- 2005-2025 BAB III

(1)

III-1

BAB III

ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

Analisis isu-isu strategis merupakan bagian penting dan sangat menentukan dalam proses penyusunan rencana pembangunan daerah untuk melengkapi tahapan-tahapan yang telah dilakukan sebelumnya. Identifikasi isu yang tepat dan bersifat strategis meningkatkan aksesibilitas prioritas pembangunan, dapat dioperasionalkan dan secara moral dan etika birokratis dapat dipertanggungjawabkan. Isu strategis merupakan salah satu pengayaan analisis lingkungan eksternal terhadap proses perencanaan. Jika dinamika eksternal khususnya selama 20 tahun yang akan datang diidentifikasi dengan baik, maka pemerintah daerah akan dapat mempertahankan/meningkatkan pelayanan pada masyarakat. Pemerintah daerah yang tidak menyelaraskan diri secara sepadan atas isu strategisnya akan menghadapi potensi kegagalan dalam melaksanakan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawabnya atau gagal dalam melaksanakan pembangunan daerah.

Isu strategis adalah kondisi atau hal yang harus diperhatikan atau dikedepankan dalam perencanaan pembangunan karena dampaknya yang signifikan bagi entitas (daerah/ masyarakat) di masa datang. Suatu kondisi/kejadian yang menjadi isu strategis adalah keadaan yang apabila tidak diantisipasi akan menimbulkan kerugian yang lebih besar atau sebaliknya dalam hal tidak dimanfaatkan akan menghilangkan peluang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang. Analisis isu-isu strategis diidentifikasi berdasarkan berbagai permasalahan pembangunan daerah yang sangat mendesak dan memiliki pengaruh yang kuat terhadap keberhasilan pembangunan serta disusun berdasarkan isu strategis yang dapat dimanfaatkan sebagai peluang yang akan muncul termasuk mengantisipasi berbagai ancamannya.

Pernyataan isu-isu strategis memberikan gambaran tentang hal-hal yang menjadi fokus dan prioritas penanganan karena pengaruhnya yang besar, luas dan signifikan terhadap perbaikan kondisi masyarakat pada lima tahun mendatang. Isu-isu strategis adalah isu-isu yang jika diprioritaskan penanganannya maka peluang tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan dua puluh tahun mendatang akan lebih besar dan lebih pasti. Jika isu strategis ini tidak ditangani maka tujuan dan sasaran menjadi sulit tercapai.

3.1. Permasalahan Pembangunan

Permasalahan pembangunan diperlukan dalam perumusan visi dan misi daerah, yang selanjutnya akan dituangkan dalam perumusan sasaran RPJPD. Identifikasi permasalahan pembangunan dapat diverifikasi dari informasi pada gambaran umum kondisi daerah dan informasi lain yang relevan.

Permasalahan pembangunan daerah merupakan “gap expectation” antara kinerja pembangunan Kabupaten Aceh Tamiang yang dicapai saat ini dengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai di masa datang dengan kondisi riil saat perencanaan dilakukan.


(2)

III-2 Identifikasi permasalahan pembangunan diperlukan dalam perumusan tujuan pembangunan dua puluh tahun, yang selanjutnya akan dituangkan dalam perumusan sasaran RPJPD. Berdasarkan hasil analisis permasalahan pembangunan untuk masing-masing aspek dan urusan, serta kesepakatan dari para pemangku kepentingan maka permasalahan pembangunan jangka panjang Kabupaten Aceh Tamiang adalah sebagai berikut :

a. Rendahnya peringkat IPM Aceh Tamiang di tingkat Provinsi maupun Nasional

Perkembangan pembangunan manusia yang dicapai Kabupaten Aceh Tamiang sampai tahun 2010 tidak terlalu signifikan. Angka IPM Aceh Tamiang hanya sedikit mengalami peningkatan dari 70,50 di tahun 2009 menjadi 70,79 pada tahun 2010 dan masih dibawah Provinsi Aceh sebesar 71,70, dan tergolong kelompok “menengah atas” (skala 66-79,9). Sedangkan peringkat IPM Aceh Tamiang untuk level Provinsi, hanya mampu menempati peringkat 13 dari 23 Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh.

b. Rendahnya tingkat pendapatan masyarakat

Rendahnya tingkat pendapatan masyarakat terlihat dari rendahnya pengeluaran riil masyarakat. Semakin meningkatnya pengeluaraan riil mengindikasikan bahwa semakin baik tingkat kesejahteraan masyarakat. Seiring peningkatan kesejahteraan penduduk sebagai dampak dari pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan.

Dari hasil penghitungan, diperoleh gambaran rata‐rata pengeluaran riil/pengeluaran konsumsi RT perkapita disesuaikan dengan jumlah penduduk Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2011, yaitu sekitar Rp521.547,‐ per tahun masih jauh dari bila dibandingkan dengan pengeluaran riil yang ideal sebesar Rp.737.720,- bisa dikatakan kemampuan penduduk Kabupaten Aceh Tamiang untuk memenuhi penghidupan yang layak masih jauh dari target seharusnya. Sedangkan PDRB per kapita Kabupaten Aceh Tamiang sebesar Rp 9.000.000/jiwa.

Rendahnya tingkat pendapatan masyarakat Kabupaten Aceh Tamiang juga dapat dilihat dari rendahnya Nilai Tukar Petani (NTP) gabungan rata-rata yaitu sebesar 98,68 persen yang disebabkan oleh rendahnya produktivitas komoditi, jumlah dan kualitas SDM di bidang pertanian masih terbatas, kurang sarana dan prasarana pendukung lainnya serta masih lemahnya jaringan pasar.

c. Rendahnya AHH Kabupaten Aceh Tamiang dibandingkan Provinsi Aceh dan Nasional

Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial ekonomi pada umumnya dapat dilihat dari peningkatan usia harapan hidup penduduk. Pada tahun 2007 Angka Harapan Hidup masyarakat Aceh Tamiang sebesar 68,09 tahun dan mengalami peningkatan pada tahun 2011 sebesar 69,00 tahun. Namun angka ini masih berada di bawah angka Nasional sebesar 72,00 tahun pada Tahun 2011. Sementara AHH Provinsi Aceh pada tahun 2010 sebesar 68,70 pada saat aceh tamiang berada di angka 68,37.


(3)

III-3

d. Rendahnya peningkatan kualitas pendidikan di Kabupaten Aceh Tamiang yang diwakili oleh pertumbuhan angka rata-rata lama sekolah tidak terlalu signifikan.

Usaha sekolah untuk melakukan ekspansi selama ini tidak menghasilkan lulusan dengan pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan untuk membangun masyarakat yang kokoh dan ekonomi yang kompetitif di masa depan. Bukti ini ditunjukkan dengan rendahnya kualitas pendidikan di Kabupaten Aceh Tamiang. Menurut data Badan Pusat Statistik (2011), angka rata-rata lama sekolah di Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2007 sebesar 8,40 tahun dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 8,85 tahun.

e. Belum terciptanya kemandirian dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

Pembangunan melalui pertispasi masyarakat merupakan salah satu upaya untuk memberdayakan potensi masyarakat dalam merencanakan pembangunan yang berkaitan dengan potensi sumber daya lokal berdasarkan kajian musyawarah, yaitu peningkatan motivasi dan peran serta kelompok masyarakat dalam pembangunan dan peran serta kelompok masyarakat dalam proses pembangunan melalui keterlibatan dan diakomodirnya masukan saran pada saat perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan.

f. Ajaran Islam belum dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam kehidupan sehari-hari pemahaman dan penerapan ajaran islam sangat penting sebagai pondasi pembangunan SDM di Kabupaten Aceh Tamiang. Pelaksanaan nilai-nilai Dinul Islam di Kabupaten Aceh Tamiang belum maksimal, terutama disebabkan oleh masih kurangnya pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran Islam di kalangan masyarakat Kabupaten Aceh Tamiang. Berbagai perilaku masyarakat masih banyak yang bertentangan dengan moralitas dan etika agama. Hal tersebut terlihat dari masih tingginya tindak pidana kriminalitas di masyarakat yaitu sebanyak 27,60, yang terdiri dari kasus narkoba 71, kasus pembunuhan 1, kejahatan seksual 3, kasus penganiayaan 76, kasus pencurian 301, kasus penipuan 40, kasus pemalsuan uang 1 pada tahun 2011.Oleh karena itu, penanaman ajaran Islam perlu dilaksanakan sejak usia dini baik di lingkungan formal maupun informal.

