukan dalam pemanfaatan sungai, diantaranya untuk keperluan industri, rumah tangga, transportasi, perikanan dan lain sebagainya (Husnah et al. 2006 in Setiawan, 2008).
Komunitas adalah kumpulan dari berbagai macam jenis organisme dan ukuran populasi yang hidup dalam habitat tertentu dan merupakan satu kesatuan yang terorganisir dengan komponen-komponen individu dan fungsi metabolisme yang berdampingan dengan ekosistem (Odum 1993). Suatu perairan yang bersih ataupun tercemar, tidak terlepas oleh komposisi biota serta struktur komunitas yang ada di sekitar wilayah perairan tersebut. Komunitas ini mempunyai lima karakteristik yang mencerminkan keadaannya, yaitu keanekaragaman, dominansi, bentuk pertumbuhan, kelimpahan tropik serta struktur tropik (Krebs 1989 in Odum 1993).
Hadiati (2000) menyatakan bahwa Sungai Cihideung merupakan salah satu sungai yang mengalir di Kabupaten Bogor. Hulu sungainya terletak di Gunung Salak dan bermuara di Sungai Cisadane. Sungai Cihideung ini merupakan sungai yang juga banyak dimanfaatkan oleh penduduk sekitar, baik di gunakan untuk irigasi, media pembuangan limbah rumah tangga, serta kegiatan mandi, mencuci pakaian (MCK). Sehubungan dengan meningkatnya kegiatan-kegiatan manusia di sepanjang DAS Cihideung, dikhawatirkan semakin membuat kesehatan sungainya semakin terganggu, dengan adanya penurunan kualitas air tersebut.
(24)
Sehubungan dengan penurunan kesehatan sungai tersebut akan mempengaruhi kehidupan biota di dalamnya. Salah satu kelompok biota yang dapat terpengaruh akan perubahan kondisi perairan ini asalah organisme makroavertebrata. Makroavertebrata yang dikenal sebagai organisme bentik ini berperan penting dalam proses mineralisasi dan pendaur-ulangan bahan organik, selain itu berfungsi juga menjaga stabilitas sediment (Thompson and Lowe 2004). Oleh karena itu, makroavertebrata dalam komunitas sungai ini sangat penting sebagai hal yang utama dalam jejaring makanan antara sumberdaya organik. Terdapat beberapa hal dari sekian banyak penjabaran yang menyebabkan makroavertebrata dapat dijadikan indikator biologis, beberapa diantaranya dinyatakan oleh Kennish (1990) in Setiawan (2008) yaitu:
1. Memiliki kepekaan yang berbeda terhadap berbagai jenis bahan pencemar dan memberikan reaksi yang cepat.
2. Tidak memiliki kemampuan untuk bermigrasi apabila kondisi perairan tidak sesuai.
3. Mudah ditangkap dan dipisahkan dalam beberapa jenis.
Adanya masukan bahan-bahan terlarutmatau limpasan dari luar perairan akan menyebabkan kandungan bahan organik semakin meningkat. Masukan bahan organic maupun perubahan subsrtat dapat mempengauhi kelimpahan makroavertebrata. Oleh karena itu, makroavertebrata dapat dijadikan indikator kesehatan perairan.
1.2. Rumusan Permasalahan
Sungai Cihideung digunakan penduduk sekitar untuk kepentingan kehidupan sehari-hari seperti, mandi, mencuci, kegiatan rumah tangga, irigasi sawah, mencuci hewan ternak dan lain sebagainya. Selain itu terdapat daerah persawahan, perkebunan, tambak ikan, dan tempat penjernihan air. Banyaknya kegiatan di sekitar sungai tersebut, dapat mengakibatkan penurunan kualitas air sungai, sehingga kesehatan sungai menjadi terganggu. Semakin pesatnya pembangunan pemukiman di sekitar sungai dan kesadaran masyarakat setempat yang masih rendah juga berpengaruh terhadap penurunan kondisi kualitas perairan Sungai Cihideung.
(25)
Dari sekian banyak kegiatan di sekitar Sungai Cihideung, masing-masing mempunyai potensi untuk menghasilkan bahan organik, dan apabila hal tersebut terjadi secara terus menerus tentunya akan mengakibatkan terjadinya perubahan kualitas sungai dari kondisi alaminya menjadi tercemar. Kegiatan yang ada di sekitar sungai diantaranya dapat menyebabkan akumulasi bahan organik, penurunan kadar oksigen terlarut, serta berkurangnya organisme makroavertebrata yang intoleran. Akan adanya perubahan terhadap kondisi kesehatan sungai tersebut, merupakan alasan dilakukannya penelitian ini. Skema perumusan masalah dapat dilihat pada Gambar 1.
1.3. Tujuan
Penelitian berdasarkan komposisi makroavertebrata ini bertujuan untuk : 1. Mendeskripsikan komunitas makroavertebrata yang hidup di Sungai
Cihideung.
2. Menjabarkan kualitas perairan Sungai Cihideung.
3. Menentukan tingkat kesehatan Sungai Cihideung dengan menggunakan komunitas makroavertebrata sebagai bioindikator.
1.4. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kualitas perairan melalui parameter biologi serta fisika dan kimia daerah Sungai Cihideung, sehingga pengelolaan dan pemanfaatan Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat terus ditingkatkan, dan diperhatikan kelestarian lingkungan dan ekosistemnya.
(26)
Gambar 1. Skema Perumusan Masalah Makroavertebrata Sebagai Indikator dan Penunjang Tingkat Kesehatan Sungai Cihideung
Kegiatan antropogenik (limbah rumah
tangga).
Hidrologi sungai
Limpasan air hujan dan
masukan bahan organik
Aktivitas manusia di sekitar sungai
Akumulasi bahan organik Makroavertebrata
Jenis yang bertahan di
sungai (+)
Komunitas makroavertebrata sebagai salah satu penunjang tingkat kesehatan sungai
(27)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keadaan Sungai Secara Umum Serta Ciri Penentu Kesehatan Sungai Sungai Cihideung merupakan salah satu sungai yang mengalir sepanjang Kabupaten Bogor. Hulu sungai ini terletak di kaki Gunung Salak dan bermuara di Sungai Cisadane. Sungai Cihideung saat ini dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk berbagai keperluan seperti sumber air minum, sumber air baku bagi tempat pembuangan limbah rumah tangga, industri rumah tangga, perladangan dan persawahan. Hadiati (2000) menambahkan bahwa kondisi di sekitar Sungai Cihideung menunjukan adanya kegiatan antropogenik yang dilakukan warga yang berdampak pada kualiatas perairan.
Pada sungai terjadi percampuran massa air secara menyeluruh, kecepatan arus, erosi dan sedimentasi merupakan penyebab umum yang terjadi pada sungai. Hal tesebut sangat mempengaruhi makhluk hidup yang ada di sekitar sungai. Pada perairan mengalir kecepatan arus, jenis sedimen dasar, erosi dan sedimentasi adalah hal yang paling berperan di sungai (Jeffries and Mills 1996).
Kesehatan adalah, sesuatu hal yang masih sesuai dengan fungsinya, dan belum terkontaminasi secara besar-besaran. Sesuatu yang sehat itu tentunya tidaklah sakit. Kesehatan ekosistem sungai mengambil perhitungan terhadap cakupan yang cukup luas dari faktor luar dan dalam seperti, kualitas perairan dan habitat organisme yang masih baik (NCOAMN 2005 in www.orc.govt.nz). Kondisi sungai yang sehat dapat dilihat dari warna perairannya, hasil kualitas perairannya serta indikator biologi yang menunjang ekosistem sungai tersebut. Warna perairan bisa ditimbulkan oleh adanya bahan organik dan bahan anorganik, bisa karena keberadaan plankton, humus, dan ion-ion logam (Effendi 2003), untuk sungai yang masih sehat warnanya cenderung jernih. Untuk kualitas perairan sungai yang sehat tentunya masih termasuk dalam baku mutu yang ada, dan untuk indikator biologinya, jenis-jenis organisme yang sensitive terhadap perubahan kualitas air dapat menjadi penciri sungai yang masih sehat. Organisme yang digunakan menjadi indicator biologi di perairan, adalah organisme yang berpengaruh penting terhadap rantai makanan yang ada pada ekosistem sungai.
