Basa-basi dalam berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo.

(1)

ABSTRAK

Pramadina, Cecilia Christa. 2015. Basa-basi dalam Berbahasa Antaranggota Keluarga Pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.

Penelitian ini membahas mengenai wujud basa-basi berbahasa dan maksud basa-basi berbahasa di ranah keluarga pendidik. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan wujud basi berbahasa dan mendeskripsikan maksud basa-basi berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo. Subjek dalam penelitian ini adalah anggota keluarga pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo.

Penelitian basa-basi berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo, ini termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif, karena penelitian ini berisi gambaran basa-basi antaranggota keluarga pendidik yang diperoleh langsung di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo. Metode pengumpulan data yakni, pertama, metode simak dengan teknik catat dan rekam, dan kedua, metode cakap yang disejajarkan dengan metode wawancara yang dilaksanakan dengan teknik pancing. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba memahami fenomena basa-basi yang digunakan oleh penutur maupun mitra tutur untuk menyampaikan maksud tuturannya. Oleh karena itu, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai suatu pemahaman terhadap penggunaan basa-basi terutama penggunaan bahasa dalam tindakan komunikasi.

Simpulan dari penelitian ini adalah (1) Wujud basa-basi berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo terbagi dalam kategori acknowledgments (subkategori salam, terima kasih, menolak, menerima, empati, meminta maaf, dan mengucapkan selamat), (2) Maksud basa-basi berbahasa antarkeluarga pendidik adalah untuk mengekspresikan perasaan penutur kepada mitra tutur, menjalin dan menjaga hubungan antara penutur dengan mitra tutur, untuk mempertahankan atau mengukuhkan, serta untuk menyampaikan berbagai maksud lain.

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan pengetahuan kepada keluarga pendidik mengenai basa-basi antaranggota keluarga pendidik. Basa-basi yang dipergunakan antaranggota keluarga pendidik untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur sehingga relasi semakin akrab maupun erat.

Kata kunci: basa-basi, basa-basi murni, basa-basi polar, acknowledgments, wujud basa-basi, maksud basa-basi


(2)

ABSTRACT

Pramadina, Cecilia Christa. 2015. The Phatic Communication in Using Language between Educators Family Member at Kenteng Hamlet, Kejiwan, Wonosobo. Thesis. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.

This research discussed about chit-chat form and the aims of phatic communication especially in educators family. The research intended to describe phatic communication form and the aim of phatic communication in using language between educator’s family member at Kenteng Hamlet, Kejiwan, Wonosobo.

The research was qualitative-descriptive. The research contained of phatic communication in using language between educator’s family member at Kenteng Hamlet, Kejiwan, Wonosobo. The data collecting method were listening method by recording and taking note technique and speaking method parallelized by interviewing method applied by inducement method. In the research, the researcher tried to understand chit-chat phenomena used by speaker and another speaker to convey her/his speech. Therefore, the aim of the research was an understanding towards the use of phatic communication especially the use of language in communication.

The conclusion of the research were (1) phatic communication in using language between educator’s family member at Kenteng Hamlet, Kejiwan, Wonosobo divided into acknowledgments category (sub-category: greeting, thanking, rejecting, accepting, empathizing, apologizing, and congratulating), (2) The aims of phatic communication in using language between educator’s family member were to express the speaker’s feeling to another one, having and keeping relationship between speaker and another one, maintain and stand firm, and convey other aims.

The research was expected to give knowledge for the educator’s family about phatic communication among the educators family member. The phatic communication used by them to start, maintain, or stand firm social relationship between the speaker and another one in order to make their relationship more intimate and closer.

Keywords: phatic communication, pure phatic communication, polar phatic communication, acknowledgments, form of phatic communication, aims of phatic communication.


(3)

i

BASA-BASI DALAM BERBAHASA ANTARANGGOTA KELUARGA PENDIDIK DI DUSUN KENTENG, KEJIWAN, WONOSOBO

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh:

Cecilia Christa Pramadina 111224033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(4)

ii


(5)

(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Ungkapan penuh syukur kepada Tuhan Yesus dan

Bunda Maria yang telah memberikan berkat serta kelancaran

dalam setiap langkah penyelesaian skripsi ini.

Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua orang tua saya

Stefanus Prasetya Hadi dan Heronima Dewi Palupi yang

selalu membimbing, memotivasi, mendukung, membantu, serta

mendoakan di setiap langkah saya.

Samuel Chrisnandi Pramahudi selaku adik saya yang

selalu memberikan dukungan dan semangat.

Irene Desty Renaningtyas, Angela Yohana Mentari

Adistin, Bungsu Atmi Putranti, dan Hendrika Yuli, selaku

teman sepayung yang selalu memberikan semangat, motivasi,

dukungan, doa, dan kasih sayang.


(7)

v MOTTO

Bersuka citalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan dan bertekunlah dalam doa.

(Roma 12: 12)

Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil; kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan

baik.


(8)

(9)

(10)

viii ABSTRAK

Pramadina, Cecilia Christa. 2015. Basa-basi dalam Berbahasa Antaranggota

Keluarga Pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo. Skripsi.

Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.

Penelitian ini membahas mengenai wujud basa-basi berbahasa dan maksud basa-basi berbahasa di ranah keluarga pendidik. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan wujud basi berbahasa dan mendeskripsikan maksud basa-basi berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo. Subjek dalam penelitian ini adalah anggota keluarga pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo.

Penelitian basa-basi berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo, ini termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif, karena penelitian ini berisi gambaran basa-basi antaranggota keluarga pendidik yang diperoleh langsung di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo. Metode pengumpulan data yakni, pertama, metode simak dengan teknik catat dan rekam, dan kedua, metode cakap yang disejajarkan dengan metode wawancara yang dilaksanakan dengan teknik pancing. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba memahami fenomena basa-basi yang digunakan oleh penutur maupun mitra tutur untuk menyampaikan maksud tuturannya. Oleh karena itu, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai suatu pemahaman terhadap penggunaan basa-basi terutama penggunaan bahasa dalam tindakan komunikasi.

Simpulan dari penelitian ini adalah (1) Wujud basa-basi berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo terbagi dalam kategori acknowledgments (subkategori salam, terima kasih, menolak, menerima, empati, meminta maaf, dan mengucapkan selamat), (2) Maksud basa-basi berbahasa antarkeluarga pendidik adalah untuk mengekspresikan perasaan penutur kepada mitra tutur, menjalin dan menjaga hubungan antara penutur dengan mitra tutur, untuk mempertahankan atau mengukuhkan, serta untuk menyampaikan berbagai maksud lain.

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan pengetahuan kepada keluarga pendidik mengenai basa-basi antaranggota keluarga pendidik. Basa-basi yang dipergunakan antaranggota keluarga pendidik untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur sehingga relasi semakin akrab maupun erat.

Kata kunci: basa-basi, basa-basi murni, basa-basi polar, acknowledgments, wujud basa-basi, maksud basa-basi


(11)

ix ABSTRACT

Pramadina, Cecilia Christa. 2015. The Phatic Communication in Using Language

between Educators Family Member at Kenteng Hamlet, Kejiwan, Wonosobo.

Thesis. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.

This research discussed about chit-chat form and the aims of phatic communication especially in educators family. The research intended to describe phatic communication form and the aim of phatic communication in using language between educator‟s family member at Kenteng Hamlet, Kejiwan, Wonosobo.

The research was qualitative-descriptive. The research contained of phatic communication in using language between educator‟s family member at Kenteng Hamlet, Kejiwan, Wonosobo. The data collecting method were listening method by recording and taking note technique and speaking method parallelized by interviewing method applied by inducement method. In the research, the researcher tried to understand chit-chat phenomena used by speaker and another speaker to convey her/his speech. Therefore, the aim of the research was an understanding towards the use of phatic communication especially the use of language in communication.

The conclusion of the research were (1) phatic communication in using language between educator‟s family member at Kenteng Hamlet, Kejiwan, Wonosobo divided into acknowledgments category (sub-category: greeting, thanking, rejecting, accepting, empathizing, apologizing, and congratulating), (2) The aims of phatic communication in using language between educator‟s family member were to express the speaker‟s feeling to another one, having and keeping relationship between speaker and another one, maintain and stand firm, and convey other aims.

The research was expected to give knowledge for the educator‟s family about phatic communication among the educators family member. The phatic communication used by them to start, maintain, or stand firm social relationship between the speaker and another one in order to make their relationship more intimate and closer.

Keywords: phatic communication, pure phatic communication, polar phatic communication, acknowledgments, form of phatic communication, aims of phatic communication.


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih yang telah melimpahkan berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Basa-Basi Dalam Berbahasa

Antaranggota Keluarga Pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo”. Penyusunan tugas akhir skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana pendidikan.

Penulis menyadari tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang selalu memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku dosen pembimbing yang selama ini bersedia meluangkan waktu dan tenaganya untuk membimbing, mendorong, dan memberi masukan yang sangat bermanfaat untuk penyusunan skripsi ini hingga terselesaikan dengan baik.

4. Para Dosen PBSI yang telah mendidik dan memberikan pengetahuan yang berguna bagi penulis.

5. Sekretariat PBSI yang telah membantu kelancaran perkuliahan penulis.

6. Bapak, Ibu, dan Adikku tercinta, yang dengan penuh kasih memberi doa, dukungan, motivasi, dan bantuan, serta merupakan sumber semangat dan inspirasi dalam penyusunan skripsi ini.

7. Sahabat-sahabat dari kelompok basa-basi terima kasih untuk dukungannya serta suka duka dalam mengerjakan skripsi.


(13)

xi

8. Rekan-rekan seperjuangan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia angkatan 2011 kelas A atas kebersamaan, hari-hari indah dan penuh semangat yang kita lalui bersama selama empat tahun.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan untuk menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Karena itu, saran dan kritik sangat diharapkan bagi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat menjadi kajian yang bermanfaat bagi pembaca pada umumnya.