3.2. Isu Strategis

Isu strategis adalah kondisi atau hal yang diperhatikan atau dikedepankan dalam perencanaan pembangunan 20 (dua puluh) tahun mengingat dampaknya yang signifikan bagi masyarakat di masa depan. Isu strategis, apabila tidak diantisipasi, akan menimbulkan kerugian yang lebih besar. Demikian pula sebaliknya, jika tidak dimanfaatkan akan dapat menghilangkan peluang untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang.

Suatu isu strategis dirumuskan melalui identifikasi berbagai permasalahan pembangunan daerah yang bersifat strategis dan diperkirakan dapat mempengaruhi agenda pembangunan dalam 20 (dua puluh) tahun kedepan. Analisis lingkungan eksternal dapat diambil dari berbagai informasi dari dunia internasional, kebijakan nasional (RPJPN), Regional (RPJPD Provinsi Aceh) dan sumber-sumber lain


(4)

III-4 yang dapat berdampak langsung pada pembangunan Kabupaten Aceh Tamiang dalam jangka waktu dua puluh tahun kedepan.

a. Isu Internasional

Salah satu isu strategis di tingkat internasional yang relevan bagi perencanaan pembangunan daerah, antara lain: penerapan green economic global (ekonomi ramah lingkungan), krisis ekonomi global yang masih mengancam perekonomian, penerapan sumber alternatif mengantisipasi semakin menipisnya cadangan mineral dunia, mengantisipasi perubahan iklim global (global warning/climate change), serta kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang semakin pesat dan mengantisipasi hambatan jarak antar waktu, selain informasi terhadap isu-isu tersebut perlu juga melakukan review terhadap dokumen MDG’s dan ASEAN Economic Community (AEC).

Millenium Development Goal’s (MDG’s)

Konsep MDG’s muncul dengan pemikiran bahwa ada beberapa hal yang menjadikan masyarakat menjadi tetap rentan dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Sehingga ditetapkan delapan tujuan beserta target-targetnya yang diharapkan mampu membantu masyarakat keluar dari persoalan-persoalan yang sangat mendasar. Konsep MDG’s pada intinya bertujuan untuk membawa pembangunan ke arah yang lebih adil bagi semua pihak, baik untuk manusia dan lingkungan hidup, bagi laki-laki dan perempuan, bagi orang tua dan anak-anak, serta bagi generasi sekarang dan generasi mendatang.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Aceh Tamiang juga memperhatikan konsep dan target Millenium Development Goals (MDG’s), yang terdiri dari :

1. Menghilangkan angka kemiskinan absolut dan kelaparan; 2. Memberlakukan pendidikan dasar yang universal;

3. Mengembangkan kesetaraan dan pemberdayaan perempuan; 4. Menurunkan angka kematian anak;

5. Memperbaiki kesehatan maternal;

6. Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya; 7. Menjamin kesinambungan lingkungan hidup; 8. Membangun kemitraan global untuk pembangunan.

Diterapkannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC)

Rencana pembentukan Ekonomi ASEAN atau ASEAN Economic Community (AEC) yang akan diterapkan pada tahun 2015 secara tidak langsung akan berpengaruh pada kegiatan ekonomi masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Aceh Tamiang pada khususnya, terwujudnya AEC, ASEAN telah menyepakati ATIGA (ASEAN Trade in Goods Agreement) yang merupakan modifikasi dari keluruhan kesepakatan ASEAN dan liberalisasi dan fasilitasi perdagangan barang (trade in goods). ATIGA bertujuan mewujudkan kawasan arus barang yang bebas sebagai salah satu prinsip dasar pasar tunggal masyarakat Ekonomi ASEAN, yang bertujuan untuk meminimalisir hambatan dan memperkuat kerjasama antar anggota, menurunkan


(5)

III-5 biaya, meningkatkan perdagangan dan kewasan investasi yang kompetitif, efisien ekonomi serta menciptakan pasar yang lebih besar.

b. Isu Nasional

Isu jangka panjang nasional yang dapat dijadikan referensi dalam merumuskan isu strategis diantaranya adalah dokumen RPJPD dan Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025

Review terhadap RPJPN bertujuan untuk mengetahui arah pembangunan nasional dan sasaran pembangunan pada setiap tahapan lima tahunan. Pemahaman terhadap arah dan sasaran pembangunan jangka panjang akan memandu RPJPD Kabupaten Aceh Tamiang agar selaras dengan cita-cita bersama seluruh rakyat Indonesia.

Adapun tahapan dan skala prioritas pada RPJPN 2005-2025 ditampilkan, dapat dilihat bahwa pembangunan selama 2005-2009 diarahkan pada penataan di segala bidang pembangunan untuk tercapainya kondisi yang aman, damai, adil, demokratis, sebagai pondasi utama dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Adapun pembangunan selama 2010-2014 diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia, daya saing perekonomian, dan pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Dengan demikian pelayanan wajib yang telah memiliki SPM perlu menjadi prioritas pembangunan dalam periode tersebut. Demikian pula halnya bagi Kabupaten Aceh Tamiang, pencapaian SPM menjadi salah satu tema utama pembangunan pada periode 2009-2014 ini. Selanjutnya selama 2015-2019 merupakan periode pemantapan pembangunan secara menyeluruh guna memastikan tercapainya daya saing perekonomian yang kompetitif yang didukung sumber daya manusia berkualitas dan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selanjutnya di tahapan terakhir (2020-2024), pembangunan diarahkan pada upaya memperkokoh struktur perekonomian berlandaskan keunggulan kompetitif di semua wilayah yang didukung sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing.


(6)

III-6

Tabel. III.1.

Tahapan Dan Skala Prioritas RPJPN 2005-2025 RPJM

I

(2005-2009)

Menata kembali & membangun Indonesia di segala bidang

 Menata kembali NKRI, membangun Indonesia yang aman dan damai yang adil dan demokratis, dengan tingkat kesejahteraan yang lebih baik

RPJM II

(2010-2014)

Memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang

 Memantapkan penataan kembali NKRI, meningkatkan kualitas SDM, membangun kemampuan IPTEK, memperkuat daya saing daerah

RPJM III

(2015-2019)

Menetapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang

 Memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis SDA yang tersedia, SDM yang berkualitas serta kemampuan IPTEK

RPJM IV

(2020-2024)

Mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur

 Mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur melalui percepatan pembangunan di segala bidang dengan struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif

Sumber: RPJPN 2005-2025

Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

Selain me-review RPJPN 2005-2025, baru-baru ini pemerintah pusat menerbitkan Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), dalam rangka mewujudkan visi sebagai negara maju dan sejahtera pada tahun 2025. Indonesia mempercepat transformasi ekonomi. Untuk itu disusun MP3EI yang mengedepankan pendekatan not business as usual, melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan terfokus pada prioritas yang konkrit dan terukur. Namun demikian, MP3EI tetap merupakan bagian integral dalam sistem perencanaan pembangunan nasional.

Melalui langkah MP3EI, percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi akan menempatkan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan per kapita yang berkisar antara USD 14.250-USD 15.500 dengan nilai total perekonomian (PDB) berkisar antara USD 4,0-4,5 triliun. Untuk mewujudkannya diperlukan pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4-7,5 persen pada periode 2011-2014, dan sekitar 8,0-9,0 persen pada periode 2015-2025. Pertumbuhan ekonomi tersebut akan dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5 persen pada periode 2011-2014 menjadi 3,0 persen pada 2025. Kombinasi pertumbuhan dan inflasi seperti itu mencerminkan karakteristik negara maju. Langkah-langkah terobosan yang tertuang di dalam strategi dan kebijakan MP3EI dirumuskan dengan memperhatikan sejumlah prasyarat yang diperlukan. Selain itu juga dikembangkan strategi yang terdiri dari atas 3 (tiga) pilar utama berdasarkan visi dan misi yang telah ditetapkan, yang strategi peningkatan potensi wilayah melalui pengembangan pusat-pusat pertumbuhan di


(7)

III-7 dalam koridor ekonomi, strategi memperkuat konektivitas nasional, serta strategi meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia dan IPTEK. Prasyarat serta berbagai strategi pengembangan tersebut akan sangat mempengaruhi kaberhasilan pelaksanaan MP3EI.

Berdasarkan ketiga strategi yang telah ditetapkan, disusun rencana pembangunan 6 koridor ekonomi yang multiplier effect-nya dapat dirasakan di seluruh wilayah tanah air. Pembangunan di masing-masing wilayahnya. Indikasi investasi sampai dengan 2025, termasuk infrastuktur utama, disusun berdasarkan proses interaksi dengan seluruh pemangku kepentingan.

Koridor Ekonomi Sumatera mempunyai tema Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan

Lumbung Energi Nasional. Secara geostrategis, Sumatera diharapkan menjadi “Gerbang

ekonomi nasional ke Pasar Eropa, Afrika, Asia Selatan, Asia Timur, serta Australia”.

Di dalam strategi pembangunan ekonominya, Koridor Ekonomi Sumatera berfokus pada enam kegiatan ekonomi utama, yaitu Kelapa Sawit, Karet, Batubara, Perkapalan dan Besi Baja yang memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi mesin pertumbuhan ekonomi koridor ini, terutama setelah adanya upaya pembangunan Jembatan Selat Sunda.

Dalam strategi MP3EI wilayah Aceh, fokus pada sektor pertanian sub sektor perkebunan, pengembangan perkebunan rakyat ini berlokasi di wilayah Aceh dengan sistem kemitraan antara PTPN I, PTPN III, dan PTPN IV dengan masyarakat sekitar dan difasilitasi dengan dana program revitalisasi perkebunan. Sementara untuk Kabupaten Aceh Tamiang di fokuskan pada revitalisasi perkebunan rakyat yang direncanakan 41.200 ha (kelapa sawit 28.200 ha dan 13.000 ha) yang ditargetkan selesai pada tahun 2014 masih jalan ditempat dikarenakan oleh beberapa hambatan terutama masalah lahan. Pada akhir 2011 penanaman hanya 420 ha sawit di Aceh Utara dan 126 Ha di Aceh Tamiang.


(8)

III-8

Gambar. III.1

Peta Penyebaran Program Revitalisasi Perkebunan Sawit dan Karet tahun 2011-2014


(9)

III-9

c. Isu Regional (review RPJPD Provinsi Aceh)

Berdasarkan permasalahan dan isu strategis yang dihadapi oleh Pemerintah Provinsi Aceh tampak beberapa keselarasan prioritas pembangunan. Berikut tahapan dan prioritas pembangunan jangka panjang Provinsi Aceh.

Tahap Pembangunan Ke-1 (2005-2012)

Konflik dan bencana gempa bumi disertai tsunami 26 Desember 2004 yang melanda Aceh telah menghancurkan semua sendi kehidupan masyarakat Aceh. Bencana ini tidak hanya menghancurkan fisik bangunan, tetapi juga menelan ratusan ribu nyawa serta lumpuhnya pemerintahan Aceh. Oleh karena itu, pada tahap ini penekanan adalah merehabilitasi dan merekonstruksi kehidupan masyarakat Aceh untuk semua bidang yakni infrastruktur, ekonomi, sosial, agama dan kelembagaan. Pada akhir tahapan pembangunan pertama, pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) non migas diharapkan mencapai 5–6 persen, tingkat kemiskinan menjadi 17 –18 persen, dan tingkat pengangguran menjadi 8 persen. Untuk mencapai target atau indikator pembangunan yang diharapkan, diperlukan strategi penggunaan pendanaan yang optimal dari berbagai sumber pendanaan yang sah sesuai dengan rencana induk pemanfaatan masing-masing sumber pendanaan. Hal ini diperlukan mengingat kontribusi sektor migas untuk pertumbuhan ekonomi Aceh semakin menurun, maka diperlukan upaya dalam pengembangan penerimaan dari sektor non migas.

Pembangunan ekonomi difokuskan untuk memulihkan kapasitas dan produktifitas perekonomian Aceh yang lumpuh akibat konflik dan tsunami. Untuk memulihkan kapasitas perekonomian Aceh dilaksanakan melalui rehabilitasi lahan yang terkena dampak tsunami, pemanfaatan kembali lahan terlantar selama konflik, penyediaan sarana penangkapan ikan bagi nelayan, penyediaan modal keuangan, pelatihan keterampilan serta sarana dan prasarana produksi lainnya.

Peningkatan kapasitas sumber daya manusia merupakan modal utama dalam rangka meningkatkan kualitas dan daya saing sumber daya manusia yang didukung oleh pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, iklim usaha yang kondusif, serta membaiknya upaya pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Peningkatan daya saing daerah memerlukan percepatan pembangunan infrastruktur yang didorong dengan adanya regulasi dan reformasi, terutama pada sektor transportasi, energi listrik, air dan telekomunikasi untuk mendukung kegiatan ekonomi sekaligus mendukung kemajuan sosial dan budaya.

Pembangunan infrastruktur dititikberatkan pada upaya pemulihan sarana dan prasarana publik seperti jalan, jembatan, perumahan, sistem jaringan air bersih dan sanitasi, sistem transportasi, infrastruktur sumber daya air dan sistem komunikasi serta sarana pos dan telekomunikasi. Dalam rangka mendukung seluruh aktifitas tersebut maka perlu dilakukan pencadangan sumber energi yang cukup serta mulai memikirkan pemanfaatan sumber energi terbarukan yang dapat menjadi alternatif pengganti minyak dan gas, seperti panas bumi (geothermal), tenaga air, angin, uap, dan gelombang laut.

Dalam mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan tanggap terhadap bencana diwujudkan dalam rencana pembangunan Aceh melalui pengaturan tata guna lahan (land use management), pemulihan fungsi hutan, pengelolaan energi terbarukan, pemberdayaan masyarakat (community development), pengendalian pencemaran lingkungan hidup, menjaga


(10)

III-10 kawasan konservasi secara berkelanjutan dengan melibatkan partisipasi masyarakat lokal secara aktif. Hal ini dilakukan sejalan dengan Aceh Green Vision.

Penataan ruang Aceh ditetapkan dalam Qanun tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh (RTRWA) yang mengatur pola ruang dan struktur ruang. Pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya sebagaimana yang ditetapkan dalam tata ruang dapat menimbulkan terjadinya alih fungsi lahan yang berdampak terhadap lingkungan.

Selanjutnya, penegakan hukum dan hak asasi manusia di Aceh pada tahap pembangunan ini dititik beratkan pada penginternalisasian dan pelembagaan nilai-nilai islami, demokrasi dan hak asasi manusia guna mendorong proses pembangunan yang berkeadilan dan berkepastian hukum, dan menjadikan perdamaian Aceh sebagai pembelajaran (lesson learned) bagi masyarakat di tingkat lokal, nasional maupun internasional melalui memorisasi dan catatan sejarah.

Pembangunan sektor pendidikan difokuskan pada peningkatan mutu pendidikan dan pemerataan kesempatan belajar untuk pendidikan dasar dan menengah (12 tahun) yang didukung oleh sarana dan prasarana pendidikan yang memenuhi standar nasional, peningkatan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan, serta pengelolaan sistem pendidikan yang baik. Selanjutnya, implementasi sistem pendidikan islami dilakukan dengan menyediakan landasan hukum dan prosedur operasi standar dalam rangka pengembangan kurikulum, metode pembelajaran, dan standar pendidikan yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Prioritas pembangunan bidang kesehatan adalah peningkatan kualitas pelayanan dasar yang dapat diakses seluruh masyarakat melalui penyediaan tenaga medis, peralatan medis, obat-obatan yang memadai dan penyediaan sarana dan prasarana pendukung lainnya. Ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai akan meningkatkan angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Aceh yang ditunjukkan dengan meningkatnya usia harapan hidup (UHH), menurunnya angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian Ibu (AKI). Dalam periode ini pembangunan kesehatan juga ditujukan untuk mencapai tujuan pembangunan milenium (Millenium Development Goals-MDGs) yaitu yang terkait dengan kesehatan ibu dan anak; pencegahan penyakit menular, khususnya HIV-AIDS dan malaria; serta mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat.

Prioritas pembangunan bidang keagamaan adalah penguatan sumberdaya manusia yang berakhlak mulia dan pengembangan kelembagaan untuk mendukung pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Sejak pemberlakuan syariat Islam secara legal formal, beberapa instrumen pelaksanaan telah dilengkapi seperti pendirian beberapa lembaga/dinas/badan dan penetapan peraturan daerah atau qanun. Lembaga pemerintahan Aceh terkait dengan penyelenggaraan Syariat Islam di Aceh dibentuk antara lain Majelis Permusyawaratan Ulama, Mahkamah Syar’iyah, Baitul Mal, Dinas Syariat Islam dan Wilayatul Hisbah. Pembentukan lembaga-lembaga ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pelaksanaan Syariat Islam di Aceh dan mempercepat pencapaian visi menuju Aceh yang Islami.

Tahap Pembangunan Ke-2 (2013-2017)

Sebagai keberlanjutan tahapan pembangunan pertama Aceh, periode kedua pembangunan ini difokuskan untuk mencapai target-target tujuan pembangunan millenium dan mendukung pengembangan agroindustri di Aceh. Berkembangnya industri berbasis pertanian melalui


(11)

III-11 intensifikasi untuk peningkatan produksi dan kualitas komoditas andalan yang memberikan nilai tambah produk pertanian, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengurangi kemiskinan, menurunkan beban tanggungan hidup dan mendorong pertumbuhan ekonomi dalam upaya pencapaian tujuan pembangunan millenium (MDGs), menurunkan ketimpangan pembangunan antar wilayah, pengembangan wilayah serta pengembangan wilayah strategis sesuai dengan potensi.

Pada akhir tahapan pembangunan kedua, pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) diharapkan mencapai 7 – 8 persen, tingkat kemiskinan menjadi 14 - 15 persen, dan tingkat pengangguran menjadi 7 persen.

Penekanan pembangunan infrastruktur dalam periode kedua adalah peningkatan sistem transportasi dari sentra-sentra produksi ke pusat-pusat pemasaran, pembangunan dan pemeliharaan jaringan irigasi, peningkatan kualitas pelayanan kelistrikan, peningkatan akses jaringan air bersih dan sanitasi, dan pemantapan di sektor perumahan yang mengedepankan penyediaan rumah layak huni secara mandiri yang memenuhi standar kesehatan.

Pembangunan infrastruktur secara proporsional diharapkan adanya dukungan dari dunia usaha dalam upaya mendukung pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran dalam rangka menciptakan kemandirian ekonomi daerah.

Peningkatan kualitas lingkungan dititik-beratkan pada pembangunan berwawasan lingkungan yang didasarkan pada daya dukung lingkungan serta penyediaan informasi kondisi lingkungan. Sosialisasi mengenai pentingnya menjaga lingkungan serta sumberdaya alam dengan tetap memperhatikan dan menjalankan rencana penataan ruang yang sudah ditetapkan.

Pembangunan Aceh di bidang kebencanaan difokuskan pada peningkatan peran masyarakat, kelembagaan masyarakat dan pemerintah guna memaksimalkan upaya pengurangan risiko bencana melalui peningkatan pemahaman dan penilaian bahaya, peringatan dini, persiapan menghadapi bencana dan pasca bencana.

Pengelolaan sumber daya hutan diarahkan pada pengembangan wana tani (agroforestry) dan pemanfaatan jasa lingkungan seperti pariwisata alam (eco-tourism), hasil hutan non-kayu dan perdagangan karbon. Penyusunan sejumlah aturan dan regulasi pengelolaan hutan yang berkelanjutan dilakukan dalam rangka menjamin kelestarian hutan.

Pembangunan di bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak difokuskan pada pencapaian tujuan pembanguan millenium yaitu mencapai pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu dan pengendalian penyakit menular serta menurunkan beban ganda kesehatan.

Penuntasan wajib belajar 9 (sembilan) tahun menjadi prioritas pada tahun 2015 semua anak Aceh baik laki-laki dan perempuan harus dapat menempuh jenjang pendidikan dasar. Peningkatan mutu dan daya saing pendidikan pada berbagai jenjang juga dilakukan dengan mengupayakan penyempurnaan kurikulum pendidikan, sarana dan prasarana pendukung pendidikan (pustaka, laboratorium, mushalla dan sanitasi), peningkatan kompetensi/profesionalisme dan kesejahteraan tenaga pendidik, meningkatkan kerjasama dengan berbagai stakeholders pendidikan serta upaya


(12)

III-12 pemenuhan Standar Nasional Pendidikan (SNP). Prioritas pendidikan menengah melalui pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang dapat menghasilkan lulusan yang siap bekerja dan sesuai dengan kebutuhan dan realitas dunia usaha. Pengembangan Lembaga PAUD pada periode ini diprioritaskan pada target tertampungnya semua anak usia 0–6 tahun pada lembaga-lembaga PAUD baik yang bersifat formal maupun non formal.

Pelaksanaan konsep pendidikan Islami di seluruh institusi pendidikan dengan pengembangan kurikulum, metode pembelajaran dan standar pendidikan yang berbasis nilai Islami serta disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan lokal, nasional dan global. Upaya percepatan implementasi sistem pendidikan Islami juga telah dikuatkan dengan tersedianya landasan hukum yang dapat menjadi pedoman bagi sekolah dan institusi terkait serta peningkatan kuantitas dan kualitas guru yang dapat mengimplementasikan nilai Islami dalam mata pelajaran.

Mendorong peningkatan kualitas dan peran pendidikan tinggi terhadap pembangunan, mendorong terciptanya pemerataan kesempatan dan akses masyarakat terhadap pendidikan tinggi, mendorong terciptanya kerjasama yang sinergis antara perguruan tinggi, pemerintah daerah dan dunia usaha sehingga hasil kajian dan riset dapat dimanfaatkan dalam rangka memenuhi kebutuhan dan percepatan pembangunan daerah.

Prioritas kesehatan ditujukan pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan yang didukung oleh SDM dan fasilitas kesehatan yang berkualitas sesuai dengan standar pelayanan minimum serta tersebar secara merata dan proporsional. Selain itu, upaya pencapaian tujuan pembangunan millenium/MDGs yang terkait dengan kesehatan ibu dan anak; pencegahan penyakit menular; serta masalah kesehatan lingkungan tetap menjadi prioritas. Upaya yang dilakukan melalui peningkatan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan yang bersih dan sehat, pengembangan sistem kesehatan, peningkatan upaya pencegahan, pemberantasan dan pengendalian penyakit menular dan tidak menular, peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan, peningkatan pelayanan kesehatan, serta tersedianya kesinambungan jaminan kesehatan yang terjangkau. Pembangunan bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak diarahkan untuk peningkatan upaya pemberdayaan perempuan berbasis kemandirian ekonomi, pendidikan dan kesehatan, peningkatan upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak melalui pencegahan kekerasan dalam rumah tangga, pengembangan partisipasi lembaga sosial masyarakat dalam penanganan permasalahan perempuan dan anak, peningkatan peran serta dan kesetaraan

gender dalam pembangunan.

Pembangunan di bidang sosial dan budaya diarahkan untuk meningkatkan modal sosial (social capital) dalam masyarakat untuk mendukung industrialisasi pertanian berbasis perdesaan. Rasa saling percaya dalam masyarakat harus dibangun melalui peningkatan kapasitas kelembagaan masyarakat dan menghidupkan kembali kearifan sosial dan budaya Aceh melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat komunitas (community-based), sehingga proses industrialisasi mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Modal sosial yang kuat dalam masyarakat juga membentuk iklim investasi yang baik. Demikian juga pembangunan sosial dan budaya diarahkan dapat menjamin hak-hak Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).


(13)

III-13 Dalam bidang syariat Islam, pembangunan diarahkan untuk meningkatkan kapasitas dan peran lembaga-lembaga pelaksana Syariat Islam di Aceh seperti Mahkamah Syar’iah, Baitul Mal dan Wilayatul Hisbah.

Meningkatkan implementasi syariat Islam dalam setiap sendi kehidupan bermasyarakat dalam bidang hukum, ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan menuju masyarakat Aceh yang islami juga ditandai dengan tercapainya tertib sosial dan budaya, kerukunan dan harmonisasi dalam masyarakat, penegakan hukum yang konsisten, meningkatnya profesionalisme aparatur, serta peningkatan pelayanan publik untuk terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean government).

Tahap Pembangunan Ke-3 (2018-2022)

Sebagai kelanjutan dari tahapan pembangunan kedua, tahapan ini memfokuskan pada pemantapan basis pengembangan industri manufaktur yang sejalan dengan berkembangnya agroindustri. Prioritas pendidikan kejuruan pada tahap sebelumnya menyediakan sumber daya manusia terampil yang mendukung berkembangnya industri manufaktur. Pada akhir tahapan pembangunan ketiga, pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) non migas diharapkan mencapai 8 – 9 persen, tingkat kemiskinan menjadi 9 – 10 persen dan tingkat pengangguran menjadi 6 persen.

Sejalan dengan kondisi perdamaian yang makin kondusif dan supremasi hukum yang berjalan secara adil, tindak kekerasan dan kriminalitas semakin menurun. Konflik sosial yang terjadi dapat diselesaikan melalui institusi-institusi yang berjalan secara efektif di kalangan masyarakat. Kondisi ini memberikan stabilitas dan kepastian hukum bagi berlanjutnya proses pembangunan sehingga proses industrialisasi Aceh dapat berjalan seperti yang direncanakan.

Pemantapan infrastruktur untuk mendukung aktifitas ekonomi berbasis industri/manufaktur diarahkan untuk memperlancar arus pergerakan orang, barang, dan jasa. Penguatan sistem teknologi komunikasi, informasi dan telematika melalui pengembangan IPTEK dan peningkatan daya saing perlu dilakukan untuk mendukung aktifitas perekonomian dan dunia usaha. Penyediaan sarana air bersih dan sanitasi sudah membaik untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, penyediaan sarana air baku untuk mendukung industri dan pertanian dengan tetap memperhatikan upaya pengelolaan sumberdaya air yang berkelanjutan.

Aktifitas ekonomi yang berbasis pada industri manufaktur dijalankan dengan tetap memperhatikan daya dukung lingkungan melalui penerapan imbal jasa lingkungan dan penerapan sanksi hukum bagi pelaku pengrusakan lingkungan. Pengembangan industri kelautan diarahkan untuk meningkatkan nilai tambah, memperluas kesempatan berusaha dan lapangan kerja guna meningkatkan pendapatan masyarakat dan menunjang pertumbuhan sektor ekonomi lainnya. Memperkuat kapasitas instrumen pendukung pembangunan kelautan diarahkan melalui penguatan IPTEK.

Pembangunan dibidang ekonomi diarahkan untuk lebih memantapkan pengembangan industri manufaktur yang berbasis kepada keunggulan sumberdaya alam yang tersedia dan teknologi yang semakin berkembang. Industri dan perdagangan diupayakan untuk meningkatkan konsolidasi dan jejaring (networking), melalui peningkatan peran sektor industri kecil dan menengah dalam struktur industri, peningkatan kemitraaan antar industri dan peningkatan tumbuhnya industri masa depan


(14)

III-14 Aceh sebagai kekuatan penggerak pertumbuhan ekonomi. Daya saing ekonomi Aceh semakin kompetitif dengan semakin terpadunya antara industri manufaktur dengan agro industri yang didukung oleh infrastruktur yang handal.

Pembangunan bidang pendidikan telah semakin baik yang antara lain ditandai oleh peningkatan kualitas sumber daya manusia yang berakhlak mulia, cerdas dan berdaya saing, meningkat dan meratanya akses, tingkat kualitas dan relevansi pendidikan seiring dengan makin efisien dan efektifnya manajemen pelayanan pendidikan serta meningkatnya kemampuan Iptek. Pada periode ini diprioritaskan pengembangan institusi pendidikan yang memiliki standar internasional sehingga dapat bersaing secara global.

Adapun pengembangan pendidikan menengah kejuruan dan pendidikan tinggi juga diupayakan melalui pengembangan sekolah kejuruan berbasis industri jasa berskala nasional dan internasional, yang memiliki keunggulan komparatif dalam era persaingan global. Upaya tersebut dapat didukung melalui pengembangan kurikulum berbasis kompetensi yang dipadukan dengan muatan kurikulum internasional.

Prioritas kesehatan ditujukan pada reformasi pelayanan kesehatan menjadi pelayanan kesehatan yang berkualitas melalui akreditasi dan standarisasi sehingga memiliki daya saing di tingkat nasional dan internasional. Hal ini membuka peluang pemasukan devisa daerah melalui pariwisata medis (medical tourism).

Dalam bidang pelaksanaan syariat Islam, seluruh komponen masyarakat telah mampu mengimplementasikan syariat Islam dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat sehingga menciptakan kerukunan dan keharmonisan dalam hidup bermasyarakat.

Tahap Pembangunan Ke-4 (2023-2025)

Tahapan pembangunan keempat merupakan rangkaian akhir tahapan pembangunan jangka panjang Aceh yang diharapkan pada akhir periode ini akan terwujudnya masyarakat Aceh yang islami, maju, damai dan sejahtera.

Prioritas pembangunan pada periode ini diarahkan pada peletakan dasar-dasar pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economy) yang merupakan kelanjutan dari pengembangan agroindustri dan industri manufaktur/pengolahan pada tahap sebelumnya yang sesuai dengan komoditas andalan wilayah. Pada akhir tahapan ini, pertumbuhan PDRB non migas diharapkan mencapai 9 – 10 persen, tingkat kemiskinan menjadi 5 persen, dan tingkat pengangguran menjadi 5 persen.

Pembangunan infrastruktur diarahkan untuk membangun dan mengembangkan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi yang menjangkau seluruh wilayah Aceh, membangun kolaborasi regional menuju ekonomi berbasis infrastruktur dan jasa Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan memantapkan infrastruktur yang mendukung kelancaran transportasi produk melalui darat, laut dan udara dari dan ke wilayah Aceh.

Pembangunan ekonomi dilaksanakan dengan mengembangkan pusat informasi dan pemasaran komoditas unggulan yang telah mempunyai nilai tambah (added values) yang berbasis teknologi dan informasi, mendukung kemitraan UKM, Swasta Nasional dan Asing dalam pemasaran produk


(15)

III-15 unggulan di tingkat nasional dan internasional serta mengembangkan cluster agro industri dan industri manufaktur.

Pembangunan sumber daya manusia diarahkan untuk meningkatkan jumlah dan kualitas SDM yang mempunyai daya saing, menguasai teknologi informasi dan komunikasi, mampu ber-inovasi serta tetap memegang teguh nilai-nilai islami dalam rangka mendukung pengembangan industri kreatif. Pembangunan sumberdaya manusia akan menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas, berdaya saing dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga mewujudkan generasi penerus Aceh yang memiliki akhlak mulia, cerdas dan mampu bersaing di dunia internasional.

Bidang pemerintahan, prioritas pembangunan pada tahap ini diarahkan pada pembuatan kebijakan dan regulasi yang efektif yang dapat menstimulasi investasi, menciptakan dan mengembangkan e-government sebagai sarana peningkatan layanan publik.

Pembangunan perdamaian, hukum dan HAM diarahkan pada terciptanya kelembagaan politik dan hukum yang kuat, terwujudnya konsolidasi demokrasi yang kokoh dalam berbagai aspek kehidupan politik serta supremasi hukum dan penegakan hak-hak asasi manusia, terwujudnya rasa aman dan damai bagi seluruh rakyat Aceh. Bidang keagamaan, pembangunan diprioritaskan pada upaya-upaya untuk mewujudkan pemantapan sikap rukun dan harmonis antar individu dan antar kelompok masyarakat serta upaya untuk memantapkan implementasi dan aktualisasi pemahaman dan pengamalan syariat Islam dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat. Pada tahap ini, kualitas kesehatan dan status gizi masyarakat sudah semakin meningkat. Pembangunan kesehatan ditekankan pada peningkatan kapasitas sumberdaya kesehatan dan pelayanan yang handal sehingga dapat bersaing di tingkat nasional dan internasional.

Langkah dan upaya yang di tempuh diarahkan pada peningkatan kualitas dan kuantitas kesejahteraan sosial baik perseorangan, keluarga, kelompok ataupun komunitas masyarakat. Pada tahap ini kelompok penyandang masalah sosial yang rentan karena keterbatasan fisik dan mental harus menjadi tanggungjawab Pemerintah Aceh untuk membina dan memberikan kehidupan layak sesuai dengan azas kemanusiaan yang dijamin undang-undang dan Qanun di Aceh.

Pembangunan budaya dilakukan melalui aktualisasi nilai-nilai tradisional dan kearifan lokal masyarakat Aceh sebagai bagian unsur utama pembentuk identitas dan jati diri yang menjadi karakter yang tangguh. Keberhasilan dalam membentuk karakter budaya ke-Acehan ini ditandai dengan semakin meningkatnya budaya santun, jujur, ramah, memiliki rasa malu, sadar lingkungan dan budaya menjaga kebersihan sebagai bagian yang terintegrasi dari budaya Aceh.

Berdasarkan pada analisis pada isu internasional (MDG’s dan ASEAN Econommic Community

(AEC)), isu nasional (RPJPD 2025 dan MP3EI), isu regional (RPJPD Provinsi Aceh 2005-2025), maka dapat disimpulkan bahwa isu strategis pembangunan jangka panjang Kabupaten Aceh Tamiang, yaitu sebagai berikut :

1. Tingginya Resiko Bencana akibat degradasi lingkungan

Luas kerusakan kawasan hutan di Kabupaten Aceh Tamiang sampai pada tahun 2011 sebesar 54% dari luas hutan yang ada di Kabupaten Aceh Tamiang. Hal itu disebabkan banyaknya


(16)

III-16 Aktivitas pertambangan illegal, perladangan berpindah dan kebakaran hutan juga merupakan penyebab utama dari kerusakan hutan. Luas kerusakan hutan pada tahun 2009 telah mencapai 31.294 ha, sedangkan luas lahan kritis sebesar 391.484,6 Ha, hal itu lah yang menyebabkan Aceh Tamiang mengalami bencana banjir alam seperti kekeringan, banjir bandang, abrasi pantai, angin puting beliung dan longsor.

Penanganan penanggulangan bencana seringkali terjadi tumpang tindih dalam penanganannya, masih lemahnya kapasitas kelembagaan dan partisipasi masyarakat dalam pengurangan resiko bencana, masih lemahnya koordinasi dalam penanggulangan bencana (fase tanggap darurat), terbatasnya sarana dan prasarana penunjang kebencanaan serta masih lemahnya kemitraan dan keterpaduan dalam penggunaan dana rehabilitasi dan rekonstruksi.

2. Revitalisasi Perkebunan Rakyat

Dalam MP3EI wilayah Aceh salah satunya di fokuskan pada revitalisasi perkebunan rakyat yang direncanakan 41.200 ha (kelapa sawit 28.200 ha dan karet 13.000 ha) yang ditargetkan selesai 2014 masih jalan ditempat dikarenakan oleh beberapa hambatan terutama masalah lahan. Pada akhir 2011 penanaman hanya 420 ha kelapa sawit di Aceh Utara dan 126 ha karet di Aceh Tamiang.

3. Peningkatan Infrastruktur antar wilayah untuk mendukung pelayanan masyarakat dan distribusi komoditas hasil pertanian

Struktur ekonomi Kabupaten Aceh tamiang yang didominasi oleh sektor pertanian 38,43, besarnya kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan PDRB tahun 2011 salah satunya disebabkan daerah Kabupaten Aceh Tamiang merupakan wilayah sentra perkebunan kelapa sawit dan karet. Sehingga pengembangan jaringan jalan menjadi perhatian dalam pembangunan jangka panjang karena jaringan jalan merupakan akses menuju dan keluar dari Kabupaten Aceh Tamiang. Diharapkan dengan semakin tinggi tingkat akses antar wilayah meningkatkan optimalisasi pelayanan terhadap kegiatan di wilayah Kabupaten Aceh Tamiang serta untuk mendukung kegiatan sektor ekonomi seperti aliran komoditas hasil pertanian mulai dari sentra produksi pertanian kedaerah pemasaran dan aliran wisata ke Kabupaten Aceh Tamiang.

4. Pengembangan Kawasan Industri

Berdasarkan RTRW Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2012-2032, rencana kawasan industri di Kabupaten Aceh Tamiang meliputi Industri Agroindustri dengan luas 260,79 hektar yang dialokasikan di Kecamatan Kejuruan Muda dan Industri Minapolitan dialokasikan di Kecamatan Seruway dengan luas lahan seluas 409,31 hektar. Kawasan peruntukan industri menengah terdapat di Kecamatan Seruway, Kecamatan Manyak Payed dan Kecamatan Kejuruan Muda, sedangkan untuk industri kecil tersebar di seluruh Kabupaten Aceh Tamiang sebagai industri rumahan. Berkembangnya kawasan industri diharapkan mampu menunjang kegiatan pariwisata di Kabupaten Aceh Tamiang. Dengan dikembangkannya kawasan industri diharapkan hasil pertanian dan kelautan di Kabupaten Aceh Tamiang dapat diolah terlebih dahulu sebelum diekspor keluar, sehingga dapat memberikan nilai tambah (value added) yang menguntungkan bagi masyarakat maupun pemerintah setempat. Pembangunan kawasan industri ini perlu ditunjang dengan sarana dan prasarana transportasi yang baik dari daerah-daerah penghasil bahan baku maupun ke daerah pemasaran.


(17)

III-17

5. Peningkatan Produktivitas Hasil Pertanian untuk Menciptakan Swasembada Beras di Aceh Tamiang

Menteri Pertanian, Suswono, juga menguatkan komitmen untuk menjadikan Aceh sebagai salah satu provinsi lumbung pangan, terutama komoditas kedelai nasional guna mendukung capaian swasembada pada 2014. Pemerintah Aceh akan terus berupaya meningkatkan produksi beras, kedelai dan bahan pangan lainnya karena didukung areal lahan yang tersedia masih luas. Saat ini luas lahan produktif yang dimanfaatkan baru 380.000 hektare lebih. Sektor agro sebagai prioritas meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat Aceh di masa mendatang. Dengan luas lahan sawah di Kabupaten Aceh Tamiang seluas 18.083 Ha di Tahun 2011 para petani telah menanam padi hampir dua kali dalam setahun yakni sebesar 28.547 Ha pada musim gardu dan musim rendangan (oktober, november dan desember). Biasanya petani seluruhnya menanam padi, namun pada musim gardu (Maret, April dan Mei) hanya sebagian daerah yang memiliki sumber air saja yang dapat menanam padi dari luas lahan sebesar + 17.000 yang merupakan lahan tadah hujan, baru menghasilkan produktivitas sebesar 5,57 Ton/Ha ditahun 2011.


(1)

III-12 pemenuhan Standar Nasional Pendidikan (SNP). Prioritas pendidikan menengah melalui pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang dapat menghasilkan lulusan yang siap bekerja dan sesuai dengan kebutuhan dan realitas dunia usaha. Pengembangan Lembaga PAUD pada periode ini diprioritaskan pada target tertampungnya semua anak usia 0–6 tahun pada lembaga-lembaga PAUD baik yang bersifat formal maupun non formal.

Pelaksanaan konsep pendidikan Islami di seluruh institusi pendidikan dengan pengembangan kurikulum, metode pembelajaran dan standar pendidikan yang berbasis nilai Islami serta disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan lokal, nasional dan global. Upaya percepatan implementasi sistem pendidikan Islami juga telah dikuatkan dengan tersedianya landasan hukum yang dapat menjadi pedoman bagi sekolah dan institusi terkait serta peningkatan kuantitas dan kualitas guru yang dapat mengimplementasikan nilai Islami dalam mata pelajaran.

Mendorong peningkatan kualitas dan peran pendidikan tinggi terhadap pembangunan, mendorong terciptanya pemerataan kesempatan dan akses masyarakat terhadap pendidikan tinggi, mendorong terciptanya kerjasama yang sinergis antara perguruan tinggi, pemerintah daerah dan dunia usaha sehingga hasil kajian dan riset dapat dimanfaatkan dalam rangka memenuhi kebutuhan dan percepatan pembangunan daerah.

Prioritas kesehatan ditujukan pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan yang didukung oleh SDM dan fasilitas kesehatan yang berkualitas sesuai dengan standar pelayanan minimum serta tersebar secara merata dan proporsional. Selain itu, upaya pencapaian tujuan pembangunan millenium/MDGs yang terkait dengan kesehatan ibu dan anak; pencegahan penyakit menular; serta masalah kesehatan lingkungan tetap menjadi prioritas. Upaya yang dilakukan melalui peningkatan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan yang bersih dan sehat, pengembangan sistem kesehatan, peningkatan upaya pencegahan, pemberantasan dan pengendalian penyakit menular dan tidak menular, peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan, peningkatan pelayanan kesehatan, serta tersedianya kesinambungan jaminan kesehatan yang terjangkau. Pembangunan bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak diarahkan untuk peningkatan upaya pemberdayaan perempuan berbasis kemandirian ekonomi, pendidikan dan kesehatan, peningkatan upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak melalui pencegahan kekerasan dalam rumah tangga, pengembangan partisipasi lembaga sosial masyarakat dalam penanganan permasalahan perempuan dan anak, peningkatan peran serta dan kesetaraan

gender dalam pembangunan.

Pembangunan di bidang sosial dan budaya diarahkan untuk meningkatkan modal sosial (social capital) dalam masyarakat untuk mendukung industrialisasi pertanian berbasis perdesaan. Rasa saling percaya dalam masyarakat harus dibangun melalui peningkatan kapasitas kelembagaan masyarakat dan menghidupkan kembali kearifan sosial dan budaya Aceh melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat komunitas (community-based), sehingga proses industrialisasi mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Modal sosial yang kuat dalam masyarakat juga membentuk iklim investasi yang baik. Demikian juga pembangunan sosial dan budaya diarahkan dapat menjamin hak-hak Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).


(2)

III-13 Dalam bidang syariat Islam, pembangunan diarahkan untuk meningkatkan kapasitas dan peran lembaga-lembaga pelaksana Syariat Islam di Aceh seperti Mahkamah Syar’iah, Baitul Mal dan Wilayatul Hisbah.

Meningkatkan implementasi syariat Islam dalam setiap sendi kehidupan bermasyarakat dalam bidang hukum, ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan menuju masyarakat Aceh yang islami juga ditandai dengan tercapainya tertib sosial dan budaya, kerukunan dan harmonisasi dalam masyarakat, penegakan hukum yang konsisten, meningkatnya profesionalisme aparatur, serta peningkatan pelayanan publik untuk terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean government).

Tahap Pembangunan Ke-3 (2018-2022)

Sebagai kelanjutan dari tahapan pembangunan kedua, tahapan ini memfokuskan pada pemantapan basis pengembangan industri manufaktur yang sejalan dengan berkembangnya agroindustri. Prioritas pendidikan kejuruan pada tahap sebelumnya menyediakan sumber daya manusia terampil yang mendukung berkembangnya industri manufaktur. Pada akhir tahapan pembangunan ketiga, pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) non migas diharapkan mencapai 8 – 9 persen, tingkat kemiskinan menjadi 9 – 10 persen dan tingkat pengangguran menjadi 6 persen.

Sejalan dengan kondisi perdamaian yang makin kondusif dan supremasi hukum yang berjalan secara adil, tindak kekerasan dan kriminalitas semakin menurun. Konflik sosial yang terjadi dapat diselesaikan melalui institusi-institusi yang berjalan secara efektif di kalangan masyarakat. Kondisi ini memberikan stabilitas dan kepastian hukum bagi berlanjutnya proses pembangunan sehingga proses industrialisasi Aceh dapat berjalan seperti yang direncanakan.

Pemantapan infrastruktur untuk mendukung aktifitas ekonomi berbasis industri/manufaktur diarahkan untuk memperlancar arus pergerakan orang, barang, dan jasa. Penguatan sistem teknologi komunikasi, informasi dan telematika melalui pengembangan IPTEK dan peningkatan daya saing perlu dilakukan untuk mendukung aktifitas perekonomian dan dunia usaha. Penyediaan sarana air bersih dan sanitasi sudah membaik untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, penyediaan sarana air baku untuk mendukung industri dan pertanian dengan tetap memperhatikan upaya pengelolaan sumberdaya air yang berkelanjutan.

Aktifitas ekonomi yang berbasis pada industri manufaktur dijalankan dengan tetap memperhatikan daya dukung lingkungan melalui penerapan imbal jasa lingkungan dan penerapan sanksi hukum bagi pelaku pengrusakan lingkungan. Pengembangan industri kelautan diarahkan untuk meningkatkan nilai tambah, memperluas kesempatan berusaha dan lapangan kerja guna meningkatkan pendapatan masyarakat dan menunjang pertumbuhan sektor ekonomi lainnya. Memperkuat kapasitas instrumen pendukung pembangunan kelautan diarahkan melalui penguatan IPTEK.

Pembangunan dibidang ekonomi diarahkan untuk lebih memantapkan pengembangan industri manufaktur yang berbasis kepada keunggulan sumberdaya alam yang tersedia dan teknologi yang semakin berkembang. Industri dan perdagangan diupayakan untuk meningkatkan konsolidasi dan jejaring (networking), melalui peningkatan peran sektor industri kecil dan menengah dalam struktur industri, peningkatan kemitraaan antar industri dan peningkatan tumbuhnya industri masa depan


(3)

III-14 Aceh sebagai kekuatan penggerak pertumbuhan ekonomi. Daya saing ekonomi Aceh semakin kompetitif dengan semakin terpadunya antara industri manufaktur dengan agro industri yang didukung oleh infrastruktur yang handal.

Pembangunan bidang pendidikan telah semakin baik yang antara lain ditandai oleh peningkatan kualitas sumber daya manusia yang berakhlak mulia, cerdas dan berdaya saing, meningkat dan meratanya akses, tingkat kualitas dan relevansi pendidikan seiring dengan makin efisien dan efektifnya manajemen pelayanan pendidikan serta meningkatnya kemampuan Iptek. Pada periode ini diprioritaskan pengembangan institusi pendidikan yang memiliki standar internasional sehingga dapat bersaing secara global.

Adapun pengembangan pendidikan menengah kejuruan dan pendidikan tinggi juga diupayakan melalui pengembangan sekolah kejuruan berbasis industri jasa berskala nasional dan internasional, yang memiliki keunggulan komparatif dalam era persaingan global. Upaya tersebut dapat didukung melalui pengembangan kurikulum berbasis kompetensi yang dipadukan dengan muatan kurikulum internasional.

Prioritas kesehatan ditujukan pada reformasi pelayanan kesehatan menjadi pelayanan kesehatan yang berkualitas melalui akreditasi dan standarisasi sehingga memiliki daya saing di tingkat nasional dan internasional. Hal ini membuka peluang pemasukan devisa daerah melalui pariwisata medis (medical tourism).

Dalam bidang pelaksanaan syariat Islam, seluruh komponen masyarakat telah mampu mengimplementasikan syariat Islam dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat sehingga menciptakan kerukunan dan keharmonisan dalam hidup bermasyarakat.

Tahap Pembangunan Ke-4 (2023-2025)

Tahapan pembangunan keempat merupakan rangkaian akhir tahapan pembangunan jangka panjang Aceh yang diharapkan pada akhir periode ini akan terwujudnya masyarakat Aceh yang islami, maju, damai dan sejahtera.

Prioritas pembangunan pada periode ini diarahkan pada peletakan dasar-dasar pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economy) yang merupakan kelanjutan dari pengembangan agroindustri dan industri manufaktur/pengolahan pada tahap sebelumnya yang sesuai dengan komoditas andalan wilayah. Pada akhir tahapan ini, pertumbuhan PDRB non migas diharapkan mencapai 9 – 10 persen, tingkat kemiskinan menjadi 5 persen, dan tingkat pengangguran menjadi 5 persen.

Pembangunan infrastruktur diarahkan untuk membangun dan mengembangkan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi yang menjangkau seluruh wilayah Aceh, membangun kolaborasi regional menuju ekonomi berbasis infrastruktur dan jasa Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan memantapkan infrastruktur yang mendukung kelancaran transportasi produk melalui darat, laut dan udara dari dan ke wilayah Aceh.

Pembangunan ekonomi dilaksanakan dengan mengembangkan pusat informasi dan pemasaran komoditas unggulan yang telah mempunyai nilai tambah (added values) yang berbasis teknologi dan informasi, mendukung kemitraan UKM, Swasta Nasional dan Asing dalam pemasaran produk


(4)

III-15 unggulan di tingkat nasional dan internasional serta mengembangkan cluster agro industri dan industri manufaktur.

Pembangunan sumber daya manusia diarahkan untuk meningkatkan jumlah dan kualitas SDM yang mempunyai daya saing, menguasai teknologi informasi dan komunikasi, mampu ber-inovasi serta tetap memegang teguh nilai-nilai islami dalam rangka mendukung pengembangan industri kreatif. Pembangunan sumberdaya manusia akan menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas, berdaya saing dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga mewujudkan generasi penerus Aceh yang memiliki akhlak mulia, cerdas dan mampu bersaing di dunia internasional.

Bidang pemerintahan, prioritas pembangunan pada tahap ini diarahkan pada pembuatan kebijakan dan regulasi yang efektif yang dapat menstimulasi investasi, menciptakan dan mengembangkan e-government sebagai sarana peningkatan layanan publik.

Pembangunan perdamaian, hukum dan HAM diarahkan pada terciptanya kelembagaan politik dan hukum yang kuat, terwujudnya konsolidasi demokrasi yang kokoh dalam berbagai aspek kehidupan politik serta supremasi hukum dan penegakan hak-hak asasi manusia, terwujudnya rasa aman dan damai bagi seluruh rakyat Aceh. Bidang keagamaan, pembangunan diprioritaskan pada upaya-upaya untuk mewujudkan pemantapan sikap rukun dan harmonis antar individu dan antar kelompok masyarakat serta upaya untuk memantapkan implementasi dan aktualisasi pemahaman dan pengamalan syariat Islam dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat. Pada tahap ini, kualitas kesehatan dan status gizi masyarakat sudah semakin meningkat. Pembangunan kesehatan ditekankan pada peningkatan kapasitas sumberdaya kesehatan dan pelayanan yang handal sehingga dapat bersaing di tingkat nasional dan internasional.

Langkah dan upaya yang di tempuh diarahkan pada peningkatan kualitas dan kuantitas kesejahteraan sosial baik perseorangan, keluarga, kelompok ataupun komunitas masyarakat. Pada tahap ini kelompok penyandang masalah sosial yang rentan karena keterbatasan fisik dan mental harus menjadi tanggungjawab Pemerintah Aceh untuk membina dan memberikan kehidupan layak sesuai dengan azas kemanusiaan yang dijamin undang-undang dan Qanun di Aceh.

Pembangunan budaya dilakukan melalui aktualisasi nilai-nilai tradisional dan kearifan lokal masyarakat Aceh sebagai bagian unsur utama pembentuk identitas dan jati diri yang menjadi karakter yang tangguh. Keberhasilan dalam membentuk karakter budaya ke-Acehan ini ditandai dengan semakin meningkatnya budaya santun, jujur, ramah, memiliki rasa malu, sadar lingkungan dan budaya menjaga kebersihan sebagai bagian yang terintegrasi dari budaya Aceh.

Berdasarkan pada analisis pada isu internasional (MDG’s dan ASEAN Econommic Community

(AEC)), isu nasional (RPJPD 2025 dan MP3EI), isu regional (RPJPD Provinsi Aceh 2005-2025), maka dapat disimpulkan bahwa isu strategis pembangunan jangka panjang Kabupaten Aceh Tamiang, yaitu sebagai berikut :

1. Tingginya Resiko Bencana akibat degradasi lingkungan

Luas kerusakan kawasan hutan di Kabupaten Aceh Tamiang sampai pada tahun 2011 sebesar 54% dari luas hutan yang ada di Kabupaten Aceh Tamiang. Hal itu disebabkan banyaknya


(5)

III-16 Aktivitas pertambangan illegal, perladangan berpindah dan kebakaran hutan juga merupakan penyebab utama dari kerusakan hutan. Luas kerusakan hutan pada tahun 2009 telah mencapai 31.294 ha, sedangkan luas lahan kritis sebesar 391.484,6 Ha, hal itu lah yang menyebabkan Aceh Tamiang mengalami bencana banjir alam seperti kekeringan, banjir bandang, abrasi pantai, angin puting beliung dan longsor.

Penanganan penanggulangan bencana seringkali terjadi tumpang tindih dalam penanganannya, masih lemahnya kapasitas kelembagaan dan partisipasi masyarakat dalam pengurangan resiko bencana, masih lemahnya koordinasi dalam penanggulangan bencana (fase tanggap darurat), terbatasnya sarana dan prasarana penunjang kebencanaan serta masih lemahnya kemitraan dan keterpaduan dalam penggunaan dana rehabilitasi dan rekonstruksi.

2. Revitalisasi Perkebunan Rakyat

Dalam MP3EI wilayah Aceh salah satunya di fokuskan pada revitalisasi perkebunan rakyat yang direncanakan 41.200 ha (kelapa sawit 28.200 ha dan karet 13.000 ha) yang ditargetkan selesai 2014 masih jalan ditempat dikarenakan oleh beberapa hambatan terutama masalah lahan. Pada akhir 2011 penanaman hanya 420 ha kelapa sawit di Aceh Utara dan 126 ha karet di Aceh Tamiang.

3. Peningkatan Infrastruktur antar wilayah untuk mendukung pelayanan masyarakat dan distribusi komoditas hasil pertanian

Struktur ekonomi Kabupaten Aceh tamiang yang didominasi oleh sektor pertanian 38,43, besarnya kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan PDRB tahun 2011 salah satunya disebabkan daerah Kabupaten Aceh Tamiang merupakan wilayah sentra perkebunan kelapa sawit dan karet. Sehingga pengembangan jaringan jalan menjadi perhatian dalam pembangunan jangka panjang karena jaringan jalan merupakan akses menuju dan keluar dari Kabupaten Aceh Tamiang. Diharapkan dengan semakin tinggi tingkat akses antar wilayah meningkatkan optimalisasi pelayanan terhadap kegiatan di wilayah Kabupaten Aceh Tamiang serta untuk mendukung kegiatan sektor ekonomi seperti aliran komoditas hasil pertanian mulai dari sentra produksi pertanian kedaerah pemasaran dan aliran wisata ke Kabupaten Aceh Tamiang.

4. Pengembangan Kawasan Industri

Berdasarkan RTRW Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2012-2032, rencana kawasan industri di Kabupaten Aceh Tamiang meliputi Industri Agroindustri dengan luas 260,79 hektar yang dialokasikan di Kecamatan Kejuruan Muda dan Industri Minapolitan dialokasikan di Kecamatan Seruway dengan luas lahan seluas 409,31 hektar. Kawasan peruntukan industri menengah terdapat di Kecamatan Seruway, Kecamatan Manyak Payed dan Kecamatan Kejuruan Muda, sedangkan untuk industri kecil tersebar di seluruh Kabupaten Aceh Tamiang sebagai industri rumahan. Berkembangnya kawasan industri diharapkan mampu menunjang kegiatan pariwisata di Kabupaten Aceh Tamiang. Dengan dikembangkannya kawasan industri diharapkan hasil pertanian dan kelautan di Kabupaten Aceh Tamiang dapat diolah terlebih dahulu sebelum diekspor keluar, sehingga dapat memberikan nilai tambah (value added) yang menguntungkan bagi masyarakat maupun pemerintah setempat. Pembangunan kawasan industri ini perlu ditunjang dengan sarana dan prasarana transportasi yang baik dari daerah-daerah penghasil bahan baku maupun ke daerah pemasaran.


(6)

III-17

5. Peningkatan Produktivitas Hasil Pertanian untuk Menciptakan Swasembada Beras di Aceh Tamiang

Menteri Pertanian, Suswono, juga menguatkan komitmen untuk menjadikan Aceh sebagai salah satu provinsi lumbung pangan, terutama komoditas kedelai nasional guna mendukung capaian swasembada pada 2014. Pemerintah Aceh akan terus berupaya meningkatkan produksi beras, kedelai dan bahan pangan lainnya karena didukung areal lahan yang tersedia masih luas. Saat ini luas lahan produktif yang dimanfaatkan baru 380.000 hektare lebih. Sektor agro sebagai prioritas meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat Aceh di masa mendatang. Dengan luas lahan sawah di Kabupaten Aceh Tamiang seluas 18.083 Ha di Tahun 2011 para petani telah menanam padi hampir dua kali dalam setahun yakni sebesar 28.547 Ha pada musim gardu dan musim rendangan (oktober, november dan desember). Biasanya petani seluruhnya menanam padi, namun pada musim gardu (Maret, April dan Mei) hanya sebagian daerah yang memiliki sumber air saja yang dapat menanam padi dari luas lahan sebesar + 17.000 yang merupakan lahan tadah hujan, baru menghasilkan produktivitas sebesar 5,57 Ton/Ha ditahun 2011.