(28)
2.2. Makroavaertebrata sebagai Indikator Biologis Kualitas Perairan 2.2.1. Struktur Komunitas
Komunitas adalah kumpulan populasi yang hidup pada suatu lingkungan tertentu yang saling berinteraksi membentuk tingkat tropik. Di dalam komunitas jenis organisme yang dominan akan mengendalikan komunitas tersebut sehingga jika organisme yang dominan tersebut hilang maka akan menimbulkan perubahan-perubahan penting dalam komunitas (Odum 1993).
Struktur komunitas ini merupakan hal yang penting dalam menunjang ekosistem sungai. Hal ini diperlukan disaat kita ingin membuat hubungan antara biota-biota tertentu dengan lingkungannya dalam hal ini ekosistem sungai. Menurut Krebs (1972), komunitas merupakan suatu kumpulan dari populasi makhluk hidup dalam sebuah area atau habitat tertentu. Sama halnya seperti populasi, komunitas juga memiliki suatu rangakaian sifat yang tidak berdasarkan komponen individu, namun lebih berdasarkan tingkat komunitas secara menyeluruh.
Organisme makroavertebrata banyak yang hidup sebagai benthos, yakni semua organisme yang melekat pada dasar substrat atau hidup di dasar endapan. Benthos tinggal di dalam sedimen dasar perairan disebut infauna, sedangkan yang tinggal pada permukaan sedimen dasar perairan disebut epifauna (Odum 1993).
Menurut Reynoldson (1983) and Hutchinson (1996) in Wetzel (2001), keanekaragaman, kelimpahan, dan produktivitas organisme benthos ditentukan oleh beberapa proses ekologi yaitu:
1. Peristiwa di masa lalu yang membantu atau mencegah suatu spesies dalam mencapai sebuah habitat.
2. Pembatasan secara fisik dari spesies pada tiap tingkat dari daur hidupnya. 3. Ketersediaan sumber energi
4. Kemampuan spesies untuk mentoleransi kompetisi, pemangsaan, dan parasit. Perubahan komunitas adalah gambaran perubahan populasi yang menyusun komunitas. Karena adanya keterkaitan yang kompleks, perubahan lingkungan atau sumberdaya yang terjadi dalam komunitas akan menyebakan perubahan satu atau lebih populasi didalamnya. Hal ini memungkinkan terjadinya pergantian populasi oleh kelompok organisasi lain yang dapat dibedakan sebagai
(29)
sebuah komunitas lain yang baru, sehingga organisme suatu populasi akan menjadi indikator biologi bagi perubahan lingkungan (Ravera 1979). Pengelompokan struktur komunitas makroavertebrata dapat dilihat pada Tabel 1. Keberadaan makroavertebrata di perairan dipengaruhi oleh faktor lingkungan biotik dan abiotik. Faktor abiotik yang berpengaruh terhadap makroavertebrata antara lain adalah masukan bahan organik dan anorganik. Faktor biotik yang berpengaruh terhadap makroavertebrata antara lain adalah, bakteri yang membantu dekomposisi bahan organik, dimana beberapa jenis mkroavertebrata menjadikannya sebagai salah satu sumber makanan.
Tabel 1. Struktur komunitas makroavertebrata berdasarkan kondisi perairan, di suatu perairan sungai.
Kodisi perairan Struktur komunitas Makroavertebrata Bersih
Komunitas makroavertebrata yang seimbang dengan beberapa spesies intoleran yang hidup dengan diselingi populasi fakultatif, tidak ada spesies yang mendominasi. Tercemar
sedang
Berkurangnya jumlah spesies intoleran dan beberpa kelompok fakultatif, serta satu atau dua spesies toleran yang mulai mendominasi.
Tercemar
Komunitas makroavertebrata dengan jumlah terbatas diikuti oleh penghilangan kelompok intoleran dan fakultatif. Kelompok toleran mulai melimpah merupakan tanda perairan tercemar bahan organik.
Tercemar berat
Penghilangan hampir seluruh hewan makroavertabrata, kemudian diganti oleh perkembangan cacing oligocheata dan organisme yang mampu bernapas di udara
Menurut Stirn (1981) ekosistem yang stabil dicirikan oleh keanekaragaman komunitas yang tinggi, tidak ada dominansi jenis, serta jumlah individu perjenis terbagi dengan merata. Selanjutnya dikatakan pula bahwa komunitas pada lingkungan tercemar dan tidak sehat dicirikan adanya perubahan struktur komunitas dari yang baik menjadi tidak baik. Kelimpahan makroavertebrata di perairan dipengaruhi oleh faktor fisika, kimia, dan juga faktor biologi, seperti suhu, pH, kekeruhan, tipe substrat, arus, kedalaman, dan interaksi organisme lainnya. Hal ini dapat menyebabkan adanya perubahan kualitas air dari sehat menjadi tidak sehat, dan akan mengubah komposisi dan besarnya populasi makroavertebrata.
(30)
Menurut Cummins (1975) makroavertebrata dapat mencapai ukuran tubuh sekurang-kurangnya 3-5 mm pada saat pertumbuhan maksimum. Kelompok organisme yang termasuk dalam makroavertebrata diantaranya adalah Crustacea, Isopoda, Decapoda, Oligochaeta, Mollusca, Nematoda, dan Annelida. Dalam komunitas perairan, makroavertebrata memiliki peranan yang penting dalam mendaur ulang bahan organik sehingga dapat digunakan dalam menduga tingkat kesuburan perairan. Menurut Odum (1993) organisme bentik mempunyai hubungan yang erat sekali dengan sumberdaya perikanan melalui hubungan rantai makanan detritus yang dimulai dari organisme yang sudah mati. Secara umum benthos dan makroavertebrata ini dapat dikelompokkan berdasarkan kebiasaan makan dan cara makan, pada Tabel 2.
Tabel 2. Kelompok makroavertebrata berdasarkan cara makan (Cummins 1975). Tipe cara makan Makroavertebrata
Grazer (herbivora)
Molusca (Sphaeridae, Planorbiidae, Physidae, Unionidae), Ephemeroptera (Heptageniidae), Tricoptera (Gossosomatidae dan Phrygareidae), dan Coleoptera (Psephenidae dan Elmidae).
Shredders (detritivora pada substrat kasar)
Plecoptera (Nemouridae, Pteronarcidae, Peltoperlidae), Diptera (Tipulidae), dan Tricoptera (Limnephilidae). Collectors (filter
feeder dan deposit feeder)
Ephemerpotera (Heptageniidae, Baetidae), Tricoptera (Hydrophysidae), Diptera (Simuliidae dan Chironomidae) dan Oligochaeta
Predator (karnivora) Plecoptera (Perlidae), Megaloptera, dan Odonata (Petalaridae, Gomphidae).
2.2.2. Organisme Makroavertebrata
Indikator biologis dapat mencakup berbagai kelompok organisme mikro (bakteri, jamur, mikroalgae, protozoa) ataupun organisme makro (makrofita, serangga, moluska, cacing,dan ikan). Tetapi pada umumnya satu sistem penduga kualitas air hanya menggunakan satu kelompok komunitas yaitu komunitas plankton, perifiton, mikrobenthos, makrobenthos (makro-mikroavertebrata) dan ikan (Loeb and Spacie 1994 in Setiawan 2008).
(31)
Wilhm (1975) mengelompokkan benthos yang termasuk avertebrata ini berdasarkan kepekaan terhadap derajat pencemaran yang disebabkan oleh bahan organik, yaitu:
1. Intoleran adalah benthos yang dapat bertahan hidup pada perairan dalam kisaran kondisi lingkungan yang sempit dan jarang dijumpai pada perairan kaya bahan organik. Organisme intoleran merupakan kelompok organisme yang hanya tumbuh dan berkembang pada kisaran kondisi lingkungan yang sempit dan jarang di temui di perairan kaya akan bahan organik. Organisme ini tidak dapat berkembang dengan maksimal apabila terjadi penurunan kualitas air secara drastis, contohnya dari ordo Ephemeroptera, Tricoptera, dan Plecoptera.
