SKRINING AKTIVITAS ANTI-QUORUM SENSING FRAKSI ETANOLIK ENAM TANAMAN OBAT DENGAN BAKTERI

ENAM TANAMAN OBAT DENGAN BAKTERI Chromobacterium violaceum

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains

Oleh: DIAN FAJAR ARIYANI NIM. M0407030 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2011

commit to user

ii

commit to user

iii

commit to user

iv

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya

sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar kesarjanaan yang telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.

Surakarta, Oktober 2011

Dian Fajar Ariyani NIM. M0407030

commit to user v

ENAM TANAMAN OBAT DENGAN BAKTERI Chromobacterium violaceum

Dian Fajar Ariyani

Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, Surakarta

ABSTRAK

Pengobatan dengan antibiotik yang tidak tepat baik waktu maupun dosis pemberian dapat berdampak munculnya resistensi bakteri. Pendekatan lain yang diperlukan dalam pencegahan infeksi, salah satunya yaitu metode berbasis quorum sensing . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya aktivitas anti- quorum sensing bakteri Chromobacterium violaceum dari fraksi etanolik sampel segar dan sampel kering enam tanaman obat di Indonesia.

Fraksi etanolik yang digunakan berasal dari jenis sampel segar dan kering enam tanaman obat (Hedyotis corymbosa (L.) Lamk., Eugenia polyantha Wight., Geranium radula Cavan., Canna edulis Ker., Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott., dan Dioscorea alata L.). Fraksi etanolik tanaman diuji aktivitas anti- quorum sensing nya dengan bakteri C. violaceum menggunakan metode well diffusion. Konsentrasi fraksi yang diujikan adalah 2, 4, 6, 8, dan 10 mg/mL. Fraksi yang mempunyai aktivitas anti-quorum sensing akan membentuk zona hambat berupa cincin zona pertumbuhan sel yang tidak berwarna di sekitar sumuran.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa fraksi yang memiliki aktivitas anti- quorum sensing adalah fraksi etanolik sampel segar dan kering dari H. corymbosa,

E. polyantha , G. radula, C. edulis, dan X. sagittifolium. Fraksi yang memiliki kemampuan terbesar dalam menghambat quorum sensing C. violaceum yaitu fraksi etanolik G. radula segar pada konsentrasi 10 mg/mL. Penelitian ini menunjukkan bahwa G. radula berpotensi sebagai agen anti-quorum sensing yang dapat dimanfaatkan dalam bidang farmakologi.

Kata kunci: Chromobacterium violaceum, anti-quorum sensing, infundasi, tanaman obat

commit to user

vi

FRACTION FROM SIX MEDICINAL PLANTS WITH BACTERIA Chromobacterium violaceum

Dian Fajar Ariyani

Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Sebelas Maret University, Surakarta

ABSTRACT

The treatment with antibiotics which is not appropriate in both time and dose of administration may affect the emergence of bacterial resistance. Another approach is necessary in the prevention of infection, one of which is quorum sensing based methods. This study aims to determine the presence of anti-quorum sensing activity of bacteria Chromobacterium violaceum from ethanolic fractions of fresh and dried samples from six medicinal plants in Indonesia.

Ethanolic fractions were derived from six samples of fresh and dried plants (Hedyotis corymbosa (L.) Lamk., Eugenia polyantha Wight., Geranium radula Cavan., Canna edulis Ker., Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott., and Dioscorea alata L.). Ethanolic fractions were tested the anti-quorum sensing activity of C. violaceum using well diffusion method. Fraction concentrations tested were 2, 4,

6, 8, and 10 mg/mL. The fraction which has anti-quorum sensing activity will form the inhibitory zone in the form of a ring zone of cell growth that is colorless around the wells.

The results showed that the fraction which had anti-quorum sensing activity is the ethanolic fraction of fresh and dried samples from H. corymbosa, E. polyantha , G. radula, C. edulis, and X. sagittifolium. The fraction which has the greatest ability to inhibit quorum sensing in C. violaceum was the ethanolic fraction of G. radula fresh at concentrations of 10 mg/mL. This research showed that the G. radula potential as an anti-quorum sensing agent that can be utilized in the field of medicinal natural product.

Keywords: Chromobacterium violaceum, anti-quorum sensing, infundation, medicinal plants

commit to user

vii

“Sebab Tuhan, Dia sendiri akan berjalan di depanmu, Dia sendiri akan menyertai engkau, Dia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau, janganlah takut dan janganlah patah hati “ (Deuteronomy 31:8)

“I have the strength to face all conditions by the power that Christ gives me” (Philipians 4:13)

“Be careful how you think; your life is shaped by your thoughts” (Proverbs 4:23)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk …. Keluargaku tercinta, Mama, Papa, dan Kakakku

yang selalu mendukung di dalam doa-doa terbaiknya # my precious fam …

Sahabat dan temanku yang tersayang, Armeina- Nafis-Alfin-Wida-Celin-Pusay-Mia-Herry-Mikha # kalian memberi warna dalam kehidupanku …

Kakakku yang terkasih, Oktavia-Vector-Sari- Yashinta-Budi-Arie-Agus-Dito-Wedho-Nopi # mengingatkanku akan nasihat dan pengalaman hidup yang tak terlupakan …

My lovely soulmate # from God…

Teman-teman Biologi 2007 # I like your spirit !!

commit to user ix

Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul : “Skrining

Aktivitas Anti-Quorum Sensing Fraksi Etanolik Enam Tanaman Obat dengan Bakteri Chromobacterium violaceum “. Penyusunan skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan strata 1 (S1) di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis mendapatkan banyak bimbingan, masukan, dan bantuan dari berbagai pihak dalam penelitian maupun penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang setulusnya kepada :

Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc., (Hons) Ph.D., selaku Dekan FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta atas ijin penelitian untuk keperluan skripsi.

Dr. Agung Budihardjo, M.Si., selaku Ketua Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan arahan serta ijin penelitian skripsi.

Dr. Sunarto, M.S., selaku dosen pembimbing akademik yang telah membantu proses belajar penulis. Widya Mudyantini, M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dalam pemilihan tema untuk penyusunan skripsi.

Rita Rakhmawati, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, dukungan, serta arahan selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi.

Estu Retnaningtyas N, S.TP., M.Si., selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan arahan selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi.

Dr. Artini Pangastuti, M.Si., selaku dosen penguji I yang telah memberikan saran dan kritik sampai selesainya penyusunan skripsi. Prof. Dr. Sugiyarto, M.Si., selaku dosen penguji II yang telah memberikan masukan sampai selesainya penyusunan skripsi. Seluruh dosen, karyawan, laboran Jurusan Biologi, dan laboran Laboratorium Pusat, yang telah memberikan dorongan baik spiritual maupun materiil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Keluarga besar Biologi 2007 untuk semangat dan kebersamaan yang luar biasa selama ini. Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kririk yang membangun dari para pembaca akan sangat membantu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Surakarta, Oktober 2011 Penulis

commit to user

xi

BAB III. METODE PENELITIAN ……………………………………………….

A. Waktu dan Tempat Penelitian ………………………………………

B. Alat dan Bahan ………………………………………………………

C. Cara Kerja ……………………………………………………

D. Analisa Data ……………………………………………………….

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………

A. Penyiapan Bahan ………………………………………………..

B. Ekstraksi Tanaman ……………………………………………..

C. Pengujian Aktivitas Anti-Quorum Sensing ……………………..

D. Penghambatan Quorum Sensing oleh Fraksi Etanolik…………….

E. Fraksi yang Mempunyai Aktivitas Anti-Quorum Sensing

C. violaceum ……………………………………………………

F. Fraksi yang Tidak Mempunyai Aktivitas Anti-Quorum

Sensing C. violaceum ………………………..............................

G. Anti-quorum sensing dan Antibakteri …………………………….

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………….

A. Kesimpulan ………………………………………………………

B. Saran ……………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….. LAMPIRAN ………………………………………………………………….. RIWAYAT HIDU P PENULIS ……………………………………………….

23

23

23

24

29

30

30

32

33

35

38

46

47

51

51

51

52

57

74

commit to user

xii

Halaman

Tabel 1. Hasil pengukuran zona hambat quorum sensing C. violaceum ….. Tabel 2. Hasil pengukuran zona hambat fraksi etanolik rumput

mutiara segar …………………………………………………….. Tabel 3. Hasil pengukuran zona hambat fraksi etanolik rumput

mutiar a kering …………………………………………............... Tabel 4. Hasil pengukuran zona hambat fraksi etanolik daun

ambre segar ………………………………………………………. Tabel 5. Hasil pengukuran zona hambat fraksi etanolik daun

ambre kering ……………………………………………………. Tabel 6. Hasil pengukuran zona hambat fraksi etanolik daun

salam segar ………………………………………………………. Tabel 7. Hasil pengukuran zona hambat fraksi etanolik daun

salam kering ………………………………………………………. Tabel 8. Hasil pengukuran zona hambat fraksi etanolik umbi

kimpul segar ………………………………………………………. Tabel 9. Hasil pengukuran zona hambat fraksi etanolik umbi

kimpul kering ……………………………………………………. Tabel 10. Hasil pengukuran zona hambat fraksi etanolik umbi

uwi seg ar ……………………………………………………….. Tabel 11. Hasil pengukuran zona hambat fraksi etanolik umbi

uwi kering ………………………………………………………. Tabel 12. Hasil pengukuran zona hambat fraksi etanolik rimpang

ganyong segar ……………………………………………………. Tabel 13. Hasil pengukuran zona hambat fraksi etanolik rimpang

ganyong kering …………………………………………………. Tabel 14. Hasil pengukuran zona hambat kontrol etanol 96% dan

DMSO 2% ……………………………………………………….. Tabel 15. Hasil pengukuran zona hambat kontrol gentamisin ……………….

35

57

57

58

58

59

59

60

60

61

61

62

62

63

64

commit to user

xiii

Halaman Gambar 1. Koloni bakteri Chromobacterium violaceum pada Media Luria Bertani agar ...............................................................

Gambar 2. Pengaturan quorum sensing bakteri gram negatif .................... Gambar 3. Rumput mutiara …………………………………………………. Gambar 4. Daun ambre .................................................................................... Gambar 5. Daun s alam ………………………………………………………. Gambar 6. Tanaman ganyong ........................................................................... Gambar 7. Tanaman kimpul .............................................................................. Gambar 8. Tanaman uwi ..................................................................................... Gambar 9. Skema kerangka pemikiran ............................................................ Gambar 10. Alur kerja penelitian ....................................................................... Gambar 11. Hasil uji fraksi etanolik tanaman yang mempunyai

aktivitas anti-quorum sensing C.violaceum pada sampel segar dan sampel kering ………………………………………….

Gambar 12. Hasil uji fraksi etanolik rumput mutiara segar dan kering........... Gambar 13. Hasil uji fraksi etanolik daun ambre segar dan kering ……………. Gambar 14. Hasil uji fraksi etanolik daun salam segar dan kering ……........... Gambar 15. Hasil uji fraksi etanolik umbi kimpul segar dan kering ………...

Gambar 16. Hasil uji fraksi etanolik rimpang ganyong segar dan kering …..

Gambar 17. Hasil uji fraksi etanolik umbi uwi segar dan kering ……………..

Gambar 18. Struktur halogen furanon dari Delisea pulchra ……………………

Gambar 19. Perbandingan zona penghambatan antibakteri dan anti- quorum sensing dilihat di bawah mikroskop stereo dengan perbesaran 4 X ………………………………………………….

Gambar 20. Zona hambat quorum sensing C. violaceum oleh kontrol etanol 96% dan DMSO 2% …………………………………..

Gambar 21. Zona hambat quorum sensing C. violaceum oleh kontrol gentamisin …………………………………………………….

10

12

13

14

15

17

18

20

28

38

39

41

42

43

44

46

48

49

63

64

commit to user xiv

Halaman Lampiran 1. Zona hambat quorum sensing C. violaceum oleh fraksi

etanolik rumput mutiara ………………………………

Lampiran 2. Zona hambat quorum sensing C. violaceum oleh fraksi etanolik daun ambre ……………………………………

Lampiran 3. Zona hambat quorum sensing C. violaceum oleh fraksi etanolik daun salam ………………………………………..

Lampiran 4. Zona hambat quorum sensing C. violaceum oleh fraksi etanolik umbi kimpul ………………………………………..

Lampiran 5. Zona hambat quorum sensing C. violaceum oleh fraksi etanolik umbi uwi …………………………………………

Lampiran 6. Zona hambat quorum sensing C. violaceum oleh fraksi etanolik rimpang ganyong …………………………………

Lampiran 7. Zona hambat quorum sensing C. violaceum oleh kontrol etanol 96% dan DMSO 2% ……………………………….

Lampiran 8. Zona hambat quorum sensing C. violaceum oleh kontrol gentamisin …………………………………………………..

Lampiran 9. Grafik pengukuran zona hambat kontrol gentamisin ……….. Lampiran 10. Komposisi media dan larutan ………………………….. Lampiran 11. Zona hambat fraksi etanolik yang dilihat di bawah

mikroskop stereo perbesaran 4X …………………………..

Lampiran 12. Hasil analisis untuk tes normalitas data .................................. Lampiran 13. Hasil analisis untuk tes homogenitas data .............................. Lampiran 14. Hasil analisis data dengan Unianova ......................................

57

58

59

60

61

62

63

64

65

66

66

67

67

68

commit to user xv

ribonucleic acid

LA

luria bertani agar

LB

luria bertani broth

AI AHLs SAM ACP HCN NaCl DMSO ANOVA

autoinducer N-acyl-homoserine lactones S-adenosyl methionine N-acyl-homoserine lactone carrier protein hydrogen cyanide natrium chlorida dimethyl sulfoxide analysis of variances

FSH

follicle stimulating hormone

commit to user

SKRINING AKTIVITAS ANTI- QUORUM SENSING FRAKSI ETANOLIK ENAM TANAMAN OBAT DENGAN BAKTERI Chromobacterium violaceum

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains

Oleh: DIAN FAJAR ARIYANI NIM. M0407030 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2011

commit to user

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penelitian eksploratif terhadap obat antibiotik telah banyak dilakukan, namun masih berbasis pada mekanisme antibiosis. Pengobatan dengan antibiotik yang tidak tepat baik waktu maupun dosis pemberian dapat berdampak munculnya resistensi bakteri. Bakteri yang resisten terhadap suatu senyawa dapat menyebarkan resistensi terhadap bakteri lain. Pendekatan yang diperlukan untuk pencegahan infeksi, salah satunya yaitu metode berbasis quorum sensing (Kievit dan Igleweski, 2000).

Sistem quorum sensing merupakan salah satu target yang belum banyak dieksplorasi dalam penelitian tanaman obat. Tanaman obat Indonesia memiliki potensi sebagai sumber senyawa penghambat sistem quorum sensing bakteri. Pada sistem ini patogenesis bakteri sebagai faktor virulensi dapat dikendalikan. Skrining anti-quorum sensing menggunakan strain bakteri Chromobacterium violaceum dengan menggunakan dasar penghambatan produksi pigmen ungunya (Williams, 2002; Aini dan Setyawan, 2006).

Bakteri C. violaceum merupakan bakteri gram negatif yang memiliki sistem quorum sensing. Bakteri ini memiliki molekul sinyal atau autoinducer (Al) sebagai pengatur quorum sensing berupa molekul C6-HSL (N-acyl-homoserine lactone ) dengan gen pengatur cviI-cviR yang dapat mengaktivasi produksi eksoenzim, HCN, dan pigmen violacein. Adonizio et al. (2006) melakukan

commit to user

Amerika Serikat sebagai penghambat quorum sensing C. violaceum. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tujuh ekstrak menunjukkan aktivitas penghambatan quorum sensing C. violaceum (Carepo et al., 2004).

Senyawa kimia yang menjadi target dalam penelitian ini adalah senyawa yang bersifat polar, sehingga digunakan pelarut etanol yang bersifat polar. Fraksi etanolik yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari enam tanaman obat yang diduga berpotensi sebagai penghambat quorum sensing yaitu rumput mutiara (Hedyotis corymbosa (L.)Lamk.), daun salam (Eugenia polyantha Wight.), daun ambre (Geranium radula Cavan.), rimpang ganyong (Canna edulis Ker.), umbi kimpul (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott.), dan umbi uwi (Dioscorea alata L.). Pemilihan keenam tanaman obat tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa tanaman tersebut sering digunakan oleh masyarakat untuk pengobatan tradisional dan berdasarkan penelitian sebelumnya diketahui bahwa beberapa tanaman tersebut dilaporkan mengandung senyawa antibakteri.

Tanaman yang mengandung senyawa antibakteri juga berpotensi sebagai tanaman yang dapat menghambat quorum sensing bakteri. Hal tersebut dikarenakan penghambatan quorum sensing bakteri merupakan terapi antibakteri generasi baru. Jika antibakteri akan mengganggu pertumbuhan bakteri, maka penghambatan quorum sensing tidak mengganggu pertumbuhan bakteri namun hanya mengganggu sistem komunikasi bakteri (Taga dan Bassler, 2003; Anbu et al ., 2006).

commit to user

rumput, mutiara, daun salam, daun ambre, rimpang ganyong, umbi kimpul, dan umbi uwi sebagai anti-quorum sensing bakteri C. violaceum. Senyawa aktif yang terkandung dalam tanaman dapat terdegradasi jika metode pengolahannya tidak diperhatikan. Salah satu tahap pengolahan yang berpotensi menyebabkan kerusakan senyawa aktif dalam pembuatan simplisia adalah tahap pengeringan, sehingga dalam penelitian ini menggunakan sampel segar dan kering untuk dibandingkan. Kandungan senyawa aktif dapat terpengaruh oleh faktor suhu, pH, dan cahaya (Darwis, 2000). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh aktivitas anti-quorum sensing setelah pemberian fraksi etanolik baik sampel segar maupun sampel kering terhadap bakteri C. violaceum.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah fraksi etanolik dari sampel segar dan kering keenam jenis tanaman obat dapat menunjukkan aktivitas anti-quorum sensing bakteri

C. violaceum ?

2. Diantara fraksi etanolik keenam jenis tanaman obat, manakah yang memiliki kemampuan penghambatan terbesar sebagai anti-quorum sensing bakteri C. violaceum ?

commit to user

Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui adanya aktivitas anti-quorum sensing bakteri C. violaceum dari f raksi etanolik sampel segar dan kering keenam jenis tanamanan obat.

2. Mengetahui jenis sampel dari f raksi etanolik keenam jenis tanaman obat yang memiliki kemampuan terbesar sebagai anti-quorum sensing bakteri C. violaceum.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui potensi keenam tanaman obat yang mempunyai aktivitas anti-quorum sensing.

2. Sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut ke arah farmakologi dan aplikasinya terhadap penggunaan keenam tanaman obat tersebut.

commit to user

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Chromobacterium violaceum Bakteri Chromobacterium violaceum merupakan bakteri gram negatif, non motil dan memiliki ukuran (0,6-0,9) µm x (1,5-3,0) µm. Bakteri ini merupakan flora normal pada tanah dan air di daerah tropis dan subtropis. Bakteri

C. violaceum bersifat anaerobik fakultatif yang dapat tumbuh pada suhu 15-40°C, dengan suhu optimal pertumbuhan 30-35°C. Bakteri ini memiliki karakteristik membentuk koloni berwarna ungu pada media Nutrient Agar (NA), Mac Conkey (MC) dan Luria Bertani (LB). Pigmen yang paling banyak ditemukan adalah pigmen violacein yang membentuk koloni khusus berwarna ungu (Brumbach et al ., 2007).

Klasifikasi bakteri C. violaceum menurut Breed et al. (1957) adalah sebagai berikut : Kerajaan

: Chromobacterium violaceum

commit to user

produksi eksoenzim, HCN, dan pigmen violacein. Pigmen violacein bakteri ini diaktifkan oleh molekul sinyal atau autoinducer (Al) berupa molekul C6-HSL (N- acyl-homoserine lactone ) dengan gen pengatur cviI-cviR. Bakteri ini memiliki karakteristik membentuk koloni berwarna ungu yang disebabkan oleh pigmen violacein (Gambar 1). Karakteristik tersebut menjadikan bakteri C. violaceum digunakan sebagai bakteri indikator dalam pengujian penghambatan quorum sensing karena mudah dalam melakukan pengamatan (Carepo et al., 2004).

Gambar 1. Koloni bakteri C. violaceum pada media Luria Bertani agar (Zhuantie, 2006)

Adonizio et al. (2006) melakukan skrining lima puluh ekstrak etanol tanaman obat asal Florida Selatan, Amerika Serikat menggunakan bakteri

C. violaceum sebagai bakteri indikator dalam pengujian quorum sensing. Hasilnya menunjukkan bahwa tujuh ekstrak yaitu Conocarpus erectus, Bucida burceras, Callistemon viminalis , Tetrazygia bicolor, Chamaesyce hypericifolia, Quercus virginiana menunjukkan aktivitas penghambatan quorum sensing bakteri

C. violaceum .

commit to user

Quorum sensing merupakan suatu sistem komunikasi antar sel bakteri, terutama untuk merasakan kepadatan populasinya di suatu lingkungan. Sistem ini memungkinkan suatu sel bakteri untuk mengatur ekspresi gen-gen tertentu sebagai respon terhadap kepadatan populasinya. Sistem quorum sensing ini umumnya berasosiasi dengan kehidupan simbiosis atau patogenesis dari bakteri. Sejumlah bakteri telah diketahui menggunakan sistem regulasi ini untuk ekspresi gen-gen penyandi virulensinya (Gera dan Srivastava, 2006).

Bakteri mengekspresikan faktor virulensinya hanya jika kepadatan populasinya sudah mencapai ambang tertentu, untuk menghindari terprovokasinya sistem imun inang terlalu dini. Ini merupakan strategi dari bakteri patogen karena jika jumlahnya sedikit, sistem imun inang akan dapat dengan mudah mengatasinya dan infeksi dapat dicegah. Seiring dengan meningkatnya penggunaan senyawa-senyawa antibiotik untuk pengobatan infeksi, resistensi bakteri patogen terhadap antibiotik tersebut juga semakin berkembang dan menyebar (Rukayadi dan Hwang, 2009).

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak etanol Curcuma xanthoriza dapat menurunkan ekspresi enzim eksoprotease Aeromonas hydrophila , yang merupakan salah satu faktor virulensi bakteri ini yang dikendalikan ekspresinya melalui sistem quorum sensing (Lestari, 2006). Selain itu, telah dilaporkan bahwa lima ekstrak etil asetat dan etanol dari sepuluh tanaman obat berpotensi sebagai penghambat quorum sensing bakteri

C. violaceum (Fitri, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa tanaman obat Indonesia

commit to user

bakteri, sehingga dapat mencegah patogenesis dari bakteri yang faktor virulensinya dikendalikan dengan sistem ini.

3. Penghambatan Quorum Sensing Penghambatan quorum sensing terdiri dari beberapa cara yaitu penghambatan pembentukan sinyal AHLs, penghambatan penyebaran sinyal AHLs, dan penghambatan penerimaan sinyal AHLs (Aini dan Setyawan, 2006). Sebagian besar bakteri menggunakan quorum sensing dalam mengontrol virulensinya terhadap organisme lain, sehingga quorum sensing merupakan target baru untuk agen kemoterapeutik. Pada bakteri gram negatif, sistem quorum sensin gnya menggunakan molekul sinyal AHLs (Rasch et al., 2004). Beberapa mekanisme untuk menghambat sistem quorum sensing yaitu :

a. Penghambatan pembentukan sinyal AHLs Pembentukan AHLs dikatalis oleh protein LuxI, disintesis melalui mekanisme reaksi yang berurutan menggunakan S-adenosyl methionine (SAM) sebagai donor asam amino untuk pembentukan cincin homoserine lactone carrier protein (ACP) sebagai prekusor untuk rantai acyl dari molekul sinyal AHLs. Beberapa analog SAM seperti S-adenosylhomosistein, S- adenosylcysteine, dan sinefungin dapat digunakan sebagai inhibitor pembentukan AHLs yang dikatalis oleh protein RhlI pada Pseudomonas aeruginosa. Antibiotik yang termasuk dalam antibiotik makrolida mampu menekan sintesis AHLs pada Pseudomonas aeruginosa ketika diberikan pada konsentrasi di bawah minimal penghambatan (Hentzer dan Givskov, 2003).

commit to user

Komunikasi antar sel bakteri dapat dihambat oleh adanya penurunan konsentrasi molekul sinyal yang aktif di lingkungan. Kerusakan AHLs dapat terjadi secara nonenzimatik, misalnya molekul sinyal AHLs dapat dihidrolisis pada pH tinggi. Beberapa bakteri mampu mendegradasi molekul sinyal AHLs secara spesifik. AiiA yang merupakan enzim yang diproduksi oleh bakteri Bacillus sp. dapat mempercepat reaksi hidrolisis molekul AHLs. Ekspresi dari gen aiiA pada Erwinia carotovora, bakteri patogen pada tanaman menunjukkan penurunan pelepasan sinyal AHLs menurunkan aktivitas enzim pektolitik ekstraseluler, dan melemahkan gejala infeksinya pada tanaman (Hentzer dan Givskov, 2003).

AHLs merupakan senyawa ekstraseluler, sehingga dapat dijadikan target inaktivasi dan destruksi. Suatu antibodi khusus dapat mengikat dan mencegah aktivitas N-(3-oxododecanoyl)-L-homoserine-lactone atau 3O-C12- HSL pada Pseudomonas aeruginosa. Hal ini dapat dijadikan dasar mencari agen kemoterapeutik yang dapat mengikat dan mencegah molekul sinyal yang mengaktifkan faktor transkripsi gen target (Smith dan Igleweski, 2003).

c. Penghambatan penerimaan sinyal AHLs Penghambatan penghantaran molekul sinyal quorum sensing dapat dilakukan oleh molekul antagonis yang mampu bersaing atau bercampur dengan sinyal AHLs untuk berikatan dengan reseptor LuxR. Inhibitor kompetitif strukturnya mirip (senyawa analog) dengan molekul sinyal AHLs sehingga berikatan dan mengambil tempat berikatan AHLs, akibatnya

commit to user

mempunyai struktur kurang mirip atau tidak mirip dengan molekul sinyal AHLs, molekul ini mengikat pada sisi yang berbeda pada protein reseptor. Alga Delisea pulchra memproduksi senyawa furanon yang memiliki struktur mirip AHLs. Senyawa ini menjadi senyawa analog AHLs yang mencegah pengaktifan faktor transkripsi pada protein regulator LuxR Serratia liquefaciens , Vibrio fischeri, dan Vibrio Harveyi (Hentzer dan Givskov, 2003; Persson et al., 2005).

Menurut Schauder dan Bassler (2001), pengaturan quorum sensing bakteri gram negatif dapat dijelaskan seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Pengaturan quorum sensing bakteri gram negatif. Protein Lux I mengkatalis pembentukan molekul autoinducer. Autoinducer berdifusi secara bebas melewati membran sel dan berakumulasi. Pada konsentrasi tinggi, autoinducer akan masuk ke dalam sel bakteri dan berinteraksi dengan reseptor LuxR, yang terikat pada promoter gen target (Lux operon). Ikatan antara autoinducer dengan LuxR ini akan mengaktifkan RNA Polymerase, sehingga terjadi transkripsi gen target (Schauder dan Bassler, 2001).

commit to user

a. Rumput mutiara (Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.) Rumput mutiara tumbuh subur di tanah yang lembab, di kebun yang kosong yang basah, halaman rumah, pinggir jalan dan selokan (Gambar 3). Biji yang ditanam dapat hidup subur dimana saja asal mendapat sinar matahari yang cukup. Rumput mutiara berasal dari Afrika dan banyak tersebar di Ethiopia, Somalia, Sudan, Kenya, dan India. Di Jawa, tumbuh pada daerah dengan ketinggian 1-800 m dpl, dapat sampai daerah dengan ketinggian 1425 m dpl, di daerah terbuka banyak mendapat sinar matahari, daerah berbatu, di tepi jalan, halaman, parit dan taman (Sadasivan et al., 2008). Klasifikasi rumput mutiara menurut Backer dan Bakhuizen (1965) adalah sebagai berikut : Divisi

: Hedyotis corymbosa (L.) Lamk. Rumput mutiara dikenal sebagai tumbuhan yang memiliki rasa manis, sedikit pahit dan lembut. Tumbuhan ini telah lama digunakan dalam pengobatan berbagai penyakit, diantaranya tonsilis, bronkitis, gondongan, pneumonia, radang usus buntu, dan hepatitis. Kandungan yang terdapat dalam tanaman tersebut antara lain hentriacontane, stigmasterol, ursolic acid,oleanic acid, betha-

commit to user

oleanic acid . Selain itu juga mengandung enam iridoid, yaitu asperuloside, scandoside methyl ester, asperulocid acid, geniposidic acid, scandoside dan deacetylasperulosidic acid (Depkes, 2000). Rumput mutiara mengandung flavonoid yang berkhasiat sebagai antikanker, antiradang (amandel), antibakteri, antijamur, dan diuretikum. Hasil penelitian sebelumnya dilaporkan bahwa rumput mutiara menunjukkan aktivitas fagositosis makrofag pada mencit yang terinfeksi Salmonella typhimurium (Sadasivan et al., 2006).

Gambar 3. Rumput mutiara (Depkes, 2000)

b. Daun ambre (Geranium radula Cavan.) Ambre merupakan tanaman perdu yang batangnya berkayu berbentuk bulat dengan permukaan kasar dan berbulu. Bagian dari tanaman ini yang memiliki aktivitas terhadap bakteri adalah daunnya (Gambar 4). Daun ambre mengandung senyawa kimia yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan yang dapat mengurangi radikal bebas. Senyawa yang dikandung tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pengobatan baik tradisional maupun modern (Ambarwati, 2009). Klasifikasi tanaman ambre menurut Tjitrosoepomo (1994) adalah sebagai berikut :

commit to user

: Geranium radula Cavan.

Gambar 4. Daun ambre (Dalimartha, 2005)

Daun ambre berkhasiat sebagai obat rematik dan bahan baku kosmetika. Biasanya digunakan untuk pemakaian luar dengan cara mengoleskan hasil tumbukan daun pada bagian yang sakit. Ambre dapat menjadi disinfeksi kuman dan efektif menghilangkan bau tak sedap dan asap tembakau. Daun ambre mengandung saponin, flavonoida, tanin dan minyak atsiri. Senyawa kimia tersebut mempunyai aktivitas sebagai antioksidan untuk mengurangi radikal bebas dalam tubuh. Hasil penelitian sebelumnya dilaporkan bahwa daun ambre mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Aeromonas hydrophila, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Enterobacter aerogenes (Zakaria, 2007).

commit to user

Tanaman salam merupakan salah satu tanaman obat yang banyak digunakan untuk mengobati diare, kolesterol dan tekanan darah tinggi. Bagian dari tanaman ini yang memiliki aktivitas terhadap bakteri adalah daunnya (Gambar 5). Beberapa riset ilmiah membuktikan bahwa daun salam mengandung minyak atsiri, tanin, flavonoid dan eugenol. Kandungan tanin dalam daun salam berperan penting dalam pengobatan diare (Purwati, 2004). Klasifikasi tanaman salam menurut Steenis (1992) adalah sebagai berikut : Divisi

: Eugenia polyantha Wight.

Gambar 5. Daun salam (Dalimartha, 2005)

Penggunaan daun salam oleh masyarakat sebagai obat dalam skala kecil atau konsumsi harian bisa menggunakan daun segar atau daun yang telah kering. Pada skala yang lebih besar atau industri, cara yang lebih baik dilakukan adalah

commit to user

semuanya langsung digunakan. Kandungan senyawa aktif dalam tanaman obat dipengaruhi oleh lokasi tumbuh, perlakuan sebelum dan sesudah panen. Perlakuan setelah panen merupakan suatu tahap pengolahan dari bahan tanaman obat yang masih segar (fresh material) sampai menjadi bahan siap produksi. Setiap tahap pengolahan hasil panen tanaman obat harus dikontrol agar mutu produk akhir terjamin (Syukur dan Hernani, 2001).

d. Rimpang ganyong (Canna edulis Ker.) Ganyong termasuk dalam tanaman dua musim atau sampai beberapa tahun, mengalami masa istirahat dimana daun-daunnya mengering lalu tanaman menjadi hilang dari permukaan tanah. Pada musim hujan tunas akan keluar dari mata rimpang. Bagian dari tanaman ini yang memiliki aktivitas terhadap bakteri adalah rimpangnya (Gambar 6). Ganyong putih lebih kecil dan pendek, kurang tahan kena sinar tetapi tahan kekeringan. Hasil rimpang basah lebih kecil, tapi kadar patinya tinggi. Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan dan tersebar dari Sabang sampai Merauke (Flanch dan Rumawas, 1996).

(a)

(b)

Gambar 6. Tanaman ganyong: (a) habitus; (b) rimpang (Nuryadin, 2008)

commit to user

marga yaitu Canna. Rimpang biasanya dimakan segar atau direbus. Klasifikasi tanaman ganyong menurut Tjitrosoepomo (1994) adalah sebagai berikut : Divisi

: Canna edulis Ker. Rimpang merupakan batang yang tinggal di dalam tanah. Air rebusan rimpang segar ganyong digunakan untuk pengobatan penyakit hepatitis akut. Fermentasi rimpang ganyong ini dapat menghasilkan etanol. Serbuk dari ganyong digunakan untuk meringankan sakit kepala dan ekstrak hasil tumbukan rimpang digunakan sebagai obat disentri. Rimpang ganyong dapat bermanfaat sebagai antifiretik, diuretik, menurunkan tekanan darah (hipotensif), dan penenang (sedatif) (Nuryadin, 2008).

e. Umbi kimpul (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott.) Kimpul merupakan tanaman menahun, tetapi seringkali ditanam sebagai tanaman semusim. Tunas hampir seluruhnya terdiri atas daun karena batang sebenarnya hanya sedikit berkembang di atas tanah. Daun berbentuk segitiga dengan penempelan tangkai daun pada bagian tepi helaian daun (Gambar 7). Tulang daun tepi menonjol pada setiap helaian daun tanaman kimpul

commit to user

Bakhuizen (1965) adalah sebagai berikut : Divisi

: Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott.

(a)

(b)

Gambar 7. Tanaman kimpul : (a) habitus; (b) umbi (Lingga, 1992) Bagian dari tanaman ini yang memiliki aktivitas untuk pengobatan penyakit yaitu umbinya. Umbi kimpul selain sebagai sumber karbohidrat juga mengandung polifenol yang dapat mengobati penyakit diare (Goldsworthy and Fisher, 1992). Warna daging umbi induk dan umbi anakan paling banyak berwarna putih, tapi beberapa berwarna krem dan kuning. Hasil penelitian sebelumnya dilaporkan bahwa umbi kimpul menunjukkan aktivitas antifungal terhadap Sclerotium rolfsii tetapi kurang efektif sebagai antibakteri (Kusumo et al ., 2002).

commit to user

Uwi merupakan salah satu marga dari famili Dioscoreaceae, tumbuhan liana yang tumbuhnya memanjat dan dapat mencapai panjang sampai 10 m. Rimpang-rimpangnya tebal, dan berukuran besar, kerap berbentuk seperti umbi. Bagian tanaman yang dimanfaatkan untuk penelitian adalah umbinya (Gambar 8). Banyak kultivarnya yang memiliki umbi berwarna ungu sehingga dikenal sebagai purple yam . Masa panen dilakukan pada saat tanaman berumur 8-12 bulan (Septianti, 2003). Klasifikasi tanaman uwi menurut Backer dan Bakhuizen (1965) adalah sebagai berikut : Divisi

: Dioscorea alata L.

(a)

(b)

Gambar 8. Tanaman uwi : (a) habitus; (b) umbi (Lingga, 1992)

commit to user

kini bahkan dipakai sebagai komponen rasa bagi es krim, susu, dan kue tart

(Lingga, 1992). Umbi uwi selain sebagai sumber pangan juga dapat dimanfaatkan

untuk obat bahkan dapat diambil senyawa diosgenin atau solasodinnya untuk bahan baku sintesa hormon steroid untuk obat konstrasepsi oral, hormon seks dan

kortikosteroid (Lingga, 1992). Umbi uwi berkhasiat sebagai antioksidan dan

antiinflamasi. Hasil penelitian sebelumnya dilaporkan bahwa pada genus Dioscorea dilaporkan spesies D. sylvatica dan D. dregeana mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli, sedangkan

D. alata kurang efektif sebagai antibakteri terhadap bakteri tersebut ( Onwueme, 1978).

5. Ekstraksi Tanaman Obat Ekstraksi merupakan proses pemindahan atau penarikan massa zat aktif di dalam sel, cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, sehingga zat aktif akan melarut. Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Ekstrak merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, diuapkan, dan serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi bahan baku yang telah ditetapkan (Lehningher, 1990).

commit to user

berurutan dengan kepolaran yang semakin meningkat. Pemisahan pelarut biasanya berdasarkan kaidah like disolved like yaitu senyawa polar akan larut dalam pelarut polar dan sebaliknya senyawa nonpolar akan larut dalam pelarut non polar (Arifin et al ., 2006). Ekstraksi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Selektif yaitu hanya mengisolasi atau melarutkan zat-zat yang diinginkan.

b. Inert atau tidak dapat bereaksi dengan komponen yang akan diisolasi.

c. Mempunyai titik didih rendah, sehingga mudah diuapkan pada temperatur yang rendah (Solehudin, 2001).

Salah satu metode ekstraksi senyawa dari tanaman obat adalah infundasi. Infundasi merupakan proses pembuatan sediaan cair dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air suhu 90°C selama 15 menit (Depkes, 2000). Penyarian akan menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Hasil penyarian yang baik tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam. Infusa yang diperoleh diuapkan pada waterbath hingga diperoleh massa yang kental dan ditambahkan pelarut tertentu lalu diuapkan kembali. Proses ini menghasilkan fraksi etanolik yang lebih stabil dan tidak mudah tercemar jamur dan kapang (Siwiyanti, 2007; Rohdiana et al., 2007). Pemilihan pelarut yang tepat akan memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut (Magdalena dan Lay, 2007).

B. Kerangka Pemikiran

Penggunaan antibiotik yang tidak tepat akan menimbulkan resistensi bakteri. Pengobatan menggunakan antibiotik mempunyai efek resistensi karena

commit to user

dapat dilakukan dengan metode berbasis quorum sensing. Quorum sensing merupakan penghambatan komunikasi bakteri tanpa membunuh ataupun mengganggu pertumbuhannya. Bakteri Chromobacterium violaceum merupakan bakteri indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu tanaman untuk menghambat quorum sensing. Bakteri ini memiliki karakteristik membentuk koloni berwarna ungu yang disebabkan oleh pigmen violacein. Bakteri C. violaceum memproduksi eksoenzim dan pigmen violacein yang diatur oleh sistem quorum sensing. Bakteri ini mensekresikan molekul sinyal berupa

molekul C 6 -HSL yang dapat mengaktivasi produksi eksoenzim, HCN, dan violacein. Beberapa tanaman obat mengandung senyawa tertentu yang dapat dijadikan sebagai alternatif pengobatan infeksi tanpa menggunakan agen yang menyebabkan resistensi mikroorganisme. Salah satu tahap pengolahan yang berpotensi menyebabkan kerusakan senyawa aktif dalam pembuatan simplisia adalah tahap pengeringan, sehingga dalam penelitian ini menggunakan sampel segar dan kering untuk dibandingkan. Suatu tanaman yang memiliki kemampuan menghambat quorum sensing akan menunjukkan adanya cincin zona pertumbuhan sel yang tidak berwarna pada petri dish. Hal tersebut menunjukkan tanaman

memiliki kemampuan anti-quorum sensing. F raksi etanolik sampel segar ataupun

kering dari keenam tanaman yang menunjukkan diameter penghambatan quorum sensing terbesar, dapat dikatakan paling berpotensi sebagai agen anti-quorum sensing . Kerangka pemikiran secara skematis tersaji seperti pada Gambar 9.

commit to user

Gambar 9. Skema kerangka pemikiran

C. Hipotesis

1. F raksi etanolik keenam jenis tanaman obat baik sampel segar maupun sampel kering diduga mempunyai aktivitas anti-quorum sensing pada bakteri

C. violaceum.

2. F raksi etanolik dari sampel segar diduga lebih optimal sebagai anti-quorum sensing bakteri C. violaceum daripada f raksi etanolik dari sampel kering.

Fraksi etanolik sampel segar dan kering dari tanaman obat

herba rumput mutiara, daun ambre, daun salam, rimpang

ganyong, umbi kimpul, dan umbi uwi

Senyawa bioaktif yang terkandung dalam simplisia

Pengobatan infeksi dengan antibiotik

Resistensi bakteri

Terbentuk cincin zona tidak berwarna pada petri dish

F raksi etanolik tanaman mempunyai kemampuan anti-quorum

sensing

Pengukuran diameter penghambatan quorum sensing

terbesar

Penentuan jenis sampel tanaman yang berpotensi

sebagai agen anti-quorum sensing

Metode alternatif pencegahan infeksi berbasis anti-quorum sensing dengan

bakteri C. violaceum

commit to user

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Jurusan Biologi FMIPA dan Sub Laboratorium Biologi, Laboratorium Pusat MIPA Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

B. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :

a. Alat untuk ekstraksi : timbangan elektrik, pisau, spatula, penangas air, hot plate , penyaring kaca, kertas saring, water bath, gelas ukur, gelas beker, alumunium foil , rotary evaporator, dan oven.

b. Alat untuk pemeliharaan kultur dan inokulasi : tabung reaksi, jarum ose, bunsen, laminar air flow, inkubator, erlenmeyer, hot plate, gelas beker, dan shaker .

c. Alat untuk pengujian anti-quorum sensing : petri dish, gelas beker, bunsen, laminair air flow , sarung tangan, masker, penggaris, pelubang media (diameter 8 mm), syringe filter, flakon, tip, mikropipet, dan jangka sorong.

d. Alat untuk sterilisasi : autoclave.

commit to user

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :

a. Bahan utama : rumput mutiara (Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.), daun salam (Eugenia polyantha Wight.), daun ambre (Geranium radula Cavan.), rimpang ganyong (Canna edulis Ker.), umbi kimpul (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott.), dan umbi uwi (Dioscorea alata L.). Sampel tersebut diperoleh dari lahan pertanian daerah Mojosongo, Kecamatan Jebres, Surakarta dan Balai Penelitian Tanaman Obat, Kecamatan Tawangmangu, Karanganyar.

b. Media Luria-Bertani broth (LB) dan Luria-Bertani agar (LA).

c. Kultur bakteri Chromobacterium violaceum.

d. Pelarut etanol 96%, DMSO (Dimethyl Sulfoxide), akuades dan akuabidest.

e. Antibiotik gentamisin.

C. Cara Kerja

1. Pembuatan f raksi etanolik

a. F raksi etanolik dari sampel segar Ekstraksi dilakukan dengan metode infundasi dengan pelarut akuades. Pada sampel rumput mutiara, daun salam, dan daun ambre, bahan tersebut langsung dihaluskan hingga menjadi serbuk. Pada sampel rimpang ganyong, umbi kimpul, dan umbi uwi, bahan tersebut dibersihkan kemudian diiris tipis (Buchbaufr, 2003). Masing-masing sampel sebanyak 20 gram diinfundasi dalam pelarut akuades sebanyak 120 mL dalam penangas dengan air secukupnya dan dipanaskan di atas tangas air pada suhu 90°C selama 15 menit sambil sekali-kali

commit to user

dalam waterbath pada suhu 40°C kemudian ditambah etanol 96%, dengan perbandingan volume infusa dan etanol yaitu 1 : 4. Selanjutnya hasil tersebut

diuapkan menggunakan rotary evaporator hingga diperoleh f raksi etanolik lalu

disimpan sampai digunakan untuk pengujian (Siwiyanti, 2007; Rohdiana et al., 2007).

b. F raksi etanolik dari sampel kering Ekstraksi dilakukan dengan metode infundasi dengan pelarut akuades. Pada sampel rumput mutiara, daun salam, dan daun ambre, setiap bahan tanaman dikeringkan dengan oven pada suhu 50°C kemudian dihaluskan hingga menjadi serbuk. Pada sampel rimpang ganyong, umbi kimpul, dan umbi uwi, bahan tersebut dibersihkan dan diiris tipis kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu

50 o

C selama dua hari (Ye dan Li, 2006). Masing-masing sampel sebanyak

20 gram diinfundasi dalam pelarut akuades sebanyak 120 mL dalam penangas dengan air secukupnya dan dipanaskan di atas tangas air pada suhu 90°C selama

15 menit sambil sekali-kali diaduk. Setelah itu disaring panas dan diambil infusanya. Infusa dimasukkan ke dalam waterbath pada suhu 40°C kemudian ditambah etanol 96%, dengan perbandingan volume infusa dan etanol yaitu 1 : 4. Selanjutnya hasil tersebut diuapkan menggunakan rotary evaporator sampai

diperoleh f raksi etanolik lalu disimpan hingga digunakan untuk pengujian (Siwiyanti, 2007; Rohdiana et al., 2007).

commit to user

F raksi etanolik keenam sampel tanaman segar dan kering dilarutkan dalam DMSO 2%. Larutan disterilkan dengan cara disaring menggunakan syringe filter 0,22 μm. Larutan disimpan sebagai stok kemudian larutan stok ini dibuat seri konsentrasi 2, 4, 6, 8, dan 10 mg/mL lalu disimpan untuk pengujian hari berikutnya (Zahin et al., 2010).

3. Pemeliharaan kultur bakteri Bakteri C. violaceum dikulturkan dalam media Luria Bertani agar (LA) miring secara aseptis dan diinkubasi pada suhu 30 o

C selama selama 24 jam.

Setelah tumbuh sebagai biakan, C. violaceum disimpan pada suhu ruang. Setiap minggunya, bakteri direfresh untuk biakan cadangan (Fitri, 2010).

4. Penyiapan inokulum bakteri Media Luria Bertani broth (LB) 50 mL dimasukkan ke dalam 2 buah erlemeyer masing-masing 25 mL. Koloni C. violaceum diinokulasikan ke dalam media LB menggunakan jarum ose. Inokulum dalam media tersebut kemudian dishaker dengan kecepatan 200 rpm selama semalam pada suhu ruang untuk pengujian hari berikutnya.

5. Skrining aktivitas anti-quorum sensing Metode pengujian kualitatif untuk mendeteksi penghambatan quorum sensing dapat dilakukan dengan metode well diffusion (Adonizio et al., 2006; Dwijoseputro, 1998). Medium yang digunakan adalah Luria Bertani agar (LA). Media LA steril ± 20 mL dituang ke dalam petri dish steril, kemudian dimasukkan

commit to user

selama semalam. Petri dish digoyang perlahan-lahan agar suspensi bakteri tersebar merata dan didiamkan sampai agar memadat. Media yang telah padat dilubangi dengan pelubang media berdiameter 8 mm sehingga terbentuk sumuran pada petri dish .

Larutan stok yang telah dibuat seri konsentrasi kemudian dimasukkan ke dalam sumuran masing-masing sebanyak 30 μL kemudian diinkubasi pada suhu 30°C selama 24 jam. Konsentrasi ekstrak yang dimasukkan ke dalam sumuran adalah 2, 4, 6, 8, dan 10 mg/mL. Sebagai kontrol dimasukkan etanol 96% dan DMSO 2% masing-masing sebanyak 30 μL kemudian sebagai pembanding dengan efek antibiotik dimasukkan gentamisin dengan konsentrasi 0,1 mg/mL ke dalam sumuran. Penggunaan antibiotik gentamisin ini untuk membedakan dengan zona antibakteri.

Penghambatan quorum sensing ditunjukkan dengan adanya cincin zona pertumbuhan sel yang tidak berwarna di sekeliling sumuran. Pengujian kuantitatif penghambatan quorum sensing dilakukan dengan mengukur diameter penghambatan. Diameter penghambatan quorum sensing diukur dari tepi luar disk sampai ujung zona penghambatan (Poeloengan et al., 2006). Hasil pengujian tersebut kemudian ditentukan diameter penghambatan quorum sensing yang terbesar dari fraksi etanolik keenam tanaman baik pada kondisi sampel segar maupun sampel kering. Alur kerja penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 10.

commit to user

Gambar 10. Alur kerja penelitian

- Rumput mutiara - Daun salam - Daun ambre

Dioven dan

dihaluskan

Disaring panas

Diuapkan (rotary evaporator)

Fraksi etanolik

Terbentuk cincin zona tidak berwarna di sekitar sumuran

Tidak terbentuk cincin zona tidak berwarna di sekitar sumuran

Fraksi mempunyai aktivitas anti-quorum sensing

Fraksi tidak mempunyai aktivitas anti-quorum sensing

Skrining anti-quorum sensing

Pengukuran diameter penghambatan

quorum sensing

- Rimpang

ganyong - Umbi

kimpul - Umbi

uwi

Diiris tipis

Diinfundasi (90°C selama 15 menit)

Sampel Segar Sampel Kering - Rumput

mutiara - Daun

salam - Daun

ambre

- Rimpang ganyong - Umbi kimpul - Umbi uwi

Diiris tipis dan dioven

Dihaluskan

Diuapkan (waterbath)

Ditambah etanol 96%