KAJIAN PEMBERIAN TAMBAHAN PENGHASILAN PEGAWAI (TPP) DI PEMERINTAH KOTA CIMAHI.
(TPP) di Pemerintah Kota Cimahi
Kerjasama Antara :
Universitas Padjadjaran
DESEMBER 2014 Pemerintah Kota Cimahi
(2)
Tim Peneliti
Ketua :
Sintaningrum
Anggota :
Heru Nurasa Enjat Munadjat
(3)
Dengan memanjatkan puji syukur bagi Allah SWT, karena dengan rahmat serta karunia-Nya, kami dapat menyelasaikan dokumen tentang Kajian Pemberian Tambahan Pengahasilan Pegawai (TPP) di lingkungan Pemerintah Kota Cimahi. Dokumen kajian TPP ini berhasil disusun setelah melalui beberapa tahapan proses penyusunan; pada tahap awal dibuat kesepakatan/komitmen, yang dilanjutkan dengan penggalian data primer dan sekunder. Selanjutnya berdasarkan data dan informasi yang tersedia dibuat perancangan formula TPP dengan mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku, antara lain terkait dengan Reformasi Birokrasi, UU Aparatur Sipil Negara, Permenpan nomor 63 tahun 2011 dan peraturak Kepala BKN nomor 1 tahun 2013 tentang ketentuan pelaksanaan PP nomor 46 tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS. Rancangan formula TPP, kemudian, dimatangkan dalam focus group discussion (FGD) bersama pihak-pihak terkait di lingkungan Pemerintah Kota Cimahi.
Tim Penyusun telah berusaha mengakomodir berbagai masukan dan kritikan yang disampaikan para pihak selama proses penyusunan dokumen TPP Kota Cimahi. Laporan ini berisi 5 bab, yaitu:
! Bab I : Pendahuluan
! Bab II : Tinjauan Pustaka
! Bab III : Metodologi
! Bab IV : Analisa dan Pembahasan
! Bab V : Kesimpulan
Kami memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya atas semua kritik, saran dan masukan dari semua pihak, sehingga penyusunan dokumen naskah akademik TPP Kota Cimahi dapat terselenggara dengan baik. Kami dari Tim Studi LPPM Universitas Padjadjaran mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Kota Cimahi atas kepercayaan yang diberikan. Mudah-mudahan kegiatan ini memberikan manfaat bagi peningkatan kinerja kota Cimahi dalam melayani warganya. Amin.
Bandung, Desember 2014 Atas Nama Tim Ahli LPPM Unpad
Dr. Sintaningrum, MT Dr. Heru Nurasa M.D. Enjat Munajat
(4)
DAFTAR ISI III
DAFTAR GAMBAR V
DAFTAR TABEL V
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Dasar Hukum 5
1.4 Maksud dan Tujuan 7
1.5 Output Kajian 7
BAB 2 . TINJAUAN PUSTAKA 8
2.1 Pengertian Remunerasi 8
2.2 Manajemen Kinerja 13
2.3 Prinsip Dasar dalam Pemberian Insentif 15
2.4 Metode Perhitungan Insentif 16
2.5 Prinsip Sistem Tunjangan Kinerja Daerah 17
2.6 Asumsi dasar sistem 17
BAB 3 . METODOLOGI 22
3.1 Metodologi 22
3.1.1 Tahap Persiapan 22
3.1.2 Tahap Survey, Pengumpulan dan Pengolahan Data 22
3.1.3 Tahap Analisis dan Desain 23
3.1.4 Tahap Penyusunan Laporan 24
BAB 4 . ANALISA DAN PEMBAHASAN 25
4.1 Kondisi Sumberdaya Manusia 25
4.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah Kota Cimahi 26 4.3 Formulasi Besaran Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) 31
4.3.1 Penentuan Kelas Jabatan 31
(5)
4.4 Anggaran yang dibutuhkan 36
4.5 Besaran TPP Untuk Tiap Kelas Jabatan 37
BAB 5 KESIMPULAN 38
REFERENSI 39
(6)
Gambar 2. Komponen Prestasi Kerja PNS ... 19
Gambar 3. Komposisi SDM Kota Cimahi ... 25
Gambar 4. Prosentase SDM Kota Cimahi Per‐Golongan ... 26
Gambar 5. Pendapatan Total dan Prediksi Linear Kota Cimahi ... 27
Gambar 6. Pendapatan Asli Daerah dan Prediksi Linear Pemerintah Kota Cimahi ... 28
Gambar 7. Besaran Belanja Pegawai dan Prediksi Linear Pemerintah Kota Cimahi ... 30
Gambar 8. Rasio PAD dan Sektor Lain terhadap Besaran Pendapatan Total ... 30
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pendapatan Total Kota Cimahi ... 27Tabel 2. Pendapatan Asli Daerah Kota Cimahi ... 28
Tabel 3. Besaran Belanja Pegawai Kota Cimahi ... 29
Tabel 4. Prosentase PAD, Belanja Pegawai terhadap Pendapatan Total ... 29
Tabel 5. Asumsi Kelas Jabatan terhadap Pangkat Golongan ... 32
Tabel 6. Formulasi Besaran TPP Pemerintah Kota Cimahi ... 34
(7)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini masih cukup banyak organisasi yang menilai bahwa remunerasi merupakan suatu komponen biaya yang perlu diminimalisir besarannya. Munculnya anggapan seperti itu telah menempatkan remunerasi sebagai sarana yang dapat meningkatkan perilaku tidak produktif, yang dapat mengakibatkan terjadinya masalah‐masalah personal seperti rendahnya motivasi, rendahnya kinerja, tingginya turn over, perilaku tidak bertanggung jawab, dan bahkan perilaku tidak jujur di dalam diri pegawai. Untuk dapat mencegah munculnya permasalahan personal dan membesarnya pengeluaran remunerasi suatu organisasi, maka diperlukan suatu sistem remunerasi yang adil, layak, dan cost effective.
Dunia manajemen mengenal konsep 3P yang cukup sering digunakan dalam memberikan remunerasi kepada pegawai. Konsep 3P, yang disusun oleh Richard Payne, mengkategorikan remunerasi menjadi 3 (tiga), yaitu pay for position, pay for person, dan pay for performance, dimana konsep pay for performance
sekarang ini dianggap sebagai konsep remunerasi yang paling adil untuk diterapkan. Dengan diterapkannya pemberian remunerasi berbasis kinerja akan dapat mendorong pegawai untuk meningkatkan produktifitasnya yang pada akhirnya juga akan meningkatkan produktifitas dari perusahaan itu sendiri. Pemberian remunerasi berbasis kinerja termasuk salah satu faktor untuk mewujudkan manajemen kinerja yang efektif di suatu organisasi.
Manajemen kinerja (Udekusuma, 2007) adalah suatu proses manajemen yang dirancang untuk menghubungkan tujuan organisasi dengan tujuan individu sedemikian rupa, sehingga baik tujuan individu maupun tujuan perusahaan dapat bertemu. Dalam hal ini bagi pekerja bukan hanya tujuan individunya yang tercapai tetapi juga ikut berperan dalam pencapaian tujuan organisasi, yang
(8)
membuat dirinya termotivasi serta mendapat kepuasan yang lebih besar. Menurut Bacal (1998), terdapat 5 (lima) pandangan dasar dalam sistem manajemen kinerja, yaitu :
1. Model integratif untuk kinerja organisasi. Pada pandangan ini, manajemen kinerja sebagai suatu struktur sistem integratif yang saling berkesinambungan antar aspek. Sehingga, keberhasilan manajemen kinerja ditentukan oleh keseluruhan aspek yang ada dalam suatu organisasi, tidak ditentukan bagian per bagian.
2. Fokus pada proses dan hasil. Manajemen kinerja menjadi suatu sistem yang tidak hanya berorientasi pada hasil (pandangan tradisional). Proses menjadi salah satu aspek penunjang yang penting dalam penentuan hasil yang baik. 3. Keterlibatan pihak yang berkaitan dalam pencapaian tujuan. Pekerja sebagai
subyek utama yang melakukan proses bisnis organisasi secara langsung. Maka dari itu, keterlibatan pihak yang berkaitan (pekerja) menjadi penunjang dalam pencapaian tujuan organisasi.
4. Penilaian kinerja objektif dan mengena pada sasaran. Manajemen kinerja mencakup penilaian kinerja objektif dan sesuai dengan sasaran tiap bagian organisasi yang berkaitan. Akhirnya, hal ini berpotensi pada dampak positif dari penilaian kinerja yang sukses dan terstruktur.
5. Evaluasi dan pembelajaran antara atasan dan bawahan. Manajemen kinerja yang baik mampu menyediakan suatu hasil evaluasi kinerja terukur. Hasil evaluasi dapat memberikan informasi pada pihak terkait (atasan maupun bawahan). Informasi mengenai hasil evaluasi dapat menjadi sarana pembelajaran dan penentu tindakan perbaikan di masa mendatang.
Dalam mewujudkan manajemen kinerja yang efektif di lingkungan pemerintahan, maka Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 63 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Sistem Tunjangan Kinerja Pegawai Negeri, dimana besarnya tunjangan kinerja yang diberikan kepada PNS perlu mempertimbangkan faktor 1) tingkat capaian pelaksanaan reformasi birokrasi instansi, 2) nilai dan kelas jabatan, 3) indeks harga nilai jabatan,
(9)
4) faktor penyeimbang, dan 5) indeks tunjangan kinerja daerah provinsi. Intinya adalah pemberian remunerasi kepada PNS berdasarkan kinerja individu yang bersangkutan.