2. Fakultatif adalah benthos yang dapat bertahan hidup pada kondisi kualitas lingkungan yang lebih rendah dibandingkan dengan benthos intoleran. Organisme fakultatif adalah kelompok oragnisme yang mampu hidup dalam kisaran kondisi lingkungan yang besar di bandingkan dengan organisme intoleran. Organisme ini dapat bertahan hidup pada perairan yang banyak mengandung bahan organik, namun mereka tidak dapat bertahan hidup pada perairan yang keadaan airnya tercemar berat. Jenis organisme golongan ini contohnya dari kelompok Odonata, Gastropoda dan Crustaceae, dan beberapa jenis Tricoptera.
3. Toleran adalah benthos yang dapat tumbuh dan berlangsung pada kisaran kualitas lingkungan yang luas. Organisme toleran adalah kelompok organisme yang tumbuh dan berkembang pada kisaran kondisi lingkungan yang sangat luas, artinya jenis organisme ini sering dijumpai pada perairan yang berkualitas jelek sekalipun. Umumnya organisme jenis toleran ini peka terhadap tekanan lingkungan dan pada perairan yang tercemar bahan organik. Contoh organisme yang termasuk ke dalam jenis ini adalah Tubificidae. Contoh organisme yang temasuk kedalam jenis organisme intoleran, fakultatif dan toleran dapat dilihat pada Tabel 3.
(32)
Tabel 3. Beberapa contoh organsime makroavertebrata berdasarkan kepekaannya terhadap bahan pencemar (Zimmerman 1993)
2.3. Karakteristik Sungai
2.3.1. Lebar Badan Sungai dan Lebar Sungai
Lebar sungai merupakan jarak titik di satu sisi sungai dimana merupakan titik tertinggi air dengan titik sisi sungai di seberangnya. Penentuan nilainya berguna untuk melihat perubahan debit air. Sedangkan badan sungai merupakan daerah sungai yang masih mungkin terkena aliran air pada saat pasang tertinggi. Sehingga saat bulan purnama, pada saat pasang terjadi, lebar sungai sama dengan lebar badan sungai (Basmi 2000).
Pengukuran lebar sungai dan badan sungai dilakukan pengukuran dari ujung sisi yang satu keujung sisi yang lain, biasanya lebar badan sungai hingga keujung lainnya, sedangkan lebar badan sungai diukur dari ujung sisi sungai yang masih terdapat air hingga ujung sisi lainnya yang masih terdapat air.
2.3.2. Tipe Substrat
Menurut Miller in Effendi (2003) tipe substrat menentukan jumlah dari jenis makroavertebrata karena selain menjadi habitat yang sesuai bagi organisme untuk berkolonisasi, juga berperan terhadap kesediaan bahan makanan. Menurut Odum (1993) kondisi tipe dasar pasir atau lumpur halus, biasanya merupakan tipe dasar yang tidak sesuai dan mendukung jumlah jenis individu dan binatang bentik.
Menurut Odum (1993) bahwa habitat yang berbeda seperti lumpur, pasir, batu kerikil atau material organik mendukung perbedaan kepadatan ekosistem
Status Jenis makroavertebrata
Intoleran
Caddisfly, Mayfly (Ephemera simulans), Stonefly (Ameletus), Hellgramite (Chloroperline), Aquatic beetles (Psepenus herickii), Riffles beetles (Helichus lithopilus).
Fakultatif
Crayfish (udang air tawar), Blackfly (Simulium), Dragonfly, Cranefly (Hydropsyche), Damselfly, Syncera woodmasoniana, Melanoides sp.
Toleran
Midge (Chironomus), Leech (Glossophonia, Halobdella), Aquatic Earthworms (Tubifex sp., Lumbriculus)
(33)
dalam suatu ekosistem. Pada umumnya tipe substrat pada perairan mengalir adalah lumpur halus, pasir, dan kerikil. Substrat juga memiliki peran penting bagi kehidupan organisme yang ada di sungai dan dapat menjadi penentu habitat makroavertebrata, baik dari segi batuan hingga substrat yang ada didasar sungai. Menurut Darajat (2008) in Setaiawan (2008), jenis batuan dibagi menjadi beberapa bagian diantaranya Boulder (bongkahan) >256 mm; Cobble (karakal) 64-256 mm; Pebble (kerikil) 2-64 mm; Sand (pasir) 1/6-2 mm; Sand stone silt (Lanau) 1/256-1/16 mm; dan Silt batu lanau clay (lempung) <1/256 mm.
2.4. Parameter Fisika
2.4.1. Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid-TSS)
Padatan tersuspensi adalah bahan-bahan tersuspensi dan tidak larut dalam air serta tersaring pada kertas saring Millipore dengan ukuran pori-pori 0,45 µm (APHA 1989). Padatan tersuspensi yang masuk ke dalam sungai memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Apabila jumlah dan ukuran partikel yang tersuspensi cukup besar dan aliran tidak terlalu deras, maka pertikel-pertikel akan mengendap ke dasar perairan. Sedimentasi yang terjadi akan melapisi substrat tempat hidup makroavertebrata, sehingga keanekaragaman dan kelimpahannya akan menurun(Hawkes 1979).
Secara umum daerah hulu mempunyai fluktuasi suhu tahunan yang paling kecil, kemudian sepanjang tahun semakin menuju hilir, maka fluktuasi suhu tahunan akan semakin besar. Suhu yang layak untuk kehidupan organisme air tawar berkisar antara 20-30 C dengan suhu optimum berkisar antara 25-28 C (Huet and Timmermans 1971).
2.4.2. Kekeruhan
Air sungai yang paling alami pada umumya tidak berwarna, dan adanya berbagai warna ini biasanya merupakan indikasi adanya bahan organik yang masuk ke perairan, dan bisa juga berasal dari daun yang sudah menguning (Klein 1971). Menurut Mason (1991) dijelaskan kekeruhan air biasanya disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi dan koloid yang terdapat dalam air, misalnya pertikel-pertikel lumpur, bahan organik, plankton dan mikroorganisme.
(34)
Kekeruhan ini menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air (Davis and Cornwell 1991 in Effendi 2003). Perbedaan kekeruhan yang sangat besar sering kali terjadi di sungai. Di sungai-sungai pegunungan dengan substrat berbatu kekeruhan biasanya rendah. Sementara di sungai-sungai dataran rendah kekeruhan biasanya tinggi (Welch 1952). Menurut (Lloyd 1985 in Effendi 2003), peningkatan nilai kekeruhan pada perairan dangkal dan jernih sebesar 25 NTU dapat mengurangi 13-50% produktivitas primer. Keleruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi, misalnya pernafasan dan daya lihat organisme aquatik, serta dapat meghambat penetrasi cahaya yang akan masuk ke dalam perairan. Tingginya nilai kekeruhan juga dapat mempersulit usaha penyaringan dan mengurangi efektifitas desinfeksi pada proses penjernihan air (Effendi 2003).
2.4.3. Suhu
Suhu merupakan pengatur utama proses fisik dan kimia yang terjadi di perairan. Suhu air secara langsung dan tidak langsung akan mempengaruhi kelarutan oksigen, dan kelarutan oksigen ini secara langsung mempengaruhi kehidupan organisme, seperti tumbuhan dan reproduksi biota (Huet and Timmermans 1971). Suhu yang tinggi akan berpengaruh terhadap reaksi-reaksi kimia dan reaksi enzimatik. Suhu sungai banyak dipengaruhi oleh musim, kedalaman badan air, komposisi substrat, kekeruhan dan cahaya yang masuk ke perairan. Menurut Macan (1974) in Setiawan (2008), suhu 36,5-41oC merupakan lethal temperatur bagi makroavertebrata, artinya pada suhu tersebut organisme bentik telah mencapai titik kritis yang dapat menyebabkan kematian.
