Konseling Pancawaskita untuk Membentuk Problem Focused Coping

  2337-6740 - 2337-6740 - 2337-6740 - 2337-6880 2337-6880 2337-6880

  ISSN Cetak:

  ISSN Cetak:

  ISSN Cetak:

  ISSN Online: http://jurnal.konselingindonesia.com http://jurnal.konselingindonesia.com http://jurnal.konselingindonesia.com Volume 3 Nomor 1, February 2015, Hlm 7-15 Volume 3 Nomor 1, February 2015, Hlm 7-15 Volume 3 Nomor 1, February 2015, Hlm 7-15

  ISSN Online:

  ISSN Online:

  Info Artikel: Diterima 09/02//2015 Direvisi 18/02/2015 Dipublikasikan 28/02/2015

  

K Konseling Pancawaskita untuk Membentuk

Problem Focused Coping

  Eko Sujadi Universitas Negeri Padang

  Abstract

Problem focused coping w with needs to be owned by any individual. When in a stre tressful situation,

individuals are oriented in d in this strategy will seek to address and eliminate the the less pleasant

atmosphere directly to sour ources of stress through concrete actions that are positive. Th

  e. The emergence

of the stress on the individ ividual factors within or due to the influence of outside fo forces. Through

pancawaskita counseling o g of individuals need to be aware that he has the power of of all of that can

be utilized to achieve a life life of happiness. Execution of counseling by counselors in in pancawaskita

form the problem focused c d coping must be accompanied by a performance and spirit irit accompanied

with intelligence, strength, th, precision, “keterarahan”, and “kearifbijaksanaan”.

  Keyword: Stres, Problem Focused sed Coping , Konseling Pancawaskita

  Copyright © 2015 IICE - Multika ltikarya Kons (Padang - Indonesia) dan IKI - Ikatan Konselo elor Indonesia - All Rights Reserved

  Indonesian Institute for Counselin ling and Education (IICE) Multikarya Kons PENDAHULUAN

  Manusia tidak akan per pernah terlepas dari permasalahan. Interaksi dengan lin lingkungan, aspek-aspek kedirian yang ada dapat menjadi s i sumber permasalahan bagi individu. Menurut Prayitno (19 (1998: 18) dalam keadaan bermasalah individu berada dalam lam keadaan tertekan dan tidak berdaya. Dalam keadaan sep seperti itu ia akan mudah terjajah oleh kekuatan-kekuatan tan yang merasuk ke dalam dirinya yang dapat sema makin melemahkan dan menimbulkan berbagai kerusaka akan. Oleh sebab itu individu perlu selalu aktif mau aupun dibimbing untuk mengembangkan dan mewujudkan kan diri secara positif serta memiliki keterampilan dalam me menyelesaikan masalah.

  Menurut Lazarus & Fo Folkman (1984: 141); Smith, Sarason & Sarason (198 1982: 453) keterampilan menyelesaikan masalah terbentuk tuk melalui proses appraisal (penilaian), ketika diri diha ihadapkan pada masalah, maka sistem kognitif diri segera ra bereaksi terhadap masalah tersebut dengan memunculk ulkan perilaku yang akan membantunya mengatasi atau m mengurangi ketegangan yang dialaminya. Perilaku m mengatasi inilah yang dinamakan dengan strategi coping ing .

  Menurut Lazarus dan Fo Folkman (1984: 152) salah satu strategi coping yakni pr problem focused coping , yang digunakan untuk mengura urangi stresor atau mengatasi stres dengan cara memp mpelajari cara-cara atau keterampilan-keterampilan yang g baru. Selanjutnya Lazarus & Folkman (1984: 152) m memberikan penjelasan bahwa problem focused coping mir mirip dengan strategi yang digunakan untuk memecahkan m n masalah.

  Problem focused coping ing tentunya sangat dibutuhkan setiap individu yang sedang g memiliki permasalahan

  tertentu. Individu yang berorienta ntasi pada strategi ini akan teliti, cermat, peduli, memiliki ki usaha yang baik, tidak akan cepat menyerah dan tidak pa pasrah terhadap permasalahan yang terjadi pada dirinya. K . Kemampuan pemecahan masalah yang langsung berorienta ntasi pada sumber stres merupakan sebuah keterampilan ya yang tidak datang secara alamiah namun kemampuan ini ini ada dan akan terus berkembang dengan adanya peng engalaman yang matang, pelatihan dan bimbingan khusus us kepada individu terkait dengan usaha-usaha yang akan kan dilakukannya jika ia berhadapan dengan permasalahan an tertentu. Bimbingan dan pembinaan yang diberikan b bertujuan agar individu

  Weitten dan Lloyd dalam lam Syamsu Yusuf (2009: 134) mengemukakan bahwa kara arakteristik individu yang menggunakan coping negatif anta antara lain: (1) melarikan diri dari kenyataan atau situasi asi stres; (2) berperilaku agresif; (3) memanjakan diri seca ecara berlebihan; (4) mencela atau menghina diri sendiri; iri; dan (5) memunculkan mekanisme pertahanan diri. Geja ejala-gejala tersebut tentunya harus segera ditindaklanjuti juti dengan memberikan intervensi-intervensi khusus untu ntuk membentuk problem focused coping. Salah satu u intervensi yang dapat dilakukan yakni melalui konseling ling individual.

  Konseling individual me merupakan salah satu jantung hati pelayanan konseling. B . Berbagai permasalahan klien yang masih tercakup dalam m bimbingan dan konseling dapat terentaskan jika dilaksan anakan dengan mengikuti prosedur yang baik dan terarah.

  h. Pelaksanaan konseling sebagaimana yang dimaksud m memiliki makna bahwa layanan tersebut harus dilaksanak akan oleh tenaga-tenaga profesional yang memahami bag agaimana konsep teoritis dan praksis pelayanan konseling.

  g. Dewasa ini berbagai pen pendekatan dalam konseling telah banyak muncul dan b berkembang. Khusus di

  Indonesia pelaksanaan konseling g harus dilandaskan atas nilai-nilai yang dianut masyaraka kat. Tidak semua konsep pendekatan dapat digunakan kons nselor dalam pelaksanaan konseling. Oleh sebab itu, kons nselor sebaiknya mampu melaksanakan proses konseling s secara eklektik, dalam artian bahwa pelaksanaannya did idasarkan atas pemilihan sejumlah teknik yang didasarkan an atas beberapa pendekatan/model konseling, yang semu mua itu telah tercakup di dalam konseling pancawaskita.

  Dalam proses konseling p g pancawaskita, konselor dituntut mampu mengintegrasikan kan Pancasila, pancadaya, lirahid, likuladu, dan masidu. Se Selain itu konselor juga seharusnya melaksanakan konse nseling dengan wawasan pancawaskita, yang merupakan s n sifat yang terpancar dalam kiat dan kinerja yang penu enuh dengan keunggulan semangat yang disertai dengan k kecerdasan, kekuatan, keterarahan, ketelitian, dan kearif arifbijaksanaan (Prayitno, 1998: 36).

  Konseling pancawaskita ta memiliki pandangan bahwa manusia merupakan makhluk luk yang memiliki “gatra” yang luar biasa. Prayitno member berikan makna “gatra” sebagai sesuatu yang penuh arti. D ti. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa manusia usia merupakan makhluk memiliki makna yang tidak ak terhingga jumlahnya. Selanjutnya Prayitno (1998: 8) 8) menjelaskan bahwa individu merupakan sumber er energi yang apabila dikembangkan sebesar-besarnya a maka akan bermanfaat bagi individu itu sendiri, ind individu yang lain serta lingkungan. Melalui pengembang angan gatra individu dapat mencegah diri dari permasala alahan (pencegahan) atau mampu bereaksi secara positif, ob objektif dan dinamis ketika berhadapan dengan permasalaha lahan (pengentasan).

  Permasalahan individu u yang terkadang tidak mampu secara rasional dala alam menghadapi stres, ketidakmampuan dalam menyele elesaikan permasalahan yang menimbulkan stres, jauhny nya manusia dari Tuhan ketika memiliki masalah, ketidak akmampuan manusia dalam mengemas perasaan secara b benar, ketidakmampuan manusia dalam menghasilkan, dan dan berbagai bentuk reaksi negatif individu ketika berhada dapan dengan stres dapat dilakukan intervensi dengan meng engubah bentuk-bentuk gatra yang menyebabkan stres terse rsebut menjadi gatra baru yang menunjang kemandirian klie lien. Dengan demikian individu yang telah mengikuti prose ses konseling diharapkan mampu dan mandiri dalam mengh ghadapi stres dengan secara realistis langsung melakukan se sentuhan dengan sumber stres atau terbentuk problem focus cused coping pada dirinya.

  PROBLEM FOCUSED COPING NG Definisi Problem Focused Co Coping Problem focused cop coping adalah usaha untuk mengurangi stesor dengan mem empelajari cara-cara atau keterampilan-keterampilan ba baru untuk digunakan mengubah situasi, keadaan, atau tau pokok permasalahan.

  Menurut Taylor, dkk (1997:4 97:400) “problem solving efforts are attempts to do som omething constructive to

  change the stressful circumst mstances” . Upaya pemecahan masalah yang dilakukan unt untuk mengubah keadaan

  stress. Menurut Lazarus & La Lazarus (2006: 57) “a person’s attention centers on what at can be done to change

  the situation to eliminate or l r lessen the stress ”. Seseorang dengan problem focused co coping akan memusatkan

  perhatian terhadap apa yang d g dapat dilakukannya untuk menghilangkan atau mengurang angi stres. “Individu akan cenderung menggunakan str strategi ini apabila dirinya yakin akan dapat mengubah ah situasi” (Smet dalam Triantoro & Nofrans, 2009). ). Menurut Santrock (2003:566) “problem focused coping ing adalah strategi kognitif untuk penanganan stres atau tau coping yang digunakan oleh individu yang mengha ghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya” a”. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa pr problem focused coping

  • pulkan banyak hipotesa, ividu dalam menggunakan mfasilitasi individu dalam bantuan terkait dengan

  979; Berkman & Syme, Cassel, & Kaplan, 1972 kan sumber coping bagi dan emosional pada diri arakat sekitar. rial meliputi keseluruhan strategi coping. dipengaruhi atas beberapa i luar individu (likuladu), elaksanaannya, konseling onseling. egara Indonesia. Segenap naan konseling. Konselor kan terlebih dahulu nilai- anakan dengan nilai-nilai luk lainnya. Unsur-unsur anusiaan, dan pancadaya