Untuk mendukung pemberian tunjangan berbasis kinerja, maka pada tahun 2014 Pemerintah Pusat mengesahkan Undang‐Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang memperkuat amanat yang tertera pada Peraturan Menteri PAN‐RB Nomor 63 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Sistem Tunjangan Kinerja Pegawai Negeri. Menurut Undang‐Undang tersebut, Pegawai Negeri Sipil berhak mendapatkan gaji, fasilitas, tunjangan kinerja, dan tunjangan kemahalan. Dalam Undang‐Undang tersebut dijelaskan bahwa setiap PNS yang berprestasi berhak mendapatkan kenaikan gaji sesuai dengan prestasi yang dicapainya. Pengukuran capaian prestasi pegawai telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil. Menurut Peraturan Pemerintah tersebut, penilaian prestasi kerja PNS dilakukan untuk menjamin objektivitas pembinaan PNS dalam mempertimbangkan kenaikan pangkat, penempatan dalam jabatan, pemindahan, pendidikan dan pelatihan, tugas belajar, kenaikan gaji berkala, dan lain‐lain yang dilakukan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. Penilaian prestasi kerja PNS dilakukan oleh pejabat penilai terhadap Sasaran Kerja Pegawai (SKP) dan perilaku kerja PNS. Dengan dilakukannya penilaian prestasi kerja akan dapat mewujudkan keadilan dalam pemberian benefit, mengingat seorang PNS yang berprestasi akan mendapatkan benefit yang lebih baik dibandingkan PNS‐PNS lainnnya.
Sampai saat ini, Pemerintah Daerah masih belum mengadopsi konsep tunjangan berbasis kinerja dalam pemberian kompensasi kepada pegawainya. Sistem tunjangan yang diberlakukan oleh Pemerintah Kota Cimahi sendiri masih mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 mengenai Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dimana pemerintah Daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada Pegawai Negeri Sipil dengan
(10)
melihat kemampuan keuangan daerah, faktor beban kerja, tempat bertugas, kondisi kerja, kelangkaan profesi atau prestasi kerja. Dalam penerapannya, amanat yang tertulis pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 belum diadopsi seluruhnya oleh Pemerintah Kota Cimahi.
1.2 Rumusan Masalah
Dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 63 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Sistem Tunjangan Kinerja Pegawai Negeri dan Undang‐Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang mengatur mengenai pemberian tunjangan berbasis kinerja bagi PNS, maka Pemerintah Kota Cimahi harus mulai berbenah dan mempersiapkan model dan skema pembiayaan guna melaksanakan amanat kedua peraturan perundang‐undangan tersebut. Hal‐hal pokok yang harus dirumuskan yaitu:
1. Model pemberian tunjangan yang selama ini diberlakukan di lingkungan Pemerintah Kota Cimahi belum dapat mendorong motivasi pegawai untuk berkinerja lebih baik, timbulnya kecemburuan dan ketidakpuasan pegawai berimbas pada rendahnya performansi kinerja pegawai. Hal ini disebabkan oleh tunjangan yang diberikan belum memenuhi prinsip‐prinsip yang seharusnya ditempuh dalam pemberian tunjangan, yaitu sistem merit, adil, layak, kompetitif, dan transparan. Dalam prinsip‐prinsip tersebut digambarkan bahwa tunjangan yang diberikan haruslah didasarkan pada harga jabatan, sesuai dengan beban tugas dan tanggung jawab pekerjaan, dapat memenuhi kebutuhan hidup, kompetitif (tidak saja disetarakan dengan sektor swasta, tetapi juga bersifat kompetitif di kalangan pegawai sendiri untuk berkinerja lebih baik daripada rekannya), serta transparan (artinya perhitungan tunjangan dilakukan secara transparan). Hal ini sesuai dengan amanat Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 mengenai Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 63 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Sistem Tunjangan Kinerja Pegawai Negeri.
(11)
2. Dengan diberlakukannya tunjangan berbasis kinerja dalam bentuk TPP, Pemerintah Kota Cimahi harus dapat mengidentifikasi sumber‐sumber pembiayaan untuk tunjangan berbasis kinerja dan merumuskan mekanisme pembiayaan tunjangan berbasis kinerja sesuai dengan perundang‐undangan yang berlaku dan kemampuan APBD Pemerintah Kota Cimahi.
1.3 Dasar Hukum
Beberapa landasan hukum pokok dalam penyusunan kajian ini adalah sebagai berikut:
1 Undang‐Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2 Undang‐Undang Nomor 08 Tahun 1974 tentang Pokok‐Pokok
Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang‐ Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang‐Undang Nomor 08 Tahun 1974 tentang Pokok‐Pokok Kepegawaian;
3 Undang‐Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang‐ Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang‐ Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
4 Undang‐Undang Nomor 05 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara;
5 Peraturan Pemerintah Nomor 07 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2013 tentang Perubahan Kelima Belas atas Peraturan Pemerintah Nomor 07 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil;
6 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
(12)
7 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
8 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil;
9 Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010‐2025; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali,
10 terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
11 Peraturan Menterin Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pedoman Analisis Beban Kerja di Lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah;
12 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor Per/15/M.Pan/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi;
13 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi Tahun 2010‐2014;
14 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Refomasi Birokrasi Nomor 33 Tahun 2011 tentang Pedoman Analisis Jabatan;
15 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 34 Tahun 2011 tentang Pedoman Evaluasi Jabatan;
16 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 63 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Sistem Tunjangan Kinerja Pegawai Negeri;
(13)
17 Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 01 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS. 1.4 Maksud dan Tujuan
Maksud dari penyusunan kajian ini adalah dengan diberlakukannya tunjangan berbasis kinerja dalam bentuk Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) diharapkan dapat mendorong motivasi PNS di lingkungan Pemerintah Kota Cimahi untuk berkinerja maksimal dan menciptakan PNS yang profesional dan produktif, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai dengan lebih cepat dan lebih baik Adapun tujuan dari penyusunan kajian ini adalah untuk menjadi bahan masukan bagi Pemerintah Kota Cimahi dalam memberikan tunjangan berbasis kinerja (TPP) yang sesuai dengan amanat peraturan perundang‐ undangan yang berlaku dan mekanisme pembiayaan tunjangan berbasis kinerja sesuai dengan peraturan perundang‐undangan dan kemampuan APBD Pemerintah Kota Cimahi.
1.5 Output Kajian
Keluaran dari penyusunan kajian ini adalah:
1. Terumuskannya TPP yang sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 63 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Sistem Tunjangan Kinerja Pegawai Negeri dan berdasarkan kondisi faktual di lingkungan Pemerintah Kota Cimahi.
2. Mekanisme pembiayaan tunjangan berbasis kinerja ditinjau dari kesesuaian terhadap ketentuan perundang‐ undangan dan kemampuan APBD Pemerintah Kota Cimahi.
(14)
BAB 2
. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Remunerasi
Pada literatur tentang manajemen kepegawaian, manajemen sumber daya manusia, dan sistem penggajian/pengupahan ditemukan ketidakkonsistenan penggunaan istilah remunerasi dengan istilah kompensasi. Untuk lebih memahaminya, berikut diuraikan beberapa pengertian remunerasi dan kompensasi.
Beberapa pengertian kompensasi dapat diuraikan sebagai berikut:
! Kompensasi adalah sejumlah pembayaran yang diterima pekerja atas jasa pelayanannya untuk pemberi kerja pada waktu yang telah direncanakan.
! Kompensasi adalah fungsi manajemen sumber daya manusia yang terkait dengan pemberian penghargaan atas presasi kerja berdasarkan tugas yang telah ditentukan. (Ivancevich, 1995)
Dengan mencermati pengertian‐pengertian mengenai kompensasi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pengertian kompensasi itu sangat luas, tidak hanya mencakup hal yang terkait dengan finansial/keuangan saja, namun juga mencakup hal non‐finansial. Mondy & Noe (1993) menjelaskan pengertian kompensasi yang terjadi dari pengertian secara finansial dan non‐ finansial seperti pada Gambar 1 berikut.
Gambar 1. Unsur Kompensasi
Sumber: Mondy & Noe, 1993
! KOMPENSASI
FINANSIAL NON FINANSIAL
Langsung: - Upah - Gaji - Komisi - Bonus Tidak Langsung: - Jaminan Asuransi
Jiwa, Kesehatan - Bantuan Sosial untuk
Karyawan - Tunjangan - Cuti
Pekerjaan; Lingkungan Pekerjaan: - Tugas yang menarik - Kebijakan yang sehat - Tantangan pekerjaan - Supervisi yang - Tanggung jawab kompeten - Peluang akan - Rekan kerja yang
pengakuan menyenangkan - Tercapainya tujuan - Kondisilingkungan - Peluang adanya kerja yang nyaman, dll.
promosi Lingkungan Internal Lingkungan Eksternal
(15)
Selain pengertian kompensasi yang bersifat luas seperti yang telah diuraikan di atas, terdapat beberapa ahli yang memberikan pengertian kompensasi hanya seputar penggajian/pengupahan dan berbagai tunjangan lainnya dalam suatu hubungan kerja. Hal ini tidak terlepas dari beragamnya pengertian kompensasi yang memang diantaranya terkandung pengertian yang terkait penggajian/pengupahan dan berbagai tunjangan lainnya tersebut. Beberapa pengertian tersebut adalah sebagai berikut :
a) Selain terdiri dari upah, kompensasi dapat pula berupa tunjangan natura, fasilitas perumahan, fasilitas kendaraan, tunjangan keluarga, tunjangan kesehatan, pakaian seragam (tunjangan pakaian), dan sebagainya yang dapat dinilai dengan uang, serta bertendensi diberikan secara tetap. (Siswanto, 1987)
b) Kompensasi merupakan kontra prestasi terhadap penggunaan tenaga atau jasa yang telah diberikan oleh tenaga kerja. Kompensas merupakan jumlah paket yang ditawarkan organisasi kepada pekerja sebagai imbalan atas penggunaan tenaga kerjanya. Kompensasi didefinisikan sebagai apa yang diterima pekerja sebagai tukaran atas kontribusinya kepada organisasi. (Werther & Davis dalam Wibowo, 2008)
Sedangkan, beberapa pengertian remunerasi dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Remunerasi adalah suatu pembayaran berupa uang dan/atau barang yang diberikan atas prestasi dan/atau penghargaan baik selama dalam suatu hubungan kerja maupun sesudah berakhirnya suatu hubungan kerja berdasarkan suatu sistem yang terstruktur, terbuka, adil, dan layak. Sedangkan dalam hal mengenai bentuk/ragam remunerasi, maka remunerasi itu dapat berupa gaji atau upah, honorarium, tunjangan‐ tunjangan (tetap, khusus, kesajahteraan, kehadiran, jabatan, kemahalan, transportasi, perumahan, keluarga, hari raya, kelahiran, sakit, kematian, dan lain‐lain), uang lembur, uang harian, uang perjalanan, uang penginapan, jaminan/asuransi kesehatan, jaminan/asuransi pendidikan, insentif, bonus, komisi, beasiswa pesangon, dan/atau pension. (Roberia, 2009)
(16)
2. Remunerasi merupakan imbalan kerja. Remunerasi dapat berupa gaji, honorarium, tunjangan tetap, insentif, bonus atas prestasi, pesangon, dan/atau pensiun. (Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.02/2006 tentang Pedoman Penetapan Remunerasi bagi Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan Pegawai Badan Layanan Umum).
Mencermati definisi remunerasi yang diuraikan di atas, maka dapat ditarik benang merah yang dapat menjelaskan kunci pokok dalam memahami pengertian remunerasi, yaitu sesuatu tindakan yang terkait dengan pembayaran. Pembayaran yang dimaksud dalam hal ini tentunya pembayaran atas jasa atau pekerjaan yang telah dilakukan. Jadi pengertian remunerasi itu bersifat finansial, baik dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Dalam pengertian remunerasi tersebut tidak terdapat pengertian yang bersifat non‐finansial. Tidak seperti halnya pengertian kompensasi yang dapat berarti hal yang terkait finansial dan non‐finansial, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Selain bentuk‐bentuk di atas, kompensasi dapat dikelompokkan dalam bentuk khusus, yaitu:
1. Base Wage/Pay
Yaitu kompensasi yang dibayarkan langsung pada karyawan dalam bentuk uang, yang diberikan oleh perusahaan karena pekerjaan yang telah dilakukan. Wage berbeda dengan salary, dimana salary adalah kompensasi dasar yang dibayarkan dalam bentuk uang bagi karyawan yang tdak termasuk dalam kategori sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Fair Labour Standard Activity, yang pada umumnya adalah manajer dan profesional. Gaji atau upah merupakan bagian dari remunerasi. Di samping itu, karyawan juga menerima imbalan lainnya seperti tunjangan keluarga, iuran bagi pemeliharaan kesehatan, iuran untuk program pensiun serta berbagai fasilitas seperti rumah, kendaraan dinas dan seterusnya.
(17)
2. Merit
Yaitu bentuk pembayaran yang diberikan sebagai pengajuan atas sikap, tingkah laku dan prestasi pekerjaan yang telah lampau dan diberikan dalam bentuk kenaikan gaji/upah pokok.
3. Incentive
Yaitu pembayran yang diberikan langsung sebagai penghargaan atas hasil prestasi berbentuk tunai yang bukan berupa kenaikan gaji, baik jangka pendek maupun jangka panjang, terhadap pekerja individu maupun kelompok.
4. Service and Benefits
Merupakan manfaat yang diberikan secara tidak langsung, berbentuk antara lain alternatif pembayaran berjarak waktu untuk asuransi pelayanan kesehatan, asuransi jiwa dan pension. Kompensasi dapat digunakan untuk 2 (dua) tujuan dasar, yaitu untuk menarik dan mempertahankan Sumber Daya Manusia yang berkualitas serta untuk memotivasi karyawan agar mencapai tingkat performansi yang lebih tinggi. Kompensasi yang berupa gaji merupakan jenis kompensasi untuk mencapai tujuan pertama. Sementara jenis kompensasi yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan kedua adalah insentif.
Insentif merupakan bagian dari upah berdasarkan kinerja (performance pay) yang diberikan dalam bentuk uang dan ditetapkan berdasarkan prestasi. Semakin tinggi prestasi kerjanya, semakin besar pula insentif yang diberikan. Menurut Agency Theory (Jensen and Meckling, 1976 dalam LETMI ITB, 2007), insentif digunakan untuk mendorong karyawan dalam memperbaiki kualitas dan kuantitas hasil kerjanya serta mendorong karyawan untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik (Ruky, 2002).
Insentif adalah penghargaan kepada karyawan atas segala jerih payah dalam meningkatkan tugas dalam memberikan pelayanan kepada konsumen di luar gaji yang diterima setiap bulan dengan besaran berubah‐ubah sesuai dengan hasil kinerja. Beberapa ahli mengatakan bahwa pemberian gaji pokok hanya membuat para karyawan merasa aman, namun tidak mampu memberikan motivasi. Upah
(18)
yang dikaitkan dengan kinerja dikatakan mampu memberikan motivasi untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
Insentif dapat diberikan dalam beberapa bentuk, yaitu:
1. Insentif Finansial
Insentif finansial merupakan insentif yang diberikan kepada karyawan atas hasil kerja mereka dan biasanya diberikan dalam bentuk :
a. Uang: bonus, komisi, pembagian laba, kompensasi yang ditangguhkan; b. Tunjangan: tunjangan bulanan, asuransi jiwa, tunjangan kesehatan atau
tunjangan cuti;
c. Perumahan: rumah dinas atau disediakan uang kontrakan; d. Kendaraan;
e. Fasilitas komunikasi; dan f. Fasilitas hiburan: TV, VCD.
2. Insentif Non‐Finansial
Insentif non‐finansial dapat diberikan dalam bentuk: a. Pemberian piagam penghargaan;
b. Promosi jabatan;
c. Pemberian tanda jasa/medali;
d. Pemberian perlengkapan khusus pada ruangan kerja; e. Peluang melanjutkan pendidikan atas biaya pemerintah; f. Peluang mengikuti diklat; dan
g. Peluang mendapatkan kenaikan pangkat istimewa
3. Kombinasi
Insentif ini diberikan dalam bentuk kombinasi antara insentif finansial dan non‐ finansial. Namun menurut Ruky (2002) insentif yang diberikan dalam bentuk uang lebih dapat meningkatkan produktivitas dibandingkan dengan teknik‐ teknik lainnya, seperti penetapan tujuan, partisipasi karyawan dalam pengambilan keputusan atau pemerkayaan pekerjaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas karyawan adalah dengan memperbaiki sistem pengupahan yang dapat meningkatkan motivasi kerja karyawan.
(19)
2.2 Manajemen Kinerja
Secara mendasar, manajemen kinerja merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai dari perencanaan kinerja, pemantauan/peninjauan kinerja, penilaian kinerja dan tindak lanjut berupa pemberian penghargaan dan hukuman. Rangkaian kegiatan tersebut haruslah dijalankan secara berkelanjutan.
Menurut Baird (1986), definisi Manajemen Kinerja adalah suatu proses kerja dari kumpulan orang‐ orang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dimana proses kerja ini berlangsung secara berkelanjutan dan terus‐ menerus. Menurut Direktorat Jenderal Anggaran (2008), manajemen kinerja merupakan suatu proses strategis dan terpadu yang menunjang keberhasilan organisasi melalui pengembangan performansi aspek‐aspek yang menunjang keberadaan suatu organisasi. Pada implementasinya, manajemen kinerja tidak hanya berorientasi pada salah satu aspek, melainkan aspek‐aspek terintegrasi dalam mendukung jalannya suatu organisasi.
Menurut Dessler (2003:322), definisi Manajemen Kinerja adalah proses mengonsolidasikan penetapan tujuan, penilaian, dan pengembangan kinerja ke dalam satu sistem tunggal bersama, yang bertujuan memastikan kinerja karyawan mendukung tujuan strategis perusahaan. Menurut Udekusuma (2007), Manajemen kinerja adalah suatu proses manajemen yang dirancang untuk menghubungkan tujuan organisasi dengan tujuan individu sedemikian rupa, sehingga baik tujuan individu maupun tujuan perusahaan dapat bertemu. Dalam hal ini bagi pekerja bukan hanya tujuan individunya yang tercapai tetapi juga ikut berperan dalam pencapaian tujuan organisasi, yang membuat dirinya termotivasi serta mendapat kepuasan yang lebih besar.
Bacal (1998) mengungkapkan 5 (lima) pandangan dasar dalam sistem manajemen kinerja, yaitu:
1 Model integratif untuk kinerja organisasi. Pada pandangan ini, manajemen kinerja sebagai suatu struktur sistem integratif yang saling berkesinambungan antar aspek. Sehingga, keberhasilan manajemen
(20)
kinerja ditentukan oleh keseluruhan aspek yang ada dalam suatu organisasi, tidak ditentukan bagian per bagian.
2 Fokus pada proses dan hasil. Manajemen kinerja menjadi suatu sistem yang tidak hanya berorientasi pada hasil (pandangan tradisional). Proses menjadi salah satu aspek penunjang yang penting dalam penentuan hasil yang baik.
3 Keterlibatan pihak yang berkaitan dalam pencapaian tujuan. Pekerja sebagai subyek utama yang melakukan proses bisnis organisasi secara langsung. Maka dari itu, keterlibatan pihak yang berkaitan (pekerja) menjadi penunjang dalam pencapaian tujuan organisasi.
4 Penilaian kinerja objektif dan mengena pada sasaran. Manajemen kinerja mencakup penilaian kinerja objektif dan sesuai dengan sasaran tiap bagian organisasi yang berkaitan. Akhirnya, hal ini berpotensi pada dampak positif dari penilaian kinerja yang sukses dan terstruktur.
5 Evaluasi dan pembelajaran antara atasan dan bawahan. Manajemen kinerja yang baik mampu menyediakan suatu hasil evaluasi kinerja terukur. Hasil evaluasi dapat memberikan informasi pada pihak terkait (atasan maupun bawahan). Informasi mengenai hasil evaluasi dapat menjadi sarana pembelajaran dan penentu tindakan perbaikan di masa mendatang.
