PEMBENTUKAN SIKAP TA’DZIM SANTRI KEPADA KYAI MELALUI PENGAJIAN KITAB IHYA’ ULUMIDDIN (STUDI KASUS PONDOK PESANTREN SUNAN GIRI SALATIGA TAHUN 2018) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

  

PEMBENTUKAN SIKAP TA’DZIM SANTRI KEPADA KYAI

MELALUI PENGAJIAN KITAB IHYA’ ULUMIDDIN

  

(STUDI KASUS PONDOK PESANTREN SUNAN GIRI SALATIGA

TAHUN 2018)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

  

Sarjana Pendidikan Islam

Oleh

NURUL BADIAH

  

111 13 222

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

2018

  PEMBENTUKAN SIKAP TA’DZIM SANTRI TERHADAP KYAI

MELALUI PENGAJIAN KITAB IHYA’ ULUMUDDIN

( STUDI KASUS PONDOK PESANTREN SUNAN GIRI SALATIGA

  

TAHUN 2018 )

SKRIPSI

Oleh :

NURUL BADIAH

  

111 13 222

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

2018

  MOTTO ُهقَّ َح اَنِمِلاَعِل ْف ِرْعَيَو ،اَنَريِغَص ْمَحْرَيَو ،اَنَريِبَك هل ِج ي ْمَل ْنَم اهنِم َسْيل “Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak memuliakan yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti (hak) orang yang berilmu (agar diutamakan pandangannya).”

  (Riwayat Ahmad)

  

PERSEMBAHAN

  Dengan rasa syukur kepada Allah atas segala karunia-Nya, saya persembahkan karya ini kepada:

  1. Bapak Jiman dan ibu Siti Fatimah tercinta yang selalu memberi kasih sayang, semangat, motivasi, dan nasihat untuk keberhasilan.

  2. Abah dan umah ku yang selalu memberi motivasi dan selalu mendoakan ku 3.

  Adik-adiku Fahmi Fathurahman dan Arief lukman hakim yang saya sayangi 4. Simbah ku yang senantiasa selalu mendoakan ku 5. Keluarga besar yang selalu mendoakan dan memotivasi dalam kebaikan.

KATA PENGANTAR

  Alhamdulillaahirob bil’aalamiin, segala puji dan Syukur penulis panjatkan atas

kehadiran Allah SWT yang telah memberikan Taufiq serta Hidayah-Nya yang tiada

terhimgga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini deng an judul “pembentukan sikap

ta’dzim santri kepada kyai melalui pengajian kitab Ihya Ulumiddin (studi kasus pondok

pesantren sunan giri salatiga) ”.

  Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan Uswah Khasanah Rasulullah

Muhammad S.A.W, kepada keluarga, sahabat-sahabatnya, serta para pengikutnya yang

setia yang mana beliaulah sebagai Rosul utusan Allah untuk membimbing umat manusia .

  Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat dan tugas untuk memperoleh

gelar Sarjana Pendidikan (SPd) di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Skripsi

ini berjudul “pembentukan sikap ta’dzim santri kepada kyai melalui pengajian kitab Ihya

Ulumiddin (studi kasus pondok pesantren Sunan Giri Salatiga)

  ”. Penulisan skripsi ini pun tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan dari

berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Oleh

karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1.

  Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.

  2. Bapak Suwardi M.Pd, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

  3. Ibu Siti Rukhayati, M. Ag, selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga.

  4. Bapak Dr. Nasafi, M.Pd.I. selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bantuan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

  5. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah membekali berbagai ilmu pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.

  6. Karyawan-karyawati IAIN Salatiga yang telah memberikan layanan serta bantuan.

  7. Teman-teman Pendidikan Agama Islam Angkatan 2013, yayah, mbk dwi , dono, sukitrem, sanah, mbk reza, bastul, ika dan kawan kawanku yang tak kan terlupakan 8. Rekan-rekanku semua di Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga, khuausnya dek Ulfa, Mbk Yu, Mbk Dwi, Asiyah, Nafisah, dan kawan kawanku semuanya yang telah membantuku.

  9. Segenap keluarga pondok pesantren Sunan Gri yang selalu aku sayangi dan banggakan

  10. Buat teman sepsialku semoga selalu sepisial dalam hidup aku

11. Almamater IAIN Salatiga.

  12. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik semoga amal kebaikannya diterima disisi Allah SWT.

  Skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dan semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi penulis khususnnya serta para pembaca pada umumnya.

  Salatiga, 20 Maret 2018 Penulis

  Nurul Badiah 111 13 222

  

ABSTRAK

  Badiah, Nurul. 2018. Pembentukan sikap

  ta’dzim santri kepada kyai melalui pengajian kitab Ihya’ Ulumuddin (studi kasus pondok pesantren sunan giri Salatiga tahun 2018). Skripsi. Jurusan Terbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Slatiga.

  Pembimbing: Dr. Nasafi, M.Pd.I.

  Kata kunci : Pembentukan sikap Ta’dzim santri.

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) bagaimana pengajian kitab Ihya’ Ulumuddin di Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga?, (2) mengetahui bagaimana sikap Ta’dzim santri kepada Kyai di Pondok pesantren Sunan Giri Salatiga?, (3)untuk mengetahui adakah pengaruh antara pengajian kitab Ihya’ Ulumuddin terhadap sikap t

  a’dzim Kyai di Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga?.

  Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang menitik beratkan pada data kualitatif yaitu data hasil wawancara, observasi dokumentasi. Pengumpulan data dengan menggunakan instrumen penelitian berupa daftar pertanyaan yang terangkum dalam pedoman wawancara. Pedoman wawancara menggunakan triangulasi yang ditujukan kepada Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga, Ustadz dan Ustadzah, pengus dan juga santriwan santriwati Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga. Metode dokumentasi digunakan untuk mengambil data, Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan hasil wawancara yang menunjukkan bahwa:

  Temuan dari penelitian ini adalah (1)pengajian kitab Ihya Ulumuddin di Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga menggunakan metode bandongan yang di lakukan mulai dari setelah sholat subuh sampai dengan pukul 07.00 WIB, dan khatam setiap empat tahun sekali, (2)

  Sikap Ta’dzim santri kepada kyai di Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga yaitu dengan memuliakan orang yang lebih tua atau kepada Kyai, (3)pengaruh pengajian kitab Ihya Ulumuddin terhadap sikap Ta’dzim santri kepada Kyai yaitu mendidik menjadi santri yang Akhlakul karimah dan patuh terhadap orang yang lebih tua. Dan penghambat dalam pembentukan sikap Ta’dzim santri yaitu ego santri yang masih mengutamakan masalah dunia.

  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ....................................................................

  iii

  

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................................... iv

HALAMAN MOTTO ................................................................................... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... vi

KATA PENGANTAR ................................................................................... vii

ABSTRAK ......................................................................................................

  ix

  

DAFTAR ISI .................................................................................................. x

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv

  BAB I PENDAHULUAN A.

  1 Latar Belakang ..............................................................................

  B.

  4 Rumusan Masalah .........................................................................

  C.

  4 Tujuan Penelitian ..........................................................................

  D.

  5 Manfaat Penelitian ........................................................................

  E.

  6 Penegasan Istilah ...........................................................................

  F.

  8 Sistematika penulisan ....................................................................

  BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Biografi Imam AL-Ghozali .......................................................... 10 1. Riwayat pendidikan ................................................................ 11

  2. Guru dan panutan Imam Ghozali ............................................ 15 3.

  Karya-karya Imam Ghozali ..................................................... 16 4. Kepribadian dan pengaruh Imam Ghozali .............................. 18 B. Latar belakang penulisan kitab Ihya’ Ulumuddin .......................... 23 C. Pengertian pembentukan sikap Ta’dzim ...................................... 26 1.

  Pengertian sikap Ta’dzim ........................................................ 26 2. Ciri-ciri sikap Ta’dzim ............................................................ 27 3. Fungsi dan manfaat sikap Ta’dzim .......................................... 29 4. Proses pembentukan sikap Ta’dzim ........................................ 30 a.

  Pengajaran dan pembiasaan .............................................. 31 b. Pembentukan kognitif ...................................................... 32 c. Pembentukan rohani .......................................................... 32 5. Pondok Pesantren .................................................................... 33

  Defininisi pondok pesantren ............................................. 33 2. Ciri-ciri umum pondok pesantren ..................................... 34 3. Unsur-unsur pondok pesantren ......................................... 35

  BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan jenis penelitian ................................................... 40 B. Kehadiran peneliti ......................................................................... 41 C. Lokasi penelitian ........................................................................... 41 D. Sumber data ................................................................................... 41 a. Data primer .............................................................................. 42 b. Data sekunder .......................................................................... 42

  E.

  Metode pengumpulan data ............................................................ 43 a.

  Metode wawancara .................................................................. 43 b. Metode dokumentasi ............................................................... 43 c. Metode observasi .................................................................... 44 F. Analisis data .................................................................................. 44 G.

  Pengecekan keabsahan data .......................................................... 45 H. Tahap-tahap penelitian .................................................................. 46

  BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA A. Gambaran umum lokasi pondok pesantren suana giri .................. 47 1. Sejarah singkat ......................................................................... 47 2. Letak geografis ........................................................................ 48 3. Profil pondok Pesantren .......................................................... 48 4. Visi dan Misi Pondok Pesantren .............................................. 49 Aktifitas pendidikan ................................................................ 49 6. Tata tertib Pondok Pesantren ................................................... 50 7. Keadministrasian ..................................................................... 50 8. Sarana dan prasarana Pondok .................................................. 52 9. Kegiatan santri putra dan putri ................................................ 53 10. Pembelajaran dan pendidikan Madrasah ................................. 54 11. Dewan pengajar Madrasah Diniyah ........................................ 56 12. Struktur organisasi pengurus ................................................... 58 13. Keadaan santri pondok pesantren ............................................ 60 B. Analisis .......................................................................................... 63

  1. Kajian kitab Ihya Ulumuddin .................................................. 63 2.

  Sikap ta’dzim santri kepada kyai di pondok pesantren Sunan Giri Salatiga ............................................................................

  67 3. Pengaruh pengajian kitab Ihya Ulumuddin terhadap sikap ta’dzim santri kepada kyai di pondok pesantren sunan giri salatiga .....................................................................................

  72 BAB V PENUTUP A.

  Kesimpulan .................................................................................... 79 B. Saran .............................................................................................. 80

  DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP

  DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.

  Surat Ijin Penelitian Lampiran 2. Pedoman Wawancara Lampiran 3. Transkip Hasil Wawancara Lampiran 4. Daftar Nilai SKK Lampiran 5. Lembar Konsultasi Skripsi Lampiran 6. Riwayat Hidup

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nilai nilai luhur bangsa indonesia terutama tentang sikap

  menghargai orang lain, sopan santun dan semangat kebersamaan adalah nilai yang telah terbentuk sejak lama , terlebih setelah datangnya agama Islam di Indonesia dimana Indonesia membawa ajaran Rahmatan

  lil’alamin, saling mengasih dan sikap menghormati terhadap orang lain

  (Salam, 1997:32). .Nilai-nilai luhur yang telah diajarkan para ulama seyogyanya kita lestarikan sehingga Indonesia tetap menjadi negara yang bermoral dan beradab.

  Pemikiran –pemikiran yang luhur pada masa lalu haruslah kita lestarikan sehingga tetap menjadi kaum yang berbudi pekerti yang baik penerus dan pemegang kepemimpinan bangsa haruslah memiliki nilai-nilai luhur yang telah diwariskan oleh pa ra ulama, Diantaranya sikap ta’dzim. Dengan sikap ta’dzim atau sikap menghormati dan sopan, akan dapat membawa seseorang pada kemulyaan dan akan dihormati oleh orang lain.

  Tapi kenyataannya, sekarang ini banyak siswa yang berani kepada gurunya, mungkin karena kurangnya pengajaran tentang akhlak di sekolah-sekolah. Pondok pesantren menjadi alternatif yang setrategis bagi siswa untuk menanamkan akhlak.

  Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang religius Islami dan merupakan salah satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia.

  Pada awal didirikannya, pesantren tidak semata-mata ditujukan untuk memperkaya pikiran santri (murid) tetapi meningkatkan moral (akhlaq), memotivasi, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan tingkah laku dan bermoral serta mempersiapkan para santri untuk hidup sederhana dan bersih hati (Dhofier,1994:50). Tujuan utama pengajaran ialah untuk mendidik calon-calon ulama. Pesantren sebagai suatu lembaga pendidikan yang tumbuh berkembang di tengah-tengah masyarakat sekaligus memadukan tiga hasil pendidikan yang amat penting yaitu: ibadah untuk menanamkan iman, tabligh untuk penyebaran ilmu dan amal untuk mewujudkan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari (Shaleh, 1978:8). konsep tentang pembentukan akhlak dan mental yang baik, yaitu dengan pengajaran sebuah kitab yang menekankan pada pendidikan akhlak dan penumbuhan sikap menghormati atau lebih dikenal dengan pembentukan si kap ta’dzim yang salah satunya melalui Pengajaran kitab Ihya`

  Ulumuddin buah karya Imam Ghazali. Kitab ini menerangkan sikap ta’dzim santri terhadap kyai yang mana untuk mendidik karakter santri sebagai santri yang sopan dan santun akan akhlaknya. Sikap ta

  ‟dzim merupakan wujud dari sikap manusia terdidik.

  Sebagaimana sebuah maqolah dalam bahasa arab sebagai berikut :

  ل اَنِمِلاَعِل ْف ِرْعَي َو ،اَنَريِغَص ْمَح ْرَي َو ،اَنَريِبَك َّل ِجُي ْمَل ْنَم اَّنِم َسْي

  Artinya :

  “Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak

memuliakan yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang

tidak mengerti (hak) orang yang berilmu (agar diutamakan

pandangannya).” (Riwayat Ahmad)

  Pengajaran Kitab Ikhya Ulumidin dan pembentukan sikap ta’dzim yang semakin menipis. Pondok Pesantren Sunan Giri adalah salah satu madrasah yang mengkaji Kitab Ihya Ulumidin sehingga santri dipondok pesantren tersebut memiliki sikap yang sopan, santun dan patuh terhadap gurunya.

  Berangkat dari sinilah penulis tertarik untuk meneliti sejauh mana kitab Ihya’ Ulumiddin mendiskripsikan apa dan bagaimana pembentukan sikap santri terhadap kyai yang seharusnya mempunyai sikap yang sopan dan santun dan apakah ada perbedaan antara santri yang mengaji kitab ihya’ ulumudin dan tidak mengaji kitab Ihya’ Ulumiddin. Adapun fokus penelitian yang peneliti tulis berbeda dari skripsi-skripsi sebelumnya.

  Penulis memberi judul skripsi ini “ PEMBENTUKAN SIKAP TA’DZIM SANTRI TERHADAP KYAI MELALUI PENGAJIAN KITAB IHYA ULUMIDIN (STUDI KASUS SANTRI PONDOK PESANTREN SUNAN GIRI SALATIGA TAHUN 2108).

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan pokok masalah yang akan dikaji dan diteliti dalam penyusunan skripsi ini, yaitu: 1.

  Bagaimanakah pengajian Kitab Ihya Ulumidin di pondok pesantren Sunan Giri Salatiga ? 2. Bagaimana Sikap Ta’dzim santri kepada kyai di pondok pesantren

  Sunan Giri Salatiga ? 3. Adakah Pengaruh dari pengajian kitab ihya ulumidin Terhadap

  Sikap t a’dzim santri terhadap kyai di pondok pesantren Sunan Giri Salatiga? C.

   Tujuan dan Manfaat

  Tujuan penelitian Tujuan peneliti ini pasti tidak terlepas dari permasalahan yang peneliti munculkan. Adapun tujuanya adalah : a.

  Untuk mengetahui bagaimana pengajian kitab Ihya Ulumudin di pondok pesantren Sunan Giri Salatiga.

  b.

  Untuk mengetahui bagaimana Sikap ta’dzim santri kepada Kyai di pondok pesantren Sunan Giri Salatiga.

  c.

  Untuk mengetahui adakah Pengaruh antara Pengajian kitab Ihya Ulumidin Terhadap Sikap t a’dzim santri terhadap kyai di pondok pesantren Sunan Giri Salatiga.

D. Manfaat Penelitian

  Berdasarkan manfaat yang diatas, maka manfaat penelitian ini antara lain :

  1. Manfaat teoritis a.

  Memberikan wawasan keilmuan yang berkaitan dengan pembelaj aran kitab Ihya’ Ulumidin dengan sikap ta’dzim santri.

  b.

  Untuk menambah khazanah pengetahuan kepustakaan pengaruh pengajaran kitab Ihya Ulumidin terhadap pembentukan sikap ta’dzim santri terhadap Kyai.

  2. Manfaat praktis a.

  Bagi pihak pondok pesantren, hasil penelitian ini di harapkan dapat di gunakan sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi pengajian kitab Ikhya’ Ulumidin.

  b.

  Bagi santri, mempunyai prilaku sopan santun dan menghormati orang yang lebih tua sesuai dengan pengajian kitab Ihya’ Ulumidin.

  c.

  Bagi peneliti, bisa di jadikan sumber rujukan dalam rangka melakukan pengembangan penelitian mengenai kitab Ihya Ulumudin dan sikap ta’dzim santri terhadap kyai.

E. Penegasan istilah

  Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan kemungkinan terjadinya salah penafsiran terhadap apa yang terkandung dalam skripsi ini, maka perlu kiranya penulis perjelas dan membatasi pengertian sebagai berikut:

  1. Pembentukan sikap ta’dzim

  Pembentukan memiliki arti menjadikan atau perbuatan (hal, cara,

  dan sebagianya ) membentuk wujud atau rupa sesuai dengan yang diinginkan. (Poerwadarminta, 1976:122).

  2. Sikap

  Menurut Ngalim Purwanto (1987:141). Sikap atau yang dalam bahasa inggris attitude adalah suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang.

   Ta’dzim

  Kata ta’dzim dalam bahasa Inggrisnya adalah “ respect” yang mempunyai makna sopan santun, menghormati dan mengagungkan orang yang lebih tua atau yang di tuakan. (Nicholson, 1978; 1-2) 4.

   Santri

  Menurut pengertian yang dipakai dalam lingkungan orang- orang pesantren, seorang alim hanya bisa disebut kyai bilamana memiliki pesantren dan santri yang tinggal dalam pesantren tersebut untuk mempelajari kitab-kitab Islam klasik. Oleh karena itu, santri merupakan elemen penting dalam suatu lembaga pesantren. Walaupun demikian, menurut tradisi pesantren, terdapat 2 kelompok santri, yang pertama santri mukim yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok pesantren. Dan yang kedua adalah santri kalong yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa di sekeliling pesantren, yang biasanya tidak menetap dalam pesantren.

5. Kyai adalah gelar yang diberikan masyarakat kepada ahli agama

  Islam yang memiliki atau menjadi pemimpin pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya. Selain gelar kyai, ia juga sering disebut orang alim (Zamakhsyari, 1983: 55).

  6. Pondok pesantren adalah salah satu bentuk lembaga pendidikan dan keagamaan yang ada di Indonesia. Secara lahiriyah, pesantren dari rumah kyai, masjid, pondok tempat tinggal para santri dan ruang belajar. Pondok pesantren juga berarti suatu lembaga pendidikan dan pengajaran agama islam yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara non klasikal, tetapi dengan sistem bandongan dan sorogan. Dimana seorang kyai mengajar santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang tertulis dalam bahasa arab oleh ulama-ulama besar abad pertengahan (Nasir, 2005:81)

F. Sistematika Penulisan

  Untuk memudahkan pembahasan dan penelaahan yang jelas dalam membaca skripsi ini, maka disusunlah sistematika hasil penelitian kualitatif, secara garis besar sebagai berikut: 1. Bagian Awal

  Bagian awal ini, meliputi: sampul, lembar berlogo, judul (sama dengan sampul), persetujuan pembimbing, pengesahan kelulusan, pernyataan keaslian tulisan, motto, persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, dan daftar lampiran.

2. Bagian Inti

  Pada bagian inti dalam skripsi ini, memuat data:

  BAB I : Pendahuluan Meliputi Latar Belakang Masalah, Fokus Masalah, Tujuan Penelitian, dan Sistematika Penulis Skripsi. BAB II : Kajian Pustaka Berisi kajian kitab Ihya Ulumudin dalam pemebentukan sikap ta’dzim santri terhadap kyai. BAB III : Paparan Data Penelitian Meliputi Gambaran Umum Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga dan pembentukan sikap santri terhadap kyai dalam kajian kitab Ihya’ Ulumudin Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga.

  BAB IV : Analisis Data Penelitian Meliputi pembentukan sikap ta’dzim santri terhadap kyai dalam kajian kitab ihya ulumudin Pondok, faktor pendukung dan kajian kitab Ihya Ulumudin pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga, serta pengaruh sikap ta’dzim santri terhadap Kyai dalam kajian kitab Ihya’ Ulumidin Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga.

  BAB V : Kesimpulan, Saran dan Penutup Yang meliputi Kesimpulan, Saran-saran, dan Penutup.

3. Bagian Akhir

  Bagian akhir dari skripsi ini, memuat: Daftar Pustaka, Lampiran-lampiran, dan Daftar Riwayat Hidup Penulis.

BAB II LANDASAN TEORI A. Biografi Imam Al Ghozali Imam Ghazali nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad Ibnu Muhammad al-Ghazali, yang terkenal dengan Hujjatul Islam

  (Argumentator Islam) karena jasanya yang besar di dalam menjaga Islam dari pengaruh ajaran bid’ah dan aliran rasionalisme Yunani. Beliau lahir pada tahun 450 H, bertepatan dengan 1059 M di Ghazalah, suatu kota kecil yang terlelak di Thus wilayah Khurasah, yang mana saat itu merupakan salah satu tempat pusat ilmu pengetahuan di dunia Islam (Tim Penyusun Ensiklopedi Islam, 1997:25).

  Beliau dilahirkan dari keluarga yang sangat sederhana, ayahnya adalah seorang pengrajin wool sekaligus sebagai pedagang hasil tinggi. Karena simpatiknya kepada ulama, ayahnya pun kemudian mengharapkan anaknya menjadi ulama yang selalu memberi nasehat kepada umat. Itulah sebabnya, ayahnya sebelum wafat menitipkannya (Imam Ghazali) dan saudarnya (Ahmad) pada teman ayahnya (seorang ahli tasawuf) untuk mendapatkan bimbingan dan didikan (Ghazali, 2004:4).

  Meskipun dibesarkan dalam keadaan keluarga yang sederhana, tidak menjadikan Imam Ghazali merasa rendah atau malas, justru beliau semangat dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan, sehingga beliau menjelma menjadi seorang ulama besar dan seorang sufi. Imam Ghazali hidup dalam kesederhanaan sebagai seorang sufi sampai usia 15 tahun (450-456) (Ghazali, 2004:4).

1. Riwayat pendidikan

  Perjalanan mencari ilmu Imam Ghazali dimulai dari tanah kelahirannya, beliau belajar al-Q ur’an dan dasar-dasar ilmu keagamaan yang lain pada ayahnya, di lanjutkan di Thus dengan mempelajari dasar-dasar pengetahuan. Setelah beliau belajar pada teman ayahnya (seorang ahli tasawuf), kemudian beliau masuk ke sekolah untuk memperoleh selain ilmu pengetahuan. Beliau mempelajari dasar Islam (al-

  Qur’an dan al-Hadist). Diantara kitab-kitab hadist yang beliau pelajari, antara lain : a. Shahih al-Bukhori, beliau belajar dari Abu Sahl Muhammad bin Abdullah al-Hafshi.

  Sunan Abi Daud, beliau belajar dari al-Hakim Abu al-Fath al- Hakimi.

  c.

  Maulid an-Nabi, beliau belajar pada Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Khawani.

  d.

  Shahih al-Bukhari dan Shahih al-Muslim, beliau belajar dari Abu al- Fatyan ‘Umar ar-Ru’asai (Ghazali, 2004:267).

  Begitu pula diantaranya bidang-bidang ilmu yang dikuasai Imam Ghazali adalah ushuluddin, ushululfiqh, mantiq, filsafat, dan tasawuf (Hasan, 2006:267).

  Kesantunan hidup sebagaimana waktu beliau belajar fiqh pada Imam Kharamain, beliau belajar bersungguh-sungguh sampai mahir dalam madzhab, khilaf (perbedaan pendapat), perdebatan, mantiq, membaca hikmah, dan falsafah, Imam Kharamain menyikapinya sebagai lautan yang luas (Himawijaya, 2004:15).

  Setelah Imam Haramain wafat kemudian beliau pergi ke Baghdad dan mengajar di Nidzhamiyah. Beliau mengarang tentang madzhab kitab al-Basith, al- wasith, al-Wajiz, dan al-Khulashoh. Dalam ushul fiqih beliau mengarang kitab al-Mustasyfa, kitab al-Mankhul, Bidayatul-hidayah, al-

  Ma’lud fil-Khilafiyah, Syifaal-ali fi Bayani Masalikit Ta`wil dan kitab-kitab lain dalam berbagai bidang (Bik, 1980:570).

  Antara tahun 465-470 H, Imam Ghazali belajar fiqih dan ilmu- Nasral Ismailli di Jurjan. Setelah Imam Ghazali kembali ke Thus, dan selama 3 tahun di tempat kelahirannya, beliau mengaji ulang pelajaran di Jurjan sambil belajar tasawuf kekpada Yusuf an-Nassaj (w-487 H), pada tahun itu Imam Ghazali berkenalan dengan al- Juwaini dan memperoleh ilmu kalam dan mantiq. Menurut Abdul Ghofur, Ismail Farisi dan Imam Ghozali menjadi pembahas paling pintar di zamanya. Imam Haramain merasa bangga dengan prestasi muridnya, karena walaupun kemasyhuran telah diraih Imam Ghazali, beliau tetap setia terhadap gurunya sampai dengan wafatnya pada tahun 478 H. Sebelum al-Juwaini wafat, beliau memperkenalkan Imam Ghazali kepada Nidzham al-Mulk, perdana mentri sultan Saljuk Malik Syah. Nidzham adalah pendiri madrasah al- Nidzhamiyah. Di Naisabur ini Imam Ghazali sempat belajar tasawuf kepada Abu Ali al-Faldl Ibn Muhammad Ibn Ali al-Farmadi (w.477 H/1084 M) (Himawijaya, 2004:15).

  Setelah gurunya wafat, Imam Ghazali meninggalkan Naisabur menuju negri Askar untuk berjumpa dengan Nidzham al-Mulk. Di daerah ini beliau mendapat kehormatan untuk berdebat dengan ulama. Dari perdebatan yang dimenangkan ini, namanya semakin populer dan disegani karena keluasan ilmunya. Pada tahun 484 H/1091 M, Imam Ghazali diangkat menjadi guru besar di madrasah Nidzhamiyah, ini dijelaskan dalam bukunya al-Munqiz Minadl-dlalal. mendalami filsafat secara otodidak, terutama pemikiran al-Farabi, Ibn Sina Ibn Miskawih dan Ikhwan as-Shafa. Penguasaanya terhadap filsafat terbukti dalam karyanya seperti al-Maqasidul Falasifah, Tahafutul Falasifah (Himawijaya, 2004:17).

  Pada tahun 488 H/1095 M, Imam Ghazali dilanda keraguan (skeptis) terhadap ilmu-ilmu yang dipelajarinya (hukum, teologi, dan filsafat), sehingga beliau menderita penyakit selama dua bulan dan sulit diobati. Karena itu, Imam Ghazali tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai guru besar di madrasah Nidzhamiyah, yang akhirnya beliau meninggalkan Baghdad menuju kota Damaskus. Di kota ini, selama kira-kira dua tahun, Imam Ghazali melakukan uzlah, riyadah, dan mujahadah. Kemudian beliau pihdah ke Bait al-Maqdis Palestina untuk melakukan ibadah serupa. Setelah itu tergeraklah hatinya untuk menunaikan ibadah haji dan menziarohi maqom Rosulullah SAW (Himawijaya, 2004:19).

  Sepulang dari tanah suci, Imam Ghazali mengunjungi kota kelahirannya di Thus, disinilah beliau tetap berkhalwat dalam keadaan skeptis sampai berlangsung selama 10 tahun. Pada periode itulah beliau me nulis karyanya yang terkenal ” Ihya’ Ulumuddin ” the

  

revival of the religious (menghidupkan kembali ilmu agama)

(Himawijaya, 2004:19).

  Karena mendapat desakan dari madrasah Nidzhamiyah di memberi pelajaran bagi para fuqoha dan jawiyah atau khanaqoh untuk para mustafifah. Di kota inilah (Thus) beliau wafat pada tahun 505 H / 1 Desember 1111 M (Ghazali, Tt:7).

  Abul Fajar al-Jauzi dalam kitabnya al- Asabat ‘inda Amanat mengatakan, Ahmad saudaranya Imam Ghazali berkata: pada waktu shubuh, Abu Hamid berwudhu dan melakukan sholat, kemudian beliau berkata: ambillah kain kafan untukku, kemudian ia mengambil dan menciumnya, lalu ia meletakkan diatas kedua matanya, beliau berkata ” aku mendengar dan taat untuk menemui al-Malik kemudian menjulurkan kakinya dan menghadap kiblat. Imam Ghazali yag bergelar Hujjatul Islam itu meninggal dunia menjelang matahari terbit di kota kelahirannya (Thus) pada hari senin 14 Jumadil Akhir 505 H (1111 M). Imam Ghazali dimakamkan di Zhahir at-Tabiran, ibu kota Thus (Ghazali, 2004:266).

2. Guru dan panutan Imam Ghazali

  Imam Ghazali dalam perjalanan menuntut ilmunya mempunyai banyak guru, diantaranya guru-guru Imam Ghazali adalah sebagai berikut: a.

  Abu Sahl Muhammad Ibn Abdullah al-Hafsi, beliau mengajar Imam Ghazali dengan kitab Shohih Bukhori.

  b.

  Abul Fath al-Hakimi at-Thusiy, beliau mengajar Imam Ghazali dengan kitab Sunan Abi Dawud.

  Abdullah Muhammad Bin Ahmad al-Khawari, beliau mengajar Imam Ghazali dengan kitab Maulid an-Nabi.

  d.

  Abu al-Fatyan Umar ar-Ru’asi, guru kitab Shohih Bukhori dan Shohih Muslim (Hasan, 2006:267).

  Dengan demikian guru-guru Imam Ghazali tidak hanya mengajar dalam bidang tasawuf saja, akan tetapi beliau juga mempunyai guru- guru dalam bidang lainnya, bahkan mayoritas guru-guru beliau itu adalah ahli dalam bidang hadist.

3. Karya-karya Imam Ghazali

  Imam Ghazali termasuk penulis yang tidak terbandingkan lagi, karya beliau diperkirakan mencapai 300 kitab, diantaranya adalah : a.

  Maqhasid Falasifah b.

  Tahafutul Falasifah c. Mi’yar al-‘Ilmi d.

  Ihya’ Ulumuddin e. Al-Munqiz min adl-Dlalal f. Al-Ma’arif al-Aqliyah g.

  Misykat al-Anwar h. Minhajul Abidin i. Al-Iqtishad fil I’tiqod j. Ayyuhal Walad.

  Al-Musytasyfa l. Ilham al-Awwam an ‘Ilmal Kalam. m.

  Mizan al-Amal. n.

  Akhlaq al-Abror wan Najah minal Asyar o. Assrarul Ilmi ad-Din p. Al washit q. Al-Wajiz r. Az-Zariyah ilaa Makarim asy-Syari’ah s.

  Al-Hibr al-Masbuq fin Nashihah al-Muluk t. Al-Mankhul min Ta’liqoh al-Ushul u.

  Syifa`ul Qolil fi Bayanis Syaban wal Mukhil wa Masalikit ta’wil v. Tarbiyatul Aulad fil Islam w.

  Tahzibul Ushul x. Al-Ikhtishos fil Itishod y. Yaaqutut Ta’wil (Nasution, Tt:155).

4. Kepribadian dan pengaruh Imam Ghazali

  Terkait dengan pengaruh Imam Ghazali terhadap perkembangan dunia Islam, Samuel M. Zwemer mengatakan, ada empat orang yang paling besar jasanya terhadap Islam, yaitu Nabi Muhammad, Imam Bukhari sebagai pengumpul hadist yang paling masyhur, Imam Asy’ari sebagai teolog terbesar dan menantang rasionalisme dan Imam Ghazali sebagai “reformer” dan sufi.

  Imam Ghazali merupakan penyelamat tasawuf dari kehancuran menjadi ajaran Islam yang utuh. Imam Ghazali telah meninggalkan pengaruh begitu luas atas sejarah Islam. Bahkan karya-karya beliau telah diterima secara luas di kalangan komunitas muslim yang berbahasa Arab, baik di Timur maupun di Barat. Sekalipun sudah hampir seribu tahun Imam Ghazali meninggalkan kita, namun ilmunya, tetesan kalam buah penanya tetap mengekal abadi. Pemikiranya telah memberi pengaruh besar, karena diperlukan dan ditelaah oleh umat manusia dari berbagai bangsa dan agama (Smith, 2000:225).

  Tokoh Imam Ghazali yang menjadi fokus pembahasan menempati kedudukan yang unik dalam sejarah agama dan pemikiran Islam karena kedalaman ilmunya, keorisinilan pemikirannya, dan kebenaran pengaruhnya di kalangan Islam. Di samping ahli agama, pendidikan dan hukum Islam, ia juga memiliki ilmu yang luas tentang filsafat, tasawuf, akhlak, dan masalah kejiwaan serta spiritualitas Islam. Di belahan timur dunia Islam ia amat berpengaruh bagi masyarakat Islam Sunni dan memperoleh sukses dalam memimpin mereka, sedangkan di belahan barat dunia Islam pengaruhnya tidak kecil. Sampai sekarang pengaruh Imam Ghazali masih terus ada di seluruh dunia Islam (Jaya, 1994:12).

  Di Timur, Imam Ghazali mendapat sukses di bidang pembaharuan mental dan spiritual umat, sehingga pendapat- Bukunya Ihya` Ulumuddin adalah bukti dari adanya usaha tersebut. Pada waktu itu juga, ia berjasa dalam membela agama Islam dan umatnya dari pengaruh negatif pemikiran filsafat Yunani, ilmu Kalam, dan aliran kebatinan. Dengan pembelaannya itu, ia berhasil memperbaiki keadaan masyarakat Islam, dari pemujaan akal atas agama, menjadi ketaatan kepada Allah SWT, yaitu dalam arti hukum syari`at menguasai akal dan akhlak manusia, sehingga kebahagiaan dapat dicapai. Berdasarkan keterangan di atas, maka tidak salah apabila orang menjuluki Imam Ghazali sebagai Hujjatul-

  

Islām (pembela agama Islam), Zainud-Dîn (permata agama Islam)

  dan Mujaddid (pembaharu). Imam Ghazali telah melakukan pembaharuan dalam tasawuf. Pembaharuan yang dilakukan adalah mengintegrasikan kesadaran tasawuf dengan syari`at yang telah dimulai pada pertengahan kedua abad ketiga hijriah dengan tokoh- tokoh seperti al-Kharraz dan al-Junaid, dan gerakan ini mencapai puncaknya dibawa komando Imam Ghazali yang selanjutnya sangat menentukan perkembangan pemikiran Islam (Rahman, 2010:202). Upaya Imam Ghazali mendamaikan antara tasawuf dan fiqh yang bercorak sunni mendapat sambutan yang sangat baik dari masyarakat Islam, terbukti dengan menyebarnya tasawuf keberbagai daerah Islam dan menjamurnya tarekat diberbagai daerah Islam (Siddiqi, 1996:55). Dengan langkah perdamaian Imam Ghazali ini, ketegangan tokoh teolog besar adalah seorang sufi besar pula.

  Imam Ghazali dikenal sebagai seorang yang cerdas, luas cakrawalanya, kuat hafalannya, jauh dari keraguan, sekaligus mendalam dalam memahami makna-makna secara jeli (Subki, 1978:103). Ia juga seorang yang kritis, gemar menyelidiki sesuatu karena sikap skeptisnya untuk melepaskan diri dari belenggu taqlid (Ghazali, 1960:47). Unsur-unsur kepribadian Imam Ghazali ini cukup untuk membekalinya dalam pencariannya terhadap hakekat kebenaran.

  Di belahan barat dunia Islam, tulisan Imam Ghazali tidak saja mempengaruhi pemikir Islam seperti Ibn Rusyd, tetapi juga mempengaruhi para pemikir Kristen dan Yahudi seperti Thomas Aquinas dan Blaise Puscal, (Ghazali, 1960:14) dan filsuf-filsuf Barat lainnya, sebagaimana diakui oleh Asim Palaeros, banyak persamaannya dengan Imam Ghazali dalam pendiriannya, bahwa pengetahuan-pengetahuan agama tidak diperoleh dari akal pikiran tetapi harus hati dan rasa (Poerwantama, dkk, 1994:168). Imam Ghazali juga sering disebut sebagai pembuktian Islam, hiasan keimanan, atau pembaharu agama. Dalam buku berjudul Historiografi Islam Kontemporer disebutkan, seorang penulis bernama As-subkhi dalam bukunya yang berjudul Thabaqat as Shafiyya al Kubra pernah menyatakan,

  “Seandainya ada lagi Nabi setelah Nabi Muhammad,

  Ghazali.” Hal ini menunjukkan

  tingginya ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan yang dimiliki Imam Ghazali. (Natsir, 1988:175).

  Di Eropa Barat, Imam Ghazali mendapat perhatian besar, tak sedikit orang Barat yang memberikan penghargaan kepadanya.

  Filosof asal Prancis Renan, pujangga-pujangga Cassanova, Carra de Vaux, adalah orang-orang yang kagum terhadap Imam Ghazali (Ali, 1991:70).

  Masuknya pengaruh filsafat Imam Ghazali di benua Eropa tidak bisa dipisahkan dari adanya pengaruh filsafat Ibn Rusyd yang lebih dulu masuk Eropa. Pada abad pertengahan, Eropa dikuasai gereja. Gereja yang mengatasnamakan “wakil Tuhan” bertindak tidak manusiawi dan mengekang rasio. Keadaan semacam ini membuat para ilmuwan Eropa menolak dominasi gereja. Alat yang dipakai para ilmuwan saat itu adalah filsafat Ibn Rusyd. Begitu hebatnya pengaruh Ibn Rusyd sampai-sampai di Eropa ada kelompok Averoesme. Ketika gejolak perkembangan Averoesme sedang menjalar di Eropa pada abad pertengahan, gereja menggunakan Tahafut al-Falasifah sebagai pembendungnya. Alexander Hales, seorang pendeta ternama, adalah orang yang paling masyhur dalam membelokkan Averoesme kepada filsafat Imam Ghazali. Bahkan Santo Thomas Aquines sebagai pemuda Ibn Rusyd dalam beberapa kritikannya terhadap orang yang dipujanya tersebut tidak sedikit ia mendapatkan ilham dari Imam

  Ketidak gentarannya dalam mencari kebenaran melalui kegandrungannya pada ajaran-ajaran tasawuf banyak pula mendatangkan kritikan dan pertentangan di kalangan Mutakallimin, baik ketika Imam Ghazali masih hidup maupun setelah meninggalnya. Di Andalusia, seorang Qadhi dari Cordoba, Abu Abdullah Muhammad bin Hamdin, menyalahkan karangan- karangan Imam Ghazali. Para Qadhi di Spanyol pada umumnya menerima pengutukan itu, hasilnya seluruh karya-karya Imam Ghazali dibakar. Masyarakat dilarang memiliki karya-karya Imam Ghazali dengan ancaman sangsi hukuman mati. Termasuk di dalamnya kitab Ihya` (Smith, 2000:226).

B. Latar belakang penulisan kitab Ihya` Ulumuddin

  Kitab Ihya’ Ulumuddin merupakan salah satu karya monumental yang menjadi intisari dari seluruh karya Imam Ghazali. Secara bahasa, Ihya’ Ulumuddin berarti menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama. Sebagaimana judulnya kitab ini berisi tentang ilmu-ilmu agama yang akan menuntun umat Islam tidak berorientasi pada kehidupan dunia belaka, akan tetapi kehidupan akhirat yang lebih utama.

  Imam Ghazali, menjadi rektor di Universitas Nidzamiyah selama empat tahun, tentu kedudukannya sebagai pejabat tinggi dalam pemerintah, namanya termasyhur telah memengaruhi jiwanya untuk cinta kepada kebendaan. Tetapi pengaruh yang demikian itu tidak lama pada batinnya, pergolakan dan pertentangan antara “ilmu dan amal”. Semua suara batin yang mengajak kepada kebendaan itu dapat dikalahkan. Tetapi, pergolakan perjalanan dalam batinnya itu menyebabkan dia jatuh sakit. Seorang dokter yang hendak menolongnya mengatakan bahwa penyakitnya sukar disembuhkan, karena penyakit itu bukan berasal dari luar, melainkan dari dalam. Oleh karena itu pengobatan dari luar tidak akan dapat membawa manfaat baginya, dan selama waktu itu ia tertimpa keragu-raguan tentang kegunaan pekerjaannya, sehingga akhirnya ia menderita penyakit yang tidak bisa diobati dengan obat lahiriah

  (Psikoterapi). Oleh karena itu, dia berusaha mengobati penyakitnya itu dengan kekuatan jiwanya sendiri. Penyakit itu beliau obati dengan berlindung diri kepada Allah, mohon bantuan dan pertolongan agar penyakit itu lepas dari dalam dirinya. Akhirnya berkat anugrah Allah, sakitnya menjadi sembuh, bahkan ia mendapat ilham dan petunjuk dari- Nya. Hatinya menjadi terang, sikapnya menjadi tabah serta memperoleh kepastian tentang ilmu.

  Secara diam-diam Imam Ghazali meninggalkan Baghdad menuju Syam, agar tidak ada yang menghalangi kepergiannya baik dari penguasa (khalifah) maupun sahabat Universitas. Pekerjaan mengajar ditinggalkan dan mulailah Imam Ghazali hidup jauh dari lingkungan manusia, zuhud yang dia tempuh. Hampir dua tahun, Imam Ghazali menjadi hamba Allah yang betul-betul mampu mengendalikan gejolak hawa nafsunya. Dia menghabiskan waktunya untuk berkhalwat, ibadah dan i’tikaf di sebuah masjid di Damaskus. Berdzikir sepanjang hari di menara untuk melanjutkan taqarrubnya kepada Allah, lalu kemudian Imam Ghazali pindah ke Baitu al-Maqdis, di sinilah Imam Ghazali selalu merenung, membaca dan menulis karya puncaknya “Ihya’ Ulumuddin”. Dia melanjutkan berjihad melawan hawa nafsu, mengubah akhlak, memperbaiki watak yang menimpa hidupnya.

  Kitab Ihya` Ulumuddin disusun pada waktu ketika umat Islam teledor terhadap ilmu-ilmu Islam, yaitu setelah Imam Ghazali kembali dari rasa keragu-raguan dengan tujuan utama untuk menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama. Mengapa demikian? Ketika itu, umat islam acuh terhadap ilmu-ilmu Islam dan mereka lebih asik dengan filsafat barat. Oleh karena itu, Imam Ghazali tergugah hatinya untuk membersihkan hati umat dari kesesatan, sekaligus pembelaan terhadap serangan-serangan pihak luar baik Islam ataupun barat (orentalist) dengan menghadirkan sebuah karya ilmiah ditengah-tengah umat Islam.

Dokumen yang terkait

PENGARUH KEWIBAWAAN PENGASUH TERHADAP INTERAKSI SOSIAL SANTRI DI PONDOK PESANTREN EDI MANCORO DESA GEDANGAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2014 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

0 1 103

PENERAPAN METODE WAHDAH DALAM MENINGKATKAN HAFALAN AL-QUR’AN SANTRI PONDOK PESANTREN AL-MUNTAHA CEBONGAN ARGOMULYO SALATIGA SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

0 0 85

KONSEP HATI PERSPEKTIF AL-GHAZALI DALAM KITAB IHYA’ ULUMUDDIN SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

0 0 111

PERANAN SHALAT TAHAJUD DALAM KESEHATAN MENTAL SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN NURUL ASNA SALATIGA TAHUN 2015 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

0 2 98

HUBUNGAN PERSEPSI SANTRI TENTANG KEWIBAWAAN KYAI DAN TINGKAT KEDISIPLIN PENGURUS DENGAN INTENSITAS SHALAT BERJAMA’AH SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN SUNAN GIRI KOTA SALATIGA TAHUN 20152016 SKRIPSI

0 4 135

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN HIDAYATUL MUBTADI-IEN KALIBENING SALATIGA TAHUN 2016 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

0 1 170

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER PADA SANTRI PONDOK PESANTREN AL-FALAH SALATIGA TAHUN 2017 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

0 1 132

HUBUNGAN INTENSITAS BELAJAR KITAB TA’LIM MUTA’ALIM DENGAN SIKAP TA’DZIM SANTRI TERHADAP GURU DI PONDOK PESANTREN NURUL ASNA PULUTAN KEC.SIDOREJO SALATIGA 2017 SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan islam (S.Pd.I)

0 0 98

PENGARUH INTENSITAS KEGIATAN KEAGAMAAN TERHADAP KECERDASAN SPIRITUAL (STUDI KASUS SANTRI PONDOK PESANTREN TARBIYATUL ISLAM AL-FALAH SALATIGA TAHUN 2016) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidik

0 0 147

PEMBENTUKAN AKHLAQ SANTRI MELALUI KULTUR PESANTREN (Study Kasus Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

0 2 163