Penulis


(14)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... HALAMAN PENGESAHAN ... ii iii HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR BAGAN ... DAFTAR TABEL ... xv xv BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 4

1.3Tujuan Penelitian ... 4

1.4Manfaat Penelitian ... 5

1.5Batasan Istilah ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

2.1Penelitian yang Relevan ... 8

2.2Kajian Teori ... 13

2.2.1 Pragmatik... 13

2.2.2 Konteks ... 15


(15)

xiii

2.2.4 Fenomena Pragmatik ... 2.2.4.1 Deiksis ...

21 21

2.2.4.2 Praanggapan ... 22

2.2.4.3 Implikatur ... 23

2.2.4.4 Tindak Ujaran ... 25

2.2.5 Basa-basi sebagai Fenomena Pragmatik ... 28

2.2.6 Kategori Fatis ... 36

2.3 Kerangka Berpikir ... 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 50

3.1 Jenis Penelitian ... 50

3.2 Data dan Sumber Data ... 52

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 52

3.4 Metode Analisis Data ... 54

3.5 Triangulasi Data ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAAN ... 57

4.1 Deskripsi Data ... 57

4.1.1 Salam ... 58

4.1.2 Terima Kasih ... 58

4.1.3 Menolak ... 59

4.1.4 Menerima ……... 59

4.1.5 Empati ... 60

4.1.6 Meminta Maaf ... 60

4.1.7 Meminta/ Mengundang ... 61

4.1.8 Mengucapkan Selamat ... 62

4.2 Hasil dan Pembahasan ... 62

4.2.1 Wujud Basa-basi Berbahasa ... 63

4.2.1.1 Salam (A) ... 64

4.2.1.2 Terima Kasih (B) ... 68


(16)

xiv

4.2.1.4 Menerima (D) ... 76

4.2.1.5 Empati (E) ... 80

4.2.1.6 Meminta Maaf (F) ... 84

4.2.1.7 Meminta/ Mengundang (G) ... 88

4.2.1.4 Selamat (H) ... 91

4.2.2 Maksud Basa-basi Berbahasa ... 95

4.2.2.1 Salam (A) ... 95

4.2.2.2 Terima Kasih (B) ... 98

4.2.2.3 Menolak (C) ... 103

4.2.2.4 Menerima (D) ... 107

4.2.2.5 Empati (E) ... 110

4.2.2.6 Meminta Maaf (F) ... 113

4.2.2.7 Meminta/ Mengundang (G) ... 117

4.2.2.8 Mengucapkan Selamat (H) ... 121

BAB V PENUTUP ... 125

5.1 Simpulan ... 125

5.2 Saran ... 127

5.2.1 Bagi Peneliti Lain ... 127

5.2.2 Bagi Keluarga Pendidik ... 127

DAFTAR PUSTAKA ... 129

LAMPIRAN Lampiran 1. Triangulasi Basa-basi ... 131

Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian dan Observasi ... 169

Lampiran 3. Surat Keterangan Selesai Penelitian ... 170 DAFTAR RIWAYAT HIDUP


(17)

xv DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Kerangka Berpikir ... 51

DAFTAR TABEL


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Bahasa merupakan salah satu alat yang penting bagi manusia untuk saling berkomunikasi. Melalui bahasa manusia dapat menyampaikan pesan kepada orang lain. Menurut Widjono (2007:14) bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem, yaitu seperangkat aturan yang dipatuhi oleh pemakainya. Berdasarkan pengertian tersebut, terlihat jelas bahwa bahasa digunakan untuk saling berinteraksi satu dengan yang lain, serta dapat membentuk tingkah laku dan sopan santun saat bertutur kata. Bahasa selalu hadir dalam segala aktivitas ataupun kegiatan manusia. Maka dari itu, bahasa memegang peranan yang penting dalam berkomunikasi.

Menurut KBBI (2008:721), komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami; hubungan; kontak. Penerimaan serta pengirimin pesan sangat penting dalam menjalin sebuah komunikasi satu dengan lainnya, bila salah satu kurang dapat menerima maupun mengirim pesan, komunikasi dapat terhambat. Terkadang untuk menyampaikan sebuah informasi, penutur tidak mengungkapkan secara langsung melainkan dengan menjalin hubungan sosial dengan lawan tuturnya. Hal ini bertujuan untuk membuka atau


(19)

mempertahankan serta memelihara hubungan sosial antara penutur dan lawan tutur yang dikenal dengan istilah basa-basi.

Menurut KBBI (2008:143), basa-basi adalah (1) adat sopan santun; tata krama pergaulan, (2) ungkapan yang digunakan hanya untuk sopan santun dan tidak untuk menyampaikan informasi, misalnya kalimat “apa kabar?” yang diucapkan apabila kita bertemu dengan kawan (3) perihal menggunakan ungkapan semacam itu. Tingkat kesopansantunan seseorang dalam dilihat dari budayanya, salah satunya adalah budaya berbahasanya saat berkomunikasi. Oleh karena itu, basa-basi memiliki peranan penting dalam setiap hubungan dan komunikasi antarmanusia.

Berikut ini memperlihatkan fenomena basa-basi: (1) Putri : Makasih ya, Dew. Mampir dulu.

Dewi : Sama-sama, Put. Lain kali aja ya, aku langsungan aja. Daah.

Putri : Daah, hati-hati Dewi.

Pada dialog (1) konteknya ketika Putri diantar pulang ke rumah oleh Dewi. Tuturan tersebut termasuk tuturan basa-basi karena digunakan ketika Putri dan Dewi sampai di depan rumah. Ungkapan “Makasih ya, Dew” dipakai secara otomatis karena Dewi telah mengantar Putri pulang. Kemudian pada tuturan “Mampir dulu” menunjukkan tuturan yang tidak sebenarnya, karena Dewi sudah mau mengantarnya sampai ke rumah. Tuturan “Lain kali aja ya, aku langsungan aja” menunjukkan tuturan yang tidak sebenarnya, karena tuturan Dewi tidak bersungguh-sungguh meyakinkan tuan rumah


(20)

bahwa ia akan mampir lain waktu, melainkan hanya untuk memperhalus menolak ajakan untuk mampir di rumah Putri. Tuturan-tuturan tersebut dalam masyarakat bahasa Indonesia dikenal dengan istilah “basa-basi”.

Penggunaan basa-basi tidak hanya digunakan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, tetapi pada keluarga pendidik juga sering ditemukan adanya basa-basi. Keluraga menurut KBBI (2008:659) adalah ibu dan bapak beserta anak-anaknya; seisi rumah. Keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi yang menciptakan peranan-peranan sosial bagi suami dan istri, ayah dan ibu, putra dan putri, saudara laki-laki dan saudara perempuan. Basa-basi pada keluarga pendidik merupakan salah satu bentuk dari kesantunan berbahasa antaranggota keluarga pendidik dalam satu rumah.

Berikut ini memperlihatkan fenomena basa-basi: (2) Ayah : Bagaimana sekolahmu tadi?

Anak : Baik, yah.

Pada dialog (2) konteksnya ketika ayah dan anak bertemu di rumah setelah seharian ayah bekerja dan anak bersekolah. Ungkapan “bagaimana sekolahmu tadi?” digunakan untuk membuka sebuah percakapan antara ayah dengan anaknya, agar hubungan ayah dengan anakanya tetap terjalin erat.

Berdasarkan penjabaran di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui basa-basi yang digunakan ayah dan ibu, orang tua dan anak, anak dan anak di dalam keluarga pendidik. Peneliti memilih objek penelitian di dusun


(21)

Kenteng, Kejiwan, Wonosobo karena dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo dianggap dapat mewakili tuturan basi-basi dari para keluarga pendidik dalam berkomunikasi dengan sesama keluarga. Oleh karena itu, peneliti

akan melakukan suatu penelitian dengan judul “Basa-Basi Dalam

Berbahasa Antaranggota Keluarga Pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan,

Wonosobo”.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut:

a. Apa saja wujud basa-basi dalam berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo?

b. Apa saja maksud basa-basi dalam berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

a. Mendeskripsikan wujud basa-basi dalam berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo.

b. Mendeskripsikan maksud basa-basi dalam berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo.


(22)

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian basa-basi dalam berbahasa antaranggota keluarga pendidik ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pihak yang memerlukan. Terdapat dua manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan penelitian ini, yaitu:

a. Manfaat Teoretis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu pengembangan pragmatik khususnya yang berkaitan dengan basa-basi berbahasa, serta dapat digunakan sebagai referensi dalam berkomunikasi untuk membuka serta mempererat hubungan sosial penutur dan lawan tutur.

b. Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian basa-basi berbahasa ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi keluarga pendidik terutama antara orang tua dan anak maupun sebaliknya untuk membuka serta mempererat hubungan sosial penutur dan lawan tutur dalam berkomunikasi. Penelitian ini dapat juga memberikan masukan kepada para praktisi dalam bidang pendidikan terutama bagi dosen, guru, mahasiswa, siswa, dan tenaga kependidikan untuk mengetahui pentingnya basa-basi berbahasa dalam lingkup keluarga pendidik.


(23)

1.5Batasan Istilah

Batasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini tidak lepas dari teori basa-basi dan teori-teori yang mendukung penelitian ini, maka peneliti memberikan batasan istilah sebagai berikut:

1. Pragmatik

Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksud orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. (Yule, 2006: 3)

2. Maksud Basa-basi

Maksud Basa-basi ialah sesuatu yang sungguh-sungguh ingin disampaikan oleh penutur dan hanya bersumber dari penutur. yaitu yang berwujud pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan atau kontak antara penutur dengan lawan tutur. (Arimi, 1998)

3. Basa-basi

Kata-kata dipakai untuk memecahkan kesunyian, untuk mempertahankan suasana baik, dan sebagainya. Penggunaan bahasa untuk keperluan seperti ini dapat disebut penggunaan basa basi. (Arimi, 1998)


(24)

4. Basa-basi Murni

Basa-basi murni adalah ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan penutur selaras dengan kenyataan. (Arimi, 1998) 5. Basa-basi Polar

Basa-basi polar adalah tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, dimana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan. (Arimi, 1998)

6. Konteks

Konteks tuturan dapat diartikan sebagai semua latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang diasumsikan sama-sama dimiliki dan dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur, serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan oleh si penutur itu di dalam keseluruhan proses bertutur. (Rahardi, 2003:20) 7. Keluarga Pendidik

Keluarga pendidik adalah kesatuan dari ayah dan ibu beserta anaknya yang berinteraksi dan berkomunikasi dalam lingkup guru.