2.4.4. Kecepatan arus
Arus juga merupakan faktor yang mempengaruhi kehidupan makroavertebrata. Pada air mengalir terdapat dua zona utama yaitu zona air deras dan zona air tenang. Zona air deras ini merupakan daerah dangkal dengan arus deras yang menyebabkan dasar sungai bersih dari endapan. Zona ini merupakan
(35)
habitat makroavertebrata yang dapat melekat kuat pada dasar substrat (Odum 1993).
Menurut Welch (1952), arus mempengaruhi transport sedimen dan mengikis substrat dasar perairan. Sungai dengan arus yang cepat, substrat dasarnya terdiri dari batuan dan kerikil sedangkan sungai dengan arus yang lambat substrat dasarnya terdiri dari pasir atau lumpur. Berdasarkan kecepatan arus, Macon (1974) in Welch (1952) dikelompokkan sungai menjadi sungai berarus sangat cepat (>100 cm/detik), arus cepat (50-100 cm/detik), arus sedang (25-50 cm/detik), arus lambat (10-25 cm/detik), dan arus sangat lambat (<10 cm/detik).
2.5. Parameter Kimia
2.5.1. Kebutuhan Oksigen Kimia (COD)
Menurut Effendie (2003), pengukuran COD didasarkan pada kenyataan bahwa hampir semua bahan organik dapat dioksidasi menjadi karbondioksida dengan bantuan oksidator kuat dalam suasana asam. COD ini merupakan kebutuhan oksigen, yang diperlukan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologis (biodegradable) maupun yang sukar didegradasi secara biologis (non biodegradable) agar menjadi CO2 dan H2O (Effendie, 2003). Keberadaan bahan organik dapat berasal dari alam ataupun dari aktivitas rumah tangga dan industri. Perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20mg/l. Selanjutnya Jenie (1993) in Setiawan (2008), menyatakan bahwa COD pada umumnya memberikan perkiraan kebutuhan O2 total dari pemecahan atau dari oksidasi limbah secara relatif. Nilai COD dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti bahan kimia yang tahan terhadap oksidasi biokimia tetapi tidak tahan terhadap oksidasi kimia (selulosa, tanin, lignin, fenol, polisakarida dan benzena).
2.5.2. Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD)
Kebutuhan oksigen biologis di perairan yang biasa dikenal dengan BOD, merupakan gambaran kadar bahan organik, yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi CO2 dan H2O ( Davis and Cornwell
(36)
1991 in Effendi 2003). Nilai BOD ini hanya menggambarkan bahan organik yang dapat didekomposisi secara biologis, yaitu berupa lemak, protein, glukosa dan lain sebagainya yang berfungsi untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan, sehingga tidak menunjukkan nilai BOD yang sebenarnya (Fardiaz 1992). Nilai BOD yang besar tentunya tidak baik bagi kehidupan organisme perairan.
2.5.3. Oksigen Terlarut (Disolved Oxygen- DO)
Oksigen terlarut adalah konsentrasi oksigen yang larut dalam air. Oksigen sangat penting bagi pernapasan dan merupakan salah satu komponen utama bagi metabolisme ikan dan organisme perairan lainnya. Oksigen ini bisa berasal dari fotosintesis plankton, ataupun berasal dari tanaman air yang ada di sekitar perairan serta dari difusi udara (APHA 1989). Di daerah hulu turbulensi membantu pertukaran gas-gas terlarut antara atmosfer dan permukaan air. Semakin besar suhu dan ketinggian (altitude) serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Di perairan tawar, kadar oksigen terlarut berkisar antara 15 mg/liter pada suhu 0º C dan 8 mg/liter pada suhu 25º C.
Oksigen terlarut merupakan faktor lingkungan yang sangat penting sekali bagi serangga air untuk menunjang proses respirasinya (Ward 1992 in Setiawan 2008). Interaksi antara oksigen terlarut dengan arus, substrat dan suhu menunjang ekologi serangga air, pola distribusi dari oksigen terlarut akan berpengaruh juga pada pola distribusi serangga air. Perairan yang diperuntukan bagi kepentingan perikanan sebaiknya memiliki kada oksigen tidak kurang dari 5 mg/liter (Effendi 2003).
2.5.4. pH
Nilai pH menyatakan intensitas keasaman atau alkalinitas dari suatu contoh air dan mewakili konsentrasi ion hidrogennya. Konsentrasi ion hidrogen ini akan berdampak langsung terhadap keanekaragaman dan distribusi organisme serta menentukan reaksi kimia yang akan terjadi (Boyd 1982).
Perubahan keasaman pada air buangan, baik ke arah basa (pH naik) maupun ke arah asam (pH menurun), akan sangat mengganggu kehidupan biota air di sekitar perairan. Effendi (2003) menyatakan bahwa sebagian besar biota
(37)
akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH dengan kisaran 7-8,5. Makroavertebrata memiliki kisaran toleransi terhadap pH yang berbeda-beda, seperti gastropoda lebih banyak ditemukan pada perairan dengan pH diatas 7. Dalam kelompok Insecta, Coleoptera mewakili taksa dengan kisaran pH yang lebar. Sebagian besar Famili Chironomidae mewakili kelompok serangga, yaitu berada pada pH diatas 8,5 dan dibawah 4,5 (Hawkes 1979).
(38)
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Pengambilan contoh makroavertebrata dan kualitas air dilaksanakan di Sungai Cihideung Kabupaten Bogor yang stasiunnya di mulai dari hulu hingga ke daerah yang masih bersubstrat batu dengan waktu berselang satu bulan. Pengambilan contoh air sebagai parameter fisika dan kimia dilakukan sesuai dengan jumlah stasiun, yaitu sebanyak 4 kali, pada setiap waktu pengambilan contoh. Pengamatan pertama dilakukan pada tanggal 20 Agustus 2008, Kemudian pengamatan kedua dilakukan selang sebulan setelah pengamatan pertama yaitu pada tanggal 22 September 2008, dan pengamatan yang ketiga di lakukan pada tanggal 23 Oktober 2008.
Selama pengamatan dan pengambilan contoh ini terjadi perbedaan cuaca karena memang masing-masing bulan memiliki karakteristik cuaca yang berbeda-beda. Untuk bulan Agustus masih masuk ke dalam musim kemarau, walaupun terkadang hujan, untuk bulan September sudah memasuki musim peralihan, yaitu peralihan dari musim kemarau ke musim hujan, dan untuk bulan Oktober masuk kedalam musim hujan, dimana curah hujan pada bulan tersebut relatif lebih tinggi dibanding ke dua bulan sebelumnya. Sehingga pada akhirnya masing-masing bulan ini akan memberikan hasil yang bervariasi terhadap keberadaan makroavertebrata. Untuk mengetahui adanya perbedaan curah hujan pada setiap pengambilan contoh, maka data curah hujan dapat dilihat pada Tabel 4.
Adapun Sungai Cihideung ini melewati beberapa desa yang ada di Kecamatan Dramaga, seperti Desa Purwasari, Situ Daun, Neglasari, Cinangneng, Cihideung Ilir, dan Cibanteng. Seperti yang terlihat pada Gambar 2, stasiun 1 di mulai dari daerah huu yaitu daerah antara Desa Situ Daun dan Purwasari, stasiun 2, 3,4, mengarah ke utara. Lokasi setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 2.
(39)
Tabel 4. Data curah hujan antara Agustus-Oktober (mm/hari).
AGS SEP OKT
tanggal
1 28 7 31
2 - 37 4
3 60 - -
4 - - -
5 - 40 21
6 - 7 2
7 20 - 21
8 - - 2
9 - - -
10 - 6 -
11 - 29 -
12 - 21 23
13 - - -
14 13 - -
15 28 - -
16 - 1 -
17 - 2 40
18 - - 30
19 - - 2
20 - 23 18
21 6 - 56
22 - - -
23 - 16 31
24 4 41 16
25 14 - 2
26 32 - -
27 - - -
28 - 8 -
29 13 - 83
30 21 - -
31 - -
DD I 108 97 81
DD II 41 76 113
DD III 90 65 188
JUMLAH 239 238 382
HH 11 13 16
MAX 60 41 83
Sumber: Badan Metereologi dan Geofisika (Stasiun Klimatologi, 2008) Keterangan: DD I= Hujan dari hari ke 1-10 ;DD II= Hujan dari hari ke 10-20 ;
DD III= Hujan dari hari ke 20-30 ;HH= Hari terjadi hujan ; Max= jumlah total hujan.
