Deskripsi tingkat kecerdasan spiritual para suster yunior Ordo Santa Ursula tahun 2007/2008 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan kelompok - USD Repository

  

DESKRIPSI TINGKAT KECERDASAN SPIRITUAL

PARA SUSTER YUNIOR ORDO SANTA URSULA

TAHUN 2007/2008 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN

TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KELOMPOK

  

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Bimbingan dan Konseling

  

Oleh:

Oleh :

Sri Supadmi

  

NIM : 021114042

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

2008

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

  

< “Janganlah berkecil hati, apabila anda merasa tak mampu memahami dan

menjalankan semua tugas yang khusus ini. Yakinlah dan percayalah sebulat-

bulatnya, bahwa Allah akan membantu anda dalam segala hal. Berdoalah kepada-

Nya dengan rendah hati percayakan pada kekuasaanNya yang besar, jangan ragu-

ragu Dia yang telah memilih anda untuk tugas yang penting ini, Dialah juga yang

memberi kekuatan untuk menyelesaikannya, asal dari pihak anda tidak mengecewakan Dia.” (Santa Angela Merici )

< “Berharap berarti tetap hidup di tengah-tengah keputusasaan dan terus

bersenandung dalam kegelapan. Berharap berarti tahu bahwa ada cinta, berarti percaya akan adanya masa depan. Selama masih ada harapan, doa akan terus diucapkan, dan Tuhan akan terus menatang engkau dengan tangan-Nya” (Henry Nouwen).

  

< Walau segala sesuatu kelihatan berjalan buruk, aku akan percaya penuh, bahwa

penyelenggaraan illahi yang baik memelihara aku melebihi siapapun di dunia ini

(Penulis).

  PERSEMBAHAN Skripsi ini kupersembahkan untuk : Ordo Santa Ursula yang tercinta

  Kedua orangtuaku, kakak-kakakku, adik-adikku, keponakanku tercinta Sahabat-sahabatku yang tidak bisa ku sebutkan namanya satu persatu

  

ABSTRAK

DESKRIPSI TINGKAT KECERDASAN SPIRITUAL

PARA SUSTER YUNIOR ORDO SANTA URSULA INDONESIA

TAHUN 2007/2008 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN

TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KELOMPOK

  

Sri Supadmi

Universitas Sanata Dharma

2008

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) tingkat kecerdasan spiritual para

suster yunior Ordo Santa Ursula tahun 2007/2008, dan (2) menyusun suatu usulan topik-

topik bimbingan yang sesuai untuk meningkatkan kecerdasan spiritual para suster yunior

Ordo Santa Ursula tahun 2007/2008.

  Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Subyek penelitian ini adalah para

suster yunior Ordo Santa Ursula tahun 2007/2008 yang berada di Pulau Jawa dan Flores.

Para suster yunior yang ada di pulau Jawa 26 orang, sedangkan para suster di Flores ada 4

orang.

  Instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang dibuat oleh peneliti berdasarkan uraian dari masing-masing aspek kecerdasan spiritual menurut Zohar-Marshall. Hasil penelitian adalah: (1) Tingkat kecerdasan spiritual para suster yunior Ordo

Santa Ursula Indonesia tahun 2007/2008 yang memiliki kualifikasi “sangat tinggi” ada 2

suster (6,67%), kualifikasi “tinggi” ada 16 suster (53,33%), kualifikasi cukup ada 12

suster (40%), kualifikasi “rendah” dan kualifikasi “sangat rendah” tidak ada (0%). Ini

menunjukkan bahwa kecerdasan spiritual para suster yunior Ordo Santa Ursula tahun

2007/2008, 18 suster (60%) telah mencapai tingkat kecerdasan spiritual yang diharapkan,

sedangkan 12 suster (40%) belum mencapai apa yang diharapkan dalam kecerdasan

spiritual. Semua suster akan mendapat bimbingan yang bersifat preventif, kuratif dan

enrichmen t (pengayaan) sehingga mereka dapat mengembangkan kecerdasan spiritual

agar mencapai seperti yang diharapkan, (2) Peneliti menyusun usulan topik-topik

bimbingan kelompok untuk meningkatkan kecerdasan spiritual para suster yunior Ordo

Santa Ursula tahun 2007/2008, yaitu sebagai berikut: Problem Solving, Menghargai

Pendapat Orang Lain, Mengembangkan Sikap Kepedulian Terhadap Orang Lain,

Berpikir Positif, Membangun Sikap Optimisme, Mengenal Potensi Di Dalam Diri,

Mawas Diri Yang Efektif, Berani Menjadi Diri Sendiri, Mengenal Dan Mengolah

Perasaan-Perasaan, Serta Visi Dan Misi Hidup Panggilan.

  

ABSTRACT

THE DESCRIPTION OF SPIRITUAL INTELLIGENCE LEVEL ON JUNIOR’S

AT ORDO SANTA URSULA IN 2007/ 2008 AND ITS IMPLICATIONS TO

PROPOSAL GROUP GUIDANCE TOPICS

  

Sri Supadmi

Universitas Sanata Dharma

2008

This research aimed at understanding of two points; firstly, to understand the

spiritual intelligence level of Junior Sisters of Santa Ursula in 2007 / 2008 and secondly,

the developing a proposal of guidance topics for spiritual intelligence improvement of

Junior Sister of Santa Ursula in 2007 / 2008.

  The method of this research was descriptive study, and the subjects of this

research were 30 junior’s sister of Santa Ursula in 2007 / 2008 which 26 sisters in Java

and 4 sisters in Flores.

  The result of this research was described below:There were 6, 67 % ( 2 sisters)

reached quite “high level” of spiritual intelligence;There were 53, 33 % (16 sisters)

reached “high” level of spiritual intelligence;There were 40 % (12 sisters) reached

“average” level of spiritual intelligence;There were not sisters who reached “low” and

“very low” level of spiritual intelligence.

  The results show that all of the research subjects reached the spiritual intelligence

as high as expected, but 40 % among sisters then need to be improved in spiritual

intelligence. All the sisters need of the preventive, curative and enrichment guidance. As

a second aim of this research, I would like to develop some topics of group guidance in

order to increase the spiritual intelligence level of Junior Sisters of Santa Ursula in 2007 /

2008. The topics are; Problem Solving, Respecting Others Opinions, Developing Of

Compassionate Feelings For Others, Developing Positive Thinking, Developing Of

Optimism, To Know And Receive Self Potentiality, Self – Awareness Effectively,

Courage To Be Own Self, To Know And Managing The Feelings And Developing Vision

– Mission Of Religious Life In Santa Ursula Congregation.

   

KATA PENGANTAR

  Syukur dan terimakasih peneliti haturkan kepada Bapa, Putera, dan Roh Kudus

dan Bunda Maria serta Bunda Angela Merici yang telah melimpahkan berkat berlimpah

dalam proses penulisan skripsi dan penelitian ini. Peneliti juga bersyukur atas cinta dan

perhatian dari berbagai pihak dalam bentuk dukungan, masukan, kritikan dan doa

sehingga membantu peneliti dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Peneliti

menyadari tanpa itu semua skripsi dan penelitian ini tidak dapat berjalan dengan baik.

  Penulis mengakui dengan penuh kerendahan hati bahwa penulisan skripsi ini jauh dari

sempurna namun karena bantuan dan dukungan dari berbagai pihak maka peneliti

memiliki kepercayaan untuk memberikan yang terbaik. Oleh karena itu peneliti ini

mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tulus kepada:

  1. Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si. selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling, FKIP USD, yang telah memberikan ijin untuk penelitian skripsi ini.

  2. Fajar Santoadi, S.Pd. selaku Sekretaris Program Studi Bimbingan dan Konseling, FKIP USD.

  3. Dra. C.L Milburga, CB M. Ed. selaku Dosen Pembimbing I yang dengan penuh kesabaran, pengertian dan penerimaan selama bimbingan skripsi, memberi

masukan-masukan bermanfaat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi.

  4. Para Dosen Prodi Bimbingan dan Konseling, FKIP, USD yang telah banyak memberikan bekal ilmu kepada penulis selama menjalani studi.

  5. Propinsial dan para suster dewan Ordo Santa Ursula yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar mengembangkan pengetahuan, ketrampilan kepribadian di Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  6. Para suster Komunitas suster OSU di Jl. Kaliurang KM 6 Yogyakarta yang telah memberi dukungan doa, semangat, cinta dan perhatian dalam berbagai bentuk selama penulis studi dan menyelesaikan skripsi ini.

  7. Sr. Kristina Men Nggoik, OSU yang telah membantu menyebarkan kuesioner dalam penelitian.

  

8. Para suster yunior Ordo Santa Ursula yang telah membantu dalam mengisi

kuesioner sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

  

9. Thomas Buntoro “Bebe” yang telah memberikan masukan berharga dalam

penyusunan skripsi ini

  

10. Teman-teman Program Studi Bimbingan dan Konseling angkatan 2002 yang

banyak memberikan bantuan dan dukungannya.

  

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang selama ini

dengan tulus hati telah memberikan bantuan dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

  Penulis

  DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ……………………………………………… i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………… ii HALAMAN PENGESAHAN ……………………………… iii HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………… iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……………………… v ABSTRAK …………..…………………………………………… vi ABSTRACT

  ……………………………………………………… vii KATA PENGANTAR …………………………………………… viii DAFTAR ISI ……………………………………………… x DAFTAR TABEL ……………………………………………… xiii DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………… xiv BAB

  I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah…………………………………

  1 B. Rumusan Masalah ………………………………………

  8 C. Tujuan Penelitian……………………………………………

  9 D. Manfaat Penelitian…………………………………………

  9 E. Batasan Istilah………………………………………………

  10 BAB II KAJIAN TEORI …………………………………………..

  12 A. Hakikat Kecerdasan Spiritual ……………………………

  12

  1. Pengertian Kecerdasan Spiritual……………………

  12

  2. Pentingnya Kecerdasan Spiritual……………………

  15

  3. Aspek-aspek Kecerdasan Spiritual…………………

  17

  4. Karakteristik Individu yang memiliki Kecerdasan Spiritual tinggi ………………

  31

  5. Faktor-Faktor Kecerdasan Spiritual ………………

  32 B. Gambaran Umum Suster Ordo Santa Ursula…………….

  37 1. Ordo Santa Ursula………………………………..

  37

2. Spiritualitas Ordo Santa Angela…………………

  

2. Pembahasan……………………………………

  2. Tahap Pelaksanaan…………………………………

  63 E. Teknik Analisis Data……………………………………

  63 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….

  64

  1. Hasil Penelitian…………………………………

  64

  65 BAB V USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN…………..

  1. Tahap Persiapan……………………………………

  72 BAB VI PENUTUP………………………………….…………

  77 A. Ringkasan ……………………………………………..

  77 B. Kesimpulan……………………………………………..

  79 C. Saran……. …………………………………………..

  80 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………..

  82

  62

  39 3. Program Pembinaan Yunior…………………….

  42 C. Pentingnya Pelayanan Bimbingan Yunior………………

  1. Alat Pengumpul Data. …………………………………

  47 D. Bimbingan Kelompok ……………………………………

  48 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……………………..

