Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Desain Pembelajaran Tematik Integratif Berbasis Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Kelas 4 Sekolah Dasar

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Hakikat Desain Pembelajaran

2.1.1 Pengertian

Seperti dikatakan oleh Hokanson, Brad dan Gibbon, Andrew dalam Suparman (2014: 88), istilah desain berasal dari bahasa Latin designare yang mengandung arti menandari, menunjukkan, menjelaskan, merancang. Desain adalah suatu fokus dari banyak ide dan teori kontemporer dalam teknologi pendidikan.

Menurut Suparman (2014: 88), desain instruksional merupakan upaya perencanaan ke arah terwujudnya pelaksanaan kegiatan instruksional yang berkualitas, efektif, dan efesien dalam memfasilitasi proses belajar dan meningkatkan kinerja peserta didik.

Dalam konteks pembelajaran menurut Sanjaya (2010: 66), desain instruksional dapat diartikan sebagai proses yang sistematis untuk memecahkan persoalan pembelajaran melalui proses perencanaan bahan – bahan pembelajaran beserta aktivitas yang harus dilakukan, perencaan sumber – sumber pembelajaran yang dapat digunakan serta perencanaan evaluasi keberhasilan.

Sejalan dengan Gagne dalam Sanjaya ( 2010: 66), menjelaskan bahwa desain pembelajaran disusun untuk membantu proses belajar siswa, di mana proses belajar itu memiliki tahapan segera dan tahapan jangka panjang.

2.1.2 Kriteria Desain Pembelajaran

Menurut Sanjaya (2010: 68), desain instruksional yang baik harus memiliki beberapa kriteria di antaranya:

a) Berorientasi pada siswa Pada bagian terdahulu telah dijelaskan bahwa dalam sistem pembelajaran siswa merupakan komponen kunci dan harus dijadikan orientasi dalam mengembangkan perencaan dan mengembangkan desain pembelajaran.

b) Berpijak pada pendekatan sistem Sistem adalah satu kesatuan komponen yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan. Melalui pendekatan sistem, bukn saja dapat diprediksi keberhasilannya, akan tetapi juga akan terhindar dari ketidakpastian. Hal ini disebabkan melalui pendekatan sistem dari awal sudah diantisipasi berbagai kendala yang mungkin dapat menghambat terhadap pencapaian tujuan. Atas dasar itulah, maka pendekatan sistem dalam desain instruksional merupakan pendekatan ideal yang dapat dilakukan oleh para desainer pembelajaran.

c) Teruji secara empiris Sebelum digunakan, sebuah desain instruksional harus teruji dahulu efektivitas dan efisiensinya secara empiris. Melalui pengujian secara empiris dapat dilihat berbagai kelemahan dan berbagai kendala yang mungkin muncul sehingga jauh sebelumnya dapat diantisipasi. Selain itu, melalui pengkajian secara ilmiah dapat meyakinkan para pengemba pembelajaran untuk menggunakannya.

2.1.3 Langkah – Langkah dalam Mendesain Pembelajaran

Adapun langkah – langkah dalam model desain instruksional menurut Suparman (2014: 131) ada tiga tahap yaitu tahap pertama adalah tahap mengidentifikasi, mengembangkan, serta mengevaluasi dan merevisi. Berikut penjelasan masing – masing tahap:

a) Tahap mengidentifikasi

1. Mengidentifikasi kebutuhan instruksional dan menulis tujuan instruksional umum.

Langkah mengidentifikasi kebutuhan ini adalah suatu proses untuk: a) menentukan kesenjangan penampilan peserta didik yang disebabkan kekurangan pendidikan dan pe;atihan pada masa lalu; b) mengidentifikasi bentuk kegiatan instruksional yang paling cepat; dan c) menentukan popoulasi sasaran yang dpat mengikuti kegiatan instruksional tersebut untuk mengetahui jumlah peserta didik yang potensial karena Langkah mengidentifikasi kebutuhan ini adalah suatu proses untuk: a) menentukan kesenjangan penampilan peserta didik yang disebabkan kekurangan pendidikan dan pe;atihan pada masa lalu; b) mengidentifikasi bentuk kegiatan instruksional yang paling cepat; dan c) menentukan popoulasi sasaran yang dpat mengikuti kegiatan instruksional tersebut untuk mengetahui jumlah peserta didik yang potensial karena

Tujuan instruksional dalam kawasan mana pun harus dirumuskan dalam kalimat dengan kata kerja dan operasional, serta yang menunjukkan kegiatan yang dapat dilihat. Kalimat peserta didik akan dapat menjelaskan atau menguraikan sesuatu misalnya, lebih tepat digunakan dari pada peserta didik dapat mengerti, memahami, atau mengetahui sesuatu.

2. Melakukan analisis instruksional Analisis instruksional proses menjabarkan kompetensi umum menjadi subkompetensi, kompetensi dasar atau kompetensi khusu yang tersusun secara logis dan sistematik. Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk mengidentifikasi daftar subkompetensi dan menyusun hubungan antara yang satu dengan yang lain menuju kompetensi umum. Dari susunan tersbut, jelaslah kedudukan subkompetensi yang perlu dicapi dahulu dari yan lain karena berbagai hal seperti: kedudukannya sebagai subkompetensi prasyarat, subkompetensi yang diperlukan untuk mencapai subkompetensi yang hierarkinya lebih tinggi, subkompempetensi yang menurut urutan gerakan fisik berlangsung lebih dahulu, subkompetensi yang mnurut proses psikologis muncul lebih dahulu atau secara kronologis terjadi lebih awal.

Dengan melakukan analisis instruksional, akan tergambar sususnan subkompetensi dari yang paling awal hingga yang Dengan melakukan analisis instruksional, akan tergambar sususnan subkompetensi dari yang paling awal hingga yang

3. Mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal peserta didik Mengidentifikasi perilaku awal siswa dimaksudkan untuk mengetahui siapa kelompok sasaran, populasi sasaran, serta sasaran didik dari kegiatan instruksional. Istilah tersebut digunakan untuk menanyakan siswa yang mana atau siswa sekolah apa, serta sejauh mana pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka miliki sehingga dapat mengikuti pelajaran tersebut.