(40)
Sumber: Jabotabek Map (2005).
Gambar 2. Peta stasiun pengamatan di Sungai Cihideung.
3.2. Penentuan Stasiun Pengambilan Sampel
Nedham and Nedham (1962) telah mengindikasikan dengan jelas bahwa daerah berbatu atau daerah dangkal yang beriak merupakan daerah yang terdapat banyak makanan bagi makroavertebrata. Selain itu pergerakan aliran air menyebabkan oksigen juga sangat alami, karena makroavertebrata termasuk hewan yang membutuhkan banyak oksigen. Hal inilah yang menyebabkan banyak
U St 1
St 2 St 4
(41)
dari pengamatan untuk mengetahui kelimpahan dari suatu organisme akuatik dilakukan pada wilayah beriak (riffle) tersebut. Pada wilayah yang kondisi airnya masih terlihat bersih, membuat proses fotosintesis berjalan lebih efektif dalam menghasilkan organisme plankton. Maka pengamatan dilakukan di beberapa stasiun. Untuk pengambilan contoh makroavertebrata dilakukan di 4 stasiun dengan empat kali ulangan. Pengambilan contoh makroavertebrata dilakukan pada daerah sungai yang beriak (riffle) dan mengikuti pola bentuk sungai, karena makroavertebrata menyukai daerah tersebut. Contoh perairan yang beriak dapat dilihat pada Gambar 3. Pengambilan contoh air untuk parameter fisika kimia dan biota air dilakukan pada setiap stasiun tanpa ulangan.
Gambar 3. Contoh daerah riffle (Doc. Pribadi)
Stasiun 1, terletak antara Desa Situ Daun dan Purwasari, Kecamatan Dramaga, daerah ini merupakan bagian dari hulu Sungai Cihideung. Lahan di sekitar digunakan untuk daerah persawahan, perkebunan dan ada pula kegiatan perikanan, 500 m dari lokasi stasiun 1 terdapat tambak yang masih aktif. Substrat dasar di Stasiun 1, adalah batu-batu besar dan relatif dangkal, daerah stasiun 1 ini perairannya cukup jernih.
Stasiun 2, terletak di Desa Neglasari, Kecamatan Dramaga. Di sekitar Stasiun 2 ini digunakan sebagai lahan persawahan, perkebunan dan pemukiman yang berada di kanan kiri stasiun dengan substrat dasar batu berkerikil yang relatif lebih kecil dibandingkan batu pada Stasiun 1.
(42)
Stasiun 3, terletak di Desa Dramaga yaitu di daerah Leuwikopo, dimana di daerah ini digunakan masyarakat sekitar untuk kegiatan MCK, pemukiman penduduk dan di pinggir sungai terdapat tempat pembuangan sampah, sehingga daerah sekitar sungai relatif sangat kotor. Substrat dasar batu berkerikil dan agak berlumpur, dengan keadaan perairan cukup tenang.
Stasiun 4 terletak di belakang tempat penjernihan air IPB. Lahan sekitar digunakan untuk bagunan pengolahan air IPB, hutan kecil, dan ladang. Substrat dasarnya berupa batu kerikil dan dasar perairan keras. Tetapi wilayah sekitar perairan lebih baik dibandingkan dengan Stasiun 3.
3.3. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam pengambilan contoh dan analisis makroavertebrata yaitu D-frame net, cool box, kantong plastik, spidol permanen, saringan halus dengan diameter pori 500 µm, baki, pinset, botol film, mikroskop, kaca pembesar, kertas label, data sheet dan buku identifikasi. Bahan yang digunakan diantaranya adalah larutan formalin 10%.
Alat dan bahan yang digunakan dalam pengambilan dan pengamatan sampel air antara lain botol sampel 1 liter, tongkat berskala, termometer, botol BOD, gelas ukur, erlenmeyer. Bahan-bahan pereaksi yang digunakan dalam pengukuran DO, COD serta H2S antara lain H2SO4, NaOH, Na-thiosulfat dan lain-lain.
3.4. Penetuan Karakteristik dan Hidrologi Sungai 1. Lebar sungai
Pengukuran lebar sungai dilakukan secara langsung di lokasi dengan mengunakan tali berskala (meteran). Pengukuran tesebut dilakukan pada bagian ujung kiri daratan tertinggi sampai bagian daratan tertinggi di ujung kanan sungai yang tidak terdapat genangan.
2. Lebar badan sungai
Pengukuran lebar badan sungai dilakukan di lokasi dengan tali berskala. Pengukuran tesebut dilakukan pada bagian ujung kiri sungai sampai bagian ujung kanan sungai yang masih terdapat genangan.
(43)
3. Kecepatan arus
Pengukuran kecepatan arus dilakukan secara langsung di lokasi dengan menggunakan botol aqua yang di isi sedikit pasir yang diikatkan pada tali rafia sepanjang 5 m, kemudian dihanyutkan mengikuti aliran sungai dan dicatat waktunya dngan stopwatch. Pengukuran dilakukan sebanyak 2 kali pada titik yang berbeda.
3.5. Pengambilan Contoh dan Analisis Makroavertebrata 3.5.1. Parameter Biologi
Pengambilan contoh makroavertebrata adalah pengambilan contoh biota air yang di lakukan dengan menggunakan D-frame net. D-frame net diletakkan pada kondisi air yang masih beriak seperti aliran air, baik itu bagian tepi maupun bagian tengahnya. Daerah yang diganggu sebesar 1 x 1 m2 selama kurang lebih 10 menit pada setiap stasiun dengan 4 kali ulangan. Biota yang tertangkap dimasukan kedalam plastik berukuran 1 kg dan diberi formalin 10%. Kemudian sampel biota tersebut dibawa ke laboratorium untuk di identifikasi. Analisis dilakukan di laboratorium Biomikro Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Sampel tersebut sebelum diidentifikasi berdasarkan genus, terlebih dahulu dilakukan penyortiran sampel dari serasah dan bahan lainnya, setelah itu diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop dan kemudian sampel-sampel makrooavertebrata itu dimasukan ke dalam boto-botol film. Setelah diidentifikasi, organisme makroavertebrata ditimbang per jenis, dengan timbangan digital untuk mendapat nilai biomassa.
3.5.2. Parameter Fisika dan Kimia
Contoh air diambil dari tiap stasiun, kemudian diteliti untuk memperoleh data fisika dan kimia yang akan dianalisa baik secara insitu maupun secara eksitu di Laboratorium. Pengambilan contoh air dilakukan bersamaan dengan pengambilan contoh makroavertebrata. Pada setiap stasuin dilakukan pengambilan sampel sebanyak satu kali tanpa adanya pengulangan. Kemudian sampel air tersebut di masukkan ke dalam botol sampel berukuran 1 liter, kemudian ditaruh didalam kulkas. Analisis kualitas air dilakukan pada laboratorium Produktifitas
(44)
dan Lingkungan (Prolink), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Parameter-parameter yang di amati serta peralatan yang di gunakan disajikan dengan Tabel 5.