Adapun tujuan dari manajemen kinerja adalah (Williams, 1998; Armstrong & Baron, 2005; Wibisono, 2006):
1 Mengatur kinerja organisasi dengan lebih terstruktur dan terorganisir. 2 Mengetahui seberapa efektif dan efisien suatu kinerja organisasi.
3 Membantu penentuan keputusan organisasi yang berkaitan dengan kinerja organisasi, kinerja tiap bagian dalam organisasi, dan kinerja individual.
4 Meningkatkan kemampuan organisasi secara keseluruhan dengan perbaikan berkesinambungan.
5 Mendorong karyawan agar bekerja sesuai prosedur, dengan semangat, dan produktif sehingga hasil kerja optimal.
(21)
Manajemen kinerja yang efektif akan memberikan beberapa hasil, diantaranya adalah:
! Tujuan yang jelas bagi organisasi dan proses yang benar untuk mengidentifikasi, mengembangkan, mengukur, dan membahas tujuan.
! Integrasi antara tujuan secara luas yang dibuat oleh manajemen senior dengan tujuan masing‐masing pekerja.
! Kejelasan yang lebih baik mengenai aspirasi dan tujuan organisasi.
! Pelaksanaan dialog berkelanjutan antara manajemen dengan pekerja.
! Pengembangan lingkungan yang lebih terbuka.
! Perusahaan dapat mencapai hasil yang diinginkan.
! Mendorong pengembangan pribadi. 2.3 Prinsip Dasar dalam Pemberian Insentif
Dalam menyusun skala tunjangan remunerasi PNS perlu diperhatikan beberapa azas dan prinsip sebagai berikut:
1. Azas Keadilan
Insentif sebagai imbalan atas jasa kerja harus mencerminkan keadilan, yaitu bahwa imbalan tersebut harus sesuai atau sebanding dengan jasa kerja yang diberikan oleh masing‐masing pegawai dalam proses bekerja. Mereka yang memberikan upaya atau kontribusi lebih besar patut menerima tunjangan yang lebih tinggi. Dengan asas adil akan tercipta suasana kerja sama yang baik, semangat kerja, disiplin, loyalitas, dan stabilitas karyawan akan lebih baik.
2. Azas Berimbang
Insentif juga harus berimbang. Mereka yang menduduki jabatan yang serupa harus menerima tunjangan yang kira‐kira sama.
3. Tunjangan yang Diberika Layak dan Wajar
Insentif harus dapat memenuhi kebutuhan hidup pegawai dan keluarganya secara layak dan wajar.
(22)
Sistem pemberian insentif harus mampu meningkatkan kualitas pegawai, mendorong peningkatan prestasi dan produktivitas kerja, menumbuhkan motivasi dan kreativitas.
5. Sesuai Kemampuan Anggaran Daerah
Sistem insentif harus mampu menjamin kelangsungan organisasi. Pemerintah Daerah tidak boleh membayar insentif terus menerus lebih tinggi dari kemampuan anggarannya sehingga mengakibatkan anggaran defisit. 6. Meminimalkan Kesenjangan
Perlu dijaga keseimbangan besaran tunjangan untuk tidak terjadi kesenjangan yang mencolok antara jabatan tertinggi dengan terendah maupun antar masing‐masing jabatan.
2.4 Metode Perhitungan Insentif
Banyak ragam penilaian kinerja PNS yang sudah dikeluarkan Pemerintah, mulai dari DP3 hingga yang terbaru menggunakan Sasaran Kerja Pegawai (SKP). Pemerintah dalam hal ini Presiden Republik Indonesia sudah mengeluarkan aturan mengenai Sasaran Kerja Pegawai yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2011 Tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil. Penilaian prestasi kerja PNS merupakan suatu proses penilaian secara sistematis yang dilakukan oleh pejabat penilai terhadap sasaran kerja pegawai dan perilaku kerja PNS (Pasal 1 ayat 2 PP No. 46 Tahun 2011). Tujuannya adalah untuk mengevaluasi kinerja PNS , yang dapat memberi petunjuk bagi manajemen dalam rangka mengevaluasi kinerja unit dan kinerja organisasi secara keseluruhan. Penilaian prestasi kerja PNS menggabungkan antara penilaian Sasaran Kerja Pegawai Negeri Sipil dengan Penilaian Perilaku Kerja. Penilaian prestasi kerja tersebut terdiri dari dua unsur yaitu SKP (sasaran kerja pegawai) dan Perilaku Kerja dengan bobot penilaian masing‐masing unsur SKP sebesar 60 % dan Perilaku Kerja sebesar 40 %. Hasil penilaian prestasi kerja PNS dimanfaatkan sebagai dasar pertimbangan baik tunjangan pegawai maupun karir‐nya.
Tidak terkecuali Pemerintah Kota Cimahi, dimana sudah mulai melaksanakan perhitungan tunjangan kinerja (TKD) untuk menunjang produktivitas. Akan
(23)
tetapi, proses ini masih belum berdasar kepada peraturan perundangan yang berlaku dan butuh pelaksanaan dan pengawasan yang serius dari seluruh unsur Pemerintahan Kota Cimahi.
2.5 Prinsip Sistem Tunjangan Kinerja Daerah
Sistem Tunjangan Kinerja Daerah yang baik, haruslah menganut prinsip‐prinsip beikut :
a. Transparansi, sistem yang dikembangkan haruslah jelas dari segi input, proses dan outputnya. Sehingga pegawai dapat dengan mudah mengetahui proses berjalannya sistem.
b. Keadilan, sistem yang dikembangkan berazaskan keadilan. Ini berarti harus sesuai dengan hak dan tanggung jawab yang melekat pada individu masing‐masing.
c. Akuntabilitas, sistem dibuat dengan konsep kemudahan melakukan
tracking nilai‐nilai yang ditampilkan. Sehingga tidak ada kesalahpahaman terhadap penilaian yang berjalan.
2.6 Asumsi dasar sistem
Secara umum, penilaian prestasi kerja PNS dibagi dalam 2 (dua) unsur yaitu : 1. Sasaran Kerja Pegawai (SKP) merupakan rencana kerja dan target yang akan
dicapai oleh seorang PNS dan dilakukan berdasarkan kurun waktu tertentu. Sasaran kerja pegawai ini meliputi unsur :
a. Kuantitas merupakan ukuran jumlah atau banyaknya hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai.
b. Kualitas merupakan ukuran mutu setiap hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai.
c. Waktu merupakan ukuran lamanya proses setiap hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai.
d. Biaya merupakan besaran jumlah anggaran yang digunakan setiap hasil kerja oleh seorang pegawai.
2. Perilaku kerja merupakan setiap tingkah laku, sikap atau tindakan yang dilakukan oleh seorang PNS yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan
(24)
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang‐undangan yang berlaku. Adapun unsur perilaku kerja meliputi :
a. Orientasi pelayanan merupakan sikap dan perilaku kerja PNS dalam memberikan pelayanan kepada yang dilayani antara lain meliputi masyarakat, atasan, rekan sekerja, unit kerja terkait, dan/atau instansi lain.
b. Integritas merupakan kemampuan seorang PNS untuk bertindak sesuai dengan nilai, norma dan etika dalam organisasi.
c. Komitmen merupakan kemauan dan kemampuan seorang PNS untuk dapat menyeimbangkan antara sikap dan tindakan untuk mewujudkan tujuan organisasi dengan mengutamakan kepentingan dinas daripada kepentingan diri sendiri, seseorang, dan/atau golongan.
d. Disiplin merupakan kesanggupan seorang PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang‐ undangan atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi sanksi.
e. Kerja sama merupakan kemauan dan kemampuan seorang PNS untuk bekerja sama dengan rekan sekerja, atasan, bawahan baik dalam unit kerjanya maupun instansi lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan tanggung jawab yang diembannya.
f. Kepemimpinan merupakan kemampuan dan kemauan PNS untuk memotivasi dan mempengaruhi bawahan atau orang lain yang berkaitan dengan bidang tugasnya demi tercapainya tujuan organisasi.
Disamping melakukan Kegiatan Tugas Jabatan yang sudah menjadi tugas dan fungsi pokoknya, apabila seorang pegawai memiliki tugas tambahan terkait dengan jabatannya, maka dapat dinilai dan ditetapkan menjadi tugas tambahan. Tugas tambahan pada dasarnya merupakan kegiatan pendukung tugas pokok yang dibebankan kepada pegawai untuk dilaksanakan. Seorang PNS yang melaksanakan tugas tambahan yang diberikan oleh pimpinan/ pejabat penilai yang berkaitan dengan tugas pokok jabatannya, maka hasilnya dapat dinilai sebagai bagian dari SKP (sasaran kerja pegawai). Dalam Penjelasan PP Nomor 46
(25)
Tahun 2011 Pasal (10) yang dimaksud dengan tugas tambahan adalah tugas lain atau tugas‐tugas yang ada hubungannya dengan tugas jabatan yang bersangkutan dan tidak ada dalam SKP yang telah ditetapkan. Selain tugas tambahan, PNS yang telah menunjukkan kreatifitas yang bermanfaat bagi organisasi dalam melaksanakan tugas pokok jabatan, hasilnya juga dapat dinilai sebagai bagian dari capaian SKP (sasaran kerja pegawai). Pengertian kreativitas di sini maksudnya adalah kemampuan individu atau organisasi untuk menciptakan sesuatu yang baru dan mempunyai nilai manfaat bagi keberlangsungan organisasi.
Penilaian prestasi kerja PNS dilaksanakan oleh Pejabat Penilai sekali dalam 1 tahun (akhir Desember tahun bersangkutan/ akhir Januari tahun berikutnya). Unsur perilaku kerja yang mempengaruhi prestasi kerja yang dievaluasi harus relevan dan berhubungan dengan pelaksanaan tugas pekerjaan dalam jenjang jabatan setiap Pegawai Negeri Sipil yang dinilai. Penilaian prestasi kerja PNS bertujuan untuk menjamin objektivitas pembinaan PNS yang dilakukan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. Formula Rumusan Penilaian Capaian SKP, berdasarkan aspek :
a. Aspek Kuantitas:
��������� = ����������_������
������_������ � 100
Penilaian Prestasi Kerja PNS terdiri
atas:
Sasaran Kerja Pegawai (SKP) =
60%
Perilaku Kerja (PK) = 40%
(26)
b. Aspek Kualitas :
��������=
����������_��������
������_�������� � 100
c. Aspek Waktu :
����� = (
�����!"#$%&'()* � ������!"#$% )−���������!"#$%
������!"#$% � 100
NilaiTertimbang = 1.76
Untuk aspek waktu, maka terdapat beberapa kriteria hasil sebagai berikut : i. Jika kegiatan tidak dilakukan maka realisasi waktu 0 (nol)
ii. Jika aspek waktu yang tingkat efisiensinya ≤ 24% diberikan nilai baik sampai dengan sangat baik
iii. Jika aspek waktu yang tingkat efisiensinya > 24% diberikan nilai cukup sampai dengan buruk
Untuk menghitung presentase tingkat efisiensi waktu dari target waktu, menggunakan rumus
���������!"#$% = 100%−
���������!"#$%
������!"#$% �100%
d. Biaya, faktor biaya dibutuhkan untuk jabatan fungsional, maka rumus yang digunakan adalah :
��������� ��� ����� =
���������� ������
������ ������ � 100%
i. Jika Kegiatan tidak dilakukan maka realisasi biaya 0 (nol) ii. Jika Tingkat efisiensi ≤ 24% (bernilai baik ‐ sangat baik)
iii. Jika Tingkat efisiensi > 24% diberikan nilai cukup sampai dengan buruk
iv. Untuk menghitung presentase tingkat efisiensi biaya dari target biaya
(27)
���������!"#$# = 100%−
���������!"#$#
������!"#$# �100%
Nilai capaian SKP dinyatakan dengan angka dan keterangan sbb: a. 91 – ke atas :Sangat baik
b. 76 – 90 : Baik c. 61 – 75 : Cukup d. 51 – 60 : Kurang
(28)
BAB 3
. METODOLOGI
3.1 Metodologi
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan Deskriptif Analisis untuk menggambarkan kondisi eksisting berdasarkan data faktual, untuk selanjutnya dianalisis menggunakan data kuantitatif. Rincian Tahapan pelaksanaan pekerjaan ini meliputi :
1. Tahap Persiapan
2. Tahap Survey, Pengumpulan dan Pengolahan Data 3. Tahap Analisis dan Desain
4. Tahap Forum Group Discussion (FGD)
5. Tahap Penyusunan Laporan
3.1.1 Tahap Persiapan
Kegiatan dimulai dengan melakukan persiapan pekerjaan yang dimulai dengan melakukan kajian literatur dan data awal dalam rangka penetapan desain kajian serta inventarisasi kebutuhan data. Target pada tahap ini adalah tersepakatinya desain kajian, metode dan pendekatan kajian serta tersusunnya rencana survey. 3.1.2 Tahap Survey, Pengumpulan dan Pengolahan Data
Survei merupakan salah satu cara yang mampu memberikan informasi yang akurat atau sering disebut dengan metode untuk mendapatkan data primer berupa :
a. Informasi tentang Pendapatan Daerah, Belanja Daerah dan Biaya Daerah,
b. Informasi terkait Sumberdaya Manusia,
c. Informasi mekanisme TPP yang telah berjalan berikut besarannya Sehingga informasi yang diperoleh dapat menjadi dasar analisis kajian ini.
Pengumpulan data diperoleh dari hasil datang langsung ke SETDA Bagian Administrasi dan Pembangunan, Bagian Keuangan dan Perekonomian serta Badan Kepegawaian Daerah Pemerintah Kota Cimahi. Setelah data dikumpulkan
(29)
maka dilakukan pengolahan serta analisis data menggunakan analisis deskriptif untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang mekanisme pembiayaan TPP eksisting berdasarkan Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah Pemerintah Kota Cimahi.
3.1.3 Tahap Analisis dan Desain
Analisis data dilakukan melalui tahapan berikut :
1. Analisis peraturan perundangan terkait, terutama PermenPanRB No.63 Tahun 2011 dan PerkaBKN No.01 Tahun 2013
2. Perumusan besaran tunjangan kinerja
3. Perumusan mekanisme pembiayaan tunjangan kinerja. Pada tahap perumusan besaran tunjangan kinerja akan dilakukan penjabaran besaran model lama dan baru tunjangan kinerja berdasarkan faktor‐ faktor yang sudah didapatkan sebelumnya dan data kepegawaian yang faktual. Output dari tahapan ini adalah skenario besaran tunjangan berbasis kinerja untuk selanjutnya dirumuskan mekanisme pembiayaannya.
Dengan adanya skenario besaran tunjangan berbasis kinerja yang sudah dirumuskan berpotensi akan menambah beban belanja, khususnya belanja pegawai pada struktur APBD Pemerintah Kota Cimahi.
Perumusan TPP berdasarkan amanat Permenpan Nomor 63 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Sistem Tunjangan Kinerja Pegawai Negeri, dimana pemberian tunjangan berbasis kinerja didasarkan pada tingkat capaian pelaksanaan reformasi birokrasi, nilai dan kelas jabatan, indeks harga nilai jabatan, faktor penyeimbang, dan indeks tunjangan kinerja daerah provinsi.
Pada tahap ini diperlukan data mengenai Evaluasi Jabatan SKPD Kota Cimahi. Namun berhubung data Evaluasi Jabatan belum tersedia, maka analisis dilakukan berdasarkan data Analisis Jabatan sehingga belum merefleksikan kondisi yang sebenarnya.
(30)
3.1.3.1 Focus Group Discussion (FGD)
Hasil analisis data dan temuan dilapangan selanjutnya dilakukan Focus Group Discussion (FGD) pada tanggal 5 Desember 2014 yang dihadiri oleh Perwakilan 3 SKPD yaitu Bagian Administrasi dan Pembangunan SETDA, Bagian Keuangan dan Perekonomian SETDA serta Badan Kepegawaian Daerah Pemerintah Kota Cimahi. Tahap FGD ini juga bertujuan untuk melakukan cross‐check terhadap data hasil lapangan dan scenario formulasi TPP. Hasil FGD selanjutnya dijadikan acuan untuk membuat analisis dan kesimpulan akhir.
3.1.4 Tahap Penyusunan Laporan
Tahap Penyusunan Laporan Akhir dilakukan setelah FGD selesai berdasarkan tahapan kajian di atas.
(31)
BAB 4
. ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Sumberdaya Manusia
Berdasarkan data yang diperoleh, Kondisi Sumberdaya Manusia Pemerintah Kota Cimahi sampai dengan Desember 2013 adalah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3 berikut ini.
Gambar 3. Komposisi SDM Kota Cimahi
Terlihat bahwa pegawai dengan golongan IV/a mendominasi dengan jumlah sebesar 2117 atau sekitar 36%, dilanjutkan dengan pegawai golongan III/c sebesar 11%, kemudian III/b sebesar 10% (Gambar 4). 12 38 33 22 192 508 237 291 505 565 650 319 2117 283 33 6 1
0 500 1000 1500 2000 2500
I/a I/b I/c I/d II/a II/b II/c II/d III/a III/b III/c III/d IV/a IV/b IV/c IV/d IV/e
(32)
Gambar 4. Prosentase SDM Kota Cimahi Per‐Golongan
Berdasarkan data SDM yang ada, ditunjang dengan hasil Forum Group Discussion
yang telah dilaksanakan, bahwa 60% dari 5812 jumlah pegawai yang ada didominasi oleh Guru. Dimana profesi Guru sudah mendapatkan tunjangan Guru. Sehingga apabila angka 40%‐nya adalah pegawai Pemerintah kota Cimahi, maka angka tersebut berkisar 2325 orang pegawai non‐Guru. Angka inilah yang kemudian kami gunakan dalam perhitungan.
4.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah Kota Cimahi
Berdasarkan data Lakip 2008‐2013 yang kami peroleh, terlihat besaran Pendapatan Total Pemerintah Kota Cimahi bervariasi tiap tahunnya. Akan tetapi terjadi penurunan yang cukup rendah terjadi pada kurun waktu 2012 menuju 2013, dimana angka realisasi pada 2012 adalah Rp. 872,553,880,911.00 dan 2013 sebesar Rp. 872,552,563,936.00 (Tabel 1). walau tidak cukup besar, akan tetapi cukup berpengaruh terhadap Besaran Belanja Daerah, dimana Belanja Daerah cenderung naik tiap‐tahunnya.
I/a 0% 1% I/b
I/c 1% 0% I/d
II/a 3% II/b
9% II/c 4%
II/d 5%
III/a 9%
III/b 10% III/c
11% III/d
5% IV/a
36%
IV/b 5% IV/
c 1%
IV/d 0%
IV/e 0%
(33)
Tabel 1. Pendapatan Total Kota Cimahi
Tahun Pendapatan Total (PT)
Target Realisasi
2008 ‐ 501,879,586,763.00
2009 561,750,581,298.00 592,066,884,241.00 2010 627,302,077,226.66 619,488,837,730.00 2011 716,050,128,278.12 722,983,366,785.00 2012 866,254,872,874.05 872,553,880,911.00 2013 866,254,872,874.00 872,552,563,936.00 Sumber : Olahan berdasarkan Lakip Kota Cimahi 2008‐2013
Untuk Pendapatan Total Kota Cimahi, walaupun pada tahun 2013 sedikit mengalami penurunan akan tetapi tren memperlihatkan secara total mengalami peningkatan (Gambar 5).
Gambar 5. Pendapatan Total dan Prediksi Linear Kota Cimahi
Untuk pendapatan Asli Daerah, tiap tahunnya cenderung memperlihatkan tren kenaikan, hanya saja pada tahun 2012 dan 2013 mengalami penurunan (Tabel 2).
2008 2009 2010 2011 2012 2013 Target Realisasi Linear (Target) Linear (Realisasi)
(34)
Tabel 2. Pendapatan Asli Daerah Kota Cimahi
Tahun Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Target Realisasi
2008 ‐ 65,108,491,622.00
2009 76,278,639,222.00 75,049,167,992.00 2010 81,594,254,429.50 87,321,034,057.00 2011 109,043,541,699.00 117,914,378,161.00 2012 126,601,535,599.00 144,541,919,313.00 2013 126,601,535,599.00 144,540,602,338.00 Sumber : Olahan berdasarkan Lakip Kota Cimahi 2008‐2013
Walaupun demikian, akan tetapi tren memperlihatkan kecenderungan peningkatan secara total tiap tahunnya (Gambar 6).
Gambar 6. Pendapatan Asli Daerah dan Prediksi Linear Pemerintah Kota Cimahi
Untuk belanja pegawai, tiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan, kecuali memang seperti pendapatan total dan pendapatan asli daerah. Besaran belanja pegawai nampaknya disesuaikan dengan kondisi tersebut. Berdasarkan
Tabel 3) terlihat bahwa tahun 2013 kondisi realisasi belanja pegawai turun sebesar Rp. 454,539,775.‐.
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Target Realisasi
(35)
Tabel 3. Besaran Belanja Pegawai Kota Cimahi
Tahun Belanja Pegawai (BP)
Target Realisasi
2008 ‐ 276,542,243,307.00
2009 300,571,937,432.00 258,450,627,297.00 2010 399,986,271,438.00 350,649,907,025.00 2011 444,313,663,736.00 421,283,906,932.00 2012 540,662,141,872.80 492,294,829,754.00 2013 540,061,099,782.80 491,840,289,979.00 Sumber : Olahan berdasarkan Lakip Kota Cimahi 2008‐2013
Berdasarkan data tersebut, apabila dibandingkan seperti pada Tabel 4, untuk realisasi Pendapatan Asli Daerah terhadap belanja total rata‐rata berkisar 15% tiap tahunnya. Untuk realisasi Belanja Pegawai terhadap Pendapatan Total berkisar 54% tiap tahunnya. Sebaliknya, Belanja Pegawai tidak bisa ditopang oleh Pendapatan Asli Daerah. Jika kondisi ini dialami, maka akan terjadi defisit.
Berdasarkan data yang diperoleh, sumber dana untuk Belanja Pegawai saat ini masih bersumber pada Pendapatan Total, mengingat realisasi capaian PAD terhadap Pendapatan Total Kota Cimahi masih sangat kecil, yaitu rata‐rata hanya 15% setiap tahunnya, sementara kebutuhan Belanja Pegawai mengambil porsi yang lebih besar.
Tabel 4. Prosentase PAD, Belanja Pegawai terhadap Pendapatan Total
Tahun Realisasi Realisasi Realisasi
% PAD thd PT % BP thd PT % BP thd PAD
2008 13% 55% 425%
2009 13% 44% 344%
2010 14% 57% 402%
2011 16% 58% 357%
2012 17% 56% 341%
2013 17% 56% 340%
Sumber : Olahan berdasarkan Lakip Kota Cimahi 2008‐2013
(36)
Apabila kita proses secara statistik (Gambar 7), maka angka Belanja Pegawai Kota Cimahi akan terus mengalami peningkatan secara linear. Ini diakibatkan oleh beban Pegawai yang tiap tahunnya akan selalu mengalami peningkatan.
Gambar 7. Besaran Belanja Pegawai dan Prediksi Linear Pemerintah Kota Cimahi
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, porsi Pendapatan Asli Daerah terhadap Pendapatan Total Kota Cimahi sangat kecil hanya mencapai angka 15% saja. Ini dapat terlihat seperti ditunjukkan pada Gambar 8 berikut.
Gambar 8. Rasio PAD dan Sektor Lain terhadap Besaran Pendapatan Total
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Target Realisasi
Linear (Target) Linear (Realisasi)
501,879,586,763.00
592,066,884,241.00
619,488,837,730.00
722,983,366,785.00
872,553,880,911.00
872,552,563,936.00 65,108,491,622.00
75,049,167,992.00 87,321,034,057.00
117,914,378,161.00
144,541,919,313.00 144,540,602,338.00
2008 2009 2010 2011 2012 2013 Realisasi PT Realisasi PAD
(37)
4.3 Formulasi Besaran Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP)
Berdasarkan PermenPANRB No.63 Tahun 2011, perhitungan besaran TPP didasarkan pada komponen berikut :
1. Kelas Jabatan 2. Batas Nilai
3. Nilai Rata‐rata Jabatan 4. Index Harga Jabatan 5. Faktor Penyeimbang 6. ITDKP
4.3.1 Penentuan Kelas Jabatan
Data menunjukkan bahwa SDM Kota Cimahi sebesar 40% dari 5812 atau sekitar 2325 orang adalah murni pegawai non‐Guru. Dari data tersebut, selanjutnya diolah merujuk pada PermenPanRB No. 63 Tahun 2011 bahwa terdapat sekitar 17 Kelas Jabatan. Kelas Jabatan ini dapat diterapkan apabila instansi pemerintah sudah melaksanakan Analisa Jabatan, Analisa Beban Kerja dan Evaluasi Jabatan. Kondisi yang ada di Pemkot Cimahi memperlihatkan bahwa belum dilakukan Evaluasi Jabatan (Evjab), sehingga dasar penentuan kelas jabatan ditentukan berdasarkan Golongan Ruang. Dalam hal ini, golongan tertinggi (IV/e) yang ada di Pemkot Cimahi menempati Kelas Jabatan 17, dan seterusnya hingga terendah yaitu golongan I/a menempati Kelas Jabatan 1 (Tabel 5).
Untuk Eselonisasi, kemudian disesuaikan dengan Jabatan dan Golongan yang bersangkutan sehingga didapat urutan seperti ditunjukkan pada Tabel 5.
(38)
Tabel 5. Asumsi Kelas Jabatan terhadap Pangkat Golongan Sumber : Hasil olahan penelitian, 2014 4.3.2 Index Harga Jabatan
Berdasarkan PerMenPANRB No.63 Tahun 2011 bahwa Index Harga Jabatan diperoleh dari hasil pembagian Upah Minimum Regional Provinsi (UMRP) dengan Nilai Rata‐Rata Jabatan Terendah. Untuk besaran UMRP Provinsi Jawa
KELAS
JABATAN GOL JABATAN ESELON
17 IV/e (1) Walikota;
16 IV/d (2) Wakil Walikota II.a
15 IV/c (1) Sekda II.a
14 IV/b (1) Kepala Badan; (2) Kepala Dinas; (3) Inspektorat; (4) Direktur; (5) AsDa; (6) Staf Ahli; (7) Sek‐Wan II.b 13 IV/a (1) Sekretaris Badan/ Dinas/ Inspektorat/ Komisi; (2) Inspektur Pembantu Wilayah; (3) Kepala Kantor; (4) Camat; (5) Wakil Direktur; (6) Kepala Satuan Satpol PP; (7) Kepala Bagian (Sekda/ Sekwan) III.a 12 III/d (1) Kepala Bidang (Badan/ Dinas/ ); (2) Kepala Bagian (RSUD); (3) Sekretaris Camat; (4) Sekretaris Dewan III.b 11 III/c (1) Kepala Sub‐Bidang (Badan/ Dinas); (2) Kepala Sub‐Bagian(Badan/ Dinas/ Inspektorat/ Kantor/ Sekda/ Sekwan/ Sekretariat KPU); (3) Kepala Seksi (Dinas/ Kantor/ Kecamatan); (4) Kepala UPT (Dinas); (5) Kepala UPT/ UPTD (Dinas); (6) Lurah. IV.a 10 III/b (1) Kepala Sub‐Bagian (Dinas/ Kecamatan/ Sekwan Pengurus Korpri); (2) Kepala Tata usaha (SMK); (3) Kepala Seksi (Kelurahan); (4) Sekretaris (Kelurahan) IV.b 9 III/a (1) Kepala Tata Usaha SMP/SMA V.a
8 II/d Struktural
7 II/c Struktural
6 II/b Struktural
5 II/a Struktural
4 I/d Struktural
3 I/c Struktural
2 I/b Struktural
(39)
Barat Kota Cimahi tahun 2014 sebesar Rp. 1,735,473.‐ (SK. Gubernur Jawa Barat No.561/Kep.1636‐Bangsos/2014). Untuk nilai jabatan, Pemkot Cimahi belum melaksanakan Evjab sehingga belum didapatkan angka pasti besaran Nilai Jabatan tiap jenjang‐nya, sehingga pendekatan yang dilakukan adalah menggunakan pendekatan Prov. DKI Jakarta dimana Nilai rata‐rata Jabatan Terendah berkisar 215. Ini dilakukan dengan asumsi bahwa pergerakan Nilai Jabatan Terendah tiap provinsi/ Kota tidak telalu jauh.
Berdasarkan hal ini, maka besaran nilai Index Harga Jabatan dapat kita peroleh sebagai berikut :
����� ����� ������� =
���� ���� ����ℎ�
����� ����−���� ������� �������ℎ ����� ����� ������� = 1,
735,473
215 = 8,072
Perlu diketahui, bahwa masih berdasarkan PermenPANRB No.63/2011 bahwa capaian Index Tunjangan Kinerja Daerah (ITDKP) Provinsi Jawa Barat adalah 0.567 (56.7%). Ini artinya, pelaksanaan capaian Reformasi Birokrasi di Jawa Barat sudah mencapai 0.567. Hal ini akan berpengaruh terhadap perolehan besaran Tunjangan Tambahan Penghasilan Pengawai (TPP) di Kota Cimahi. Seperti ditunjukkan pada Tabel 6 kolom 9 bawa besaran TPP akan mengalami perkalian dengan faktor (ITDKP sebesar 0.567) sehingga dapat dipastikan besaran tunjangan yang diterima tergantung capaian ITDKP, karena faktor pengali‐nya ada di besaran ITDKP Provinsi.
Penentuan kelasj jabatan untuk Pemkot Cimahi sudah dijelaskan diatas, yaitu menggunakan data persamaan Golongan Ruang dan Eselon. Idealnya, kelas jabatan ini merupakan hasil pemetaan dari Nilai Jabatan (Tabel 6 kolom 3) tiap‐ tiap pegawai yang merupakan hasil dari Evaluasi Jabatan kedalam Kelas Jabatan yang bersangkutan. Akan tetapi dikarenakan Pemkot Cimahi belum melaksanakan Evjab, maka dibuat berdasarkan persamaan Golongan Ruang dan Eselon yang dipetakan ke dalam 17 Kelas Jabatan berbeda (Tabel 5). Untuk Nilai
(40)
rata‐rata Jabatan (Tabel 6 kolom 4)merupakan nilai tengah dari Batas Nilai terendah dan tertinggi. Tabel 6. Formulasi Besaran TPP Pemerintah Kota Cimahi No Kelas Jabatan Batas Nilai Nilai rata‐ rata Jabata n Kenaikan Nilai dari Nilai Rata‐ rata dibawahnya Index Harga Jabatan Tunjangan Faktor Penyeimbang Tunjangan TPP Cimahi TPP Berdasarkan ITDKP Jawa Barat (0.567)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
1 17 4055 Keatas
4078 251 8,072
32,917,483 1.00 32,917,483.23 18,664,213
2 16 3605 ‐ 4050 3828 450 8,072
30,895,455 1.00 30,895,455.38 17,517,723
3 15 3155 ‐ 3600 3378 425 8,072
27,263,070 1.00 27,263,070.03 15,458,161
4 14 2755 ‐ 3150 2953 400 8,072
23,832,484 1.00 23,832,483.87 13,513,018
5 13 2355 ‐ 2750 2553 325 8,072
20,603,697 1.00 20,603,696.90 11,682,296
6 12 2105 ‐ 2350 2228 250 8,072
17,980,307 1.00 17,980,307.48 10,194,834
7 11 1855 ‐ 2100 1978 250 8,072
15,962,316 1.00
15,962,315.62 9,050,633
8 10 1605 ‐ 1850 1728 250 8,072
13,944,324 1.00
13,944,323.76 7,906,432
9 9 1355 ‐ 1600 1478 250 8,072
11,926,332 1.00
11,926,331.90 6,762,230 10 8 1105 ‐ 1350 1228 250 8,072 9,908,340 1.00 9,908,340.03 5,618,029 11 7 855 ‐ 1100 978 225 8,072 7,890,348 1.00 7,890,348.17 4,473,827 12 6 655 ‐ 850 753 200 8,072 6,074,156 1.12 6,803,054.16 3,857,332 13 5 455 ‐ 650 553 140 8,072 4,459,762 1.10 4,905,738.21 2,781,554 14 4 375 ‐ 450 413 75 8,072 3,329,687 1.20 3,995,623.88 2,265,519 15 3 305 ‐ 370 338 65 8,072 2,724,289 1.30 3,541,575.72 2,008,073 16 2 245 ‐ 300 273 58 8,072 2,199,611 1.55 3,409,397.25 1,933,128 17 1 190 ‐ 240 215 0 8,072 1,735,473 1.70 2,950,304.10 1,672,822 Sumber : Hasil olahan penelitian, 2014
Untuk Kenaikan Nilai dari Nilai Rata‐rata dibawahnya (Tabel 6 kolom 4), diperoleh dari pengurangan rekursif Nilai Rata‐rata jabatan diatas dengan dibawahnya, begitu seterusnya. Selanjutnya, Index Harga Jabatan seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, diperoleh dari pembagian nilai UMRP dibagi dengan Nilai Rata‐Rata Jabatan Terendah (215).
����� ����� ������� = 1,735,
473
215 = 8,072
(41)
Besaran Tunjangan (Tabel 6 kolom 7), diperoleh melalui rumus :
���������= ����� ����−���� ������� � (����� ����� �������)
sehinga besaran tunjangan dapat bervariasi tergantung dari Nilai Rata‐Rata Jabatan yang berbeda‐beda.
4.3.3 Faktor Penyeimbang
Faktor penyeimbang adalah nilai yang digunakan sebagai dasar pemerataan besaran antar kelas jabatan terutama kelas yang rendah, agar gap besaran TPP yang diterima antar kelas bawah dengan kelas tertinggi tidak terlalu jauh. Berdasarkan perhitungan pembagian Nilai Tunjangan tertingi dibagi Nilai Tunjangan Terendah (Tabel 6 kolom 8), maka besaran faktor penyeimbang Kota Cimahi diperoleh sebagai berikut :
����� ������ �����������=
32,917,483
1,735,473 =18,97
Angka total faktor penyeimbang inilah yang kemudian menjadi faktor pengali Tunjangan sehingga untuk Kelas Jabatan yang sudah tinggi tidak perlu faktor pengali lebih (kalikan dengan 1), dan sebaliknya untuk Kelas Jabatan yang semakin rendah ada faktor pengali agar besaran tunjangan lebih merata. Sehingga apabila kita melihat sebaran nilai Total Faktor Penyeimbang, semakin kebawah maka semakin tinggi. Harapannya memang faktor penyeimbang ini menjadi faktor pengali pembesar dalam perolehan tunjangan bagi kelas‐kelas bawah. Hal ini dapat kita lihat seperti pada (Tabel 6 kolom 9), dimana faktor pengali menjadi faktor signifikan terhadap pendapatan tunjangan TPP tiap kelas terutama yang paling bawah.
4.3.4 ITDKP
Tidak berhenti sampai disini, besaran TPP masih tergantung pada faktor ITDKP (Tabel 6 kolom 10),, dimana ITDKP Jawa Barat tahun 2011 masih berkisar 0.567‐ pun menjadi faktor pengali terakhir bagi besaran Tunjangan TPP yang akan diperoleh. Seperti terlihat pada (Tabel 6 kolom 10) besaran tunjangan tiap kelasnya akan mengalami perkalian sebesar 0.567 sehingga dapat dipastikan apabila ITDKP Provinsi Jabar semakin tinggi, maka semakin tinggi pula
(42)
perolehan tunjangan TPP. ITDKP tergantung dari capaian Reformasi Birokrasi yang dilaksanakan ditingkat Provinsi‐nya.
4.4 Anggaran yang dibutuhkan
Selanjutnya, kita simulasikan besaran dana yang dibutuhkan TPP setiap tahunnya dan sebarapa besar bebannya terhadap Pendapatan Total.
Diketahui bahwa Golongan Ruang terbesar di Pemkot Cimahi adalah Golongan IV/a (36.4%), Golongan III/c (11.18%). Kita simulasikan sebagai berikut :
! Pegawai A, Golongan IV/a " Kelas Jabatan 13, besaran Tunjangan setelah ITDKP perbulannya sebesar Rp. 11,682,296.‐. Untuk 12 Bulan, maka 12 x Rp. 11,682,296.‐ = Rp. 140,187,554.‐
! Pegawai B, Golongan III/c " Kelas Jabatan 11, besaran Tunjangan setelah ITDKP perbulannya sebesar Rp. 9,050,633.‐. Untuk 12 Bulan, maka 12 x Rp. 9,050,633.‐ = Rp. 108,607,595.‐
! Pegawai C, Golongan II/b " Kelas Jabatan 6, besaran Tunjangan setelah ITDKP perbulannya sebesar Rp. 3,857,332.‐. Untuk 12 Bulan, maka 12 x Rp. 3,857,332.‐ = Rp. 46,287,981.‐
Dengan menggunakan Asumsi dari 5812 jumlah pegawai di Kota Cimahi, hanya 40% atau sekitar 2325 Pegawai saja yang merupakan pegawai Non‐guru, maka kebutuhan dana untuk TPP dapat kita hitung sebagai berikut :
! Kebutuhan dana Pegawai A,B,C selama 12 Bulan sebesar Rp. 295,083,130.‐
! Maka kebutuhan dana untuk 2325 Pegawai adalah sebesar :
������� ���� ��� 1 ��ℎ��=2325 � ��.295,083,130∶ 3
= ��. 228,689,425,466.16
! Apabila kita melihat Realisasi Pendapatan Total Tahun 2013 sebesar Rp.872,552,563,936.‐ maka beban TPP 1 tahun berkisar sekitar 26.24% terhadap Pendapatan Total.
(43)
Maka dengan demikian, besaran TPP menghabiskan dana sebesar Rp. 228,984,508,596 atau 26.24% dari Pendapatan Total atau 158% dari Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kota Cimahi.
Dengan perhitungan yang sama, apabila guru tetap memperoleh besaran insentif sebesar rata‐rata Rp. 400,000.‐ maka besaran TPP akan menghabiskan dana sebesar Rp. 245,723,068,596.‐ atau 38.16% dari Pendapatan Total atau 170% dari Pendapatan Asli Daerah Kota Cimahi.
4.5 Besaran TPP Untuk Tiap Kelas Jabatan
Dengan menggunakan perhitungan seperti diuraikan diatas, maka diperoleh besaran TPP untuk tiap kelas jabatan seperti terlihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Skenario Besaran TPP KELAS
JABATAN GOL JABATAN ESELON
SKENARIO TPP (Hasil Kajian)
BESARAN EKSISTING
17 IV/e (1) Walikota; 18,664,213 16 IV/d (2) Wakil Walikota 17,517,723 15 IV/c (1) Sekda II.a 15,458,161 20,000,000
14 IV/b
(1) Kepala Badan; (2) Kepala Dinas; (3) Inspektorat; (4) Direktur; (5) AsDa; (6) Staf Ahli;
(7) Sek‐Wan II.b 13,513,018 7,500,000
13 IV/a
(1) Sekretaris Badan/ Dinas/ Inspektorat/ Komisi; (2) Inspektur Pembantu Wilayah; (3) Kepala Kantor; (4) Camat; (5) Wakil Direktur; (6) Kepala
Satuan Satpol PP; (7) Kepala Bagian (Sekda/
Sekwan) III.a 11,682,296 5,000,000
12 III/d
(1) Kepala Bidang (Badan/ Dinas/ ); (2) Kepala Bagian (RSUD); (3) Sekretaris Camat; (4)
Sekretaris Dewan III.b 10,194,834 4,250,000
11 III/c (1) Kepala Sub‐Bidang (Badan/ Dinas); (2) Kepala Sub‐Bagian(Badan/ Dinas/ Inspektorat/ Kantor/ Sekda/ Sekwan/ Sekretariat KPU); (3) Kepala Seksi (Dinas/ Kantor/ Kecamatan); (4) Kepala UPT (Dinas); (5) Kepala UPT/ UPTD (Dinas); (6)
Lurah. IV.a 9,050,633
2,500,000‐ 3,750,000 10 III/b (1) Kepala Sub‐Bagian (Dinas/ Kecamatan/ Sekwan Pengurus Korpri); (2) Kepala Tata usaha (SMK); (3) Kepala Seksi (Kelurahan); (4)
Sekretaris (Kelurahan) IV.b 7,906,432
2,000,000 ‐ 2,250,000 9 III/a (1) Kepala Tata Usaha SMP/SMA V.a 6,762,230 8 II/d Struktural 5,618,029 7 II/c Struktural 4,473,827 6 II/b Struktural 3,857,332
(44)
5 II/a Struktural 2,781,554 4 I/d Struktural 2,265,519 3 I/c Struktural 2,008,073 2 I/b Struktural 1,933,128 1 I/a Struktural 1,672,822
(1)
Maka dengan demikian, besaran TPP menghabiskan dana sebesar Rp. 228,984,508,596 atau 26.24% dari Pendapatan Total atau 158% dari Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kota Cimahi.
Dengan perhitungan yang sama, apabila guru tetap memperoleh besaran insentif sebesar rata‐rata Rp. 400,000.‐ maka besaran TPP akan menghabiskan dana sebesar Rp. 245,723,068,596.‐ atau 38.16% dari Pendapatan Total atau 170% dari Pendapatan Asli Daerah Kota Cimahi.
4.5 Besaran TPP Untuk Tiap Kelas Jabatan
Dengan menggunakan perhitungan seperti diuraikan diatas, maka diperoleh besaran TPP untuk tiap kelas jabatan seperti terlihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Skenario Besaran TPP KELAS
JABATAN GOL JABATAN ESELON
SKENARIO TPP (Hasil Kajian)
BESARAN EKSISTING
17 IV/e (1) Walikota; 18,664,213 16 IV/d (2) Wakil Walikota 17,517,723 15 IV/c (1) Sekda II.a 15,458,161 20,000,000
14 IV/b
(1) Kepala Badan; (2) Kepala Dinas; (3) Inspektorat; (4) Direktur; (5) AsDa; (6) Staf Ahli;
(7) Sek‐Wan II.b 13,513,018 7,500,000
13 IV/a
(1) Sekretaris Badan/ Dinas/ Inspektorat/ Komisi; (2) Inspektur Pembantu Wilayah; (3) Kepala Kantor; (4) Camat; (5) Wakil Direktur; (6) Kepala
Satuan Satpol PP; (7) Kepala Bagian (Sekda/
Sekwan) III.a 11,682,296 5,000,000
12 III/d
(1) Kepala Bidang (Badan/ Dinas/ ); (2) Kepala Bagian (RSUD); (3) Sekretaris Camat; (4)
Sekretaris Dewan III.b 10,194,834 4,250,000
11 III/c (1) Kepala Sub‐Bidang (Badan/ Dinas); (2) Kepala Sub‐Bagian(Badan/ Dinas/ Inspektorat/ Kantor/ Sekda/ Sekwan/ Sekretariat KPU); (3) Kepala Seksi (Dinas/ Kantor/ Kecamatan); (4) Kepala UPT (Dinas); (5) Kepala UPT/ UPTD (Dinas); (6)
Lurah. IV.a 9,050,633
2,500,000‐ 3,750,000 10 III/b (1) Kepala Sub‐Bagian (Dinas/ Kecamatan/ Sekwan Pengurus Korpri); (2) Kepala Tata usaha (SMK); (3) Kepala Seksi (Kelurahan); (4)
Sekretaris (Kelurahan) IV.b 7,906,432
2,000,000 ‐ 2,250,000 9 III/a (1) Kepala Tata Usaha SMP/SMA V.a 6,762,230 8 II/d Struktural 5,618,029 7 II/c Struktural 4,473,827 6 II/b Struktural 3,857,332
(2)
5 II/a Struktural 2,781,554 4 I/d Struktural 2,265,519 3 I/c Struktural 2,008,073 2 I/b Struktural 1,933,128 1 I/a Struktural 1,672,822
(3)
BAB 5
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil kajian, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Besaran TPP menghabiskan dana sebesar Rp. 228,984,508,596 atau 26.24% dari Pendapatan Total atau 158% dari Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kota Cimahi.
2. Apabila guru tetap memperoleh besaran insentif sebesar rata‐rata Rp. 400,000.‐ maka besaran TPP akan menghabiskan dana sebesar Rp. 245,723,068,596.‐ atau 38.16% dari Pendapatan Total atau 170% dari Pendapatan Asli Daerah Kota Cimahi.
3. Apabila Pemerintah Kota Cimahi sudah menjalankan Evaluasi Jabatan, maka dapat dipastikan jumlah 26% ini dapat berkurang dikarenakan dengan jabatan yang sama, belum pasti beban kerja sama sehingga kelas jabatan dapat berbeda pula.
4. Pemetaan Kelas jabatan yang digunakan untuk Pemerintah Kota Cimahi dirasa cukup tinggi, dikarenakan lazimnya untuk sekarang ini Kelas Jabatan tertinggi (Kelas 17 dan 16) hanya untuk Gubernur dan Wakil Gubernur. Mengingat bahasan ini hanya diperuntukkan bagi Pemkot Cimahi, maka Jabatan tertinggi tersebut ditempati oleh Walikota dan Wakil Walikota, akan tetapi apabila sudah dilakukan Evaluasi Jabatan, maka dipastikan Jabatan Walikota dan Wakil Walikota akan dapat menempati posisi Kelas Jabatan 15 atau 14. Sehingga pada akhirnya faktor pengali menjadi lebih kecil dan beban besaran TPP menjadi lebih kecil pula.
5. Index Tunjangan Kinerja Daerah Provinsi (ITDKP) Jawa Barat berdasarkan PerMenPANRB No.63 Tahun 2011 sebesar 0.567. Artinya faktor pengali akhir hanya sebesar 56.7% saja. Apabila kemudian didapatkan angka ITDKP terakhir, maka dapat dipastikan besaran perolehan TPP akan semakin besar pula.
6. Agar besaran TPP semakin akurat, maka harus segera dilakukan Evaluasi Jabatan.
(4)
Referensi
Buku
Armstrong, Michael & Baron, Angela (2005). ”Managing Performance:
Performance Management in Action.” Institute of Personnel and
Development
Bacal, Robert (1998). ”Performance Management 2nd Edition.” The McGraw‐Hill
Companies
Baird, Lloyd (1986). “Managing Performance.” Wiley, 1986
Gary Dessler (2003:322). “Human resource management.” Upper Saddle River, N.J. : Prentice Hall
Ivancevich, John M. (1995). “Human Resources Management . “ McGraw‐Hill Jensen, Michael C. (1976). “Theory of the Firm : Managerial Behavior, Agency
Costs and Ownership Structure.” Harvard Business School. Mondy & Noe (1993). “Human Resources Management.” Prentice Hall
Ruky, Achmad S. (2002). “Sistem Manajemen Kinerja (performance management system) Panduan Praktis untuk Merancang dan Meraih Kinerja Prima.“ Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Siswanto (1987). “Manajemen Tenaga Kerja Indonesia.” Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Udekusuma (2007). “Manajemen Kinerja Definisi Manajemen.” Jakarta
Wibisono, Dermawan (2006). “Manajemen Kinerja : Konsep, Desain dan Teknik
Meningkatkan Daya Saing Perusahaan. “ Erlangga, Indonesia
William , B. Werther & Keith, Davis (1995). Human Resources and Personal
Management. Jakarta
Williams, Richard S. (1998). “Performance Management: Perspectives on
Employee Performance. “ International Thomson Business Press
Dokumen
Lakip Kota Cimahi 2008‐2013 Data PNS Cimahi 2013
(5)
Peraturan Perundangan
Undang‐Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang‐Undang Nomor 08 Tahun 1974 tentang Pokok‐Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang‐Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang‐Undang Nomor 08 Tahun 1974 tentang Pokok‐Pokok Kepegawaian;
Undang‐Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang‐ Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang‐ Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
Undang‐Undang Nomor 05 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara;
Peraturan Pemerintah Nomor 07 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2013 tentang Perubahan Kelima Belas atas Peraturan Pemerintah Nomor 07 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil;
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil;
Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010‐2025; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
(6)
Peraturan Menterin Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pedoman Analisis Beban Kerja di Lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah;
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor Per/15/M.Pan/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi; Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi Tahun 2010‐ 2014;
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Refomasi Birokrasi Nomor 33 Tahun 2011 tentang Pedoman Analisis Jabatan;
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 34 Tahun 2011 tentang Pedoman Evaluasi Jabatan;
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 63 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Sistem Tunjangan Kinerja Pegawai Negeri;
Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 01 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS.