1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas didapatkan rumusan masalah yaitu: Bagaimana penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat untuk meminimalkan
reaksi hospitalisasi negatif pada anak di ruang rawat anak Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk: Mengetahui penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat untuk
meminimalkan reaksi hospitalisasi negatif pada anak di ruang rawat anak Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan.
1.4. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi : 1.4.1. Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tambahan yang berguna untuk meningkatkan kualitas pendidikan di bagian keperawatan anak.
1.4.2. Praktik Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi
tambahan pada perawat khususnya yang ada di Ruang Rawat Anak Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan mengenai penerapan lingkungan terapeutik oleh
perawat untuk meminimalkan reaksi hospitalisasi negatif pada anak di ruang rawat anak Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan.
Universitas Sumatera Utara
1.4.3. Penelitian Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi evidence dan data dasar
bagi peneliti selanjutnya terkait perawatan hospitalisasi pada anak.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hospitalisasi Pada anak
2.1.1 Konsep Hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit
menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah. Selama proses tersebut, anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang
menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat traumatik dan penuh stres Supartini, 2004.
Penyakit dan hospitalisasi sering kali menjadi krisis pertama yang harus dihadapi anak, terutama pada anak-anak salama tahun-tahun awal sangat rentan
terhadap krisis penyakit dan hospitalisasi. Hal tersebut dikarenakan anak mengalami stres akibat perubahan dari keadaan sehat menjadi sakit dan anak
memiliki jumlah mekanisme koping yang terbatas untuk menyelesaikan stressor. Stressor utama dari hospitalisasi anak antara lain adalah perpisahan, kehilangan
kendali, cedera tubuh, dan nyeri. Reaksi anak terhadap krisis-krisis tersebut dipengaruhi oleh usia perkembangan mereka Wong, 2009.
2.1.2 Dampak Hospitalisasi Pada Anak
Hospitalisasi pada anak dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada semua tingkat usia. Penyebab dari kecemasan dipengaruhi oleh banyaknya faktor,
baik faktor dari petugas perawat, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya,
Universitas Sumatera Utara
lingkungan baru, maupun lingkungan keluarga yang mendampingi selama perawatan. Keluarga sering merasa cemas dengan perkembangan keadaan
anaknya, pengobatan, dan biaya perawatan. Meskipun dampak tersebut tidak bersifat langsung terhadap anak, secara pisikologis anak akan merasakan
perubahan perilaku dari orang tua yang mendampingi selama perawatan. Anak menjadi semakin stres dan hal ini berpengaruh pada proses penyembuhan, yaitu
menurunnya respon imun. Hal tersebut dapat membuat pasien yang mengalami kegoncangan jiwa akan mudah terserang penyakit, karena pada kondisi stres akan
terjadi penekanan system imun. Pasien anak akan merasa nyaman selama perawatan dengan adanya dukungan sosial keluarga, lingkungan perawatan yang
terapeutik, dan sikap perawat yang penuh dengan perhatian akan mempercepat proses penyembuhan Nursalam, 2005.
2.1.3 Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi
Anak akan menunjukkan berbagai perilaku sebagai reaksi terhadap pengalaman hospitalisasi. Reaksi tersebut bersifat individual, dan sangat
bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia, dan kemampuan koping yang
dimilikinya. Pada umumnya, reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri. Berikut ini reaksi anak
terhadap sakit dan dirawat di rumah sakit sesuai dengan tahapan perkembangan
anak Supartini, 2004.
Universitas Sumatera Utara
a. Masa Bayi 0 sampai 1 tahun
Masalah yang utama terjadi adalah karena dampak dari perpisahan dengan orang tua sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya dan kasih sayang.
Pada anak usia lebih dari enam bulan terjadi stranger anxiety atau cemas apabila berhadapan dengan orang yang tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan.
Reaksi yang sering muncul pada anak usia ini adalah menangis, marah, dan banyak melakukan gerakan sebagai sikap stranger anxiety. Bila ditinggalkan
ibunya, bayi akan merasakan cemas karena perpisahan dan perilaku yang ditunjukkan adalah dengan menangis keras. Respon terhadap nyeri atau adanya
perlukaan biasanya menangis keras, pergerakan tubuh yang banyak, dan ekspresi wajah yang tidak menyenangkan Supartini, 2004.
b. Masa Todler 2 sampai 3 tahun
Anak usia todler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber stresnya. Sumber stres yang utama adalah cemas akibat perpisahan. Respon
perilaku anak sesuai dengan tahapannya,yaitu tahap protes, putus asa, dan pengingkaran denial. Pada tahap protes, perilaku yang ditunjukkan adalah
menangis kuat, menjerit memanggil orang tua atau menolak perhatian yang diberikan orang lain. Pada tahap putus asa, perilaku yang ditunjukkan adalah
menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan minat untuk bermain dan makan, sedih, dan apatis. Pada tahap pengingkaran, perilaku yang ditunjukkan
adalah secara samar mulai menerima perpisahan, membina hubungan secara dangkal, dan anak mulai terlihat menyukai lingkungannya. Oleh karena adanya
pembatasan terhadap pergerakannya, anak akan kehilangan kemampuannya untuk
Universitas Sumatera Utara
mengontrol diri dan anak menjadi tergantung pada lingkungannya. Terhadap perlukaan yang dialaminya atau nyeri yang dirasakan karena mendapatkan
tindakan invasive, seperti injeksi, infus, pengambilan darah, anak akan meringis, menggigit bibirnya, dan memukul Supartini, 2004.
c. Masa prasekolah 3 sampai 6 tahun