Langkah selanjutnya mengidentifikasi karakteristik siswa yang

keperluan pengembangan instruksional. Informasi yang dikumpulkan terbatas kepada karakteristik siswa yang ada manfaatnya dalam proses pengembangan instruksional. Misalnya minat siswa, kemampuan siswa dalam membaca bahasa asing, atau informasi lain yang berhubungan dengan pengembangan instruksional

berhubungan dengan

b) Tahap mengembangkan

1. Menulis tujuan instruksional khusus Tujuan Instruksional Khusus (TIK) merupakan terjemahan dari specific instructed objective. Literature asing menyebutnya pula sebagai objective, atau enabling objective untuk membedakannya dari general instructional objective, goal, atau terminal objective. Dalam program Applied Approach (AA) yang telah digunakan di perguruan tinggi di seluruh Indonesia 1. Menulis tujuan instruksional khusus Tujuan Instruksional Khusus (TIK) merupakan terjemahan dari specific instructed objective. Literature asing menyebutnya pula sebagai objective, atau enabling objective untuk membedakannya dari general instructional objective, goal, atau terminal objective. Dalam program Applied Approach (AA) yang telah digunakan di perguruan tinggi di seluruh Indonesia

Perumusan TIK secara pasti, artinya TIK tersebut mengandung satu pengertian, atau tidak mungkin ditafsirkan ke dalam pengertian yang lain. Untuk itu, TIK dirumuskan dalam bentuk kata kerja yang dapat dilihat oleh mata (observable). Tujuan instruksional khusus merupakan satu – satunya dasar dalam menyusun kisi – kisi dan alat untuk menguji validitas isi tes. Dalam menentukan isi pelajaran yang akan diajarkan, pendesain instruksional merumuskannya berdasarkan kompetensi dasar yang ada dalam TIK. Dengan perkataan lain, isi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan apa yang akan dicapai.

TIK harus mengandung unsur – unsur yang dapat memberikan petunjuk kepada penyusun tes agar ia dapat mengembangkan tes yang benar – benar dapat mengukur perilaku yang terdapat di dalamnya, unsur – unsur itu dikenal dengan ABCD yang berasal dar empat kata sebagai berikut: A = Audience, B = Behavior, C = Condition, dan D = Degree. Audience adalah peserta didik yang akan belajar, Behavior adalah perilaku yang spesifik yang akan dimunculkan oleh peserta didik setelah selesai proses belajarnya dalam pelajaran tersebut, Condition adalah kondisi, berarti batasan yang diknakan kepada peserta didik atau alat yang digunakan peserta didik pada saat ia dites, dan Degree adalah tingkat keberhasilan peserta didik dalam mencapai perilaku tersebut.

2. Menyusun alat penilaian hasil belajar Alat penilaian yang dikembangkan oleh pendesain instruksional adalah alat penilaian acuan patokan, karena dimaksudkan untuk mengukur tingkat penguasaan setiap peserta didik terhadap kompetensi yang tercantum dalm tujuan instruksional. Untuk menyusun alat penilaian seperti itu, 2. Menyusun alat penilaian hasil belajar Alat penilaian yang dikembangkan oleh pendesain instruksional adalah alat penilaian acuan patokan, karena dimaksudkan untuk mengukur tingkat penguasaan setiap peserta didik terhadap kompetensi yang tercantum dalm tujuan instruksional. Untuk menyusun alat penilaian seperti itu,

a. Langkah pertama: menentukan maksud penilaian Alat penilaian yang akan dibuat oleh pendesain instruksional akan digunakan untuk dua maksud utama sebagai berikut.

i) Memberikan umpan balik bagi peserta didik tentang hasil belajar peserta didik dalam setiap tahap proses belajarnya.

ii) Menilai efektivitas sistem instruksional secara

keseluruhan.

b. Langkah kedua, membuat tabel spesifikasi yang biasa disebut dengan kisi – kisi tes (test blue print) untuk butir 1a dan 1b tersebut di atas. Kisi – kisi tes yang paling sederhana terdiri dari empat kolom, yaitu: daftar kompetensi, bobot kompetensi, presentase jenis tes, dan jumlah butir soal.

3. Menyusun strategi instruksional Penysunan strategi instruksional haruslah didasarkan ata tujuan instruksional yang akan dicapai sebagai kriteria utama. Di samping itu, penyusunan tersebut didasarkan pula tas pertimbangan lain, yaitu hambatan yang mungkin dihadapi pengembang instruksional atau pengajar, seperti waktu, biaya, dan fasilitas.

4. Mengembangkan bahan instruksional Pemilihan format media dalam pembelajaran virtual kadang-kadang tidak sesuai dalam pratek, walaupun secara teori telah dilakukan dengan benar. Untuk itu diperlukan kompromi untuk mendapatkan produk pembelajaran yang sesuai dengan lingkungan belajar.

Tahapan yang akan dicapai dalam mengembangkan bahan instruksional adalah sebagai berikut: a) menjelaskan faktor yang mungkin menyebabkan perbaikan dalam pemilihan media dan Tahapan yang akan dicapai dalam mengembangkan bahan instruksional adalah sebagai berikut: a) menjelaskan faktor yang mungkin menyebabkan perbaikan dalam pemilihan media dan

b) menjelaskan dan menyebutkan paket dalam komponen instruksional; c) menjelaskan peran desainer dalam pengembangan materi dan penyampaian kegiatan instruksional;

d) menjelaskan prosedur untuk mengembangkan bahan instruksional yang sesuai dengan strategi instruksional; e) membuat bahan instruksional berdasarkan strategi instruksional.

c) Tahap mengevaluasi dan revisi

1. Menyusun desain dan melaksanakan evaluasi formatif Evaluasi formatif dapat didefinisikan sebagai proses menyediakan, menganalisis, dan menggunakan data dan informasi untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan dalam rangka meningkatkan kualitas produk atau program instruksional.

Penggunaan evaluasi formatif ini dimaksudkan untuk mendapatkan umpan balik dari para pakar, peserta didik, pengajar, dan sumber lain yang relevan tentang apa dan bagaimana merevisi produk instruksional sebelum digunakan dalam kegiatan instruksional sesungguhnya.

Dalam bentuk bagan, keempat langkah evaluasi formatif dan revisi itu dapat digambarkan sebagai berikut ini.

Bagan 2.1 Langkah evaluasi formatif dan revisi

2.2 Hakikat Pembelajaran Tematik Integratif

2.2.1 Pengertian

Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada murid. Menurut Majid & Rochman (2014: 106), pembelajaran tematik merupakan salah satu model pembelajaran terpadu (integrated instruction) yang merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individu maupun kelompok aktif menggali dan menemukan konsep serta prinsip – prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan otentik.

Mamat SB, dkk dalam Prastowo (2014: 54), memaknai pembelajaran teamtik merupakan pembelajaran terpadu, dengan mengelola pembelajaran yang mengintegrasikan materi dari beberapa mata pelajaran dalam satu topik pembicaraan yang disebut tema. Menurut Trianto (2010: 78), pembelajaran tematik dimaknai sebagai pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema – tema tertentu. Dalam pembahasannya tema itu ditinjau dari berbagai mata pelajaran.

Majid (2014: 85), juga berpendapat lagi bahwa pembelajaran tematik merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Dengan adanya pemaduan itu peserta didik akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pelajaran jadi bermakna, yaitu peserta didik akan dapat memahami konsep – konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan nyata yang menghubungkan antar konsep dalam intra maupun antar mata pelajaran.

2.2.2 Prinsip – prinsip Pembelajaran Tematik Integratif

Menurut Majid & Rochman (2014: 110), beberapa prinsip yang berkenaan dengan pembelajaran tematik integratif sebagai berikut:

1. Pembelajaran tematik integratif memiliki satu tema yang aktual, dekat dengan dunia siswa dan ada dalam dikehidupan sehari – hari.

Tema ini menjadi alat pemersatu materi yang beragam dari beberapa mata pelajaran.

2. Pembelajaran tematik integratif perlu memilih materi beberapa mata pelajaran yang mungkin saling terkait. Dengan demikian, materi – materi yang dipilih dapat mengungkapkan tema secara bermakna. Mungkin terjadi, ada materi pengayaan horizontal dalam bentuk contoh aplikasi yang tidak termuat dalam standar isi. Tetap ingat, penyajian materi pengayaan seperti ini perlu dibatasi dengan mengacu pada tujuan pembelajaran.

3. Pembelajaran tematik integratif tidak boleh bertentangan dengan tujuan kurikulum yang berlaku tetapi sebaliknya pembelajaran tematik integratif harus mendukung pencapain tujuan utuh kegiatan pembelajaran yang termuat dalam kurikulum.

4. Materi pembelajaran yang dapat dipadukan dalam satu tema selalu mempertimbangkan karakteristik siswa seperti minat, kemampuan, kebutuhan, dan pengetahuan awal.

5. Materi pembelajaran yang dipadukan tidak terlalu dipaksakan, artinya, materi yang tidak mungkin dipadukan tidak usah dipadukan.

2.2.3 Karakteristik Pembelajaran Tematik Integratif

Menurut Majid & Rochman (2014: 111), sebagai model pembelajaran sekolah dasar, pembelajaran tematik memiliki karakteristik – karakteristik sebagai berikut:

a) Berpusat pada siswa Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar, sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan – kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.

b) Memberikan pengalaman langsung Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langung kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa diharapkan pada sesuatu yang nyata (konkret) sebgai dasar untuk memahami hal – hal yang lebih abstrak.

c) Pemisah mata pelajaran tidak begitu jelas Dalam pembelajaran tematik pemisah antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema – tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.

d) Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran Pembelajaran tematik menyajikan konse – konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa mampu memahami konsep – konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah – masalah yang dihadapi dalamkehidupan sehari – hari.

e) Bersifat fleksibel Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel), di mana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari suatu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.

f) Menggunakan prinsip belajar sambil belajar dan menyenangkan

2.2.4 Rambu – rambu Pembelajaran Tematik Integratif

Menurut Majid & Rochman (2014: 112), rambu – rambu pembelajaran tematik adalah sebagai berikut:

a) Tidak semua mata pelajaran harus disatukan.

b) Dimungkinkan terjadi penggabungan kompetensi dasar lintas semester.

c) Kompetensi dasar yang tidak dapat dipadukan, tidak harus dipadukan.

d) Kompetensi yang tidak dapat diintegrasikan dibelajarkan secara tersendiri.

e) Kompetensi dasar yang tidak tercakup pada tema tertentu harus tetap diajarkan baik melalui tema lain maupun disajikan secara tersendiri.

f) Kegiatan pembelajaran ditekankan pada kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, serta pemahaman nilai – nilai moral.

g) Tema – tema yang dipilih disesuaikan dengan kerakteristik siswa, lingkungan dan daerah setempat.

2.2.5 Kekuatan dan keterbatasan Pembelajaran Tematik Integratif

Menurut Majid & Rochman (2014: 114), pembelajaran integratif memiliki kelebihan dibandingkan dengan pendekatan konvensional, yaitu:

a) Pengalaman dan kegiatan peserta didik akan selalu relevan dengan tingkat perkembangan anak.

b) Kegiatan yang dipilih dapat disesuaikan dengan minat dan kebutuhan peserta didik.

c) Seluruh kegiatan belajara lebih bermakna bagi peserta didik

sehingga hasil belajar akan dapat lebih bertahan lama.

d) Pembelajaran integratif menumbuhkembangkan keterampilan berpikir dan sosial peserta didik.

e) Pembelajaranintegratif menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis dengan permasalahan yang sering ditemui dalam kehidupan/ lingkungan riil peserta didik.

f) Jika pembelajaran integratif di rancang bersama, dapat meningkatkan kerja sama antarguru bidang kajian terkait, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, peserta didik/guru dengan narasumber, sehingga belajar lebih menyenangkan, belajar dalamsituasi nyata, dan dalamkonteks yang lebih bermakna.

Selain itu pula, pembelajaran tematik memiliki kelebihan dan arti penting menurut Majid dan Rochman (2014: 115), yaitu:

a) Menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan anak didik

b) Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak didik.

c) Hasil belajar dapar bertahan lama, karena lebih berkesan dan bermakna

d) Mengembangkan keterampilan berpikir anak didik sesuai dengan persoalan yang dihadapi

e) Menumbuhkan keterampilan sosial melalui kerja sama

f) Memiliki sikap toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain

g) Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan yang dihadapi dalam lingkungan anak didik Puskur, Balitbang Diknas dalam Majid dan Rochman (2014: 115), mengidentifikasi beberapa keterbatasan pembelajaran integratif ditinjau dari beberapa aspek, yaitu sebagai berikut:

a) Aspek guru Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi, keterampilan metodologis yang andal, rasa percaya diri yang tinggi, dan berani mengemas dan mengembangkan materi. Secara akademik,guru dituntut untuk terus menggali informasi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan dan banyak membaca buku agar penguasaan bahan ajar tidak tefokus pada bidang kajian tertentu saja.

b) Aspek peserta didik Pembelajaran integratif menuntut kemampuan belajar peserta didik yang relatif “baik”, baik dalam kemampuan

akademik maupun kreativitasnya. Hal ini terjadi karena model pembelajaran integratif menekankan pada kemampuan analitis (mengurai), kemampuan asosiatif (menghubungkan), kemampuan akademik maupun kreativitasnya. Hal ini terjadi karena model pembelajaran integratif menekankan pada kemampuan analitis (mengurai), kemampuan asosiatif (menghubungkan), kemampuan

c) Aspek sarana dan sumber pembelajaran Pembelajaran integratif memerlukan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi, mungkin juga fasilitas internet. Semua ini akan menunjang, memperkaya, dan mempermudah pengembangan wawasan. Bila sarana ini tidak dipenuhi, maka penerapan pembelajaran integratif juga akan terhambat.

d) Aspek kurikulum Kurikulum harus luwes, berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman peserta didik (bukan pada pencapaian target penyampaian materi). Guru perlu diberi kewenangan dalam mengembangkan materi, metode, penilaian keberhasilan pembelajaran peserta didik.

e) Aspek penilaian Pembelajaran integratif membutuhkan cara penilaian yang menyeluruh (komprehensif), yaitu menetapkan keberhasilan belajar peserta didik dari beberapa bidang kajian terkait yang dipadukan. Dalam kaitan ini,guru selain dituntut untuk menyediakan teknik dan prosedur pelaksanaanpenilaian dan pengukuran yang komprehensif, juga dituntut untuk berkoordinasi dengan guru lain, bila materi pelajaran berasal dari guru yang berbeda.

2.2.6 Manfaat Pembelajaran Tematik Integratif

Menurut Majid dan Rochman (2014: 113) manfaat penerapan pembelajaran tematik terpadu dalam proses pembelajaran sebagai berikut:

a) Suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan. Suasana kelas memungkinkan semua orang yang ada di dalamnya memiliki rasa mau menanggung risiko bersama. Misalnya, menanggapi a) Suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan. Suasana kelas memungkinkan semua orang yang ada di dalamnya memiliki rasa mau menanggung risiko bersama. Misalnya, menanggapi

b) Menggunakan kelompok untuk bekerja sama, berkolaborasi, belajar berkelompok, dan memecahkan konflik, sehingga mendorong peserta didik untuk memecahkan masalah sosial dengan saling menghargai.

c) Mengoptimasi lingkungan belajar sebagai kunci dalam menciptakan kelas yang ramah otak (brain friendly classroom). Aktivitas belajar melibatkan subjek belajar secara langsung, mengoptimalkan semua sumber belajar, dan memberi peluang peserta didik untuk mengeksplorasi materi secara lebih luas.

d) Peserta didik secara cepat dan tepat waktu mampu memproses informasi. Proses itu tidak hanya menyentuh dimensi kuantitas, namun juga kualitas dalam mengeksplorasi konsep-konsep baru dan membantu peserta didik siap mengembangkan pengetahuan.

e) Proses pembelajaran di kelas memungkinkan peserta didik berada dalam format ramah otak.

f) Materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru dapat diaplikasijan langsung oleh peserta didik dalam konteks kehidupannya sehari-hari.

g) Peserta didik yang relatif mengalami keterlambatan untuk menuntaskan program belajar memungkinkan mengejar ketertinggalannya, dengan dibantu oleh guru melalui pemberian bimbingan khusus dan penerapan prinsip belajar tuntas.

h) Program pembelajaran yang bersifat ramah otak memungkinkan guru untuk mewujudkan ketuntasan belajar dengan menerapkan variasi cara penilaian.

2.2.7 Tahapan Pembelajaran Tematik Integratif

Menurut Majid (2014: 95), langkah guru yang akan membelajarkan materi dengan menggunakan pendekatan tematik integratif antara lain sebagai berikut.

a) Rasional Keberhasilan pembelajaran tematik integratif sangat ditentukan oleh seberapa jauh pembelajaran terpadu direncanakan dan dikemas sesuai dengan kondisi peserta didik: minat, bakat, kebutuhan, dan kemampuan. Karena topik dan konsep yang ada adalam silbaus sudah ditata atas pertimbangan ini, guru cukup mengkaji topik/konsep dalam satu tema pemersatu, kemudian memilih tema yang aktual dan dalam wilayah pengalaman siswa.

Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik, perlu dilakukan beberapa hal yang meliputi tahap perencanaan yang mencakup kegiatan pemetaan kompetensi dasar, pengembangan jaringan tema, pengembangan silabus, dan penyususnan rencana pelaksanaan pembelajaran.

b) Pemetaan Kompetensi Dasar Kegiatan pemetaan ini dilaukan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh dan utuh semua standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator dari berbagai mata pelajaran yang dipadukan dalam tema yang dipilih.

Dalam melakukan pemetaan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu sebagai berikut:

1) Mempelajarai kompetensi inti dan kompetensi dasar yang terdapat dalam masing – masing mata pelajaran, dilanjutkan dengan mengidentifikasi komptensi dasar dari beberapa mata pelajaran yang dipadukan. Setelah itu melakukan penetapan tema pemersatu.

2) Menetapkan terlebih dahulu tema – tema pengikat keterpaduan dilanjutkan dengan mengidentifikasi kompetensi dasar dari beberapa mata pelajaran yang cocok dengan tema yang ada.

c) Menentukan Tema Menurut Forganty & Hesty dalam (Majid: 2014: 99), pembelajaran tematik merupakan model pembelajaran yang pengembangannya dimulai dengan menetukan topik tertentu sebagai tema atau topik sentral. Setelah tema ditetapkan, selanjutnya tema itu dijadikan dasar untuk menentukan dasar sub

– sub tema dari bidang studi lain yang terkait. Menurut Depdiknas dalam Majid (2014: 99), tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan. Selanjutnya menurut Kunandar dalam Majid (2014: 99), tema merupakan alat atau wadah untuk mengedepankan berbagai konsep kepada anak didik secara utuh.

1) Cara penentuan tema Penentuan tema dapat dilakukan oleh guru melalui tema konseptual yang umum tetapi produktif, dapat pula ditetapkan dengan mengasosiasi antara guru dengan siswa, atau dengan cara berdiskusi sesama siswa. Menurut Alwasilah dalam Majid (2014: 100), menyebutkan bahwa tema dapat diambil dari konsep atau pokok bahasan yang ada di sekitar lingkungan siswa. Oleh karena itu, tema dapat dikembangkan berdasarkan minat dan kebutuhan siswa yang bergerak dari lingkungan terdekat siswa, kemudian beranjak ke lingkungan terjauh siswa. Berikut ini ilustrasi yang diberikan dalam penentuan tema.

Gambar 2.1 Pengembangan Tema

Berikut ini beberapa syarat yang harus diperhatikan dalam menentukan tema yang akan dijadikan payung, yaitu:

a. Bersifat “fertil”, artinya tema tersebut memiliki kemungkinan keterkaitan yang kaya dengan konsep lain. Tema bersifat “fertil” ini biasanya berupa pola atau siklus.

b. Tema sebaiknya dikenal oleh siswa atau bersifat familier, sehingga siswa dapat dengan mudah menemukan kebermaknaan dari hubungan antar – konsepnya.

c. Tema memungkinkan untuk dilakukannya eksplorasi dari objek atau kejadian nyata dan dekat dengan lingkungan keseharian siswa sehingga pengembangan pengetahuan dana keterampilan dapat dilakukan. Selain itu juga, tema yang diambil dari dunia nyata memungkinkan siswa melakukan penerapan konsep serta memperoleh pengalaman nyata.

Setelah tema tersebut disepakati, dikembangkan sub – sub tema dengan memperhatikan kaitannya dengan bidang – bidang setudi. Menurut BSNP dalam Majid (2014: 101), setelah ditemukan tema yang berfungsi sebagai pemersatu atau payung antar bidang studi yang dipadukan, dilakukan pemetaan dengan membagi habis semua kompetensi dasar dan indikator berdasarkan hasil analisis terhadap kompetensi Setelah tema tersebut disepakati, dikembangkan sub – sub tema dengan memperhatikan kaitannya dengan bidang – bidang setudi. Menurut BSNP dalam Majid (2014: 101), setelah ditemukan tema yang berfungsi sebagai pemersatu atau payung antar bidang studi yang dipadukan, dilakukan pemetaan dengan membagi habis semua kompetensi dasar dan indikator berdasarkan hasil analisis terhadap kompetensi

Dalam menetukan tema yang bermakna, kita harus memperhatikan

mempertimbangkan pemikiran konseptual, pengembangan keterampilan dan sikap, sumber belajar, hasil belajar yang terukur dan terbukti, kesinambungan tema, kebutuhan siswa, keseimbangan pemilihan tema, serta aksi nyata, antara lain:

dan

a. Pemikiran konseptual, tema yang baik tidak hanya memberikan fakta – fakta kepada siswa. Tema yang baik bisa mengajak siswa untuk menggunakan keterampilan berpikir yang lebih tinggi.

b. Pengembangan keterampilan dan sikap, apakah tema yang

sudah

disepakati bisa

mengembangkan

keterampilan siswa.

c. Kesinambungan tema. Kath Murdock (1998) dalam bukunya

Connection-Strategies for Integrated Learning menjelaskan bahwa tema yang baik bisa mengakomodasi pengetahuan awal yang dimiliki siswa sebelum belajar tentang sesuatu yang baru.

Classroom

d. Materi Belajar Utama dan Tambahan. Materi dan sumber pembelajaran tematik biasa kita bagi menjadi dua sumber dan materi, yaitu utama dan tambahan.

e. Terukur dan Terbukti. Guru juga perlu memperhatikan hasil pembelajaran apa yang akan siswa capai dalam pembelajaran temarik.

f. Kebutuhan Siswa. Dalam memilih tema, guru perlu memperhatikan kebutuhan siswa apakah tema yang kita pilih bisa menjawab kebutuhan siswa.

g. Keseimbangan Pemilihan Tema. Pembelajaran yang cocok dengan pembelajaran terpadu adalah pembelajaran tematik. Dalam satu tahun pembelajaran biasanya siswa bisa mempelajari 5 -6 tema. Para guru hendaknya bisa memilih tema yang bisa mengakomodasi mata pelajaran bahasa, ilmu sosial, lingkungan, kesehatan, dan sains saja, tetapi tema – tema lain bervariasi.

h. Aksi Nyata. Pembelajaran tematik hendaknya tidak hanya mengembangkan pengetahuan dan sikap siswa, tetapi juga bisa membimbing siswa untuk melakukan aksi yang bermanfaat.

2) Prinsip penentuan tema Dalam menetapkan tema perlu memperhatikan beberapa prinsip yaitu:

a. Memperhatikan lingkungan yang terdekat dengan siswa

b. Dari mana yang termudah menuju yang sulit

c. Dari yang sederhana menuju ke yang kompleks

d. Dari yang konkret menuju ke yang abstrak

e. Tema yang dipilih harus memungkinkan terjadinya proses berpikir pada diri siswa

f. Ruang lingkup tema disesuaikan dengan usia dan perkembangan siswa, termasuk minat, kebutuhan, dan kemampuannya.

3) Daftar tema Tema – tema di kelas 4 Sekolah Dasar

a. Indahnya Kebersamaan

b. Selalu Berhemat Energi

c. Peduli Makhluk Hidup

d. Berbagai Pekerjaan

e. Pahlawanku

f. Indahnya Negeriku

g. Cita – Citaku g. Cita – Citaku

i. Makanan Sehat dan Bergizi

d) Keterhubungan Tema ke dalam KD dan Indikator Pemetaan keterhubungan tema dengan KD dan Indikator dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi tema – tema yang digunakan sebagaipengikat keterpaduan berbagai mata pelajaran

2. Memetakan semua mata pelajaran yang diajarkan di kelas. Karena matapelajaran tematik adalah keterpaduan berbagai mata pelajaran yang diikat dengan tema, dalampemetaan tema harus dimulai dengan pemetaan matapelajaran yang diajarkan di kelas.

3. Mengidentifikasi Komptensi dasar setiap mata pelajaran yang diajarkan di kelas.

4. Menjabarkan Kompetensi Dasar kedalam Indikator.

5. Menganalisis keterhubungan tema – tema dengan Kompetensi Dasar dan indikator dari semua mata pelajaran yang diajarkan di kelas. Analisis keterhubungan tema - tema dengan KD dan indikator,seperti format berikut:

Tabel 2.1 Pemetaan Keterhubungan KD dan Indikator

ke dalam Tema

Tema Mata

Peduli Terhadap Pelajaran Makhluk Hidup

Kompetensi Dasar

Indikator

PPKn 3.2 Memahami pelaksanaan kewajiban

Subtema 1 Hewan dan hak sebagai masyarakat

Menjelaskan

dan Tumbuhan di dalamkehidupan sehari - hari

pentingnya

melaksanakan hak Lingkungan

dan kewajiban

Rumahku secara seimbang ketika memanfaatkan tumbuhan Menyusun rencana

4.2 Melaksanakan kewajiban dan hak

melaksanakan

sebagai warga masyarakat kewajiban terhadap dalamkehidupan sehari – hari

tumbuhan yang dipelihara Menyusun daftar

3.3 Bahasa

Menggali informasi dari seorang pertanyaan untuk

tokoh melalui wawancara Indonesia menggunakan daftar pertanyaan

persiapan

Mengidentifikasi karakteristik

3.1 Mengidentifikasi karakteristik ruang dataran tinggi, dataran rendah, dan dan pemanfaatan sumber daya alam

IPS untuk kesejahteraan masyarakat dari pantai serta

pemanfaatan

tingkat kota/kabupaten sampai tingkat provinsi

sumber daya alamnya bagi kesejahteraan masyarakat Mengidentifikasi

3.8 Memahami pentingnya upaya IPA

keseimbangan dan pelestarian masalah – masalah

keseimbangan

sumber daya alam di lingkungannya

lingkungan Melakukan

4.8 Melakukan kegiatan upaya

identifikasi

pelestarian sumber daya alam SBdP

bersama orang – orang di keseimbangan lingkungannya

masalah

lingkungan

e) Analisis SKL, KI, dan KD

f) Menetapkan Jaringan Tema Kd/Indikator Membuat jaringan tema yaitu menghubungkan kompetensi dasar dan indikator dengan tema pemersatu. Dengan jaringan tema tersebut akan terlihat kaitan antara tema, kompetensi dasar, dan indikator dari setiap mata pelajaran. Jaringan tema ini dapat dikembangkan sesuai dengan alokasi waktu setiap tema.

Berikut ini adalah jaringan tema kelas 4 Sekolah Dasar:

Gambar 2.2 Jaringan Tema Peduli Terhadap Makhluk Hidup Gambar 2.2 Jaringan Tema Peduli Terhadap Makhluk Hidup

1. Pengertian silabus Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indicator pencapaian kompetensi, untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar. Silabus disusun berdasarkan Standar Isi, yang didalamnya berisikan Identitas Mata Pelajaran, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD), Materi Pokok/Pembelajaran, Kegiatan Pembelajaran, Indikator, Penilaian, Alokasi Waktu, dan Sumber Belajar.

2. Prinsip pengembangan silabus

a. Ilmiah Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara keilmuan.

b. Relevan Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik.

c. Sistematis Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam pencapaian kompetensi.

d. Konsisten Ada hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indicator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian.

e. Memadai Cakupan indicator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.

f. Aktual dan kontekstual

Cakupan indicator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan system penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.

g. Fleksibel Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi variasi peserta didik, pendidikan, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat. Sementara itu, materi ajar ditentukan berdasarkan dan atau memperhatikan kultur daerah masing-masing. Hal ini dimaksudkan agar kehidupan peserta didik tidak tercabut dari lingkungannya.

h. Menyeluruh Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).

3. Pengembangan silabus Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru mata pelajaran secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah (MGMPS) atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), di bawah koor dinasi

Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota/Provinsi.

dan

supervise

a. Sekolah dan Komite Sekolah Pengembangan silabus adalah sekolah bersama komite sekolah. Untuk menghasilkan silabus yang bermutu, sekolah bersama komite sekolah dapat meminta a. Sekolah dan Komite Sekolah Pengembangan silabus adalah sekolah bersama komite sekolah. Untuk menghasilkan silabus yang bermutu, sekolah bersama komite sekolah dapat meminta

b. Kelompok Sekolah Apabila guru kelas atau guru mata pelajaran karena sesuatu hal belum dapat melaksanakan pengembangan silabus secara mandiri, maka pihak sekolah dapat mengusahakan untuk membentuk kelompok guru kelas atau guru mata pelajaran untuk mengembangkan silabus yang akan di pergunakan oleh sekolah tersebut.

c. Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Beberapa sekolah atau sekolah-sekolah dalam sebuah yayasan bergabung untuk menyusun silabus. Hal ini dimungkinkan karena sekolah dan komite sekolah karena sesuatu hal belum dapat melaksanakan penyusunan silabus. Kelompok sekolah ini juga dapat meminta bimbingan teknis dari perguruan tinggi, LMPM, dan lembaga terkait seperti Balitbang Depdiknas dalam menyusun silabus.

d. Dinas pendidikan Dinas pendidikan setempat dapat memfasilitasi penyusunan silabus dengan membentuk sebuah tim yang terdiri dari para gur berpengalaman di bidangnya masing- masing. Dalam pengembangan silabus ini, sekolah, kelompok kerja guru, atau dinas pendidikan dapat meminta bimbingan teknis dari perguruan tinggi, LMPM, atau unit utama terkait yang ada di Departemen Pendidikan Nasional.

4. Langkah – langkah pengembangan silabus

a. Mengsisi identitas silabus Identitas terdiri dari nama sekolah, mata pelajaran, kelas, dan semester. Identitas silabus ditulis di atas matriks silabus.

b. Menuliskan Kompetensi Inti Kompetensi

terjemahan atau operasionalisasi SKL dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki mereka yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu, gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan dalam aspek sikap, pengetahuan, dan ketrampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi Inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian hard skills dan soft skills. KI dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan (kompetensi inti 1), sikap sosial (kompetensi 2), pengetahuan (kompetensi 3), dan penerapan pengetahuan (kompetensi 4).

inti

merupakan

c. Menuliskan Kompetensi Dasar Kompetensi Dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap kelas yang diturunkan dari Kompetensi Inti. KD adalah konten atau kompetensi yang terdiri atas sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang bersumber pada kompetensi inti yang harus dikuasai peserta didik. Kompetensi tersebut dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta ciri dari suatu mata pelajaran/tema. Sebelum menentukan atau memilih Kompetensi Dasar, penyusun terlebih dahulu mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

i Urutan berdasarkan hierarkis konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan Kompetensi Dasar.

ii Keterkaitan antar Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam mata pelajaran, dan

iii Keterkaitan Standar Kompetensi dan Kompetensi

Dasar antarmata pelajaran.

d. Mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran Dalam mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran harus dipertimbangkan:

1. Potensi peserta didik

2. Relevansi materi pokok dengan KI dan KD

3. Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual peserta didik

4. Kebermanfaatan bagi peserta didik

5. Struktur keilmuan

6. Kedalaman dan keluasaan materi

7. Relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan

8. Alokasi waktu Selain itu juga harus diperhatikan hal-hal berikut ini.

1. Kesahihan (validity): materi memang benar-benar teruji kebenaran dan kesahihannya.

2. Tingkat kepentingan (significance): materi yang diajarkan memang benar-benar diperlukan oleh siswa.

3. Kebermanfaatan (utility): materi tersebut memberikan dasar-dasar pengetahuan dan ketrampilan pada jenjang berikutnya

4. Layak dipelajari (learnability): materi layak dipelajari baik dari aspek tingkat kesulitan maupun aspek pemanfaatan bahan ajar dan kondisi setempat.

5. Menarik minat (interest): materinya menarik minat siswa dan memotivasinya untuk mempelajari lebih lanjut.

e. Mengembangkan kegiatan pembelajaran Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Kegiatan pembelajaran dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Berikut ini adalah kriteria dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran antara lain:

1. Kegiatan pembelajaran disusun bertujuan untuk memberikan bantuan kepada para pendidik, khususnya guru agar mereka dapat bekerja dan melaksanakan

pembelajaran secara professional sesuai dengan tuntutan kurikulum.

proses

2. Kegiatan pembelajaran disusun berdasarkan atas satu tuntutan kompetensi dasar secara utuh.

3. Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar.

4. Kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa (student-centered). Guru harus selalu berpikir kegiatan apa yang bisa dilakukan agar siswa memiliki kompetensi yang telah ditetapkan.

5. Materi kegiatan pembelajaran dapat berupa pengetahuan sikap (termasuk karakter yang sesuai), dan ketrampilan yang sesuai dengan KD.

6. Perumusan kegiatan pembelajaran harus jelas memuat materi yang harus dikuasai untuk mencapai Kompetensi Dasar.

7. Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep mata pelajaran.

8. Pembelajaran bersifat spiral (terjadi pengulangan- pengulangan pembelajaran materi tertentu).

9. Rumusan pernyataan dalam Kegiatan Pembelajaran minimal mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan kegiatan pembelajaran siswa, yaitu kegiatan dan objek belajar.

Pemilihan kegiatan pembelajaran mempertimbangkan kal-hal sebagai berikut:

1. Memberikan peluang bagi siswa untuk mencari, mengolah, dan menemukan sendiri pengetahuan, di bawah bimbingan guru

2. Mencerminkan ciri khas dalam pengembangan kemampuan mata pelajaran/tema

3. Disesuaikan dengan kemampuan siswa, sumber belajar dan sarana yang tersedia

4. Bervariasi dengan mengombinasikan kegiatan individu/peroangan, berpasangan, kelompok, dan klasikal, dan

5. Memperhatikan pelayanan terhadap perbedaan individual siswa seperti: bakat, minat, kemampuan, latar belakang keluarga, sosial-ekonomi, dan budaya, serta masalah khusus yang dihadapi siswa yang bersangkutan.

f. Merumuskan indikator

Indikator merupakan penanda pencapaian KD yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur mencakup ranah atau dimensi pengetahuan (kognitif), ketrampilan (psikomotorik), dan sikap (afektif). Ranah kognitif meliputi pemahaman dan pengembangan ketrampilan intelektual, dengan tingkatan: ingatan, pemahaman, penerapan/aplikasi, analisis, evaluasi dan kreasi. Indikator kognitif dapat dipilah menjadi indikator

produk dan proses. Ranah psikomotorik berhubungan dengan gerakan sengaja yang dikendalikan oleh aktivitas otak, umumnya berupa ketrampilan yang memerlukan koordinasi otak dengan beberapa otot. Ranah afektif meliputi aspek-aspek yang berkaitan dengan hal-hal emosional seperti perasaan, nilai, apresiasi, antusiasme, motivasi, dan sikap. Ranah afektif terentang mulai dari penerimaan terhadap fenomena, tanggapan terhadap fenomena, penilaian, organisasi, dan internalisasi atau karakterisasi. Berkaitan dengan hal ini, karakter merupakan bagian dari indikator pada ranah afektif. Dalam penentuan indikator diperlukan kriteria-kriteria berikut ini.