  Folkman, 1984: 164); bahwa dukungan sosial merupakan sosial meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan inti da n oleh orang tua, anggota keluarga lain, teman, dan masyara

  , meliputi aktivitas mengidentifikasi masalah, mengum-pu erapkan hipotesa, dan tindak lanjut. tu keterampilan sosial yang seharusnya dimiliki oleh individ puan berkomunikasi. Komunikasi yang efektif dapat memfa an dengan orang lain serta mencari dukungan dan b adapinya. sarkan penelitian yang dilakukan Antonovsky, 1972, 197 obb, 1976; Kaplan, Cassel, & Gore, 1977; Nuckolls, Ca

  ills. Menurut Janis (dalam Lazarus & Folkman, 198

  & Folkman (1984: 159) faktor-faktor yang mempengaruhi p edua hal ini merupakan faktor penting, karena dalam m ang cukup besar. Menurut Lazarus & Folkman (1984: 159) iliki energi yang lebih sedikit untuk menggunakan coping d rut Lazarus & Folkman (1984: 159) pandangan dan penghar penting dalam penggunaan coping. Seseorang yang menga enggunakan berbagai keterampilan untuk mengatasi permas

  engaruhi Problem Focused Coping

  lisabeth D (2008: 27) & Ercan Selma (2003: 19) an itu mencoba untuk memperoleh informasi dari orang lain m lesaian permasalahannya; (b) confrontive coping; individu tahankan apa yang diinginkannya, mengubah situasi seca iko; dan (c) planful problem-solving; individu memikirkan, an membuat dan menyusun rencana pemecahan masalah aga

  lem focused coping menurut Lazarus & Folkman (1984: 32

  merupakan strategi yang dig positif untuk mengatasi stres.

  9) seseorang yang lemah,

  g dibandingkan seseorang

  hargaan diri secara positif nganggap positif terhadap asalahannya. 984: 162) keterampilan

  f) Materials Resources . M bentuk material/fisik yang

  : 327), Miller A. Cate, dkk antara lain: (a) seeking maupun sumber-sumber idu berpegang teguh pada ecara agresif dan adanya n, yang berorientasi pada agar dapat terselesaikan. i perilaku coping sebagai mengatasi stres individu

  1979; Cassel, 1976; Cob (dalam Lazarus & Folk seseorang. Dukungan so individu yang diberikan o

  mengatasi permasalahan permasalahan yang dihad e) Social Support . Berdasa

  coping adalah kemampua

  b) Positive Beliefs . Menurut juga dianggap sangat pen dirinya sendiri akan meng c) Problem-solving Skills. memecahkan masalah, m memilih hipotesa, menera d) Social Skills . Salah satu k

  Menurut Lazarus & berikut: a) Health and Energy . Ked mengerahkan tenaga yang sakit, dan lelah memiliki yang sehat.

  Faktor-faktor yang Mempeng

  akan

  problem focused coping

  lain terkait dengan penyelesa pendiriannya dan mempertah keberanian mengambil resiko

  informational support ; yaitu

  Aspek-aspek problem (1992: 591), Howard, Elisa

  Menurut Lazarus & Folkman (1984: 164) aspek materia ang dapat mempengaruhi individu dalam meng-gunakan str

KONSELING PANCAWASKIT

  8: 36) individu dalam perkembangan dan kehidupannya dip ncadaya, lima ranah kehidupan (lirahid), lima kekuatan di lu ada diri individu (masidu). Oleh sebab itu dalam pela n mengintegrasikan lima unsur tersebut ke dalam proses kon askita tidak dapat terlepas dari ideologi yang dianut Nega dalam pancasila digunakan sebagai dasar dalam pelaksanaa l yang menyelenggarakan konseling harus mengintegrasikan irinya, kemudian mewarnai proses konseling yang dilaksan

  nusia (HMM)

  i keunikan-keunikan yang membedakannya dari makhluk sia (HMM) yang meliputi hakikat manusia, dimensi keman kan-tindakan nyata yang

  ITA

  Harkat dan Martabat Manus

  Konseling pancawas unsur yang terkandung di dal sebagai tenaga profesional ya nilai pancasila ke dalam dirin tersebut.

  Pancasila

  Menurut Prayitno (1998: faktor antara lain Pancasila, panca dan lima kondisi yang ada pad pancawaskita memfokuskan dan m

  Manusia memiliki k harkat dan martabat manusia digunakan individu dengan langsung melakukan tindaka es. apabila memang dikembangka gkan dengan benar, maka akan mengarahkan manusia pada da kebahagiaan dunia dan akhirat.

  a) Hakikat Manusia Hakikat manusia usia memiliki makna bahwa setiap individu memiliki peran ran dan fungi yang harus dijalankan. Adapun hakik kikat manusia menurut Prayitno (2009: 14) antara lain; (1) 1) manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tu Tuhan Yang Maha Esa; (2) manusia yang paling indah ah dan sempurna dalam penciptaan dan pencitraan aannya; (3) makhluk yang paling tinggi derajatnya; (4) khali halifah di muka bumi; dan (5) pemilik hak-hak asasi asi manusia.