Tabel 5. Alat dan metode pengukuran parameter fisika dan kimia Fisika
Parameter Unit Alat/Metode Keterangan
TSS mg/l Alat filtrasi/Gravimetri Laboratorium
Kekeruhan NTU Turbidity-meter/Turbidimetrik Laboratorium
Kecepatan arus cm/detik Benda terapung/visual Insitu
Suhu oC Thermometer Hg/Pemuaian Laboratorium
Tipe substrat - Visual Insitu
Kimia
Parameter Unit Alat/Metode Keterangan
COD mg/l Alat titrasi/Winkler Laboratorium
BOD mg/l Alat titrasi/iodometrik Laboratorium
DO mg/l Alat titrasi/Titrimetrik Insitu
pH - pH meter/Visual Laboratorium
3.6. Analisis Data Biota
3.6.1. Komposisi Kelimpahan dan Biomassa Makroavertebrata
Komposisi jenis makroavertebrata merupakan gambaran keanekaragaman makroavertebrata yang terdapat disuatu perairan. Komposisi kelimpahan, yaitu perbandingan antara jumlah individu tiap jenis spesies dengan jumlah individu dari semua spesies makroavertebrata yang di jumpai tiap stasiunnya atau jumlah inidividu yang ditemukan pada setiap pengambilan contoh. Sedangkan biomassa makroavertebrata merupakan bobot dari individu makroavertebrata yang ditemukan dari setiap pengambilan contoh.
Analisis komposisi kelimpahan makroavertebrata ini didapat dari hasil identifikasi dengan mikroskop elektrik dan mengacu pada buku identifikasi. Sedangkan untuk biomassa makroavertebrata, didapat dari hasil penimbangan
(45)
berat basah dari tiap individu makroavertebrata yang ditemukan pada setiap pengambilan contoh, dengan menggunakan timbangan digital.
3.6.2. Indeks Biologi 1. Indeks Saprobitas
Tingkat pencemaran dalam suatu perairan dapat dilihat dengan menggunakan Indeks Saprobitas, yaitu dengan menggunakan parameter biologi dalam hal ini menggunakan makroavertebrata. Makroavertebrata yang telah di identifikasi dikelompokkan berdasarkan daya toleransinya terhadap bahan pencemar yaitu, kelompok indikator oligosaprobik (intoleran), kelompok indikator
β Mesosaprobik, dan α mesosaprobik (fakultatif) dan kelompok indikator polisaprobik (toleran). Indeks Saprobitas dapat dihitung dengan rumus (Pantle and Buck 1955 in Wilhm 1975) sebagai berikut :
h h Iσ = σ.
Keterangan : Iσ = Indeks Saprobitas
σ = Tingkat saprobitas tiap spesies h = Frekuensi kehadiran relatif spesies
Langkah-langkah analisis indeks saprobitas adalah: 1. Menentukan nilai s (tingkat pencemaran)
Makroavertebrata yang diperoleh dikelompokkan jenisnya berdasarkan kepekaan terhadap polusi organik dengan mengacu pada Tabel 6. Apabila organisme tersebut masuk dalam organisme sensitif maka nilai = 1, bila fakultatif mempunyai nilai = 2,5 (mesosaprobik), dan bila organismenya toleran maka = 5 (polisaprobik). Contoh jenis organisme yang sesuai dengan tingkat kepekaan bahan pencemar dapat dilihat pada Tabel 3 dalam tinjauan pustaka.
(46)
Tabel 6. Nilai Untuk Indeks Saprobitas
Tingkat saprobitas makroavertebrata
σ
σσ
σ Jenis Makroavertebrata
1 Indikator oligosaprobik
2 Indikator β mesosaprobik 3 Indikator σ mesosaprobik
4 Indikator polisaprobik
2. Menentukan nilai h.
Dari data yang telah ada pada setiap stasiun dilakukan penghitungan jumlah individu rata-rata. Kemudian ditentukan nilai terbesar (a) dan nilai terkecil (b) dari nilai rata-rata tadi dicari hasil pengurangan ((a-b)/3) untuk menentukan selang kelas dalam pembobotan nilai h. Nilai kisaran untuk genus atau spesies yang ditemukan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Kisaran Nilai h Untuk Indeks Saprobitas.
h Interpretasi
1 Genus/ spesies yang jarang ditemukan 3 Genus/ spesies yang acap kali ditemukan 5 Genus/ spesies yang sering ditemukan
3. Kemudian hasil dari perhitungan nilai dan h tersebut dimasukan dalam rumus I untuk semua organisme yang ditemukan pada setiap stasiun pengamatan, sehingga status perairan dapat diduga dengan melihat indeks saprobitas (I ). Jenis makroavertebrata yang masuk kedalam nilai h, dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5. Kisaran nilai indeks saprobitas dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Nilai indeks saprobitas (I ) dan interpretasinya.
I Tingkat pencemaran
1. 1,0-1,5 Sangat ringan 2. 1,5-2,5 Ringan
3. 2,5-3,5 Sedang
(47)
2. LQI (Lincoln Quality Index)
Organisme yang ditemukan dan telah diidentifikasi sampai dengan famili, kemudian diberi skor berdasarkan data, kemudian skor itu dijumlahkan seluruhnya dan dari jumlah tersebut didapatkan nilai BMWP. Nilai BMWP dibagi dengan jumlah taksa untuk mendapatkan nilai ASPT (Average Score Per Taxon). Kalkulasi dari nilai BMWP dan ASPT diberikan penilaian bergantung pada tempat pengambilan sampel, kemudian dilihat nilai X dan Y nya. Nilai X dan Y tersebut dikalkulasikan untuk mengetahui nilai OQR (Overal Quality Rating) dengan formulasi sebagai berikut :
OQR =(X+Y)/2
Nilai OQR di gunakan untuk memberikan Indeks Kualitas Lincoln atau Lincoln Quality Indices (LQI) yang terdapat pada Tabel 9.
Tabel 9. Nilai OQR (Overal Quality Ratings ) indeks kualitas Lincoln dan interpretasinya (Masson 1991).
Nilai OQR Indeks Interpretasi
6+ A++ Kualitas excellent
5,5 A+ Kualitas excellent
5 A Kualitas excellent
4,5 B kualitas baik
4 C kualitas baik
3,5 D kualitas sedang
3 E kualitas sedang
2,5 F kualitas rendah
2 G kualitas rendah
1,5 H kualitas sangat rendah
(48)
3. FBI (Family Biotic Indeks)
Perhitungan ini dilakukan dengan menggunakan perkalian antara nilai kelimpahan organisme indikator yang ditemukan, berdasarkan famili pada tiap pengamatan dengan skor pada Lampiran 3. Kemudian jumlah total tersebut dibagi dengan jumlah seluruh organisme yang ditemukan kemudian dicocokkan dengan kriteria kualitas yang dapat dilihat dalam Tabel 10.
Tabel 10. Penggolongan kriteria kualitas air oleh: Hinselhoff (1988) in Hauer and Lamberti (1996).
4. SIGNAL 2 (Steram Invertebrate Grade Number Average Level )
SIGNAL 2 merupakan indeks biotik yang sederhana untuk makroavertebrata, dikembangkan pertama kali di Australia bagian timur khususnya untuk sistem Sungai Hawkesbury-Nepean (Chessman 2003). Adapun langkah-langkah perhitungan dari SIGNAL 2 adalah sebagai berikut :
1. Organisme yang ditemukan dan sudah diidentifikasi sampai tingkat famili atau tingkat ordo diberi nilai 1-10 berdasarkan penetapan nilai SIGNAL 2. Skor untuk penetapan nilai SIGNAL 2 ada di Lampiran 7. Dalam penelitian ini pemberian nilai skor ini berdasarkan hasil jumlah famili rata-rata dari 4 stasiun dengan empat kali ulangan.
2. Penentuan faktor pembobotan berdasarkan jumlah individu yang ditemukan pada tiap famili atau ordo. Nilai faktor pembobotan untuk jumlah famili yang
Indeks Kualitas Air
1. 0-3,75 Excellent
2. 3,76-4,25 Sangat baik
3. 4,26-5,00 Baik
4. 5,01-5,75 Sedang
5. 5,76-6,50 Agak buruk
6. 6,51-7,25 Buruk
(49)
ditemukan dapat dilihat pada Tabel 11. Dalam penelitian ini jumlah famili rata-rata yang nilainya <1 tidak diberi skor dan faktor pembobotan.
3. Nilai faktor pembobotan yang telah dihitung dikalikan dengan skor dari tiap famili yang ditemukan, kemudian hasil perkalian tersebut dijumlahkan secara keseluruhan.