(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini akan menguraikan penelitian yang relevan, landasan teori, dan kerangka berpikir. Penelitian yang relevan berisi tentang tinjauan terhadap topik-topik sejenis yang dilakukan oleh peneliti-peneliti yang lain. Landasan teori berisi tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan analisis dari penelitian ini yang terdiri atas teori pragmatik, konteks, teori maksud, fenomena-fenomena pragmatik, basa-basi sebagai fenomena pragmatik, dan kategori fatis. Kerangka berpikir berisi tentang acuan teori yang berdasarkan pada penelitian yang relevan dan landasan teori untuk menjawab rumusan masalah.

2.1Penelitian Relevan

Bab ini akan menguraikan penelitian yang relevan, landasan teori, dan kerangka berpikir. Penelitian yang relevan berisi tentang tinjauan terhadap topik-topik sejenis yang dilakukan oleh peneliti-peneliti yang lain. Landasan teori berisi tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan analisis dari penelitian ini yang terdiri atas teori pragmatik, konteks, teori maksud, fenomena-fenomena pragmatik, basa-basi sebagai fenomena pragmatik, dan kategori fatis. Kerangka berpikir berisi tentang acuan teori yang berdasarkan pada penelitian yang relevan dan landasan teori untuk menjawab rumusan masalah.

Penelitian Sailal Arimi (1998) berjudul “Basa-Basi Dalam Masyarakat Bahasa Indonesia”. Penelitian ini bertujuan: (1) mendapatkan gambaran


(26)

tentang etnografi berbasa-basi bagi penutur bahasa Indonesia, dan memperoleh pengetahuan yang memadai tentang aturan, atau kaidah penyampaian basa-basi dalam bahasa Indonesia, (2) mendapatkan kejelasan kembali atas fungsi basa-basi, (3) menemukan jenis-jenis basa-basi, distribusinya dalam wacana interaktif, beserta hubungannya dengan strategi berbasa-basi yang tepat, dan (4) menemukan kekhasannya dalam bahasa Indonesia.

Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, Sailal Arimi menghasilkan beberapa kesimpulan. Basa-basi sebagai tuturan rutin yang tidak mementingkan informasi merupakan simbol tindakan sosial secara verbal untuk bertegur sapa, bersopan-santun, dan beramah tamah guna menciptakan hubungan solidaritas dan harmonisasi antarpenutur. Masyarakat penutur membutuhkan basa-basi dikaitkan dengan hakikat fungsi interaksional baik untuk membina dan/atau mempertahankan hubungan sosial antar penutur. Dari sudut relasi sosial antarpenutur yang dihasilkan (outcome), bagi penutur basa-basi merupakan upaya untuk memperoleh rasa solidaritas dan harmonisasi dengan mitra tutur. Dari sudut fungsi hakiki bahasa, basa-basi merupakan sejemput fenomena bahasa yang berfungsi sebagai pemelihara kerja sama dan sangat reflektif.

Basa-basi dalam masyarakat bahasa Indonesia berdasarkan daya tuturannya digolongkan atas dua jenis, yaitu basa-basi murni dan basa-basi polar. Basa-basi murni adalah ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang


(27)

diucapkan oleh penutur selaras dengan kenyataan. Basa-basi murni digolongkan menjadi tiga subjenis, yaitu basi murni keniscayaan, basa-basi keteralamian, dan basa-basa-basi keakraban. Basa-basa-basi polar adalah tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, dimana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan. Basa-basi polar dibagi menjadi dua, yaitu basa-basi polar sosial dan basa-basi polar personal. Basa-basi bersifat universal sehingga menghasilkan kekhasan-kekhasan yang bersumber dari kebiasaan berbahasa dan sistem bahasa. Pengalihan pragmatis berdasarkan kekhasan-kekhasan tersebut dari satu bahasa ke bahasa lain (dalam hal ini bahasa Indonesia ke bahasa Inggris atau sebaliknya) dapat menimbulkan kegagalan atau konflik komunikasi.

Penelitian Fitri Apri Susilo (2014) berjudul Basa-basi dalam Berbahasa

Antar Guru di SMP N 12 Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014. Dalam

penelitian tersebut terdapat dua rumusan masalah yang ingin dikaji oleh peneliti, yaitu apa sajakah wujud Basa-basi dalam Berbahasa Antar Guru di SMP N 12 Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014, apa sajakah maksud Basa-basi dalam Berbahasa Antar Guru di SMP N 12 Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014. Berdasarkan tiap pemaparan hasil analisis terhadap kedua permasalahan dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa: peneliti menemukan delapan wujud Basa-basi Berbahasa Antar Guru di SMP N 12 Yogyakarta yang ditinjau dari kategori acknowledgment-nya terdiri dari delapan subkategori. Kedelapan subkategori tuturan basa-basi tersebut adalah (1) Apologize (meminta maaf), (2) Condole (belasungkawa), (3) Congratulate


(28)

(mengucapkan salam), (4) greet (memberi salam), (5) thanks (berterimakasih), (6) bid (meminta/mengundang), (7) accept (menerima), (8) reject (menolak).

Apologize (meminta maaf) yaitu fungsi tuturan untuk mengekspresikan

penyesalan. Condole (bela sungkawa) yaitu fungsi tuturan untuk mengekspresikan rasa simpati karena musibah yang dialami oleh mitra tutur.

Congatulate (mengucapkan selamat) yaitu fungsi tuturan mengekspresikan

kegembiraan karena ada kabar baik. Greet (memberi salam) yaitu fungsi tuturan untuk menyatakan rasa senang karena bertemu seseorang. Thanks (berterima kasih) yaitu fungsi tuturan untuk menyatakan terima kasih karena mendapat bantuan. Bid (meminta) yaitu fungsi tuturan untuk mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan seseorang akan terjadi. Accept (menerima) yaitu fungsi tuturan untuk menerima (menghargai) basa-basi dari mitra tutur. Reject (menolak) yaitu fungsi tuturan untuk menolak (melanggar) basa-basi dari mitra tutur.

Penelitian Rawinda Fitrotul Mualafina (2013) berjudul Basa-Basi Dalam

Interaksi Jual Beli di Pasar Tradisional Kertek Wonosobo. Terdapat tiga

rumusan masalah yang dikaji oleh peneliti, yaitu (1) bagaimana bentuk, jenis, dan distribusi basa-basi yang digunakan dalam percakapan jual beli di pasar tradisional Kertek, (2) apa saja faktor-faktor yang melatarbelakangi penggunaan bentuk, jenis, dan distribusi dalam percakapan jual beli di pasar tradisional Kertek, dan (3) bagaimana fungsi dari penggunaan basa-basi dalam percakapan jual beli di pasar tradisional Kertek. Berdasarkan pemaparan hasil analisis terhadap ketiga permasalahan dalam penelitian tersebut, dapat


(29)

disimpulkan bahwa: (1) basa-basi yang digunakan dalam komunikasi di Pasar Kertek Wonosobo ini berbeda dengan basa-basi yang digunakan di tempat lain, (2) melalui pembahasan mengenai bentuk dan jenis, diperoleh fakta bahwa suatu kalimat mampu menyampaikan maksud yang berbeda dengan bentuk fisik kalimat tersebut, (3) ujaran basa-basi yang digunakan di Pasar Kertek ini hadir pada tiga posisi dalam struktur percakapan jual beli terjadi, yaitu rangkaian pembukaan atau opening sequences, rangkaian sisipan atau

insertion sequences, dan rangkaian penutup atau closing sequences, (4)

sebagai salah satu bentuk bahasa dalam masyarakat, penggunaan basa-basi tidak dapat terlepas dari sejumlah faktor sosial tertentu yang berpengaruh terhadap bentuk, jenis, dan distribusi basa-basi yang digunakan dalam sebuah percakapan jual-beli, (5) melalui enam fungsi yang ditemui dalam penggunaan basa-basi diketahui bahwa meskipun kehadirannya manasuka dan tidak mengandung informasi yang baru, kedudukan penggunaan basa-basi dalam percakapan tetaplah penting dalam kaitannya dengan fungsi secara sosial.

Dari ketiga penelitian yang relevan tersebut memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Kesamaaan dengan penelitian-penelitian yang relevan sebelumnya terletak pada topik yang sama yaitu basa-basi berbahasa. Bahkan penelitian yang dilakukan oleh Fitri Apri Susilo terdapat rumusan masalah yang hampir sama dengan peneliti yaitu mengkaji tentang bentuk basa-basi berbahasa. Akan tetapi, tentu terdapat perbedaan dengan penelian-penelitian yang sudah ada sebelumnya. Perbedaan ini yakni terletak pada subjek penelitian. Penelitian yang berudul “Basa-basi


(30)

dalam Berbahasa Antaranggota Keluarga Pendidik di Dusun Kenteng,

Kejiwan, Wonosobo” menggunakan subjek keluarga pendidik yang tinggal di Dusun Kenteng, dalam penelitiannya. Hal inilah yang membedakan dengan peneliti-peneliti sebelumnya, dimana penelitian yang terdahulu belum ada yang menggunakan subjek yang sama dengan peneliti.

2.2 Kajian Teori 2.2.1 Pragmatik

Rahardi (2003:10) mengatakan bahwa pragmatik merupakan cabang dari linguistik yang mempelajari dan mendalami apa saja yang termasuk di dalam stuktur bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi anatara penutur dengan mitra tutur, serta sebagai pegacuan tanda-tanda bahasa yang sifatnya ekstralinguistik atau luar bahasa.

Levinson (1997) dalam Sudaryanto (2010:118) mengatakan “Pragmatics is the study of relations between language and context that a basic to an account of language understanding” (Pragmatik adalah kajian

ihwal hubungan kemampuan pengguna bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi penjelasan tentang pemahaman bahasa). Konteks sangat diperlukan dalam pragmatik, tanpa konteks analisis pragmatik tidak akan berjalan. Dengan kata lain, daya pragmatik sangat bergantung pada konteks yang berlangsung pada waktu tuturan diujarkan dalam sebuah peristiwa tutur.

Yule (2006:3) mengatakan bahwa pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur dan ditafsirkan oleh pendengar.


(31)

Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksud orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Pragmatik melibatkan penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang di dalam suatu konteks dan bagaimana konteks itu berpengaruh terhadap apa yang dikatakan.

Setiap penutur yang bertutur memiliki maksud yang ingin disampaikannya. Maksud tersebut adalah milik si penutur, bukan tuturan. Tuturan merupakan media bagi penutur untuk menyampaikan maksud tersebut. Berkaitan dengan maksud tersebut, maka perlu dipahami bagaimana maksud dan makna dapat dibedakan, sebab kedua hal tersebut berbeda jika telah bersinggungan dengan konteks situasi.

George (1964) dalam Rahardi (2003:12) telah menunjukkan bahwa ilmu bahasa ilmu bahasa pragmatik sesungguhnya adalah ilmu tentang makna bahasa, dalam kaitan dengan keseluruhan perilaku umat manusia dan tanda-tanda atau lambang-lambang bahasa yang ada di sekelilingnya. Terhadap tanda atau lambang bahasa yang mencuat di sekelilingnya itu, manusia akan selalu akan bereaksi dengan aneka kemungkinan sikap dan variasi tindakan atau perilakunya.

Cruse (2000:16) dalam Cummings (2007:2) memaparkan bahwa pragmatik dapat dianggap berurusan dengan aspek-aspek informasi yang disampaikan melalui bahasa yang tidak dikodekan oleh konvensi yang diterima secara umum dalam bentuk-bentuk linguistik yang digunakan,


(32)

tetapi yang juga muncul secara alamiah dari dan tergantung pada makna-makna yang dikodekan secara konvesional dengan konteks tempat penggunaan bentuk-bentuk tersebut.

2.2.2 Konteks

Rahardi (2003:20) mengemukakan bahwa konteks tuturan dapat diartikan sebagai semua latar belakang pengetahuan (background

knowledge) yang diasumsikan sama-sama dimiliki dan dipahami bersama

oleh penutur dan mitra tutur, serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan oleh si penutur itu di dalam keseluruhan proses bertutur.

Konteks sangat penting dalam kajian pragmatik. Menurut Leech (1983:13) dalam Nadar (2009: 6) konteks didefinisikan sebagai background

knowledge assumed to be shared by s and h and which contributes to h’s interpretation of what s means by a given utterance (Latar belakang

pemahaman yang dimiliki oleh penutur pada waktu membuat tuturan tertentu) (s berarti speaker “penutur”; h berarti hearer “lawan tutur”). Leech menambahkan dalam definisinya tentang konteks yaitu sebagai suatu pengetahuan latar belakang yang secara bersama dimiliki oleh penutur dan petutur, dan konteks ini membantu petutur menafsirkan atau menginterpretasikan maksud tuturan penutur. Dengan demikian, konteks adalah hal-hal yang gayut dengan lingkungan fisik dan sosial sebuah tuturan ataupun latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh penutur


(33)

dan lawan tutur dan yang membantu lawan tutur menafsirkan makna tuturan.

Hymes (1974) dalam Sudaryanto (2010:119) mengembangkan konteks situasi yang dikenalkan oleh Malinowski dan Firth yang menghubungkannya dengan situasi tutur. Dalam situasi tutur tersebut, terdapat delapan komponen tutur yang disingkat menjadi SPEAKING. Kedelapan komponen tutur itu dapat mempengaruhi tuturan seseorang. Delapan komponen tutur itu meliputi latar fisik dan latar psikologi (setting

and scene), peserta tutur (partisipants), tujuan tutur (ends), urutan tindak

(acts), nada tutur (keys), saluran tutur (instruments), norma tutur (norms), dan jenis tutur (genres).

1) Settings adalah tempat dan waktu terjadinya pertuturan, termasuk di

dalamnya kondisi psikologis dan cultural yang menyangkut pertuturan tersebut.

2) Participant menyangkut peserta tutur.

3) Ends menunjuk pada tujuan yang ingin dicapai dalam suatu situasi

tutur.

4) Acts of sequence menunujuk pada saluran tutur yang dapat merupakan

lisan maupun tertulis.

5) Key menunujukkan cara dari pertuturan yang dilangsungkan.

6) Instrumentalities menunjukkan penggunaan kaidah berbahasa dalam

pertuturan.


(34)

8) Genre adalah kategori tuturan yang dapat merupakan puisi, surat,

artikel, dan sebagainya.

Syafi‟ie (1990:126) dalam Lubis (2011:60) mengatakan konteks pemakaian bahasa dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu (1) konteks fisik yang meliputi tempat terjadinya pemakaian bahasa dalam suatu komunikasi, objek yang disajikan dalam peristiwa komunikasi itu dan tindakan atau perilaku dari para peran dalam peristiwa komunikasi itu; (2) konteks epistemis atau latar belakang pengetahuan yang sama-sama diketahui oleh pembicara ataupun pendengar; (3) konteks linguistik yang terdiri atas kalimat-kalimat atau tuturan-tuturan yang mendahului satu kalimat atau tuturan tertentu dalam peristiwa komunikasi; (4) konteks sosial yaitu relasi sosial dan latar setting yang melengkapi hubungan antara penutur dengan pendengar.

Anwar (1984:44-45) menjelaskan istilah konteks sering digunakan untuk menerangkan peristiwa bahasa sebagai salah satu petunjuk untuk lebih memahami masalah arti bahasa. Situasi itu dapat formal dan informal. Kata konteks lebih luas jangkauannya. Konteks itu mencakup pengertian situasi tetapi ditambah dengan pengertian lain. Konteks dari sebuah kata atau bicara dapat meliputi seluruh latar belakang sosial dari masyarakat bahasa itu. Bila kita membaca kata-kata tertentu dalam sebuah buku, kadang-kadang kita kurang memahami kata itu tanpa memahami isi buku itu secara keseluruhan. Dapat dikatakan bahwa konteks daripada kata-kata itu tadi adalah semua kata-kata yang digunakan dalam buku itu. Konteks sangat


(35)

penting dalam memahami suatu tuturan, ia tidak menelaah bahasa secara internal melainkan secara eksternal. Konteks itu bisa berupa bahasa dan bukan bahasa, kedua-duanya dapat mempengaruhi arti bahasa. Istilah konteks sering digunakan untuk menerangkan peristiwa bahasa sebagai salah satu petunjuk untuk lebih memahami arti masalah bahasa.

Cumming (2005:5) mengatakan bahwa kita tidak dapat mendapatkan definisi pragmatik yang lengkap bila konteksnya tidak disebutkan. Gagasan tentang konteks berada di luar pengejawantahannya yang jelas seperti latar fisik tempat dihasilkannya suatu ujaran yang mencakup faktor-faktor linguistik, sosial dan epistemis. Meskipun peran konteks dalam bahasa sudah lama diketahui, akan tetapi baru sekaranglah kontribusi faktor-faktor konteks terhadap proses argumentasi diselidiki secara serius oleh para ahli pragmatik.

Yule (1996) dalam Sudaryanto (2010:120) membahas konteks dalam kemampuan seorang untuk mengidentifikasi referen-referen yang bergantung pada satu atau lebih pemahaman orang itu terhadap ekspresi yang diacu. Berkaitan dengan penjelasan tersebut, Yule membedakan konteks dan koteks. Konteks ia definisikan sebagai lingkungan fisik dimana sebuah kata dipergunakan. Koteks adalah bahan linguistik yang membantu memahami sebuah ekspresi atau ungkapan.

Gunarwan (2004) dalam Sudaryanto (2010:122) menjelaskan konteks merupakan konsep yang dinamis. Maksud dinamis di sini adalah bahwa kenyataan dunia selalu berubah, dalam arti luas yang


(36)

memungkinkan partisispan berinteraksi dalam proses komunikasi dan ekspresi linguistik dari interaksi mereka yang dapat dimengerti. Misalnya, pragmatik menjelaskan pemilihan bentuk bahasa didasarkan pada tujuan para peserta pertuturan.

Cutting (2008) dalam Sudaryanto (2010:122) menjelaskan konteks adalah pengetahuan ihwal dunia fisik dan sosial serta faktor-faktor sosio-psikologis yang memengaruhi komunikasi sebagaimana pengetahuan waktu dan tempat di dalam kata-kata yang dituturkan atau dituliskan. Konteks merupakan pengetahuan yang dimiliki bersama penutur dan petutur. Cutting membagi konteks menjadi tiga macam, yaitu konteks situasional, konteks pengetahuan latar, dan koteks. Konteks situasional berkaitan dengan situasi tempat interaksi tuturan, apakah penutur mengetahui ihwal apa yang dapat mereka lihat di sekelilingnya. Konteks pengetahuan latar berkaitan dengan apakah penutur dan petutur saling mengetahui ihwal budaya dan interpersonal.

2.2.3 Teori Maksud

Rahardi (2003:16−17) dalam bukunya telah berbicara perihal maksud dan makna. Rahardi memaparkan bahwa makna yang dikaji dalam pragmatik bersifat terikat konteks (context dependent), sedangkan makna yang dikaji di dalam semantik berciri bebas konteks (context independent). Makna yang dikaji di dalam semantik bersifat diadik (diadic meaning), sedangkan dalam pragmatik makna itu bersifat triadik (triadic meaning). Pragmatik mengkaji bahasa untuk memahami maksud penutur, semantik


(37)

mempelajarinya untuk memahami makna sebuah satuan linguan a sich, yang notabene tidak perlu disangkutpautkan dengan konteks situasi masyarakat dan kebudayaan tertentu yang menjadi wadahnya.

Informasi dan maksud sama-sama sesuatu yang luar-ujaran. Hanya bedanya kalau informasi itu merupakan sesuatu yang luar-ujaran dilihat dari segi objeknya atau yang dibicarakan; sedangkan maksud dilihat dari segi pengujarnya, orang yang berbicara itu mengujarkan suatu ujaran entah berupa kalimat maupun frasa, tetapi yang dimaksudkannya tidak sama dengan makna lahiriah ujaran itu sendiri. Di simpang-simpang jalan di Jakarta banyak pedagang asongan menawarkan barang dagangannya kepada para pengemudi atau penumpang kendaraan (yang kebetulan kendaraannya tertahan arus lalu lintas) dengan kalimat tanya “Koran, Koran?”. Padahal mereka tidak bermaksud bertanya melainkan bermaksud menawarkan. Contoh lain, seorang ayah setelah memeriksa buku rapor anaknya, dan melihat bahwa angka-angka dalam buku rapor itu banyak yang merah, berkata kepada anaknya dengan nada memuji, dengan kalimat itu dia sebenarnya bermaksud menegur atau mungkin juga mengejek anaknya.

Maksud banyak digunakan dalam bentuk-bentuk ujaran yang disebut metafora, ironi, litotes, dan bentuk-bentuk gaya bahasa lain. Selama masih menyangkut segi bahasa maka maksud itu masih dapat disebut sebagai bahasa maka maksud itu masih dapat disebut persoalan bahasa. Tetapi kalau sudah terlalu jauh dan tidak berkaitan lagi dengan


(38)

dengan bahasa maka sudah tidak dapat lagi disebut sebagai persoalan bahasa. Mungkin termasuk persoalan bidang studi lain; entah filsafat, antropologi, atau juga psikologi. Maksud yang menyangkut pihak pengujar masih memiliki persoalan semantik, asal saja lambang-lambang yang digunakan masih berbentuk lingual. (Chaer, 2009: 35)

2.2.4 Fenomena Pragmatik

Dalam ilmu pragmatik terdapat empat fenomena pragmatik yang telah disepakati, yaitu (1) deiksis, (2) praanggapan (presupposition), (3) implikatur percakapan (conversational

implicature), dan (4) tindak ujaran (speech acts), (Purwo, 1990:17).

2.2.4.1Deiksis

Menurut Yule (2006:13) deiksis adalah istilah teknis (dari bahasa Yunani) untuk salah satu hal mendasar yang kita lakukan dengan tuturan. Deiksis berarti „penunjukkan‟ melalui bahasa. Bentuk linguistik yang dipakai untuk menyelesaikan „penunjukkan‟ disebut ungkapan deiksis.

Yule (2006:13-15) membagi deiksis menjadi tiga, yaitu deiksis persona (kata ganti orang pertama „saya‟, orang kedua „kamu‟, dan orang ketiga „dia laki-laki‟, „dia perempuan‟, atau „dia barang/ sesuatu‟), deiksis tempat („di sini‟ dan „di sana‟), dan deiksis waktu („pekan depan, „pekan yang lalu‟, „pekan ini‟, „kemarin‟, „hari ini‟, „nanti malam‟, „sekarang‟, dan „kemudian‟).


(39)

Purwo (1990:17) menjelaskan bahwa kata seperti saya, sini,

sekarang adalah kata-kata yang deiksis. Kata-kata tersebut tidak

memiliki referen yang tetap. Berbeda halnya dengan kata rumah,

kertas, kursi, di tempat manapun, pada waktu kapan pun, referen

yang diacu tetaplah sama. Akan tetapi, referen dari kata saya, sini, sekarang barulah dapat diketahui pula siapa, di tempat mana, dan pada waktu kapan kata-kata itu diucapkan.

Kushartanti (2005:111) menjelaskan bahwa deiksis adalah cara merujuk pada suatu hal yang berkaitan dengan erat dengan konteks penutur. Dengan demikian, ada rujukan yang berasal dari penutur, dekat dengan penutur, dan jauh dari penutur. Ada tiga jenis deiksis, yaitu deiksis ruang, deiksis persona, dan deiksis waktu.

2.2.4.2Praanggapan

Rahardi (2005:42) mengatakan bahwa sebuah tuturan dapat dikatakan praanggapan tuturan yang lain apabila ketidakbenaran tuturan yang dipresuposisikan mengakibatkan kebenaran atau ketidakbenaran tuturan yang mempresuposisikan tidak dapat dikatakan. Tuturan yang berbunyi Mahasiswa tercantik di kelas itu

pandai sekali. Mempraanggapkan adanya seseorang mahasiswa yang

berparas sangat cantik. Apabila pada kenyataannya memang ada seorang mahasiswa yang berparas sangat cantik di kelas itu, tuturan di atas dapat dinilai benar atau salahnya. Sebaliknya, apabila di


(40)

dalam kelas itu tidak ada seorang mahasiswa yang berparas cantik, tuturan tersebut tidak dapat ditentukan benar atau salahnya.

Presuposisi merupakan kajian dalam lingkup semantik, namun dalam perkembangannya para linguis cenderung berpendapat bahwa kajian presuposisi dalam lingkup semantik saja tidak dapat memuaskan mereka, sehingga kajian presuposisi bergeser ke wilayah pragmatik (Nadar, 2009:63). Levinson dalam Nadar (2006:64-65) menyatakan bahwa preposisi pragmatik merupakan inferensi pragmatik yang sangat sensitif terhadap faktor-faktor konteks, dan membedakan terminologi preposisi menjadi dua macam. Pertama, kata “presuposisi” sebagai terminologi umum dalam penggunaan bahasa Inggris sehari-hari, serta kata “presuposisi” sebagai terminologi teknis dalam kajian pragmatik. Di bandingkan dengan luasnya makna preposisi secara umum dalam penggunaan sehari-hari, makna preposisi dalam pragmatik relatif lebih sempit. Preposisi dapat dijelaskan sebagai berbagai inferensi atau asumsi pragmatik yang nampaknya dibangun menjadi ungkapan linguistik.

2.2.4.3Implikatur

Rahardi (2003:85) mengatakan bahwa di dalam pertuturan yang sesungguhnya, penutur dan mitra tutur dapat secara lancar berkomunikasi karena mereka berdua memiliki semacam kesamaan latar belakang pengetahuan tentang sesuatu yang dipertuturkan itu. Di antara penutur dan mitra tutur terdapat semacam kontrak


(41)

percakapan tidak tertulis bahwa apa yang sedang dipertuturkan itu saling dimengerti.

Rahardi (2005: 42-43) menyebutkan tuturan Bapak datang,

jangan menangis! Tidak semata-mata dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa sang ayah sudah datang dari tempat tertentu. Si penutur bermaksud memperingatkan mitra tutur bahwa sang ayah yang bersikap keras dan sangat kejam itu akan melakukan sesutau terhadapnya apabila ia masih terus menangis. Dengan perkataan lain, tuturan itu mengimplikasikan bahwa sang ayah adalah orang yang keras dan sangat kejam dan sering marah-marah pada anaknya yang sedang menangis. Di dalam implikatur, hubungan antara tuturan yang sesungguhnya dengan maksud yang tidak dituturkan itu bersifat tidak mutlak. Inferensi maksud tuturan itu harus didasarkan pada konteks situasi tutur yang mewadahi munculnya tuturan tersebut.

Menurut Levinson (183) dalam Hamid Hasan (2011:73), ada empat faedah konsep implikatur, yaitu:

a) Dapat memberikan penjelasan makna atau fakta-fakta kebahasaan yang tak terjangkau oleh teori linguistik;

b) Dapat memberikan penjelasan yang tegas tentang perbedaan lahiriah dari yang dimaksud si pemakai bahasa;

c) Dapat memberikan pemerian semantik yang sederhana tentang hubungan klausa yang dihubungkan dengan kata penghubung yang sama;


(42)

d) Dapat memerikan bebagai fakta yang secara lahiriah kelihatan tidak berkaitan, malah berlawanan (seperti metafora).

2.2.4.4Tindak Ujaran

Tindak tutur diklasifikasikan menjadi 5 jenis fungsi umum, yaitu deklarasi, presentatif, ekspresi, direktif, dan komisif (Yule, 2006: 92-94). Deklarasi adalah jenis tindak tutur yang mengubah dunia melalui tuturan. Contoh 1: Wasit: Anda ke luar! Seperti contoh 1 menggambarkan, penutur harus memiliki peran institusional khusus, dalam konteks khusus, untuk menampilkan suatu deklarasi secara tepat. Pada waktu menggunakan deklarasi penutur mengubah dunia dengan kata-kata.

Representatif adalah jenis tindak tutur yang menyatakan apa yang diyakini penutur kasus atau bukan. Contoh 2: Bumi itu datar. Pernyataan suatu fakta, penegasan, kesimpulan, dan pendeskripsian, seperti yang digambarkan dalam contoh 2, merupakan contoh dunia sebagai sesuatu yang diyakini oleh penutur yang menggambarkannya. Pada waktu menggunakan sebuah representatif, penutur mencocokkan kata-kata dengan dunia (kepercayaannya).

Tindak tutur selanjutnya yaitu ekspresif. Ekspresif adalah jenis tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang dirasakan oleh penutur. Tindak tutur itu mencerminkan pernyataan-pernyataan psikologis dan dapat berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan, kesukaan, kebencian, kesenangan, atau kesengsaraan. Contoh 3:


(43)

Sungguh, saya minta maaf. Seperti yang digambarkan dalam contoh

3, tindak tutur mungkin disebabkan oleh sesuatu yang dilakukan oleh penutur atau pendengar, tetapi semuanya menyangkut pengalaman penutur. Pada waktu menggunakan ekspresif penutur menyesuaikan kata-kata dengan dunia (perasaannya).

Direktif adalah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain mengatakan sesuatu. Jenis tindak tutur ini menyatakan apa yang menjadi keinginan penutur. Tindak tutur ini meliputi; perintah, pemesanan, permohonan, dan pemberian saran. Contoh 4: Jangan menyentuh itu! Seperti yang digambarkan dalam contoh 4, bentuknya dapat berupa kalimat positif dan negatif. Pada waktu menggunakan direktif penutur berusaha menyesuaikan dunia dengan kata (lewat pendengar).

Tindak tutur berikutnya ialah komisif. Komisif adalah jenis tindak tutur yang dapat dipahami oleh penutur untuk mengikatkan dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa yang akan datang. Tindak tutur ini menyatakan apa saja yang dimaksudkan oleh penutur. Tindak tutur ini dapat berupa; janji, ancaman, penolakan, dan ikrar. Contoh 5: Kami tidak akan melakukan itu. Seperti ditunjukkan dalam contoh 5, dapat ditampilkan sendiri oleh penutur atau penutur sebagai anggota kelompok. Pada waktu menggunakan komisif, penutur berusaha untuk menyesuaikan dunia dengan kata-kata (lewat penutur).


(44)

Dengan mendasarkan gagasan pendahulunya, yakni Austin (1962), John R. Searle (1969) dalam buku Speech Acts: An Essay in

The Philisophy of Language melalui Kunjana (2003: 70) menyatakan

bahwa pada praktik penggunaan bahasa yang sesungguhnya itu terdapat tiga macam tindak tutur. Ketiga macam tindak tutur atau speech acts itu secara berturut-turut dapat disebutkan seperti berikut ini: (1) tindak lokusioner (locutionary acts), (2) tindak ilokusioner (illocutionary acts), dan (3) tindak perlokusioner (perlocutionary

acts).

2.2.4.4.1 Tindak Lokusi

Tindak tutur lokusioner adalah tindak tutur dengan kata, frasa, dan kalimat, sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat itu sendiri. Adapun tindak tutur lokusioner itu dapat dinyatakan dengan ungkapan the act of saying something. Di dalam tindak lokusioner itu sama sekali tidak dipermasalahkan dalam ihwal maksud tuturan yang disampaikan oleh penutur. Jadi sekali lagi, perlu dikatakan bahwa tindak tutur lokusioner itu adalah tindak menyampaikan informasi yang disampaikan oleh penutur.

2.2.4.4.2 Tindak Ilokusi

Tindak ilokusioner ini merupakan tindak melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu di dalam kegiatan bertutur yang sesungguhnya. Tindak tutur ilokusioner dapat dinyatakan dengan


(45)

ungkapan dalam bahasa Inggris, the act of doing something. Jadi, ada semacam daya atau force di dalamnya yang dicuatkan oleh makna dari sebuah tuturan.

2.2.4.4.3 Tindak Perlokusi

Tindak perlokusioner ini merupakan tindak menumbuhkan pengaruh kepada sang mitra tutur oleh penutur. Tindak perlokusioner dapat dinyatakan dengan ungkapan dalam bahasa Inggris, the act of affecting someone. ((cf. Wijana, 1996); Rahardi; 2004, dan Rahardi; 2006), Rahardi, 2009: 17).

2.2.5 Basa-basi Sebagai Fenomena Pragmatik

Anwar (1984:47) mengatakan bahwa kata-kata dipakai untuk memecahkan kesunyian, untuk mempertahankan suasana baik, dan sebagainya. Penggunaan bahasa untuk keperluan seperti ini dapat disebut penggunaan basa basi. Dalam bahasa Inggris ada ahli yang menyebut dengan istilah phatic communication untuk jenis kegunaan seperti ini. Fungsi bahasa yang seperti ini tak dapat dianggap tak penting bahkan kadang-kadang bersifat menentukan dalam hubungan manusia selanjutnya. Bila salah menggunakan phatic communication maka ia dapat berakibat jelek atau tak menyenangkan. Yang penting dalam penggunaan bahasa untuk keperluan basa basi ini tentulah bukan isi pembicara tetapi sikap yang diperlihatkan oleh si pembicara. Si pembicara dapat melakukan gerak atau


(46)

sikap badan tertentu dan alunan suara tertentu yang dapat dilazimkan dalam sesuatu masyarakat bahasa.

Di negeri kita ini bila orang bertemu orang lain sering menanyakan hendak ke mana terhadap lawan bicara. Biasanya dalam hal ini si penanya tidak mempunyai minat untuk mengetahui hendak ke mana orang yang ditanya itu, dia hanya sekedar mengumumkan bahwa dia ingin mempertahankan hubungan baik selama ini. Yang ditanya pun tentu paham akan hal ini dan karena itu dapat memberikan jawaban juga juga sekedar memberi jawaban. Tentu ia boleh memberikan jawaban terperinci dengan menyebutkan rencana perjalanannya hari itu, tetapi biasanya ini jarang dilakukan.

Setiap masyarakat bahasa mempunyai cara sendiri-sendiri dalam menggunakan bahasa untuk keperluan basa-basi. Orang yang sudah pandai berbahasa asing, akan tetapi belum menguasai penggunaan bahasa untuk keperluan basa-basi dalam bahasa asing itu, tanpa disengaja mungkin menerjemahkan saja bahasa basa-basi bahasa ibunya ke dalam bahasa asing itu. Hal ini sering menimbulkan salah pengertian pada lawan bicara sehingga tujuan pembicaraan tidak tercapai. Dalam sesuatu masyarakat bahasa macam basa-basi yang digunakan umumnya sudah diketahui setiap peserta masyarakat itu.

Abdul Chaer dan Leonie Agustina (2004:16) menjelaskan bahwa ungkapan-ungkapan yang digunakan dalam fatik atau yang dikenal dengan basa-basi, biasanya sudah berpola tetap, seperti pada waktu berjumpa,


(47)

pamit, membicarakan cuaca, atau menanyakan keadaan keluarga. Ungkapan-ungkapan yang digunakan tidak dapat diartikan atau diterjemahkan secara harfiah. Misalnya, dalam bahasa Indonesia ada ungkapan seperti Apa kabar?, Bagaimana kabar keluarga di rumah?, Mau

kemana nih?, dan sebagainya. Oleh karena itu, penggunaan suatu bahasa

tidak akan lepas dari basa-basi, namun hanya berbeda kadar penggunaannya. Penggunaan paling besar dalam percakapan yang bertujuan untuk memelihara komunikasi, dimana ungkapan itu hanya uuntuk bersopan santun dan tidak untuk menyampaikan informasi.

Malinowski (1923:315) dalam tesis Waridin (2008:13) mendefinisikan phatic communication sebagai a type of speech in which ties of union are reated by more exchange of word”. Phatic communion

mempunyai fungsi sosial. Phatic communication digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan, dengan perasaan tertentu untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan.Phatic communication yang digunakan berfungsi memantapkan ikatan persolan di antara peserta komunikasi semata-mata karena adanya kebutuhan akan kebersamaan, dan tidak bertujuan mengkomunikasikan ide.

Arimi (1998:95) menegaskan basa-basi dapat didefinisikan sebagai fenomena bahasa yang secara sadar dipakai oleh penutur akan tetapi secara sadar pula tidak diakuinya ketika ditanyakan kebasa-basian itu. Dengan


(48)

perkataan lain, basa-basi adalah fenomena lingual yang alamiah tetapi penggunaannya mental atau menolak jika ditanyakan apakah penutur berbasa-basi.

Arimi (1998: 96) juga menjelaskan bahasa secara metodologis penolakan tersebut akan lebih jelas jika dibandingkan dengan aktivitas verbal non basa-basi, seperti aktivitas marah atau serius. Bagi aktivitas marah atau serius, penutur dapat mengakui kepada mitra tuturnya bahwa ia marah atau serius. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa basa-basi berkaitan dengan ihwal maknawi kebertegursapaan, kesopansantunan, dan keramahtamahan. Tegur sapa, sopan santun dan ramah tamah menyangkut perangkat etika, tata susila, dan tata krama pergaulan yang melokal jika ditanyakan. Basa-basi juga bermakna penolakan dari yang sebenarnya. Basa-basi dipahami sebagai ungkapan yang tidak sungguh-sungguh, pura-pura, dan kebohongan. Dengan demikian basa-basi dapat dikatakan sebagai tuturan untuk menjalin solidaritas dan harmonisasi.

Menurut Jakobson (1980) dalam tesis Waridin (2008:15) mendefinisikan bahwa basa-basi adalah tuturan yang digunakan untuk memulai, mempertahankan, atau memutuskan komunikasi untuk memastikan berfungsinya saluran komunikasi dan untuk menarik perhatian lawan bicara atau menjaga agar kawan bicara tetap memperhatikan.

Arimi (1998:170) melalui tesisnya membagi tuturan basa-basi berdasarkan daya tuturannya menjadi basa-basi murni dan basa-basi polar. Basa-basi murni adalah ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis


(49)

sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan oleh penutur selaras dengan kenyataan. Basa-basi murni digolongkan menjadi tiga subjenis, yaitu basa-basi murni keniscayaan, basa-basi keterlamian, dan basa-basi keakraban. Sedangkan basa-basi polar adalah tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, dimana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan. Basa-basi polar dibagi menjadi dua, yaitu basi polar sosial dan basi polar personal. Berikut contoh pemakaian basi murni dan basa-basi polar.

Contoh:

(3) Pak Ramzi : Selamat pagi, pak. Silakan mampir dulu?

Pak Ramdan : Selamat pagi juga, Pak Ramzi.

Iya Pak, terima kasih lain kali saja.

Pada dialog (3) konteksnya ketika Pak Ramdan sedang berjalan di depan rumah Pak Ramzi dan Pak Ramzi sedang duduk-duduk di teras rumah. Tuturan tersebut termasuk basa-basi karena digunakan ketika Pak Ramzi bertemu dengan Pak Ramdan. Ungkapan “Selamat pagi” dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang menandai realitas pagi dan ungkapan tersebut merupakan basa-basi murni. Kemudian pada

tuturan “Silakan mampir dulu?” menunjukkan tuturan yang tidak


(50)

depan rumahnya. Tuturan “Iya pak, terima kasih lain kali saja” menunjukkan tuturan yang tidak sebenarnya, karena tuturan Pak Ramdan bukan bersungguh-sungguh menyakinkan tuan rumah bahwa dia akan mampir, melainkan hanya untuk sopan santun menolak untuk mampir di rumah Pak Ramzi dan tuturan tersebut merupakan basa-basi polar.

Basa-basi dapat dikatakan termasuk tindak tutur ilokusi komunikatif. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa fungsi basa-basi yang termasuk ke dalam klasifikasi Skema Tindak Tutur (STT) yang diklasifikasikan oleh Ibrahim (1993:16) dalam Susilo (2014:45). Ibrahim (1993:16) dalam skripsi Susilo (2014:45-46) mengklasifikasikan tindak tutur ilokusi komunikatif ke dalam skema tindak tutur. Skema tersebut didasari atas maksud ilokusi atau sikap yang terekspresikan, yang digunakan untuk membedakan tindak-tindak ilokusi yang semuanya homogen. Tindak itu diidentifikasi oleh maksud-maksud yang ada dalam tindak itu (pengenalan mitra tutur terhadap sikap yang diekspresikan penutur), ciri-ciri pembeda setiap tipe tindak ilokusi menspesifikasi hal-hal yang harus mitra tutur identifikasi dalam tahap akhir STT.

Klasifikasi tindak tutur ilokusi komunikatif menurut Ibrahim (1993:16) dalam Susilo (2014:46) sebagai berikut:

1) Constantif merupakan ekspresi kepercayaan yang dibarengi dengan

ekspresi maksud sehingga mitra tutur membentuk atau memegang kepercayaan yang serupa. Tuturan constantifs: Assertives,


(51)

Confirmatives, Concessives, Retractives, Assentives, Dissentives,

Responsives, Suggestives, dan Suppositives.

2) Directive mengekspresikan sikap penutur terhadap tindakan

prospektif oleh mitra tutur dan kehendaknya terhadap tindakan mitra tutur.Tuturan directives: Requestives, Questions, Requireents,

Prohibilities, Premissives, dan Advisories.

3) Commisiver mengekspresikan kehendak dan kepercayaan penutur

sehingga ujarannya mengharuskannya untuk melakukan sesuatu. Tuturan commisivers: Promise dan Offers.

4) Aknowledgment mengekspresikan perasaan mengenai mitra tutur

atau dalam kasus-kasus di mana ujaran berfungsi secara formal, kehendak penutur bahwa ujarannya memenuhi kriteria sosial untuk mengekspresikan perasaan dan kepercayaan tertentu seperti. Basa-basi sebagai pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan atau kontak antara pembicara dengan penyimak masuk dalam klasifikasi

acknowledgements. Acknowledgments merupakan tuturan yang

digunakan untuk mengekspresikan perasaan tertentu kepada mitra tutur atau dalam kasus-kasus di mana ujaran berfungsi secara formal, kehendak penutur bahwa ujarannya memenuhi kriteria harapan sosial untuk mengekspresikan perasaan dan kepercayaan tertentu. Tuturan yang termasuk acknowledgements adalah sebagai berikut:


(52)

a) Apologize (meminta maaf)

Apologize (meminta maaf) yaitu fungsi tuturan untuk

mengekspresikan penyesalan sehingga mitra tutur percaya bahwa penutur menyesal telah melakukan kesalahan terhadap mitra tutur.

b) Condole (belasungkawa)

Condole (belasungkawa) yaitu ungsi tuturan yang mengekspresikan rasa simpati karena musibah yang dialami oleh mitra tutur sehingga mitra tutur percaya bahwa penutur bersimpati dengan mitra tutur yang mengalami musibah.

c) Congratulate (mengucapkan selamat)

Congratulate (mengucapkan selamat) yitu fungsi tuturan

mengekspresikan kegembiraan karena adanya kabar baik sehingga mitra tutur percaya bahwa penutur senang dengan sesuatu yang diraih oleh mitra tutur.

d) Greet (memberi salam)

Greet (memberi salam) yaitu fungsi tuturan untuk menyatakan

rasa senang karena bertemu seseorang. e) Thanks (berterimakasih)

Thanks (berterimakasih) yaitu fungsi tuturan untuk menyatakan

teriama kasih karena mendapat bantuan sehingga mitra tutur percaya bahwa penutur benar-benar mengucapkan terima kasih kepada mitra tutur.


(53)

f) Bid (meminta/ mengundang)

Bid (meminta) yaitu fungsi tuturan untuk mengekspresikan

harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan seseorang akan terjadi sehingga mitra tutur percaya bahwa penutur berharap dengan yang dilakukan mitra tutur akan baik atau menyenangkan.

g) Accept (menerima)

Accept (menerima) yaitu fungsi tuturan untuk menerima

(menghargai) basa-basi dari mitra tutur sehingga mitra tutur percaya bahwa penutur menghargai dengan apa yang dilakukan oleh mitra tutur.

h) Reject (menolak)

Reject (menolak) yaitu fungsi tuturan untuk menolak

(melanggar) basa-basi dari mitra tutur sehingga mitra tutur percaya bahwa penutur kurang menghargai apa yang diharapakan oleh mitra tutur.

Komponen dan klasifikasi tindak tutur ilokusi komunikatif tersebut dapat digunakan sebagai faktor pendukung dalam melakukan analisis basa-basi bahasa.

2.2.6 Kategori Fatis

Sebagai salah satu ahli bahasa Indonesia, Kridalaksana menyampaikan gagasannya tentang kategori fatis. Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan


(54)

pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Kelas kata ini biasanya terdapat dalam konteks dialog atau wawancara bersambutan, yaitu kalimat-kalimat yang diucapkan oleh pembicara dan kawan bicara.

Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam lisan. Karena ragam lisan pada umumnya merupakan ragam non-standar. Maka kebanyakan kategori fatis terdapat dalam kalimat-kalimat non-standar yang banyak mengandung unsur-unsur daerah atau dialek regional.

Ada bentuk fatis yang terdapat di awal kalimat, misalnya “Kok kamu pergi juga?”, ada yang di tengah kalimat, misalnya “Bukan dia, kok, yang mengambil uang itu!”, dan ada pula yang di akhir kalimat, misalnya “Saya hanya lihat saja, kok!”. Kategori fatis mempunyai wujud bentuk bebas, misalnya kok, deh, atau selamat, dan wujud bentuk terikat misalnya –lah atau pun.

Bentuk dan jenis kategori fatis terbagi atas: (1) Partikel dan kata fatis

(a) ah menekankan rasa penolakan atau acuh tak acuh, misalnya:

Ah masa sih!”

(b) ayo menekankan ajakan, misalnya:

Ayo kita pergi!”

Ayo mempunyai variasi yo bila diletakkan di akhir kalimat. Ayo

juga bervariasi dengan ayuk dan ayuh. (c) deh digunakan untuk menekankan:


(55)

“Makan deh, jangan malu-malu.”

Dalam hal ini deh berdekatan tugasnya dengan partikel –lah.

(2) pemberian persetujuan, misalnya: “Boleh deh.”

(3) pemberian garansi, misalnya: “Makanan dia enak deh!”

(4) sekedar penekanan, misalnya: “Saya benci deh sama dia.”

(d) dong digunakan untuk:

(1) menghaluskan perintah, misalnya: “Bagi dong kuenya.”

(2) menekankan kesalahan kawan bicara, misalnya: “Ya jelas dong.”

(e) ding menekankan pengakuan kesalahan pembicara, misalnya:

“Eh, iya ding salah!”

(f) halo digunakan untuk

(1) memulai dan mengukuhkan pembicaraan di telepon, misalnya:

Halo, 345627!”

(2) menyalami kawan bicara yang dianggap akrab, msalnya: “Halo, Martha, ke mana aja nih?”


(56)

(g) kan apabila terletak pada akhir kalimat atau awal kalimat, maka kan merupakan kependekan dari kata bukan atau bukankah, dan

tugasnya ialah menekankan pembuktian, misalnya: “Kan dia sudah tahu?”

“Bisa saja, kan?”

Apabila kan terletak di tengah kalimat, maka kan juga bersifat menekankan pembuktian atau bantahan, misalnya:

“Tadi kan sudah dikasih tahu!”

(h) kek mempunyai tugas

(1) menekankan pemerincian, misalnya: “Elu kek, gue kek, sama saja.”

(2) menekankan perintah, misalnya: “Cepetan kek, kenapa sih?

(3) menggantikan kata saja, misalnya: “Elu kek yang pergi!”

(i) kok menekankan alasan dan pengingkaran, misalnya:

“Saya Cuma melihat saja kok!”

“Dia kok yang ambil, bukan saya.”

Kok dapat juga bertugas sebagai pengganti kata tanya

mengapa atau kenapa bila diletakkan di awal kalimat, misalnya: “Kok sakit-sakit pergi juga?”

(j) –lah menekankan kalimat imperati, dan penguat sebutan dalam


(57)

“Biar sayalah yang pergi.”

(k) lho bila terletak di awal kalimat, bersifat seperti interjeksi yang

menyatakan kekagetan, misalnya: “Lho, kok jadi gini sih?”

Bila terletak di tengah atau di akhir kalimat, maka lho bertugas menekankan kepastian, misalnya:

“Saya juga mau lho.”

“Ini lho yang saya dengar kabar jelek nih.”

(l) mari menekankan ajakan, misalnya:

Mari makan.”

(m) nah selalu terletak pada awal kalimat dan bertugas untuk minta

supaya kawan bicara mengalihkan perhatian ke hal lain, misalnya: “Nah, bawalah uang ini dan belikan aku nasi sebungkus.”

(n) pun selalu terletak pada ujung konstituen pertama kalimat dan

bertugas menonjolkan bagian tersebut, misalnya:

“Orang tua murid pun prihatin melihat kenakalan anak-anak itu.”

(o) selamat diucapkan kepada kawan bicara yang mendapatkan atau

mengalami sesuatu yang baik, misalnya: “Selamat ya.”

(p) sih memiliki tugas:

(1) menggantikan tugas –tah, dan –kah, misalnya: “Siapa sih namanya, Dik?”


(58)

“Bagus sih bagus, Cuma mahal amat.”

(3) menekankan alasan, misalnya: “Abis Gatot dipukul sih!”

(q) toh bertugas menguatkan maksud; ada kalanya memiliki arti yang

sama dengan tetapi, misalnya: “Saya toh tidak merasa bersalah.”

“Biarpun sudah kalah, toh dia lawan terus.”

(r) ya bertugas:

(1) mengukuhkan atau membenarkan apa yang ditanyakan kawan bicara, bila dipakai pada awal ujaran, misalnya: (Apakah rencana ini jadi dilaksanakan?)

Ya tentu saja.”

(2) minta persetujuan atau pendapat kawan bicara, bila dipakai pada akhir ujaran, misalnya:

“Jangan pergi, ya!” “Ke mana, ya?”

(s) yah digunakan pada awal atau di tengah-tengah ujaran, tetapi tidak

pernah pada akhir ujaran, untuk mengungkapkan keragu-raguan atau ketidakpastian terhadap apa yang diungkapkan oleh kawan bicara atau yang tersebut dalam kalimat sebelumnya, bila dipakai pada awal ujaran; atau keragu-raguan atau ketidakpastian atau isi konstituen ujaran yang mendahuluinya, bila dipakai di tengah ujaran, misalnya:


(59)

Yah, apa aku bisa melakukannya?”

“Orang ini, yah, tidak mempunyai keterampilan apa-apa.”

(2) Frase fatis

(a) frase dengan selamat dipergunakan untuk memulai dan mengakhiri interaksi antara pembicara dan kawan bicara, sesuai dengan keperluan dan situasinya, misalnya:

selamat pagi selamat siang selamat sore

selamat malam selamat jumpa selamat jalan

selamat belajar selamat tidur selamat makan

selamat hari jadi selamat ulang tahun

(Kata selamat dapat berdiri sendiri).

(b) terima kasih digunakan setelah pembicara merasa mendapatkan

sesuatu dari kawan bicara.

(c) turut berduka cita digunakan sewaktu pembicara menyampaikan

bela sungkawa.

(d) assalamu’alaikum digunakan pada waktu pembicara meulai

interaksi.

(e) wa’alaikumsalam digunakan untuk membalas kawan bicara yang mengucapkan assalamu‟alaikum.

(f) Insya Allah diucapkan oleh pembicara ketika menerima tawaran

mengenai sesuatu dari kawan bicara.

Selain frase fatis yang digunakan dalam ragam lisan, ada pula frase fatis yang digunakan dalam ragam tulis, misalnya:


(60)

(g) Dengan hormat digunakan oleh penulis pada awal surat.

(h) Hormat saya, salam takzim, wassalam digunakan oleh penulis pada

akhir surat.

Kategori fatis erat kaitannya dalam tuturan basa-basi. Kategori fatis dapat memperkuat maksud tuturan basa-basi yang terkandung dalam tuturan basa-basi tersebut. Kategori fatis dalam sebuah tuturan digunakan untuk memperkuat, mempertahankan, dan mengukuhkan maksud pembicaraan.

Contoh:

(4) P = Puji Tuhan, selamat ya sudah lulus sidangnya. MT = Iya, makasih.

Penutur menggunakan partikel fatis “ya” dalam tuturannya yang digunakan untuk menegaskan kesungguhan penutur mengucapkan selamat kepada mitra tutur. Oleh karena itu, partikel dan frase fatis yang digunakan dalam tuturan basa-basi bertujuan memperkuat bukti bahwa tuturan tersebut merupakan tuturan basa-basi.

2.3 Kerangka Berpikir

Basa-basi merupakan suatu fenomena baru dalam studi pragmatik. Munculnya basa-basi berbahasa dalam perkembangan penggunaan bahasa digunakan untuk memulai atau mempertahankan hubungan sosial antara penutur dan lawan tutur dalam kehidupan sehari-hari. Basa-basi berbahasa biasanya muncul di dalam ranah masyarakat, terlebih di dalam keluarga.


(61)

Tiap anggota keluarga di dalam suatu masyarakat terdapat berbagai macam profesi, yang salah satunya adalah sebagai pendidik. Di dalam keluarga pendidik, basa-basi digunakan untuk mempererat tali persaudaraan sesama anggota keluarga. Hal ini yang menjadi fenomena baru dalam pragmatik dan menjadi kajian dari penelitian ini, yaitu basa-basi dalam berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo.

Penelitian ini menggunakan beberapa teori basa-basi serta teori-teori yang mendukung untuk menguraikan tuturan basa-basi antaranggota keluarga pendidik. Pertama, Malinowski (1923:315) dalam tesis Waridin (2008:13) mendefinisikan phatic communication sebagai “a type of speech in which ties of union are created by a mere exchange of word“. Phatic communication mempunyai fungsi sosial. Phatic communication

digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antar peserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan, dengan perasaan tertentu untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Malinowski dalam tesis Arimi (1998) mengatakan basa-basi digunakan sebagai kata anonim berarti bahwa kata ini bukanlah jenis kata contrived, dibuat-buat atau yang tidak alamiah. Akan tetapi, istilah basa-basi justru mengacu pada pemakaian bahasa yang benar-benar alamiah (naturally occuring language) yang meresap pada konteks sosial-budaya Indonesia. Malinowski mempertegas fungsi basa-basi (phatic communication), untuk mengikat antara pembaca


(62)

dan pendengar. Dikatakannya fungsi tersebut bukanlah merupakan alat pencerminan bahasa tetapi sebagai modus tindakan (antarpenutur). Lengkapnya ia mengatakan sebagai berikut:

it consists in just this atmosphere of sociability and in the fact personal communion of these people. But this is in fact achieved by

speech, and the situation in all such cases is created by the exchanged of

word, by the specific feelings which form convivial gregariousness, by the

give and take of utterances which make up ordinary gossip. Each

utterances is an act serving the direct aim of binding hearer to speaker

sentiment or other. Once more, language appears to us in this function not

as isntrument of reflection but a mode of action.“

Kedua, Jakobson (1980) dalam tesis Waridin (2008:15) mendefinisikan bahwa basa-basi adalah tuturan yang dipergunakan untuk memulai , mempertahankan, atau memutuskan komunikasi untuk memastikan berfungsinya saluran komunikasi dan untuk menarik perhatian lawan bicara atau menjaga agar kawan bicara tetap memperhatikan. Menurut Jakobson (1980:81) dalam tesis Waridin (2008:16), terdapat enam faktor yang berkaitan dengan fungsi dengan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi verbal. Keenam faktor tersebut adalah addresser (pengirim pesan), message (pesan), addressee (penerima pesan), context (konteks), contact (kontak), dan code (kode).

Ketiga, Searle (1976: 1-24) mengatakanan bahwa jenis tindak tutur yang merupakan salah satu fenomena teori pragmatik. Dalam fenomena


(63)

tindak tutur, terdapat tiga bagian yaitu tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur perlokusi. Dalam hal ini Searle menggolongkan tindak tutur ilokusi menjadi lima jenis, yaitu: (1) tindak tutur representatif, (2) tindak tutur direktif, (3) tindak tutur ekspresif, (4) tindak tutur komisif, (5) tindak tutur deklaratif. Fenomena pragmatik Searle ini digolongkan dalam tindak tutur ilokusi dalam aktivitas bertututur. Secara tidak langsung basa-basi berbahasa masuk dalam pengertian bentuk tindak verbal yang digolongkan oleh Searle.

Keempat, Geoffrey Leech (1983: 8) menyatakan bahwa pragmatik adalah ilmu tentang maksud dalam hubungannya dengan situasi-situasi (speech situation). Proses tindak tutur ditentukan oleh konteks yang menyertai sebuah tuturan tersebut, karena memang Pragmatik mempelajari makna bahasa yang terikat konteks. Seperti halnya dalam bahasan mengenai basa-basi, tuturan akan dikatan basa-basi ditinjau melalui konteks yang melingkupinya.

Berdasarkan teori basa-basi tersebut, data yang diperoleh dengan menggunakan metode simak dan cakap ini dideskripsikan dan diinterpretasikan. Metode simak adalah metode dengan menyimak pertutuan langsung maupun tidak langsung di dalam ranah pendidikan. Metode cakap adalah metode penyediaan data yang dilakukan dengan cara mengadakan percakapan. Penggunaan dua metode pengambilan data tersebut, peneliti diharapkan dapat memperoleh data yang memadai.


(1)

kata fatis

selamat dan ya.

 Penutur mengucapkan selamat kepada mitra tutur karena telah menjadi pengurus OSIS di sekolahnya.

4. G4

P = Selamat ya juara

2, tapi bagiku kamu tetap juara 1.

MT = Makasih banyak, Pak.

 Intonasi: berita.

 Nada Tutur: sedang.

 Tekanan: sedang.

 Pilihan Kata: menggunakan kata fatis

selamat dan ya.

 Tuturan terjadi di kamar tidur pada sore hari.

 Tuturan terjadi dalam situasi santai.

 Penutur mengetahui bahwa mitra tutur tadi pagi mendampingi muridnya lomba dan mendapat juara dua.

 Penutur mengucapkan selamat kepada mitra tutur sambil menggenggam tangan mitra tutur. Penutur bermaksud mengucapkan selamat kepada MT karena sudah mendampingi beberapa siswa yang ikut lomba dan menjadi juara dua, serta

mengekspresikan kecintaannya kepada MT.

5. G5

P = Selamat ulang

tahun bapak. Panjang umur sehat selalu ya.

MT = Makasih ya dek.

 Intonasi: berita.

 Nada Tutur: sedang.

 Tekanan:sedang .

 Pilihan Kata: menggunakan frasa fatis

 Tuturan terjadi di kamar tidur pada pagi hari.

 Tuturan terjadi dalam situasi santai.

 Penutur menghampiri mitra tutur yang sedang tidur.

Penutur bermaksud mengucapkan selamat ulang tahun kepada MT.


(2)

selamat dan

kata fatis ya.

 Penutur

membangunkan dan mengucapkan selamat pada mitra tutur. Mitra tutur menanggapinya, lalu beranjak bangun dari tempat tidurnya. 6. G6

P = Selamat ya dek jadi

juara kelas, mau minta hadiah apa?

MT = Makasih bu, apa aja boleh.

P = Yaudah ibu buatkan brownis aja ya.

 Intonasi: berita.

 Nada Tutur: sedang.

 Tekanan: sedang.

 Pilihan Kata: menggunakan kata fatis

selamat dan ya.

 Tuturan terjadi di ruang tengah pada pagi hari.

 Tuturan terjadi dalam situasi santai.

 Penutur melihat rapor yang baru saja diambil, dan melihat mitra tutur mendapat peringkat satu.

 Penutur mengucapkan selamat sambil

menawarkan hadiah yang diinginkan mitra tutur. Mitra tutur pun menanggapinya. Penutur bermaksud memberikan selamat atas keberhasilan MT yang menjadi juara kelas serta menawarkan hadiah.

7. G7

P = Selamat ya Pak,

atas diterimanya pernghargaan Satya Lencana. Semoga

 Intonasi: berita.

 Nada Tutur: sedang.

 Tekanan: sedang.

 Pilihan Kata:

 Tuturan terjadi di ruang tengah pada siang hari.

 Tuturan terjadi dalam situasi santai.

 Penutur dan mitra tutur berada di ruang tengah

Penutur bermaksud mengucapkan selamat dengan diterimanya penghargaan


(3)

menjadi motivasi kerja lebih baik.

MT = Iya, terima kasih ucapan dan doanya ya Bu.

menggunakan kata fatis

selamat dan ya.

sambil bercerita.

 Penutur mengucapkan selamat pada mitra tutur serta memberinya semangat dan doa.

Satya Lencana, serta memberikan doa dan semangat pada MT.

Triangulator,


(4)

(5)

(6)

BIODATA PENULIS

Cecilia Christa Pramadina lahir di Wonosobo, Jawa Tengah, tanggal 22 Januari 1993. Ia menyelesaikan pendidikan tingkat sekolah dasar di SD Pius Wonosobo pada tahun 2005. Kemudian, ia melanjutan studinya di SMP Bhakti Mulia Wonosobo dan tamat tahun 2008. Pendidikan tingkat menengah atas ditempuhnya di SMAN 1 Mojotengah, Wonosobo pada tahun 2011. Setelah menyelesaikan sekolah tingkat menengah atas, ia melanjutkan studi S1 Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Sanata Dharma. Masa pendidikan S1 tersebut berakhir pada tahun 2015 dengan menyelesaikan skripsi Basa-basi dalam Berbahasa Antaranggota Keluarga Pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo.