Basa-basi dalam berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Desa Junggul, Bandungan, Jawa Tengah.

(1)

Adistin, Angela Yohana Mentari. 2015. Basa-basi dalam Berbahasa Antaranggota Keluarga Pendidik di Desa Junggul, Bandungan, Jawa Tengah. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.

Penelitian ini membahas tentang wujud dan maksud basa-basi berbahasa di ranah anggota keluarga pendidik. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan wujud basa-basi berbahasa dan mendeskripsikan maksud basa-basi berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Lingkungan Junggul, Bandungan, Jawa Tengah. Subjek dalam penelitian ini adalah anggota keluarga pendidik di Lingkungan Junggul, Bandungan, Jawa Tengah.

Penelitian basa-basi berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Lingkungan Junggul, Bandungan, Jawa Tengah ini termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif, karena penelitian ini berisi gambaran basa-basi anggota keluarga pendidik yang diperoleh langsung di Lingkungan Junggul, Bandungan, Jawa Tengah. Metode pengumpulan data dengan menggunakanmetode cakap yang disejajarkan dengan metode wawancara dan kuisioner. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba memahami fenomena basa-basi yang digunakan oleh penutur maupun mitra tutur untuk menyampaikan maksud tuturannya. Oleh sebab itulah, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai suatu pemahaman terhadap penggunaan basa-basi terutama penggunaan bahasa dalam tindakan komunikasi.

Simpulan dari penelitian ini adalah (1) Peneliti menemukan 7 wujud basa-basi berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Lingkungan Junggul, Bandungan, Jawa Tengah. Ketujuh wujud basa-basi tersebut ialah basa-basi menerima, basa-basi menolak, basa-basi berterimakasih, basi meminta maaf, basi memberi salam, basi mengucapkan selamat, dan basa-basi mengundang. (2) Maksud basa-basa-basi berbahasa antaranggota keluarga pendidik adalah untuk memulai, mempertahankan atau mengukuhkan, menjalin relasi antara penutur dan mitra tutur, serta untuk menyampaikan berbagai maksud. Selain itu, basa-basi digunakan untuk mengekspresikan perasaan penutur terhadap suatu tuturan yang disampaikan oleh mitra tutur. Kata kunci: basa-basi, basa-basi murni, basa-basi polar, acknowledgments, wujud basa-basi,


(2)

Adistin, Angela YohanaMentari, 2015. The Phatic Communication in Using Language between Educator’s Family Member at Junggul, Bandungan, Central Java. Thesis. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.

This research discusses about the appearance of the phatic communication in language communication and the aim of the phatic communication in teachers family. The purpose of this research to describe the appearance and the aim of the phatic communication in language communication among teachers family at Junggul, Bandungan, Central Java. The subjects of this research are teachers family members in Junggul, Bandungan, Central Java. The Phatic communication in language communication research at Junggul, Bandungan, Central Java includes in descriptive qualitative research, as this research consists of the portrait teachers family having the phatic communication in language communication which directly achieved. The data collection uses conversation method as well as interview and questioner method. At this research, the writer tries to figure out the phenomenon of the phatic communication that uses by the subject speaker or object speaker to deliver the purpose of the conversation. Thus, the aim of this research is as an understanding on the using of the phatic communication mainly the using of bahasa as an communicative action. The summaries of this research are (1) the writer finds 7 kinds of basabasi among the teachers family in Junggul, Bandungan, Central Java. Those are acceptance, refusal, gratitude, apologizing, greeting, congratulating, inviting. (2) The purposes of basabasi among the teachers family are to start, to maintain or to strengthen, to build relationship among subject speaker and object speaker, and also to state some perception. Beside, the phatic communication uses to express the speaker’s feeling about the object speaker says. Key word: phatic communication, nature phatic communication, polar phatic communication, acknowledgements, forms of phatic communication, the meaning of phatic communication.


(3)

i

BASA-BASI DALAM BERBAHASA

ANTARANGGOTA KELUARGA PENDIDIK DI DESA JUNGGUL, BANDUNGAN, JAWA TENGAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Disusun oleh:

Angela Yohana Mentari Adistin NIM: 111224013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

ii SKRIPSI

BASA-BASI DALAM BERBAHASA

ANTARANGGOTA KELUARGA PENDIDIK DI DESA JUNGGUL, BANDUNGAN, JAWA TENGAH

Oleh:

Angela Yohana Mentari Adistin NIM: 111224013

Telah disetujui oleh:

Pembimbing


(5)

iii SKRIPSI

BASA-BASI DALAM BERBAHASA ANTARANGGOTA KELUARGA PENDIDIK DI DESA JUNGGUL,

BANDUNGAN, JAWA TENGAH

Oleh:

Nama: Angela Yohana Mentari Adistin NIM: 111224013

Telah dipertahankan di depan panitia penguji Pada tanggal 1 Februari 2016

dan telah dinyatakan menyatakan memenuhi syarat.

Susunan Pantian Penguji

Nama Penguji Tanda tangan

Ketua Dr. Yuliana Setiyaningsih, M. Pd. ... Sekretaris Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. ... Anggota 1. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. ... 2. Prof. Dr. Pranowo, M. Pd. ... 3. Dr. B. Widharyanto , M. Pd. ...

Yogyakarta, 1 Februari 2016

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma


(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Ungkapan penuh syukur kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang telah memberikan berkat serta kelancaran dalam setiap langkah saya.

Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua orang tua saya Bapak Daniel Totok Suryanto dan Ibu Anastasia Budiningsih yang selalu membimbing, memotivasi, mendukung, membantu dalam penelitian, serta medoakan dalam setiap langkah saya.

Mas Dandy, Mbak Siska, Dek Ayu, Dek Taufan dan Rama selaku kakak-kakak dan adik saya yang selalu memberikan dukungan dan semangat yang tak berkesudahan.

Mas Bimo yang tidak pernah lalai memberikan semangat dan dukungan kepada saya. Yang selalu ada untuk saya mendengarkan keluh kesah saya.

Sahabat-sahabat saya, Vita, Binta, Agatha, Arery, Putri yang selalu memberikan semangat kepada saya, tidak akan pernah lupa untuk saling mendoakan.

Selaku teman sepayung skripsi ini, Desty, Christa, Yuli, dan Bungsu yang sudah melewati perjalanan kuliah bersama kurang lebih empat tahun ini, terima aksih selalu siap membantu dan memberikan dukungannya.


(7)

v MOTTO

Jangan buang waktumu untuk hal-hal yang tidak bernilai, buatlah setiap dalam detik kehidupanmu menjadi sesuatu yang bermakma, dan janganlah kau melupakan doa

Ibumu..

Find three hobbies you love: One to make you money, One to keep you in shape,


(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 1 Februari 2016 Penulis


(9)

vii

PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Angela Yohana Mentari Adistin

Nomor Mahasiswa : 111224013

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“BASA-BASI DALAM BERBAHASA ANTARANGGOTA KELUARGA DI DESA JUNGGUL,

BANDUNGAN, JAWA TENGAH”

Dengan demikian saya menyerahkan kepada Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelola dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas dan mempublikasi-kannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta, pada tanggal : 1 Februari 2016 Yang menyatakan,


(10)

viii ABSTRAK

Adistin, Angela Yohana Mentari. 2015. Basa-basi dalam Berbahasa Antaranggota Keluarga Pendidik di Desa Junggul, Bandungan, Jawa Tengah. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.

Penelitian ini membahas tentang wujud dan maksud basa-basi berbahasa di ranah anggota keluarga pendidik. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan wujud basi berbahasa dan mendeskripsikan maksud basa-basi berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Lingkungan Junggul, Bandungan, Jawa Tengah. Subjek dalam penelitian ini adalah anggota keluarga pendidik di Lingkungan Junggul, Bandungan, Jawa Tengah.

Penelitian basa-basi berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Lingkungan Junggul, Bandungan, Jawa Tengah ini termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif, karena penelitian ini berisi gambaran basa-basi anggota keluarga pendidik yang diperoleh langsung di Lingkungan Junggul, Bandungan, Jawa Tengah. Metode pengumpulan data dengan menggunakanmetode cakap yang disejajarkan dengan metode wawancara dan kuisioner. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba memahami fenomena basa-basi yang digunakan oleh penutur maupun mitra tutur untuk menyampaikan maksud tuturannya. Oleh sebab itulah, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai suatu pemahaman terhadap penggunaan basa-basi terutama penggunaan bahasa dalam tindakan komunikasi.

Simpulan dari penelitian ini adalah (1) Peneliti menemukan 7 wujud basa-basi berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Lingkungan Junggul, Bandungan, Jawa Tengah. Ketujuh wujud basa-basi tersebut ialah basa-basi menerima, basa-basi menolak, basa-basi berterimakasih, basa-basi meminta maaf, basa-basi memberi salam, basa-basi mengucapkan selamat, dan basa-basi mengundang. (2) Maksud basa-basi berbahasa antaranggota keluarga pendidik adalah untuk memulai, mempertahankan atau mengukuhkan, menjalin relasi antara penutur dan mitra tutur, serta untuk menyampaikan berbagai maksud. Selain itu, basa-basi digunakan untuk mengekspresikan perasaan penutur terhadap suatu tuturan yang disampaikan oleh mitra tutur.

Kata kunci: basa-basi, basa-basi murni, basa-basi polar, acknowledgments, wujud basa-basi, maksud basa-basi


(11)

ix ABSTRACT

Adistin, Angela YohanaMentari, 2015. The Phatic Communication in Using Language between Educator’s Family Member at Junggul, Bandungan, Central Java. Thesis. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.

This research discusses about the appearance of the phatic communication in language communication and the aim of the phatic communication in teachers family. The purpose of this research to describe the appearance and the aim of the phatic communication in language communication among teachers family at Junggul, Bandungan, Central Java. The subjects of this research are teachers family members in Junggul, Bandungan, Central Java.

The Phatic communication in language communication research at Junggul, Bandungan, Central Java includes in descriptive qualitative research, as this research consists of the portrait teachers family having the phatic communication in language communication which directly achieved. The data collection uses conversation method as well as interview and questioner method. At this research, the writer tries to figure out the phenomenon of the phatic communication that uses by the subject speaker or object speaker to deliver the purpose of the conversation. Thus, the aim of this research is as an understanding on the using of the phatic communication mainly the using of bahasa as an communicative action. The summaries of this research are (1) the writer finds 7 kinds of basabasi among the teachers family in Junggul, Bandungan, Central Java. Those are acceptance, refusal, gratitude, apologizing, greeting, congratulating, inviting. (2) The purposes of basabasi among the teachers family are to start, to maintain or to strengthen, to build relationship among subject speaker and object speaker, and also to state some perception. Beside, the phatic communication uses to express the speaker’s feeling about the object speaker says.

Key word: phatic communication, nature phatic communication, polar phatic communication, acknowledgements, forms of phatic communication, the meaning of phatic communication.


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji Syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa telah memberikan rahmat dan berkah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul Basa-basi

dalam Berbahasa Antaranggota Keluarga Pendidik di Desa Junggul, Bandungan, Jawa Tengah dapat penulis selesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung ataupun tidak langsung sehingga skripsi dapat terselesaikan dengan baik. Maka pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma;

2. Ibu Dr. Yuliana Setiyaningsihselaku ketua Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang selalu memberikan memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum, selaku dosen Pembimbing yang telah membimbing dan memberi dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;

4. Para dosen PBSI yang telah mendidik dan memberikan berbagai pegetahuan dalam proses perkuliahan;

5. Sekretariat PBSI yang telah membantu kelancaran perkuliahan penulis.

6. Bapak Daniel Totok Suryanto dan Ibu Anastasia Budiningsih yang selalu mendampingi, memberi dukungan dan doa yang tiada habisnya.

7. Mas Dandy, Mbak Siska, dan Adik saya Taufan yang selalu memberikan semangat dan kasih sayang.

8. Mas Bimo yang tidak pernah lalai memberikan dukungan, semangat dan doa kepada saya.


(13)

xi

9. Dek Ayu yang selalu memberikan dorongan untuk tidak kawatir menghadapi ujian, selalu memberikan semangat dan dukungan.

10. Para sahabat putih abu-abu, Vita, Binta, Agatha, Arery, Putri yang selalu memberikan semangat dan dukungan.

11. Sahabat-sahabat sepayung basa-basi Desty, Christa, Yuli, dan Bungsu terima kasih untuk dukungan dan kerja sama dalam mengerjakan skripsi.

12. Teman-teman PBSI angkatan 2011 kelas A yang selalu memberikan semngat. 13. Segenap pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih untuk

bantuan dan dukungannya selama ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak keterbatasan dan kekurangannya, maka penulis sangat membutuhkan kritik dan saran dari berbagai pihak. Akhirnya penulis mengucapkan selamat membaca semoga bermanfaat bagi kita semua.

Penulis


(14)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

HALAMAN PERSEMBAHAN iv

HALAMAN MOTTO v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI vii

ABSTRAK viii

ABSTRACT ix

KATA PENGANTAR x

DAFTAR ISI xii

DAFTAR BAGAN xvi

DAFTAR TABEL xvii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Rumusan Masalah… 5

1.3 Tujuan Penelitian 5

1.4 Manfaat Penelitian 6

1.5 Batasan Istilah 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 9

2.1 Penelitian yang Relevan 9

2.2 Kajian Teori 15

2.2.1 Pragmatik 2.2.2 Konteks

2.2.3 Fenomena pragmatik 2.2.3.1 Deiksis

15 17 20 20


(15)

xiii 2.2.3.2 Praanggapan

2.2.3.3 Implikatur 2.2.3.4 Tindak Ujaran

21 23 24

2.2.4 Basa-basi sebagai Fenomena Pragmatik 27

2.4 Kerangka Berpikir 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 37

3.1 Jenis Penelitian ... 37

3.2 Data dan Sumber Data 39 3.3 Metode Pengumpulan Data ... 39

3.4 Metode Analisi Data ... 41

3.5Trianggulasi... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAAN 44 4.1 Deskripsi Data ... 44

4.1.1 Salam... 45

4.1.2 Terima Kasih………. 4.1.3 Meminta/ Mengundang 4.1.4 Menolak 4.1.5 Menerima 4.1.6 Meminta Maaf 4.1.7 Selamat 46 47 49 51 52 53 4.2 Analisis Data ... 54

4.2.1.1 Salam……... 55

4.2.1.2 Terima Kasih ... 57

4.2.1.3 Menolak………... 59

4.2.1.4 Menerima ……… ... 61

4.2.1.5 Meminta/ Mengundang ………..………. 64

4.2.1.6 Menyatakan Maaf ………... 66

4.2.1.7 Selamat ………... 68


(16)

xiv

4.3.1 Wujud Basa-basi Berbahasa……….. 4.3.1.1 Salam………... 4.3.1.2 Terima Kasih………... 4.3.1.3 Meminta/Mengundang……….... 4.3.1.4 Menerima……… 4.3.1.5 Menolak………. 4.3.1.6 Menyatakan Maaf……… 4.3.1.7 Selamat……… 4.3.2 Maksud Basa-basi Berbahasa………

4.3.2.1 Salam……….. 4.3.2.2 Terima Kasih……….. 4.3.2.3 Meminta/Mengundang……….. 4.3.2.4 Menolak………. 4.3.2.5 Menerima……… 4.3.2.6 Menyatakan Maaf……….. 4.3.2.7 Selamat……….. 71 72 76 81 77 87 97 101 105 106 110 113 116 120 123 126

BAB V PENUTUP 130

5.1 Simpulan ... 130

5.2 Saran ... 132

5.2.1 Bagi Peneliti Lain……… 132

5.2.2 Bagi Keluarga Pendidik ………. 132

DAFTAR PUSTAKA ... 134

LAMPIRAN ... 137

Lampiran 1. Trianggulasi Basa-basi ………. 138


(17)

xv

DAFTAR BAGAN


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa merupakan kebutuhan pokok dalam kehidupan, tanpa adanya bahasa kita belum dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik. Bahasa dapat didefinisikan sebagai (i) ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (bdk.Sudaryanto, 1983:19) atau (ii) setiap penyampaian maksud (lih. Pei, 1971:3-4). Bila menerima pengertian bahasa yang (i), sudah tentu hanya terdapat satu jenis bahasa, yaitu bahasa manusia.Sebaliknya, bila yang diterima adalah pengertian bahasa yang (ii), sudah tentu isyarat, sikap, dan bunyi binatang dapat pula dianggap sebagai bahasa.

Menurut KBBI edisi keempat (2008:721), komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami; hubungan; kontak. Menurut Onong Uchjana (2007:9) istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin

communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini

maksudnya adalah sama makna. Jadi, kalau dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna.


(19)

Menurut KBBI edisi keempat (2008: 143), basa-basi adalah (1) adat sopan santun; tata krama pergaulan, (2) ungkapan yang digunakan hanya untuk sopan santun dan tidak untuk menyampaikan informasi, misalnya kalimat “apa kabar?” yang diucapkan apabila kita bertemu dengan kawan, (3) perihal menggunakan ungkapan semacam itu.

Di Indonesia masyarakat yang sedang berkomunikasi dengan orang yang dikenal pada awalnya akan saling menanyakan kabar, tujuan, dari mana, dan sebagainya. Hal tersebut bertujuan untuk memelihara hubungan sosial antara penutur dan lawan tuturnya.

Contoh 1:

Binta: Hai Vita,sudah makan belum?

Kalau belum ayok sini makan dirumah Vita : Oh sudah kok Binta, lain kali saja ya.

Pada contoh 1 di atas konteksnya Vita dan Binta adalah orang Jawa. Sore hari ketika Vita pulang dari sekolah. Binta pulang dari minimarket di depan gang yang kebetulan melihat Vita turun dari angkutan umum. Binta mengajak Vita untuk makan di rumah Binta. Ungkapan menanyakan “sudah makan belum”, dilanjutkan “kalau belum ayok sini makan di rumah” menunjukkan tuturan yang tidak sebenarnya karena secara kebetulan Binta melihat Vita di depan gang. Tuturan “sudah kok Binta, lain kali saja” menunjukkan tuturan yang tidak sebenarnya karena tuturan Vita bukan bermaksud untuk menolak secara langsung, melainkan menolak dengan sopan. Dari contoh 1 diatas, dapat dikatakan bahwa keduanya merupakan basa-basi. Seperti


(20)

dalam budaya Jawa, untuk menjalin hubungan dengan lawan tutur, penutur menyampaikan ungkapan basa-basi. Percakapan itu dikatakan sebagai ungkapan basa-basi, karena dalam dialog tersebut memiliki fungsi untuk menjaga hubungan antara penutur dan lawan tutur.

Contoh 2:

Vita: Re, dari mana? Mampir dulu, barusan aku masak kue nih. Rery: Oh ini barusan dari kampus, kue apa? Bolehlah aku icip.

Pada contoh 2 diatas konteksnya Vita baru saja dari warung membeli kismis untuk bahan tambahan kue yang sedang dibuatnya. Vita memiliki tetangga yang bernama Rery, Rery adalah orang Batak. Pada saat Vita hendak menutup pagar di depan rumahnya, Vita melihat Rery sedang berjalan lewat depan rumahnya. Dengan langsung Vita bertanya kepada Rery dan menawarkan kue yang dibuatnya. Tidak menunggu lama, Rerypun menjawab tawaran Vita. Dalam contoh 2 tersebut terlihat bahwa Vita adalah orang Jawa yang bertetangga dengan orang Batak. Dari perbedaan suku tersebut, terlihat pula perbedaan dari contoh 1. Bahwa Rery memiliki respon yang berbeda dengan Binta, dikarenakan perbedaan suku diantara keduanya. Jika Rery diberikan tawaran dari Vita, Rery akan langsung menerima tawaran tersebut tanpa waktu yang lama. Ungkapan “Bolehlah aku icip” dari Rery menunjukkan bahwa Rery akan mampir kerumah Vita dan makan kue yang dibuat Vita. Pada contoh 2, ungkapan Vita dikatakan sebagai basa-basi, karena secara tidak sengaja Vita melihat Rery yang sedang berjalan di depan rumahnya, dan langsung menawarkan kue yang dibuatnya. Sedangkan ungkapan Rery bukan merupakan


(21)

basa-basi, karena Rery menganggap ungkapan Vita merupakan tawaran yang diberikan kepada Rery.

Dari dontoh 1 dan contoh 2 dapat disimpulkan bahwa basa-basi sering terjadi di kalangan masyarakat. Tetapi dengan adanya contoh 2, kita dapat melihat bahwa tidak semua basa-basi dapat diterima oleh semua suku bangsa Indonesia. Bisa jadi penutur (contoh 1) mengungkapkan sebuah tuturan basa-basi, dan lawan tutur juga menganggap bahwa penuturnya hanya basa-basi kepada lawan tutur sehingga keduanya akan saling memberikan basa-basi yang hanya merupakan batas menjaga sopan santun antar keduanya.

Penggunaan basa-basi digunakan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, pada keluarga pendidik juga sering ditemukan adanya basa-basi. Basa-basi pada keluarga pendidik merupakan salah satu bentuk dari kesantunan berbahasa, baik antara suami dan istri, ayah dan anak, ibu dan anak, anak dan anak, serta antar anggota keluarga pendidik dalam satu rumah. Dalam hal ini, peneliti akan melakukan suatu penelitian dengan judul “Basa-basi dalam Berbahasa Antaranggota keluarga

Pendidik di Desa Junggul, Bandungan, Jawa Tengah”.

Keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi yang menciptakan peranan-peranan sosial bagi suami dan istri, ayah dan ibu, putra dan putri, saudara laki-laki dan saudara perempuan. Dalam penelitian ini peneliti mengambil subjek keluarga pendidik yaitu keluarga guru maupun dosen yang ada di Desa Junggul, Bandungan, Jawa Tengah. Peneliti mengambil topik basa-basi berbahasa antaranggota keluarga pendidik karena penelitian yang berkaitan


(22)

dengan basa-basi juga penting digunakan dan dikaitkan dengan budaya khususnya budaya jawa yang termasuk juga dalam keluarga pendidik karena basa-basi mempunyai tujuan untuk menjalin komunikasi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa saja wujud basa-basi dalam berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Desa Junggul, Bandungan?

2. Apa saja maksud basa-basi dalam berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Desa Junggul, Bandungan?

1.3

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan wujud basa-basi dalam berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Desa Junggul, Bandungan.

2. Mendeskripsikan maksud basa-basi dalam berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Desa Junggul, Bandungan.


(23)

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian basa-basi dalam berbahasa antar keluarga pendidik ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pihak yang memerlukan. Terdapat dua manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan penelitian ini, yaitu:

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat mendalami pengembangan pragmatik khususnya yang berkaitan dengan basa-basi berbahasa sebagai fenomena pragmatik. Penelitian ini dapat dikatakan memiliki manfaat teoritis karena dengan memahami teori yang telah dikemukakan oleh para ahli. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai referensi atau acuan dalam melakukan kegiatan komunikas untuk mempererat hubungan sosial penutur dan lawan tutur khususnya pada keluarga pendidik.

2. Manfaat Praktis

Penelitian basa-basi berbahasa ini juga diharapkan dapat memberi masukan kepada para praktisi terutama bagi dosen, guru, anak, dan anggota keluarga yang lain untuk mengetahui pentingnya basa-basi berbahasa dalam keluarga pendidik.


(24)

1.5 Batasan Istilah 1. Pragmatik

Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. (Yule, 2006: 3)

2. Maksud Basa basi

Maksud Basa-basi ialah sesuatu yang sungguh-sungguh ingin disampaikan oleh penutur dan hanya bersumber dari penutur. (Arimi, 1998)

3. Basa- basi

Basa-basi adalah (1) adat sopan santun, (2) ungkapan yang dipergunakan hanya untuk sopan santun dan tidak untuk menyampaikan informasi. (Arimi, 1998) 4. Basa-basi Murni

Basa-basi murni adalah ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan penutur selaras dengan kenyataan. (Arimi, 1998)

5. Basa-basi Polar

Basa-basi polar adalah tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, dimana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan. (Arimi, 1998)


(25)

6. Konteks

Konteks tuturan dapat diartikan sebagai semua latar belakang pengetahuan

(background knowledge) yang diasumsikan sama-sama dimiliki dan dipahami

bersama oleh penutur dan mitra tutur, serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan oleh si penutur itu di dalam keseluruhan proses bertutur. (Arimi, 1998)


(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini akan menguraikan penelitian yang relevan, landasan teori, dan kerangka berpikir. Penelitian yang relevan berisi tentang tinjauan terhadap topik-topik sejenis yang dilakukan oleh peneliti-peneliti yang lain. Landasan teori berisi tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan analisis dari penelitian ini yang terdiri atas teori pragmatik, fenomena-fenomena pragmatik, kategori fatis, basa-basi sebagai fenomena pragmatik, teori maksud, dan uraian tentang konteks. Kerangka berpikir berisi tentang acuan teori yang berdasarkan pada penelitian yang relevan dan landasan teori untuk menjawab rumusan masalah.

2.1 Penelitian Relevan

Basa-basi dalam kajian ilmu pragmatik saat ini memang belum banyak dikaji oleh peneliti. Penelitian tentang basa-basi dalam ranah keluarga pendidik sejauh yang diketahui oleh peneliti belum pernah dilakukan. Namun, terdapat penelitian yang relevan dengan penelitian yang berkaitan dengan basa-basi berbahasa dalam ranah bangsawan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Fitri Apri Susilo (2014), Sailal Arimi (1998), dan Maria Ulfa T.R. (2012).


(27)

Penelitian Fitri Apri Susilo (2014) berjudul Basa-basi dalam Berbahasa antar

Guru Di SMP N 12 Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014.Dalam penelitian tersebut

terdapat dua rumusan masalah yang ingin dikaji oleh peneliti, yaituapa sajakah wujud Basa-basi dalam Berbahasa antar Guru di SMP N 12 Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014, apa sajakah maksud Basa-basi dalam Berbahasa antar Guru Di SMP N 12 Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014. Berdasarkan tiap pemaparan hasil analisis terhadap kedua permasalahan dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa: peneliti menemukan delapan wujud Basa-basi Berbahasa antar Guru Di SMP N 12 Yogyakarta yang ditinjau dari kategori Acknowledgment-nya terdiri dari delapan subkategori. Kedelapan subkategori tuturan basa-basi tersebut adalah (1) Apologize (meminta maaf), (2) Condole (belasungkawa), (3) Congratulate (mengucapkan salam), (4) greet (memberi salam), (5) thanks (berterimakasih), (6) bid (meminta/mengundang), (7) accept (menerima), (8) reject (menolak).

Apologize (meminta maaf) yaitu fungsi tuturan untuk mengekspresikan

penyesalan. Condole (bela sungkawa) yaitu fungsi tuturan untuk mengekspresikan rasa simpati karena musibah yang dialami oleh mitra tutur. Congatulate (mengucapkan selamat) yaitu fungsi tuturan mengekspresikan kegembiraan karena ada kabar baik. Greet (memberi salam) yaitu fungsi tuturan untuk menyatakan rasa senang karena bertemu seseorang. Thanks (berterima kasih) yaitu fungsi tuturan untuk menyatakan terima kasih karena mendapat bantuan. Bid (meminta) yaitu fungsi tuturan untuk mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan


(28)

dengan masa depan seseorang akan terjadi. Accept (menerima) yaitu fungsi tuturan untuk menerima (menghargai) basa-basi dari mitra tutur. Reject (menolak) yaitu fungsi tuturan untuk menolak (melanggar) basa-basi dari mitra tutur.

Penelitian Sailal Arimi (1998) berjudul “Basa-Basi Dalam Masyarakat

Bahasa Indonesia”. Penelitian ini bertujuan: (1) mendapatkan gambaran tentang

etnografi berbasa-basi bagi penutur bahasa Indonesia, dan memperoleh pengetahuan yang memadai tentang aturan, atau kaidah penyampaian basa-basi dalam bahasa Indonesia, (2) mendapatkan kejelasan kembali atas fungsi basa-basi, (3) menemukan jenis-jenis basa-basi, distribusinya dalam wacana interaktif, beserta hubungannya dengan strategi berbasa-basi yang tepat, dan (4) menemukan kekhasannya dalam bahasa Indonesia.

Berdasarkan tujuan penelitian yang dilakukan oleh Sailal Arimi, menghasilkan beberapa kesimpulan. Basa-basi sebagai tuturan rutin yang tidak mementingkan informasi merupakan simbol tindakan sosial secara verbal untuk bertegur sapa, bersopan-santun, dan beramah tamah guna menciptakan hubungan solidaritas dan harmonisasi antar penutur. Masyarakat penutur membutuhkan basa-basi dikaitkan dengan hakikat fungsi interaksional baik untuk membina dan/atau mempertahankan hubungan sosial antar penutur. Dari sudut relasi sosial antarpenutur yang dihasilkan (outcome), bagi penutur basa-basi merupakan upaya untuk memperoleh rasa solidaritas dan harmonisasi dengan mitra tutur. Dari sudut fungsi hakiki bahasa, basa-basi merupakan sejemput fenomena bahasa yang berfungsi sebagai pemelihara kerja sama dan sangat reflektif. Basa-basi dalam masyarakat


(29)

bahasa Indonesia berdasarkan daya tuturannya digolongkan atas dua jenis, yaitu basa-basi murni dan basa-basa-basi polar. Basa-basa-basi murni adalah ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan oleh penutur selaras dengan kenyataan. Basa-basi murni digolongkan menjadi tiga subjenis, yaitu basa-basi murni keniscayaan, basa-basi keteralamian, dan basa-basi keakraban. Basa-basi polar adalah tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, dimana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan. Basa-basi polar dibagi menjadi dua, yaitu basa-basi polar sosial dan basa-basa-basi polar personal. Basa-basa-basi bersifat universal sehingga menghasilkan kekhasan-kekhasan yang bersumber dari kebiasaan berbahasa dan sistem bahasa. Pengalihan pragmatis berdasarkan kekhasan-kekhasan tersebut dari satu bahasa ke bahasa lain (dalam hal ini bahasa Indonesia ke bahasa inggris atau sebaliknya) dapat menimbulkan kegagalan atau konflik komunikasi.

Penelitian Maria Ulfa T.R. (2012) berjudul Tipe Basa-Basi Dalam Dialog Sinetron Si Doel Anak Sekolahan. Dalam penelitian tersebut terdapat beberapa masalah yaitu (1) dialog mana saja yang tergolong basi, (2) apa saja topik basa-basi yang dipergunakan pada dialog sinetron “SDAS”, (3) bagaimanakah tipe penggunaan basa-basi dalam sinetron “SDAS” berdasarkan suasana, dan (4) bagaimana efek basa-basi terhadap interaksi sosial dalam sinteron “SDAS”. Dari beberapa rumusan masalah tersebut, maka peneliti ingin mengetahui dialog mana saja yang tergolong basa-basi, mendapatkan kejelasan tentang topik basa-basi yang dipergunakan pada sinetron “SDAS”, menemukan tipe penggunaan basa-basi dalam


(30)

sinetron “SDAS” berdasarkan suasana, dan menemukan efek basa-basi terhadap interaksi sosial dalam sinetron “SDAS”.

Dari penelitian tersebut tuturan basa-basi pada sinetron “SDAS” memiliki topik yang khas, seperti topik keadaan, topik aktifitas, topik julukan, topik keselamatan, topik tujuan, topik kehadiran, topik jasa, topik perilaku, topik perpisahan, topik kesepakatan, topik waktu, dan topik identitas. Selain itu, basa-basi dalam sinetron “SDAS” juga memiliki tipe yang juga memiliki karakteristik yang khas. Tipe basa-basi yang berhasil dianalisis yaitu (1) basa-basi apologi, (2) basa-basi salam untuk suasana santai, (3) basa-basi perhatian untuk suasana sibuk, (4) basa-basi persilahan untuk suasana sepi, dan (5) basa-basi pujian untuk suasana gembira. Peneliti juga menemukan empat efek basa-basi terhadap interaksi sosial dalam sinetron “SDAS”, yaitu (1) efek eksistensi, (2) efek akrab, (3) efek nyaman, dan (4) efek dihargai.

Penelitian Rawinda Fitrotul Mualafina (2013) berjudul Basa-Basi Dalam

Interaksi Jual Beli Di Pasar Tradisional Kertek Wonosobo. Dalam penelitian tersebut

terdapat tiga rumusan masalah yang ingin dikaji oleh peneliti, yaitu bagaimana bentuk, jenis, dan distribusi basa-basi yang digunakan dalam percakapan jual beli di pasar tradisional Kertek, apa saja faktor-faktor yang melatarbelakangi penggunaan bentuk, jenis, dan distribusi dalam percakapan jual beli di pasar tradisional Kertek, dan bagaimana fungsi dari penggunaan basa-basi dalam percakapan jual beli di pasar tradisional Kertek. Berdasarkan tiap pemaparan hasil analisis terhadap ketiga permasalahan dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa: (1)basa-basi yang


(31)

digunakan dalam komunikasi di Pasar Kertek Wonosobo ini berbeda dengan basa-basi yang digunakan di tempat lain, (2) melalui pembahasan mengenai bentuk dan jenis, diperoleh fakta bahwa suatu kalimat mampu menyampaikan maksud yang berbeda dengan bentuk fisik kalimat tersebut, (3)ujaran basa-basi yang digunakan di Pasar Kertek ini hadir pada tiga posisi dalam struktur percakapan jual beli terjadi, yaitu rangkaian pembukaan atau opening sequences, rangkaian sisipan atau insertion

sequences, dan rangkaian penutup atau closing sequences, (4)sebagai salah satu

bentuk bahasa dalam masyarakat, penggunaan basa-basi tidak dapat terlepas dari sejumlah faktor sosial tertentu yang berpengaruh terhadap bentuk, jenis, dan distribusi basa-basi yang digunakan dalam sebuah percakapan jual-beli, (5) melalui enam fungsi yang ditemui dalam penggunaan basa-basi diketahui bahwa meskipun kehadirannya manasuka dan tidak mengandung informasi yang baru, kedudukan penggunaan basa-basi dalam percakapan tetaplah penting dalam kaitannya dengan fungsi secara sosial.

Dari keempat penelitian yang relevan tersebut memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Kesamaaan dengan penelitian-penelitian yang relevan sebelumnya terletak pada objek yang sama yaitu basa-basi berbahasa. Bahkan penelitian yang dilakukan oleh Fiti Apri Susilo terdapat rumusan masalah yang hampir sama dengan peneliti yaitu mengkaji tentang bentuk basa-basi berbahasa. Akan tetapi, tentu terdapat perbedaan dengan penelian-penelitian yang sudah ada sebelumnya. Perbedaan ini yakni terletak pada subjek


(32)

penelitian. Penelitian yang berudul “Basa-basi dalam berbahasa antaranggota

keluarga pendidik di desa junggul, bandungan, jawa tengah” menggunakan subjek

keluarga pendidik yang tinggal di Desa Junggul, dalam penelitiannya. Hal inilah yang membedakan dengan dengan peneliti-peneliti sebelumnya, dimana penelitian yang terdahulu belum ada yang menggunakan subjek yang sama dengan peneliti.

2.2 Kajian teori 2.2.1 Pragmatik

Rahardi (2003:10) mengatakan bahwa pragmatik merupakan cabang dari linguistik yang mempelajari dan mendalami apa saja yang termasuk di dalam struktur bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi antara si penutur dengan sang mitra tutur, serta sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa yang sifatnya ekstralinguistik atau luar bahasa. Dari definisi beberapa ahli tersebut, dapatlah dikatakan bahwa pragmatik merupakan ilmu kebahasaan yang mengkaji maksud sebuah tuturan dengan mengacu dari unsur luar bahasa, dalam hal ini adalah konteks situasi dan lingkungan di mana tuturan itu terjadi. Kajian ilmu pragmatik sangat dipengaruhi oleh konteksnya. Sebagai cabang ilmu linguistik, pragmatik sangatlah penting dalam kajian ilmu kebahasaan.

George (1964) dalam Rahardi (2003:12) telah menunjukkan bahwa ilmu bahasa ilmu bahasa pragmatik sesungguhnya adalah ilmu tentang makna bahasa, dalam kaitan dengan keseluruhan perilaku umat manusia dan tanda-tanda atau lambang-lambang bahasa yang ada di sekelilingnya. Terhadap tanda atau lambang


(33)

bahasa yang mencuat di sekelilingnya itu, manusia akan selalu akan bereaksi dengan aneka kemungkinan sikap dan variasi tindakan atau perilakunya.

Kemudian Yule (2006:3-4) mengatakan bahwa pragmatik merupakan studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur dan ditafsirkan oleh pendengar. Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Pragmatik melibatkan penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang di dalam suatu konteks dan bagaimana konteks itu berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Pragmatik merupakan cabang linguistik yang mempelajari bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dalam situasi tertentu.

Cruse (2000:16) dalam Cummings (2007:2) memaparkan bahwa pragmatik dapat dianggap berurusan dengan aspek-aspek informasi yang disampaikan melalui bahasa yang tidak dikodekan oleh konvensi yang diterima secara umum dalam bentuk-bentuk linguistik yang digunakan, tetapi yang juga muncul secara alamiah dari dan tergantung pada makna-makna yang dikodekan secara konvesional dengan konteks tempat penggunaan bentuk-bentuk tersebut.

Levinson (1977) dalam Sudaryanto (2010:118) memaparkan beberapa definisi pragmatik antara lain: Pragmatics is the study of those relations between language

and context that are gramaticalized, or encoded in the structure of language

(Pragmatik adalah kajian ihwal hubungan antara bahasa dan konteks yang digramatikalisasikan atau dikodekan di dalam struktur bahasa). Pragmatics is the


(34)

study of relations between language and context that a basic to an account of

language understanding (Pragmatik adalah kajian ihwal hubungan antara bahasa dan

konteks yang merupakan dasar bagi penjelasan tentang pemahaman bahasa).

Pragmatics is study of the ability of language users to pair sentences with thw context

in which they whould be appropriate (Pragmatik adalah kajian ihwal kemampuan

pengguna bahwa bahasa untuk menyesuaikan kalimat dengan konteks sehingga kalimat itu patut atau tepat diujarkan.

2.2.2 Konteks

Istilah konteks sering digunakan untuk menerangkan peristiwa bahasa sebagai salah satu petunjuk untuk lebih memahami masalah arti bahasa. Situasi itu dapat formal dan informal. Kata konteks lebih luas jangkauannya. Konteks itu mencakup pengertian situasi tetapi ditambah dengan pengertian lain. Konteks dari sebuah kata atau bicara dapat meliputi seluruh latar belakang sosial dari masyarakat bahasa itu. Bila kita membaca kata-kata tertentu dalam sebuah buku, kadang-kadang kita kurang kurang memahami kata itu tanpa memahami isi buku itu secara keseluruhan. Dapat dikatakan bahwa konteks daripada kata-kata itu tadi adalah semua kata-kata yang digunakan dalam buku itu. Konteks itu bisa berupa bahasa dan bukan bahasa, kedua-duanya dapat mempengaruhi arti bahasa. (Anwar, 1984: 44-45)

Cumming (2005:5) mengatakan bahwa kita tidak dapat mendapatkan definisi pragmatik yang lengkap bila konteksnya tidak disebutkan. Gagasan tentang konteks


(35)

berada di luar pengejawantahannya yang jelas seperti latar fisik tempat dihasilkannya suatu ujaran yang mencakup faktor-faktor linguistik, sosial dan epistemis. Meskipun peran konteks dalam bahasa sudah lama diketahui, akan tetapi baru sekaranglah kontribusi faktor-faktor konteks terhadap proses argumentasi diselidiki secara serius oleh para ahli pragmatik.

Rahardi (2003:20) mengemukakan bahwa konteks tuturan dapat diartikan sebagai semua latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang diasumsikan sama-sama dimiliki dan dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur, serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan oleh si penutur itu di dalam keseluruhan proses bertutur.

Konteks sangat penting dalam memahami suatu tuturan, ia tidak menelaah struktur bahasa secara internal melainkan secara eksternal. Konteks itu bisa berupa bahasa dan bukan bahasa, kedua-duanya dapat mempengaruhi arti bahasa itu.Istilah konteks sering digunakan untuk menerangkan peristiwa bahasa sebagai salah satu petunjuk untuk lebih memahami masalah arti bahasa (Anwar, 1984: 44). Gumperz dan Hymes (dalam FX Nadar, 2009:7) menyatakan bahwa aspek tutur ada delapan yang dapat dibuat akronim menjadi SPEAKING yaitu settings, participants, ends, act

of sequence, keys, instrumentalities, norms, dangenres (tempat, peserta tutur, tujuan

tuturan, urutan tuturan, cara, media, norma yang berlaku, dan genre).

Settings adalah tempat dan waktu terjadinya pertuturan, termasuk di dalamnya


(36)

Participant menyangkut peserta tutur.

Ends menunjuk pada tujuan yang ingin dicapai dalam suatu situasi tutur. Acts of sequence menunujuk pada saluran tutur yang dapat merupakan lisan

maupun tertulis.

Key menunujukkan cara dari pertuturan yang dilangsungkan.

Instrumentalities menunjukkan penggunaan kaidah berbahasa dalam

pertuturan.

Norms adalah norma atau tuturan dalam berinteraksi.

Genre adalah kategori tuturan yang dapat merupakan puisi, surat, artikel, dan

sebagainya.

Leech (1983) dalam Sudaryanto (2010:119) menjelaskan konteks sebagai salah satu komponen dalam situasi tutur. Menurut Leech, konteks didefinisikan sebagai aspek-aspek yang berkaitan dengan lingkungan fisik dan sosial sebuah tuturan. Leech menambahkan dalam definisinya tentang konteks yaitu sebagai suatu pengetahuan latar belakang yang secara bersama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur, dan konteks ini membantu petutur manfsirkan atau menginterpretasikan maksud tuturan penutur.

Yule (1996) dalam Sudaryanto (2010:120) membahas konteks dalam kaitannya dengaan kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi referen-referen yang bergantung pada satu atau lebih pemahaman orang itu terhadap ekspresi yang diacu. Berkaitan dengan penjelasan tersebut. Yule membedakan konteks dengan


(37)

koteks. Konteks ia definisikan sebagai lingkungan fisik dimana sebuah kata dipergunakan.

Cutting (2008) dalam Sudaryanto (2010:122) menjelaskan konteks adalah pengetahuan ihwal dunia fisik dan sosial serta faktor-faktor sosio-psikologis yang memengaruhi komunikasi sebagaimana pengetahuan waktu dan tempat di dalam kata-kata yang dituturkan atau dituliskan. Konteks merupakan pengetahuan yang dimiliki bersama penutur dan petutur. Cutting membagi konteks menjadi tiga macam, yaitu konteks situasional, konteks pengetahuan latar, dan koteks. Konteks situasional berkaitan dengan situasi tempat interaksi tuturan, apakah penutur mengetahui ihwal apa yang dapat mereka lihat di sekelilingnya. Konteks pengetahuan latar berkaitan dengan apakah penutur dan petutur saling mengetahui ihwal budaya dan interpersonal.

2.2.3 Fenomena-fenomena Pragmatik

Dalam ilmu pragmatik terdapat empat fenomena pragmatik yang telah disepakati, yaitu (1) deiksis, (2) praanggapan (presupposition), (3) implikatur percakapan (conversational implicature), dan (4) tindak ujaran (speech acts), (Purwo, 1990:17).

2.2.3.1 Deiksis

Menurut Yule (2006: 13) deiksis adalah istilah teknis (dari bahasa Yunani) untuk salah satu hal mendasar yang kita lakukan dengan tuturan. Salah satu hal


(38)

mendasar yang kita lakukan dengan tuturan. Deiksis berarti ‘penunjukkan’ melalui bahasa. Bentuk linguistik yang dipakai untuk menyelesaikan ‘penunjukkan’ disebut ungkapan deiksis.

Yule (2006:13-15) membagi deiksis menjadi tiga, yaitu deiksis persona (kata ganti orang pertama ‘saya’, orang kedua ‘kamu’, dan orang ketiga ‘dia laki-laki’, ‘dia perempuan’, atau ‘dia barang/ sesuatu’), deiksis tempat (‘di sini’ dan ‘di sana’), dan deiksis waktu (‘pekan depan, ‘pekan yang lalu’, ‘pekan ini’, ‘kemarin’, ‘hari ini’, ‘nanti malam’, ‘sekarang’, dan ‘kemudian’).

Purwo (1990:17) menjelaskan bahwa kata seperti saya, sini, sekarang adalah kata-kata yang deiktis. Kata-kata tersebut tidak memiliki referen yang tetap. Berbeda halnya dengan kata rumah, kertas, kursi, di tempat manapun, pada waktu kapan pun, referen yang diacu tetaplah sama. Akan tetapi, referen dari kata saya, sini, sekarang barukah dapat diketahui pula siapa, di tempat mana, dan pada waktu kapan kata-kata itu diucapkan.

Kushartanti (2005:111) menjelaskan bahwa deiksis adalah cara merujuk pada suatu hal yang berkaitan dengan erat dengan konteks penutur. Dengan demikian, ada rujukan yang berasal dari penutur, dekat dengan penutur, dan jauh dari penutur. Ada tiga jenis deiksis, yaitu deiksis ruang, deiksis persona, dan deiksis waktu.

2.2.3.2 Praangaapan

Sebuah tuturan dapat dikatakan praanggapan tuturan yang lain apabila ketidakbenaran tuturan yang dipresuposisikan mengakibatkan kebenaran atau


(39)

ketidakbenaran tuturan yang mempresuposisikan tidak dapat dikatakan. Tuturan yang berbunyi Mahasiswa tercantik di kelas itu pandai sekali. Mempraanggapkan adanya seseorang mahasiswa yang berparas sangat cantik. Apabila pada kenyataannya memang ada seorang mahasiswa yang berparas sangat cantik di kelas itu, tuturan di atas dapat dinilai benar atau salahnya. Sebaliknya, apabila di dalam kelas itu tidak ada seorang mahasiswa yang berparas cantik, tuturan tersebut tidak dapat ditentukan benar atau salahnya. (Rahardi, 2005: 42) periksa di dalam Wijana (1996) dan Kaswanti Purwo (1990).

Preposisi merupakan kajian dalam lingkup semantik, namun dalam perkembangannya para linguis cenderung berpendapat bahwa kajian preposisi dalam lingkup semantik saja tidak dapat memuaskan mereka, sehingga kajian presuposisi bergeser ke wilayah pragmatik (Nadar, 2009:63). Levinson dalam Nadar (2006:64-65) menyatakan bahwa preposisi pragmatik merupakan inferensi pragmatik yang sangat sensitif terhadap faktor-faktor konteks, dan membedakan terminologi preposisi menjadi dua macam. Pertama, kata “presuposisi” sebagai terminologi umum dalam penggunaan bahasa inggris sehari-hari, serta kata “presuposisi” sebagai terminologi teknis dalam kajian pragmatik. Di bandingkan dengan luasnya makna preposisi secara umum dalam penggunaan sehari-hari, makna preposisi dalam pragmatik relatif lebih sempit. Preposisi dapat dijelaskan sebagai berbagai inferensi atau asumsi pragmatik yang nampaknya dibangun menjadi ungkapan linguistik.


(40)

2.2.3.3 Implikatur

Di dalam pertuturan yang sesungguhnya, penutur dan mitra tutur dapat secara lancar berkomunikasi karena mereka berdua memiliki semacam kesamaan latar belakang pengetahuan tentang sesuatu yang dipertuturkan itu. Di antara penutur dan mitra tutur terdapat semacam kontrak percakapan tidak tertulis bahwa apa yang sedang dipertuturkan itu saling dimengerti. Grice (1975) di dalam artikelnya yang berjudul “Logic and Conversation” menyatakan bahwa sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan tersebut. Proposisi yang diimplikasikan itu dapat disebut dengan implikatur percakapan.

Tuturan yang berbunyi Bapak datang, jangan menangis! Tidak semata-mata dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa sang ayah sudah datang dari tempat tertentu. Si penutur bermaksud memperingatkan mitra tutur bahwa sang ayah yang bersikap keras dan sangat kejam itu akan melakukan sesutau terhadapnya apabila ia masih terus menangis. Dengan perkataan lain, tuturan itu mengimplikasikan bahwa sang ayah adalah orang yang keras dan sangat kejam dan sering marah-marah pada anaknya yang sedang menangis. Di dalam implikatur, hubungan antara tuturan yang sesungguhnya dengan maksud yang tidak dituturkan itu bersifat tidak mutlak. Inferensi maksud tuturan itu harus didasarkan pada konteks situasi tutur yang mewadahi munculnya tuturan tersebut. (Rahardi, 2005: 42-43), periksa Bambang Kaswanti (1990) dan Wijana (1996).

Menurut Levinson (183) dalam Hamid Hasan (2011:73), ada empat faedah konsep implikatur, yaitu:


(41)

a) Dapat memberikan penjelasan makna atau fakta-fakta kebahasaan yang tak terjangkau oleh teori linguistic;

b) Dapat memberikan penjelasan yang tegas tentang perbedaan lahiriah dari yang dimaksud si pemakai bahasa;

c) Dapat memberikan pemerian semantic yang sederhana tentang hubungan klausa yang dihubungkan dengan kata penghubung yang sama; d) Dapat memerikan bebagai fakta yang secara lahiiah kelihatan tidak berkaitan, malah berlawanan (seperti metafora).

2.2.3.4 Tindak Ujaran

Tindak tutur diklasifikasikan menjadi 5 jenis fungsi umum, yaitu deklarasi, presentatif, ekspresi, direktif, dan komisif (Yule, 2006: 92-94). Deklarasi adalah jenis tindak tutur yang mengubah dunia melalui tuturan. Contoh 1: Wasit: Anda ke luar! Seperti contoh 1 menggambarkan, penutur harus memiliki peran institusional khusus, dalam konteks khusus, untuk menampilkan suatu deklarasi secara tepat. Pada waktu menggunakan deklarasi penutur mengubah dunia dengan kata-kata.

Representatif adalah jenis tindak tutur yang menyatakan apa yang diyakini penutur kasus atau bukan. Contoh 2: Bumi itu datar. Pernyataan suatu fakta, penegasan, kesimpulan, dan pendeskrisian, seperti yang digambarkan dalam contoh 2, merupakan contoh dunia sebagai sesuatu yang diyakini oleh penutur yang menggambarkannya. Pada waktu menggunakan sebuah representatif, penutur mencocokkan kata-kata dengan dunia (kepercayaannya).


(42)

Tindak tutur selanjutnya yaitu ekspresif. Ekspresif adalah jenis tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang dirasakan oleh penutur. Tindak tutur itu mencerminkan pernyataan-pernyataan psikologis dan dapat berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan, kesukaan, kebencian, kesenangan, atau kesengsaraan. Contoh 3: Sungguh, saya minta maaf. Seperti yang digambarkan dalam contoh 3, tindak tutur mungkin disebabkan oleh sesuatu yang dilakukan oleh penutur atau pendengar, tetapi semuanya menyangkut pengalaman penutur. Pada waktu menggunakan ekspresif penutur menyesuaikan kata-kata dengan dunia (perasaannya).

Direktif adalah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain mengatakan sesuatu. Jenis tindak tutur ini menyatakan apa yang menjadi keinginan penutur. Tidak tutur ini meliputi; perintah, pemesanana, permohonan, dan pemberian saran. Contoh 4: Jangan menyentuh itu! Seperti yang digambarkan dalam contoh 4, bentuknya dapat berupa kalimat positif dan negatif. Pada waktu menggunakan direktif penutur berusaha menyesuaikan dunia dengan kata (lewat pendengar).

Tindak tutur berikutnya ialah komisif. Komisif adalah jenis tindak tutur yang dapat dipahami oleh penutur untuk mengikatkan dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa yang akan datang. Tindak tutur ini menyatakan apa saja yang dimaksudkan oleh penutur. Tindak tutur ini menyatakan apa saja yang dimaksudkan oleh penutur. Tindak tutur ini dapat berupa; janji, ancaman, penolakan, dan ikrar. Contoh 5: Kami

tidak akan melakukan itu. Seperti ditunjukkan dalam contoh 5, dapat ditampilkan


(43)

menggunakan komisif, penutur berusaha untuk menyesuaikan dunia dengan kata-kata (lewat penutur).

Dengan mendasarkan gagasan pendahulunya, yakni Austin (1962), John R. Searle (1969) dalam buku Speech Acts: An Essay in The Philisophy of Language menyatakan bahwa pada praktik penggunaan bahasa yang sesungguhnya itu terdapat tiga macam tindak tutur. Ketiga macam tindak tutur atau speech acts itu secara berturut-turut dapat disebutkan seperti berikut ini: (1) tindak lokusioner (locutionary

acts), (2) tindak ilokusioner (illocutionary acts), dan (3) tindak perlokusioner

(perlocutionary acts).

1. Tindak Lokusioner (locutionary acts)

Tindak tutur lokusioner adalah tindak tutur dengan kata, frasa, dan kalimat, sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat itu sendiri. Adapun tindak tutur lokusioner itu dapat dinyatakan dengan ungkapan the act of saying something. Di dalam tindak lokusioner itu sama sekali tidak dipermasalhkan dalam ihwal maksud tuturan yang idsampaikan oleh penutur. Jadi sekali lagi perlu dikatakan bahwa tindak tutur lokusioner itu adalah tindak menyampaikan informasi yang disampaikan oleh penutur.

2. Tindak Ilokusioner (illocutionary acts)

Tindak ilokusioner ini merupakan tindak melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu di dalam kegiatan bertutur yang sesungguhnya. Tindak tutur ilokusioner dapat dinyatakan dengan ungkapan dalam bahasa


(44)

Inggris, the act of doing something. Jadi, ada semacam daya atau force di dalamnya yang dicuatkan oleh makna dari sebuah tuturan.

3. Tindak perlokusioner (perlocutionary acts)

Tindak perlokusioner ini merupakan tindak menumbuhkan pengaruh kepada sang mitra tutur oleh penutur. Tindak perlokusioner dapat dinyatakan dengan ungkapan dalam bahasa Inggris, the act of affecting someone. (cf. Wijana, 1996); Rahardi, 2004;, dan Rahardi; 2006). Rahardi, 2009:17.

2.2.4 Basa-basi sebagai Fenomena Pragmatik

Abdul Chaer dan Leonie Agustina (2004:16) menjelaskan bahwa ungkapan-ungkapan yang digunakan dalam fatik atau yang dikenal dengan basa-basi, biasanya sudah berpola tetap, seperti pada waktu berjumpa, pamit, membicarakan cuaca, atau menanyakan keadaan keluarga. Ungkapan-ungkapan yang digunakan tidak dapat diartikan atau diterjemahkan secara harfiah. Misalnya, dalam bahasa Indonesia ada ungkapan seperti Apa kabar?, Bagaimana kabar keluarga di rumah?, Mau kemana

nih?, dan sebagainya. Oleh karena itu, penggunaan suatu bahasa tidak akan lepas dari

basa-basi, namun hanya berbeda kadar penggunaannya. Penggunaan paling besar dalam percakapan yang bertujuan untuk memelihara komunikasi, dimana ungkapan itu hanya uuntuk bersopan santun dan tidak untuk menyampaikan informasi.

Malinowski dalam tesis Arimi (1998) mengatakan basa-basi digunakan sebagai kata anonim berarti bahwa kata ini bukanlah jenis kata contrived , dibuat-buat


(45)

atau yang tidak alamiah. Akan tetapi, istilah basa-basi justru mengacu pada pemakaian bahasa yang benar-benar alamiah (naturally occuring language) yang meresap pada konteks sosial-budaya Indonesia. Malinowski mempertegas fungsi basa-basi (phatic communion), untuk mengikat antara pembaca dan pendengar. Dikatakannya fungsi tersebut bukanlah merupakan alat pencerminan bahasa tetapi sebagai modus tindakan (antarpenutur). Lengkapnya ia mengatakan sebagai berikut:

“ it consists in just this atmosphere of sociability and in the fact personal

communion of these people. But this is in fact achieved by speech, and the situation in

all such cases is created by the exchanged of word, by the specific feelings which

form convivial gregariousness, by the give and take of utterances which make up

ordinary gossip. Each utterances is an act serving the direct aim of binding hearer to

speaker sentiment or other. Once more, language appears to us in this function not as

isntrument of reflection but a mode of action. “

Malinowski (1923:315) dalam tesis Waridin (2008:13) mendefinisikan phatic

communion sebagai “a type of speech in which ties of union are created by a mere

exchange of word“. Phatic communion mempunyai fungsi sosial. Phatic communion

digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antar peserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan, dengan perasaan tertentu untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Masyarakat modern melakukan ramah-tamah secara tulus (pure


(46)

Menurut Malinowski phatic communion yang digunakan suku primitif dan masyarakat modern berfungsi memantapkan ikatan personal diantara perserta komunikasi semata-mata karena adanya kebutuhan akan kebersamaan, dan tidak bertujuan mengomunikasikan ide. Malinowski dalam tesis Arimi mengatakan basa-basi digunakan sebagai kata anonim berarti bahwa kata ini bukanlah jenis kata

contrived , dibuat-buat atau yang tidak alamiah. Akan tetapi, istilah basa-basi justru

mengacu pada pemakaian bahasa yang benar-benar alamiah (naturally occuring

language) yang meresap pada konteks sosial-budaya Indonesia. Malinowski

mempertegas fungsi basa-basi (phatic communion), untuk mengikat antara pembaca dan pendengar. Dikatakannya fungsi tersebut bukanlah merupakan alat pencerminan bahasa tetapi sebagai modus tindakan (antarpenutur). Lengkapnya ia mengatakan sebagai berikut:

“ it consists in just this atmosphere of sociability and in the fact personal

communion of these people. But this is in fact achieved by speech, and the situation in

all such cases is created by the exchanged of word, by the specific feelings which

form convivial gregariousness, by the give and take of utterances which make up

ordinary gossip. Each utterances is an act serving the direct aim of binding hearer to

speaker sentiment or other. Once more, language appears to us in this function not as

isntrument of reflection but a mode of action“.

Arimi (1998) dalam tesisnya membagi tuturan basa-basi yang dipakai dalam masyarakat bahasa Indonesia berdasarkan daya tuturannya digolongkan atas dua


(47)

jenis, yaitu basa-basi murni dan basa-basi polar. Basa-basi murni adalah ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan oleh penutur selaras dengan kenyataan. Basa-basi murni digolongkan menjadi tiga subjenis, yaitu basi murni keniscayaan, basa-basi keteralamian, dan basa-basa-basi keakraban. Basa-basa-basi polar adalah tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, dimana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan. Basa-basi polar dibagi menjadi dua, yaitu basa-basi polar sosial dan basa-basi polar personal. Berikut ini contoh pemakaian basa-basi murni dan basa-basi polar.

Contoh:

17. Pak Ahmad : Selamat pagi, pak. Silakan mampir dulu?

Pak Andi : Selamat pagi juga, pak Ahmad. Iya pak, terima kasih lain kali saja.

Pada dialog (17) konteksnya ketika Pak Andi sedang berjalan di depan rumah Pak Ahmad dan Pak Ahmad sedang duduk-duduk di depan rumah. Tuturan tersebut termasuk basa-basi karena digunakan ketika Pak Ahmad bertemu dengan Pak Andi. Ungkapan “selamat pagi” dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang menandai realitas siang dan ungkapan tersebut merupakan basa-basi murni. Kemudian pada tuturan “silakan mampir dulu?” menunjukkan tuturan yang tidak sebenarnya karena Pak Ahmad melihat Pak Andi sedang berjalan di depan rumahnya. Tuturan “iya pak, terima kasih lain kali saja” menunjukkan tuturan yang tidak


(48)

sebenarnya, karena tuturan Pak Andi bukan bersungguh-sungguh menyakinkan tuan rumah bahwa dia akan mampir, melainkan hanya untuk sopan santun menolak untuk mampir di rumah Pak Ahmad dan tuturan tersebut merupakan basa-basi polar.

Penelitian Fitri Apri Susilo (2014) berjudul Basa-basi dalam Berbahasa antar Guru Di SMP N 12 Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014. Dalam penelitian tersebut terdapat tuturan yang termasuk acknowledgements adalah sebagai berikut:

a) Apologize (meminta maaf)

Apologize (meminta maaf) yaitu fungsi tuturan untuk mengekspresikan penyesalan sehingga mitra tutur percaya bahwa penutur menyesal telah melakukan kesalahan terhadap mitra tutur.

b) Condole (belasungkawa)

Condole (belasungkawa) yaitu fungsi tuturan untuk mengekspresikan rasa simpati karena musibah yang dialami oleh mitra tutur sehingga mitra tutur percaya bahwa penutur bersimpati dengan mitra tutur yang mengalami musibah.

c) Congratulate (mengucapkan selamat)

Congratulate (mengucapkan selamat) yaitu fungsi tuturan mengekspresikan kegembiraan karena adanya kabar baik sehingga mitra tutur percaya bahwa penutur senang dengan sesuatu yang diraih oleh mitra tutur.

d) Greet (memberi salam)

Greet (memberi salam) yaitu fungsi tuturan untuk menyatakan rasa senang karena bertemu seseorang.


(49)

e) Thanks (berterimakasih)

Thanks (berterimakasih) yaitu fungsi tuturan untuk menyatakan terima kasih karena mendapat bantuan sehingga mitra tutur percaya bahwa penutur benar-benar mengucapkan terima kasih kepada mitra tutur.

f) Bid (meminta/mengundang)

Bid (meminta) yaitu fungsi tuturan untuk mengekpresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan sesorang akan terjadi sehingga mitra tutur percaya bahwa penutur berharap dengan yang dilakukan mitra tutur akan baik atau menyenangkan.

g) Accept (menerima)

Accept (menerima) yaitu fungsi tuturan untuk menerima (menghargai) basa-basi dari mitra tutur sehingga mitra tutur percaya bahwa penutur menghargai dengan apa yang dilakukan oleh mitra tutur.

h) Reject (menolak)

Reject (menolak) yaitu fungsi tuturan untuk menolak (melanggar) basa-basi dari mitra tutur sehingga mitra tutur percaya bahwa penutur kurang menghargai apa yang diharapkan oleh mitra tutur.

Komponen dan klasifikasi tindak tutur ilokusi komunikatif tersebut dapat digunakan sebagai faktor pendukung dalam melakukan analisis basa-basi bahasa.


(50)

2.2.5 Kerangka Berpikir

Basa-basi merupakan sebuah fenomena baru dalam studi pragmatik. Basa-basi berbahasa muncul dari perkembangan pengguna bahasa yang digunakan untuk memulai atau mempertahankan hubungan sosial antara penutur dan lawan tutur dalam kehidupan sehari-hari. Basa-basi berbahasa biasanya muncul di dalam masyarakat, bahkan pada keluarga pendidik. Sekarang, dalam ranah keluarga pendidik, basa-basi banyak digunakan untuk memperkokoh dan mempertahankan hubungan antar penutur dan lawan tutur di ranah keluarga pendidik. Hal inilah yang menjadi fenomena baru dalam studi pragmatik dan menjadi kajian dari penelitian ini, yaitu basa-basi berbahasa dalam ranah keluarga pendidik, khususnya basa-basi dalam berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Desa junggul, Bandungan, Jawa Tengah.

Penelitian ini menggunakan beberapa teori basa-basi serta teori-teori yang mendukung untuk menguraikan tuturan basa-basi antarkeluarga pendidik. Pertama, Malinowski (1923:315) dalam tesis Waridin (2008:13) mendefinisikan phatic

communion sebagai “a type of speech in which ties of union are created by a mere

exchange of word“.

Kedua, Jakobson (1980) dalam tesis Waridin (2008:15) mendefinisikan bahwa basa-basi adalah tuturan yang dipergunakan untuk memulai , mempertahankan, atau memutuskan komunikasi untuk memastikan berfungsinya saluran komunikasi dan untuk menarik perhatian lawan bicara atau menjaga agar kawan bicara tetap memperhatikan. Menurut Jakobson (1980:81) dalam tesis Waridin


(51)

(2008:16), mendefinisikan bahwa basa-basi adalah tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan komunikasi untuk memastikan berfungsinya saluran komunikasi dan untuk menarik perhatian lawan bicara atau menjaga agar kawan bicara tetap memperhatikan. Ketiga, Searle (1976 : 1-24) mengatakanan bahwa jenis tindak tutur yang merupakan salah satu fenomena teori pragmatik. Dalam fenomena tindak tutur, terdapat tiga bagian yaitu tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur perlokusi. Keempat, Geoffrey Leech (1983: 8 ) menyatakan bahwa pragmatik adalah ilmu tentang maksud dalam hubungannya dengan situasi-situasi (speech situation). Kelima, Anwar (1984:46) menjelaskan bahwa basa-basi merupakan sejemput kata-kata yang dipakai untuk sekedar memecah kesunyian, untuk mempertahankan suasana baik dan sebagainya, sehingga bahasa tidak hanya digunakan untuk menyampaikan perasaan atau pikiran, untuk membahas sesuatu masalah, untuk membujuk, merayu dan sebagainya. Keenam, Arimi (1998: 95) secara praktis basa-basi didefinisikan sebagai fenomena bahasa yang secara sadar dipakai oleh penutur, akan tetapi secara sadar pula tidak diakuinya ketika ditanyakan kebasa-basian itu. Ketujuh, Harimurti Kridalaksana (1986:111) menjelaskan bahwa basa-basi merupakan tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.

Berdasarkan teori basa-basi tersebut, data yang diperoleh dengan menggunakan metode simak dan cakap ini dideskripsikan dan diinterpretasikan. Metode simak adalah metode dengan menyimak pertutuan langsung maupun tidak


(52)

langsung di dalam ranah pendidikan. Metode cakap adalah metode penyediaan data yang dilakukan dengan cara mengadakan percakapan. Penggunaan dua metode pengambilan data tersebut, peneliti diharapkan dapat memperoleh data yang memadai.

Tuturan sebagai data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis menggunakan metode dan teknik kontekstual. Metode dan teknik analisis kontekstual ini artinya adalah cara analisis yang diterapkan pada data dengan mendasarkan dan mengaitkan dengan konteks (Rahardi, 2009:36). Setelah proses analisis data selesai, penelitian ini menghasilkan wujud basi antara guru dan guru serta maksud basa-basi antara guru dan guru dalam ranah pendidikan.


(53)

Berikut ini adalah bagan dari kerangka berpikir yang sudah dipaparkan di atas:

FENOMENA BASA-BASI DALAM KAJIAN PRAGMATIK

TEORI BASA-BASI

MALINOWSKI (1923)

JAKOBSON (1980)

LEECH (1983)

KRIDALAK-SANA (1986) ANWAR

(1984)

ARIMI (1998)

HASIL PENELITIAN

WUJUD BASA-BASI DALAM RANAH KELUARGA

PENDIDIK

MAKSUD BASA-BASI DALAM RANAH KELUARGA

PENDIDIK SEARLE


(54)

Bab III

METODE PENELITIAN

Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai metode penelitian. Hal-hal yang berkaitan dengan metode penelitian meliputi: (1) jenis penelitian, (2) subjek penelitian (3) metode dan teknik pengumpulan data, (4) instrument penelitian, (5) metode dan teknik analisis data, (6) sajian analisis data dan (7) triangulasi.

3.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif karena pada langkah awal peneliti mengumpulkan data-data tuturan antara orang tua dan anak di Desa Junggul, Bandungan, Jawa Tengah, yang mencerminkan fenomena basa-basi.

Hal ini berdasarkan definisi Arikunto (2009:234) mengenai penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan (Arikunto,2009:234). Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara deskripsi (dalam bentuk kata-kata dan bahasa), pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah


(55)

(Moleong, 2006:6). Sejalan dengan definisi tersebut, dalam penelitian ini peneliti berusaha untuk memahami tuturan basa-basi yang dituturkan oleh subjek penelitian, kemudian mengkonfirmasikan maksud tuturan tersebut dan mendeskripsikannya secara jelas dan apa adanya.

Penelitian Basa-basi dalam berbahasa antaranggota keluarga pendidik di desa junggul, bandungan, jawa tengah. Ini termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif, karena penelitian ini berisi gambaran basa-basi antaranggota keluarga pendidik yang diperoleh langsung di Desa Junggul, Bandungan, Jawa Tengah. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba memahami fenomena basa-basi yang digunakan oleh penutur maupun mitra tutur untuk menyampaikan maksud tuturannya. Oleh sebab itulah, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai suatu pemahaman terhadap penggunaan basa-basi terutama penggunaan bahasa dalam tindakan komunikasi.

Subjek penelitian ini adalah Keluarga pendidik di Desa Junggul, Bandungan, Jawa Tengah. Hal itu dikarenakan di Desa Junggul, Bandungan, Jawa Tengah dirasa, dapat mewakili tuturan basa-basi dari berbagai status sosial. Latar belakang budaya antar keluarga pendidik tersebut juga dapat menjadikan penelitian ini semakin baik karena dapat mengakomodasi bentuk-bentuk basa-basi berbahasa yang mewakili berbagai daerah di Indonesia. Berdasarkan hal itu, peneliti akan melakukan suatu penelitian dengan judul “Basa-basi dalam Berbahasa Antaranggota Keluarga


(56)

3.2 Data dan Sumber Data

Data dan sumber data penelitian ini adalah keluarga pendidik di Desa Junggul, Bandungan, Jawa Tengah. Hal itu dikarenakan di Desa Junggul, Bandungan, Jawa Tengah dirasa dapat mewakili tuturan basa-basi dari beberapa keluarga pendidik. Latar belakang budaya antarkeluarga pendidik yang berbeda-beda tersebut juga dapat menjadikan penelitian ini semakin baik. Dalam penelitian ini, data yang ditemukan oleh peneliti menggunakan bahasa Jawa yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh peneliti. Berdasarkan hal itu, peneliti akan melakukan suatu penelitian dengan judul Basa-basi dalam Berbahasa Antaranggota Keluarga

Pendidik di Desa Junggul, Bandungan, Jawa Tengah.

3.3 Metode pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Peneliti berusaha menggambarkan tentang suatu variabel, gejala atau keadaan secara apa adanya. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan menguji hipotesis tertentu.Melalui penelitian deskriptif, peneliti berusaha mendeskripsikan peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakuan khusus terhadap peristiwa tersebut. Penelitian deskriptif ini menjadi dasar untuk menguraikan basa-basi berbahasa karena peneliti akan menguraikan peritiwa tutur antaranggota keluarga pendidik di Desa Junggul, Bandungan, Jawa Tengah.

Dalam mengumpulkan data, penelitian ini menggunakan metode simak dan metode cakap. Mahsun (2005:92) mengungkapkan, metode simak adalah cara yang


(57)

digunakan untuk memperoleh data dengan menyimak penggunaan bahasa, dimana dalam penelitian ini peneliti menyimak keluarga pendidik dalam mengucapkan sebuah tuturan. Metode ini memiliki teknik dasar yang berwujud teknik sadap. Teknik sadap disebut sebagai teknik dasar dalam metode simak karena pada hakikatnya penyimakan diwujudkan dengan penyadapan. Artinya dalam upaya mendapatkan data, peneliti melakukannya dengan menyadap penggunaan bahasa keluarga pendidik di Desa Junggul, Bandungan yang menjadi informan. Dalam praktik teknik sadap diikuti dengan teknik lanjutan yang berupa teknik simak libat cakap, simak bebas libat cakap, catat, dan teknik rekam. Teknik simak libat cakap maksudnya si peneliti melakukan penyadapan dengan cara berpartisipasi sambil menyimak, berpartisipasi dalam pembicaraan, dan menyimak pembicaraan. Peneliti dalam penelitian ini menggunakan teknik sadap diikuti dengan teknik lanjutan yang berupa teknik catat.

Selain itu, penelitian ini juga menggunakan metode cakap. Metode cakap ialah cara penyediaan data yang berupa percakapan antara peneliti dengan informan (Mahsun, 2005:95). Metode cakap memiliki teknik dasar berupa teknik pancing, karena percakapan yang diharapkan sebagai pelaksanaan metode tersebut hanya dimunculkan jika peneliti memberi stimulasi (pancingan) pada informan untuk mengetahui maksud kebahasaan yang diharapkan oleh peneliti.Teknik dasar tersebut dijabarkan dalam teknik lanjutan, yaitu teknik cakap lanjutan cakap semuka.

Pada pelaksanaan teknik cakap semuka peneliti langsung melakukan percakapan dengan penggunaan bahasa sebagai informan dengan bersumber pada


(58)

pancingan yang sudah disiapkan (berupa daftar tanya) atau spontanitas, maksudnya pencingan dapat muncul ditengah-tengah percakapan. Dalam mengaplikasikan teknik ini, peneliti memberikan stimulus pada guru dan guru (informan) sesuai dengan konteks yang mendukung untuk memperoleh sebuah data tuturan basa-basi.Teknik ini dapat dilengkapi dengan pencatatan atau perekaman.

3.4 Metode Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan metode analisis kontekstual, yakni dengan menerapkan dimensi-dimensi konteks dalam menafsirkan data yang telah berhasil dikumpulkan, diidentifikasi, dan diklasifikasikan.Metode analisis kontekstual ini dapat disejajarkan dengan metode analisis padan.Metode padan itu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu metode padan yang sifatnya intralingual dan metode padan yang sifatnya ekstralingual (cf. Mahsun, 2005 melalui Rahardi 2009: 36).

Metode analisis data secara linguistik menggunakan metode padan intralingual yaitu metode analisis dengan cara menghubung-bandingkan unsur-unsur yang bersifat lingual, baik yang terdapat dalam satu bahasa maupun dalam beberapa bahasa yang berbeda (Mahsun, 2005: 118). Teknik yang digunakan adalah teknik dasar hubung banding yang bersifat lingual.Dalam menerapkan teknik intralingual ini, peneliti menggunakan partikel fatis menurut Harimurti Kridalaksana (1986) untuk menganalisis tuturan basa-basi.


(59)

Metode analisis data secara pragmatik menggunakan metode padan ekstralingual yaitu metode analisis dengan cara menghubung-bandingkan unsur-unsur yang bersifat ekstralingual, seperti hal-hal yang menyangkut makna, informasi, konteks tuturan, dan lain-lain. Teknik yang digunakan adalah teknik dasar teknik hubung banding yang bersifat ekstralingual.

Seiddel dalam buku Arikunto (2009) analisis data kualitatif prosesnya berjalan sebagai berikut:

1. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri.

2. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan, membuat iktisar, dan membuat indeksnya.

3. Berpikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat temuan-temuan umum.

Adapun langkah-langkah untuk menganalisis data dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Peneliti mengumpulkan tuturan yang termasuk ke dalam basa-basi berbahasa. 2. Peneliti mentranskrip tuturan yang telah didapatkan.

3. Peneliti membuat triangulasi dan mengkonfirmasikan pada ahli.

4. Peneliti mendeskripsikan data dan melakukan pembahasan secara pragmatik dan linguistik.


(60)

5. Peneliti menyimpulkan hasil pembahasan ke dalam teori basa-basi dalam kajian pragmatik.

3.5 Trianggulasi

Penelitian basa-basi dalam berbahasa antaranggota keluarga pendidik di desa junggul, bandungan, jawa tengahmenggunakan teknik triangulasi untuk memeriksa keabsahan data yang telah diperoleh dari hasil penelitian. Menurut Lexy J. Moleong (1989:195), trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data. Dalam penelitian ini, peneliti membuat trianggulasi dengan tujuan untuk melakukan pengecekan terhadap validitas dan keterpercayaan hasil temuan.Trianggulasi dalam penelitian ini menggunakan teknik pemeriksaan yang memanfaatkan peneliti atau pakar dalam penelitian basa-basi untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data.Pemanfaatan pengamat lainnya membantu mengurangi kesalahan dalam pengumpulan data.Peneliti lainnya yang melakukan pengecekan dalam triangulasi penelitian ini ialahDr. Y. Karmin. M. Pd.


(61)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi uraian (1) deskripsi data dan (2) pembahasan. Deskripsi data berupa tuturan lisan antaranggota keluarga pendidik di Desa Junggul, Bandungan, Jawa Tengah. Pada bagian pembahasan berisi uraian atau bahasan dari data yang telah dideskripsikan ada bagian deskripsi data. Kedua hal tersebut akan dipaparkan sebagai berikut.

4.1 Deskripsi Data

Data tuturan yang di dalamnya terkandung basa-basi dalam penelitian ini seluruhnya berjumlah 42 tuturan. Keempat puluh dua tuturan yang mengandung basa-basi itu diperoleh dari perbincangan antaranggota keluarga dalam lingkup keluarga pendidik. Data dikumpulkan mulai pertengahan April hingga awal Mei 2015 dengan cara mencatat tuturan langsung dan kuisioner. Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diklasifikasikan menurut basa-basinya yakni, basa-basi dalam kategori salam 5 tuturan, terima kasih 6 tuturan, meminta/ mengundang 10 tuturan, menolak 7 tuturan, menerima 7 tuturan, menyatakan maaf 3 tuturan, simpati/ empati - tuturan, dan selamat 4 tuturan.


(62)

4.1.1 Salam

Tuturan berikut ini merupakan tuturan yang termasuk dalam subkategori salam (greeting). Subkategori fatis acknowledgment salam (greeting) terdapat 2 tuturan. Kode (A) digunakan untuk menunjuk tuturan subkategori memberi salam. Contoh tuturan tersebut adalah sebagai berikut.

Tuturan A1

P: Selamat pagi, Bapak mangkat sik ya! (Selamat pagi, bapak berangkat dulu ya!) MT: Ya Pak, ati-ati!

(Ya Pak, hati-hati) Tuturan A2

P: Kulanuwun, kula pun mantuk nggih! (Permisi, saya sudah pulang ya!)

MT: Oh iyo le, leren sik! (Oh iya le, istirahat dulu!) Tuturan A3

P: Ibu, Bapak wis kondur ya! (Ibu, Bapak sudah pulang ya!) MT: Oh,iya, Pak!

Tuturan A4

P: Bapak mangkat sik ya! (Bapak berangkat dulu ya!)


(63)

MT: Ya Pak, ati-ati! (Ya Pak, hati-hati!) Tuturan A5

P: Pak, aku meh metu, arep nitip apa? (Pak, aku mau keluar, mau titip apa?) MT: Nitip foto kopi sisan Nok ya! (Nitip foto kopi sekalian Nakya!)

4.1.2 Terima Kasih

Tuturan berikut ini merupakan tuturan yang termasuk dalam subkategori terima kasih. Subkategori fatis acknowledgment terima kasih terdapat 8 tuturan. Kode (B) digunakan untuk menunjuk tuturan basa-basi subkategori terima kasih.Contoh tuturan tersebut adalah sebagai berikut.

Tuturan B1

P: Do, Aldo… Bapak nggawa panganan iki. Aldo purun boten? (Do, Aldo… Bapak bawa makanan ini. Aldo mau atau tidak?) MT: Mau Pak…

P: *Sambil memberikan bingkisan kepada Aldo* Matur apa hayo? (Bilang apa hayo?)

MT: Matur nuwun Bapak, *sambil berlari membawa makanan dari Bapak Tuturan B2

P: Bu, iki mau aku entuk oleh-oleh seka murid (Bu, ini tadi aku dapat oleh-oleh dari murid)


(64)

(Ya ampun, bagus sekali. Buat aku saja Sar) P: Ya iki nggo Ibu, makane tak gawa mulih” (Ya ini buat Ibu, makanya aku bawa pulang) MT: Woalah, iya,ta. Makasih lho!

(woalah, iyakah? Makasih lho!) Tuturan B3

P: Le, mau esuk Ibu masak sego goreng, kowe wes maem? (Nak,tadi pagi Ibu masak nasi goreng, kamu sudah makan?) MT: Uwis Bu.

(Sudah Bu.)

P: Lho, kok ora matur apa-apa, karo Ibu? (Lho kok tidak bilang apa-apa sama ibu?) MT: Oh iya, nuwun Bu, sego gorenge enak. (Oh iya, terima kasih Ibu, nasi gorengnya enak) Tuturan B4

P: Nok, suwun lho Ibu wis didamelke teh. (Nak, terima kasih lho Ibu sudah dibuatkan teh.) MT: Tapi ora kelegen ta Bu?

(Tapi tidak kemanisan kan Bu?) Tuturan B5

P: Ris, mbok bapak ditulungi (Ris,tolong bantu bapak) MT: Ya

(Ya)


(65)

(Gitu dong, kalau diminta tolongi langsung datang!) Tuturan B6

P: Tan, tulung jupukna teh-e bapak nang mburi kae! (Tan, tulung ambilkan teh bapak di belakang itu!) MT: Ya pak

(Ya pak)

P: Suwun ya Nok (Terima kasih ya Nak)

4.1.3 Meminta/Mengundang

Tuturan berikut ini merupakan tuturan yang termasuk dalam subkategori menerima. Subkategori fatis acknowledgment menerima terdapat 9 tuturan. Kode (C) digunakan untuk menunjuk tuturan basa-basi subkategori menerima. Contoh tuturan tersebut adalah sebagai berikut.

Tuturan C1

P: Alga, dina iki nang gereja lho, mengko latihan koor karo Bapak. (Alga, hari ini ke gereja lho, nanti latihan koor dengan Bapak.) MT: Ya Pak, dilit neh tak adus.

(Iya Pak, sebentar lagi saya mandi.) Tuturan C2

P: Ayo Pak, wis jam pira iki, lek adus, jarene arep nang gereja? (Ayo Pak, sudah jam berapa ini, lekas mandi katanya mau ke gereja?) MT: Iya kosik sedilit neh.


(1)

F. BASA-BASI MENYATAKAN MAAF

NO. TUTURAN PENANDA MAKSUD TRIANGULATOR

LINGUAL NONLINGUAL YA TIDAK

1. Tuturan F1

P: Pak, sorry lho mau lali ngentasi

pemeane, aku ora ngerti nek mau awan udan, klambine Bapak teles kae. (Pak, maaf lho tadi lupa angkat

jemuran, aku tidak tahu kalau tadi siang hujan, bajunya Bapak basah semua itu.)

MT: Lah ya wis, diangin-anginke sik wae, ngko kan ya garing. (Lah, ya sudah, diangin-anginkan dulu saja, nanti juga kering.)

Penggunaan kata fatis lho

Percakapan antara suami dan istri. Tuturan terjadi pada sore hari, di ruang tengah.

Penutur bermaksud menyatakan maaf kepada penutur ditandai dengan kata sorry lho.

V

2. Tuturan F2

P: Bu, sorry lho aku

Penggunaan kata fatis lho

Percakapan antara Ibu dan anak. Tuturan

Penutur bermaksud menyatakan


(2)

mau lali nggugah, lha aku ya keturon. (Bu, maaf lho tadi aku lupa bangunin, soalnya aku juga ketiduran.)

MT: Rapapa, ngerti kok aku, aku ya wis tangi disik kok. (Tidak apa-apa, tahu kok, aku juga sudah bangun duluan kok.)

terjadi pada pagi hari, di ruang tengah.

maaf kepada mitra tutur.

3. Tuturan F3

P: Bu, la klambiku ndak wes dijipukke? (Bu, apa bajuku sudah diambilkan?)

MT: Yaampun Pak, lali aku. Dingapurani Pak lali aku.

(Yaampun Pak, aku lupa, maaf Pak.)

Penggunaan kata fatis lho

Percakapan antara suami dan istri. Tuturan terjadi pada pagi hari, di ruang tengah.

Mitra tutur bermaksud menyatakan maaf kepada penutur. Yang ditandai dengan permintaan maaf yang ditandai dengan kalimat

dingapurani pak.


(3)

G. BASA –BASI MENGUCAPKAN SELAMAT

NO. TUTURAN PENANDA MAKSUD TRIANGULATOR

LINGUAL NONLINGUAL YA TIDAK

1. Tuturan G1

P: Pak, Aldo mau wis isa ngetung nang ngarep kelas

lho…!(Pak, Aldo tadi sudah bisa berhitung di depan kelas lho…!)

MT:Weh, apa iya? Selamet ya dik. (Weh, apa iya? Selamat ya dik)

Penggunaan kata fatis selamat dan ya

Percakapan terjadi suami dan istri. Tuturan terjadi pada sore hari, di ruang tengah. Mitra tutur bermaksud memberikan ucapan selamat kepada penutur yang ditandai dengan kalimat

selamat yo dek.

V

2. Tuturan G2

P: Bu, lumayan lho aku wis isa ngelesi murid meneh. (Bu, lumayan lho aku sudah bisa ngajar les murid lagi)

MT: Ya syukur Puji Tuhan, selamet ya Sar, muga-muga tambah lancar. (Ya

Penggunaan kata fatis selamat,

lho dan ya

• Penutur adalah guru SD Bernadus Semarang berusia 29 tahun, perempuan.

• Mitra tutur adalah ibu penutur yang berusia 49 tahun. • Tuturan Mitra tutur bermaksud memberikan ucapan selamat kepada penutur yang ditandai dengan kalimat

selamet ya Sar.


(4)

syukur Puji Tuhan, selamat ya Sar, semoga tambah lancar.)

terjadi pada sore hari, di ruang tengah.

3. Tuturan G3

P: La kowe ki ngetung dhuite sapa Le? (Kamu itu menghitung uangnya siapa Nak?)

MT: Ya duitku Bu, aku nyelengi kok (Ya uangku Bu, Aku kan nabung)

P: Wah, pinter men, lumayan isa nggo jajan dhewe. (wah, pintar sekali, lumayan bisa buat jajan sendiri.)

Penggunaan kata fatis ya

Percakapan antara Ibu dan Anak. Tuturan terjadi pada sore hari, di kamar mitra tutur.

Penutur bermaksud memberikan ucapan selamat kepada mitra tutur dalam bentuk pujian.

V

4. Tuturan G4

P: Le, piye? Wis ana kabar seka sekolahan durung? (Nak, bagaimana? Sudah ada kabar dari sekolah

Penggunaan kata fatis oh, iya.

Percakapan antara Bapak dan Anak. Tuturan terjadi pada malam hari, di ruang tengah.

Penutur bermaksud memberikan ucapan selamat kepada mitra tutur karena sudah diterima menjadi guru di salah satu


(5)

belum?)

MT: Oh iya Pak, Puji Tuhan aku ketampa kok. (Oh iya Pak, puji Tuhan aku diterima kok.)

P: Wah, selamet ya le, muga-muga lancar. (Wah, selamat ya Nak, semoga lancar)

sekolahan dengan mengatakan

wah, selamat ya Nak, semoga lancar.


(6)

BIODATA PENULIS

Angela Yohana Mentari Adistin lahir di Bandungan, Jawa Tengah, tanggal

28 Januari 1994. Ia menyelesaikan pendidikan tingkat sekolah dasar di SD

Pangudi Luhur Ambarawa, pada tahun 2005. Kemudian ia melanjutkan

studinya di SMP Pangudi Luhur Ambarawa dan tamat pada tahun 2008.

Pendidikan tingkat menengah atas ditempuhnya di SMA Stella Duce 2

Yogyakarta, yang selesai pada tahun 2011. Setelah menyelesaikan sekolah tingkat menengah

atas, ia melanjutkan studi S1 Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Masa pendidikan S1 tersebut berakhir

pada tahun 2016 dengan menyelesaikan skripsi Basa-basi dalam Berbahasa Antaranggota