4. Hasil penjumlahan tersebut dibagi dengan jumlah total faktor pembobotan, dan didapatkan nilai SIGNAL 2 yang biasanya berkisar antara 3-7 (Chessman 2003). Nilai SIGNAL 2 dapat dilihat pada Lampiran 7.
5. Nilai SIGNAL 2 didapatkan dan diplotkan dalam grafik yang dihubungkan dengan jumlah famili yang ditemukan. Contoh grafik dapat dilihat pada Gambar 4.
6. Dari grafik tersebut diperkirakan keberadaan dari nilai SIGNAL 2 tersebut dalam suatu kuadran. Penentuan kuadran berdasarkan pada keadaan geografis dari tempat pengambilan sample makrozoobenthos. Dari kuadran yang diperoleh dapat diketahui kriteria lingkungan.
Tabel 11. Nilai faktor pembobotan berdasarkan jumlah individu yang ditemukan (Chessman 2003).
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Juml ah F ami li
Kuadran 3 Kuadran 1
Kuadran 4 Kuadran 2
Gambar 4. Contoh grafik dan kuadran untuk nilai SIGNAL 2. Jumlah individu pada tiap famili Faktor Pembobotan
1-2 1
3-5 2
6-10 3
11-20 4
(50)
Dari Gambar 4 nilai kuadran 1, menggambarkan tingginya nilai SIGNAL 2 dan jumlah makroavertebrata. Jumlah famili yang tinggi menunjukan bahwa keanekaragaman juga tinggi dan tidak terdapat faktor tekanan ekologis. Tingginya nilai SIGNAL 2 yang didapat pada kuadran 1 dapat menunjukan bahwa kekeruhan dan kandungan nutrient yang ada pada kuadran 1 ini rendah.
Pada kuadran 2 menggambarkan nilai SIGNAL 2 yang rendah dan jumlah makroavertebrata yang tinggi. Jumlah famili yang tinggi menunjukan bahwa adanya keanekaragaman fisik habitat yang tinggi dan terdapat faktor tekanan ekologis. Nilai SIGNAL 2 pada kuadran ini rendah, yang mengindikasikan tingginya kekeruhan dan nutrient yang ada di kuadran 2. Pada kondisi tersebut sungai yang ada pada kuadran 2, telah mengalami perubahan dari kondisi alaminya.
Untuk kuadran 3 menggambarkan tingginya nilai SIGNAL 2, dan rendahnya jumlah famili makroavertebrata. Sungai berada pada kuadran 3, diindikasikan sudah tercemar, bisa diakibatkan adanya buangan limbah kegiatan perkebunan atau dari limbah antropogenik yang dapat menyebabkan meningkatnya nilai pH.
Pada kuadran 4, digambarkan nilai SIGNAL 2 yang rendah dengan jumlah famili makroavertebrata yang rendah pula. Perairan yang berada pada kuadran 4 diindikasikan telah tercemar berat, karena buangan limbah dari daerah sekitar sungai yang cukup tinggi. Perairan sungai yang masuk kedalam kuadran terindikasi sudah tercemar berat.
3.6.3. Anilisis Keterkaitan Antara Kelimpahan Makroavertebrata dan Kualitas Air
1. Koefisien Korelasi Pearson
Untuk korelasi antara kelimpahan makroavertebrata dan kualitas air pada setiap stasiun digunakan analisis Pearson Correlation Coefficient (Koefisien Korelasi Pearson) (Hasan 2008). Analisis dilakukan dengan mengunakan software SPSS 13.0. Dimana analisis ini digunakan untuk mengatahui bagaimana
(51)
hubungan makroavertebrata dengan parameter kualitas air, apakah kuat, significant, ataukah lemah.
Keterangan :
r : Korelasi antar kelimpahan dengan parameter kualitas air lainnya X : Parameter kelimpahan
Y : Parameter kualitas air lainnya n : jumlah data
Menurut Hasan (2008), koefisien korelasi Pearson diinterpretasikan sebagai berikut:
(1). r 0= tidak ada korelasi; 0< r 0,20= Sangat lemah; (2) 0,20< r 0,40= Lemah; (3) 0,40< r 0,70= Cukup ;(4) 0,70< r <0,90= Kuat; (5) r 1= Sempurna.
2. Uji lanjut LSD (Least Significant Difference)
Uji lanjut LSD ini disebut juga uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) (Matjik and Sumertajaya 2002), di gunakan untuk menguji perlakuan secara berpasang-pasangan. Jika masing-masing perlakuan memiliki perlakuan yang sama maka untuk semua pasangan perlakuan kita hanya memerlukan satu nilai BNT ini, sedangkan jika ulangan tiap perlakuan tidak sama maka setiap pasangan perlakuan membutuhkan satu nilai BNT sebagai pembanding.
Hipotesis dari perbandingan metode ini adalah: HO: i= i’ ; H1= i i’
Keterangan : LSD : uji lanjut
: nilai selang kepercayaan (95%) dbs : derajat bebas sisa
TA,TB : Nilai yang ingin di uji KTS : Kuadrat tengah sisa.
) 1 1 ( ) , 2 ( TB TA KTS dbs t
LSD= α +
) 2 (α t ) ) ( )( ) ( ( ) )( ( 2 2 2
2 X n Y Y
X n Y X XY n r − − − =
(52)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Struktur Komunitas Makroavertebrata
4.1.1. Jumlah Taksa dan Kelimpahan Makroavertebrata
Dari hasil pengamatan sebanyak 3 kali waktu sampling, dengan 4 kali ulangan ditemukan 33 genus makroavertebrata dari 19 famili. famili tersebut tidak semua ditemukan di setiap stasiun, hal itu dapat dilihat pada Tabel 12. Jumlah famili yang ditemukan ditampilkan dalam grafik pada Gambar 5.
Gambar 5. Grafik Jumlah famili rata-rata pada setiap stasiun
Jumlah famili pada setiap stasiun bervariasi, misalnya stasiun 1 pada setiap waktu pengamatan ditemukan jumlah famili makroavertebrata, berkisar antara 11 sampai 18 famili, di stasiun 2 berkisar 8 sampai 14 famili, di stasiun 3 berkisar 9 sampai 12 famili, dan di stasiun 4 berkisar 7 sampai 14 famili. Jumlah famili
(53)
yang didapat pada setiap stasiun tidak berbeda nyata, hal tersebut didapat dengan hasil uji yang dapat dilihat pada Lampiran 15.
Jumlah famili yang paling banyak ditemukan pada stasiun 1, dimana jumlah famili yang ditemukan mencapai 17 famili. Hal itu terjadi dikarenakan stasiun 1 masih berada di daerah hulu, sehingga walaupun di sekitar stasiun 1 ini terdapat beberapa kegiatan manusia, namun perairannya masih bersih dan belum terkontaminasi bahan organik berlebih. Selain itu pada stasiun 1 ini, substratnya masih terdiri dari bebatuan yang besar, dengan aliran sungai yang memiliki banyak titik beriak yang sangat disukai oleh organisme makroavertebrata. Sedangkan jumlah famili terendah ditemukan pada stasiun 3. Hal tersebut terjadi karena banyaknya kegiatan antropogenik, selain itu daerah sekitar sungai digunakan sebagai tempat mencuci, dipinggir sungai juga terdapat tempat pembuangan sampah, sehingga perairan di sekitar stasiun 3 cukup tercemar. Aliran air pada stasiun 3 di beberapa titik memang agak tenang, sehingga makroavertebrata yang ditemukan juga berkurang. Famili apa saja yang ditemukan pada masing-masing stasiun dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Famili yang ditemukan pada setiap stasiun.
Ordo Famili Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Hydropsydae
Tricoptera
Rhyacophilidae - -
Simuliidae
Tipulidae - - -
Tendipedidae Diptera
Heleidae
Psephenidae -
Coleoptera
Elmidae Lepidoptera Pyralidae
Heptagenidae Metretopopidae Siphlonuridae Ephemeroptera
Baetidae
Plecoptera Chloroperlidae - - -
Annelida Glossiphonidae - -
Synceridae Gastropoda
Thiaridae -
Planariidae - -
Oligochaeta Lumbricullidae - -
Jumlah 17 16 14 13
(1)
Lampiran 14. (lanjutan)
- - -
-- - -
-- - -
-- - -
-- - -
-- - -
-- - -
-! "
# - - -
-- - -
-$ #
- - -
--
-% &
' !
# (
-&
# )
- - -
-- - -
-(
! - - -
(2)
-ANOVA
Famili
Sum of
Squares
df
Mean
Square
F
Sig.
Between
Groups
36,167
2
18,083
5,661
,026
Within Groups
28,750
9
3,194
Total
64,917
11
Multiple Comparisons Dependent Variable: Famili
LSD
2,25000 1,26381 ,109 -,6089 5,1089 4,25000* 1,26381 ,008 1,3911 7,1089 -2,25000 1,26381 ,109 -5,1089 ,6089 2,00000 1,26381 ,148 -,8589 4,8589 -4,25000* 1,26381 ,008 -7,1089 -1,3911 -2,00000 1,26381 ,148 -4,8589 ,8589 (J) Stasiun
2,00 3,00 1,00 3,00 1,00 2,00 (I) Stasiun 1,00 2,00 3,00
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval
The mean difference is significant at the .05 level. *.
Kelimpahan
ANOVA Kelimpahan
33590,771 3 11196,924 8,941 ,006
10018,833 8 1252,354
43609,604 11
Between Groups Within Groups Total
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Kelimpahan
LSD
112,08333*
28,89468
,005
45,4521
178,7146
116,25000*
28,89468
,004
49,6187
182,8813
133,83333*
28,89468
,002
67,2021
200,4646
-112,08333*
28,89468
,005
-178,7146
-45,4521
4,16667
28,89468
,889
-62,4646
70,7979
21,75000
28,89468
,473
-44,8813
88,3813
-116,25000*
28,89468
,004
-182,8813
-49,6187
-4,16667
28,89468
,889
-70,7979
62,4646
17,58333
28,89468
,560
-49,0479
84,2146
-133,83333*
28,89468
,002
-200,4646
-67,2021
-21,75000
28,89468
,473
-88,3813
44,8813
-17,58333
28,89468
,560
-84,2146
49,0479
(J) Stasiun
2,00
3,00
4,00
1,00
3,00
4,00
1,00
2,00
4,00
1,00
2,00
3,00
(I) Stasiun
1,00
2,00
3,00
4,00
Mean
Difference
(I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
95% Confidence Interval
The mean difference is significant at the .05 level.
*.
(3)
Lampiran 15. (lanjutan)
Suhu
ANOVA Suhu
2,667 3 ,889 1,778 ,229
4,000 8 ,500
6,667 11
Between Groups Within Groups Total
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Multiple Comparisons Dependent Variable: Suhu
LSD
,00000 ,57735 1,000 -1,3314 1,3314 ,66667 ,57735 ,282 -,6647 1,9980 -,66667 ,57735 ,282 -1,9980 ,6647 ,00000 ,57735 1,000 -1,3314 1,3314 ,66667 ,57735 ,282 -,6647 1,9980 -,66667 ,57735 ,282 -1,9980 ,6647 -,66667 ,57735 ,282 -1,9980 ,6647 -,66667 ,57735 ,282 -1,9980 ,6647 -1,33333* ,57735 ,050 -2,6647 -,0020 ,66667 ,57735 ,282 -,6647 1,9980 ,66667 ,57735 ,282 -,6647 1,9980 1,33333* ,57735 ,050 ,0020 2,6647 (J) Stasiun
2,00 3,00 4,00 1,00 3,00 4,00 1,00 2,00 4,00 1,00 2,00 3,00 (I) Stasiun 1,00
2,00
3,00
4,00
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval
The mean difference is significant at the 0.05 level. *.
TSS
ANOVA TSS
205,583 3 68,528 ,515 ,684
1065,333 8 133,167 1270,917 11
Between Groups Within Groups Total
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Arus
ANOVA Arus
940,346 3 313,449 ,573 ,649
4376,570 8 547,071 5316,917 11
Between Groups Within Groups Total
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
pH
ANOVA pH
,129 3 ,043 ,534 ,672
,642 8 ,080
,770 11
Between Groups Within Groups Total
Sum of
(4)
DO
ANOVA Do
24,223 3 8,074 4,452 ,041
14,509 8 1,814
38,732 11
Between Groups Within Groups Total
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Multiple Comparisons Dependent Variable: Do
LSD
2,20000 1,09959 ,080 -,3357 4,7357 3,53000* 1,09959 ,012 ,9943 6,0657 3,42333* 1,09959 ,014 ,8877 5,9590 -2,20000 1,09959 ,080 -4,7357 ,3357 1,33000 1,09959 ,261 -1,2057 3,8657 1,22333 1,09959 ,298 -1,3123 3,7590 -3,53000* 1,09959 ,012 -6,0657 -,9943 -1,33000 1,09959 ,261 -3,8657 1,2057 -,10667 1,09959 ,925 -2,6423 2,4290 -3,42333* 1,09959 ,014 -5,9590 -,8877 -1,22333 1,09959 ,298 -3,7590 1,3123 ,10667 1,09959 ,925 -2,4290 2,6423 (J) Stasiun 2,00 3,00 4,00 1,00 3,00 4,00 1,00 2,00 4,00 1,00 2,00 3,00 (I) Stasiun 1,00 2,00 3,00 4,00 Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval
The mean difference is significant at the 0.05 level. *.
BOD
ANOVA BOD
10,415 3 3,472 674,781 ,000
,041 8 ,005
10,456 11 Between Groups
Within Groups Total
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Multiple Comparisons Dependent Variable: BOD
LSD
-1,92033* ,05856 ,000 -2,0554 -1,7853 -2,08433* ,05856 ,000 -2,2194 -1,9493 -,31167* ,05856 ,001 -,4467 -,1766 1,92033* ,05856 ,000 1,7853 2,0554 -,16400* ,05856 ,023 -,2991 -,0289 1,60867* ,05856 ,000 1,4736 1,7437 2,08433* ,05856 ,000 1,9493 2,2194 ,16400* ,05856 ,023 ,0289 ,2991 1,77267* ,05856 ,000 1,6376 1,9077 ,31167* ,05856 ,001 ,1766 ,4467 -1,60867* ,05856 ,000 -1,7437 -1,4736 -1,77267* ,05856 ,000 -1,9077 -1,6376 (J) Stasiun 2,00 3,00 4,00 1,00 3,00 4,00 1,00 2,00 4,00 1,00 2,00 3,00 (I) Stasiun 1,00 2,00 3,00 4,00 Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval
The mean difference is significant at the 0.05 level. *.
(5)
Lampiran 15. (lanjutan)
Kekeruhan
ANOVA Kekeruhan
187,063 3 62,354 ,586 ,641
851,167 8 106,396 1038,229 11
Between Groups Within Groups Total
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
COD
ANOVA COD
2955,667 3 985,222 13,496 ,002
584,000 8 73,000
3539,667 11 Between Groups
Within Groups Total
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Multiple Comparisons Dependent Variable: COD
LSD
1,33333 6,97615 ,853 -14,7537 17,4204
-35,33333* 6,97615 ,001 -51,4204 -19,2463
-24,00000* 6,97615 ,009 -40,0870 -7,9130
-1,33333 6,97615 ,853 -17,4204 14,7537
-36,66667* 6,97615 ,001 -52,7537 -20,5796
-25,33333* 6,97615 ,007 -41,4204 -9,2463
35,33333* 6,97615 ,001 19,2463 51,4204
36,66667* 6,97615 ,001 20,5796 52,7537
11,33333 6,97615 ,143 -4,7537 27,4204
24,00000* 6,97615 ,009 7,9130 40,0870
25,33333* 6,97615 ,007 9,2463 41,4204
-11,33333 6,97615 ,143 -27,4204 4,7537
(J) Stasiun 2,00 3,00 4,00 1,00 3,00 4,00 1,00 2,00 4,00 1,00 2,00 3,00 (I) Stasiun 1,00
2,00
3,00
4,00
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval
The mean difference is significant at the 0.05 level. *.
(6)