PENINGKATAN APRESIASI SASTRA ANAK DALAM PEMBELAJARAN CERITA DENGAN MODEL DEBAT BERBASIS KARAKTER.

(1)

PENINGKATAN APRESIASI SASTRA ANAK

DALAM PEMBELAJARAN CERITA

DENGAN MODEL DEBAT BERBASIS KARAKTER

(Penelitian Tindakan Kelas pada kelas V SDN 09 PPA Kota Solok Sumatra Barat)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Dasar

Konsentrasi Pendidikan Bahasa Indonesia

Oleh Herliza Tahar

1204723

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(2)

PENINGKATAN APRESIASI SASTRA ANAK

DALAM PEMBELAJARAN CERITA

DENGAN MODEL DEBAT BERBASIS KARAKTER

(Penelitian Tindakan Kelas pada kelas V SDN 09 PPA Kota Solok Sumatra Barat)

Oleh Herliza Tahar

S.Ag IAIN Imam Bonjol, 1994

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Dasar

Konsentrasi Pendidikan Bahasa Indonesia

© Herliza Tahar 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Februari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

(4)

PENINGKATAN APRESIASI SASTRA ANAK DALAM PEMBELAJARAN CERITA

DENGAN MODEL DEBAT BERBASIS KARAKTER Herliza Tahar

NIM 1204723 ABSTRAK

Apresiasi sastra merupakan pembelajaran yang kurang diminati siswa, sehingga siswa belum mampu menentukan unsur-unsur cerita, diantaranya menentukan tema, latar, alur, tokoh dan karakter tokoh, serta amanat cerita, siswa belum berani menceritakan isi cerita serta belum mampu memperagakan sikap tokoh. Karena proses pembelajaran cerita siswa hanya membaca cerita kemudian menjawab pertanyaan, pembelajaran kurang menyenangkan dan kurang bervariasi.

Penelitian ini membahas: (1) apakah permasalahan yang dihadapi siswa dan guru dalam mengapresiasi cerita?, (2) bagaimana perencanaan pembelajaran cerita dengan model debat berbasis karakter dapat meningkatkan apresiasi sastra anak?, (3) bagaimana proses pembelajaran cerita dengan model debat berbasis karakter dapat meningkatkan apresiasi sastra anak?, (4) bagaimana hasil pembelajaran cerita dengan model debat berbasis karakter dapat meningkatkan kemampuan memahami unsur-unsur cerita, kemampuan menceritakan isi cerita serta kemampuan memperagakan sikap/karakter tokoh?.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas menggunakan data kualitatif dan kuantitatif dengan subjek penelitian adalah siswa kelas lima tahun 2013-2014 SDN 09 PPA Kota Solok Sumatra Barat dengan jumlah 28 orang siswa dan satu guru kelas.

Hasil penelitian menunjukkan perencanaan pembelajaran cerita dengan model debat berbasis karakter direncanakan secara matang dan baik sesuai dengan kemampuan dan minat siswa terhadap materi, metode dan media pembelajaran yang berbeda setiap siklus. Proses pembelajaran sangat diminati dan disenangi siswa karena dilakukan dengan debat berbasis karakter. Maka kemampuan apresiasi sastra anak dapat meningkat melalui pembelajaran cerita dengan model debat berbasis karakter.

Guru diharapkan menggunakan model debat berbasis karakter dalam pembelajaran cerita untuk meningkatkan apresiasi sastra anak.


(5)

IMPROVEMENT IN APPRECIATION OF CHILDREN’S LITERATURE WITH LEARNING STORY-BASED CHARACTER MODEL DEBATE

Herliza Tahar NIM 1204723 ABSTRACT

Appreciation of literature is less desirable subject for students, so that students have not been able to determine the elements of the story, including determining the theme, setting, plot, characters, as well as the moral value of the story. The students not only could not retell the story but also they could not be able to perform the characters. These all happen because the learning and teaching process of the literature is only about reading the story and answering questions. The teaching and learning process are less enjoyable and varied.

This study will discuss about: (1)what problem student and teacher in appreciation learning story,(2) how the lesson plan with the story - based character models debates can increase appreciation of children's literature?,(3) how the process of learning a story with a character - based model of debate can enhance the appreciation of children's literature?, (4) how the learning outcomes of the story model with a character-based debate may improve the ability to understand the elements of the story, the story telling ability and the ability to demonstrate the attitude/character figures?.

The research method used in this study was action research with qualitative methods and quantitatif which was involving fifth grade students of SDN 09 PPA 2013-2014 year Solok of West Sumatra with 28 students and one classroom teacher.

The results suggest a model lesson plan story with a character - based debate and well planned in accordance with the abilities and interests of students to the materials, methods and media of different learning in every cycle. The teaching and learning process using character-based debate is interesting and the children become more interested and attractive in the classroom. It is proven that the ability of the students in appreciating children’s literature through the study of the story with a character - based model of debate are improving.


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GRAFIK ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Struktur Organisasi Tesis ... 11

BAB II APRESIASI SASTRA ANAK DALAM PEMBELAJARAN CERITA DENGAN MODEL DEBAT BERKARAKTER A. Apresiasi Sastra ... 13

1. Hakikat Pembelajaran Sastra di Sekolah Dasar ... 14

2. Tujuan Pembelajaran Sastra di Sekolah Dasar ... 15

3. Bahan Pembelajaran Sastra di Sekolah Dasar ... 17

4. Strategi Pembelajaran Sastra di Sekolah Dasar ... 19

5. Pembelajaran Cerita Anak ... 20

6. Cara Anak Merespon Bacaan Cerita ... 22


(7)

B. Debat Berbasis Karakter ... 28

1. Debat Termasuk Ragam Seni Berbicara ... 29

2. Penggunaan Debat ... 31

3. Jenis-jenis Debat ... 31

4. Syarat-syarat susunan kata dalam berdebat ... 33

5. Teknik dan sikap berdebat ... 35

6. Norma-norma dalam berdebat dan bertanya ... 35

7. Hakikat Pendidikan Karakter ... 36

8. Bercerita Sebagai Pengajar Moral / Karakter ... 40

9. Model Pembelajaran Debat berbasis karakter ... 41

10.Kelebihan Model Pembelajaran Debat ... 42

11.Kelemahan Pembelajaran Debat ... 42

12.Penelitian Terdahulu ... 43

13.Hipotesis Tindakan ... 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek penelitian ... 47

1. Lokasi Penelitian ... 47

2. Subjek Penelitian ... 47

B. Desain Penelitian……….. ...47

C. Metode Penelitian ... 52

D. Definisi Operasional ... 52

1. Apresiasi Sastra ... 53

2. Model Debat Berbasis Karakter ... 53

E. Instrumen Penelitian ... 54

F. Proses Pengembangan Instrumen ... 54

G. Teknik Pengumpulan Data ... 55

H. Analisa Data ... 56

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN A. Hasil Penelitian ... 57

1. Penelitian Tindakan Kelas Siklus Pertama ... 60


(8)

b. Pelaksanaan (Actuating) ... 64

c. Pengamatan (Observing) ... 66

d. Refleksi (Reflecting) ... 84

2. Penelitian Tindakan Kelas Siklus Kedua ... 86

a. Perencanaan (Planning) ... 86

b. Pelaksanaan (Actuating) ... 89

c. Pengamatan (Observing) ... 92

d. Refleksi (Reflecting) ... 103

3. Penelitian Tindakan Kelas Siklus Ketiga ... 106

a. Perencanaan (Planning) ... 106

b. Pelaksanaan (Actuating) ... 111

c. Pengamatan (Observing) ... 113

d. Refleksi (Reflecting)... 124

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 130

1. Permasalahan yang Dihadapi Siswa dan Guru Terhadap Apresiasi Sastra Anak dalam Pembelajaran Cerita ... 130

2. Perencanaan Apresiasi Sastra Anak Dalam Pembelajaran Cerita Dengan Model Debat Berbasis Karakter ... 132

3. Proses Pembelajaran Apresiasi sastra anak dalam pembelajaran cerita dengan Model Debat Berbasis Karakter .... 135

4. Hasil Pembelajaran Apresiasi Sastra Anak dalam Pembelajaran Cerita dengan Model Debat Berbasis Karakter .... 137

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 139

B. Saran ... 141

DAFTAR PUSTAKA ... 142 LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Perangkat Pembelajaran ... 49 4.1 Perolehan skor apresiasi sastra anak sebelum dilaksanakan

pembelajaran Cerita dengan model debat berbasis karakter ... 58 4.2 Perangkat Pembelajaran siklus ... 62 4.3 Perolehan Skor Apresiasi Sastra Anak Dalam Pembelajaran

Cerita dengan Model Debat Berbasis Karakter Siklus I ... 74 4.4 Perolehan Skor Peningkatan Apresiasi Sastra Anak Dalam

Pembelajaran Cerita Sebelum dan Sesudah Siklus Pertama ... 82 4.5 Perangkat Pembelajaran siklus II ... 87 4.6 Perolehan skor Apresiasi Sastra Anak dalam Pembelajaran

Cerita dengan Model Debat Berbasis Karakter siklus II ... 96 4.7 Pembandingan perolehan skor hasil apresiasi sastra anak dalam

Pembelajaran cerita dengan model debat berbasis karakter Pada

siklus I dengan siklus II ... 104 4.8 Perangkat Pembelajaran siklus III ... 107 4.9 Perolehan Skor Apresiasi Sastra Anak dalam Pembelajaran

Cerita dengan Model Debat Berbasis Karakter Siklus III ... 117 4.10 Pembandingan hasil apresiasi sastra anak dalam pembelajaran

cerita dengan Model debat berbasis karakter pada siklus II

dengan siklus III ... 126 4.11 Pembandingan hasil apresiasi sastra anak dalam pembelajaran

cerita dengan Model debat berbasis karakter pada siklus I, siklus


(10)

DAFTAR GRAFIK

Grafik Halaman

4.1 Apresiasi sastra anak sebelum pembelajaran cerita dengan

model debat berbasis karakter ... 59 4.2 Perolehan Skor Apresiasi Sastra Anak Pada Siklus I ... 81 4.3 Perbandingan perolehan skor peningkatan apresiasi sastra anak

dalam Pembelajaran cerita sebelum dan sesudah siklus pertama ... 83 4.4 Perolehan Skor Apresiasi Sastra Anak siklus II... 103 4.5 Pembandingan perolehan skor hasil apresiasi sastra anak dalam

Pembelajaran cerita dengan model debat berbasis karakter Pada

siklus I dengan siklus II ... 106 4.6 Perolehan Skor Apresiasi Sastra Anak dalam Pembelajaran

Cerita dengan Model Debat Berbasis Karakter siklus III ... 124 4.7 Pembandingan hasil apresiasi sastra anak dalam pembelajaran

cerita dengan Model debat berbasis karakter pada siklus II

dengan siklus III ... 127 4.8 Pembandingan hasil Apresiasi Sastra Anak dalam Pembelajaran

Cerita dengan Model Debat Berbasis Karakter pada siklus I,


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Pengelompokkan Berbicara ... 30

2.2 Penggunaan Debat ... 31

2.3 Jenis-jenis Debat ... 32

2.4 Sembilan Syarat Susunan Kata Suatu Usul ... 34

4.1 Guru menjelaskan tujuan pelajaran serta model debat berbasis karakter ... 66

4.2 Siswa membaca cerita dengan malas ... 67

4.3 Ada siswa yang belum termotivasi membaca ... 67

4.4 Siswa membaca dengan baik ... 67

4.5 Cara guru membagi kelompok dengan “suit” ... 68

4.6 Kelompok “PRO” ... 68

4.7 Kelompok” KONTRA” ... 69

4.8 Kelompok pro memberikan pernyataan ... 69

4.9 Kelompok kontra menanggapi ... 69

4.10 Siswa membuat ringkasan cerita dan mengidentifikasi unsur-unsur cerita ... 70

4.11 Siswa menceritakan kembali isi cerita ... 70

4.12 Siswa berlatih memperagakan sikap tokoh cerita ... 71

4.13 Siswa berlatih memperagakan sikap tokoh ... 71

4.14 Siswa yang kurang tertib dalam kelompok ... 71

4.15 Siswa memperagakan sikap tokoh raja ... 72

4.16 Siswa memperagakan tokoh ketiga pangeran ... 72


(12)

4.18 Siswa memperagakan karakter tokoh saudara sibungsu yang bijaksana danlapang dada menerima keputusan sibungsu

menjadi raja ... 73

4.19 Guru membacakan cerita “Lebai Malang” ... 92

4.20 Siswa mendengarkan cerita “Lebai Malang” yang dibacakan guru ... 93

4.21 Kelompok kontra memberikan pernyataan ... 93

4.22 Kelompok kontra menanggapi ... 94

4.23 Siswa memperagakan sikap tokoh “Lebai Malang” ... 95

4.24 Siswa menceritakan isi cerita secara lisan ... 95

4.25 Siswa memperagakan sikap Lebai Malang ... 96

4.26 Siswa menonton film cerita Malin Kundang ... 113

4.27 Kelompok kontra pro memberi pernyataan ... 114

4.28 Kelompok pro menanggapi ... 114

4.29 Siswa menceritakan kembali isi cerita ... 115

4.30 Siswa mendengarkan siswa menceritakan isi cerita ... 115

4.31 Siswa memperagakan sikap tokoh Malin Kundang, ibu Malin Kundang dan istri Malin Kundang ... 116

4.32 Siswa memperagakan sikap tokoh ibu Malin Kundang ... 116

4.33 Siswa memperagakan sikap tokoh Malin Kundang menjadi batu ... 116


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Kisi-Kisi Kemampuan Memahami Unsur-Unsur Cerita Dalam Pembelajaran Cerita Dengan Model Debat Berbasis

Karakter ... 145

2 Kisi-Kisi Kemampuan Menceritakan Isi Cerita Dalam Pembelajaran Cerita Dengan Model Debat Berbasis Karakter ... 146

3 Kisi-Kisi Kemampuan Memperagakan Sikap/Karakter Tokoh Cerita Dalam Pembelajaran Cerita Dengan Model Debat Berkarakter ... 147

4 Pedoman Penilaian Memahami Unsur-Unsur Cerita... 148

5 Pedoman Penilaian Menceritakan Kembali Isi Cerita ... 149

6 Pedoman Penilaian Memperagakan Sikap/Karakter Tokoh Cerita ... 150

7 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Apresiasi Sastra Anak Dalam Pembelajaran Cerita Dengan Model Debat Berbasis Karakter ... 151

8 Lembar Observasi Proses Belajar Mengajar ... 196

9 Rekapitulasi Nilai Apresiasi Sastra Anak ... 198


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra memiliki tempat yang istimewa dalam perkembangan anak karena memiliki nilai, wawasan, kesenangan dan pengalaman tersendiri. Setelah membaca karya sastra atau karya sastra yang dibacakan seseorang kepada anak dalam situasi yang penuh kehangatan dan kasih sayang merupakan cara yang baik bagi anak untuk mempelajari dunia sekitarnya. Sastra berbicara tentang hidup dan kehidupan. Nurgiantoro (2010: 2). Karya sastra dapat dijadikan pembelajaran bagi anak-anak dalam memahami kehidupan, memenuhi kebutuhan rohani, menanamkan nilai, sikap positif dan kesadaran harga diri. Sastra dapat menolong anak-anak menemukan dirinya mengenal perasaannya sendiri. Membaca kehidupan para tokoh cerita, anak akan mencoba membuat pengalaman yang sama dengan yang dibacanya dan merasakan apa yang dirasakan oleh tokoh cerita. Sesuai dengan pendapat Nurgiantoro (2010:67)

Setelah membaca sebuah bacaan cerita, adakalanya anak menceritakan isi cerita dan menunjukkan sikap atau reaksinya terhadap cerita itu. Jika anak tidak memberi tanggapan kitalah yang memancing atau meminta tanggapan/komentar anak tentang cerita, misalnya berupa kata-kata; ceritanya menyedihkan, menyenangkan, kasihan tokoh cerita yang malang itu, tokoh jahat itu akhirnya ketahuan juga, untunglah ada orang lain yang datang membantu, dan lain-lain.

Sastra bertujuan memberikan hiburan dan kesenangan kepada pembaca. Hal inilah yang menjadi daya tarik utama bagi pembaca. Sesuai dengan pernyataan Lukens dikutip Nurgiantoro (2010:3) sebagai berikut.

Sastra menawarkan dua hal utama, yaitu kesenangan dan pemahaman. Sastra hadir kepada pembaca pertama-tama adalah memberikan hiburan, hiburan yang menyenangkan, Sastra menampilkan cerita yang menarik, mengajak pembaca kesuatu alur kehidupan yang penuh daya suspense, daya yang menarik hati pembaca untuk ingin tahu dan merasa terikat karenanya, memainkan emosi pembaca hingga larut kedalam arus cerita.


(15)

2

Suhardi (2011:3) mengutip pendapat Esten bahwa Sastra adalah cipta seni. Sebagai sebuah cipta seni, sastra memiliki nilai keindahan tinggi. Jika dilihat dari

medium yang digunakan, sastra diklasifikasikan atas dua kelompok, yaitu (1) sastra lisan dan (2) sastra tulisan. Sastra lisan adalah penyajiannya

menggunakan media lisan (tuturan). Sedangkan sastra tulis adalah cipta sastra disajikan menggunakan tulisan. Bila dilihat dari jenis media yang digunakan sastra dibedakan atas sastra media cetak atau sastra Koran dan sastra elektronik. Sastra Koran dikemukakan oleh Paus sastra Indonesia yaitu H.B. Jassin dalam bukunya “sastra dan Media Massa”. Sementara sastra elektronok adalah cipta sastra yang ditayangkan melalui media elektronika, seperti: radio, televisi, film, dan internet.

Pendapat di atas dapat dipahami bahwa sastra itu memiliki dimensi kesenangan dan pemahaman serta memberikan hiburan bagi permbaca, sastra juga merupakan sebuah seni yang mengandung nilai-nilai keindahan dan pendidikan sehingga menjadi daya tarik tersendiri untuk mengetahuinya. Sastra berbicara tentang hidup dan persoalan kehidupan manusia, semuanya dapat diungkapkan dengan cara dan bahasa yang indah. Dalam bahasa sastra terkandung unsur dan tujuan keindahan.

Perkembangan sastra Indonesia saat ini sangat memprihatinkan menurut Bung Eka Budianta yang dikutip Suhardi (2011:16) hal yang menyebabkannya adalah (1) tidak adanya penerbitan karya sastra yang berbobot, (2) kurangnya minat baca sastra kaum muda saat ini,(3) tidak adanya jaminan kehidupan sastrawan sehingga mereka kerja rangkap, dan (4) minimnya perhatian pemerintah terhadap masa depan sastrawan. Berkaitan dengan rendahnya daya apresiasi sastra masyarakat Suhardi (2011:18) juga mengemukakan penyebabnya adalah proses pembelajaran sastra yang dilakukan guru di sekolah belum tepat. Belum meratanya penyebaran karya sastra bermutu ke sekolah-sekolah,daya beli masyarakat terhadap buku-buku sastra rendah.Kondisi yang sangat menyedihkan lebih lanjut dingkapkan Suhardi (2010) pembelajaran sastra yang dilakukan guru di dalam kelas selama ini lebih pada pengajaran bahasanya saja,sangat sedikit yang menyentuh pada aspek intrinsic dan ekstrinsik sastra. Kalau ada tugas


(16)

3

membaca karya sastra siswa hanya membaca sinopsisnya saja.Kejadian tersebut diatas juga penulis rasakan saat penulis menjadi guru di Sekolah Dasar seperti yang terjadi pada saat sekarang ini.

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 tujuan pengajaran sastra di Sekolah Dasar bertujuan sebagai berikut.

Tujuan pengajaran sastra dikembangkan dalam kompetensi dasar yaitu siswa mampu mengapresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan mendengarkan, menonton, membaca dan melisankan hasil sastra berupa dongeng, puisi dan drama pendek, serta menuliskan pengalaman dalam bentuk cerita dan puisi.

Standar Kompetensi pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar merupakan kualifikasi minimal peserta didik, yang menggambarkan penguasaan keterampilan berbahasa dan bersikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Atas dasar kompetensi tersebut diharapkan peserta didik dapat berkomunikasi secara efektif secara lisan maupun tulisan, menghargai dan bangga menggunakan Bahasa Indonesia, memahami Bahasa Indonesia dan menggunakan dengan tepat dan efektif, menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial, menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, menghaluskan budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. (Zulela: 2012: 4-5)

Dalam hal ini pembelajaran sastra bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengapresiasi karya sastra. Di dalamnya terkandung maksud agar siswa dapat menghargai kesusastraan bangsa sendiri serta dapat menghayati secara langsung nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Menurut Nurgiyantoro (2010:36) Kontribusi sastra anak bagi anak dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan dikelompokkan ke dalam nilai personal dan nilai pendidikan. Nilai personal meliputi: perkembangan emosional, perkembangan intelektual, perkembangan imajinasi, perkembangan rasa sosial, dan perkembangan rasa etis dan religious.


(17)

4

Setelah anak memahami cerita anak akan memperoleh demonstarasi kehidupan sebagaimana yang diperagakan oleh tokoh cerita. Tokoh protagonist akan menampilkan tingkah laku yang baik, sebaliknya tokoh antagonis menampilkan tingkah laku yang kurang baik. Anak akan mengidentifikasikan dirinya kepada tokoh protagonist sehingga bersikap dan bertingkah laku tokoh itu seolah-olah diadopsi menjadi sikap dan tingkah lakunya. (Nurgiantoro, 2010: 37). Selanjutnya dijelaskan baik secara langsung maupun tidak langsung anak membaca buku cerita akan belajar bersikap dan bertingkah laku secara benar. Lewat bacaan cerita anak akan belajar bagaimana mengelola emosinya agar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Kemampuan seseorang mengelola emosi istilah lain adalah Emotional Quotient (EQ) yang analog Intelligence Quotient (IQ), juga Spritual Quotient (SQ) dipandang sebagai aspek personality yang besar pengaruhnya bagi kesuksesan hidup,bahkan diyakini lebih berperan dari IQ. Nilai-nilai sosial, moral, etika, dan religious perlu ditanamkan kepada anak sejak diri secara efektif lewat sikap dan perilaku hidup keseharian. Hal tersebut tidak saja dapat dicontoh dari orang dewasa atau lingkungannya melainkan lewat bacaan sastra yang menampilkan sikap dan perilaku tokoh (Nurgiantoro: 2010).

Banyak manfaat sastra bagi anak, kesesuaian dalam memilih sastra sebagai bahan bacaan anak akan memberikan manfaat yang dapat langsung dirasakan anak. Ampera (2010: 12-14) menyatakan sebagai berikut.

1. Anak memperoleh kesenangan dan mendapatkan kenikmatan ketika membaca atau mendengarkan cerita yang dibacakan untuknya

2. Anak dapat mengembangkan imajinasinya

3. Anak memperoleh pengalaman yang luar biasa, pengalaman baru tentang petualangan, perjuangan melawan kejahatan, mengatasi berbagai rintangan, pertentangan antara baik dan buruk, dan pengalaman aneh lainnya yang belum tentu dapat diperoleh dari kehidupan yang sebenarnya.

4. Anak dapat mengembangkan intelektualnya.Lewat bacaannya anak melakukan serangkaian kegiatan kognisi dan afeksi, mulai dari interpretasi, komprehensi, hingga inferensi terhadap nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya.


(18)

5

5. Kemampuan berbahasa anak akan meningkat. Bertambahnya kosa kata meskipun bahasa yang sederhana dalam struktur, ungkapan, bahasa yang lugas apa adanya, tetapi anak mendapatkan pengalaman berbahasa baik melalui sastra lisan maupun tertulis.

6. Anak akan lebih memahami kehidupan sosial. Tokoh-tokoh dalam cerita saling berintegrasi untuk bekerjasama, saling membantu dalam kesulitan, saling menyayangi, semua itu menggambarkan hubungan antarindividu, dapat menumbuhkembangkan kesadaran anak untuk hidup bermasyarakat.

7. Anak akan memahami nilai keindahan, penyajikan cerita yang menarik pun merupakan keindahan sastra. Jadi sastra dapat diyakini mampu memenuhi kebutuhan batin seorang anak akan keindahan.

8. Anak akan mengenal budaya. Melalui sastra anak akan menjumpai berbagai sikap dan perilaku hidup yang mencerminkan budaya suatu kelompok masyarakat.

Pembelajaran apresiasi sastra Sekolah Dasar dilaksanakan melalui empat keterampilan berbahasa, Mendengarkan (menyimak), berbicara, membaca, menulis. Zulela (2012:5) mendengarkan karya sastra, membicarakan unsur yang terkandung di dalam karya itu, membaca aneka ragam karya sastra anak, kemudian menuliskan apa yang terkandung dalam pikiran, perasaan, dan sebagainya. Danardana (2013:6) menyatakan tahap terakhir dalam apresiasi sastra adalah kegiatan kreatif yang dapat dilakukan antara lain belajar mencipta karya sastra, belajar menulis, belajar mengadaptasi karya sastra (menceritakan kembali karya sastra yang dibaca, didengar, atau yang ditonton serta menampilkan/mementaskan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa anak-anak hidup dalam masa perkembangan yang pesat, terutama perkembangan fisik dan perkembangan mental. Untuk menunjang perkembangan fisik dan mental sastra dijadikan sarana penunjang karena dapat memberikan nilai tinggi bagi proses perkembangan bahasa, kognitif, personalitas, dan sosial anak-anak. (Ampera: 2010: 9)

Pembelajaran sastra di sekolah dasar kurang mendapat tempat dihati siswa karena materi pembelajaran bahasa lebih terfokus kepada materi kebahasaan atau


(19)

6

tata bahasa pada kegiatan menyimak, berbicara, membaca dan menulis, tanpa memberikan peluang pada anak untuk dapat mengapresiasi karya sastra. Siswa hanya disuruh membaca cerita kemudian disuruh menjawab pertanyaan sehingga anak tidak mempunyai kesempatan untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan, apalagi mempribadikan dan mengkristalisasikan rasa pribadinya terhadap cerita yang dibaca atau ditontonnya. Anak tidak berani bercerita, tidak memahami unsur-unsur cerita seperti yang terdapat dalam cerita yang dibacanya, sehingga apabila diruruh membuat keringkasan cerita tidak tergambar unsur-unsur cerita yang lengkap didalamnya seperti menjelaskan tema, latar, tokoh dan sifat tokoh, amanat dan alur cerita. Apalagi bila disuruh memainkan peran dalam cerita, mereka malu tampil kedepan, apakah karena tidak memahami isi bacaan atau memang tdak tahu apa yang harus dikatakannya. Tetapi bila di luar jam pelajaran mereka bisa berbuat, berkata menceritakan sesuatu yang dilihat dan dialaminya.

Zulela (2012:2) mengungkapkan pembelajaran bahasa banyak dirancukan dengan pembelajaran lain, misalnya seorang guru melaksanakan pembelajaran membaca teknik di kelas, tetapi pelaksanaannya: beberapa orang siswa disuruh membaca bersuara tanpa menegur kesalahan dalam intonasi, setelah itu guru menyuruh siswa menjawab pertanyaan.

Memperhatikan kondisi sekarang ini anak lebih suka menirukan adegan yang banyak menampilkan kekerasan dari pada menampilkan karakter tokoh yang baik-baik dalam cerita yang diketahuinya. Anak-anak sering meniru tingkah laku verbal dan non verbal tokoh-tokoh idola cerita dengan anggapan apa yang boleh dilakukan tokoh dalam cerita juga boleh dilakukan dalam kehidupan nyata.

Berdasarkan observasi awal penulis di Sekolah Dasar 09 Pasar Pandan Air mati kota Solok, pembelajaran cerita anak lebih banyak ditekankan pada membaca cerita yang sudah ada di buku teks, kemudian mencari kata-kata sulit dan maknanya selanjutnya siswa menjawab pertanyaan yang sudah ada tertulis di buku tersebut. Akibatnya anak tidak terbiasa mengungkapkan atau mengemukakan pendapatnya tentang cerita yang dibacanya. Padahal dalam cerita terdapat pesan moral dari tokoh- tokoh yang memiliki karakter jelek pasti


(20)

7

ujungnya penderitaan sedangkan pada tokoh yang memiliki karakter baik seperti rajin, jujur penolong dan bertanggung jawab pasti akan mendapatkan kebahagiaan. Bahkan lebih parahnya lagi anak tidak mengetahui apa itu pembelajaran sastra yang mereka kenal hanya pembelajaran bahasa Indonesia. Sehingga materi tentang cerita anak tidak membekas pada sikap dan tingkah laku siswa. Walaupun secara kognitif mereka dapat mngetahui ini perbuatan tokoh yang baik dan ini karakter tokoh yang jahat, tetapi sikap siswa tidak ada perubahan.

Sebagaimana yang diungkapkan Aprianto Guru kelas V SDN 09 PPA untuk tahun pelajaran 2013-2014. Anak-anak jarang membaca buku cerita dan kurang bisa membuat keringkasan isi cerita yang telah dibacanya, apabila diberikan tugas membuat rangkuman cerita kebanyakan mereka membuat secara asal-asalan saja, entah tidak mengerti dengan unsur-unsur cerita yang ada atau hanya menuliskan amanat isi ceritanya saja. Jika disuruh menceritakan kembali cerita yang dibaca kedepan kelas hanya sebagian kecil yang mau dan itu hanya dengan kalimat yang sederhana saja bercerita apalagi bila disuruh memerankan tokoh cerita, kebanyakan mengatakan tak bisa dan tak mau melakukannya.

Kurangnya pengapresiasian siswa terhadap cerita dan nilai cerita yang dibaca mengakibatkan pembelajaran menjadi tidak bermakna dan tidak mempengaruhi sikap dan tingkah laku mereka kepada sikap dan tingkah laku yang lebih baik sesuai dengan tujuan pembelajaran sebaliknya sikap yang kurang baik cepat dapat mereka ungkapkan seperti sifat suka mencemooh teman,mengatakan teman dengan sebutan yang tidak disukainya, tidak membuat tugas yang diberikan guru, perkelahian, cepat emosi, menzolimi teman yang lemah, bakhan sifat tidak menghormati orang lain.

Sebenarnya sumber terjadinya kurangnya siswa mengapresiasi sastra disebabkan oleh guru yang mengajarkan materi sastra diberbagai sekolah saat ini bukan guru yang memiliki propesionalitas di bidang sastra (lulusan Fakultas sastra atau memiliki pengalaman menulis berbagai karya sastra) melainkan guru bahasa Indonesia yang pengalaman baca sastranya sangat rendah. (Suhardi: 2011: 18), apalagi guru Sekolah Dasar yang tugas mengajarnya seluruh mata pelajaran


(21)

8

sehingga tidak ahli dalam pembelajaran sastra. Sehingga pembelajaran sastra yang diberikan tidak sesuai dengan perkembangan anak pada masa sekarang, mereka lebih suka mengkritik, suka pada hal yang menantang untuk belajar dari pada menyimak dan mendengarkan, mereka sudah mulai suka membicarakan sesuatu yang membuat perdebatan mengemukakan pendapatnya.

Siswa Sekolah Dasar sudah berani berbicara sesama teman ketika jam istirahat, bercerita tentang tokoh yang disukainya dan mencela tokoh yang tidak disukainya, secara langsung mereka menemukan suatu keadaan yang disukai dan tidak disukai atau ada kelompok pro dan kelompok kontra. Dalam model pembelajaran dinamakan dengan model debat. (Rahman: 2011: 12). Langkah-langkah pembelajarannya memberikan kesempatan kepada semua siswa dalam kelompok menyampaikan pendapatnya terhadap materi yang dibahas dimana mereka terbagi dalam kelompok pro dan kelompok kontra. Debat menurut Tarigan (2008: 25) termasuk ke dalam ragam seni berbicara. Debat merupakan latihan atau praktek persengketaan atau kontroversi. Debat merupakan suatu argument untuk menentukan baik tidaknya suatu usul tertentu yang didukung oleh satu pihak yang disebut pendukung atau afirmatif, dan ditolak, disangkal oleh pihak lain yang disebut penyangkal.

Penulis merasa model ini dapat dikemas dalam bentuk permainan yang bisa memotifasi siswa untuk lebih memahami unsur-unsur cerita yang dibaca serta mengajak siswa berani berbicara dan tidak malu-malu memperagakan sikap atau watak tokoh dalam cerita. Model ini dapat bermanfaat bagi siswa dalam mengembangkan daya nalar dan kreatif serta dapat pula menumbuhkan saling menghargai pendapat orang lain. Melalui kegiatan ini siswa akan mendapat kesenangan sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar. Bagi siswa yang memiliki sifat pemalu, pasif dalam berinteraksi, model ini akan membantu siswa tersebut untuk berperan aktif melalui penyampaian gagasannya, karena siswa dituntut untuk memberikan sumbang saran. (Ampera: 2010: 68) Siswa akan berusaha menyampaikan pendapatnya dengan baik dan merasakan bahwa apa yang dibicarakan akan diterima dikelompoknya atau mendapat tanggapan dari kelompok lain.


(22)

9

Meskipun model debat belum pernah dilaksanakan dalam pembelajaran apresiasi sasta. Model debat yang penulis jadikan model pembelajaran adalah model debat yang berbasis karakter, dimana dengan debat menjadikan siswa berani, jujur, menghargai pendapat orang lain serta bertanggung jawab terhadap tugas-tugas yang diberikan.

Atas dasar pemikiran di atas penerapan model debat berbasis karakter dalam meningkatkan apresiasi sastra anak dalam pembelajaran cerita merupakan hal yang perlu diteliti karena dalam debat berbasis karakter dapat meningkatkan pemahaman tentang unsur-unsur cerita, menceritakan kembali isi cerita serta memperagakan sikap tokoh cerita. Siswa juga berani dalam mengemukakan pendapat bahwa karakter yang baik dapat ditauladani dan karakter yang jelek jangan dicontoh, bersikap dan berbicara santun pada guru atau orang yang lebih besar, jujur dalam bersikap, serta bertanggung jawab terhadap tugas.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut.

1. Siswa sulit memahami isi cerita, dan belum bisa menuliskan semua unsur-unsur yang ada dalam cerita.

2. Siswa kurang berani menjelaskan isi cerita dan merangkai isi cerita secara runtut.

3. Siswa belum berani memperagakan sifat-sifat tokoh dalam cerita.

4. Siswa kurang bisa mengapresiasi cerita anak dengan baik dan menyenangkan serta cendrung tidak berani mengemukakan pendapat dalam pembelajaran. 5. Pembejalaran apresiasi terhadap cerita anak kurang bervariasi atau monoton

dan membuat kejenuhan pada peserta didik.

6. Siswa masih banyak bersikap tidak menghargai pendapat temannya dan cendrung menyalahkan teman, menertawakan teman dalam pembelajaran. 7. Kejujuran dan tanggung jawab siswa dalam pembelajaran kurang.


(23)

10

Rumusan Masalah

Masalah umum yang akan diungkapkan dalam penelitian ini adalah apakah kemampuan melakukan kegiatan apresiasi sasttra anak dalam pembelajaran cerita dapat meningkat dengan model debat berbasis karakter?. Secara rinci masalah tersebut dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut.

1. Apakah permasalahan yang dihadapi siswa dan guru dalam mengapresiasi pembelajaran cerita di kelas V SDN 09 PPA?

2. Bagaimana perencanaan pembelajaran cerita dengan model debat berbasis karakter yang dapat meningkatkan kemampuan apresiasi sastra anak siswa kelasV SDN 09 PPA?

3. Bagaimana proses pembelajaran cerita dengan model debat berbasis karakter yang dapat meningkatkan kemampuan apresiasi sastra anak siswa kelas V SDN 09 PPA?

4. Bagaimana hasil pembelajaran cerita anak dengan model debat berbasis karakter dapat meningkatkan kemampuan memahami unsur cerita, menceritakan isi cerita dan memperagakan sikap tokoh cerita siswa kelas V SDN 09 PPA?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini meningkatkan kemampuan apresiasi sastra anak dalam pembelajaran cerita dengan model debat berbasis karakter, secara khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan permasalahan yang dihadapi siswa dan guru terhadap apresiasi sastra anak dalam pembelajaran cerita.

2. Mendeskripsikan perencanaan pembelajaran apresiasasi sastra anak dalam pembelajaran cerita dengan model debat berbasis karakter.

3. Mendeskripsikan proses apresiasi sastra anak dalam pembelajaran cerita dengan model debat berbasis karakter.

4. Mendeskripsikan hasil apresiasi sastra anak dalam pembelajaran cerita dengan model debat berbasis karakter meliputi kemampuan memahami unsur-unsur cerita, kemampuan menceritakan kembali isi cerita dan kemampuan memperagakan sikap/karakter tokoh dalam cerita.


(24)

11

D. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan apresiasi sastra anak dalam pembelajaran cerita dengan model debat berbasis karakter di Sekolah Dasar. Penerapan kegiatan ini berdasarkan kenyataan empiris yang ditemui di sekolah. Untuk itu penelitian ini diharapkan bermanfaat baik secara teori maupun secara praktis

1. Manfaat secara teori

Penelitian ini menerapkan model debat berbasis karakter dalam mengapresiasi sastra anak dalam pembelajaran cerita. Secara teoritis dapat dijadikan salah satu model pembelajaran apresiasi sastra di Sekolah Dasar.

2. Manfaat praktis

a. Bagi siswa penelitian ini diharapkan memberikan pengalaman belajar yang lebih komunikatif dalam apresiasi sastra dan dapat meningkatkan apresiasi sastra anak dalam pembelajaran cerita.

b. Bagi guru penelitian ini dapat dijadikan salah satu model pembelajaran yang menarik dan menantang bagi siswa dalam meningkatkan apresiasi sastra anak dalam pembelajaran cerita khususnya.

c. Bagi sekolah hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan dalam menyediakan berbagai karya sastra anak yang dapat menunjang proses pembelajaran Bahasa Indonesia dan apresiasi sastra anak lebih baik lagi.

E. Struktur Organisasi Tesis BAB I Pendahuluan

Terdiri atas: latar belakang masalah, Identifikasi masalah, batasan masalah dan rumusan masalah, Tujuan penelitian, Manfaat penelitian serta Struktur Organisasi Tesis

BAB II Apresiasi sastra anak dalam pembelajaran cerita dengan model debat berbasis karakter meliputi: apresiasi sastra anak, hakekat pembelajaran sastra di Sekolah Dasar, Tujuan pembelajaran sastra di Sekolah Dasar, Bahan pembelajaran sastra di Sekolah Dasar, Strategi pembelajaran sastra di Sekolah Dasar, Pembelajaran cerita anak, Cara anak


(25)

12

merespon cerita, unsur-unsur cerita, debat termasuk ragam seni berbicara, penggunaan debat, jenis-jenis debat, syarat-syarat susunan kata dalam berdebat, teknik dan sikap berdebat, norma-norma dalam berdebat dan bertanya, hakekat pendidikan karakter, model debat berbasis karakter, kelebihan pembelajaran debat dan kelemahan pembelajaran debat serta penelitian terdahulu.

BAB III Metode Penelitian

Membahas Lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, intrumen penelitian, proses pengembangan intrumen, teknik analisa data dan analisis data.

BAB IV Hasil Penelitian

Menjelaskan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian BAB V Simpulan dan Saran


(26)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SDN 09 PPA (Pasar Pandan Airmati) Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok Sumatra Barat. Untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia semester I tahun 2013-2014.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas V Tahun ajaran 2013-2014 dengan jumlah siswa sebanyak 28 orang terdiri dari 11 orang perempuan dan 17 orang laki-laki.

Pemilihan sekolah ini bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan proses pembelajaran di SD 09 PPA sebagai sekolah inti di gugus II kecamatan Tanjung Harapan.

B. Desain Penelitian

Menurut Kemmis dan Mc.Taggart (Kunandar, 2012: 70) Penelitian tindakan kelas dilakukan melalui proses yang dinamis dan berkomplementasi yang terdiri dari empat momentum esensial yaitu penyusunan rencana, tindakan, observasi dan refleksi. Rencana penelitian tindakan kelas hendaknya tersusun dan memandang ke depan, fleksibel terhadap pengaruh dan kendala yang belum kelihatan. Rencana disusun berdasarkan hasil pengamatan awal yang refleksif. Tindakan yang dilakukan adalah tindakan secara sadar dan terkendali, variasi praktek yang cermat dan bijaksana disertai niat untuk memperbaiki keadaan. Observasi berfungsi untuk mendokumentasikan pengaruh tindakan terkait. Observasi dalam PTK adalah kegiatan pengumpulan data yang berupa proses perubahan kinerja PBM. Sedangkan refleksi adalah mengingat dan merenungkan tindakan persis seperti yang telah dicatat dalam observasi.

Menurut Arikunto (2009) secara garis besar penelitian tindakan kelas terdapat 4 tahap yang lazim dilalui, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) Pengamatan, (4) Refleksi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.


(27)

48

Gambar 3.1 Bagan Pelaksanaan PTK

PTK ini dilaksanakan melalui tiga siklus untuk melihat peningkatan apresiasi sastra anak dalam pembelajaran cerita dengan model debat berbasis karakter dan berpedoman kepada bagan diatas.

Siklus 1

Siklus 1 terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut. Tahap 1 Menyusun rancangan tindakan (planning)

Sebelum pelaksanaan PTK peneliti melakukan kegiatan identifikasi masalah pembelajaran apresiasi sastra pada siswa kelas lima SDN 09 PPA Kota Solok tahun 2013-2014 dan berbicara dengan guru kelas yang mengajar bahasa Indonesia, maka ditemukan apresiasi sastra anak dalam pembelajaran cerita sangat lemah terbukti dengan kurangnya siswa memahami unsur-unsur cerita yang

PERENCANAAN

SIKLUS I

PENGAMATAN

PERENCANAANNn nnnnnnNnNN

SIKLUS II

PENGAMATAN

PELAKSANAAN

PELAKSANAAN REFLEKSI


(28)

49

dibacanya, siswa kurang berani menceritakan kembali isi cerita serta kurang berani memperagakan sikap para tokoh.setelah itu peneliti mengajak guru kelas untuk membicarakan bagaimana cara mengatasinya dan mencarikan solusi agar pembelajaran menjadi berkesan bagi siswa. Kemudian membuat rancangan perangkat pembelajaran yang harus dipersiapkan serta menjelaskan model debat berbasis karakter yang peneliti tawarkan sampai guru kelas lima paham bagaimana proses pembelajaran yang diinginkan. Peneliti dengan guru kelas membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran berdasarkan materi pembelajaran yang berkaitan dengan Apresiasi sastra dalam pembelajaran Cerita dengan memakai langkah-langkah pembelajaran debat berbasis karakter dimana siswa diharapkan mampu memahami unsur-unsur cerita yang dibaca, didengar atau dinontonnya, siswa mampu menceritakan kembali isi cerita serta siswa mampu memperagakan sikap/karakter tokoh cerita. Karakter pada diri siswa yang diharapkan setelah melakukan debat adalah siswa memiliki sikap berani mengemukakan pendapat, santun berbicara, menghargai pendapat orang lain serta bertanggung jawab melaksanakan tugas. Kemudian membuat Lembaran Kerja siswa( LKS),membuat lembaran observasi guru untuk melihat proses pembelajaran dan kesiapan guru serta lembaran observasi siswa. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.1

Perangkat Pembelajaran

No Perangkat Pembelajaran Kegunaan

1 RPP Pedoman guru dalam melaksanakan

proses pembelajaran

2 Lembaran Kerja Siswa (LKS) Membantu siswa mengidentifikasi unsur-unsur cerita.

3 Lembaran observasi guru Mengamati kegiatan guru saat membelajarkan siswa mengapresiasi sastra anak dalam pembelajaran cerita dengan model debat berbasis karakter meliputi pengkondisian siswa, pengelompokan siswa, memfasilitasi siswa berdebat, memotivasi siswa agar


(29)

50

No Perangkat Pembelajaran Kegunaan

bersikap berani, santun, menghargai pendapat orang lain, bertanggung jawab dalam memahami unsur-unsur cerita, mencer sitakan kembali isi cerita serta memperagakan sikap tokoh cerita. Sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran debat berbasis karakter.

4 Lembaran Evaluasi Tes tulisan untuk melihat kemampuan siswa memahami unsur-unsur cerita. Tes lisan untuk melihat kemampuan siswa menceritan kembali isi cerita Tes performan untuk melihat kemampuan memperagakan sikap tokoh cerita.

Penelitian ini dilakukan secara berpasangan atau penelitian kolaborasi yang penulis lakukan dengan wali kelas V SDN 09 PPA

Sesuai dengan pernyataan Suharsimi A.(2010:7) bahwa penelitian tindakan yang baik adalah apabila dapat diusahakan sebagai berikut.

Dalam penelitian kolaborasi, pihak yang melakukan tindakan adalah guru itu sendiri, sedangkan yang diminta melakukan pengamatan terhadap berlangsungnya proses tindakan adalah peneliti, bukan guru yang sedang melakukan tindakan. Kolaborasi juga dapat dilakukan oleh dua orang guru yang dengan cara bergantian mengamati. Ketika sedang mengajar dia adalah seorang guru, ketika sedang mengamati, dia adalah seorang peneliti.

Tahap 2 Pelaksanaan tindakan (acting)

Pada tahap ke-2 dalam penelitian tindakan kelas ini adalah pelaksanaan yang merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan dan konsekwen dengan apa yang sudah dirumuskan dalam rancangan Membagi siswa kedalam dua kelompok yaitu kelompok pro dan kelompok kontra. Menyajikan materi pelajaran (cerita anak). Dijelaskan materi debat berbasis karakter. Dalam debat masing-masing anggota dalam kelompok pro dan kelompok kontra dibimbing guru agar mengeluarkan argumentasinya. Semua siswa diberi kesempatan untuk bersuara. Guru memberikan penguatan dan bersama-sama membuat kesimpulan.


(30)

51

Tahap 3 Pengamatan (observing)

Tahap ke-3 yaitu kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh pengamat yang dilakukan saat pelaksanaan, mengamati dan mencatat apa yang terjadi agar memperoleh data yang akurat untuk perbaikan siklus berikutnya.

Observer melakukan pengamatan terhadap situasi dan proses pembelajaran apresiasi sastra anak dalam pembelajaran cerita dengan model debat berbasis karakter.

Tahap 4 Refleksi (reflecting)

Tahap ke-4 merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan. Refleksi dilakukan setelah guru selesai melakukan tindakan, Peneliti dan guru melakukan analisa data,menyimpulkan data yang terkumpul dalam tahap pengamatan serta melakukan evaluasi terhadap kekurangan atau kelemahan dari tindakan yang dilakukan sebagai bahan pertimbangan siklus berikutnya siklus ke dua.

Siklus 2

Sama dengan siklus pertama, siklus kedua ini juga terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.

1. Perencanaan (planing)

Tim peneliti membuat rencana pelaksanaan pembelajaran berdasarkan hasil refleksi pada siklus pertama

2. Pelaksanaan (acting)

Guru melaksanakan pembejaran cerita anak dengan model debat berbasis karakter berdasarkan rencana pembelajaran hasil refleksi pada siklus pertama. 3. Pengamatan (observasi)

Tim peneliti (guru dan kolaborator) melakukan pengamatan terhadap apresiasi produktif siswa melalui pembelajaran cerita anak dengan model debat berkarakter

4. Refleksi (reflecting)

Tim peneliti melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus kedua. Siklus 3

Siklus 3 merupakan putaran ketiga dari pembelajaran cerita anak dengan model debat berkarakter dengan tahapan yang sama seperti siklus pertama dan kedua.


(31)

52

1. Perencanaan (planning)

Tim peneliti membuat rencana pembelajaran berdasarkan hasil refleksi pada siklus ke dua.

2. Pelaksanaan (acting)

Guru melaksanakan pembelajaran cerita anak dengan model debat berkarakter berdasarkan rencana hasil refleksi pada siklus kedua.

3. Pengamatan (observating)

Tim peneliti (guru dan kolaborator) melakukan pengamatan terhadap aktivitas pembelajaran cerita anak dengan model debat berkarakter.

4. Refleksi (reflecting)

Tim Peneliti melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus ke tiga dan menganalisis untuk serta membuat kesimpulan atas pelaksanaan pembelajaran cerita anak dengan model debat berbasis karakter dalam peningkatan apresiasi sastra dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia kelas V SDN 09 PPA Kota Solok Sumatra Barat.

C. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan kelas (PTK) dengan menggunakan data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif berupa informasi berbentuk kalimat yang memberikan gambaran tentang kognitif, afektif dan psikomotor siswa. Data kuantitatif berupa nilai hasil belajar siswa dianalisis secara deskriptif. Dalam hal ini peneliti menggunakan analisis statistik deskriptif, misalnya mencari nilai rerata, presentase keberhasilan belajar tentang apresiasi sastra anak dalam pembelajaran cerita dengan model debat berbasis karakter.

D. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan tentang konsep-konsep yang akan dikaji dalam penelitian ini, maka penulis menjelaskan beberapa definisi operasional seperti tertuang di bawah ini.


(32)

53

1. Apresiasi Sastra

Apresiasi sastra adalah kegiatan memahami, menikmati, menilai dan menghargai hasil kayra sastra secara sungguh-sungguh. Apresiasi sastra anak dalam pembelajaran cerita pada penelitian ini adalah kemampuan melakukan kegiatan.

a. Menganalisis unsur-unsur cerita (tema, latar, tokoh,alur, dan amanat) dalam bentuk menulis ringkasan cerita,

b. Menceritakan kembali isi cerita,

c. Memperagakan sifat /karakter tokoh cerita.

2. Model Debat Berbasis karakter

Model debat berbasis karakter adalah proses menanggapi kegiatan apresiasi sastra anak dalam memahami unsur-unsur cerita, menceritakan kembali isi cerita serta memperagakan sikap tokoh cerita, dengan memunculkan sikap berani mengeluarkan pendapat, santun berbicara, menghargai pendapat orang lain, serta bertanggung jawab terhadap tugas. Adapun langkah-langkah pembelajaran model Debat adalah sebagai berikut.

1. Guru membagi siswa menjadi 2 kelompok peserta debat, yang satu kelompok pro dan yang lainnya kontra.

2. Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan diperdebatkan oleh kedua kelompok diatas.

3. Setelah selesai membaca materi, Guru menunjuk salah satu anggota kelompok pro untuk berbicara saat itu.

4. Kemudian setelah selesai ditanggapi oleh kelompok kontra. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa bisa mengemukakan pendapatnya. 5. Sementara siswa menyampaikan gagasannya, guru menulis inti/ide-ide dari

setiap pembicaraan sampai mendapatkan sejumlah ide yang diharapkan. 6. Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkapkan.

7. Dari data-data yang diungkapkan tersebut, guru mengajak siswa membuat kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin dicapai.


(33)

54

E. Intrumen Penelitian

Intrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, berupa.

1. Tes tertulis untuk melihat kemampuan siswa memahami unsur-unsur cerita dengan cara menuliskan keringkasan cerita pada lembaran kertas jawaban dengan terlebih dahulu siswa membaca teks cerita yang telah disediakan guru. ( terlampir)

2. Tes lisan digunakan untuk melihat kemampuan siswa menceritakan kembali isi cerita (terlampir )

3. Tes performan digunakan untuk melihat kemampuan siswa memperagakan sifat/karakter tokoh cerita ( terlampir)

4. Lembar observasi digunakan untuk mendeskripsikan proses apresiasi sastra anak dalam pembelajaran cerita dengan model debat berbasis karakter . 5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP) untuk mendeskripsikan bagaimana

perencanaan pembelajaran cerita dengan model debat berbasis karakter dapat meningkatkan apresiasi sastra anak.( terlampir )

6. Pedoman penilaian memahami unsur-unsur cerita, menceritakan kembali isi cerita, dan memperagakan sikap tokoh cerita.( terlampir)

F. Proses Pengembangan Intrumen

Dalam proses pengembangan intrumen peneliti terlebih dahulu membuat kisi-kisi kemampuan memahami unsur-unsur cerita meliputi kesesuaian antara isi dengan tema, penggambaran alur cerita, penggambaran tokoh dan karakter tokoh,penggambaran latar tempat, waktu dan ruang serta penyampaian amanat cerita. Kisi-kisi kemampuan menceritakan kembali isi cerita meliputi kesesuaian cerita dengan unsur-unsur cerita, keruntutan bercerita dan keberanian bercerita dengan bahasa yang baik. Kisi-kisi kemampuan memperagakan sikap/karakter tokoh., meliputi kesesuaian peran tokoh dengan karakternya, eskpresi serta intonasi suara. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam lampiran. Kemudian intrumen dijudgment oleh tiga ahli Bahasa Indonesia dan Ilmu Pendidikan. (Lampiran).


(34)

55

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian tidak hanya satu tetapi menggunakan multi teknik atau multi intrumen (Nana Syaodih, 2010: Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut.

1. Tes, berupa tes tulisan untuk menilai kemampuan siswa dalam memahami unsur-unsur cerita, tes lisan untuk menilai kemampuan siswa dalam menceritakan kembali isi cerita dan tes performan untuk menilai kemampauan siswa memperagakan sikap/karakter tokoh cerita.

2. Observasi

Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi partisipatif yaitu peneliti melakukan observasi sambil ikut serta dalam kegiatan yang sedang berjalan. Observasi merupakan cara untuk mendapatkan informasi dengan cara mengamati objek secara cermat dan terencana. Hal-hal yang dianggap penting selama proses pembelajaran dicatat dalam lembar observasi ini. Observasi dilakukan dengan tujuan mendapatkan informasi tentang proses pembelajaran cerita menggunakan model debat berbasis karakter dapat meningkatkan apresiasi sastra anak.

3. Dokumentasi

Peneliti membuat dokumentasi terhadap setiap kegiatan yang dilakukan, mulai dari siklus pertama setiap pertemuan sampai siklus kedua dan siklus ketiga

Alat pengumpulan data dalam PTK ini meliputi: tes, observasi, dan dokumentasi serta diskusi sebagaimana berikut ini :

1. Tes menggunakan lembaran teks bacaan, lembaran tertulis untuk mengukur kemampuan siswa menganalisis unsur-unsur cerita.

2. Observasi menggunakan lembar observasi untuk mengukur proses apresiasi sastra anak dalam pembelajaran cerita dengan model debat berbasis karakter. 3. Refleksi dan diskusi antara peneliti dengan guru kelas menggunakan lembaran


(35)

56

H. Analisis Data

Data yang dikumpulkan pada setiap kegiatan dari pelaksanaan setiap siklus dianalisa secara deskriptif dengan menggunakan teknik persentase untuk melihat kecendrungan yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran.

1. Peningkatan apresiasi sastra anak dalam pembelajaran cerita dengan model debat berkarakter dengan menganalisis nilai tes tertulis siswa dalam mengidentifikasi unsur-unsur cerita setelah proses pembelajaran, dinilai skor perolehannya dibagi skor ideal dikalikan seratus persen. Kemudian dibuatkan tabel dan grafiknya setiap siklus

2. Apresiasi siswa terhadap pembelajaran cerita anak dengan menganalisa tingkat keberanian siswa, keruntutan bercerita serta kesesuaian cerita dengan unsur-unsur cerita saat menceritakan kembali isi cerita secara lisan, dinilai skor perolehan dibagi skor ideal dikali seratus persen. Kemudian dibuatkan tabel dan grafiknya setiap siklus.

3. Peningkatan apresiasi sastra anak dalam pembelajaran cerita dengan model debat berkarakter dengan menganalisis tingkat kemampuan siswa dalam memperagakan karakter tokoh cerita meliputi kesesuaian peran tokoh dengan karakternya, ekspresi serta intonasi suara dalam bentuk tes performan, dinilai skor perolehan dibagi skor ideal dikali seratus persen kemudian dibuatkan tabel dan grafiknya setiap siklus.

4. Data yang didapat dari observasi proses pembelajaran dilakukan dengan mendekripsikan secara objektif.


(36)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, analisa data dan pembahasan hasil penelitian pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab ini akan diuraikan beberapa kesimpulan dan saransebgai berikut.

A. Simpulan

1. Permasalahan yang dihadapi siswa dan guru terhadap apresiasi sastra dalam pembelajaran cerita adalah kurangnya pemahaman siswa terhadap unsur cerita, kurangnya keberanian siswa menceritakan isi cerita dan memperagakan sikap tokoh cerita serta pembelajaran bersifat monoton dan kurang bervariasi. 2. Perencanaan pembelajaran Apresiasi Sastra dalam Pembelajaran cerita

Dengan Model debat Berbasis Karakter di SDN 09 PPA sudah direncanakan dengan baik dan matang oleh peneliti dan guru kelas. Namun perlu ditingkatkan lagi.

a. Pada siklus pertama proses pembelajaran yang direncanakan adalah siswa membaca cerita dan memperdebatkan unsur-unsur cerita. Karena cara belajar siswa yang berbeda-beda tidak semua siswa menyukai membaca cerita maka apresiasi sastra siswa sangat rendah. Perencanaan pembelajaran pada siklus kedua ditingkatkan lagi yaitu direncakan dengan metode lain.

b. Pada siklus kedua perencanaan pembelajaran dengan metode siswa mendengarkan cerita yang dibacakan guru, siswa mengidentifikasi unsur-unsur cerita dan memperdebatkan dalam kelompok pro dan kontra. Maka apresiasi sastra anak dalam pembelajaran cerita tergolong sedang. Untuk itu direncanakan lagi pada siklus ketiga dengan perencanaan yang berbeda. c. Pada siklus ketiga perencanaan pembelajaran dilaksanakan dengan menonton cerita, siswa dapat menggunakan penglihatan, pendengaran dan pemahaman dalam mengidentifikasi unsure-unsur cerita, kemudian siswa melakukan debat berbasis karakter maka apresiasi sastra anak dalam pembelajaran cerita meningkat pada tingkatan yang lebih tinggi.


(37)

140

3. Proses Apresiasi Sastra Anak dalam Pembelajaran Cerita dengan Model Debat Berbasis Karakter

a. Pada silus pertama dilihat dari segi siswa proses pembelajaran debat pada siklus pertama kelihatan kaku, belum begitu menarik dan belum membuat siswa senang karena belum terbiasa berbicara, bercerita dan memperagakan sikap tokoh cerita. Dari segi guru, guru belum terbiasa memakai model debat berbasis karanter dalam proses pembelajaran.

b. Pada siklus kedua proses pembelajaran dari segi siswa mengalami peningkatan siswa menyukai cerita yang dibacakan guru dan sudah berani berbicara dalam pembelajaran debat, bercerita dan memperagakan sikap tokoh. Dari segi guru, guru lebih intensif membimbing dan memotovasi siswa sehingga pembelajaran lebih menyenangkan dan bermakna.

c. Pada siklus ketiga proses pembelajaran mengalami peningkatan yang tinggi dan siswa sangat menyukai menonton cerita, siswa bersemangat dalam berdebat bahkan sampai menunjuk tangan dan berdiri, siswa berani bercerita dan memperagakan sikap tokoh. Kemajuan dalam model pembelajaran debat mengalami kemajuan yang sangat berarti.

4. Hasil Apresiasi sastra anak dalam pembelajaran cerita dengan model debat berbasis karakter

a. Pada siklus pertama kemampuan siswa dalam memahami unsur-unsur cerita, menceritakan isi cerita dan memperagakan sikap tokoh mendapatkan skor 56,9%, mengalami peningkatan sebanyak 7,9% dibanding skor sebelum pembelajaran cerita dengan model debat berbasis karakter 49,3%. b. Pada siklus kedua kemampuan siswa memahami unsur-unsur cerita,

menceritakan isi cerita dan memperagakan sikap tokoh mendapat skor rata-rata 69,5%, mengalami peningkatan 12,6% dibanding siklus pertama 56,9%. c. Pada siklus ketiga kemampuan siswa memahami unsur-unsur cerita, menceritakan isi cerita dan memperagakan sikap tokoh mendapat skor 81,5%, mengalami peningkatan 12% dibanding dengan siklus kedua 69,5%. Maka kemampuan apresiasi sastra anak dapat meningkat melalui pembelajaran cerita dengan model debat berbasis karakter.


(38)

141

B. Saran

Telah terbuktinya Peningkatan Apresiasi Sastra anak dalam Pembelajaran Cerita dengan Model Debat Berbasis Karakter, maka penulis sarankan hal-hal sebagai berikut.

1. Dalam kegiatan pembelajaran guru diharapkan menjadikan pembelajaran Apresiasi Sastra Anak dalam Pembelajaran Cerita dengan Model Debat Berbasis Karakter sebagai suatu alternatif dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk meningkatkan Apresiasi Sastra anak.

2. Karena kegiatan pembelajaran apresiasi sastra anak dalam pembelajaran cerita dengan model debat berbasis karakter sangat bermanfaat terutama bagi guru dan siswa, maka diharapkan kegiatan ini dapat dilakukan secara berkesinambungan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia maupun mata pelajaran lain.

3. Kepada kepala sekolah, kiranya memberikan kesempatan kepada guru untuk selalu mengembangkan potensi dirinya melalui pendidikan dan latihan, sehingga guru memiliki wawasan dan pengalaman untuk melaksanakan pembelajaran dengan berbagai variasi salah satunya debat berbasis karakter.


(39)

142

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abidin Yunus. (2010). Prosa Fiksi Teori, Apresiasi, Pengkajian, Kreativitas, dan Pengajaran, Tasikmalaya: Hzaa Press

Ampera, Taufik. (2010). Pengajaran Sastra Teknik Mengajar Sastra Anak Berbasis Aktifitas, Bandung: Widya Pajajaran.

Antilan Purba, (2008). Esai sastra Indonesia Teori dan Penulisan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Arikunto Suharsimi. (2010). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Basya Hassan Syamsi, (2011). Mendidik Anak Zaman Kita. Jakarta: Zaman

Bruce Joyce. (2009). Models of Teaching, Model-model Pengajaran, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Burhan Nurgiyantoro. (2010). Sastra Anak. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Cahyani, Isah. dkk (2010). Menulis Proposal Penelitian. Bandung: CV. Bintang Warli Artika.

Danardana, Sri A. (2013). Pelangi Sastra Ulasan dan Model-model Apresiasi. Jakarta Selatan: PT Buku Kita.

Djuanda Dadan. (2009). Apresiasi Sastra Indonesia. Bandung. Upi Press.

Ernalis. (2007). Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi, Bandung

Hendrikus, D.W (2005). Retorika: Terampil Berpidato, Berdiskusi, Berargumentasi, dan Bernegosiasi (berdebat). Yokyakarta: Kanisius. Herawati Etit. (2010). Keefektifan Model Respon Analisis Untuk Meningkatkan

Kemampuan Apresiasi Cerita Anak dan Membaca Kreatif Siswa Kelas V Sekolah Dasar. Tesis. Bandung: Universitas pendidikan Indonesia.

Ilmi Darul. (2012). Pembelajaran Pendekatan Humanistik Religius, Bukittinggi. STAIN Bukittinggi Press

Kementerian Agama, Al-Qur’an dan Terjemahan.

Kunandar. (2012). Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Kurnia. M.R. (2003). Debat Cara Nabi saw. Bogor: Idea Pustaka Utama


(40)

143

Lickona Thomas. (2013). Educating For Characteristic Mendidik Untuk Membentuk Karakter. Jakarta: Bumi Aksara.

Majid, Abdul A. (2008). Mendidik dengan Cerita. Bandung: PT Rosdakarya. Mohammad Ali, (2011), Memahami Riset Prilaku dan Sosial, Bandung: Pustaka

Cendekia

Mulyani Helda.(2009).Peningkatan Hasil Belajar Melalui Pemanfaatan Teknologi, Jurnal ilmiah Dakwah dan Komunikasi. Vol 1 no 2 . IAIN IB Padang Mulyasa, (2011). Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara.

Muslich Masnur.(2011).Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multimensional, Jakarta: Bumi Aksara.

Nirwasita,Aqeela.(2012) Realitas Kehidupan Dalam Cerita Anak. Yokyakarta: PT Citra Aji Parama.

Rahman. (2011). Model Mengajar dan Bahan Pembelajaran. Jatinangor: Alqa Prisma Interdelta.

Ratna Wilis Dahar.(2006). Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta. Erlangga

Resmini Novi. (2008). Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi, Bandung; Percetakan Universitas Pendidikan Indonesia.

Riris K. Toha. (2010). Pedoman Penelitian Sastra Anak. Jakarta: Yayasan Pustaka Suhardi. (2011). Sastra Kita, Kritik, dan Lokalitas, Depok: PT Komodo Books. Susilowati. (2012). Debat Model Pembelajaran Inovatif, http//sebuahkaryailmiah

blogspot.com.

Suyatmo, (2008), Model-model Pembelajaran, http//sanggarguru blogspot.com. Tarigan,H.G(1981). Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:

Angkasa.

Tarigan,H.G.(2008).Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa

Tim KBBI. (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Tim KBBI.(2007) Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka

Wiriaatmadja Rochiati. (2010). Metode Penelitian Tindakan Kelas, Bandung: Rosda.


(41)

144

Wolf Shelby A. (2004). Interpreting Literature with Children. London, Lawrence Erlbaum associates, publishers.

Yunus Abidin. (2010). Prosa Fiksi Teori, Apresiasi, Pengkajian, Kreatifitas dan Pengajaran, Tasikmalaya: Hzaa Press.

Zulela.(2012). Pembelajaran Bahasa Indonesia Apresiasi Sastra di Sekolah Dasar. Bandung: PT Rosdakarya.

Zulfa Bakar. (2008). Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah, Bandung


(1)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, analisa data dan pembahasan hasil penelitian pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab ini akan diuraikan beberapa kesimpulan dan saransebgai berikut.

A. Simpulan

1. Permasalahan yang dihadapi siswa dan guru terhadap apresiasi sastra dalam pembelajaran cerita adalah kurangnya pemahaman siswa terhadap unsur cerita, kurangnya keberanian siswa menceritakan isi cerita dan memperagakan sikap tokoh cerita serta pembelajaran bersifat monoton dan kurang bervariasi. 2. Perencanaan pembelajaran Apresiasi Sastra dalam Pembelajaran cerita

Dengan Model debat Berbasis Karakter di SDN 09 PPA sudah direncanakan dengan baik dan matang oleh peneliti dan guru kelas. Namun perlu ditingkatkan lagi.

a. Pada siklus pertama proses pembelajaran yang direncanakan adalah siswa membaca cerita dan memperdebatkan unsur-unsur cerita. Karena cara belajar siswa yang berbeda-beda tidak semua siswa menyukai membaca cerita maka apresiasi sastra siswa sangat rendah. Perencanaan pembelajaran pada siklus kedua ditingkatkan lagi yaitu direncakan dengan metode lain.

b. Pada siklus kedua perencanaan pembelajaran dengan metode siswa mendengarkan cerita yang dibacakan guru, siswa mengidentifikasi unsur-unsur cerita dan memperdebatkan dalam kelompok pro dan kontra. Maka apresiasi sastra anak dalam pembelajaran cerita tergolong sedang. Untuk itu direncanakan lagi pada siklus ketiga dengan perencanaan yang berbeda. c. Pada siklus ketiga perencanaan pembelajaran dilaksanakan dengan menonton cerita, siswa dapat menggunakan penglihatan, pendengaran dan pemahaman dalam mengidentifikasi unsure-unsur cerita, kemudian siswa melakukan debat berbasis karakter maka apresiasi sastra anak dalam pembelajaran cerita meningkat pada tingkatan yang lebih tinggi.


(2)

3. Proses Apresiasi Sastra Anak dalam Pembelajaran Cerita dengan Model Debat Berbasis Karakter

a. Pada silus pertama dilihat dari segi siswa proses pembelajaran debat pada siklus pertama kelihatan kaku, belum begitu menarik dan belum membuat siswa senang karena belum terbiasa berbicara, bercerita dan memperagakan sikap tokoh cerita. Dari segi guru, guru belum terbiasa memakai model debat berbasis karanter dalam proses pembelajaran.

b. Pada siklus kedua proses pembelajaran dari segi siswa mengalami peningkatan siswa menyukai cerita yang dibacakan guru dan sudah berani berbicara dalam pembelajaran debat, bercerita dan memperagakan sikap tokoh. Dari segi guru, guru lebih intensif membimbing dan memotovasi siswa sehingga pembelajaran lebih menyenangkan dan bermakna.

c. Pada siklus ketiga proses pembelajaran mengalami peningkatan yang tinggi dan siswa sangat menyukai menonton cerita, siswa bersemangat dalam berdebat bahkan sampai menunjuk tangan dan berdiri, siswa berani bercerita dan memperagakan sikap tokoh. Kemajuan dalam model pembelajaran debat mengalami kemajuan yang sangat berarti.

4. Hasil Apresiasi sastra anak dalam pembelajaran cerita dengan model debat berbasis karakter

a. Pada siklus pertama kemampuan siswa dalam memahami unsur-unsur cerita, menceritakan isi cerita dan memperagakan sikap tokoh mendapatkan skor 56,9%, mengalami peningkatan sebanyak 7,9% dibanding skor sebelum pembelajaran cerita dengan model debat berbasis karakter 49,3%. b. Pada siklus kedua kemampuan siswa memahami unsur-unsur cerita,

menceritakan isi cerita dan memperagakan sikap tokoh mendapat skor rata-rata 69,5%, mengalami peningkatan 12,6% dibanding siklus pertama 56,9%. c. Pada siklus ketiga kemampuan siswa memahami unsur-unsur cerita, menceritakan isi cerita dan memperagakan sikap tokoh mendapat skor 81,5%, mengalami peningkatan 12% dibanding dengan siklus kedua 69,5%. Maka kemampuan apresiasi sastra anak dapat meningkat melalui pembelajaran cerita dengan model debat berbasis karakter.


(3)

B. Saran

Telah terbuktinya Peningkatan Apresiasi Sastra anak dalam Pembelajaran Cerita dengan Model Debat Berbasis Karakter, maka penulis sarankan hal-hal sebagai berikut.

1. Dalam kegiatan pembelajaran guru diharapkan menjadikan pembelajaran Apresiasi Sastra Anak dalam Pembelajaran Cerita dengan Model Debat Berbasis Karakter sebagai suatu alternatif dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk meningkatkan Apresiasi Sastra anak.

2. Karena kegiatan pembelajaran apresiasi sastra anak dalam pembelajaran cerita dengan model debat berbasis karakter sangat bermanfaat terutama bagi guru dan siswa, maka diharapkan kegiatan ini dapat dilakukan secara berkesinambungan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia maupun mata pelajaran lain.

3. Kepada kepala sekolah, kiranya memberikan kesempatan kepada guru untuk selalu mengembangkan potensi dirinya melalui pendidikan dan latihan, sehingga guru memiliki wawasan dan pengalaman untuk melaksanakan pembelajaran dengan berbagai variasi salah satunya debat berbasis karakter.


(4)

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abidin Yunus. (2010). Prosa Fiksi Teori, Apresiasi, Pengkajian, Kreativitas, dan Pengajaran, Tasikmalaya: Hzaa Press

Ampera, Taufik. (2010). Pengajaran Sastra Teknik Mengajar Sastra Anak Berbasis Aktifitas, Bandung: Widya Pajajaran.

Antilan Purba, (2008). Esai sastra Indonesia Teori dan Penulisan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Arikunto Suharsimi. (2010). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Basya Hassan Syamsi, (2011). Mendidik Anak Zaman Kita. Jakarta: Zaman

Bruce Joyce. (2009). Models of Teaching, Model-model Pengajaran, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Burhan Nurgiyantoro. (2010). Sastra Anak. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Cahyani, Isah. dkk (2010). Menulis Proposal Penelitian. Bandung: CV. Bintang Warli Artika.

Danardana, Sri A. (2013). Pelangi Sastra Ulasan dan Model-model Apresiasi. Jakarta Selatan: PT Buku Kita.

Djuanda Dadan. (2009). Apresiasi Sastra Indonesia. Bandung. Upi Press.

Ernalis. (2007). Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi, Bandung

Hendrikus, D.W (2005). Retorika: Terampil Berpidato, Berdiskusi, Berargumentasi, dan Bernegosiasi (berdebat). Yokyakarta: Kanisius. Herawati Etit. (2010). Keefektifan Model Respon Analisis Untuk Meningkatkan

Kemampuan Apresiasi Cerita Anak dan Membaca Kreatif Siswa Kelas V Sekolah Dasar. Tesis. Bandung: Universitas pendidikan Indonesia.

Ilmi Darul. (2012). Pembelajaran Pendekatan Humanistik Religius, Bukittinggi. STAIN Bukittinggi Press

Kementerian Agama, Al-Qur’an dan Terjemahan.

Kunandar. (2012). Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Kurnia. M.R. (2003). Debat Cara Nabi saw. Bogor: Idea Pustaka Utama


(5)

Herliza Tahar, 2014

Lickona Thomas. (2013). Educating For Characteristic Mendidik Untuk Membentuk Karakter. Jakarta: Bumi Aksara.

Majid, Abdul A. (2008). Mendidik dengan Cerita. Bandung: PT Rosdakarya. Mohammad Ali, (2011), Memahami Riset Prilaku dan Sosial, Bandung: Pustaka

Cendekia

Mulyani Helda.(2009).Peningkatan Hasil Belajar Melalui Pemanfaatan Teknologi, Jurnal ilmiah Dakwah dan Komunikasi. Vol 1 no 2 . IAIN IB Padang Mulyasa, (2011). Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara.

Muslich Masnur.(2011).Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multimensional, Jakarta: Bumi Aksara.

Nirwasita,Aqeela.(2012) Realitas Kehidupan Dalam Cerita Anak. Yokyakarta: PT Citra Aji Parama.

Rahman. (2011). Model Mengajar dan Bahan Pembelajaran. Jatinangor: Alqa Prisma Interdelta.

Ratna Wilis Dahar.(2006). Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta. Erlangga

Resmini Novi. (2008). Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi, Bandung; Percetakan Universitas Pendidikan Indonesia.

Riris K. Toha. (2010). Pedoman Penelitian Sastra Anak. Jakarta: Yayasan Pustaka Suhardi. (2011). Sastra Kita, Kritik, dan Lokalitas, Depok: PT Komodo Books. Susilowati. (2012). Debat Model Pembelajaran Inovatif, http//sebuahkaryailmiah

blogspot.com.

Suyatmo, (2008), Model-model Pembelajaran, http//sanggarguru blogspot.com. Tarigan,H.G(1981). Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:

Angkasa.

Tarigan,H.G.(2008).Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa

Tim KBBI. (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Tim KBBI.(2007) Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka

Wiriaatmadja Rochiati. (2010). Metode Penelitian Tindakan Kelas, Bandung: Rosda.


(6)

Wolf Shelby A. (2004). Interpreting Literature with Children. London, Lawrence Erlbaum associates, publishers.

Yunus Abidin. (2010). Prosa Fiksi Teori, Apresiasi, Pengkajian, Kreatifitas dan Pengajaran, Tasikmalaya: Hzaa Press.

Zulela.(2012). Pembelajaran Bahasa Indonesia Apresiasi Sastra di Sekolah Dasar. Bandung: PT Rosdakarya.

Zulfa Bakar. (2008). Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah, Bandung