  49 A. Jenis Penelitian……………………………………………

  49 B. Subyek Penelitian…………………………………………

  49 C. Instrumen Penelitian………………………………………

  50

  50

  61 D. Prosedur Pengumpulan Data…………………………

  2. Uji Coba Alat…………………………………………

  55

  3. Validitas dan Reliabilitas……………………………

  56

  a. Validitas Instrumen…………………………………

  56

  b. Reliabilitas Instrumen …………………………

  62

  DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Kisi-Kisi Kuesioner Kecerdasan Spiritual ………

  51 Tabel 2 Rekapitulasi Hasil Analisis Validitas Kuesioner Uji Coba……………………………………………

  58 Tabel 3 Penggolongan Tingkat Kecerdasan Spiritual Suster Yunior Ordo Santa Ursula ………………

  64 Tabel 4 Usulan Topik-Topik Bimbingan Kelompok bagi Pembinaan suster Yunior Ordo Santa Ursula…

  73

DAFTAR LAMPIRAN

  Halaman Lampiran 1 Hasil Uji Analisis Validitas dan Reliabelitas SPSS (Statistical Programe for Social Science) Versi 12 for Windows ……………………

  84 Lampiran 2 Hasil Analisis Uji Validitas Item …………………

  88 Lampiran 3 Kuesioner Penelitian ………………………………

  91 Lampiran 4 Perolehan Skor Kecerdasan Spiritual suster Yunior Ordo Santa Ursula

tahun 2007/2008 …………………………………….

  97 Lampiran 5 Perhitungan untuk melihat Tingkat Kecerdasan Spiritual …………………… 101 Lampiran 6 Kualifikasi Tingkat Kecerdasan Spiritual Suster Yunior Ordo Santa Ursula tahun 2007/2008 …………………………………… 102

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada jaman ini menjalani hidup sebagai seorang religius tidak mudah. Hidup

  religius adalah hidup yang dibaktikan untuk mengabdikan diri demi kerajaan Tuhan dengan mengikrarkan nasihat-nasihat Injil. Seorang religius tergabung dalam salah satu tarekat (kelompok biara) tertentu. Cara hidupnya tertuju pada Tuhan dengan mengikrarkan nasihat-nasihat Injili dan disemangati oleh nilai-nilai pendiri tarekatnya. Para religius dipanggil memberi kesaksian hidup dalam menghayati kemiskinan, kemurnian dan ketaatan dalam hidup sehari-hari. Nilai kemiskinan adalah semangat Injil yang mengajak para religius untuk hidup dalam kesederhanaan. Kemurnian dihayati sebagai persembahan hati tak terbagi dan persembahan diri seutuhnya kepada Tuhan dengan mengikatkan diri seumur hidup kepada-Nya, sedangkan nilai ketaatan merupakan semangat untuk tidak mengikuti kehendak sendiri, melainkan percaya dan menyerahkan seluruh hidup kepada kehendak Tuhan.

  Kesaksian hidup di atas harus disadari oleh para religius secara terus menerus, terlebih menghadapi jaman ini yang sangat mengedepankan pandangan bahwa kesenangan dan kenikmatan adalah tujuan utama dalam hidup (hedonisme). Selain itu pandangan masyarakat modern yang menganggap barang-barang sebagai ukuran kebahagiaan dan kesenangan (konsumerisme) yang disertai gaya hidup sekular merupakan tawaran yang menarik. Gaya hidup dan pandangan-pandangan ini menggerus nilai-nilai moral dan agama sehingga mempengaruhi pola hidup dan perilaku masyarakat. Ada kecenderungan manusia untuk lebih mementingkan hal-hal yang duniawi sehingga mereka memberikan seluruh energi diri mereka untuk mengejar kekuasaan dan kekayaan. Ukuran keberhasilan seseorang diukur dari tingginya posisi jabatan dan banyaknya materi yang diperoleh. Jika para religius tidak mampu mengatasi dan terhanyut dalam arus jaman seperti yang telah digambarkan di atas, maka mereka akan kehilangan identitas sebagai orang yang terpanggil untuk memiliki Tuhan seutuhnya. Mereka akan terjerumus dalam hidup duniawi dan kehilangan orientasi hidup yang menuntunnya ke dalam panggilan hidup sebagai religius yang lebih bermakna.

  Di dalam mengatasi hambatan dalam mewujudkan cita-cita hidup religius tersebut para religius membutuhkan sikap yang matang, bijaksana, dan arif. Sikap yang matang, bijaksana, dan arif diperlukan untuk melihat mana yang sesuai atau tidak dengan hakikat hidup religius, sehingga tidak bertentangan dengan penghayatan nilai-nilai Injili dan spiritualitas ordo. Sikap yang matang, bijaksana, dan arif memerlukan proses terus-menerus. Proses ini dipengaruhi oleh kesadaran diri seseorang dalam menjalani hidupnya, juga oleh penghayatan hidupnya dengan Tuhan sebagai sumber kebijaksanaan dan kearifan tertinggi. Para religius harus terus- menerus berlatih menjaga kesadaran diri dan menjalin keakraban dengan Tuhan untuk memperoleh rahmat kebijaksanaan dan kearifan. Usaha itu tidak cukup hanya pada kesadaran diri dan relasi yang akrab dengan Tuhan saja tanpa diimbangi rasa bertanggung jawab menghidupi dan mewujudkan nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Jika para religius mampu menghidupi nilai-nilai tersebut, maka ia mencapai kepenuhan hidup (wholeness) sehingga hidupnya akan lebih bermakna (meaningful ).

  Tantangan yang dihadapi dan harapan yang ingin diwujudkan dalam mencapai kepenuhan hidup jelas membutuhkan rahmat Tuhan namun tidak cukup jika manusia tidak mengambangkan keterampilan dan kemampuan yang dimiliki oleh masing- masing pribadi. Sebagai manusia yang utuh, manusia memiliki dimensi akal budi, tubuh, dan jiwa. Dari masing-masing dimensi ini, memiliki kecerdasan yang bisa membantu manusia untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi dalam hidupnya. Akal budi merupakan wilayah kecerdasan yang disebut kecerdasan intelektual atau Intelligence Quotient (IQ), yang membantu manusia untuk berpikir secara rasional dan logis. IQ menjadi fakultas rasional dari manusia. Sedangkan tubuh atau fisik menjadi basis kecerdasan emosi atau Emotional Quotient (EQ), yang membantu manusia untuk lebih menyadari, mengenali, mengelola emosinya sehingga mampu mengolah emosinya secara lebih cerdas. Sedangkan dimensi jiwa memiliki wilayah kecerdasan yang disebut kecerdasan spiritual atau Spiritual Quotient (SQ), kecerdasan yang membantu manusia untuk menjadi lebih bijak, arif dan bahagia, sehingga mampu mencapai kepenuhan hidup.

  Jika melihat bentuk tantangan yang dihadapi, cita-cita yang ingin diwujudkan, dan potensi yang dimiliki manusia, maka dalam konteks hidup religius kecerdasan spiritual sangat dibutuhkan untuk membantu dan mengatasi masalah tersebut. Kecerdasan spiritual dianggap kecerdasan yang tertinggi (ultimate intellgence) yang dimiliki oleh manusia karena SQ mengefektifkan IQ dan EQ demi keseimbangan pertumbuhan pribadi. SQ membantu manusia untuk mencapai spiritual yang sehat dan kebahagiaan spiritual.

  Di dalam kehidupan religius, kecerdasan spiritual membantu untuk menilai apakah jalan hidup yang saat ini dijalaninya lebih bermakna atau tidak jika dibandingkan dengan jalan hidup yang lain, sehingga ia dapat menjalani pilihan hidupnya dengan penuh kesetiaan dan dedikasi. Kecerdasan spiritual membantu para religius untuk mampu bersikap independen terhadap lingkungan, sehingga tidak mudah hanyut dan terpengaruh dengan arus jaman yang menggerus nilai-nilai yang tengah diperjuangkan. Akar dari SQ adalah Tuhan maka yang diperjuangkan adalah nilai-nilai yang selaras dengan nilai-nilai kebaikan, kebenaran, dan keindahan sebagai wujud dari kehadiran Tuhan. Untuk menghidupkan SQ, manusia harus lebih peka dengan hati nurani dan penghayatan akan Tuhan sebagai sumber inspirasi dalam menemukan nilai-nilai. Hubungan manusia dengan Tuhan akan berdampak pada makna hidupnya serta nilai-nilai yang dijalani dalam relasinya dengan orang lain.

  Ciri-ciri orang yang cerdas secara spiritual atau tingkat spiritualnya tinggi antara lain memiliki kesadaran yang tinggi, artinya ia mampu mengenali diri dengan baik karena memiliki pengertian yang mendalam mengenai dirinya dan orang lain. Ia berpikir secara holistik atau menyeluruh, mampu melihat satu persoalan dalam berbagai sudut pandang. Ia dituntun oleh visi dan nilai dalam menjalani hidup sehingga mampu berpikir dan bertindak sesuai dengan visi dan nilai yang tengah diperjuangkan. Ia lebih peka secara spiritual akan realitas di sekitarnya yang pada akhirnya melahirkan nilai-nilai kebenaran, kebaikan, keindahan, kedamaian, dan kearifan.

  Mengaktifkan SQ berarti mengaktifkan dimensi spiritual manusia, yang menyadarkan manusia untuk tidak hanya mengejar dan mengukur keberhasilan hidup dari segi keuangan, kesuksesan, kepuasan kerja dan kenikmatan sesaat, tetapi berani membuka perspektif lebih luas dengan tidak mementingkan diri sendiri, lebih peduli kepada orang lain yang membutuhkan, menghargai, menghormati orang lain dan berbelas kasih.

  Ordo Santa Ursula (selanjutnya disebut OSU) merupakan salah satu bentuk atau kelompok dari hidup religius yang didirikan oleh Santa Angela Merici yang menghidupi spiritualitas Santa Angela, yaitu menampakkan kasih Tuhan dan kuasa Roh Kudus bagi dunia, mau menjadi utusan-Nya bagi sesama, dan mau hidup di dunia (Kons.OSU, 1984:Art. 1-19). Para suster OSU digerakkan oleh semangat spiritualitas cinta kasih ganda dan tunggal. Mereka harus selalu berusaha untuk bertindak demi cinta kasih ganda (cinta sesama) dan tunggal (cinta Tuhan) yang saling menjiwai. Rela memberikan diri secara utuh untuk mengabdi Tuhan dan kebahagiaan jiwa-jiwa. Spiritualitas ini mendorong mereka untuk menampakkan kasih Tuhan dan kuasa roh bagi dunia. Hal ini bisa dilakukan jika para suster sendiri penuh kasih dan penuh roh, mampu menghidupkan cinta Tuhan dalam dirinya dan membagi kepada sesama. Tanggung jawab untuk merealisasikan nilai-nilai tersebut mengandaikan para suster OSU telah sungguh-sungguh meresapi spiritualitas tersebut. Motivasi dalam meneruskan cita-cita pendiri akan menumbuhkan hidup panggilan para suster OSU menjadi semakin bermakna. Tanggung jawab dan motivasi untuk menghayati spiritualitas pendiri ditanamkan sejak para suster OSU menjalani masa pembinaan selama kurang lebih 8 tahun dan dilanjutkan dalam pembinaan diri seumur hidup sebagai suster OSU (on going formation).

  Masa pembinaan para suster OSU meliputi tahap-tahap, yaitu Postulan (1 tahun), Novis (2 tahun) dan Yunior (5 tahun). Untuk keperluan penelitian ini peneliti lebih memfokuskan pada masa pembinaan yunior. Pada tahap ini pembinaan yunior, diharapkan suster mampu mengembangkan keutuhan pribadinya yaitu aspek kognitif atau intelektual (IQ), aspek emosional atau afektif (EQ), aspek fisik dan aspek spiritual (SQ). Jika dilihat program-program pada tahap yunior tampak jelas bahwa isi dari program yunior tidak hanya mengembangkan intelektual saja tetapi juga mengembangkan kemampuan emosional dan spiritual. Berdasarkan pengalaman sebagai suster OSU, peneliti berpendapat bahwa meskipun ketiga kecerdasan tersebut diberi tempat untuk berkembang, namun aspek spiritual diberi porsi yang lebih besar dalam program pembinaan. Di dalam pembinaan suster yunior OSU, pengembangan dimensi spiritual (rohani) mendapat perhatian serius karena hal itu menjadi dasar profesionalitas sebagai seorang religius (Konst. OSU, 1984:Art. 127). Kehidupan spiritual yang baik akan membawa dampak dalam diri suster yunior, yaitu semakin mencintai ordo, bersikap dewasa, bijaksana, penuh cinta, merasa aman dan bahagia. Mereka mampu menghayati kaul-kaul mereka dengan penuh bakti dan cinta pada Tuhan ditengah-tengah dunia yang dikuasai semangat hedonisme, konsumerisme, materialime dan sekularisme. Mereka bisa memandang bahwa apa yang tengah dihidupinya sekarang ini lebih bermakna daripada cara hidup yang lain.

  Ia bertanggung jawab dan bermotivasi tinggi untuk merealisasikan nilai-nilai spiritualitas Santa Angela Merici. Kiranya itulah harapan yang ingin dicapai dari visi pembinaan para suster yunior.

  Namun dalam kenyataannya, mencapai hidup bahagia dalam panggilan sebagai suster OSU tidak mudah diwujudkan dalam hidup sehari-hari. Ada berbagai hambatan misalnya, masih ada beberapa suster yunior yang merasa tidak bahagia dan ragu-ragu dalam hidup panggilan meskipun ia sangat mencintai panggilannya sebagai suster OSU. Ia tidak bisa menampilkan diri apa adanya dalam komunitas, merasa cemas dan khawatir dalam hidup bersama karena takut penilaian orang lain atau sesama suster yang sudah senior. Suster yunior seringkali mengalami kesulitan dalam menyelaraskan antara kehendak sendiri dan keinginan Ordo. Dalam kaitan hidup berkomunitas ada beberapa suster yunior yang kesulitan dalam menyikapi perbedaan yang muncul dalam hidup bersama, dalam hidup pribadi mereka kurang memberi prioritas waktu untuk berdoa, berefleksi, merenung dan berkomunikasi dengan diri sendiri dan Tuhan.

  Melihat kesenjangan antara harapan dan impian, maka peneliti berpendapat bahwa program pembinaan para suster yunior perlu dilihat lagi terutama dalam mengembangkan aspek-aspek kecerdasan spiritual dalam aspek kesadaran diri, hubungan antar pribadi (kepedulian), kemampuan merayakan perbedaan dan keberanian untuk bersikap spontan (tampil secara otentik). Berdasarkan kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang dialami para suster yunior dalam kehidupan panggilannya, maka peneliti berpandangan bahwa pengembangan kecerdasan spiritual sangat perlu bagi perkembangan diri suster yunior. Oleh karena itu, pembimbing yunior perlu memberikan bimbingan yang dimaksudkan untuk mengembangkan kecerdasan spiritual para suster yunior.

  Menurut peneliti bahwa di dalam program pembinaan yunior, pengembangan spiritual bukan yang hal baru, tetapi mengenai teori kecerdasan spiritual belum dipahami dan diketahui secara mendalam baik oleh pembimbing yunior maupun oleh suster yunior, karena teori tentang SQ sendiri masih baru. Bisa jadi para suster yunior sebenarnya telah menghidupi kecerdasan spiritual, namun belum sadar bahwa mereka telah menghidupinya sehingga setelah mengetahuinya mereka lebih menyadari dan mempraktekannya demi perkembangan seluruh aspek diri mereka. Oleh karena itu layanan bimbingan yang berkaitan dengan SQ perlu dilakukan secara sungguh- sungguh dan optimal agar dapat memberikan sumbangan besar bagi kelangsungan hidup para suster yunior sebagai anggota OSU.

  Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti terdorong untuk melakukan penelitian mengenai deskripsi tingkat kecerdasan spiritual para suster yunior Ordo Santa Ursula tahun 2007/2008 dan hasil dari penelitian ini akan dipakai untuk menjadi acuan dalam menyusun topik-topik bimbingan yang diperlukan dalam pembinaan suster yunior.

B. Rumusan Masalah

  Di dalam penelitian ini pertanyaan yang akan dijawab adalah :

  1. Bagaimana tingkat kecerdasan spiritual (SQ) para suster yunior Ordo Santa Ursula tahun 2007/2008?

  2. Topik-topik bimbingan manakah yang sesuai bagi pembinaan dalam rangka meningkatkan kecerdasan spiritual para suster yunior Ordo Santa Ursula tahun 2007/2008? C.

   Tujuan Penelitian

  Sejalan dengan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah

  a. Mendeskripsikan tingkat kecerdasan spiritual para suster yunior Ordo Santa Ursula tahun 2007/2008.

  b. Menyusun suatu usulan topik-topik bimbingan yang sesuai untuk meningkatkan kecerdasan spiritual para suster yunior Ordo Santa Ursula tahun 2007/2008.