  Berbagai bentuk tuk peran, fungsi, dan keadaan yang tercantum dalam hakik kikat manusia seharusnya ditanggapi manusia deng ngan benar dan positif. Setiap manusia memiliki hakikat k t keimanan yang tentunya harus senantiasa dijaga ga dan ditambah oleh individu itu sendiri dan menda ndapatkan sentuhan dari lingkungan luar diri. Man anusia merupakan makhluk yang paling sempurna dari mak akhluk lainnya. Manusia dibekali dengan beragam am unsur yang terkandung dalam diri yang apabila dikemb mbangkan dan digunakan dengan baik, maka akan an mengarahkan manusia pada kebahagiaan. Manusia seb sebagai khalifah di muka bumi bermakna bahwa m masing-masing manusia merupakan pemimpin. Manusia d ia dapat memimpin orang lain, namun sebelum me memimpin orang lain, manusia harus dapat memimpin dir dirinya sendiri. Manusia juga hakikatnya merupak pakan penyandang HAM, yang bermakna bahwa manusia m ia memiliki hak-hak yang dapat mengangkat manus usia pada kehidupan yang layak.

  b) Dimensi Kemanusiaan Manusia dicipta iptakan ke dunia dilengkapi dengan dimensi-dimensi kemanu anusiaan yang merupakan bagian dari HMM. Menu nurut Prayitno (2009: 15) dimensi-dimensi itu antara lain: in: (a) dimensi kefitrahan, bahwa pada dasarnya m manusia itu bersih dan memiliki potensi untuk mengara arah pada kebenaran dan menghindarkan diri dari ri ketidakbenaran; (b) dimensi keindividualan, bahwa man anusia memiliki potensi- potensi tertentu yang me enjadi ciri khasnya. Melalui pendidikan potensi tersebut a t akan terus berkembang; (c) dimensi kesosialan, n, bermakna bahwa sesama manusia harus dapat saling m g menjaga, memberi dan membina hubungan yang ang baik dalam kehidupan; (d) dimensi kesusilaan, yang g mengemukakan bahwa kehidupan manusia tidak ak bebas nilai, namun ada nilai-nilai yang berlaku di dalam m masyarakat yang harus diikuti atau dipatuhi; dan dan (e) dimensi keberagamaan, pada dasarnya individu m memiliki kecenderungan dan kemampuan untuk m mempercayai adanya Sang Maha Pencipta dan Maha Kuas uasa dan mematuhi segala bentuk perintah-Nya.

  c) Pancadaya Menurut Prayitn yitno (2009: 19) manusia diciptakan oleh Tuhan di disertai dengan 5 bibit pengembangan yakni : i : (1) daya taqwa sebagai dasar kekuatan pada diri iri manusia yang dapat mengarahkan individu u untuk mengimani dan menjalankan perintah Tuhan Yan ang Maha Esa; (2) daya cipta, terkait dengan kem kemampuan seseorang dalam menggunakan potensi pikira iran dan kecerdasan; (3) daya rasa, terkait dengan an kemampuan dalam merasa dan mengelola emosi; (4) day daya karsa, terkait dengan kekuatan manusia untuk tuk terus bergerak menuju pada kemajuan; dan (5) daya ya karya, terkait dengan kemampuan individu untu ntuk menghasilkan prosuk-produk tertentu.

  Lima Ranah Kehidupan (LIR LIRAHID) Setiap individu pad ada hakikatnya memiliki potensi untuk bertindak sesuai ai dengan keinginannya.

  Namun dalam kehidupan se secara bermasyarakat individu harus mengikuti pola-pola ola tertentu yang sesuai dengan kehidupan sosial bud udaya masyakarat. Menurut Prayitno (1998: 10) kehidupan pan sosio - budaya penuh dengan nilai, moral, dan norm rma yang mengacu kepada lima ranah atau tataran kehidup upan (lirahid) yaitu ranah atau tataran jasmanisah - ro rohaniah, individual - sosial, material - spiritual, dunia ia - akhirat, dan lokal - global/universal.

  Lima Kondisi yang Ada Pada ada Diri Individu (MASIDU)

  Menurut Prayitno (1 (1998: 11) tingkah laku dipengaruhi oleh 5 kondisi yang g ada pada diri individu, yang meliputi: (1) rasa aman an, (2) kompetensi, (3) aspirasi, (4) semangat, dan (5) pe penggunaan kesempatan. Apabila kondisi-kondisi terse rsebut berada dalam keadaan baik/positif maka tingkah laku ku yang ditampilkan oleh individu juga akan baik, seba ebaliknya apabila keadaan tersebut dalam posisi negatif m maka tingkah laku yang ditampilkan individu juga aka kan negatif.

  Proses konseling dia diarahkan agar individu memahami dan menyadari segala gala hakikat yang ada di dalam diri, kemudian mampu pu mengarahkan, menyusun, dan membentuk kelima fakto ktor tersebut dengan baik dan positif.

  Lima Kekuatan di Luar Indiv ndividu (LIKULADU)

  Selain dipengaruhi hi oleh keadaan dalam diri, ada lima kekuatan di luar luar individu yang dapat memberikan pengaruh kepad ada tingkah laku manusia. Sama halnya dengan MASIDU SIDU, apabila unsur-unsur tersebut berada dalam keada adaan baik dan positif maka tingkah laku manusia jug juga akan positif, begitu sebaliknya. Menurut Prayitno itno (1998: 9) lima kekuatan di luar individu meliputi gizi, izi, pendidikan, sikap dan perlakuan orang lain, budaya ya dan kondisi insidental.

  Konselor perlu mem empersiapkan diri sebaik mungkin sebelum melaksana nakan konseling. Proses konseling merupakan proses es yang luar biasa bermakna, sehingga konselor harus mam ampu membentuk dirinya bermakna terlebih dahulu. D . Dalam penerapannya, konselor menyelenggarakan kons onseling eklektik dengan wawasan pancawaskita. Selan lanjutnya Prayitno (1998: 36) menjelaskan bahwa waskita ita merupakan sifat yang terpancar dalam kita dan kine inerja yang penuh dengan keunggulan semangat yang diser isertai dengan kecerdasan, kekuatan, keterarahan, keteliti litian, dan kearifbijaksanaan.

  PERMASALAHAN INDIVIDU DU YANG MENYEBABKAN STRES

  Menurut Prayitno (1998 998: 13) kepribadian merupakan energi individu denga gan matra tiga dimensi pancadaya – likuladu - masidu. A Apabila ketiga unsur tersebut saling bersinergi secara positif ositif, maka individu akan terbebas dari permasalahan. Perma rmasalahan individu yang dapat memimbulkan stres pada d dasarnya bersumber dari : (1) ketaqwaan yang terputus; (2) (2) daya cipta yang lemah; (3) daya rasa yang tumpul; (4) da daya karsa yang mandeg; (5) daya karya yang mandul; (6) (6) gizi yang rendah; (7) pendidikan yang macet; (8) sik sikap dan pelakuan yang menolak dan kasar; (9) budaya ya yang terbelakang; (10) kondisi insidental yang merugikan ikan; (11) rasa aman yang terancam; (12) kompetensi yang ng mentok; (13) aspirasi yang terkungkung; (14) semanga ngat yang layu; dan (15) kesempatan yang terbuang.

  Syamsu Yusuf (2009: 10 : 109) menjelaskan bahwa ada 3 faktor yang mengebabkan an stres, di antaranya: (1) fisik-biologis, seperti: penyakit ya it yang sulit disembuhkan, cacat fisik atau kurang berfungsin gsinya salah satu anggota tubuh, merasa penampilan kurang ang menarik, misalnya wajah yang tidak cantik/ganteng,

  g, dan postur tubuh yang dipersepsi tidak ideal; (2) psikolo ikologik, seperti: negative thinking, frustasi, hasud (iri ha hati dan dendam), sikap permusuhan, perasaan cemburu, k , konflik pribadi, dan keinginan yang di luar kemampuan an; dan (3) sosial seperti hubungan yang tidak harmonis den dengan keluarga, perselingkuhan, anak nakal, sikap dan per erlakuan keras dari orang tua, angggota keluarga mengidap g p gangguan jiwa, dan tingkat ekonomi yang rendah.

  Permasalahan-permasalah lahan di atas apabila tidak dapat ditangani oleh indvidu ma maka dapat menimbulkan stres. Bentuk-bentuk reaksi nega gatif akan ditampilkan oleh individu ketika berhadapan n dengan stres. Menurut Syamsu Yusuf (2009: 111) keter terkaitan antara stresor, respon dan dampak stres dapat d t dilihat pada gambar di bawah ini :

  Berdasarkan gambar ter tersebut maka dapat dipahami bahwa individu akan me memberikan reaksi yang beragam apabila berhadapan deng ngan stresor. Ketika pancadaya, masidu, dan likuladu man anusia bermasalah, maka individu akan memberikan reaksi d si dalam 3 bentuk, yakni respon emosi, fisik, dan perilaku. .

  APLIKASI KONSELING PANC NCAWASKITA UNTUK MEMBENTUK PROBLEM F FOCUSED COPING

  Pandangan pancawaskita ita mengenai manusia begitu luar biasa, yakni mengang nggap manusia memiliki segenap daya dan kekuatan yan ang dapat dimanfaatkan dalam menjalankan kehidupan. n. Jika manusia mampu memaksimalkan faktor-faktor ya yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupannya, ya, maka individu akan terbebas dari permasalahan, namu mun jika individu tidak mampu memaksimalkan unsur-uns nsur tersebut maka dapat menimbulkan masalah bagi indi individu yang dapat menjadikannya stres. Individu wala alaupun dalam keadaan bermasalah tetap perlu “mandiri” i” dalam memberikan intevensi langsung kepada sumber str r stres, tidak cukup hanya dengan melakukan pengelolaan em emosi. Kemampuan ini dapat dibentuk melalui layanan kon onseling pancawaskita.

  Konseling pancawaskita ita seperti yang telah penulis paparkan di atas dapat mem embentuk individu untuk mampu memaksimalkan segenap ap pancadaya untuk melakukan “confrontive” terhadap pe permasalahan, menyusun perencanaan yang matang, dan b n berusaha untuk mencari beragam informasi terkait den engan cara penyelesaian masalahnya. Ketiga unsur tersebut but merupakan aspek-aspek dari problem focused coping.

  Pada hakikatnya setiap p manusia memiliki potensi untuk menyelesaikan masala salahnya sendiri. Namun individu yang bermasalah dalam lam keadaaan terjajah. Banyak potensi yang ada pad ada dirinya tidak dapat berkembang. Individu akan semak akin dalam keadaan tertekan jika ketiga unsur yang berpe rpengaruh kepada tingkah laku yakni pancadaya, masidu da dan likuladu terus dibiarkan merusak diri. Apabila ketig etiga unsur tersebut terus bermasalah, maka dapat menciptak takan situasi yang kurang menyenangkan dan menimbulkan lkan stres pada individu.

  Prayitno (1998: 19) men enggambarkan ketiga hal tersebut jika memiliki muatan n negatif seperti lingkaran setan :

  Masidu Masalah Likuladu Proses konseling mengar menggunakan segenap kemampu Ketika individu memiliki masala mantap untuk menyelesaikannya.

  Untuk membentuk prob individu mencapai kemandirian, d dinamis; (2) memahami dan men keputusan; (4) mengarahkan diri individu yang semakin matang da gatra lama, yakni perasaan takut, k baru yang penuh arti dan positif.

  , dengan ciri: (1) memahami dan menerima diri sendiri seca enerima lingkungan secara objektif, positif, dan dinamis; iri sendiri; dan (5) mewujudkan diri sendiri (Prayitno, 20 dari proses konseling, pada hakikatnya dapat mengarahka t, khawatir, dan pola pikir yang tidak irasional untuk menga . ling ADD (arti dari dalam) pada gatra-gatra yang ada lain memberikan ADL (arti dari luar) yang tepat terhada

  m solving , aspek ini dapat

  klien akan memperoleh ng untuk mampu secara

  focused coping , yakni (a)

  2009: 27). Kemandirian hkannya untuk mengubah gatasi stres menjadi gatra da pada diri klien terus adap gatra-gatra tersebut. rlakuan khusus, sehingga s penggatraan gatra yang memberikan pemahaman nai pengertian, tujuan dan hwa dalam pelaksanaan asiaannya oleh konselor, mengenai dirinya ataupun sesungguhnya. Proses ini r yang benar-benar harus gunakan berbagai macam apa yang dirasakan dan mberikan penafsiran dan yang terjadi pada klien. a akan dapat mengambil iri klien. Berbagai teknik sesuaikan dengan hakikat ng untuk mampu mandiri an sangat terlihat jelas irasakannya, dan didorong ukan pengontrolan emosi. elesaian masalahnya.

  i, konselor menerima klien dengan hangat. Konselor me ses yang akan dilaksanakan dengan menjelaskan mengenai konseling (penstrukturan). Klien perlu memahami bahw ata dan keterangan yang diberikan akan dijaga kerahasia a terbuka dan sukarela untuk menceritakan banyak hal me inya. konselor berusaha untuk menjajaki keadaan klien yang ses mendalam. Penulis analogikan dengan seorang Dokter y sebelum melakukan diagnosa. Konselor dapat mengggun rahkan klien untuk mau terbuka dan jujur mengenai ap yang dikemukakan klien, konselor harus mampu memb ikirkan dan dirasakan klien, serta hakikat permasalahan ya ar memahami permasalahan yang dialami klien, maka a at. gacu pada pengentasan masalah dan pengembangan diri tahap ini. Tentunya pemilihan teknik tersebut harus dises i klien. Pada tahapan ini klien perlu diarahkan dan didorong taskan permasalahannya. Problem focused coping akan pembinaan. Klien perlu disadarkan mengenai apa yang diras alam menyelesaikan permasalahannya, di samping melakuk elatihan maupun informasi yang terkait dengan cara penyele ada tahapan ini adalah membentuk 3 aspek problem focu n menerapkan teknik khusus dalam proses konseling, k penyelesaian masalahnya, kemudian klien perlu didorong alah langsung kepada akar-akarnya; (b) planfull problem s eberapa teknik dalam konseling pancawaskita. Contohn lingkaran tersebut dengan problem focused coping . kan berani, mampu, dan seling yakni menjadikan ecara objektif, positif dan is; (3) mampu mengambil

  uction )

  , yaitu :

  SA) yang ada pada diri klien dianalisis serta diberikan perla n membahagiakan dapat terwujud (Prayitno, 1998: 20). m membentuk problem focused coping merupakan proses p

  oblem focused coping , seharusnya orientasi proses konse

  Melalui proses konselin dikembangkan, dan dari segi lain Kesadaran yang sedang ada (KSA KMA yang menguntungkan dan m

  gambaran mengenai cara pe agresif menyelesaikan masala dikembangkan dengan bebe arahkan klien untuk mampu mendobrak dan keluar dari lin puan dan dayanya sehingga akan terbentuk orientasi pro alah, ia tidak akan lari dari kenyataan tersebut, melainka a.

  confrontive coping , dengan

  Fokus konselor pad

  4. Pembinaan (intervention) Langkah ini mengac khusus diterapkan dalam tah permasalahan yang dialami kl melakukan dan mengentask dikembangkan pada tahap pem untuk berani dan mampu dala Klien perlu mendapatkan pela

  Konselor yang benar-benar langkah intervensi yang tepat.

  3. Penafsiran (interpretation) Dari banyak hal ya memahami apa yang dipikirk

  2. Penjajakan (investigation) Dalam proses ini ko haruslah dilakukan secara m memahami keadaan pasien s teknik yang dapat mengarah dipikirkan.

  1. Proses pengantaran (introductio Dalam tahapan ini, kepada klien mengenai proses asas dalam pelaksanaan ko konseling segala bentuk data sehingga klien dapat secara te permasalahan yang dialaminy

  Proses konseling dalam m dapat dilakukan melalui 5 tahap, y

  tohnya penerapan teknik perumusan tujuan. Klien akan kan merumuskan segala bentuk langkah-langkah dan apa ya yang harus dilakukannya dalam menyelesaikan perma masalahannya dan klien mengungkapkan waktu yang a akan digunakan untuk mengentaskan permasalahann annya. Selanjutnya perlu dirumuskan secara jelas menge genai apa-apa saja yang harus dilakukan oleh klien. K . Klien perlu berkomitmen terhadap segala bentuk keputu utuan yang telah diambil; dan (3) seeking informational nal support . Pada hakikatnya, klien datang secara sukarela la kepada konselor dalam rangka mencari informasi m i mengenai cara menyelesaikan masalahnya. Dalam proses ses konseling, klien juga disadarkan bahwa individu-in u-invidu di lingkungannya pasti dapat memberikan pengu guatan dan menyediakan informasi yang beragam d dalam menyelesaikan masalahnya. Klien didorong ak aktif dalam melakukan pengentasan masalah. Inform ormasi mengenai cara penyelesaian masalah tidak hanya nya dapat dicari melalui manusia, namun klien juga d a didorong aktif mencari beragam informasi melalui sumb mber-sumber lain seperti internet, buku, majalah, artike tikel dan lain sebagainya.

  Konselor diharapkan an benar-benar mampu membangkitkan daya/segenap pote otensi yang ada pada diri individu, bahwa pada hakikat atnya manusia dapat mandiri dalam menyelesaiakan masala salahnya. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan te terus memberikan penguatan dan memperjelas komitme itmen mengenai langkah- langkah yang akan di ambil ol il oleh klien dalam mengatasi situasi stres.

  5. Penilaian (inspection) Pada tahap penilaian ilaian akan diketahui perubahan apa yang diperoleh klien. n. indikator pelaksanaan konseling berjalan dengan ba baik yakni apabila klien memiliki acuan dalam bertindak ak untuk mengatasi stres

  (A), klien mendapatkan kom ompetensi/keahlian baru terkait dengan cara-cara yang aka akan digunakannya untuk mengatasi stres (K), klien m mampu merumuskan usaha yang akan dilakukannya untu ntuk mengatasi stres (U) perasaan yang stabil, dalam ke keadaan lega dan senang (R), dan kesungguhan dalam men engatasi stres (S).

  Tahapan konseling untuk tuk membentuk problem focused coping dapat dilaksanaka akan secara eklektik yang didasarkan atas sejumlah teori da dan pendekatan dalam konseling. Prayitno (1997: 29) men engklasifikasikan teknik- teknik tersebut menjadi 2 bagian, n, yakni teknik umum meliputi: (1) penerimaan terhadap klie klien; (2) sikap dan jarak duduk; (3) kontak mata; (4) tiga iga M (Mendengar dengan baik, memahami dengan tepat, t, serta mersespon secara tepat dan positif); (5) kontak psiko ikologis; (6) penstrukturan; (7) ajakan untuk berbicara; (8) 8) dorongan minimal; (9) pertanyaan terbuka; (10) refleksi: ksi: isi dan perasaan; (11) keruntutan; (12) penyimpulan; lan; (13) penafsiran; (14) konfrontasi; (15) ajakan untuk m memikirkan sesuatu yang lain; (16) peneguhan hasrat; (1 t; (17) penfrustasian klien; (18) strategi tidak memaafkan klie klien; (19) suasana diam; (20) transferensi dan kontra-tra transeferensi; (21) teknik eksperimensial; (21) interpretasi m si masa lampau; (22) asosiasi bebas; (23) sentuhan jasman aniah (24) penilaian; dan (25) penyusunan laporan.

  Teknik khusus meliputi ti pokok-pokok, (1) pemberian informasi; (2) pemberian ian contoh; (3) pemberian contoh pribadi; (3) perumusan tu tujuan; (4) latihan penenangan sederhana dan penuh; (5 (5) kesadaran tubuh; (5) disentisasi dan sensitisasi; (6) kur ursi kosong; (7) permainan peran dan permainan dialog; (8 ; (8) latihan keluguan; (9) latihan seksual; (10) latihan trans ansaksional; (11) analisis gaya hidup; (12) kontrak: dan (1 (13) pemberian nasihat. Dalam membentuk problem focuse used coping , konselor dapat menggunakan teknik-teknik ya yang paling sesuai.

  PENUTUP

  Konseling pancawaskita ita memiliki pandangan bahwa manusia merupakan ma makhluk yang memiliki sumber energi yang sangat besar sar dan perlu terus dikembangkan agar bermanfaat bagi d i dirinya, orang lain dan lingkungan. Di saat menghadapi s i stres, individu perlu menyadari dan membangkitkan daya ya ataupun energi tersebut dalam menghadapi dan mengatasi tasi stress langsung pada sumbernya (problem focused coping ing ).

  Menurut pandangan panc ncawaskita, individu dipengaruhi oleh 5 faktor yaitu Pancas casila, pancadaya, lirahid, likuladu dan masidu, oleh sebab itu itu dalam membangkitkan dan membentuk problem focuse used coping , dalam proses konseling konselor dituntut mam ampu mengintegrasikan lima faktor tersebut. Proses s konseling berdasarkan pancawaskita pada dasarnya me mengarah pada bangun pribadi mandiri, yang menjadi i wadah dan penggerak optimalisasi perwujudan potensi in i individu. Ketika individu berhadapan dengan permasalaha lahan penyebab stres maka dapat mengambil langkah-langkah ah dan melaksanakannya secara mandiri.

DAFTAR PUSTAKA

  dalam Hidup Anda

  atloob Ahmed., & Khan, Rahat Ali. 2011. Coping Strate

   Journal for Psycho- logy, Psychotherapy and Neuro- scie

  blishing.com/wp-content/ uploads/2011/12/6-Coping-Stra-te kses 9 Desember 2012). teristik Sosial Ekonomi terhadap Strategi Coping Kelua e Aceh Darussalam. Jurnal JAM, (Online), (http://ju

  /353, di-akses tanggal 13 Mei 2013). in G & Sarason, Barbara R. (1982). Psychology: The Fron ublishers.

  l Hygiene . Bandung: Maestro.

  titia Anne & Sears, David O. (1997). Social Psychology. New a Saputra. (2009). Manajemen Emosi “Sebuah Panduan C

  . Jakarta: Bumi aksara

  t/20110811/Stress, MothersofDisabledandNondisabledChildren.pdf, diak- ses an Praksis Pendidikan . Jakarta: PT Grasindo.

  second editon). Dubuque,

  ative And Postoperative g Surgery”. Tesis tidak rhadap Penyesuaian Diri isjd.pdii. lipi.go.id/admin/- gies Following Diagnosis rsity. tegi Coping pada Santri ng: UIN Maulana Malik ork: Springer Publishing niversity Press. isabled and Nondisabled

  No. 5, (http://uais.- es 4 Oktober 2013).

  PPK Jurusan Bimbingan ram Studi Bimbingan dan ategies: A Cross-Cultural

  science , (Online), Vol. 1,

  a-tegies A-cross-cultural- uarga Pasca Gempa dan ://jurnaljam.ub.ac. id/ind-

  rontier of Behavior . New ew Jersey: Prentice Hall. n Cerdas Bagaimana Me-

  n dan Kegiatan Pendukung Konseling . Padang: Program P P. ncawaskita: Kerangka Konseling Eklektik . Padang: Program adang.

  Ellis, Henry C. (1983). Fundame Iowa: W.C. Brown Co. Ercan, Selma. (2003). “Relation

  Anxiety, and Coping Str diterbitkan. Ankara: Midd Fatchiah Kertamuda & Haris H

  Siti Maryam. Pengaruh Karakter Tsunami di Nanggroe ex.php/jam/article/view/3

  Mahasiswa Baru. Jurnal jurnal/61091123.pdf, diak Howard, Elisabeth D. (2008). “Wo of Fetal Abnormality”. D Jemi Dadang Kresnawan. (2010)

  Pondok Pesantren Mifta Ibrahim Malang. Lazarus, Richard S & Folkman, Su Company.

  Lazarus, Richard S & Folkman, Su Miller, A. Cate Miller, dkk. 199

  Children. Journal of lzu.edu.cn/uploads/soft/2 Appraisal,andCopinginM

  Prayitno. (2009). Dasar Teori dan Prayitno. (2012). Jenis Layanan d dan Konseling FIP UNP.

  Prayitno. (1998). Konseling Panca Konseling FIP IKIP Pada

  Shirazi, Mahmoud., Khan, Matlo Study. The Romanian Jo Issue 2, (http://irscpublis study-English.pdf, di-aks

  Smith. Ronald E., Sarason, Irwin York: Harper & Row Pub

  1992. Stress, Appraisal, and Coping in Mothers of Disa

  Syamsu Yusuf. (2009). Mental Hy Taylor, Shelley E., Peplau, Letitia Triantoro Safari & Nofrans Eka Sa

  ngelola Emosi Positif dala mentals of Human Learning, Memory, and Cognition (sec .

  tionship Between Psychological Preparation, Preoperativ Strategies in Children and Adolescents Undergoing iddle East Technical University.

  Herdiansyah. (2009). Pengaruh Strategi Coping terha

  nal Universitas Paramadina , (Online), Vol. 6, No. 1, (isjd iakses 9 Desember 2012).

  Women’s Decisional Conflict, Anxiety and Coping Strategie . Disertasi tidak diterbitkan. Tennessee: Vanderbilt Universit

  10). “Hubungan Antara Locus of Control dengan Strateg iftahul Huda Malang”. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: n, Susan. (1984). Stress, Appraisal, and Coping. New Yor , Susan. (2006). Coping with Aging. New York: Oxford Univ

  of Pediatric Psychology , (Online), Vol. 17, N