1. Setiap KD dikembangkan menjadi beberapa indicator (lebih dari dua).

2. Indikator menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur dan/atau diobservasi.

3. Tingkatan kata kerja dalam indikator lebih rendah atau setara dengan kata kerja dalam KD maupun SK.

4. Prinsip pengembangan indikator sesuai dengan kepentingan (Urgensi), kesinambungan (Kontinuitas), kesesuaian (Relevansi) dan Kontekstual.

5. Keseluruhan indikator dalam satu KD merupakan tanda-tanda, perilaku, dan lain-lain untuk pencapaian kompetensi yang merupakan kemampuan bersikap, berpikir, dan bertindak secara konsisten.

6. Sesuai tingkat perkembangan berpikir siswa.

7. Berkaitan dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.

8. Memperhatikan aspek manfaat dalam kehidupan sehari-hari (life skills).

9. Harus dapat menunjukkan pencapaian hasil belajar siswa secara utuh (kognitif, afektif, dan psikomotor).

10. Memperhatikan sumber-sumber belajar yang relevan.

11. Dapat diukur/dapat dikuantifikasikan/dapat diamati.

12. Menggunakan kata kerja operasional.

g. Penilaian Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan proses dan hasil belajar siswa yang harus dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan untuk menentukan tingkat keberhasilan pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator yang telah ditetapkan mencakup tiga ranah (kognitif, psikomotor, dan afektif). Perkembangan karakter peserta didik dapat dilihat pada saat melakukan penilaian ranah afektif. Di dalam kegiatan penilaian ini terdapat tiga komponen penting, yang meliputi: 1. teknik penilaian 2. bentuk instrument dan 3. contoh instrument.

1. Teknik penilaian Teknik penilaian adalah cara-cara yang ditempuh untuk memperoleh informasi mengenai proses dan produk yang dihasilkann pembelajaran yang dilakukan peserta didik. Ada beberapa teknik yang dilakukan dalam rangka penilaian ini, yang secara garis besar dapat dikategorikan sebagai teknik tes dan teknik non-tes. Penggunaan tes dan non-tes dalam bentuk tulisan maupun lisan, pengamatan kinerja, sikap, penilaian hasil karya berupa proyek atau produk, pengguaan portofolio, dan penilaian diri.

Dalam melaksanakan penilain, penyusun silabus perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut ini.

i Pemilihan jenis penilaian harus disertai dengan aspek-aspek yang akan dinilai sehingga memudahkan dalam penyusunan soal.

ii Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian

indikator.

iii Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan siswa setelah siswa mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya.

iv Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya

untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kualitas siswa.

dianalisasi

v Hasil penilaian dinalisis untuk menentukan tindak lanjut. Pada bagian indikator yang belum tuntas perlu dilakukan kegiatan remedial.

vi Penilaian dilakukan untuk menyeimbangkan berbagai aspek pembelajaran: kognitif, afektif, dan psikomotor dengan menggunakan berbagai model penilaian, baik formal maupun nonformal secara berkesinambungan.

vii Penilaian merupakan suatu proses pengumpulan dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa dengan menerapkan prinsip berkelanjutan, bukti-bukti otentik, akurat, dan konsisten sebagai akuntabilitas publik.

viii Penilaian

proses identifikasi pencapaian kompetensi dan hasil belajar yang dikemukakan melalui pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai disertai dengan peta kemajuan hasil belajar siswa.

merupakan

ix Penilaian berorientasi pada Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikator. Dengan demikian, hasilnya akan memberikan gambaran mengenai perkembangan pencapaian kompetensi.

x Penilaian dilakukan secara berkelanjutan (direncanakan dan dilakukan terus menerus) guna mendapatkan gambaran yang utuh mengenai perkembangan penguasaan kompetensi siswa, baik sebagai efek langsung maupun efek pengiring dari proses pembelajaran.

xi Sistem penilaian harus disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran yang ditempuh dalam proses pembelajaran.

Dokumen yang terkait

PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN KONVENSIONAL DENGAN JARIMATIKA PADA MATERI PERKALIAN SISWA KELAS II DI SD GUGUS MUWARDI KECAMATAN TINGKIR KOTA SALATIGA SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 20162017 TUGAS AKHIR - Institutional Rep

1 1 18

6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik Terpadu 2.1.1 Pengertian Pembelajaran Tematik Terpadu

0 0 68

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Desain Pembelajaran Tematik Terpadu Berbasis Kebutuhan Belajar Siswa Kelas 3 Sekolah Dasar

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Desain Pembelajaran Tematik Terpadu Berbasis Kebutuhan Belajar Siswa Kelas 3 Sekolah Dasar

0 0 29

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Desain Pembelajaran Tematik Terpadu Berbasis Kebutuhan Belajar Siswa Kelas 3 Sekolah Dasar

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Desain Pembelajaran Tematik Terpadu Berbasis Kebutuhan Belajar Siswa Kelas 3 Sekolah Dasar

0 0 99

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Video Interaktif dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Materi Pokok Gerak Benda untuk Kelas III SD Negeri Watu Agung 01 Kecamatan Tuntang

0 0 5

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pembelajaran - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Video Interaktif dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Materi Pokok Gerak Benda untuk Kelas III SD Negeri Watu Agung 01 Kecamatan Tuntang

0 0 19

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Video Interaktif dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Materi Pokok Gerak Benda untuk Kelas III SD Negeri Watu Agung 01 Kecamata

0 0 12

4.1 Hasil Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Video Interaktif dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Materi Pokok Gerak Benda untuk Kelas III SD Negeri Watu Agung 01 Kecamatan Tuntang Kababupaten Sema

0 0 32