D. Manfaat Penelitian

  a. Teoritis Secara teoritis, penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang tingkat kecerdasan spiritual para suster yunior Ordo Santa Ursula tahun 2007/2008 sehingga bisa dipakai sebagai dasar penyusunan usulan topik-topik bimbingan kelompok.

  b. Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak

  1. Bagi Ordo Santa Ursula Memberikan gambaran kecerdasan spiritual (SQ) dalam diri para yunior OSU tahun 2007/2008 dan hal ini merupakan informasi untuk memberikan pembinaan lebih lanjut.

  2. Bagi Para Suster Yunior Ordo Santa Ursula Memberikan informasi mengenai tingkat kecerdasan spiritual yang mereka miliki dan sebagai bahan instropeksi diri dan mendorong mereka untuk lebih merefleksikan hidup panggilannya.

  3. Bagi Program Studi Bimbingan dan Konseling (BK) Di dalam mengembangkan pribadi yang utuh, mahasiswa program studi bimbingan dan konseling perlu mengetahui dan memahami mengenai kecerdasan spiritual, sehingga sebagai konselor atau guru BK kelak mereka dapat membantu para siswa atau klien untuk mencapai pribadi yang utuh.

  4. Bagi peneliti sendiri Mendapat wawasan baru khususnya tentang kecerdasan spiritual. Selama mempelajari topik kecerdasan spiritual ini peneliti diperkaya dan mendapat banyak masukan sebagai seorang religius yang terus menerus mengembangkan hidup rohani.

E. Batasan Istilah a. Deskripsi

  Deskripsi adalah pemaparan atau penggambaran sesuatu dengan kata-kata secara jelas dan terinci (Poerwodarminta, 2003:288)

b. Tingkat

  Tingkat dalam pengertian ini menunjuk pada susunan berlapis-lapis dari variabel-variabel yang diteliti (Tim Penyusun kamus, 1991).

  (dalam penelitian ini tingkat dikategorikan atas 5 tingkatan, yaitu Sangat Tinggi, Tinggi, Cukup, Rendah, Sangat Rendah) c.

   Kecerdasan Spiritual (SQ)

  Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kemampuan manusia dalam mengembangkan hal-hal rohani, yaitu memiliki kesadaran diri yang tinggi, bertindak spontan (cepat tanggap dan cekatan), berpandangan holistik, hidup terbimbing visi dan nilai, membingkai ulang pengalaman, berefleksi (kecenderungan untuk bertanya “mengapa”), mengambil manfaat dari kemalangan atau penderitaan, memiliki rasa keterpanggilan, kepedulian, merayakan keragaman, independensi terhadap lingkungan, dan rendah hati. Allah menjadi akar dan pusat dari kecerdasan spiritual.

  d. Ordo Santa Ursula Indonesia

  Persekutuan hidup religius wanita yang menghidupi spiritualitas Santa Angela Merici e.

   Suster Yunior Para suster OSU yang belum berkaul kekal (berkaul sementara).

  f. Usulan Topik-Topik Bimbingan

  Topik-topik bimbingan kelompok yang diusulkan bagi pembinaan suster yunior OSU yang disusun oleh peneliti berdasarkan item-item hasil penelitian yang menunjukkan skor rendah.

  g. Bimbingan Kelompok

  Bimbingan kelompok adalah bimbingan yang diberikan kepada lebih dari satu orang pada waktu yang bersamaan (Winkel, 1997:518)

BAB II KAJIAN TEORI Dalam bab ini memuat hakikat kecerdasan spiritual, suster Ordo Santa Ursula,

  pentingnya pelayanan bimbingan dalam pembinaan suster yunior dan bimbingan kelompok.

A. Hakikat Kecerdasan Spiritual 1. Pengertian Kecerdasan Spiritual

  Zohar-Marshal (2000:4) mendefinisikan bahwa kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai yang memungkinkan individu untuk menempatkan perilaku dan hidupnya dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya. Ia berpendapat bahwa kerangka tertinggi serta pemberi konteks tertinggi dari makna dan nilai adalah Tuhan sebagai pusat (centre) dari diri manusia (Zohar-Marshal, 2000:171).

  Menurut Lewin (2005:29-30) kecerdasan spiritual merupakan sebuah pendekatan yang bisa dilakukan seseorang ketika ia harus mengalami perubahan kesadaran menuju sebuah kesadaran baru. Perubahan keadaran yang bukan semata- mata cara baru untuk menata berbagai pengalaman lama atau suatu panggilan untuk menjalani serangkaian pengalaman baru, namun terlebih pada perubahan persepsi yang diperlukan untuk mengenali dan memahami getaran baru dalam kesadaran.

  Kesadaran baru ini memungkinkan seseorang dapat melihat dan mengetahui makna yang tersembunyi atas suatu peristiwa yang telah terjadi. Ketika orang mengalami suatu peristiwa seringkali pada saat pengalaman itu terjadi ia belum mampu melihat atau mengetahui apa arti di balik peristiwa yang ia alami. Ketika ia mau meluangkan waktu untuk berdiam diri dan menyadari keberadaannya dalam kejadian itu maka ia akan menemukan makna dalam peristiwa yang ia alami.

  Menurut Sinetar (2001:xv) kecerdasan spiritual merupakan kemampuan seseorang untuk menghidupkan kebenaran yang paling dalam. Itu berarti seseorang dapat mewujudkan hal yang terbaik, utuh dan paling manusiawi dari dalam batinnya. Gagasan, energi, nilai, visi, dorongan dan arah panggilan hidup mengalir dari dalam batinnya yang terolah dalam ketenangan dan keheningan. Sinetar (2001:12) menambahkan bahwa gagasan, energi, nilai, visi, dorongan dan arah panggilan hidup yang mengalir dari dalam batinnya adalah pemikiran yang terilhami. Kecerdasan spiritual diilhami oleh dorongan, efektivitas dan keberadaan hidup keilahian yang mempersatukan manusia sebagai bagian-bagiannya. Sinetar mengemukakan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan yang mendapat inspirasi, dorongan, dan efektifitas dari penghayatan manusia akan Tuhan atau theiss-ness (Nggermanto,2005:117).

  Kravitz ( www.Spiritualintelligence.com , 2 Maret 2002) berpendapat bahwa kecerdasan spiritual mengacu pada ketrampilan-ketrampilan, kemampuan- kemampuan dan perilaku-perilaku yang diperlukan untuk membangun dan memelihara hubungan dengan Allah sebagai pencipta. Hubungan antara manusia dengan Allah akan berdampak pada makna serta nilai-nilai kehidupan pribadinya dalam berelasi dengan orang lain.

  Buzan (2003:80) mengemukakan pendapatnya bahwa kecerdasan spiritual berkaitan dengan segala sesuatu yang lebih besar dan menyeluruh. Seseorang tidak lagi memikirkan kepentingan diri sendiri namun ia mau memikirkan kepentingan diri dalam kerangka kepentingan umum. Seseorang yang memiliki gambaran menyeluruh akan memiliki pengertian yang mendalam mengenai diri sendiri dan orang lain, penghargaan serta penghormatan kepada kemanusiaan dan berbelas kasih.

  Khavari (Sukidi, 2004:53) berpendapat kecerdasan spiritual adalah fakultas dari dimensi non material manusia (roh manusia). Ia menyoroti tentang kemungkinan manusia untuk menjadi lebih spiritual, artinya manusia tidak hanya mengejar dan mengukur keberhasilan hidupnya dengan uang, kesuksesan, kepuasan kerja, kenikmatan seks, dan seterusnya. Hal-hal yang material ini tidak sepenuhnya menjamin kebahagiaan seseorang. Kebahagiaan essensial dalam diri manusia terletak pada kehidupan spiritualnya bukan terletak pada sisi luar yang bersifat jasmani atau fisik.

  Dari pengertian-pengertian diatas peneliti menyimpulkan bahwa kecerdasan spiritual mengacu pada ketrampilan serta kemampuan individu dalam hal membangun perilaku-perilaku yang diperlukan untuk menumbuhkan, mengembangkan dan memelihara hubungannya dengan Allah serta menjadikan Allah sebagai kerangka dan konteks tertinggi dari makna juga nilai hidupnya. Makna dan nilai tertinggi bisa diraih oleh individu dalam kehidupannya jika ia telah merealisasikan nilai dan makna yang telah ia peroleh dari hubungannya dengan Allah dalam berelasi dengan sesama dan alam semesta.

2. Pentingnya Kecerdasan Spiritual

  Kecerdasan spiritual (SQ) sangat relevan bagi hidup para religius yang senantiasa menjalin hubungan dengan Tuhan secara intensif. Keheningan (silentium), doa (retret, rekoleksi dan tridium), membaca bacaan rohani, mendalami kitab suci, menghayati spiritualitas pendiri dan menjalankan konstitusi tarekat menjadi sarana untuk mengaktifkan SQ. Pemeriksaan batin yang dilakukan oleh mereka setiap hari menjadi kesempatan mengasah kepekaan akan realitas spiritual dalam lingkungannya dalam merasakan kehadiran Tuhan dalam seluruh dimensi kehidupannya.

  Sukidi (2004:68-76) menjelaskan bahwa kecerdasan spiritual menjadi penting dan relevan bagi pengembangan dimensi rohani individu sebagai berikut : a. Ada segi-segi kehidupan manusia yang tidak bisa diungkapkan atau dijelaskan dengan sudut pandang ilmu pengetahuan, tidak bisa diatasi dengan menggunakan akal pikiran atau Intelligence Quotient (IQ) atau diterima dengan rasa perasaan atau Emotional Quotient (EQ) yang dimiliki manusia.

  Segi-segi ini berkaitan dengan hakikat sejati manusia, makna hidup manusia, arti kehidupan manusia di dunia ini, bagaimana ia menjalani hidup secara benar dan seterusnya. Untuk menjelaskan segi-segi tersebut manusia membutuhkan Spiritual Quotient (SQ).

  b. Struktur Manusia Utuh adalah Pikiran (Mind), Tubuh (Body) dan Jiwa (Soul).

  Pikiran merupakan basis IQ, sedangkan tubuh menjadi dasar EQ. IQ mewakili dimensi akal budi atau pikiran sedangkan EQ mewakili dimensi emosi atau rasa perasaan manusia. IQ dan EQ tidak mencukupi untuk mencapai keutuhan manusia. Manusia bisa dikatakan utuh jika ia memiliki roh yang menjadi basis dasar SQ. Tubuh dan pikiran menjadi hidup karena ada roh. Roh menjadi faktor kunci untuk mencapai keutuhan manusia. Manusia tanpa SQ tidak akan bertumbuh dan berkembang secara utuh.

  c. SQ menjadikan manusia sehat secara spiritual. Seperti halnya IQ yang menjadikan manusia sehat secara pikiran-intelektual dan EQ yang menjadikan manusia sehat secara emosional, maka SQ menjadikan manusia sehat secara spiritual. Seseorang yang sehat secara spiritual adalah seseorang yang mampu memahami nilai-nilai mendasar yang dihayatinya misalnya kebaikan, keindahan, cinta dan kebenaran. Pemahaman seseorang mengenai nilai-nilai akan mendorongnya untuk merealisasikan nilai-nilai itu dalam hidup sehari- hari, dengan demikian ia dapat memaknai berbagai pengalaman secara spiritual. Ia memiliki pandangan yang lebih mendalam atas pengalamannya, dapat memberikan makna serta nilai tambah pada kondisinya sekarang. Ia dapat menggunakan SQ untuk menyembuhkan dirinya sendiri dari penderitaan, kemarahan dan kekecewaannya yang mendalam. Kesehatan spiritual tidak bisa diperoleh hanya dengan IQ dan EQ.

  d. SQ membimbing manusia memperoleh kedamaian spiritual. Kedamaian spiritual adalah kedamaian hakiki dalam hidup manusia. Ciri-ciri kedamaian spiritual adalah adanya perasaan aman (secure), damai (peace), penuh cinta (loved), dan bahagia (happy). Sedangkan ciri-ciri tidak damai secara spiritual adalah kebalikannya yaitu merasa tidak aman (insecure), tidak bahagia (unhappy) dan tidak ada cinta (unloved). e. SQ membantu manusia meraih kebahagiaan spiritual. Kebahagiaan spiritual adalah situasi dimana seseorang bisa membebaskan diri dari kecenderungan materialime dan hawa nafsu (bersikap lepas bebas). Materialisme tidak bisa menjadi pemenuhan makna yang sesungguhnya, karena semua itu tidak kekal dan abadi. Misalnya saja, ketika seseorang kehilangan harta benda atau kekuasaan ia merasa kehilangan seluruh kehidupannya sehingga bunuh diri atau melarikan diri ke hal-hal yang menyimpang dari nilai-nilai kebaikan dan kebenaran.

  f. SQ mengajarkan kearifan spiritual. Menjalani hidup secara arif, bijak dan spritual adalah bersikap jujur, adil, toleran, terbuka, penuh cinta dan kasih sayang terhadap sesama. Kearifan spiritual menghindarkan diri manusia dari sikap arogan, otoriter dan tamak, serta sikap yang tidak mau mendengar suara lain disekitarnya karena hanya mengandalkan pikirannya sendiri saja. Hanya dengan kearifan secara spiritual manusia dapat hidup lebih bermakna dan bijak, mampu menyikapi segala sesuatu secara lebih jernih dan benar sesuai hati nurani.

3. Aspek-aspek Kecerdasan Spiritual

  Kecerdasan spiritual (SQ) dalam diri manusia dapat berkembang, jika manusia mengisi ruang spiritualnya dengan hal-hal baik. Jika ruang spiritual itu dibiarkan kosong, maka hal-hal yang buruk akan mudah masuk dalam ruang tersebut dan membuat manusia menjadi bodoh secara spiritual.

  Keadaan individu yang bodoh secara spiritual antara lain ditandai dengan tidak memiliki pemahaman yang cerdas mengenai tujuan hidupnya sendiri yang dianggapnya penting, ambisius (dia harus mencapai sesuatu demi pencapaian itu sendiri), menganggap keinginannya adalah kebutuhannya dan memaksakan memiliki lebih banyak lagi dan sebagainya (Zohar-Marshal, 2000:250-258).

  Agar seseorang bisa cerdas secara spiritual maka di dalam SQ ada beberapa aspek yang bisa dikembangkan oleh seorang individu. Aspek-aspek kecerdasan spiritual adalah sebagai berikut (Zohar-Marshall, 2005:138-176): a.

   Kesadaran Diri Tinggi

  Kesadaran diri adalah salah satu kriteria tertinggi dari kecerdasan spiritual yang tinggi. Mengembangkan kesadaran diri yang lebih besar merupakan prioritas utama untuk meningkatkan SQ. Langkah pertama untuk memiliki kesadaran adalah menyadari, mengenal dan mengetahui tentang keberadaan diri sendiri dengan meningkatkan komunikasi dengan diri sendiri. Meditasi dan refleksi membantu seseorang untuk membangun kesadaran diri, sehingga ia mengetahui, menyadari dan meyakini nilai atau motivasi apa yang menggerakkan dia dalam bertindak atau berbuat sesuatu.

Dokumen yang terkait

Deskripsi tingkat kecerdasan emosional siswa kelas VII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun pelajaran 2014/2015 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan klasikal.

0 0 132

Deskripsi tingkat kemampuan mengelola emosi siswa kelas IX SMP Kanisius Pakem tahun ajaran 2015/2016 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan klasikal.

0 1 83

Deskripsi tingkat kepercayaan diri siswa kelas VIII SMP Maria Immaculata Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan klasikal.

0 0 93

Deskripsi tingkat penerimaan diri siswa kelas X SMA Budya Wacana Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan klasikal.

0 1 155

Deskripsi tingkat karakter tanggung jawab para calon religius peserta Kursus Bina Awal (KUBINA) Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan pribadi.

0 0 129

Deskripsi tingkat kepercayaan diri siswa-siswi kelas VIII SMP Negeri I Tepus Gunung Kidul Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan klasikal.

0 0 136

Deskripsi tingkat penerimaan sosial dalam kelompok teman sebaya dan implikasinya pada usulan topik-topik bimbingan pribadi-sosial pada siswa kelas XI SMA Santo Bernardus Pekalongan tahun ajaran 2006/2007 - USD Repository

0 0 132

Deskripsi tingkat konsep diri remaja kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2005/2006 dan implikasinya terhadap penyusunan topik-topik bimbingan kelompok - USD Repository

0 0 107

Deskripsi tingkat kecerdasan interpersonal siswa di asrama putra-putri SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan tahun ajaran 2006/2007 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan kelompok - USD Repository

0 0 147

Deskripsi tingkat kemampuan penyesuaian sosial remaja terhadap kelompok sebaya Panti Asuhan Wira Karya Tama Purworejo tahun 2007/2008 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan pribadi sosial - USD Repository

0 0 113