KAJIAN PEMBERIAN TAMBAHAN PENGHASILAN PEGAWAI (TPP) DI PEMERINTAH KOTA CIMAHI.

(1)

(TPP) di Pemerintah Kota Cimahi

 

Kerjasama Antara :

 

   

Universitas Padjadjaran 

DESEMBER  2014  Pemerintah Kota Cimahi 


(2)

Tim Peneliti

Ketua :

Sintaningrum

Anggota :

Heru Nurasa Enjat Munadjat


(3)

Dengan memanjatkan puji syukur bagi Allah SWT, karena dengan rahmat serta karunia-Nya, kami dapat menyelasaikan dokumen tentang Kajian Pemberian Tambahan Pengahasilan Pegawai (TPP) di lingkungan Pemerintah Kota Cimahi. Dokumen kajian TPP ini berhasil disusun setelah melalui beberapa tahapan proses penyusunan; pada tahap awal dibuat kesepakatan/komitmen, yang dilanjutkan dengan penggalian data primer dan sekunder. Selanjutnya berdasarkan data dan informasi yang tersedia dibuat perancangan formula TPP dengan mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku, antara lain terkait dengan Reformasi Birokrasi, UU Aparatur Sipil Negara, Permenpan nomor 63 tahun 2011 dan peraturak Kepala BKN nomor 1 tahun 2013 tentang ketentuan pelaksanaan PP nomor 46 tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS. Rancangan formula TPP, kemudian, dimatangkan dalam focus group discussion (FGD) bersama pihak-pihak terkait di lingkungan Pemerintah Kota Cimahi.

Tim Penyusun telah berusaha mengakomodir berbagai masukan dan kritikan yang disampaikan para pihak selama proses penyusunan dokumen TPP Kota Cimahi. Laporan ini berisi 5 bab, yaitu:

! Bab I : Pendahuluan

! Bab II : Tinjauan Pustaka

! Bab III : Metodologi

! Bab IV : Analisa dan Pembahasan

! Bab V : Kesimpulan

Kami memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya atas semua kritik, saran dan masukan dari semua pihak, sehingga penyusunan dokumen naskah akademik TPP Kota Cimahi dapat terselenggara dengan baik. Kami dari Tim Studi LPPM Universitas Padjadjaran mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Kota Cimahi atas kepercayaan yang diberikan. Mudah-mudahan kegiatan ini memberikan manfaat bagi peningkatan kinerja kota Cimahi dalam melayani warganya. Amin.

Bandung, Desember 2014 Atas Nama Tim Ahli LPPM Unpad

Dr. Sintaningrum, MT Dr. Heru Nurasa M.D. Enjat Munajat


(4)

DAFTAR ISI  III 

DAFTAR GAMBAR 

DAFTAR TABEL 

BAB 1  PENDAHULUAN 

1.1  Latar Belakang 

1.2  Rumusan Masalah 

1.3  Dasar Hukum 

1.4  Maksud dan Tujuan 

1.5  Output Kajian 

BAB 2  . TINJAUAN PUSTAKA 

2.1  Pengertian Remunerasi 

2.2  Manajemen Kinerja  13 

2.3  Prinsip Dasar dalam Pemberian Insentif  15 

2.4  Metode Perhitungan Insentif  16 

2.5  Prinsip Sistem Tunjangan Kinerja Daerah  17 

2.6  Asumsi dasar sistem  17 

BAB 3  . METODOLOGI  22 

3.1  Metodologi  22 

3.1.1  Tahap Persiapan  22 

3.1.2  Tahap Survey, Pengumpulan dan Pengolahan Data  22 

3.1.3  Tahap Analisis dan Desain  23 

3.1.4  Tahap Penyusunan Laporan  24 

BAB 4  . ANALISA DAN PEMBAHASAN  25 

4.1  Kondisi Sumberdaya Manusia  25 

4.2  Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah Kota Cimahi  26  4.3  Formulasi Besaran Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP)  31 

4.3.1  Penentuan Kelas Jabatan  31 


(5)

4.4  Anggaran yang dibutuhkan  36 

4.5  Besaran TPP Untuk Tiap Kelas Jabatan  37 

BAB 5  KESIMPULAN  38 

REFERENSI  39 

 


(6)

Gambar 2. Komponen Prestasi Kerja PNS ... 19 

Gambar 3. Komposisi SDM Kota Cimahi ... 25 

Gambar 4. Prosentase SDM Kota Cimahi Per‐Golongan ... 26 

Gambar 5. Pendapatan Total dan Prediksi Linear Kota Cimahi ... 27 

Gambar 6. Pendapatan Asli Daerah dan Prediksi Linear Pemerintah Kota Cimahi ... 28 

Gambar 7. Besaran Belanja Pegawai dan Prediksi Linear Pemerintah Kota Cimahi ... 30 

Gambar 8. Rasio PAD dan Sektor Lain terhadap Besaran Pendapatan Total ... 30 

       

DAFTAR TABEL 

Tabel 1. Pendapatan Total Kota Cimahi ... 27 

Tabel 2. Pendapatan Asli Daerah Kota Cimahi ... 28 

Tabel 3. Besaran Belanja Pegawai Kota Cimahi ... 29 

Tabel 4. Prosentase PAD, Belanja Pegawai terhadap Pendapatan Total ... 29 

Tabel 5. Asumsi Kelas Jabatan terhadap Pangkat Golongan ... 32 

Tabel 6. Formulasi Besaran TPP Pemerintah Kota Cimahi ... 34 


(7)

BAB 1 

PENDAHULUAN 

 

1.1 Latar Belakang 

Saat  ini  masih  cukup  banyak  organisasi  yang  menilai  bahwa  remunerasi  merupakan  suatu  komponen  biaya  yang  perlu  diminimalisir  besarannya.  Munculnya anggapan seperti itu telah menempatkan remunerasi sebagai sarana  yang  dapat  meningkatkan  perilaku  tidak  produktif,  yang  dapat  mengakibatkan  terjadinya  masalah‐masalah  personal  seperti  rendahnya  motivasi,  rendahnya  kinerja,  tingginya  turn  over,  perilaku  tidak  bertanggung  jawab,  dan  bahkan  perilaku  tidak  jujur  di  dalam  diri  pegawai.  Untuk  dapat  mencegah  munculnya  permasalahan  personal  dan  membesarnya  pengeluaran  remunerasi  suatu  organisasi,  maka  diperlukan  suatu  sistem  remunerasi  yang  adil,  layak,  dan cost  effective

 

Dunia  manajemen  mengenal  konsep  3P  yang  cukup  sering  digunakan  dalam  memberikan remunerasi kepada pegawai. Konsep 3P, yang disusun oleh Richard  Payne,  mengkategorikan  remunerasi  menjadi  3  (tiga),  yaitu pay  for  position,  pay  for  person,  dan pay  for  performance,  dimana  konsep pay for performance 

sekarang  ini  dianggap  sebagai  konsep  remunerasi  yang  paling  adil  untuk  diterapkan. Dengan diterapkannya pemberian remunerasi berbasis kinerja akan  dapat  mendorong  pegawai  untuk  meningkatkan  produktifitasnya  yang  pada  akhirnya  juga  akan  meningkatkan  produktifitas  dari  perusahaan  itu  sendiri.  Pemberian  remunerasi  berbasis  kinerja  termasuk  salah  satu  faktor  untuk  mewujudkan manajemen kinerja yang efektif di suatu organisasi. 

 

Manajemen  kinerja  (Udekusuma,  2007)  adalah  suatu  proses  manajemen  yang  dirancang  untuk  menghubungkan  tujuan  organisasi  dengan  tujuan  individu  sedemikian  rupa,  sehingga  baik  tujuan  individu  maupun  tujuan  perusahaan  dapat bertemu. Dalam hal ini bagi pekerja bukan hanya tujuan individunya yang  tercapai  tetapi  juga  ikut  berperan  dalam  pencapaian  tujuan  organisasi,  yang 


(8)

membuat  dirinya  termotivasi  serta  mendapat  kepuasan  yang  lebih  besar.  Menurut  Bacal  (1998),  terdapat  5  (lima)  pandangan  dasar  dalam  sistem  manajemen kinerja, yaitu : 

1. Model  integratif  untuk  kinerja  organisasi.  Pada  pandangan  ini,  manajemen  kinerja  sebagai  suatu  struktur  sistem  integratif  yang  saling  berkesinambungan  antar  aspek.  Sehingga,  keberhasilan  manajemen  kinerja  ditentukan  oleh  keseluruhan  aspek  yang  ada  dalam  suatu  organisasi,  tidak  ditentukan bagian per bagian. 

2. Fokus pada proses dan hasil. Manajemen kinerja menjadi suatu sistem yang  tidak hanya berorientasi pada hasil (pandangan tradisional). Proses menjadi  salah satu aspek penunjang yang penting dalam penentuan hasil yang baik.  3. Keterlibatan pihak yang berkaitan dalam pencapaian tujuan. Pekerja sebagai 

subyek  utama  yang  melakukan  proses  bisnis  organisasi  secara  langsung.  Maka  dari  itu,  keterlibatan  pihak  yang  berkaitan  (pekerja)  menjadi  penunjang dalam pencapaian tujuan organisasi. 

4. Penilaian  kinerja  objektif  dan  mengena  pada  sasaran.  Manajemen  kinerja  mencakup  penilaian  kinerja  objektif  dan  sesuai  dengan  sasaran  tiap  bagian  organisasi yang berkaitan. Akhirnya, hal ini berpotensi pada dampak positif  dari penilaian kinerja yang sukses dan terstruktur. 

5. Evaluasi dan pembelajaran antara atasan dan bawahan. Manajemen kinerja  yang  baik  mampu  menyediakan  suatu  hasil  evaluasi  kinerja  terukur.  Hasil  evaluasi  dapat  memberikan  informasi  pada  pihak  terkait  (atasan  maupun  bawahan).  Informasi  mengenai  hasil  evaluasi  dapat  menjadi  sarana  pembelajaran dan penentu tindakan perbaikan di masa mendatang. 

 

Dalam  mewujudkan  manajemen  kinerja  yang  efektif  di  lingkungan  pemerintahan,  maka  Kementerian  Pendayagunaan  Aparatur  Negara  dan  Reformasi  Birokrasi  mengeluarkan  Peraturan  Menteri  Nomor  63  Tahun  2011  tentang  Pedoman  Penataan  Sistem  Tunjangan  Kinerja  Pegawai  Negeri,  dimana  besarnya  tunjangan  kinerja  yang  diberikan  kepada  PNS  perlu  mempertimbangkan  faktor  1)  tingkat  capaian  pelaksanaan  reformasi  birokrasi instansi, 2) nilai dan kelas jabatan, 3) indeks harga nilai jabatan


(9)

4) faktor  penyeimbang,  dan  5) indeks  tunjangan  kinerja  daerah  provinsi.  Intinya adalah pemberian  remunerasi  kepada  PNS  berdasarkan  kinerja   individu yang bersangkutan. 

 

Untuk  mendukung  pemberian  tunjangan  berbasis  kinerja,  maka  pada  tahun  2014  Pemerintah  Pusat  mengesahkan  Undang‐Undang  Nomor  5  Tahun  2014  tentang  Aparatur  Sipil  Negara  yang  memperkuat  amanat  yang  tertera  pada  Peraturan  Menteri  PAN‐RB  Nomor  63  Tahun  2011  tentang  Pedoman  Penataan  Sistem  Tunjangan  Kinerja  Pegawai  Negeri.  Menurut  Undang‐Undang  tersebut,  Pegawai  Negeri  Sipil  berhak  mendapatkan  gaji,  fasilitas,  tunjangan  kinerja,  dan  tunjangan  kemahalan.  Dalam  Undang‐Undang  tersebut  dijelaskan  bahwa  setiap  PNS yang berprestasi berhak mendapatkan kenaikan gaji sesuai dengan prestasi  yang  dicapainya.  Pengukuran  capaian  prestasi  pegawai  telah  diatur  dalam  Peraturan  Pemerintah  Nomor  46  Tahun  2011  tentang  Penilaian  Prestasi  Kerja  Pegawai Negeri Sipil. Menurut Peraturan Pemerintah tersebut, penilaian prestasi  kerja  PNS  dilakukan  untuk  menjamin  objektivitas  pembinaan  PNS  dalam  mempertimbangkan kenaikan pangkat, penempatan dalam jabatan, pemindahan,  pendidikan dan pelatihan, tugas belajar, kenaikan gaji berkala, dan lain‐lain yang  dilakukan  berdasarkan  sistem  prestasi  kerja  dan  sistem  karier  yang  dititikberatkan  pada  sistem  prestasi  kerja.  Penilaian  prestasi  kerja  PNS  dilakukan  oleh  pejabat  penilai  terhadap  Sasaran  Kerja  Pegawai  (SKP)  dan  perilaku  kerja  PNS.  Dengan  dilakukannya  penilaian  prestasi  kerja  akan  dapat  mewujudkan  keadilan  dalam  pemberian benefit,  mengingat  seorang  PNS  yang  berprestasi  akan  mendapatkan benefit yang  lebih  baik  dibandingkan  PNS‐PNS  lainnnya. 

 

Sampai saat ini, Pemerintah Daerah masih belum mengadopsi konsep tunjangan  berbasis  kinerja  dalam  pemberian  kompensasi  kepada  pegawainya.  Sistem  tunjangan  yang  diberlakukan  oleh  Pemerintah  Kota  Cimahi  sendiri  masih  mengacu  kepada  Peraturan  Menteri  Dalam  Negeri  Nomor  21  Tahun  2011  mengenai  Pedoman  Pengelolaan  Keuangan  Daerah,  dimana  pemerintah  Daerah  dapat  memberikan  tambahan  penghasilan  kepada  Pegawai  Negeri  Sipil  dengan 


(10)

melihat  kemampuan  keuangan  daerahfaktor  beban  kerjatempat  bertugaskondisi  kerjakelangkaan  profesi  atau  prestasi  kerja.  Dalam  penerapannya,  amanat  yang  tertulis  pada    Peraturan  Menteri    Dalam  Negeri  Nomor    21  Tahun  2011    belum  diadopsi  seluruhnya  oleh  Pemerintah  Kota  Cimahi. 

1.2 Rumusan Masalah 

Dengan  diberlakukannya  Peraturan  Menteri  Pendayagunaan  Aparatur  Negara  dan  Reformasi  Birokrasi  Nomor  63  Tahun  2011  tentang  Pedoman  Penataan  Sistem Tunjangan Kinerja Pegawai Negeri dan Undang‐Undang Nomor 5 Tahun  2014  tentang  Aparatur  Sipil  Negara  yang  mengatur  mengenai  pemberian  tunjangan berbasis kinerja bagi PNS, maka Pemerintah Kota Cimahi harus mulai  berbenah  dan  mempersiapkan  model  dan  skema  pembiayaan  guna  melaksanakan  amanat  kedua  peraturan  perundang‐undangan  tersebut.  Hal‐hal  pokok yang harus dirumuskan yaitu: 

1. Model  pemberian  tunjangan  yang  selama  ini  diberlakukan  di  lingkungan  Pemerintah  Kota  Cimahi  belum  dapat  mendorong      motivasi      pegawai    untuk   berkinerja   lebih   baik,   timbulnya kecemburuan dan ketidakpuasan  pegawai  berimbas  pada  rendahnya  performansi  kinerja  pegawai.  Hal  ini  disebabkan oleh tunjangan yang diberikan belum memenuhi prinsip‐prinsip  yang seharusnya ditempuh dalam pemberian tunjangan, yaitu sistem merit,  adil,  layak,  kompetitif,  dan  transparan.  Dalam  prinsip‐prinsip  tersebut  digambarkan  bahwa  tunjangan  yang  diberikan  haruslah  didasarkan  pada  harga  jabatan,  sesuai  dengan  beban  tugas  dan  tanggung  jawab  pekerjaan,  dapat  memenuhi  kebutuhan  hidup,  kompetitif  (tidak  saja  disetarakan  dengan  sektor  swasta,  tetapi  juga  bersifat  kompetitif  di  kalangan  pegawai  sendiri  untuk  berkinerja  lebih  baik  daripada  rekannya),  serta  transparan  (artinya perhitungan tunjangan dilakukan secara transparan). Hal ini sesuai  dengan  amanat  Peraturan  Menteri  Dalam  Negeri  Nomor  21  Tahun  2011  mengenai  Pedoman  Pengelolaan  Keuangan  Daerah  dan  Peraturan  Menteri  Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 63 Tahun  2011 tentang Pedoman Penataan Sistem Tunjangan Kinerja Pegawai Negeri. 


(11)

2. Dengan  diberlakukannya  tunjangan  berbasis  kinerja  dalam  bentuk  TPP,  Pemerintah  Kota  Cimahi  harus  dapat  mengidentifikasi  sumber‐sumber  pembiayaan untuk tunjangan berbasis kinerja dan merumuskan mekanisme  pembiayaan tunjangan berbasis kinerja sesuai dengan perundang‐undangan   yang berlaku dan kemampuan APBD Pemerintah Kota Cimahi. 

1.3 Dasar Hukum 

Beberapa  landasan  hukum  pokok  dalam  penyusunan  kajian  ini  adalah  sebagai  berikut: 

1 Undang‐Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;  2 Undang‐Undang  Nomor  08  Tahun  1974  tentang  Pokok‐Pokok 

Kepegawaian  sebagaimana  telah  diubah  dengan  Undang‐ Undang  Nomor  43  Tahun  1999  tentang  Perubahan  atas  Undang‐Undang  Nomor  08  Tahun  1974  tentang  Pokok‐Pokok  Kepegawaian; 

3 Undang‐Undang  Nomor  32  Tahun  2004  tentang  Pemerintahan  Daerah  sebagaimana  telah  diubah  beberapa  kali,  terakhir  dengan  Undang‐  Undang  Nomor  12  Tahun  2008  tentang  Perubahan Kedua atas Undang‐ Undang Nomor 32 Tahun 2004  tentang Pemerintahan Daerah; 

4 Undang‐Undang  Nomor  05  Tahun  2014  tentang  Aparatur  Sipil  Negara; 

5 Peraturan  Pemerintah  Nomor  07  Tahun  1977  tentang  Peraturan  Gaji  Pegawai  Negeri  Sipil  sebagaimana  telah  diubah  beberapa  kali,  terakhir  dengan  Peraturan  Pemerintah  Nomor  22 Tahun 2013 tentang Perubahan Kelima Belas atas Peraturan  Pemerintah  Nomor  07  Tahun  1977  tentang  Peraturan  Gaji  Pegawai Negeri Sipil; 

6 Peraturan  Pemerintah  Nomor  38  Tahun  2007  tentang  Pembagian  Urusan  Pemerintahan  antara  Pemerintah,  Pemerintahan  Daerah  Provinsi,  Pemerintahan  Daerah  Kabupaten/Kota; 


(12)

7 Peraturan  Pemerintah  Nomor  53  Tahun  2010  tentang  Disiplin  Pegawai Negeri Sipil; 

8 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian  Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil; 

9 Peraturan  Presiden  Nomor  81  Tahun  2010  tentang  Grand  Design  Reformasi  Birokrasi  2010‐2025;  Peraturan  Menteri  Dalam  Negeri  Nomor  13  Tahun  2006  tentang  Pedoman  Pengelolaan  Keuangan  Daerah  sebagaimana  telah  diubah  beberapa kali, 

10 terakhir  dengan  Peraturan  Menteri  Dalam  Negeri  Nomor  21  Tahun  2011  tentang  Perubahan  Kedua  atas  Peraturan  Menteri  Dalam  Negeri  Nomor  13  Tahun  2006  tentang  Pedoman  Pengelolaan Keuangan Daerah; 

11 Peraturan  Menterin  Dalam  Negeri  Nomor  12  Tahun  2008  tentang  Pedoman  Analisis  Beban  Kerja  di  Lingkungan  Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah; 

12 Peraturan  Menteri  Pendayagunaan  Aparatur  Negara  Nomor  Per/15/M.Pan/7/2008  tentang  Pedoman  Umum  Reformasi  Birokrasi; 

13 Peraturan  Menteri  Pendayagunaan  Aparatur  Negara  dan  Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map  Reformasi Birokrasi Tahun 2010‐2014; 

14 Peraturan  Menteri  Pendayagunaan  Aparatur  Negara  dan  Refomasi  Birokrasi  Nomor  33  Tahun  2011  tentang  Pedoman  Analisis Jabatan; 

15 Peraturan  Menteri  Pendayagunaan  Aparatur  Negara  dan  Reformasi  Birokrasi  Nomor  34  Tahun  2011  tentang  Pedoman  Evaluasi Jabatan; 

16 Peraturan  Menteri  Pendayagunaan  Aparatur  Negara  dan  Reformasi  Birokrasi  Nomor  63  Tahun  2011  tentang  Pedoman  Penataan Sistem Tunjangan Kinerja Pegawai Negeri; 


(13)

17 Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 01 Tahun  2013  tentang  Ketentuan  Pelaksanaan  Peraturan  Pemerintah  Nomor 46  Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS.  1.4 Maksud dan Tujuan 

Maksud  dari  penyusunan  kajian  ini  adalah  dengan  diberlakukannya  tunjangan  berbasis  kinerja  dalam  bentuk  Tambahan  Penghasilan  Pegawai  (TPP)  diharapkan  dapat  mendorong  motivasi  PNS  di  lingkungan  Pemerintah  Kota  Cimahi  untuk  berkinerja  maksimal  dan  menciptakan  PNS  yang  profesional  dan  produktif,  sehingga  tujuan  organisasi  dapat  tercapai  dengan  lebih  cepat  dan  lebih  baik  Adapun  tujuan  dari  penyusunan  kajian  ini  adalah  untuk  menjadi  bahan  masukan  bagi  Pemerintah  Kota  Cimahi  dalam  memberikan  tunjangan  berbasis  kinerja  (TPP)  yang  sesuai  dengan  amanat  peraturan  perundang‐ undangan yang berlaku dan mekanisme pembiayaan tunjangan berbasis kinerja  sesuai  dengan  peraturan  perundang‐undangan  dan  kemampuan  APBD  Pemerintah Kota Cimahi. 

1.5 Output Kajian 

Keluaran dari penyusunan kajian ini adalah: 

1. Terumuskannya  TPP  yang  sesuai  dengan  Peraturan  Menteri  Pendayagunaan  Aparatur  Negara  dan  Reformasi  Birokrasi  Nomor  63  Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Sistem Tunjangan Kinerja Pegawai  Negeri  dan  berdasarkan  kondisi  faktual  di  lingkungan  Pemerintah  Kota  Cimahi. 

2. Mekanisme  pembiayaan  tunjangan  berbasis  kinerja  ditinjau  dari  kesesuaian  terhadap  ketentuan  perundang‐  undangan  dan  kemampuan  APBD Pemerintah Kota Cimahi. 


(14)

BAB 2 

. TINJAUAN PUSTAKA 

 

2.1 Pengertian Remunerasi 

Pada  literatur  tentang  manajemen  kepegawaian,  manajemen  sumber  daya  manusia,  dan  sistem  penggajian/pengupahan  ditemukan  ketidakkonsistenan  penggunaan  istilah  remunerasi  dengan  istilah  kompensasi.  Untuk  lebih  memahaminya,  berikut  diuraikan  beberapa  pengertian  remunerasi  dan  kompensasi. 

Beberapa pengertian kompensasi dapat diuraikan sebagai berikut: 

! Kompensasi adalah sejumlah pembayaran yang diterima pekerja atas jasa  pelayanannya untuk pemberi kerja pada waktu yang telah direncanakan.  

! Kompensasi adalah fungsi manajemen sumber daya manusia yang terkait  dengan  pemberian  penghargaan  atas  presasi  kerja  berdasarkan  tugas  yang telah ditentukan. (Ivancevich, 1995) 

Dengan  mencermati  pengertian‐pengertian  mengenai  kompensasi  tersebut  maka  dapat  disimpulkan  bahwa  pengertian  kompensasi  itu  sangat  luas,  tidak  hanya  mencakup  hal  yang  terkait  dengan  finansial/keuangan  saja,  namun  juga  mencakup  hal  non‐finansial.  Mondy  &  Noe  (1993)  menjelaskan  pengertian  kompensasi  yang  terjadi  dari  pengertian  secara  finansial  dan  non‐  finansial  seperti pada Gambar 1 berikut. 

 

  Gambar 1. Unsur Kompensasi 

     Sumber: Mondy & Noe, 1993   

! KOMPENSASI

FINANSIAL NON FINANSIAL

Langsung: - Upah - Gaji - Komisi - Bonus Tidak Langsung: - Jaminan Asuransi

Jiwa, Kesehatan - Bantuan Sosial untuk

Karyawan - Tunjangan - Cuti

Pekerjaan; Lingkungan Pekerjaan: - Tugas yang menarik - Kebijakan yang sehat - Tantangan pekerjaan - Supervisi yang - Tanggung jawab kompeten - Peluang akan - Rekan kerja yang

pengakuan menyenangkan - Tercapainya tujuan - Kondisilingkungan - Peluang adanya kerja yang nyaman, dll.

promosi Lingkungan Internal Lingkungan Eksternal


(15)

Selain pengertian kompensasi yang bersifat luas seperti yang telah diuraikan di  atas,  terdapat  beberapa  ahli  yang  memberikan  pengertian  kompensasi  hanya  seputar  penggajian/pengupahan  dan  berbagai  tunjangan  lainnya  dalam  suatu  hubungan kerja. Hal ini tidak terlepas dari beragamnya pengertian  kompensasi   yang    memang    diantaranya    terkandung    pengertian  yang  terkait  penggajian/pengupahan  dan  berbagai  tunjangan  lainnya  tersebut.  Beberapa pengertian tersebut adalah sebagai berikut : 

a) Selain terdiri dari upah, kompensasi dapat pula berupa tunjangan natura,  fasilitas  perumahan,  fasilitas  kendaraan,  tunjangan  keluarga,  tunjangan  kesehatan,  pakaian  seragam  (tunjangan  pakaian),  dan  sebagainya  yang  dapat  dinilai  dengan  uang,  serta  bertendensi  diberikan  secara  tetap.  (Siswanto, 1987) 

b) Kompensasi  merupakan  kontra  prestasi  terhadap  penggunaan  tenaga  atau jasa yang telah diberikan oleh tenaga kerja. Kompensas merupakan  jumlah  paket  yang  ditawarkan    organisasi  kepada  pekerja    sebagai  imbalan    atas  penggunaan  tenaga  kerjanya.  Kompensasi  didefinisikan  sebagai  apa  yang  diterima  pekerja  sebagai  tukaran  atas  kontribusinya  kepada organisasi. (Werther & Davis dalam Wibowo, 2008) 

 

Sedangkan,  beberapa  pengertian  remunerasi  dapat  diuraikan  sebagai berikut:  1. Remunerasi  adalah  suatu  pembayaran  berupa  uang  dan/atau  barang  yang  diberikan  atas  prestasi  dan/atau  penghargaan  baik  selama  dalam  suatu  hubungan  kerja  maupun  sesudah  berakhirnya  suatu  hubungan  kerja berdasarkan suatu sistem yang terstruktur, terbuka, adil, dan layak.  Sedangkan  dalam  hal  mengenai  bentuk/ragam  remunerasi,  maka  remunerasi  itu  dapat  berupa  gaji  atau  upah,  honorarium,  tunjangan‐  tunjangan  (tetap,  khusus,  kesajahteraan,  kehadiran,  jabatan,  kemahalan,  transportasi,  perumahan,  keluarga,  hari  raya,  kelahiran,  sakit,  kematian,  dan  lain‐lain),  uang  lembur,  uang  harian,  uang  perjalanan,  uang  penginapan,  jaminan/asuransi  kesehatan,  jaminan/asuransi  pendidikan,  insentif,  bonus,  komisi,  beasiswa  pesangon,  dan/atau  pension.  (Roberia,  2009) 


(16)

2. Remunerasi  merupakan  imbalan  kerja.  Remunerasi  dapat  berupa  gaji,  honorarium,  tunjangan  tetap,  insentif,  bonus  atas  prestasi,  pesangon,  dan/atau  pensiun.  (Pasal  2  Peraturan  Menteri  Keuangan  Nomor  10/PMK.02/2006  tentang  Pedoman  Penetapan  Remunerasi  bagi  Pejabat  Pengelola, Dewan Pengawas, dan Pegawai Badan Layanan Umum). 

 

Mencermati  definisi  remunerasi  yang  diuraikan  di  atas,  maka  dapat  ditarik  benang  merah  yang  dapat  menjelaskan  kunci  pokok  dalam  memahami  pengertian remunerasi, yaitu sesuatu tindakan yang terkait dengan pembayaran.  Pembayaran  yang  dimaksud  dalam  hal  ini  tentunya  pembayaran  atas  jasa  atau  pekerjaan yang telah dilakukan. Jadi pengertian remunerasi itu bersifat finansial,  baik  dilakukan  secara  langsung  atau  tidak  langsung.  Dalam  pengertian  remunerasi tersebut tidak terdapat pengertian yang bersifat non‐finansial. Tidak  seperti  halnya  pengertian  kompensasi  yang  dapat  berarti  hal  yang  terkait  finansial dan non‐finansial, baik secara langsung maupun tidak langsung. 

 

Selain bentuk‐bentuk  di atas, kompensasi dapat dikelompokkan  dalam bentuk  khusus, yaitu: 

1. Base Wage/Pay 

Yaitu kompensasi yang dibayarkan langsung pada karyawan dalam bentuk uang,  yang  diberikan  oleh  perusahaan  karena  pekerjaan  yang  telah  dilakukan.  Wage  berbeda dengan salary, dimana salary adalah kompensasi dasar yang dibayarkan  dalam  bentuk  uang  bagi  karyawan  yang  tdak  termasuk  dalam  kategori  sebagaimana  yang  telah  ditetapkan  oleh  Fair  Labour  Standard  Activity,  yang  pada  umumnya  adalah  manajer  dan  profesional.  Gaji  atau  upah  merupakan  bagian  dari  remunerasi.  Di  samping  itu,  karyawan  juga  menerima  imbalan  lainnya  seperti  tunjangan  keluarga,  iuran  bagi  pemeliharaan  kesehatan,  iuran  untuk program pensiun serta berbagai fasilitas seperti rumah, kendaraan dinas  dan seterusnya. 

     


(17)

2. Merit 

Yaitu bentuk pembayaran yang diberikan sebagai pengajuan atas sikap, tingkah  laku  dan  prestasi  pekerjaan  yang  telah  lampau  dan  diberikan  dalam  bentuk  kenaikan gaji/upah pokok. 

3. Incentive 

Yaitu  pembayran  yang  diberikan  langsung  sebagai  penghargaan  atas  hasil  prestasi  berbentuk  tunai  yang  bukan  berupa  kenaikan  gaji,  baik  jangka  pendek  maupun  jangka panjang, terhadap pekerja  individu maupun kelompok. 

4. Service and Benefits 

Merupakan manfaat yang diberikan secara tidak langsung, berbentuk antara lain  alternatif  pembayaran  berjarak  waktu  untuk  asuransi  pelayanan  kesehatan,  asuransi  jiwa  dan  pension.  Kompensasi  dapat  digunakan  untuk  2  (dua)  tujuan  dasar,  yaitu  untuk  menarik  dan  mempertahankan  Sumber  Daya  Manusia  yang  berkualitas  serta  untuk  memotivasi  karyawan  agar  mencapai  tingkat  performansi  yang  lebih  tinggi.  Kompensasi  yang  berupa  gaji  merupakan  jenis  kompensasi untuk mencapai tujuan pertama. Sementara jenis kompensasi yang  dapat digunakan untuk mencapai tujuan kedua adalah insentif. 

 

Insentif  merupakan  bagian  dari  upah  berdasarkan  kinerja  (performance  pay)  yang  diberikan  dalam  bentuk  uang  dan  ditetapkan  berdasarkan  prestasi.  Semakin  tinggi  prestasi  kerjanya,  semakin  besar  pula  insentif  yang  diberikan.  Menurut  Agency  Theory  (Jensen  and  Meckling,  1976  dalam  LETMI  ITB,  2007),  insentif digunakan untuk mendorong karyawan dalam memperbaiki kualitas dan  kuantitas hasil kerjanya serta mendorong karyawan untuk dapat melaksanakan  tugasnya dengan baik (Ruky, 2002). 

 

Insentif  adalah  penghargaan  kepada  karyawan  atas  segala  jerih  payah  dalam  meningkatkan tugas dalam memberikan pelayanan kepada konsumen di luar gaji  yang  diterima  setiap  bulan  dengan  besaran  berubah‐ubah  sesuai  dengan  hasil  kinerja. Beberapa ahli mengatakan bahwa pemberian gaji pokok hanya membuat  para karyawan merasa aman, namun tidak mampu memberikan motivasi. Upah 


(18)

yang  dikaitkan  dengan  kinerja  dikatakan  mampu  memberikan  motivasi  untuk  meningkatkan produktivitas kerja karyawan. 

 

Insentif dapat diberikan dalam beberapa bentuk, yaitu: 

1. Insentif Finansial 

Insentif finansial merupakan insentif yang diberikan kepada karyawan atas hasil  kerja mereka dan biasanya diberikan dalam bentuk : 

a. Uang: bonus, komisi, pembagian laba, kompensasi yang ditangguhkan;  b. Tunjangan:  tunjangan  bulanan,  asuransi  jiwa,  tunjangan  kesehatan  atau 

tunjangan cuti; 

c. Perumahan: rumah dinas atau disediakan uang kontrakan;  d. Kendaraan; 

e. Fasilitas komunikasi; dan  f. Fasilitas hiburan: TV, VCD. 

2. Insentif Non‐Finansial 

Insentif non‐finansial dapat diberikan dalam bentuk:  a. Pemberian piagam penghargaan; 

b. Promosi jabatan; 

c. Pemberian tanda jasa/medali; 

d. Pemberian perlengkapan khusus pada ruangan kerja;  e. Peluang melanjutkan pendidikan atas biaya pemerintah;  f. Peluang mengikuti diklat; dan 

g. Peluang mendapatkan kenaikan pangkat istimewa 

3. Kombinasi 

Insentif ini diberikan dalam bentuk kombinasi antara insentif finansial dan non‐  finansial.  Namun  menurut  Ruky  (2002)  insentif  yang  diberikan  dalam  bentuk  uang  lebih  dapat  meningkatkan  produktivitas  dibandingkan  dengan  teknik‐ teknik  lainnya,  seperti  penetapan  tujuan,  partisipasi  karyawan  dalam  pengambilan  keputusan  atau  pemerkayaan  pekerjaan.  Dengan  demikian  dapat  disimpulkan bahwa salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas karyawan  adalah  dengan  memperbaiki  sistem  pengupahan  yang  dapat  meningkatkan  motivasi kerja karyawan. 


(19)

2.2 Manajemen Kinerja 

Secara  mendasar,  manajemen  kinerja  merupakan  rangkaian  kegiatan  yang  dimulai  dari  perencanaan  kinerja,  pemantauan/peninjauan  kinerja,  penilaian  kinerja  dan  tindak  lanjut  berupa  pemberian  penghargaan  dan  hukuman.  Rangkaian kegiatan tersebut haruslah dijalankan secara berkelanjutan. 

Menurut  Baird  (1986),  definisi  Manajemen  Kinerja  adalah  suatu  proses  kerja  dari  kumpulan  orang‐  orang  untuk  mencapai  tujuan  yang  telah  ditetapkan,  dimana  proses  kerja  ini  berlangsung  secara  berkelanjutan  dan  terus‐  menerus.  Menurut  Direktorat  Jenderal  Anggaran  (2008),  manajemen  kinerja  merupakan  suatu  proses  strategis  dan  terpadu  yang  menunjang  keberhasilan  organisasi  melalui  pengembangan  performansi  aspek‐aspek  yang  menunjang  keberadaan  suatu  organisasi.  Pada  implementasinya,  manajemen  kinerja  tidak  hanya  berorientasi  pada  salah  satu  aspek,  melainkan  aspek‐aspek  terintegrasi  dalam  mendukung jalannya suatu organisasi. 

 

Menurut  Dessler  (2003:322),  definisi  Manajemen  Kinerja  adalah  proses  mengonsolidasikan  penetapan  tujuan,  penilaian,  dan  pengembangan  kinerja  ke  dalam  satu  sistem  tunggal  bersama,  yang  bertujuan  memastikan  kinerja  karyawan mendukung tujuan strategis perusahaan. Menurut Udekusuma (2007),  Manajemen  kinerja  adalah  suatu  proses  manajemen  yang  dirancang  untuk  menghubungkan  tujuan  organisasi  dengan  tujuan  individu  sedemikian  rupa,  sehingga baik tujuan individu maupun tujuan perusahaan dapat bertemu. Dalam  hal  ini  bagi  pekerja  bukan  hanya  tujuan  individunya  yang    tercapai  tetapi  juga  ikut  berperan  dalam  pencapaian  tujuan  organisasi,  yang  membuat  dirinya  termotivasi serta mendapat kepuasan yang lebih besar. 

 

Bacal  (1998)  mengungkapkan  5  (lima)  pandangan  dasar  dalam  sistem  manajemen kinerja, yaitu: 

1 Model  integratif  untuk  kinerja  organisasi.  Pada  pandangan  ini,  manajemen  kinerja  sebagai  suatu  struktur  sistem  integratif  yang  saling  berkesinambungan  antar  aspek.  Sehingga,  keberhasilan  manajemen 


(20)

kinerja  ditentukan  oleh  keseluruhan  aspek  yang  ada  dalam  suatu  organisasi, tidak ditentukan bagian per bagian. 

2 Fokus  pada  proses  dan  hasil.  Manajemen  kinerja  menjadi  suatu  sistem  yang tidak hanya berorientasi pada hasil (pandangan tradisional). Proses  menjadi salah satu aspek penunjang yang penting dalam penentuan hasil  yang baik. 

3 Keterlibatan  pihak  yang  berkaitan  dalam  pencapaian  tujuan.  Pekerja  sebagai  subyek  utama  yang  melakukan  proses  bisnis  organisasi  secara  langsung.  Maka  dari  itu,  keterlibatan  pihak  yang  berkaitan  (pekerja)  menjadi penunjang dalam pencapaian tujuan organisasi. 

4 Penilaian kinerja objektif dan mengena pada sasaran. Manajemen kinerja  mencakup  penilaian  kinerja  objektif  dan  sesuai  dengan  sasaran  tiap  bagian  organisasi  yang  berkaitan.  Akhirnya,  hal  ini  berpotensi  pada  dampak positif dari penilaian kinerja yang sukses dan terstruktur. 

5 Evaluasi  dan  pembelajaran  antara  atasan  dan  bawahan.  Manajemen  kinerja  yang  baik  mampu  menyediakan  suatu  hasil  evaluasi  kinerja  terukur.  Hasil  evaluasi  dapat  memberikan  informasi  pada  pihak  terkait  (atasan  maupun  bawahan).  Informasi  mengenai  hasil  evaluasi  dapat  menjadi  sarana  pembelajaran  dan  penentu  tindakan  perbaikan  di  masa  mendatang. 

 

Adapun tujuan dari manajemen kinerja adalah (Williams, 1998; Armstrong  & Baron, 2005; Wibisono, 2006): 

1 Mengatur kinerja organisasi dengan lebih terstruktur dan terorganisir.  2 Mengetahui seberapa efektif dan efisien suatu kinerja organisasi. 

3 Membantu  penentuan  keputusan  organisasi  yang  berkaitan  dengan  kinerja  organisasi,  kinerja  tiap  bagian  dalam  organisasi,  dan  kinerja  individual. 

4 Meningkatkan  kemampuan  organisasi  secara  keseluruhan  dengan  perbaikan berkesinambungan. 

5 Mendorong  karyawan  agar  bekerja  sesuai  prosedur,  dengan  semangat,  dan produktif sehingga hasil kerja optimal. 


(21)

  

Manajemen  kinerja  yang  efektif akan  memberikan  beberapa  hasil,  diantaranya adalah: 

! Tujuan  yang  jelas  bagi  organisasi  dan  proses yang   benar  untuk  mengidentifikasi,  mengembangkan,  mengukur,  dan  membahas tujuan. 

! Integrasi    antara    tujuan    secara    luas    yang    dibuat    oleh    manajemen   senior dengan tujuan masing‐masing pekerja. 

! Kejelasan yang lebih baik mengenai aspirasi dan tujuan organisasi. 

! Pelaksanaan dialog berkelanjutan antara manajemen dengan pekerja. 

! Pengembangan lingkungan yang lebih terbuka. 

! Perusahaan dapat mencapai hasil yang diinginkan. 

! Mendorong pengembangan pribadi.  2.3 Prinsip Dasar dalam Pemberian Insentif 

Dalam    menyusun    skala    tunjangan    remunerasi    PNS    perlu    diperhatikan  beberapa azas dan prinsip sebagai berikut: 

1. Azas Keadilan 

Insentif sebagai imbalan atas jasa kerja harus mencerminkan keadilan, yaitu  bahwa imbalan tersebut harus sesuai atau sebanding dengan  jasa  kerja yang  diberikan  oleh  masing‐masing  pegawai  dalam  proses  bekerja.  Mereka  yang  memberikan  upaya  atau  kontribusi  lebih  besar  patut  menerima  tunjangan  yang  lebih  tinggi.  Dengan  asas  adil  akan  tercipta  suasana  kerja  sama  yang  baik,  semangat  kerja,  disiplin,  loyalitas,  dan  stabilitas  karyawan  akan  lebih  baik. 

2. Azas Berimbang 

Insentif juga harus berimbang. Mereka yang menduduki jabatan yang serupa  harus menerima tunjangan yang kira‐kira sama. 

3. Tunjangan yang Diberika Layak dan Wajar 

Insentif  harus  dapat  memenuhi  kebutuhan  hidup  pegawai  dan  keluarganya  secara layak dan wajar. 


(22)

Sistem  pemberian  insentif  harus  mampu  meningkatkan  kualitas  pegawai,  mendorong  peningkatan  prestasi  dan  produktivitas  kerja,  menumbuhkan  motivasi dan kreativitas. 

5. Sesuai Kemampuan Anggaran Daerah 

Sistem  insentif  harus  mampu  menjamin  kelangsungan  organisasi.  Pemerintah Daerah tidak boleh membayar insentif terus menerus lebih tinggi  dari kemampuan anggarannya sehingga mengakibatkan anggaran defisit.  6. Meminimalkan Kesenjangan 

Perlu  dijaga  keseimbangan    besaran  tunjangan    untuk  tidak    terjadi  kesenjangan  yang  mencolok  antara  jabatan  tertinggi  dengan  terendah  maupun antar masing‐masing jabatan. 

2.4 Metode Perhitungan Insentif 

Banyak ragam penilaian kinerja PNS yang sudah dikeluarkan Pemerintah, mulai  dari  DP3  hingga  yang  terbaru  menggunakan  Sasaran  Kerja  Pegawai  (SKP).  Pemerintah  dalam  hal  ini  Presiden  Republik  Indonesia  sudah  mengeluarkan  aturan  mengenai  Sasaran  Kerja  Pegawai  yaitu  Peraturan  Pemerintah  Republik  Indonesia  Nomor  46  Tahun  2011  Tentang  Penilaian  Prestasi  Kerja  Pegawai  Negeri  Sipil.  Penilaian  prestasi  kerja  PNS  merupakan  suatu  proses  penilaian  secara  sistematis  yang  dilakukan  oleh  pejabat  penilai  terhadap  sasaran  kerja  pegawai  dan  perilaku  kerja  PNS  (Pasal  1  ayat  2  PP  No.  46  Tahun  2011).  Tujuannya  adalah  untuk  mengevaluasi  kinerja  PNS  ,  yang  dapat  memberi  petunjuk  bagi  manajemen  dalam  rangka  mengevaluasi  kinerja  unit  dan  kinerja  organisasi  secara  keseluruhan.  Penilaian  prestasi  kerja  PNS  menggabungkan  antara  penilaian  Sasaran  Kerja  Pegawai  Negeri  Sipil  dengan  Penilaian  Perilaku  Kerja. Penilaian prestasi kerja tersebut terdiri dari dua unsur yaitu SKP (sasaran  kerja pegawai) dan Perilaku Kerja dengan bobot penilaian masing‐masing unsur  SKP sebesar 60 % dan Perilaku Kerja sebesar 40 %. Hasil penilaian prestasi kerja  PNS dimanfaatkan sebagai dasar pertimbangan baik tunjangan pegawai maupun  karir‐nya. 

 

Tidak  terkecuali  Pemerintah  Kota  Cimahi,  dimana  sudah  mulai  melaksanakan  perhitungan  tunjangan  kinerja  (TKD)  untuk  menunjang  produktivitas.  Akan 


(23)

tetapi,  proses  ini  masih  belum  berdasar  kepada  peraturan  perundangan  yang  berlaku dan butuh pelaksanaan dan pengawasan yang serius dari seluruh unsur  Pemerintahan Kota Cimahi.  

2.5 Prinsip Sistem Tunjangan Kinerja Daerah   

Sistem Tunjangan Kinerja Daerah yang baik, haruslah menganut prinsip‐prinsip  beikut : 

a. Transparansi,  sistem  yang  dikembangkan  haruslah  jelas  dari  segi  input,  proses  dan  outputnya.  Sehingga  pegawai  dapat  dengan  mudah  mengetahui proses berjalannya sistem. 

b. Keadilan,  sistem  yang  dikembangkan  berazaskan  keadilan.  Ini  berarti  harus sesuai dengan hak dan tanggung jawab yang melekat pada individu  masing‐masing.  

c. Akuntabilitas,  sistem  dibuat  dengan  konsep  kemudahan  melakukan 

tracking nilai‐nilai yang ditampilkan. Sehingga tidak ada kesalahpahaman  terhadap penilaian yang berjalan. 

2.6 Asumsi dasar sistem 

Secara umum, penilaian prestasi kerja PNS dibagi dalam 2 (dua) unsur yaitu :  1. Sasaran Kerja Pegawai (SKP) merupakan rencana kerja dan target yang akan 

dicapai oleh seorang PNS dan dilakukan berdasarkan kurun waktu tertentu.  Sasaran kerja pegawai ini meliputi unsur : 

a. Kuantitas  merupakan  ukuran  jumlah  atau  banyaknya  hasil  kerja  yang  dicapai oleh seorang pegawai. 

b. Kualitas  merupakan  ukuran  mutu  setiap  hasil  kerja  yang  dicapai  oleh  seorang pegawai. 

c. Waktu merupakan ukuran lamanya proses setiap hasil kerja yang dicapai  oleh seorang pegawai. 

d. Biaya  merupakan  besaran  jumlah  anggaran  yang  digunakan  setiap  hasil  kerja oleh seorang pegawai. 

2. Perilaku  kerja  merupakan  setiap  tingkah  laku,  sikap  atau  tindakan  yang  dilakukan oleh seorang PNS yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan 


(24)

sesuai  dengan  ketentuan  peraturan  perundang‐undangan  yang  berlaku.  Adapun unsur perilaku kerja meliputi : 

a. Orientasi  pelayanan  merupakan  sikap  dan  perilaku  kerja  PNS  dalam  memberikan  pelayanan  kepada  yang  dilayani  antara  lain  meliputi  masyarakat,  atasan,  rekan  sekerja,  unit  kerja  terkait,  dan/atau  instansi  lain. 

b. Integritas  merupakan  kemampuan  seorang  PNS  untuk  bertindak  sesuai  dengan nilai, norma dan etika dalam organisasi. 

c. Komitmen  merupakan  kemauan  dan  kemampuan  seorang  PNS  untuk  dapat  menyeimbangkan  antara  sikap  dan  tindakan  untuk  mewujudkan  tujuan  organisasi  dengan  mengutamakan  kepentingan  dinas  daripada  kepentingan diri sendiri, seseorang, dan/atau golongan. 

d. Disiplin merupakan kesanggupan seorang PNS untuk menaati kewajiban  dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang‐ undangan  atau  peraturan  kedinasan  yang  apabila  tidak  ditaati  atau  dilanggar dijatuhi sanksi. 

e. Kerja  sama  merupakan  kemauan  dan  kemampuan  seorang  PNS  untuk  bekerja  sama  dengan  rekan  sekerja,  atasan,  bawahan  baik  dalam  unit  kerjanya  maupun  instansi  lain  dalam  menyelesaikan  suatu  tugas  dan  tanggung jawab yang diembannya. 

f. Kepemimpinan  merupakan  kemampuan  dan  kemauan  PNS  untuk  memotivasi dan mempengaruhi bawahan atau orang lain yang berkaitan  dengan bidang tugasnya demi tercapainya tujuan organisasi. 

 

Disamping  melakukan  Kegiatan  Tugas  Jabatan  yang  sudah  menjadi  tugas  dan  fungsi  pokoknya,  apabila  seorang  pegawai  memiliki  tugas  tambahan  terkait  dengan jabatannya, maka dapat dinilai dan ditetapkan menjadi tugas tambahan.  Tugas  tambahan  pada  dasarnya  merupakan  kegiatan  pendukung  tugas  pokok  yang  dibebankan  kepada  pegawai  untuk  dilaksanakan.  Seorang  PNS  yang  melaksanakan  tugas  tambahan  yang  diberikan  oleh  pimpinan/  pejabat  penilai  yang  berkaitan  dengan  tugas  pokok  jabatannya,  maka  hasilnya  dapat  dinilai  sebagai bagian dari SKP (sasaran kerja pegawai). Dalam Penjelasan PP Nomor 46 


(25)

Tahun 2011 Pasal (10) yang dimaksud dengan tugas tambahan adalah tugas lain  atau  tugas‐tugas  yang  ada  hubungannya  dengan  tugas  jabatan  yang  bersangkutan  dan  tidak  ada  dalam  SKP  yang  telah  ditetapkan.  Selain  tugas  tambahan,  PNS  yang  telah  menunjukkan  kreatifitas  yang  bermanfaat  bagi  organisasi dalam melaksanakan tugas pokok jabatan, hasilnya juga dapat dinilai  sebagai bagian dari capaian SKP (sasaran kerja pegawai). Pengertian kreativitas  di  sini  maksudnya  adalah  kemampuan  individu  atau  organisasi  untuk  menciptakan  sesuatu  yang  baru  dan  mempunyai  nilai  manfaat  bagi  keberlangsungan organisasi. 

   

Penilaian  prestasi  kerja  PNS  dilaksanakan  oleh  Pejabat  Penilai  sekali  dalam  1  tahun  (akhir  Desember  tahun  bersangkutan/  akhir  Januari  tahun  berikutnya).  Unsur  perilaku  kerja  yang  mempengaruhi  prestasi  kerja  yang  dievaluasi  harus  relevan  dan  berhubungan  dengan  pelaksanaan  tugas  pekerjaan  dalam  jenjang  jabatan  setiap  Pegawai  Negeri  Sipil  yang  dinilai.  Penilaian  prestasi  kerja  PNS  bertujuan  untuk  menjamin  objektivitas  pembinaan  PNS  yang  dilakukan  berdasarkan  sistem  prestasi  kerja  dan  sistem  karier  yang  dititikberatkan  pada  sistem  prestasi  kerja.  Formula  Rumusan  Penilaian  Capaian  SKP,  berdasarkan  aspek : 

 

a. Aspek Kuantitas: 

��������� = ����������_������

������_������ � 100   

 

Penilaian Prestasi  Kerja PNS terdiri 

atas:   

Sasaran Kerja  Pegawai (SKP) = 

60%   

Perilaku Kerja (PK)  = 40%   


(26)

b. Aspek Kualitas :  

��������= 

����������_�������� 

������_�������� � 100   

c. Aspek Waktu :    

����� = (

�����!"#$%&'()*  �����!"#$% )���������!"#$%

������!"#$% � 100   

NilaiTertimbang = 1.76 

      Untuk aspek waktu, maka terdapat beberapa kriteria hasil sebagai berikut :   i. Jika kegiatan tidak dilakukan maka realisasi waktu 0 (nol) 

ii. Jika aspek waktu yang tingkat efisiensinya ≤ 24% diberikan nilai  baik sampai dengan sangat baik 

iii. Jika aspek waktu yang tingkat efisiensinya > 24% diberikan nilai  cukup sampai dengan buruk 

 

Untuk menghitung presentase tingkat efisiensi waktu dari target waktu,  menggunakan rumus  

���������!"#$% = 100%

���������!"#$%

������!"#$% �100%    

d. Biaya, faktor biaya dibutuhkan untuk jabatan fungsional, maka rumus yang  digunakan adalah  :  

��������� ���  ����� = 

���������� ������

������ ������ � 100%   

i. Jika Kegiatan tidak dilakukan maka realisasi biaya 0 (nol)  ii. Jika Tingkat efisiensi ≤ 24% (bernilai baik ‐ sangat baik) 

iii. Jika Tingkat efisiensi > 24% diberikan nilai cukup sampai dengan  buruk 

iv. Untuk menghitung presentase tingkat efisiensi biaya dari target  biaya  


(27)

 

���������!"#$# = 100%

���������!"#$#

������!"#$# �100%    

Nilai capaian SKP dinyatakan dengan angka dan keterangan sbb:  a. 91 – ke atas     :Sangat baik 

b. 76 – 90    : Baik  c. 61 – 75     : Cukup  d. 51 – 60     : Kurang 


(28)

BAB 3 

. METODOLOGI 

 

3.1 Metodologi  

Metode  yang  dilakukan  dalam  penelitian  ini  menggunakan  Deskriptif  Analisis  untuk  menggambarkan  kondisi  eksisting  berdasarkan  data  faktual,  untuk  selanjutnya  dianalisis  menggunakan  data  kuantitatif.  Rincian  Tahapan  pelaksanaan pekerjaan ini meliputi : 

1. Tahap Persiapan 

2. Tahap Survey, Pengumpulan dan Pengolahan Data  3. Tahap Analisis dan Desain 

4. Tahap Forum Group Discussion (FGD)  

5. Tahap Penyusunan Laporan 

3.1.1 Tahap Persiapan 

Kegiatan  dimulai  dengan  melakukan  persiapan  pekerjaan  yang  dimulai  dengan  melakukan kajian literatur dan data awal dalam rangka penetapan desain kajian  serta inventarisasi kebutuhan data. Target pada tahap ini adalah tersepakatinya  desain kajian, metode dan pendekatan kajian serta tersusunnya rencana survey.   3.1.2 Tahap Survey, Pengumpulan dan Pengolahan Data 

Survei  merupakan  salah  satu  cara  yang  mampu  memberikan  informasi  yang  akurat  atau  sering  disebut  dengan  metode  untuk  mendapatkan  data  primer  berupa : 

a. Informasi  tentang  Pendapatan  Daerah,  Belanja  Daerah  dan  Biaya  Daerah,  

b. Informasi terkait Sumberdaya Manusia,  

c. Informasi mekanisme TPP yang telah berjalan berikut besarannya   Sehingga informasi yang diperoleh dapat menjadi dasar analisis kajian ini.   

Pengumpulan  data  diperoleh  dari  hasil  datang  langsung  ke  SETDA  Bagian  Administrasi  dan  Pembangunan,  Bagian  Keuangan  dan  Perekonomian  serta  Badan Kepegawaian Daerah Pemerintah Kota Cimahi. Setelah data dikumpulkan 


(29)

maka dilakukan pengolahan serta analisis data menggunakan analisis deskriptif  untuk  mendapatkan  gambaran  yang  jelas  tentang  mekanisme  pembiayaan  TPP  eksisting  berdasarkan  Anggaran  dan  Pendapatan  Belanja  Daerah  Pemerintah  Kota Cimahi. 

3.1.3 Tahap Analisis dan Desain 

Analisis data dilakukan melalui tahapan  berikut : 

1. Analisis peraturan perundangan terkait, terutama PermenPanRB No.63  Tahun 2011 dan PerkaBKN No.01 Tahun 2013 

2. Perumusan besaran tunjangan kinerja  

3. Perumusan  mekanisme  pembiayaan  tunjangan  kinerja.  Pada  tahap  perumusan  besaran  tunjangan  kinerja  akan  dilakukan  penjabaran  besaran  model  lama  dan  baru  tunjangan  kinerja  berdasarkan  faktor‐ faktor yang sudah didapatkan sebelumnya dan data kepegawaian yang  faktual.  Output  dari  tahapan  ini  adalah  skenario  besaran  tunjangan  berbasis  kinerja  untuk  selanjutnya  dirumuskan  mekanisme  pembiayaannya. 

 

Dengan  adanya  skenario  besaran  tunjangan  berbasis  kinerja  yang  sudah  dirumuskan  berpotensi  akan  menambah  beban  belanja,  khususnya  belanja  pegawai pada struktur APBD Pemerintah Kota Cimahi.  

 

Perumusan  TPP  berdasarkan  amanat  Permenpan  Nomor  63  Tahun  2011  tentang  Pedoman  Penataan  Sistem  Tunjangan  Kinerja  Pegawai  Negeri,  dimana  pemberian  tunjangan  berbasis  kinerja  didasarkan  pada  tingkat  capaian  pelaksanaan  reformasi  birokrasi,  nilai  dan  kelas  jabatan,  indeks  harga  nilai  jabatan,  faktor  penyeimbang,  dan  indeks  tunjangan  kinerja  daerah provinsi.  

 

Pada  tahap  ini  diperlukan  data  mengenai  Evaluasi  Jabatan  SKPD  Kota  Cimahi.  Namun  berhubung  data  Evaluasi  Jabatan  belum  tersedia,  maka  analisis  dilakukan  berdasarkan  data  Analisis  Jabatan  sehingga  belum  merefleksikan kondisi yang sebenarnya.  


(30)

3.1.3.1 Focus Group Discussion (FGD) 

Hasil  analisis  data  dan  temuan  dilapangan  selanjutnya  dilakukan Focus  Group  Discussion (FGD) pada tanggal 5 Desember 2014 yang dihadiri oleh Perwakilan 3  SKPD yaitu Bagian Administrasi dan Pembangunan SETDA, Bagian Keuangan dan  Perekonomian  SETDA  serta  Badan  Kepegawaian  Daerah  Pemerintah  Kota  Cimahi.  Tahap  FGD  ini  juga  bertujuan  untuk  melakukan cross‐check  terhadap  data hasil lapangan dan scenario formulasi TPP. Hasil FGD selanjutnya dijadikan  acuan untuk membuat analisis dan kesimpulan akhir.  

3.1.4 Tahap Penyusunan Laporan 

Tahap  Penyusunan  Laporan  Akhir  dilakukan  setelah  FGD  selesai  berdasarkan  tahapan kajian di atas.  


(31)

BAB 4 

. ANALISA DAN PEMBAHASAN 

 

 

4.1 Kondisi Sumberdaya Manusia 

Berdasarkan  data  yang  diperoleh,  Kondisi  Sumberdaya  Manusia  Pemerintah  Kota  Cimahi  sampai  dengan  Desember  2013  adalah  seperti  yang  ditunjukkan  pada Gambar 3 berikut ini.  

 

  Gambar 3. Komposisi SDM Kota Cimahi 

 

Terlihat  bahwa  pegawai  dengan  golongan  IV/a  mendominasi  dengan  jumlah  sebesar  2117  atau  sekitar  36%,  dilanjutkan  dengan  pegawai  golongan  III/c  sebesar 11%, kemudian III/b sebesar 10% (Gambar 4).  12  38  33  22  192  508  237  291  505  565  650  319  2117  283  33  6  1 

0  500  1000  1500  2000  2500 

I/a  I/b  I/c  I/d  II/a  II/b  II/c  II/d  III/a  III/b  III/c  III/d  IV/a  IV/b  IV/c  IV/d  IV/e 


(32)

 

Gambar 4. Prosentase SDM Kota Cimahi Per‐Golongan 

 

Berdasarkan data SDM yang ada, ditunjang dengan hasil Forum Group Discussion 

yang  telah  dilaksanakan,  bahwa  60%  dari  5812  jumlah  pegawai  yang  ada  didominasi oleh Guru. Dimana profesi Guru sudah mendapatkan tunjangan Guru.  Sehingga apabila angka 40%‐nya adalah pegawai Pemerintah kota Cimahi, maka  angka  tersebut  berkisar  2325  orang  pegawai  non‐Guru.  Angka  inilah  yang  kemudian kami gunakan dalam perhitungan

4.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah Kota Cimahi 

Berdasarkan  data  Lakip  2008‐2013  yang  kami  peroleh,  terlihat  besaran  Pendapatan Total Pemerintah Kota Cimahi bervariasi tiap tahunnya. Akan tetapi  terjadi  penurunan  yang  cukup  rendah  terjadi  pada  kurun  waktu  2012  menuju  2013,  dimana  angka  realisasi  pada  2012  adalah  Rp.  872,553,880,911.00  dan  2013  sebesar  Rp.  872,552,563,936.00  (Tabel  1).  walau  tidak  cukup  besar,  akan  tetapi  cukup  berpengaruh  terhadap  Besaran  Belanja  Daerah,  dimana  Belanja  Daerah cenderung naik tiap‐tahunnya.  

I/a  0%  1% I/b 

I/c  1%  0% I/d 

II/a  3%  II/b 

9%  II/c  4% 

II/d  5% 

III/a  9% 

III/b  10%  III/c 

11%  III/d 

5%  IV/a 

36% 

IV/b  5%  IV/

c  1% 

IV/d  0% 

IV/e  0% 


(33)

Tabel 1. Pendapatan Total Kota Cimahi 

Tahun  Pendapatan Total (PT) 

Target  Realisasi 

2008   ‐    501,879,586,763.00  

2009   561,750,581,298.00    592,066,884,241.00   2010   627,302,077,226.66    619,488,837,730.00   2011   716,050,128,278.12    722,983,366,785.00   2012   866,254,872,874.05    872,553,880,911.00   2013   866,254,872,874.00    872,552,563,936.00   Sumber : Olahan berdasarkan Lakip Kota Cimahi 2008‐2013 

 

Untuk  Pendapatan  Total  Kota  Cimahi,  walaupun  pada  tahun  2013  sedikit  mengalami penurunan akan tetapi tren memperlihatkan secara total mengalami  peningkatan (Gambar 5).  

 

  Gambar 5. Pendapatan Total dan Prediksi Linear Kota Cimahi 

   

Untuk  pendapatan  Asli  Daerah,  tiap  tahunnya  cenderung  memperlihatkan  tren  kenaikan,  hanya  saja  pada  tahun  2012  dan  2013  mengalami  penurunan  (Tabel  2). 

       

2008  2009  2010  2011  2012  2013  Target  Realisasi  Linear (Target)  Linear (Realisasi) 


(34)

Tabel 2. Pendapatan Asli Daerah Kota Cimahi 

Tahun  Pendapatan Asli Daerah (PAD) 

Target  Realisasi 

2008   ‐    65,108,491,622.00  

2009   76,278,639,222.00    75,049,167,992.00   2010   81,594,254,429.50    87,321,034,057.00   2011   109,043,541,699.00    117,914,378,161.00   2012   126,601,535,599.00    144,541,919,313.00   2013   126,601,535,599.00    144,540,602,338.00   Sumber : Olahan berdasarkan Lakip Kota Cimahi 2008‐2013 

   

Walaupun  demikian,  akan  tetapi  tren  memperlihatkan  kecenderungan  peningkatan secara total tiap tahunnya (Gambar 6).  

 

  Gambar 6. Pendapatan Asli Daerah dan Prediksi Linear Pemerintah Kota Cimahi   

Untuk belanja pegawai, tiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan,  kecuali memang seperti pendapatan total dan pendapatan asli daerah. Besaran  belanja pegawai nampaknya disesuaikan dengan kondisi tersebut. Berdasarkan  

   

Tabel  3)  terlihat  bahwa  tahun  2013  kondisi  realisasi  belanja  pegawai  turun  sebesar  Rp. 454,539,775.‐.  

 

 

2008  2009  2010  2011  2012  2013 

Target  Realisasi 


(35)

   

Tabel 3. Besaran Belanja Pegawai Kota Cimahi 

Tahun  Belanja Pegawai (BP) 

Target  Realisasi 

2008   ‐    276,542,243,307.00  

2009   300,571,937,432.00    258,450,627,297.00   2010   399,986,271,438.00    350,649,907,025.00   2011   444,313,663,736.00    421,283,906,932.00   2012   540,662,141,872.80    492,294,829,754.00   2013   540,061,099,782.80    491,840,289,979.00   Sumber : Olahan berdasarkan Lakip Kota Cimahi 2008‐2013 

 

Berdasarkan  data  tersebut,  apabila  dibandingkan  seperti  pada  Tabel  4,  untuk  realisasi  Pendapatan  Asli  Daerah  terhadap  belanja  total  rata‐rata  berkisar  15%  tiap  tahunnya.  Untuk  realisasi  Belanja  Pegawai  terhadap  Pendapatan  Total  berkisar  54%  tiap  tahunnya.  Sebaliknya,  Belanja  Pegawai  tidak  bisa  ditopang  oleh Pendapatan Asli Daerah. Jika kondisi ini dialami, maka akan terjadi defisit.    

Berdasarkan  data  yang  diperoleh,  sumber  dana  untuk  Belanja  Pegawai  saat  ini  masih  bersumber  pada  Pendapatan  Total,  mengingat  realisasi  capaian  PAD  terhadap Pendapatan Total Kota Cimahi masih sangat kecil, yaitu rata‐rata hanya  15%  setiap  tahunnya,  sementara  kebutuhan  Belanja  Pegawai  mengambil  porsi  yang lebih besar.  

 

Tabel 4. Prosentase PAD, Belanja Pegawai terhadap Pendapatan Total 

Tahun  Realisasi  Realisasi  Realisasi 

% PAD thd PT  % BP thd PT  % BP thd PAD 

2008  13%  55%  425% 

2009  13%  44%  344% 

2010  14%  57%  402% 

2011  16%  58%  357% 

2012  17%  56%  341% 

2013  17%  56%  340% 

Sumber : Olahan berdasarkan Lakip Kota Cimahi 2008‐2013   


(36)

Apabila  kita  proses  secara  statistik  (Gambar  7),  maka  angka  Belanja  Pegawai  Kota  Cimahi  akan  terus  mengalami  peningkatan  secara  linear.  Ini  diakibatkan  oleh beban Pegawai yang tiap tahunnya akan selalu mengalami peningkatan.  

  Gambar 7. Besaran Belanja Pegawai dan Prediksi Linear Pemerintah Kota Cimahi   

Seperti  telah  dijelaskan  sebelumnya,  porsi  Pendapatan  Asli  Daerah  terhadap  Pendapatan Total Kota Cimahi sangat kecil hanya  mencapai angka 15% saja. Ini  dapat terlihat seperti ditunjukkan pada Gambar 8 berikut. 

 

  Gambar 8. Rasio PAD dan Sektor Lain terhadap Besaran Pendapatan Total 

2008  2009  2010  2011  2012  2013 

Target  Realisasi 

Linear (Target)  Linear (Realisasi) 

 501,879,586,763.00  

 592,066,884,241.00  

 619,488,837,730.00  

 722,983,366,785.00  

 872,553,880,911.00  

 872,552,563,936.00    65,108,491,622.00  

 75,049,167,992.00    87,321,034,057.00  

 117,914,378,161.00  

 144,541,919,313.00   144,540,602,338.00  

2008  2009  2010  2011  2012  2013  Realisasi PT  Realisasi PAD 


(37)

   

4.3 Formulasi Besaran Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) 

Berdasarkan  PermenPANRB  No.63  Tahun  2011,  perhitungan  besaran  TPP  didasarkan pada komponen berikut :  

1. Kelas Jabatan  2. Batas Nilai 

3. Nilai Rata‐rata Jabatan  4. Index Harga Jabatan  5. Faktor Penyeimbang  6. ITDKP 

 

4.3.1 Penentuan Kelas Jabatan  

Data menunjukkan bahwa SDM Kota Cimahi sebesar 40% dari 5812 atau sekitar  2325  orang  adalah  murni  pegawai  non‐Guru.  Dari  data  tersebut,  selanjutnya  diolah merujuk pada PermenPanRB No. 63 Tahun 2011 bahwa terdapat sekitar  17 Kelas Jabatan. Kelas Jabatan ini dapat diterapkan apabila instansi pemerintah  sudah melaksanakan Analisa Jabatan, Analisa Beban Kerja dan Evaluasi Jabatan.  Kondisi  yang  ada  di  Pemkot  Cimahi  memperlihatkan  bahwa  belum  dilakukan  Evaluasi  Jabatan  (Evjab),  sehingga  dasar  penentuan  kelas  jabatan  ditentukan  berdasarkan Golongan Ruang. Dalam hal ini, golongan tertinggi (IV/e) yang ada  di Pemkot Cimahi menempati Kelas Jabatan 17, dan seterusnya hingga terendah  yaitu golongan I/a menempati Kelas Jabatan 1 (Tabel 5).  

Untuk  Eselonisasi,  kemudian  disesuaikan  dengan  Jabatan  dan  Golongan  yang  bersangkutan sehingga didapat urutan seperti ditunjukkan pada Tabel 5. 

                 


(38)

        Tabel 5. Asumsi Kelas Jabatan terhadap Pangkat Golongan  Sumber : Hasil olahan penelitian, 2014    4.3.2 Index Harga Jabatan 

Berdasarkan  PerMenPANRB  No.63  Tahun  2011  bahwa  Index  Harga  Jabatan  diperoleh  dari  hasil  pembagian  Upah  Minimum  Regional  Provinsi  (UMRP)  dengan  Nilai  Rata‐Rata  Jabatan  Terendah.  Untuk  besaran  UMRP  Provinsi  Jawa 

KELAS 

JABATAN  GOL  JABATAN  ESELON 

17  IV/e  (1) Walikota;    

16  IV/d  (2) Wakil Walikota  II.a 

15  IV/c  (1) Sekda  II.a 

14  IV/b  (1) Kepala Badan; (2) Kepala Dinas; (3)  Inspektorat; (4) Direktur; (5) AsDa; (6) Staf Ahli;  (7) Sek‐Wan  II.b  13  IV/a  (1) Sekretaris Badan/ Dinas/ Inspektorat/ Komisi;  (2) Inspektur Pembantu Wilayah; (3) Kepala  Kantor; (4) Camat; (5) Wakil Direktur; (6) Kepala  Satuan Satpol PP; (7) Kepala Bagian (Sekda/  Sekwan)  III.a  12  III/d  (1) Kepala Bidang (Badan/ Dinas/ ); (2) Kepala  Bagian (RSUD); (3) Sekretaris Camat; (4)  Sekretaris Dewan  III.b  11  III/c  (1) Kepala Sub‐Bidang (Badan/ Dinas); (2) Kepala  Sub‐Bagian(Badan/ Dinas/ Inspektorat/ Kantor/  Sekda/ Sekwan/ Sekretariat KPU); (3) Kepala  Seksi (Dinas/ Kantor/ Kecamatan); (4) Kepala UPT  (Dinas); (5) Kepala UPT/ UPTD (Dinas); (6) Lurah.  IV.a  10  III/b  (1) Kepala Sub‐Bagian (Dinas/ Kecamatan/  Sekwan Pengurus Korpri); (2) Kepala Tata usaha  (SMK); (3) Kepala Seksi (Kelurahan); (4) Sekretaris  (Kelurahan)   IV.b  9  III/a  (1) Kepala Tata Usaha SMP/SMA  V.a 

8  II/d  Struktural    

7  II/c  Struktural    

6  II/b  Struktural    

5  II/a  Struktural    

4  I/d  Struktural    

3  I/c  Struktural    

2  I/b  Struktural    


(39)

Barat Kota Cimahi tahun 2014 sebesar Rp. 1,735,473.‐ (SK. Gubernur Jawa Barat  No.561/Kep.1636‐Bangsos/2014).  Untuk  nilai  jabatan,  Pemkot  Cimahi  belum  melaksanakan  Evjab  sehingga  belum  didapatkan  angka  pasti  besaran  Nilai  Jabatan  tiap  jenjang‐nya,  sehingga  pendekatan  yang  dilakukan  adalah  menggunakan  pendekatan  Prov.  DKI  Jakarta  dimana  Nilai  rata‐rata  Jabatan  Terendah  berkisar  215.  Ini  dilakukan  dengan  asumsi  bahwa  pergerakan  Nilai  Jabatan Terendah tiap provinsi/ Kota tidak telalu jauh.  

 

Berdasarkan hal ini, maka besaran nilai Index Harga Jabatan dapat kita peroleh  sebagai berikut : 

����� ����� ������� = 

���� ���� ����ℎ�

����� �������� ������� �������ℎ  ����� ����� ������� = 1,

735,473

215 = 8,072   

 

Perlu  diketahui,  bahwa  masih  berdasarkan  PermenPANRB  No.63/2011  bahwa  capaian  Index  Tunjangan  Kinerja  Daerah  (ITDKP)  Provinsi  Jawa  Barat  adalah  0.567  (56.7%).  Ini  artinya,  pelaksanaan  capaian  Reformasi  Birokrasi  di  Jawa  Barat  sudah  mencapai  0.567.  Hal  ini  akan  berpengaruh  terhadap  perolehan  besaran  Tunjangan  Tambahan  Penghasilan  Pengawai  (TPP)  di  Kota  Cimahi.  Seperti  ditunjukkan  pada  Tabel  6  kolom  9  bawa  besaran  TPP  akan  mengalami  perkalian  dengan  faktor  (ITDKP  sebesar  0.567)  sehingga  dapat  dipastikan  besaran  tunjangan  yang  diterima  tergantung  capaian  ITDKP,  karena  faktor  pengali‐nya ada di besaran ITDKP Provinsi.  

 

Penentuan  kelasj  jabatan  untuk  Pemkot  Cimahi  sudah  dijelaskan  diatas,  yaitu  menggunakan  data  persamaan  Golongan  Ruang  dan  Eselon.  Idealnya,  kelas  jabatan ini merupakan hasil pemetaan dari Nilai Jabatan (Tabel 6 kolom 3)  tiap‐ tiap pegawai yang merupakan hasil dari Evaluasi Jabatan kedalam Kelas Jabatan  yang  bersangkutan.  Akan  tetapi  dikarenakan  Pemkot  Cimahi  belum  melaksanakan Evjab, maka dibuat berdasarkan persamaan Golongan Ruang dan  Eselon yang dipetakan ke dalam 17 Kelas Jabatan berbeda (Tabel 5). Untuk Nilai 


(40)

rata‐rata  Jabatan  (Tabel  6  kolom  4)merupakan  nilai  tengah  dari  Batas  Nilai  terendah dan tertinggi.      Tabel 6. Formulasi Besaran TPP Pemerintah Kota Cimahi  No  Kelas  Jabatan  Batas Nilai  Nilai  rata‐ rata  Jabata Kenaikan  Nilai dari  Nilai Rata‐ rata  dibawahnya  Index  Harga  Jabatan  Tunjangan  Faktor  Penyeimbang  Tunjangan TPP  Cimahi   TPP  Berdasarkan  ITDKP Jawa  Barat (0.567) 

(1)  (2)  (3)  (4)  (5)  (6)  (7)  (8)  (9)  (10) 

1  17  4055   Keatas 

                    

4078  251   8,072  

  32,917,483   1.00    32,917,483.23     18,664,213  

2  16  3605  ‐  4050  3828  450   8,072  

  30,895,455   1.00    30,895,455.38     17,517,723  

3  15  3155  ‐  3600  3378  425   8,072  

  27,263,070   1.00    27,263,070.03     15,458,161  

4  14  2755  ‐  3150  2953  400   8,072  

  23,832,484   1.00    23,832,483.87     13,513,018  

5  13  2355  ‐  2750  2553  325   8,072  

  20,603,697   1.00    20,603,696.90     11,682,296  

6  12  2105  ‐  2350  2228  250   8,072  

  17,980,307   1.00    17,980,307.48     10,194,834  

7  11  1855  ‐  2100  1978  250   8,072  

 

15,962,316   1.00 

 

15,962,315.62    9,050,633  

8  10  1605  ‐  1850  1728  250   8,072  

 

13,944,324   1.00 

 

13,944,323.76    7,906,432  

9  9  1355  ‐  1600  1478  250   8,072  

 

11,926,332   1.00 

 

11,926,331.90    6,762,230   10  8  1105  ‐  1350  1228  250   8,072    9,908,340   1.00   9,908,340.03    5,618,029   11  7  855  ‐  1100  978  225   8,072    7,890,348   1.00   7,890,348.17    4,473,827   12  6  655  ‐  850  753  200   8,072    6,074,156   1.12   6,803,054.16    3,857,332   13  5  455  ‐  650  553  140   8,072    4,459,762   1.10   4,905,738.21    2,781,554   14  4  375  ‐  450  413  75   8,072    3,329,687   1.20   3,995,623.88    2,265,519   15  3  305  ‐  370  338  65   8,072    2,724,289   1.30   3,541,575.72    2,008,073   16  2  245  ‐  300  273  58   8,072    2,199,611   1.55   3,409,397.25    1,933,128   17  1  190  ‐  240  215  0   8,072    1,735,473   1.70   2,950,304.10    1,672,822   Sumber : Hasil olahan penelitian, 2014 

 

Untuk  Kenaikan  Nilai  dari  Nilai  Rata‐rata  dibawahnya  (Tabel  6  kolom  4),  diperoleh  dari  pengurangan  rekursif  Nilai  Rata‐rata  jabatan  diatas  dengan  dibawahnya,  begitu  seterusnya.  Selanjutnya,  Index  Harga  Jabatan  seperti  yang  sudah  dijelaskan  sebelumnya,  diperoleh  dari  pembagian  nilai  UMRP  dibagi  dengan Nilai Rata‐Rata Jabatan Terendah (215). 

 

����� ����� ������� = 1,735,

473

215 = 8,072 


(41)

Besaran Tunjangan (Tabel 6 kolom 7), diperoleh melalui rumus : 

���������= ����� �������� �������   (����� ����� �������)    

sehinga  besaran  tunjangan  dapat  bervariasi  tergantung  dari  Nilai  Rata‐Rata  Jabatan yang berbeda‐beda.  

4.3.3 Faktor Penyeimbang 

Faktor  penyeimbang  adalah  nilai  yang  digunakan  sebagai  dasar  pemerataan  besaran  antar  kelas  jabatan  terutama  kelas  yang  rendah,  agar gap besaran  TPP  yang  diterima  antar  kelas  bawah  dengan  kelas  tertinggi  tidak  terlalu  jauh.  Berdasarkan  perhitungan  pembagian  Nilai  Tunjangan    tertingi  dibagi  Nilai  Tunjangan Terendah (Tabel 6 kolom 8), maka besaran faktor penyeimbang Kota  Cimahi diperoleh sebagai berikut :  

����� ������ �����������=  

32,917,483 

 1,735,473  =18,97   

Angka  total  faktor  penyeimbang  inilah  yang  kemudian  menjadi  faktor  pengali  Tunjangan  sehingga  untuk  Kelas  Jabatan  yang  sudah  tinggi  tidak  perlu  faktor  pengali  lebih  (kalikan  dengan  1),  dan  sebaliknya  untuk  Kelas  Jabatan  yang  semakin  rendah  ada  faktor  pengali  agar  besaran  tunjangan  lebih  merata.  Sehingga apabila kita melihat sebaran nilai Total Faktor Penyeimbang, semakin  kebawah  maka  semakin  tinggi.  Harapannya  memang  faktor  penyeimbang  ini  menjadi  faktor  pengali  pembesar  dalam  perolehan  tunjangan  bagi  kelas‐kelas  bawah.  Hal  ini  dapat  kita  lihat  seperti  pada  (Tabel  6  kolom  9),  dimana  faktor  pengali menjadi faktor signifikan terhadap pendapatan tunjangan TPP tiap kelas  terutama yang paling bawah.  

4.3.4 ITDKP 

Tidak berhenti sampai disini, besaran TPP masih tergantung pada faktor ITDKP  (Tabel 6 kolom 10),, dimana ITDKP Jawa Barat tahun 2011 masih berkisar 0.567‐ pun  menjadi  faktor  pengali  terakhir  bagi  besaran  Tunjangan  TPP  yang  akan  diperoleh.  Seperti  terlihat  pada  (Tabel  6  kolom  10)  besaran  tunjangan  tiap  kelasnya  akan  mengalami  perkalian  sebesar  0.567  sehingga  dapat  dipastikan  apabila  ITDKP  Provinsi  Jabar  semakin  tinggi,  maka  semakin  tinggi  pula 


(42)

perolehan  tunjangan  TPP.  ITDKP  tergantung  dari  capaian  Reformasi  Birokrasi  yang dilaksanakan ditingkat Provinsi‐nya.  

4.4 Anggaran yang dibutuhkan 

Selanjutnya,  kita  simulasikan  besaran  dana  yang  dibutuhkan  TPP  setiap  tahunnya dan sebarapa besar bebannya terhadap Pendapatan Total.  

 

Diketahui  bahwa  Golongan  Ruang  terbesar  di  Pemkot  Cimahi  adalah  Golongan  IV/a (36.4%), Golongan III/c (11.18%). Kita simulasikan sebagai berikut : 

! Pegawai A, Golongan IV/a " Kelas Jabatan 13, besaran Tunjangan setelah  ITDKP perbulannya sebesar Rp. 11,682,296.‐. Untuk 12 Bulan, maka 12 x  Rp. 11,682,296.‐ = Rp. 140,187,554.‐ 

! Pegawai B, Golongan III/c " Kelas Jabatan 11, besaran Tunjangan setelah  ITDKP  perbulannya  sebesar  Rp.  9,050,633.‐.  Untuk  12  Bulan,  maka  12  x  Rp. 9,050,633.‐ = Rp. 108,607,595.‐ 

! Pegawai  C,  Golongan  II/b "  Kelas  Jabatan  6,  besaran  Tunjangan  setelah  ITDKP  perbulannya  sebesar  Rp.  3,857,332.‐.  Untuk  12  Bulan,  maka  12  x  Rp. 3,857,332.‐ = Rp. 46,287,981.‐ 

 

Dengan menggunakan Asumsi dari 5812 jumlah pegawai di Kota Cimahi, hanya  40% atau sekitar 2325 Pegawai saja yang  merupakan  pegawai  Non‐guru,  maka  kebutuhan dana untuk TPP dapat kita hitung sebagai berikut : 

! Kebutuhan  dana  Pegawai  A,B,C  selama  12  Bulan  sebesar  Rp.  295,083,130.‐ 

! Maka kebutuhan dana untuk 2325 Pegawai adalah sebesar : 

������� ���� ��� 1 ��ℎ��=2325   ��.295,083,130 3

= ��.  228,689,425,466.16  

! Apabila  kita  melihat  Realisasi  Pendapatan  Total  Tahun  2013  sebesar  Rp.872,552,563,936.‐  maka  beban  TPP  1  tahun  berkisar  sekitar  26.24%  terhadap Pendapatan Total. 


(43)

Maka  dengan  demikian,  besaran  TPP  menghabiskan  dana  sebesar  Rp.  228,984,508,596    atau  26.24%    dari  Pendapatan  Total  atau  158%  dari  Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kota Cimahi. 

 

Dengan perhitungan yang sama, apabila guru tetap memperoleh besaran insentif  sebesar  rata‐rata  Rp.  400,000.‐  maka  besaran  TPP  akan  menghabiskan  dana  sebesar  Rp.  245,723,068,596.‐  atau  38.16%  dari  Pendapatan  Total  atau  170%  dari Pendapatan Asli Daerah Kota Cimahi. 

4.5 Besaran TPP Untuk Tiap Kelas Jabatan 

Dengan  menggunakan  perhitungan  seperti  diuraikan  diatas,  maka  diperoleh  besaran TPP untuk tiap kelas jabatan seperti terlihat pada Tabel 7. 

 

Tabel 7. Skenario Besaran TPP  KELAS 

JABATAN  GOL  JABATAN  ESELON 

SKENARIO  TPP (Hasil  Kajian) 

BESARAN  EKSISTING 

17  IV/e  (1) Walikota;      18,664,213      16  IV/d  (2) Wakil Walikota      17,517,723      15  IV/c  (1) Sekda  II.a   15,458,161    20,000,000  

14  IV/b 

(1) Kepala Badan; (2) Kepala Dinas; (3)  Inspektorat; (4) Direktur; (5) AsDa; (6) Staf Ahli; 

(7) Sek‐Wan  II.b   13,513,018    7,500,000  

13  IV/a 

(1) Sekretaris Badan/ Dinas/ Inspektorat/ Komisi;  (2) Inspektur Pembantu Wilayah; (3) Kepala  Kantor; (4) Camat; (5) Wakil Direktur; (6) Kepala 

Satuan Satpol PP; (7) Kepala Bagian (Sekda/ 

Sekwan)  III.a   11,682,296    5,000,000  

12  III/d 

(1) Kepala Bidang (Badan/ Dinas/ ); (2) Kepala  Bagian (RSUD); (3) Sekretaris Camat; (4) 

Sekretaris Dewan  III.b   10,194,834    4,250,000  

11  III/c  (1) Kepala Sub‐Bidang (Badan/ Dinas); (2) Kepala  Sub‐Bagian(Badan/ Dinas/ Inspektorat/ Kantor/  Sekda/ Sekwan/ Sekretariat KPU); (3) Kepala  Seksi (Dinas/ Kantor/ Kecamatan); (4) Kepala  UPT (Dinas); (5) Kepala UPT/ UPTD (Dinas); (6) 

Lurah.  IV.a   9,050,633  

 2,500,000‐ 3,750,000   10  III/b  (1) Kepala Sub‐Bagian (Dinas/ Kecamatan/  Sekwan Pengurus Korpri); (2) Kepala Tata usaha  (SMK); (3) Kepala Seksi (Kelurahan); (4) 

Sekretaris (Kelurahan)   IV.b   7,906,432  

 2,000,000 ‐  2,250,000   9  III/a  (1) Kepala Tata Usaha SMP/SMA  V.a   6,762,230      8  II/d  Struktural      5,618,029      7  II/c  Struktural      4,473,827      6  II/b  Struktural      3,857,332     


(44)

5  II/a  Struktural      2,781,554      4  I/d  Struktural      2,265,519      3  I/c  Struktural      2,008,073      2  I/b  Struktural      1,933,128      1  I/a  Struktural      1,672,822     


(1)

Maka  dengan  demikian,  besaran  TPP  menghabiskan  dana  sebesar  Rp.  228,984,508,596    atau  26.24%    dari  Pendapatan  Total  atau  158%  dari  Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kota Cimahi. 

 

Dengan perhitungan yang sama, apabila guru tetap memperoleh besaran insentif  sebesar  rata‐rata  Rp.  400,000.‐  maka  besaran  TPP  akan  menghabiskan  dana  sebesar  Rp.  245,723,068,596.‐  atau  38.16%  dari  Pendapatan  Total  atau  170%  dari Pendapatan Asli Daerah Kota Cimahi. 

4.5 Besaran TPP Untuk Tiap Kelas Jabatan 

Dengan  menggunakan  perhitungan  seperti  diuraikan  diatas,  maka  diperoleh  besaran TPP untuk tiap kelas jabatan seperti terlihat pada Tabel 7. 

 

Tabel 7. Skenario Besaran TPP  KELAS 

JABATAN  GOL  JABATAN  ESELON 

SKENARIO  TPP (Hasil  Kajian) 

BESARAN  EKSISTING 

17  IV/e  (1) Walikota;      18,664,213      16  IV/d  (2) Wakil Walikota      17,517,723      15  IV/c  (1) Sekda  II.a   15,458,161    20,000,000  

14  IV/b 

(1) Kepala Badan; (2) Kepala Dinas; (3)  Inspektorat; (4) Direktur; (5) AsDa; (6) Staf Ahli; 

(7) Sek‐Wan  II.b   13,513,018    7,500,000  

13  IV/a 

(1) Sekretaris Badan/ Dinas/ Inspektorat/ Komisi;  (2) Inspektur Pembantu Wilayah; (3) Kepala  Kantor; (4) Camat; (5) Wakil Direktur; (6) Kepala 

Satuan Satpol PP; (7) Kepala Bagian (Sekda/ 

Sekwan)  III.a   11,682,296    5,000,000  

12  III/d 

(1) Kepala Bidang (Badan/ Dinas/ ); (2) Kepala  Bagian (RSUD); (3) Sekretaris Camat; (4) 

Sekretaris Dewan  III.b   10,194,834    4,250,000  

11  III/c  (1) Kepala Sub‐Bidang (Badan/ Dinas); (2) Kepala  Sub‐Bagian(Badan/ Dinas/ Inspektorat/ Kantor/  Sekda/ Sekwan/ Sekretariat KPU); (3) Kepala  Seksi (Dinas/ Kantor/ Kecamatan); (4) Kepala  UPT (Dinas); (5) Kepala UPT/ UPTD (Dinas); (6) 

Lurah.  IV.a   9,050,633  

 2,500,000‐ 3,750,000   10  III/b  (1) Kepala Sub‐Bagian (Dinas/ Kecamatan/  Sekwan Pengurus Korpri); (2) Kepala Tata usaha  (SMK); (3) Kepala Seksi (Kelurahan); (4) 

Sekretaris (Kelurahan)   IV.b   7,906,432  

 2,000,000 ‐  2,250,000   9  III/a  (1) Kepala Tata Usaha SMP/SMA  V.a   6,762,230      8  II/d  Struktural      5,618,029      7  II/c  Struktural      4,473,827      6  II/b  Struktural      3,857,332     


(2)

5  II/a  Struktural      2,781,554      4  I/d  Struktural      2,265,519      3  I/c  Struktural      2,008,073      2  I/b  Struktural      1,933,128      1  I/a  Struktural      1,672,822     


(3)

BAB 5 

KESIMPULAN 

 

 

Berdasarkan hasil kajian, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :  

1. Besaran  TPP  menghabiskan  dana  sebesar  Rp.  228,984,508,596    atau  26.24%    dari  Pendapatan  Total  atau  158%  dari  Pendapatan  Asli  Daerah  Pemerintah Kota Cimahi. 

2. Apabila  guru  tetap  memperoleh  besaran  insentif  sebesar  rata‐rata  Rp.  400,000.‐  maka  besaran  TPP  akan  menghabiskan  dana  sebesar  Rp.  245,723,068,596.‐  atau  38.16%  dari  Pendapatan  Total  atau  170%  dari  Pendapatan Asli Daerah Kota Cimahi. 

3. Apabila  Pemerintah  Kota  Cimahi  sudah  menjalankan  Evaluasi  Jabatan,  maka  dapat  dipastikan  jumlah  26%  ini  dapat  berkurang  dikarenakan  dengan jabatan yang sama, belum pasti beban kerja sama sehingga kelas  jabatan dapat berbeda pula. 

4. Pemetaan  Kelas  jabatan  yang  digunakan  untuk  Pemerintah  Kota  Cimahi  dirasa  cukup  tinggi,  dikarenakan  lazimnya  untuk  sekarang  ini  Kelas  Jabatan  tertinggi  (Kelas  17  dan  16)  hanya  untuk  Gubernur  dan  Wakil  Gubernur.  Mengingat  bahasan  ini  hanya  diperuntukkan  bagi  Pemkot  Cimahi,  maka  Jabatan  tertinggi  tersebut  ditempati  oleh  Walikota  dan  Wakil  Walikota,  akan  tetapi  apabila  sudah  dilakukan  Evaluasi  Jabatan,  maka  dipastikan  Jabatan  Walikota  dan  Wakil  Walikota  akan  dapat  menempati  posisi  Kelas  Jabatan  15  atau  14.  Sehingga  pada  akhirnya  faktor  pengali  menjadi  lebih  kecil  dan  beban  besaran  TPP  menjadi  lebih  kecil pula. 

5. Index  Tunjangan  Kinerja  Daerah  Provinsi  (ITDKP)  Jawa  Barat  berdasarkan  PerMenPANRB  No.63  Tahun  2011  sebesar  0.567.  Artinya  faktor  pengali  akhir  hanya  sebesar  56.7%  saja.  Apabila  kemudian  didapatkan  angka  ITDKP  terakhir,  maka  dapat  dipastikan  besaran  perolehan TPP akan semakin besar pula.  

6. Agar besaran TPP semakin akurat, maka harus segera dilakukan Evaluasi  Jabatan. 


(4)

Referensi 

 

 

Buku 

Armstrong,  Michael  &  Baron,  Angela  (2005).  ”Managing  Performance: 

Performance  Management  in  Action.”  Institute  of  Personnel  and 

Development 

Bacal,  Robert  (1998).  ”Performance  Management  2nd  Edition.”  The  McGraw‐Hill 

Companies 

Baird, Lloyd (1986). “Managing Performance.” Wiley, 1986  

Gary  Dessler  (2003:322).  “Human  resource  management.”  Upper  Saddle  River,  N.J. : Prentice Hall 

Ivancevich, John M. (1995).  “Human Resources Management . “ McGraw‐Hill  Jensen,  Michael  C.    (1976).  “Theory  of  the  Firm  :  Managerial  Behavior,  Agency 

Costs and Ownership Structure.” Harvard Business School.   Mondy & Noe (1993). “Human Resources Management.” Prentice Hall 

Ruky,  Achmad  S.  (2002).  “Sistem Manajemen Kinerja (performance management  system)  Panduan  Praktis  untuk  Merancang  dan  Meraih  Kinerja  Prima.“  Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 

Siswanto  (1987).  “Manajemen  Tenaga  Kerja  Indonesia.”  Jakarta  :  PT.  Bumi  Aksara.  

Udekusuma (2007). “Manajemen Kinerja Definisi Manajemen.” Jakarta 

Wibisono,  Dermawan  (2006).  “Manajemen  Kinerja  :  Konsep,  Desain  dan  Teknik 

Meningkatkan Daya Saing Perusahaan. “ Erlangga, Indonesia  

William , B. Werther & Keith, Davis (1995). Human Resources and Personal  

Management. Jakarta 

Williams,  Richard  S.  (1998).  “Performance  Management:  Perspectives  on 

Employee Performance. “ International Thomson Business Press 

 

Dokumen 

Lakip Kota Cimahi 2008‐2013  Data PNS Cimahi 2013 


(5)

 

Peraturan Perundangan 

Undang‐Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 

Undang‐Undang  Nomor  08  Tahun  1974  tentang  Pokok‐Pokok  Kepegawaian  sebagaimana telah diubah dengan Undang‐Undang Nomor 43 Tahun 1999  tentang  Perubahan  atas  Undang‐Undang  Nomor  08  Tahun  1974  tentang  Pokok‐Pokok Kepegawaian; 

Undang‐Undang  Nomor  32  Tahun  2004  tentang  Pemerintahan  Daerah  sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang‐ Undang  Nomor  12  Tahun  2008  tentang  Perubahan  Kedua  atas  Undang‐  Undang  Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 

Undang‐Undang Nomor 05 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara; 

Peraturan  Pemerintah  Nomor  07  Tahun  1977  tentang  Peraturan  Gaji  Pegawai  Negeri  Sipil  sebagaimana  telah  diubah  beberapa  kali,  terakhir  dengan  Peraturan  Pemerintah  Nomor  22  Tahun  2013  tentang  Perubahan  Kelima  Belas atas Peraturan Pemerintah Nomor 07 Tahun 1977 tentang Peraturan  Gaji Pegawai Negeri Sipil; 

Peraturan  Pemerintah  Nomor  38  Tahun  2007  tentang  Pembagian  Urusan  Pemerintahan  antara  Pemerintah,  Pemerintahan  Daerah  Provinsi,  Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota; 

Peraturan  Pemerintah  Nomor  53  Tahun  2010  tentang  Disiplin  Pegawai  Negeri  Sipil; 

Peraturan  Pemerintah  Nomor  46  Tahun  2011  tentang  Penilaian  Prestasi  Kerja  Pegawai Negeri Sipil; 

Peraturan  Presiden  Nomor  81  Tahun  2010  tentang  Grand  Design  Reformasi  Birokrasi  2010‐2025;  Peraturan  Menteri  Dalam  Negeri  Nomor  13  Tahun  2006  tentang  Pedoman  Pengelolaan  Keuangan  Daerah  sebagaimana  telah  diubah  beberapa  kali,  terakhir  dengan  Peraturan  Menteri  Dalam  Negeri  Nomor  21  Tahun  2011  tentang  Perubahan  Kedua  atas  Peraturan  Menteri  Dalam  Negeri  Nomor  13  Tahun  2006  tentang  Pedoman  Pengelolaan  Keuangan Daerah; 


(6)

Peraturan  Menterin  Dalam  Negeri  Nomor  12  Tahun  2008  tentang  Pedoman  Analisis  Beban  Kerja  di  Lingkungan  Departemen  Dalam  Negeri  dan  Pemerintah Daerah; 

Peraturan  Menteri  Pendayagunaan  Aparatur  Negara  Nomor  Per/15/M.Pan/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi;  Peraturan  Menteri  Pendayagunaan  Aparatur  Negara  dan  Reformasi  Birokrasi 

Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi Tahun 2010‐ 2014; 

Peraturan  Menteri  Pendayagunaan  Aparatur  Negara  dan  Refomasi  Birokrasi  Nomor 33 Tahun 2011 tentang Pedoman Analisis Jabatan; 

Peraturan  Menteri  Pendayagunaan  Aparatur  Negara  dan  Reformasi  Birokrasi  Nomor 34 Tahun 2011 tentang Pedoman Evaluasi Jabatan; 

Peraturan  Menteri  Pendayagunaan  Aparatur  Negara  dan  Reformasi  Birokrasi  Nomor  63  Tahun  2011  tentang  Pedoman  Penataan  Sistem  Tunjangan  Kinerja Pegawai Negeri; 

Peraturan  Kepala  Badan  Kepegawaian  Negara  Nomor  01  Tahun  2013  tentang  Ketentuan  Pelaksanaan  Peraturan  Pemerintah  Nomor  46    Tahun  2011  tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS.