Analisis unjuk kerja TCP reno pada manet menggunakan routing proaktif DSDV.

(1)

MANET adalah dari jaringan nirkabel tanpa infrastruktur. MANET tidak memerlukan base station sebagai relay transimission, karena dalam MANET setiap node befungsi sebagai router bagi node yang lain dalam jaringan. Destination Sequenced Distance Vector adalah protokol routing proaktif yang digunakan pada MANET. TCP merupakan protokol pada lapisan transport yang paling banyak digunakan pada internet sekarang. Tetapi, TCP memiliki beberapa kekurangan ketika digunakan pada jaringan nirkabel.

Pada penelitian ini, penulis menguji performasi unjuk kerja TCP Reno pada MANET menggunakan routing Proaktif DSDV. Parameter kinerja yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah average RTT, average CWND, average delay, average RTO, average overhead ratio, average control message, average throughput. Skenario yang akan digunakan dalam setiap pengujian ini luas yang area tetap dengan jumlah node, kecepatan yang bertambah.

Hasil pengujian menunjukan bahwa Congestion Control pada TCP mengakibatkan menurunya jumlah data yang dikirim dikarenakan timeout dan mobilitas node, dimana DSDV sibuk menyebarkan control message untuk mengupdate routing tabel, sehingga bandwidth yang ada terpakai untuk broadcast terlebih lagi jika kecepatan node bertambah.


(2)

MANET is a wireless network without infrastructure. MANET does not need a base station as a relay transimission, because in MANET every node is functioning as a router for other nodes in the network. Destination Sequenced Distance Vector is a proactive routing protocol used in MANET. TCP is the protocol at the transport layer of the most widely used today. However, TCP has some shortcomings when used on a wireless network.

In this study, the authors tested the performance of TCP Reno performance on MANET using proactive routing DSDV. Performance parameters used in the present study is the average RTT, cwnd average, average delay, average RTO, average overhead ratio, average control messages, average throughput. A scenario that will be used in each test are fixed area with the number of nodes and speed increase.

The test results showed that the TCP Congestion Control resulted in the decrease of the amount of data sent due to timeouts and node mobility, which DSDV busy broadcasting control messages to update the routing table, so the available bandwidth is used for broadcast, especially if the speed of the node increases.


(3)

i

ANALISIS UNJUK KERJA TCP RENO PADA MANET MENGGUNAKAN ROUTING PROAKTIF DSDV

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu SyaratMemperoleh Gelar Sarjana KomputerProgram Studi Teknik Informatika

Oleh :

Eugenius Widyaharsanto 115314051

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

ii

PERFORMANCE ANALYSIS OF TCP RENO OVER DSDV IN MANET A THESIS

Presented as Partial Fulfillment of Requirements to Obtain Sarjana Komputer

Degree in Informatics Engineering Department

By :

Eugenius Widyaharsanto 115314051

INFORMATICS ENGINEERING STUDY PROGRAM DEPARTMENT OF INFORMATICS ENGINEERING

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA 2015


(5)

iii

HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI

ANALISIS UNJUK KERJA TCP RENO PADA MANET MENGGUNAKAN ROUTING PROAKTIF DSDV

Oleh :

Eugenius Widyaharsanto NIM : 115314051 Telah disetujui oleh :

Dosen Pembimbing :


(6)

iv

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

ANALISIS UNJUK KERJA TCP RENO PADA MANET MENGGUNAKAN ROUTING PROAKTIF DSDV

Dipersiapkan dan ditulis oleh : Eugenius Widyaharsanto

NIM : 115314051

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji

pada tanggal 2015

dan dinyatakan memenuhi syarat Susunan Panitia Penguji

Nama lengkap Tanda Tangan

Ketua : Puspaningtyas Sanjoyo Adi, S.T., M.T. ... Sekretaris :Henricus Agung Hernawan, S.T., M.Kom ...

Anggota : Bambang Soelistijanto, S.T., M.Sc., Ph.D. ...

Yogyakarta, 2015

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Sanata Dharma

Dekan,


(7)

v MOTTO

“Dia yang tahu, tidak bicara. Dia yang bicara, tidak Tahu.” (Lao Tse)


(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, terkecuali yang sudah tertulis di dalam kutipan daftar pustaka, sebagaimana layaknya sebuah karya ilmiah.

Yogyakarta, 2015

Penulis,

Eugenius Widyaharsanto 7 Desember


(9)

vii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Eugenius Widyaharsanto

NIM : 115314051

Demi mengembangkan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpusatakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

ANALISIS UNJUK KERJA TCP RENO PADA MANET MENGGUNAKAN ROUTING PROAKTIF DSDV

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan kepada Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan kedalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu ijin dari saya maupun memberi royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 2015

Penulis,

Eugenius Widyaharsanto 7 Desember


(10)

viii ABSTRAK

MANET adalah dari jaringan nirkabel tanpa infrastruktur. MANET tidak memerlukan base station sebagai relay transimission, karena dalam MANET setiap node befungsi sebagai router bagi node yang lain dalam jaringan. Destination Sequenced Distance Vector adalah protokol routing proaktif yang digunakan pada MANET. TCP merupakan protokol pada lapisan transport yang paling banyak digunakan pada internet sekarang. Tetapi, TCP memiliki beberapa kekurangan ketika digunakan pada jaringan nirkabel.

Pada penelitian ini, penulis menguji performasi unjuk kerja TCP Reno pada MANET menggunakan routing Proaktif DSDV. Parameter kinerja yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah average RTT, average CWND, average delay, average RTO, average overhead ratio, average control message, average throughput. Skenario yang akan digunakan dalam setiap pengujian ini luas yang area tetap dengan jumlah node, kecepatan yang bertambah.

Hasil pengujian menunjukan bahwa Congestion Control pada TCP mengakibatkan menurunya jumlah data yang dikirim dikarenakan timeout dan mobilitas node, dimana DSDV sibuk menyebarkan control message untuk mengupdate routing tabel, sehingga bandwidth yang ada terpakai untuk broadcast terlebih lagi jika kecepatan node bertambah.


(11)

ix ABSTRACT

MANET is a wireless network without infrastructure. MANET does not need a base station as a relay transimission, because in MANET every node is functioning as a router for other nodes in the network. Destination Sequenced Distance Vector is a proactive routing protocol used in MANET. TCP is the protocol at the transport layer of the most widely used today. However, TCP has some shortcomings when used on a wireless network.

In this study, the authors tested the performance of TCP Reno performance on MANET using proactive routing DSDV. Performance parameters used in the present study is the average RTT, cwnd average, average delay, average RTO, average overhead ratio, average control messages, average throughput. A scenario that will be used in each test are fixed area with the number of nodes and speed increase.

The test results showed that the TCP Congestion Control resulted in the decrease of the amount of data sent due to timeouts and node mobility, which DSDV busy broadcasting control messages to update the routing table, so the available bandwidth is used for broadcast, especially if the speed of the node increases.


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Analisis Unjuk Kerja TCP Reno Pada MANET Menggunakan Routing Proaktif DSDV”. Tugas akhir ini merupakan salah satu mata kuliah wajib dan sebagai syarat akademik untuk memperoleh gelar sarjana komputer program studi Teknik Informatika Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis baik selama penelitian maupun saat mengerjakan tugas akhir ini. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada:

1. Yesus Kristus, yang telah memberikan pertolongan dan kekuatan dalam proses pembuatan tugas akhir ini.

2. Orang tua saya Yohanes Wiharyanto (Alm) dan Caecilia Sri Kingkin Astuti, Tante saya Maria Murwati, serta keluarga yang telah memberikan dukungan spiritual dan material.

3. Bapak Bambang Soelistijanto, S.T., M.Sc., Ph.D. selaku dosen pembimbing tugas akhir, atas kesabarannya dalam membimbing penulis, meluangkan waktunya , memberi dukungan, motivasi, serta saran yang sangat membantu penulis.

4. Bapak Puspaningtyas Sanjoyo Adi, S.T., M.T. selaku dosenDosen Pembimbing Akademik, terima kasih atas bimbingan, kritik dan saran yang telah diberikan kepada penulis.


(13)

xi

5. Bapak Puspaningtyas Sanjoyo Adi, S.T., M.T. dan Bapak Agung Hernawan S.T., M.Kom selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang berguna dalam tugas akhir ini.

6. Teman – teman angkatan 2011 yang selalu memberikan semangat, dukungan dan bantuan hingga penulis menyelesaikan tugas akhir ini.

7. Teman – teman Lab Skripsi (Ardhi, Anonk, Pandu2010, Paul F, Wawan Lemu, Hohok) yang meluangkan waktunya untuk bersenda gurau dan “arisan” di komputer depan. Teman seperjuangan Ad Hoc (Acong, Ari, Tea, dan Drajat), terimakasih atas dukungan semangat dan doanya.

8. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung baik secara langsung dan tidak langsung, penulis mengucapkan banyak terimakasih.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan tugas akhir ini. Saran dan kritik sangat diharapkan untuk perbaikan yang akan dating. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Penulis,


(14)

xii

DAFTAR ISI

ANALISIS UNJUK KERJA TCP RENO PADA MANET MENGGUNAKAN

ROUTING PROAKTIF DSDV ... i

PERFORMANCE ANALYSIS OF TCP RENO OVER DSDV IN MANET ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN ... vi

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR TABEL ... xviii

BAB I ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1


(15)

xiii

1.3 Tujuan ... 4

1.4 Batasan Masalah ... 4

1.5 Metodologi Penelitian ... 5

1.6 Sistematika Penulisan ... 5

BAB II ... 6

2.1 Jaringan MobileAd Hoc Network ... 7

2.2 Routing di Jaringan MANET ... 11

2.2.1 Table Driven Routing Protokol (Proaktif Routing Protokol) ... 13

2.2.2 On Demand Routing Protokol (Reaktif Routing Protokol)... 14

2.2.3 Hybrid Routing Protokol ... 15

2.3 Protokol Routing Destination-Sequence Distance-Vector ... 15

2.3.1 Tahapan Kerja DSDV ... 18

2.4 Transmission Control Protokol ( TCP ) ... 25

2.4.1 Connection TCP ... 27

2.4.2 TCP Flow control ... 30

2.4.3 Round Trip Time dan Timeout ... 33

2.4.4 Additive-Increase, Multiplicative-Decrease ... 34

2.4.5 Slow Start ... 36

2.4.6 Congestion Avoidance ... 37


(16)

xiv

2.5 TCP RENO ... 40

2.5.1 Slow Start ... 40

2.5.2 Congestion Avoidance ... 41

2.5.3 Fast Retransmit ... 42

2.5.4 Fast Recovery ... 43

2.6 OMNET++ ... 44

BAB III ... 46

3.1 Parameter Simulasi ... 46

3.2 Skenario Simulasi ... 47

3.3 Parameter Kinerja ... 47

3.4 Topologi Jaringan ... 49

BAB IV ... 51

4.1 Pengambilan Data ... 51

4.1.1 Skenario I : Node 40/ 2 mps ... 51

4.1.2 Skenario II : Node 60/ 2 mps ... 52

4.1.3 Skenario III : Node 80/ 2 mps ... 53

4.1.4 Skenario IV : Node 40/ 5 mps ... 54

4.1.5 Skenario V : Node 60/ 5 mps ... 55

4.1.6 Skenario VI : Node 80/ 5 mps ... 56


(17)

xv

4.2.1. CWND (Congestion window). ... 58

4.2.2. RTO (Retransmission timeout). ... 59

4.2.3. Overhead Ratio... 61

4.2.4. Control Message ... 62

4.2.5. Throughput. ... 64

BAB V ... 66

5.1 Kesimpulan ... 66

5.2 Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68


(18)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Komunikasi di MANET ... 8

Gambar 2.2 Klasifikasi Routing Protokol di MANET... 12

Gambar 2.3 Contoh Jaringan Ad Hoc ... 18

Gambar 2.4 Node H4 mengirim paket ke node H6 ... 19

Gambar 2.5 Node H6 mengecek tabel routingnya ... 20

Gambar 2.6 Node H6 meneruskan paket ke node H7 ... 20

Gambar 2.7 Pergerakan node H1, H3, H8, dan H5. ... 21

Gambar 2.8 TCP Connection Established ... 29

Gambar 2.9 TCP Connection Termination ... 30

Gambar 2.10 Ilustrasi Go Back N ... 32

Gambar 2.11 Ilustrasi Selective Repeat ... 33

Gambar 2.12 Ilustrasi AIMD ... 35

Gambar 2.13 Ilustrasi Proses Slow-Start. ... 36

Gambar 2.14CongestionAvoidance ... 38

Gambar 2.15 Fast Retransmit dan Fast Recovery ... 40

Gambar 2.16 Slow Start ... 41

Gambar 2.17 Fast Retransmit dan Fast Recovery ... 44

Gambar 3.1 Screenshoot node 40 Sebelum di Run ... 50

Gambar 3 2 Screenshoot node 40 Setelah di Run ... 50

Gambar 4.1 Congestion window node 40/2mps ... 51

Gambar 4.2 Congestion window node 60/2mps ... 52


(19)

xvii

Gambar 4.4 Congestion window node 40/5mps ... 54 Gambar 4.5 Congestion window node 60/5mps ... 56 Gambar 4.6 Congestion window node 80/5mps ... 57 Gambar 4.7 Grafik total data trasfer/CWND dengan penambahan node dan penambahan kecepatan... 58 Gambar 4.10 Grafik RTO dengan penambahan jumlah node dan penambahan kecepatan. ... 60 Gambar 4.11 Grafik Overhead Ratio dengan penambahan jumlah node dan penambahan kecepatan... 61 Gambar 4.12 Grafik Control Message dengan penambahan jumlah node dan penambahan kecepatan... 63 Gambar 4.13 Grafik Throughput dengan penambahan jumlah node dan penambahan kecepatan... 64


(20)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tabel Node H6 ... 18

Tabel 2.2 Tabel routing node H7 (update packet) ... 22

Tabel 2.3 Tabel routing node H6 (update packet) ... 22

Tabel 2.4 Tabel routing node H6 setelah dilakukan update tabel routing ... 23

Tabel 2.5 Tabel routing node H7 (update packet) ... 24

Tabel 2.6 Tabel routing node H6 ... 24

Tabel 2.7 Tabel routing node H6 (update packet) ... 25

Tabel 3.1 Parameter Jaringan ... 47

Tabel 3.2 Skenario Satu ... 47

Tabel 3.3 Skenario Dua... 47

Tabel 4.1 Tabel congestion window dengan penambahan node dan penambahan kecepatan. ... 58

Tabel 4.4 Tabel RTO dengan penambahan jumlah node dan penambahan kecepatan. ... 59

Tabel 4.5 Tabel Overhead Ratio dengan penambahan jumlah node dan penambahan kecepatan... 61

Tabel 4.6 Tabel Control Message dengan penambahan jumlah node dan penambahan kecepatan... 62

Tabel 4.7 Tabel Throughput dengan penambahan jumlah node dan penambahan kecepatan. ... 64


(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, jaringan nirkabel telah menjadi pusat perhatian dari semua pihak yang terkait dengan teknologi telekomunikasi dalam beberapa tahun terakhir. Hal tersebut diakibatkan oleh ekspansi peralatan nirkabel dalam komunikasi mobile sehingga layanan jaringan nirkabel menjadi semakin bervariasi dan berkembang sesuai dengan kebutuhan serta harapan konsumen. Jaringan nirkabel berkembang sangat pesat saat ini. Perkembangan ini merupakan tuntutan dari kebutuhan masyarakat akan akses informasi dan data yang cepat, bisa kapan saja dan dimana saja.Jenis dari jaringan nirkabel adalah jaringan nirkabel dengan infrastruktur dan jaringan nirkabel tanpa infrastruktur [1]. Contoh dari jaringan nirkabel tanpa infrastruktur adalah jaringan adhoc. Jaringan adhoc untuk suatu tujuan diartikan sebagai suatu jaringan tanpa infrastruktur dimana masing-masing node adalah suatu router bergerak yang dilengkapi dengan transceiver wireless. Pesan yang dikirim dalam lingkungan jaringan ini akan terjadi antara dua node dalam cakupan transmisi masing-masing yang secara tidak langsung dihubungkan oleh multiple hop melalui beberapa node perantara [2]. Dalam Mobile Ad Hoc Network meskipun sama-sama menggunakan wireless link dan mobile node, tetapi MANET berbeda dengan jaringan wireless singel-hop (selular) dimana MANET tidak memerlukan base station sebagai relay


(22)

2

transimission, karena dalam MANET setiap node befungsi sebagai router bagi node yang lain dalam jaringan sehingga semua node bertanggungjawab atas proses pengiriman data dan komunikasi [3].

Jaringan MANET merupakan sekumpulan mobile host yang secara dinamis dapat membentuk suatu jaringan tanpa menggunakan infrastruktur jaringan yang telah ada atau dipersiapkan sebelumnya dan tanpa menggunakan administrasi terpusat serta dapat berkomunikasi melalui wireless link dengan bandwidth tertentu. MANET dibutuhkan dalam situasi dimana infrastruktur komunikasi tetap tidak tersedia atau rusak.

MANET memiliki sifat yang dinamis karena itu memiliki mekanisme routing protokol yang beda pula. Dalam suatu jaringan, agar node dapat saling berkomunikasi dengan node lainnya maka diperlukan sebuah aturan. Aturan tersebut adalah protokol routing [4]. Terdapat tiga mekanisme routing protokol yaitu Proaktif, Reaktif, dan Hybrid (penggabungan antara Proaktif dan Reaktif). Protokol routing yang digunakan dalam penilitian ini adalah DSDV ( Destination-Sequence Distance Vector ) dimana DSDV merupakan table-driven routing protokol ( routing protkol Proaktif ) yang menggunakan algoritma Bellman-Ford. Setiap node mempunyai table routing yang berisi:semua kemungkinan tujuan yang dapat dituju (next hops), jumlah hops ke setiap tujuan dan sequence number. Sequence number digunakan agar tidak terjadi routing loops. Dalam routing DSDV update dilakukan dengan dua cara yang pertama tabel routing ditransmisikan secara periodik untuk menjaga


(23)

3

konsistensi [6]. DSDV pun menggunakan dua cara untuk penyebaran tabel routing full dump dan incremental dump.

Pada jaringan MANET transportlayer bertanggung jawab menyediakan layanan komunikasi end-to-end [5]. Dalam transportlayer, protokol yang paling banyak digunakan adalah TCP dan UDP. TCP dan UDP memiliki karakteristik yang berbeda, dimana karakteristik TCP seperti connection-oriented, full duplex, realible, flow control, acknowledged, dan bytestream. Sedangkan UDP mempunyai karakteristik seperti tidak berorientasi pada koneksi (connectionless), tidak handal, half duplex, dan sederhana.

Pada dasarnya TCP diciptakan untuk jaringan berbasiskan wired ( kabel ) dimana fluktuasi ganguannya sangat kecil. TCP sendiri memiliki beberapa keterbatasan pada jaringan MANET, salah satu masalah yang terjadi pada protokol TCP sekarang ini yaitu tentang terjadinya congestion. Congestion sendiri bisa diartikan sebagai kemacetan yang terjadi pada jalur paket-paket data sehingga menimbulkan antrian yang menumbuh. Salah satu faktor penting dalam penerapan MANET dalam komunikasi adalah kontrol kemacetan dalam jaringan. Kontrol kemacetan adalah suatu mekanisme dimana bandwidth jaringan didistribusikan di beberapa end to end connections. MANET merupakan komunikasi yang kompleks karena perubahan topologi jaringan secara dinamis dan cepat. Jika respon dari protokol routing lambat, maka akan menyebabkan TCP menunggu terlalu lama atau akan mengalami timeout. Oleh karena itu, maka dibutuhkan


(24)

4

respon protokol routing yang cepat untuk mengatasi perubahan topologi jaringan.

Berdasarkan uraian diatas, penulis akan melakukan penelitian mengenai kinerja TCP Reno menggunakan protokol routing DSDV di lingkungan MANET menggunakan simulator OMNET++. Pada TCP Reno, jika terjadi congestion maka akan mengimplementasikan slow start, kemudian congestion avoidance dan melakukan algoritma fast retransmit dan fast recovery[12], serta DSDV dengan adanya proses triggered routing akan membuat jalur lebih terpelihara dan incremental dump untuk mengurangi jumlah broadcast.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang diatas maka rumusan masalah yang didapat adalah bagamaina performansi TCP Reno padaMobile Ad Hoc Network menggunakan protokol DSDV ?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kinerja TCP Reno pada jaringan Mobile Ad Hoc Network menggunakan routing protokol DSDV dan mengetahui bagaimana pengaruh routing DSDV terhadap kinerja TCP Reno.

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah yang digunakan penulis dalam menyusun penelitian Tugas Akhir ini yaitu :


(25)

5

1. Menggunakan routing protokol DSDV.

2. Parameter yang digunakan adalah RTT, CWND, Throughtput, Overhead Ratio.

3. Tranmission Control Protokol yang digunakan adalah TCP Reno.

4. Simulatoryang digunakan adalah Omnet++.

1.5 Metodologi Penelitian

Adapun metodologi dan langkah – langkah yang digunakan dalam pelaksanaan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Studi Literatur mengenai :

a. Teori Omnet++. b. Teori MANET. c. Teori TCP. d. Teori TCP Reno. e. Protokol DSDV.

2. Perancangan dan pembangunan simulasi.

3. Simulasi, pengukuran, dan pengumpulan data.

4. Analisis data.

1.6 Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis membagi sistematika penyusunan Tugas Akhir ini sebagai berikut :


(26)

6 BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang diambilnya tugas akhir ini, rumusan masalah, tujuan, batasan masalah, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan laporan.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini berisi mengenai dasar teori yang digunakan penulis dalam menyusun skripsi ini.

BAB III PERANCANGAN PENELITIAN

Bab ini berisi mengenai perancangan kerja dalam melakukan analis serta parameter-parameter yang digunakan.

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

Bab ini berisi mengenai tahap-tahap pengujian simulasi dan analisis data simulasi jaringan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi tentang beberapa kesimpulan yang didapat dan saran-saran atas pengujian dan analisis simulasi data yang dilakukan sebelumnya

BAB II


(27)

7 2.1 Jaringan MobileAd Hoc Network

Jaringan nirkabel atau jaringan wireless merupakan salah satu media transmisi yang menggunakan gelombang radio sebagai media transmisinya dimana menggunakan standart IEEE 802.11.IEEE merupakan organisasi yang mengatur standar mengenai teknologi ini, yang berkerja pada frekuensi 2.4 GHz, 3.7 GHz dan 5GHz. Jaringan wireless ini dibagi menjadi dua bagian yaitu menggunakan infrastruktur dan tidak menggunakan infrastruktur (Ad Hoc).

Jaringan ad hoc memiliki keunggulan dibandingkan jaringan yang lain seperti tidak memerlukan dukungan backbone infrastruktur, Mobile node yang selalu bergerak (mobility) dapat mengakses informasi secara realtime ketika berhubungan dengan mobile node lain, fleksibel terhadap suatu keperluan, dan dapat direkonfigurasi dalam beragam topologi. Sedangkan jaringan infrastruktur merupakan perluasan dari jaringan LAN yang menggunakan access point sebagai jembatan keluar masuk untuk ke jaringan yang lain.

Pada jaringan AdHoc setiap node tidak hanya berfungsi sebagai pengirim dan penerima informasi tetapi juga berfungsi sebagai pendukung jaringan seperti router. Oleh karena itu maka diperlukan sebuah routing protokol yang ditanamkan pada jaringan AdHoc tersebut. Tujuan dari protokol routing untuk memelihara tabel routing yang berisi informasi kemana paket akan dikirimkan sehingga mencapai tujuannya. Nodeakan


(28)

8

menggunakan informasi yang diterima untuk meneruskan paket terhadap node yang lainnya sehingga semua node bertanggungjawab.

MANET adalah kumpulan dari beberapa wireless node yang dapat di set-up secara dinamis, dimana saja dan kapan saja tanpa menggunakan infrastruktur jaringan yang ada serta bersifat sementara. Pada MANET, mobile host yang terhubung dengan wireless berperan sebagai router. Mobile node pada MANET dapat berperan sebagai pengirim, penerima, ataupun sebagai perantara saja. MANET dapat dibentuk dimana saja dan kapan saja selama dua node atau lebih saling berhubungan dan berkomunikasi satu sama lain secara langsung ketika berada dalam jangkauan signal radio suatu node.

Gambar 2.1 Komunikasi di MANET

Selain karakteristik di atas, MANET juga memiliki beberapa karakteristik yang lebih menonjol, antara lain:


(29)

9

Topologi yang dinamis : Node pada MANET memiliki sifat yang dinamis, yaitu dapat berpindah-pindah kemana saja. Maka topologi jaringan yang bentuknya adalah loncatan antara hop ke hop dapat berubah secara tidak terpola dan terjadi secara terus menerus tanpa ada ketetapan waktu untuk berpindah. Bisa saja didalam topologi tersebut terdiri dari node yang terhubung ke banyak hop lainnya, sehingga sangat berpengaruh secara signifikan terhadap susunan topologi jaringan.

Otonomi : Setiap node pada MANET berperan sebagai end-user sekaligus sebagai router yang menghitung sendiri route-path yang selanjutnya akan dipilih.

Keterbatasan bandwidth : Link pada jaringan wireless cenderung memiliki kapasitas yang rendah jika dibandingkan dengan jaringan berkabel. Jadi, kapasitas yang keluar untuk komunikasi wireless juga cenderung lebih kecil dari kapasitas maksimum transmisi. Efek yang terjadi pada jaringan yang berkapasitas rendah adalah congestion (kemacetan).

Keterbatasan energi : Semua node pada MANET bersifat mobile, sehingga sangat dipastikan node tersebut menggunakan tenaga baterai untuk beroperasi. Sehingga perlu perancangan untuk optimalisasi energi.

Keterbatasan Keamanan : Jaringan wireless cenderung lebih rentan terhadap keamanan daripada jaringan berkabel.


(30)

10

Kelebihan di dalam jaringan MobileAd Hoc Network yaitu

Tidak memerlukan dukungan backbone infrastruktur sehingga mudah diimplementasikan dan sangat berguna ketika infrastruktur tidak ada ataupun tidak berfungsi lagi.

Mobile node yang selalu bergerak (mobility) dapat mengakses informasi secara real time ketika berhubungan dengan mobile node lain, sehingga pertukaran data dan pengambilan keputusan dapat segera dilaksanakan.

 Fleksibel terhadap suatu keperluan tertentu karena jaringan ini memang bersifat sementara.

 Dapat direkonfigurasi dalam beragam topologi baik untuk jumlah user kecil hingga banyak sesuai dengan aplikasi dan instalasi (scalability).

Kekurangan di dalam jaringan MobileAd Hoc Network yaitu

Packet loss (rugi-rugi paket) akan terjadi bila transmisi mengalami kesalahan (error).

Seringkali terjadi disconnection, karena tidak selalu berada dalam area cakupan.

Bandwidth komunikasi yang terbatas


(31)

11

2.2 Routing di Jaringan MANET

Jaringan wireless adhoc adalah jaringan sementara yang beroperasi tanpa bantuan infrastruktur yang tetap. Node - node padajaringan tanpa infrastruktur tersebut berfungsi sebagai router, atau dapat mencaridan mengatur rute paket-paket data agar dapat dikirim dari pengirim sampai ke penerima. Pertukaran data di jaringan adhoc terjadi antar node yang masih dalam satu area transmisi (transmission range) atau dengan node yang terhubung tidak langsung melalui beberapa node lain yang terletak di antaranya (multiple hop).

Dalam jaringan MANET node - node bersifat dinamis sehingga node tidak mempunyai pengetahuan mengenai topologi jaringan disekitar mereka, oleh karena itu node harus mendapatkan informasi tentang node tetangganya. Ide dasarnya adalah bahwa suatu node baru harus menginformasikan kehadirannya dan node yang lain mendengarkan informasi dari node tetangganya. Node akan mempelajari informasi dari sebuah node baru dan cara untuk mencapai node baru tersebut.

Routing merupakan pengiriman data atau informasi dengan meneruskan paket data yang dikirim dari jaringan satu ke jaringan lainnya. Routing dibagi menjadi dua komponen penting yaitu protokol routing dan algoritma routing. Routing protokol merupakan suatu aturan dalam sebuah jaringan untuk mempertukarkan informasi ( berkomunikasi ) antara node satu dengan lainnya dan akan membentuk sebuah tabel routing sehingga pengalamatan pada paket data yang akan dikirim menjadi lebih


(32)

12

jelas.Sedangkan algoritma routing adalah proses penentuan rute yang optimal berdasarkan informasi tabel routing yang dimiliki setiap node agar paket dari sumber sampai di tujuan dengankecepatan yang optimal.

Berdasarkan pada konsep routing dan beberapa pertimbangan untuk kondisi jaringan ad hoc serta algoritma yang dipakai maka protokol routing pada jaringan Mobile Ad Hoc Network dibagi menjadi tiga kategori yaitu :

Table Driven Routing Protokol (Proaktif Routing Protokol)

On Demand Routing Protokol (Reaktif Routing Protokol)

Hybrid Routing Protokol

Gambar 2.2 Klasifikasi Routing Protokol diMANET MANET

ZRP

LHRH Hybrid Reaktif

Proaktif

DSR

AODV OLSR


(33)

13

2.2.1 Table Driven Routing Protokol (Proaktif Routing Protokol) Pada Table Driven Routing Protokol (Proaktif Routing Protokol) masing-masing node akan memiliki table routing yang lengkap. Dimana sebuah node akan mengetahui semua rute ke node lain yang berada dalam jaringan tersebut. Setiap node secara berkala akan melakukan proses update tabel routing yang dimilikinya, sehingga perubahan topologi jaringan dapat diketahui setiap interval waktu tertentu tanpa harus meminta dari node lainnya. Node terus menerus mencari informasi routing dalam jaringan, sehingga ketika dibutuhkan route tersebut sudah tersedia.

Proaktif routing protokol memiliki latency yang rendah, namun mengalami routing overhead yang tinggi. Hal ini disebabkan karena setiap node secara berkala bertukar control messages dan informasi routing tables supaya memelihara jalur ke setiap node yang aktif agar jaringan tetap up-to-date. Setiap node harus memelihara satu atau lebih routing tables untuk menyimpan informasi routing. Ketika terjadi perubahan topologi jaringan maka informasi routing harus diupdate oleh setiap node. Jika sebuah node dalam jaringan tidak pernah menggunakan jalur yang ada, hal ini sama saja dengan membuang resources dan bandwith untuk proses yang tidak perlu.


(34)

14

2.2.2 On Demand Routing Protokol (Reaktif Routing Protokol) Pada On Demand Routing Protokol (Reaktif Routing Protokol), proses pencarian rute hanya akan dilakukan ketika dibutuhkannya komunikasi antara node sumber dengan node tujuan. Tabel routing yang dimiliki sebuah node berisi informasi rute ke node tujuan saja. Reaktif routing protokol melakukan pencarian jalur dan penyediaan jalur dengan menggunakan set sof control packet yang khusus seperti RREQ (Route Request), RREP (Route Reply) dan RERR (Route Error). Ketika sebuah node ingin berkomunikasi dengan node lainnya dalam sebuah jaringan, maka node sumber akan memulai tahap pencarian jalur dengan cara mengirimkan packet RREQ ke node tetangganya setiap kali transmisi diperlukan. Mekanisme pencarian jalur dilakukan berdasar pada flooding algorithm (sebuah node akan mem-broadcast packet ke semua node tetangganya dan node perantara akan meneruskan packet itu ke tetangga mereka, teknik ini akan berulang-ulang hingga mencapai node tujuan). Jika node tetangganya adalah node tujuan, maka akan dibalas dengan paket RREP ke node sumber, dengan demikian maka packet RREQ dari node sumber akan diakui. Jika node tetangganya bukan node tujuan, maka packet RREQ akan diteruskan hingga diterima oleh node tujuan. Jika terjadi kesalahan pada link, maka packet RERR akan dikirimkan ke node sumber.


(35)

15

Reaktif routing protokol mempunyai latency yang tinggi namun kecil akan routing overhead. Hal ini disebabkan karena jalur belum ditentukan, sehingga sebuah node harus memulai tahap proses pencarian jalur. Setelah jalur tersedia, maka jalur akan dipelihara sampai jalur tersebut tidak lagi dibutuhkan.

2.2.3 Hybrid Routing Protokol

Pada Hybrid Routing Protokol ini routingadhoc menggabungkan antara kedua tipe protokol routing diatas yaitu Proaktif dan Reaktif. Faktor utama yang menjadi kelebihan hybrid routing protokol adalah penggunaan Proaktif routing protokol untuk yang jarak dekat dan Reaktif routing protokol untuk yang jarak jauh.

2.3 Protokol Routing Destination-Sequence Distance-Vector

Routing protokol Destination Sequence Distance Vector (DSDV) adalah salah satu protokol awal yang diusulkan pada jaringan mobile ad hoc network. DSDV ini termasuk dalam kategori Table Driven Routing Protokol (Proaktif Routing Protokol)[8]. DSDV menggunakan algoritma Distance Vector, algoritma ini menitik beratkan pada jarak dan arah, pemutusan routing terdekat berdasarkan arah dan jarak (Hop Count) [7].

Algoritma Bellman Ford digunakan untuk menghitung jarak terpendek (dari satu sumber) pada sebuah graf berbobot, maksudnya dari satu sumber ialah bahwa ia menghitung semua jarak terpendek yang berawal dari satu titik node.


(36)

16

Langkah-langkah algoritma Bellman Ford yang digunakan dalam sebuah routing jaringan seperti dibawah ini :

 Setiap node menghitung jarak antara dirinya dan semua node lain dalam jaringan dan menyimpan informasi ini sebagai sebuah tabel.

 Setiap node mengirimkan tabel ke semua node tetangga.

 Ketika sebuah node menerima tabel jarak dari tetangganya, ia menghitung rute terpendek ke semua node lainnya dan update tabel sendiri untuk menggambarkan perubahan yang terjadi

Dalam routing DSDV setiap router (node) mempelajari jalur-jalur dari sudut pandang router tetangganya dan kemudian meng-advertise jalur-jalur dari sudut pandangnya sendiri, karena setiap node sangat tergantung pada informasi tetangganya, protokol routing distance vector sering disebut routing by rumor”.

Tabel routing akan diperbaharui secara periodic dan triggered routing dengan tujuan untuk penyesuaian jika terjadi perubahan topologi jaringan (ada node yang bergerak atau berpindah posisi) dan untuk memelihara konsistensi dari tabel routing yang sudah ada. Sequence number yang baru akan dihasilkan oleh setiap node jika terjadi pembaharuan tabel routing. Jika tabel routing telah diperbaharui maka akan dipilih rute untuk mencapai node tujuan dengan kriteria sebagai berikut :


(37)

17

1. Tabel routing dengan nilai sequence number yang terbaru akan terpilih. Sequence number terbaru ditandai dengan nilai Sequence number yang lebih besar dari yang sebelumnya.

2. Jika dihasilkan Sequence number yang sama maka dilihat nilai metric. Nilai metric yang paling kecil akan dipilih.

Namun salah satu kekurangan dari metode ini adalah dapat terjadinya looping dalam jaringan yang terjadi ketika tabel routing tidak konsisten atau tidak ter-update disebabkan oleh lambatnya konvergensi dalam perubahan jaringan, oleh karena itu DSDV menggunakan sequence number dalam mengirimkan pesan untuk mencegah terjadinya looping pada jaringan.

Dalam protokol routing DSDV, sequence number akan dihasilkan setiap kali akan mengirim pesan, dengan demikian sequence number akan dihasilkan saat ada perubahan dalam topologi jaringan, hal ini terjadi karena sifat tabel routing pada jaringan yang menggunakan Proaktif routing protokol.


(38)

18 2.3.1 Tahapan Kerja DSDV

Gambar 2.3 Contoh Jaringan Ad Hoc

Tabel 2.1 Tabel Node H6

Gambar 2.3 merupakan contoh jaringan MANET sebelum dan setelah terjadi pergerakan node. Tabel 2.1 merupakan tabel routing yang dihasilkan oleh node H6 sebelum terjadi pergerakan node. Metode routing DSDV memiliki sifat setiap node yang berada dalam jaringan akan memelihara sebuah tabel forwarding dan


(39)

19

menyebarkan table routing ke node tetangganya. Tabel routing tersebut memuat informasi sebagai berikut :

1. Alamat node tujuan (berupa MACaddress).

2. Jumlah hop yang diperlukan untuk mencapai node tujuan.

3. Sequencenumber.

4. Installtime.

Contoh prosedur pengiriman menggunakan topologi diatas (node H4 ingin mengirim sebuah paket ke node H5) menggunakan gambar dibawah ini

Gambar 2.4 Node H4 mengirim paket ke node H6

Gambar 2.4 sampai Gambar 2.6 menunjukkan prosedur pengiriman paket routing pada DSDV Gambar 2.4 memperlihatkan node H4 ingin mengirim paket ke node H5. Node H4 mengecek tabel routing untuk hop selanjutnya untuk meneruskan paket dan


(40)

20

menentukan node H6 sebagai node berikutnya untuk routing paket ke nodeH5. Node H4 kemudian mengirim paket ke node H6.

Gambar 2.5 Node H6 mengecek tabel routingnya

Gambar 2.5 memperlihatkan node H6 mengecek tabel routing yang dimilikinya untuk menentukan node H7 yang merupakan node berikutnya untuk pengiriman paket dari node H4 ke node H5.


(41)

21

Gambar 2.6 memperlihatkan node H6 meneruskan paket ke node H7. Prosedur rute paket tersebut diulang sepanjang jalan sampai paket node H4 ahkirnya tiba ke node tujuan H5.

Selanjutnya merupakan contoh proses update, dimana kita lihat pada bentuk topologi dimana node memiliki sifat yang dinamis (beberapa node dalam topologi jaringan melakukan pergerakan atau berpindah tempat.

Gambar 2.7 Pergerakan node H1, H3, H8, dan H5.

Dalam proses informasi update tabel routing tabel atau sequence number digunakan untuk membedakan antara update informasi yang lama atau yang baru. Sequence number yang lebih besar menunjukan informasi yang lebih baru, dimana setiap sequence number ini angkanya unik.


(42)

22

Tabel 2.2 Tabel routing node H7 (update packet)

Pada Tabel 2.2 menunjukkan table routing yang dimiliki node H7. Node H7 kemudian melakukan update packet ke node tetangganya, karena beberapa node dalam topologi jaringan melakukan pergerakan atau berpindah tempat seperti node H1, H3, H8, dan H5 (lihat Gambar 2.7)

Tabel 2.3 Tabel routing node H6 (sebelum update packet)

Tabel 2.3 memperlihatkan tabel routing yang dimiliki oleh node H6 sebelum node H7 mengirimkan update packet ke tetangganya. Ketika node H6 menerima update packet dari node H7, node H6 akan memeriksa informasi tabel routing yang dimilikinya. Jika ada nilai sequence number yang lebih besar nomer urutannya maka akan dimasukkan dalam tabel routing. Sequence number S516_H1 pada dest H1 Tabel 2.4 nilainya lebih besar dibandingkan


(43)

23

dengan di Tabel 2.3, maka nilai sequence number tersebut dimasukkan dalam tabel routing node H6. Hal ini terlepas nilai metric lebih besar ataupun kecil. Jika ada rute dengan nilai sequence number sama, maka rute dengan nilai metric yang lebih kecil dimasukkan dalam tabel routing. Dest H5 pada Tabel 2.2 dengan Tabel 2.3 yang memiliki sequence number yang sama yaitu S502_H5, namun pada Tabel 2.3 nilai metric lebih kecil. Tabel 2.4 merupakan tabel routing yang dimiliki node H6 setelah menerima update packet dari node H7.

Tabel 2.4 Tabel routing node H6 setelah dilakukan update tabel routing

Setiap node akan mempunyai sebuah tabel forwarding yang berisi informasi pada tabel routing. Di tabel routing terdapat informasi lain seperti install time. Install time adalah interval waktu yang diperlukan untuk mendapatkan tabel routing dari node tujuan. Jika install time bernilai besar maka hal tersebut mengindikasikan adanya link terputus antara node asal dan node tujuan. Install time dijadikan dasar keputusan untuk menghapus rute yang terputus


(44)

24

dengan node asal. Link yang terputus akan ditandai dengan nilai metric yang tak berhingga dan node asal akan mengeluarkan sequence number ganjil untuk node tujuan tersebut. Sequence number yang ganjil tersebut akan disebarkan ke setiap node agar mengetahui bahwa ada link yang terputus untuk node tujuan dengan Sequence number ganjil tersebut.

Tabel 2.5 Tabel routing node H7 (update packet)

Tabel 2.5 merupakan tabel routing yang dimiliki node H7 setelah mendeteksi jalur dengan node H1 putus. (Diasumsikan pada Gambar 2.3 jalur antara node H1 dan H7 putus). Node H7 mendeteksi jalur dengana node H1 putus, kemudian menyiarkan update packet ke node tetangga (node H6).


(45)

25

Tabel 2.6 merupakan tabel routing yang dimiliki oleh node H6 sebelum mendapatkan update packet dari node H7.

Tabel 2.7 Tabel routing node H6 (update packet)

Ketika node H6 menerima update packet dari node H7, node H6 kemudian melakukan update tabel routing yang dimilikinya dengan informasi update packet dari node H7.Node H6 melakukan update dest H1 Sequence number S517_H1 dan nilai metric ∞. Nilai metric ∞ menjelaskan link dari H1 putus. Tabel routing node H6 setelah dilakukan update dapat dilihat pada tabel 2.7.

2.4 Transmission Control Protokol ( TCP )

Transmission Control Protokol adalah suatu protokol yang berada di lapisan transport yang berorientasi sambungan (connection-oriented) dan dapat diandalkan (reliable).TCP/IP merupakan sebuah standar jaringan terbuka yang bersifat independen terhadap mekanisme transport jaringan fisik yang digunakan, sehingga dapat digunakan di mana saja. TCP umumnya digunakan ketika protokol lapisan aplikasi membutuhkan layanan transfer data yang bersifat handal. TCP memiliki beberapa karakteristik, karakteristik itu antara lain [9] :


(46)

26 Connection Oriented

Sebelum data dapat ditransmisikan antara dua host, dua proses yang berjalan pada lapisan aplikasi harus melakukan negosiasi untuk membuat sesi koneksi terlebih dahulu. Proses pembuatan koneksi TCP disebut juga dengan "Three-wayHandshake". Tujuan metode ini adalah agar dapat melakukan sinkronisasi terhadap nomor urut dan nomor Acknowledgement yang dikirimkan oleh kedua pihak dan saling bertukar ukuran TCP Window.

Reliable Transmission (Handal)

TCP ini bersifat reliable yang aritnya data yang dikirimkan ke sebuah koneksi TCP akan diurutkan dengan sebuah nomor urut yang unik disetiap byte data dengan tujuan agar data dapat disusun kembali setelah diterima. Jika tidak ada paket acknowledgment dari penerima, maka segmen TCP (protokol data unit dalam protokol TCP) akan ditransmisikan ulang. Pada saat transmisi, bisa jadi data dipecah/difragmentasi, hilang, atau tiba di device tujuan tidak lagi urut. Pada saat data diterima, paket data yang duplikat akan diabaikan dan paket yang datang tidak sesuai dengan urutannya akan diurutkan agar dapat disusun kembali.

Full Duplex

Untuk setiap host TCP, koneksi yang terjadi antara dua host terdiri atas dua buah jalur, yakni jalur keluar dan jalur masuk. Dengan


(47)

27

menggunakan teknologi lapisan yang lebih rendah yang mendukung full-duplex, maka data pun dapat secara simultan diterima dan dikirim dalam waktu yang bersamaan.

Flow control

Kemampuan atau mekanisme untuk mendeteksi agar aliran data yang dikirim oleh pengirim tidak membanjiri sisi penerima. Dimana sisi penerima mengatur data rateagar tidak terjadi bottleneck atau terlalu banyak data yang dikirim pada satu waktu dan overload.

Congestion Control

Kemampuan atau mekaniseme agar data tidak membanjiri network ( jaringan ) atau dengan kata lain teknik yang dilakukan oleh TCP untuk memastikan protokol transport tidak mengirimkan data yang melebihi kemampuan jaringan di network layer.

2.4.1 Connection TCP

TCP adalah sebuah protokol yang berorientasi pada connection oriented. Sebuah connection oriented protokol membangun sebuah jalur diantara sumber dan tujuan. Pada TCP, connection oriented transmission, dicapai melalui dua prosedur yaitu pembangunan dan pemutusan koneksi.


(48)

28

2.4.1.1 Pembangunan Koneksi (Connection Established) Ketika dua TCP pada dua mesin terhubung, maka mereka harus dapat mengirimkan segments diatara mereka secara serempak. Proses Three Way Handshake ditunjukan pada gambar dibawah, dengan penjelasan sebagai berikut :

 Host A yang perlu menginisialisasi sambungan mengirimkan SYN (Sinkronisasi) paket dengan usulan nomor urut awal ke tujuan host B.

 Ketika host B menerima pesan SYN, ia mengembalikan sebuah paket dengan SYN dan ACK fags diatur dalam TCP header (Jika host tujuan siap dan mau melakukan komunikasi, maka host tujuan akan mengirimkan segment yang berisikan SYN dan ACK Flag. Bila host tujuan tidak mau melakukan komunikasi, maka yang dikirimkan adalah segment dengan Flag RST, ACK. Bila ternyata host tujuan tidak ada, maka tidak akan ada balasan sama sekali).

 Tahapan terakhir dari Three Way Handshake adalah pengiriman segment yang berisi Flag ACK kepada host tujuan


(49)

29

Gambar 2.8TCP Connection Established

2.4.1.2 Pemutusan Koneksi (Connection Termination) Setiap dua kelompok terlibat dalam pertukaran data (client dan server), dapat memutuskan koneksi. Ketika koneksi pada satu arah diberhentikan kelompok lain dapat melanjutkan mengirim data pada arah yang lain. Proses Four Way Handshake ditunjukan pada gambar dibawah, dengan penjelasan sebagai berikut :

Host A mengirim sebuah segmen (FIN) yang meminta bahwa A ingin menghentikan koneksi.

Host B mengirim sebuah jawaban permintaan dari A. Sesudah ini koneksi akan ditutup pada


(50)

30

satu arah tetapi pada arah lain tidak. Host B dapat mengirim data ke A.

 Ketika B selesai mengirimkan datanya, B mengirim sebuah FIN segmen untuk menandakan bahwa host ingin memutuskan koneksi.

 A menjawab permintaan B dengan mengirim sebuah ACK segmen.

Gambar 2.9 TCP ConnectionTermination

2.4.2 TCP Flow control

Field window size pada TCP header berfungsi untuk mekanisme Flow control koneksi. Tujuan dari field window size tersebut adalah memastikan komputer pengirim tidak mengirim data


(51)

31

terlalu banyak dan terlalu cepat yang bisa menyebabkan hilangnya data pada komputer penerima karena tidak terproses. Metode Flow control yang digunakan TCP ini ada dua biasa disebut stop and wait dan sliding window.

Stop and Wait Flow Control

Proses kerja atau prinsip kerja dari stop and wait adalah sebagai berikut: Transmitter mengirimkan deretan data dalam bentuk frame ke reciver. Setelah receiver telah menerima frame yang dikirmkan tadi, maka receiver akan mengirimkan balasan ke transmitter bahwa frame sudah diterima di receiver dan receiver siap menerima deretan frame selanjutnya.

Transmitter tidak akan mengirimkan deretan frame berikutnya jika receiver belum memberikan balasan (ACK). Receiver dapat menghentikan pengiriman frame dengan cara tidak memberikan balasan, maka transmitter juga tidak akan mengirimkan deretan frame lagi pada receiver.

Sliding Window Flow Control

Sliding window adalah sebuah mekanisme pengiriman paket-paket data dalam suatu ukuran window secara terus-menerus dimana


(52)

32

transmitter dapat mengirimkan blok-blok frame lebih banyak lalu setelah beberapa frame telah terkirim, barulah receiver memberikan balasan, tidak seperti stop and wait blok-blok data dikirimkan satu persatu dan mengirimkannya menunggu balasan jika blok data tersebut sudah sampai di receiver dan receiver sudah memberikan balasan. Konsep umumnya window ini akan bergeser secara otomatis sesuai dengan ack yang diterimanya. Pada sliding window terdapat dua algoritma, yakni go back n dan selective repeat. Perbedaan mendasar dari algoritma ini adalah pada pengiriman paket yang loss.


(53)

33

Gambar 2.11 Ilustrasi Selective Repeat

2.4.3 Round Trip Time dan Timeout

Round Trip Time adalah waktu yang dibutuhkan oleh client untuk mengirimkan request dan sebuah server untuk mengirimkan balasan respon melalui jaringan. Segmen pada TCP yang dikirim dapat hilang di sepanjang jalur komunikasi hal tersebut dikarenakan terjadinya congestion. TCP harus dapat memperbaiki situasi ini dan mempelajari kondisi jaringan. Setiap TCP mengirimkan segmen, pengirim akan menghitung waktu untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan ack dari segmen yang dikirim tadi. Waktu ini dikenal dengan retransmissions timer. Jika acknowledgement diterima melebihi waktu yang ditentukan maka akan terjadi timeout. Waktu round trip time bergantung pada lalu lintas di jaringan dan ketersediaan jalur. Perhitungan RTT :


(54)

34

RTT

i

=

α * RTT

i-1

+ (1

α) * rtt

i Keterangan :

 RTTi adalah waktu estimasi rata – rata round trip time setelah

paket ke-i.

 Nilai α = 0.875 (menurut algoritma Jacobson).

 rtti adalah waktu saat paket ke-i mulai dikirim hingga

acknowledgement paket ke-i diterima.

Ketika sebuah RTT baru selesai di kalkulasi maka akan dimasukan perhitungan diatas untuk mendapatkan rata-rata RTT pada koneksi tersebut dan prosedur itu akan terus dilakukan tiap kali ada kalkulasi RTT baru. Pengkalkulasian ini digunakan untuk menetapkan waktu timeout atas paket yang dikirimkan. Perhitungan timeout :

RTO

i

= RTT

i-1

+ 4 * MDEV

i-1 Keterangan :

 MDEVi-1 adalah rata – rata deviasi yang dihitung dengan rumus : MDEVi =

(1-ρ) * MDEVi-1 + ρ * | rtti – RTTi-1 | dimana nilai ρ = 0.25

 RTTi adalah waktu estimasi rata – rata round trip time setelah

paket ke-i.

2.4.4 Additive-Increase, Multiplicative-Decrease

Apabila terjadi kondisi di mana node di dalam jaringan internet tidak lagi dapat menerima/memproses data, congestion


(55)

35

control pada dasarnya akan meminta pengirim untuk menurunkan kecepatan pengiriman data dengan cara menurunkan ukuran CongWin, dengan cara demikian diharapkan node akan memiliki cukup waktu untuk memproses data. TCP mengetahui bahwa jaringan sedang mengalami kongesi apabila waktu time-out pada sisi pengirim terlampaui.

Gambar 2.12Ilustrasi AIMD

Untuk menurunkan kecepatan pengiriman data, TCP menggunakan konsep AIMD, yaitu dengan cara menurunkan sebanyak setengah dari ukuran CongWin, selanjutnya, apabila pengirim telah mengidentifikasi bahwa kongesi di dalam jaringan telah berkurang, maka TCP akan menaikkan kembali kecepatan pengiriman data secara perlahan-lahan. Dalam hal ini TCP akan meningkatkan nilai CongWin sebanyak kira-kira 1 MSS setiap kali pengirim menerima ACK atau setiap RTT. Sehingga kecepatan pengiriman data akan meningkat secara aditif. Karena


(56)

36

itualgoritma congestion control semacam ini disebut sebagai Additive-Increase, Multiplicative-Decrease (AIMD) [10].

2.4.5 Slow Start

Slow start mengizinkan TCP memeriksa kondisi jaringan dengan menaikkan secara perlahan data yang diinjeksikan ke dalam network. Algoritma Slow start menggunakan congestion window, untuk mengontrol flow data. Cwnd diinisialisasi ke satu segmen, biasanya 512bytes. Prinsip slow start sederhana, bahwa untuk setiap ACK yang diterima, menambahkan satu segmen ke cwnd.

Gambar 2.13 Ilustrasi Proses Slow-Start.

Pengirim dapat mengirimkan data sampai besarnya mendekati nilai congestion windows minimum. Ssthresh di inisialisasi ke window yang diperlihatkan penerima, dimana nilai ssthresh tersebut didapat dari setengah cwnd pada saat pengirim


(57)

37

tidak menerima ACK. Saat cwnd lebih besar atau sama dengan nilai ssthresh, koneksi memasuki fase congestion avoidance. Jika kapasitas jaringan dapat dipenuhi sebelum cwnd lebih besar dari ssthresh, makagateway akan memberi sinyal kongesti dengan membuang segmen yang tidak tertampung pada gateway dan TCP akan memasuki fase retransmit setelah tiga ACK duplikat dikirimkan.Pada fase inisialisasi Slow start semacam ini terlihat bahwa nilai CongWin meningkat dua kali lipat setiap RTT.

2.4.6 Congestion Avoidance

Transmission rate akan meningkat sesuai dengan fase slow start, sampai terdeteksi paket yang hilang atau receiver advertised window (rwnd) yang terbatas, atau slow start threshold (sshthresh) telah tercapai. Nilai awal dari sshthresh ditetapkan dengan nilai yang besar, dan nilai sshthresh akan dikurangi jika terjadi congestion. Jika terjadi paket yang hilang, maka TCP akan mengasumsikan bahwa telah terjadi congestion dan akan mengambil langkah – langkah untuk mengurangi beban dari jaringan. Langkah yang diambil ini bergantung pada fase congestion avoidance TCP. Setelah sshthresh tercapai, TCP akan berubah dari algoritma slow start ke phase congestion avoidance (linear growth). Pada point ini, window size akan meningkat sebesar 1 segmen untuk setiap RTT. Meskipun algoritma ini disebut dengan slow start, tetapi peningkatan


(58)

38

congestion window cukup agresif, lebih agresif dari phase congestion avoidance.

Gambar 2.14CongestionAvoidance

Pada fase congestion avoidance prosesnya dapat digambarkan seperti laju pertumbuhan linear, sedangkan pada fase slow-start prosesnya dapat digambarkan seperti laju pertumbuhan eksponensial.

2.4.7 Fast Retransmit

Fast Retransmit merupakan peningkatan terhadap TCP dalam rangka mengurangi waktu tunggu oleh pengirim sebelum me-retransmit segmen yang loss. TCP pengirim akan menggunakan pencatat waktu untuk mengetahui segmen yang hilang. Jika acknowledgement tidak diterima untuk segmen tertentu dalam jangka waktu tertentu (fungsi yang menentukan estimasi round trip delay time), maka pengirim akan menggangap segmen tersebut


(59)

39

hilang dalam jaringan dan akan dilakukan retransmit untuk segmen yang hilang.

Duplikat acknowledgement merupakan dasar untuk mekanisme fast retransmit, yang akan bekerja sebagai berikut : setelah menerima paket (misalnya paket dengan sequence number 1, maka penerima akan mengirimkan acknowledgement dengan menambahkan 1 pada sequence number (yaitu sequence number 2), yang berarti bahwa penerima sudah menerima paket dengan sequence number 1 dan mengharapkan paket dengan sequence number 2 dari pengirim. Kemudian diasumsikan bahwa ketiga paket selanjutnya hilang. Sementara itu, penerima akan menerima paket dengan sequence number 5 dan 6. Setelah menerima paket dengan sequence number 5, penerima akan mengirimkan acknowledgement tapi hanya untuk paket dengan sequence number 2. Ketika penerima menerima paket dengan sequence number 6, penerima akan mengirimkan acknowledgement tapi hanya untuk paket dengan sequence number 2. Karena pengirim menerima lebih dari 1 acknowledgement untuk paket dengan sequence number yang sama (dalam hal ini paket dengan sequence number 2). Hal ini disebut dengan duplikat acknowledgement.

Peningkatan pada fast retransmit akan bekerja sebagai berikut : jika pengirim TCP menerima sejumlah acknowledgement tertentu yang sama sebanyak 3 kali, pengirim dapat mengasumsikan


(60)

40

bahwa paket dengan sequence number yang lebih tinggi akan di-drop dan bukan tiba karena rusak. Pengirim akan melakukan retransmit paket yang diduga di-drop sebelum menunggu batas retransmission timer berakhir.

Gambar 2.15Fast Retransmit dan Fast Recovery

2.5 TCP RENO

TCP Reno merupakan TCP yang dirancang oleh Van Jacobson, TCP Reno ini memiliki empat fase untuk menangani congestion control :

2.5.1 Slow Start

Slow start merupakan fase pertama TCP pada setiap awal sambungan koneksi dan setiap kali packet terdeteksi loss.


(61)

41

Nilai congestion windows (cwnd) diinisialisasi sebesar 1 MMS.

 TCP akan menaikan kecepatan pengiriman data secara eksponensial dengan cara menaikan nilai cwnd sebanyak dua kali (2�) setiap RTT hingga nilai cwnd akan bertambah satu segmen untuk setiap ack yang diterima pengirim.

Jika nilai cwndssthresh maka akan memasuki fase congestionavoidance.

Gambar 2.16Slow Start

2.5.2 Congestion Avoidance

Congestion avoidance ini merupakan fase dimana ketikaTCP tahu bahwa transmisi di sebuah data rate yang sangat dekat dengan tingkat yang dapat menyebabkan kemacetan.


(62)

42

Setelah menerima ack dan cwnd ssthresh maka cwndakan bertambah menjadi cwnd = cwnd + 1 /cwnd.

Nilai cwnd akan naik secara linear untuk setiap RTT

Ketika mengalami timeout atau mendapat duplikasi ack maka nilai treshold (ssthresh) akan diturunkan menjadi setengah nilai cwnd . Tcp akan kembali kepada fase slow start (cwnd = 1).

2.5.3 Fast Retransmit

Tujuan dari fast retransmit ini adalah merespon dengan cepat jika ada paket yang hilang.

Proses fase Fast Retransmit :

 Setelah menerima tiga duplikasi ack, segera melakukan retransmisi tanpa harus menunggu batas waktu RTO berakhir.

Ssthresh akan menyesuaikan

Flightsize = min(awnd, cwnd)

Flightsize : merupakan jumlah data yang telah dikirim tapi belum di-acknowledgement.

Awnd :window size penerima yang diberitahukan.


(63)

43

Ketika terjadi timeout kembali, maka nilai timeout = dua kali RTO. Akan terus melakukan fast retransmit setiap terjadi loss retransmission.

 Maksimal timeout 64 seconds.

Maksimal 12 retransmit.

 Kemudian akan masuk phase fast recovery.

2.5.4 Fast Recovery

Fast recovery ini mencegah terjadinya slow start pada saat fast retransmit atau dengan kata lain tetap menjaga throughput tinggi saat terjadi congestion yang kecil dan sedang. Dengan hanya menggunakan fast retransmit maka congestion windows turun ke satu setiap kali congestion terdeteksi. Sejak pengirim dapat membuat Acknowledgement maka jika mengalami timeout akan kembali ke slow start, jika mendapat tiga duplikasi maka akan mengalami fase fast recovery (tidak harus kembali ke slow start).

Setelah 3 ACKs yang sama (duplikasi) diterima:

 Retransmit “lost packet

Congestion threshold sshtresh= cwnd/2

 Cwnd = cwnd+3


(64)

44

Gambar 2.17Fast Retransmit dan Fast Recovery

2.6 OMNET++

OMNeT++ adalah extensible, modular, komponen kerangka dan library simulasi berbasis C++, paling utama digunakan untuk simulator membangun jaringan. Jaringan yang dimaksud dalam arti yang luas mencakup jaringan komunikasi kabel dan nirkabel, sebagainya. Fungsi spesifik dari OMNeT++ adalah mendukung jaringan sensor, jaringan ad-hoc nirkabel, protokol internet, pemodelan kinerja, dan lain lain yang disediakan oleh kerangka model yang dikembangkan sebagai proyek independen.

OMNeT++ menyediakan komponen arsitektur sebagai modelnya. Komponen (modul) diprogram dalam bahasa C++, kemudian dirakit menjadi komponen yang lebih besar dan dimodelkan menggunakan bahasa tingkat tinggi (NED). Penggunaan model dilakukan secara gratis.OMNeT++ memiliki dukungan GUI yang luas, dan OMNeT++ bukan simulator jaringan saja, namun untuk saat ini OMNeT++ lebih dikenal luas


(65)

45

sebagai platform simulasi jaringan dalam komunitas ilmiah serta dalam pengaturan industri, dan membangun sebuah komunitas pengguna yang besar. OMNET++ menawarkan IDE berbasis Eclipse, lingkungan graphical runtime, dan sejumlah alat-alat lain. Ada ekstensi untuk real-time simulasi, emulasi jaringan, bahasa pemrograman alternatif (Java, C#), integrasi database, integrasi SystemC, dan beberapa fungsi lainnya. OMNeT++ dirilis dengan full source code, dan bebas untuk digunakan, dimodifikasi dan didistribusikan di lembaga-lembaga akademik dan pendidikan di bawah lisensi sendiri (Academic Public License).

Komponen OMNeT++ :

a. Simulation kernel library.

b. NED topology description language.

c. OMNeT++ IDE berbasis Eclipse.

d. Tampilan pengguna untuk eksekusi simulasi dan link ke simulation executable (Tkenv).

e. Tampilan pengguna berupa baris perintah untuk eksekusi simulasi (Cmdenv).


(66)

46

BAB III

PERANCANGAN SIMULASI JARINGAN

3.1 Parameter Simulasi

Pada penelitian ini, penulis sudah menentukan parameter-parameter jaringan yang akan digunakan. Parameter-parameter ini bersifat konstan dan akan digunakan pada setiap pengujiannya. Parameter penelitian terdapat pada tabel di bawah ini :

Parameter Nilai

Routing Protokol DSDV

Protokol Model TCP RENO

Jumlah Node 40,60,80

Kecepatan Node 2 mps dan 5 mps

Mobility Type RandomWPMobility

Send Byte 500 MB

Jumlah Koneksi 1 Koneksi TCP

Pause Time 2 s


(67)

47

Area 1000 x1000

Tabel 3.1 Parameter Jaringan

3.2 Skenario Simulasi

Beberapa skenario digunakan dalam analisis unjuk kerja TCP Reno menggunakan protokol DSDV ini. Pembentukan skenario dasar ini dengan luas area 1000 m x 1000 m, kecepatan 2 mps dan 5 mps dengan satu koneksi tcp, dan jumlah node yang digunakan 40, 60, 80 menggunakan Random Way Point Mobility.

NO Jumlah Node Area

Simulasi

Kecepatan

1 40 1000m x

1000m

2 mps

2 60 1000m x

1000m

2 mps

3 80 1000m x

1000m

2 mps Tabel 3.2 Skenario Satu

Pada skenario selanjutnya menambahkan kecepatan menjadi 5 mps.

NO Jumlah Node Area

Simulasi

Kecepatan

1 40 1000m x

1000m

5 mps

2 60 1000m x

1000m

5 mps

3 80 1000m x

1000m

5 mps Tabel 3.3 Skenario Dua

3.3 Parameter Kinerja


(68)

48 a. Average CWND

Congestion Window atau CWND adalah variable pada TCP yang membatasi jumlah data yang boleh dikirim pada sebuah jaringan. Congestion window ini dikelola oleh sender.

b. Average Throughput

Throughput adalah rata-rata data yang dikirim dalam suatu jaringanper satuan waktu ke terminal tertentu dalam suatu jaringan, dari satu node ke node yang lain, biasa diekspresikan dalam satuan bit per second (bps), byte per second (Bps) atau packet per second (pps). Throughput merujuk pada besar data yang di bawa oleh semua trafik jaringan, tetapi dapat juga digunakan untuk keperluan yang lebih spesifik.

Throughput akan semakin baik jika nilainya semakin besar. Besarnya throughput akan memperlihatkan kualitas dari kinerja protokol routing tersebut. Karena itu throughput dijadikan sebagai indikator untuk mengukur performansi dari sebuah protokol.

c. Average Overhead Ratio

Overhead ratio adalah ratio antara banyaknya jumlah control message oleh protokol routing dibagi dengan jumlah paket (bit) yang diterima. Jika nilai overhead ratio rendah maka dapat dikatakan bahwa protokol routing tersebut memiliki kinerja yang cukup baik dalam hal pengiriman paket. Rumus untuk menghitung overhead ratio :


(69)

49

� ℎ � � � =total TCP bit data yang diterimatotal bit ��

d. Average RTO

RTO atau Request Timed Out adalah pada saat komputer server tidak merespon permintaan koneksi dari klien setelah beberapa lama atau jangka waktu timeout tidak menentu.

e. Average Control Message

Pesan yang di broadcast oleh suatu node secara berkala untuk memulai mendeteksi hubungan atau menjaga hubungan dengan node tetangganya yang berada disekitarnya

3.4 Topologi Jaringan

Bentuk topologi jaringan adhoc tidak dapat diramalkan karena merupakan karakteristik dari jaringan adhoc tersebut, sehingga topologi jaringan ini dibuat secara random. Dalam simulasi baik posisi node , pergerakan node dan koneksi yang terjadi tidak akan sama seperti yang direncanakan.

Berikut ini aadalah contoh jaringan dengan node 40 saat skenario simulasi belum berjalan. Akan terdapat perbedaan pada gambar 3.1 dan 3.2 nantinya.


(70)

50

Gambar3.1Screenshoot node 40 Sebelum di Run


(71)

51

BAB IV

PENGUJIAN DAN ANALISIS

Simulator yang digunakan pada pengujian ini adalah OMNET++ versi 4.5 dan framework inet versi 2.4.0. Module routing protokol DSDV, TCP dan adhoc host sudah tersedia di dalam framework inet. Dalam simulasi pengujian ini, nilai attribute routing protokol DSDV dan TCP yang digunakan adalah default. Simulasi pengujian OMNET++ yang dijalankan ini dilakukan seperti pada tahap skenario perencanaan simulasi jaringan pada Bab 3. Hasil dari simulasi dapat ditemukan pada file *.anf pada program OMNeT++.

4.1 Pengambilan Data

Pada tugas akhir ini, pengambilan data dilakukan sesuai dengan skenario simulasi yang sudah ditentukan. Berikut ini adalah hasilnya :

4.1.1 Skenario I : Node 40/ 2 mps CWND :


(72)

52 TCP Parameter :

Parameter Value

CWND 39,326 kB/cwnd

RTO 49,17

DSDV :

 Bit Control Message: 278026,656 kB

Delivery Performance:

 Throughput : 217,407 kB/s

 Overhead Ratio : 1,416 kB

 Total Receive : 196265,3587 kB 4.1.2 Skenario II : Node 60/ 2 mps CWND :


(73)

53 TCP Parameter :

Parameter Value

CWND 36,661 kB/cwnd

RTO 54,33

DSDV :

 Bit Control Message: 974369,616 kB Delivery Performance:

 Throughput : 216,680 kB/s

 Overhead Ratio : 4,981 kB

 Total Receive : 195651,6887 kB 4.1.3 Skenario III : Node 80/ 2 mps CWND :


(74)

54 TCP Parameter :

Parameter Value

CWND 35,643 kB /cwnd

RTO 58,33

DSDV :

 Bit Control Message: 2409686,133 kB Delivery Performance:

 Throughput : 214,799 kB/s

 Overhead Ratio : 12,508 kB

 Total Receive : 192686,298 kB 4.1.4 Skenario IV : Node 40/ 5 mps CWND :


(75)

55 TCP Parameter :

Parameter Value

CWND 26,003 kB/cwnd

RTO 104,83

DSDV :

 Bit Control Message: 2320870,708 kb Delivery Performance:

 Throughput : 212,231 kB/s

 Overhead Ratio : 1,908 kB

 Total Receive : 155712,1 kB 4.1.5 Skenario V : Node 60/ 5 mps CWND :


(76)

56

Gambar 4.5 Congestion window node 60/5mps

TCP Parameter :

Parameter Value

CWND 25,081 kB /cwnd

RTO 112,33

DSDV :

 Bit Control Message: 1005209,563 kB Delivery Performance:

 Throughput : 211,168 kB/s

 Overhead Ratio : 6,554 kB

 Total Receive : 153362,932 kB 4.1.6 Skenario VI : Node 80/ 5 mps CWND :


(77)

57

Gambar 4.6 Congestion window node 80/5mps

TCP Parameter :

Parameter Value

CWND 24,108 kB/cwnd

RTO 115,83

DSDV :

 Bit Control Message: 2566701,696 kB Delivery Performance:

 Throughput : 209,3591 kB/s

 Overhead Ratio : 16,893 kB


(78)

58

4.2. Analisa Unjuk Kerja dan Perbandingan Semua Skenario

Hasil simulasi pengujian skenario dalam bentuk tabel dan grafik adalah sebagai berikut :

4.2.1. CWND (Congestion window).

No Jumlah node Total data transfer (kB) /CWND

2 mps 5 mps

1 40 39,326 26,003

2 60 36,661 25,081

3 80 35,643 24,108

Tabel 4.1 Tabel congestion window dengan penambahan node dan penambahan kecepatan.

Gambar 4.7 Grafik total data trasfer/CWND dengan penambahan node dan penambahan kecepatan.

39.326

36.661 35.643

26.003 25.081

24.108

23 28 33 38 43

Node 40 Node 60 Node 80

kB

Total data transfer (kB) /CWND


(79)

59

Pada gambar 4.7 ini terlihat penurunan nilai total data trasfer/CWND seiring dengan penambahan jumlah node. Semakin banyaknya jumlah node dalam jaringan maka akan semakin meningkatnya jumlah control message dalam jaringan sehingga bandwidth akan terpakai untuk broadcast control message. Begitu pula dengan penambahan kecepatan dari 2 mps menjadi 5 mps akan membuat byte transfer per cwnd mengalami penurunan juga, sehingga dengan semakin cepatnya pergerakan node maka memicu perubahan pada routing tabel (topologi) hal ini berakibat pada semakin sering terjadi update yang membutuhkan control yang lebih banyak.

4.2.2. RTO (Retransmission timeout).

No Jumlah node RTO

2 mps 5 mps

1 40 49,16 104,84

2 60 54,3 112,33

3 80 58,33 115,84

Tabel 4.2 Tabel RTO dengan penambahan jumlah node dan penambahan kecepatan.


(80)

60

Gambar 4.8 Grafik RTO dengan penambahan jumlah node dan penambahan kecepatan.

Pada gambar 4.4 terlihat bahwa nilai RTO akan meningkat seiring dengan penambahan jumlah node dari 40, 60, 80 pada area simulasi ini. Penambahan jumlah node membuat routing bekerja lebih keras, broadcast control message lebih banyak dan mengakibatkan overhead routing meningkat, bandwidth terpakai untuk broadcast. Terlebih nilai RTO semakin meningkat saat penambahan kecepatan menjadi 5 mps karena perubahan jalur routing akibat dari topologi jaringan yang sering berubah atau mobilitas node serta lebih sering mengalami perubahan sehingga routing akan lebih terbebani, dan berakibat data berjalan dengan lambat dan delay ack yang lama. Jika delay acknowledgement melebihi batas waktu yang ditentukan, maka TCP akan mengasusmsikan terjadinya timeout, dan

49.16 54.33 58.33 104.83 112.33 115.83 40 50 60 70 80 90 100 110 120

Node 40 Node 60 Node 80

RTO


(81)

61

routing DSDV berkerja lebih keras untuk menyediakan jalur kembali sehingga bandwidth yang ada akan terpenuhi dengan control message.

4.2.3. Overhead Ratio.

No Jumlah node Overhead Ratio

2 mps 5 mps

1 40 1,416 1,908

2 60 4,981 6,554

3 80 12,508 16,893

Tabel 4.3 Tabel Overhead Ratio dengan penambahan jumlah node dan penambahan kecepatan.

Gambar 4.9 Grafik Overhead Ratio dengan penambahan jumlah node dan penambahan kecepatan.

1.416 4.98 12.58 1.908 6.554 16.924 1.3 2.3 3.3 4.3 5.3 6.3 7.3 8.3 9.3 10.3 11.3 12.3 13.3 14.3 15.3 16.3

Node 40 Node 60 Node 80

Overhead Ratio


(82)

62

Pada grafik 4.5 menunjukan nilai overhead yang semakin besar, seiring dengan bertambahnya jumlah node. Semakin banyaknya jumlah node ini berarti semakin banyak juga jumlah control message yang diterima dalam jaringan karena sifat DSDV adalah routing Proaktif dimana DSDV akan selalu mengupdate informasi secara kontinue. Terlihat juga perbedaan nilai overhead antara 2 mps dengan 5 mps dimana overhead lebih besar nialinya. Hal tersebut dikarenankan node lebih sering bergerak sehingga lebih sering terjadi perubahan tabel routing dan itu membuat broadcast control message lebih sering.

4.2.4. Control Message

No Jumlah node Control Message (kB)

2 mps 5 mps

1 40 278026,656 297071,458

2 60 974369,616 1005209,563

3 80 2409686,133 2566701,696

Tabel 4.4 Tabel Control Message dengan penambahan jumlah node dan penambahan kecepatan.


(83)

63

Gambar 4.10 Grafik Control Message dengan penambahan jumlah node dan penambahan kecepatan.

Pada grafik 4.6 dengan penambahan jumlah node dan penambahan kecepatan control message mengalami kenaikan. Hal itu disebabkan oleh sifat dari protokol DSDV serta mobilitas node. Routing Proaktif akan selalu menjaga tabel routing dengan melakukan broadcast control message secara kontinue. Hal tersebut membuat control message akan bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah node, sehingga nilainya akan terus menaik secara signifikan. Mobilitas node dari 2 mps ke 5 mps juga memicu naiknya control message hal tersebut dikarenakan semakin cepat gerak node maka akan semakin cepat juga perubahan tabel routing dan membuat broadcast control message lebih banyak.

278026.656 974369.616 2409686.133 297071.458 1005209.563 2566701.696 250000 750000 1250000 1750000 2250000 2750000

Node 40 Node 60 Node 80

kB

Axis Title

Control Message


(84)

64 4.2.5. Throughput.

No Jumlah node Throughput (kB/sec)

2 mps 5 mps

1 40 217,407 212,231

2 60 216,680 211,168

3 80 214,799 209,3591

Tabel 4.5 Tabel Throughput dengan penambahan jumlah node dan penambahan kecepatan.

Gambar 4.11 Grafik Throughput dengan penambahan jumlah node dan penambahan kecepatan.

Pada grafik 4.7 dapat dilihat nilai throughput dengan penambahan jumlah node dan penambahan kecepatan mengalami penurunan. DSDV ini

217.407 216.68 214.799 212.231 211.168 209.3591 208 210 212 214 216 218

Node 40 Node 60 Node 80

(kB /s e c) Axis Title

Throughput


(85)

65

routing Proaktif dengan penambahan jumlah node maka nilai control message pun juga akan meningkat, hal ini berdampak pada pemakaian bandwidth untuk contol message sehingga bandwith oleh TCP untuk transfer data menjadi tidak efisien. Penurunan throughput juga terlihat ketika kecepatan pergerakan node bertambah. Penurunan ini terjadi karena topologi jaringan berubah dengan cepat sehingga dibutuhkan control messages yang lebih banyak untuk menangani perubahan topologi jaringan.


(1)

78

*.numHosts = 60

**.host[2..60].mobilityType = "RandomWPMobility" **.host[2..60].mobility.speed = 2mps

**.host[2..60].mobility.waitTime = 2s **.constraintAreaMaxX = 1000m

**.constraintAreaMaxY = 1000m **.host[0].mobility.initialX = 125m **.host[0].mobility.initialY = 500m **.host[1].mobility.initialX = 875m **.host[1].mobility.initialY = 500m [Config Density_Naik_Node_60_5mps] *.numHosts = 60

**.host[2..60].mobilityType = "RandomWPMobility" **.host[2..60].mobility.speed = 5mps

**.host[2..60].mobility.waitTime = 2s **.constraintAreaMaxX = 1000m

**.constraintAreaMaxY = 1000m **.host[0].mobility.initialX = 125m **.host[0].mobility.initialY = 500m **.host[1].mobility.initialX = 875m **.host[1].mobility.initialY = 500m [Config Density_Naik_Node_80_2mps] *.numHosts = 80

**.host[2..80].mobilityType = "RandomWPMobility" **.host[2..80].mobility.speed = 2mps

**.host[2..80].mobility.waitTime = 2s **.constraintAreaMaxX = 1000m

**.constraintAreaMaxY = 1000m **.host[0].mobility.initialX = 125m **.host[0].mobility.initialY = 500m **.host[1].mobility.initialX = 875m **.host[1].mobility.initialY = 500m [Config Density_Naik_Node_80_5mps] *.numHosts = 80

**.host[2..80].mobilityType = "RandomWPMobility" **.host[2..80].mobility.speed = 5mps

**.host[2..80].mobility.waitTime = 2s **.constraintAreaMaxX = 1000m

**.constraintAreaMaxY = 1000m **.host[0].mobility.initialX = 125m **.host[0].mobility.initialY = 500m **.host[1].mobility.initialX = 875m **.host[1].mobility.initialY = 500m

DSDV


(2)

79

import inet.networklayer.IManetRouting; simple DSDV_2 like IManetRouting

{

parameters:

string interfaceTableModule; // The path to the InterfaceTable module string routingTableModule;

@display("i=block/routing");

double hellomsgperiod_DSDV @unit("s") = default(5s); // how often hello messages should be sent out

string netmask = default("255.255.0.0"); // netmask for the ad-hoc network

int RNGseed_DSDV = default(1); // WARNING: this is not a seed. It is the RNG which will be used

double MaxVariance_DSDV = default(1); // This is the maximum of a random value to determine when the first hello message will be sent out

double routeLifetime @unit("s") = default(5s); // the expiry time of the routing entries

bool manetPurgeRoutingTables = default(true);

volatiledouble broadcastDelay @unit("s") = default(uniform(0s,0.01s)); gates:

input from_ip; output to_ip; }


(3)

80 Tabel Hasil CWND

Node Kecepatan 2 mps Rata-rata

Hasil 1 Hasil 2 Hasil 3

40 42443,551 39646,227 38720,337 40270,038

60 36561,589 39093,785 36966,679 37540,684

80 32734,493 39919,789 36842,577 36498,953

Node Kecepatan 5 mps Rata-rata

Hasil 1 Hasil 2 Hasil 3

40 26298,914 27276,046 26307,134 26627,365

60 26482,244 25473,491 25094,323 25683,353

80 25250,600 23633,886 25177,995 24687,494

Tabel Hasil RTO

Node Kecepatan 2 mps Rata-rata

Hasil 1 Hasil 2 Hasil 3


(4)

81

60 57 53,5 52,5 54,3

80 64 55 56 58,33

Node Kecepatan 5 mps Rata-rata

Hasil 1 Hasil 2 Hasil 3

40 109 102,5 103 104,84

60 105,5 114,5 117 112,33

80 117 119,5 111 115,84

Tabel Hasil Overhead Ratio

Node Kecepatan 2 mps Rata-rata

Hasil 1 Hasil 2 Hasil 3

40 1,576 1,3117 1,360 1,416

60 5,041 4,996 4,902 4,981

80 11,873 12,635 13,016 12,508

Node Kecepatan 5 mps Rata-rata


(5)

82

40 1,947 1,894 1,882 1,908

60 6,505 6,580 6,577 6,554

80 17,245 16,290 17,144 16,893

Tabel Hasil Control Message

Node Kecepatan 2 mps Rata-rata

Hasil 1 Hasil 2 Hasil 3

40 2478238336 2045501184 2148900224 2224213248

60 7932927872 7745044096 7706898816 7794956928

80 18388212224 19593286656 19850968320 19277489067

Node Kecepatan 5 mps Rata-rata

Hasil 1 Hasil 2 Hasil 3

40 2402466944 2363772544 2363475328 2376571605

60 8030831488 8073516928 8020681088 8041676501


(6)

83 Tabel Hasil Troughput

Node Kecepatan 2 mps Rata-rata

Hasil 1 Hasil 2 Hasil 3

40 1780033,966 1780110,839 1782851,359 1780998,721

60 1772592,536 1778559,829 1773980,372 1775044,246

80 1755301,002 1754465,005 1769153,651 1759639,886

Node Kecepatan 5 mps Rata-rata

Hasil 1 Hasil 2 Hasil 3

40 1743792,493 1730408,969 1741599,445 1738600,302

60 1723711,689 1725861,541 1740092,914 1729888,715