Spiritualitas gembala baik dalam pendampingan personal para guru di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta.

(1)

viii

ABSTRAK

Skripsi ini mengambil judul Spiritualitas Gembala Baik dalam Pendampingan Personal Para Guru di Sekolah SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta. Penulis memilih judul iniberdasarkan kerinduan dan rasa ingin tahu penulis pada dunia pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Bagi penulis, dunia pendidikan luar biasa merupakan suatu dunia yang baru dan mengusik rasa ingin tahu penulis. Selain itu juga, dengan berefleksi dari Spiritualitas Gembala Baik, penulis dapat belajar untuk menjadi seorang guru yang baik, karena menjadi guru merupakan sebuah perziarahan yang tidak pernah habis.

Berkaitan dengan hal tersebut, penulis mengambil tema Spiritualitas Gembala Baik sebagai sebuah refleksi bagi pelayanan dalam dunia pendidikan luar biasa, terutama di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta. Penulis melihat pendekatan personal akan sangat baik bila diperkaya dengan pendekatan spiritual. Alasannya dalam pendekatan spiritual, guru belajar untuk mengenal jati diri dan inti hidupnya. Dengan guru yang mengenal jati diri dan inti hidupnya, maka ia akan melayani dan mencintai anak didik dengan tulus. Hal ini pun sejalan dengan prinsip pendampingan personal yang dilaksanakan di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta ialah prinsip pelayanan dan mencintai anak-anak dengan tulus. Pelaksanaan pendampingan di sekolah ini menggunakan metode pengajaran klasikal dan individual, tetapi pada kenyataannya metode pengajaran individual lebih dominan digunakan.

Karya tulis ini disusun menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis, yaitu pendekatan yang berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya dengan orang-orang dalam situasi-situasi tertentu, melalui wawancara dan observasi partisipatif. Fokus penelitian ini terletak pada proses pendampingan personal yang dilaksanakan oleh para guru di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Penulis melihat bahwa pendampingan personal yang dilaksanakan di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta dapat meningkatkan hasil belajar bagi anak berkebutuhan khusus. Hal ini dapat dilihat dalam ekspresi keceriaan, relasi anak-anak dengan para guru, rasa nyaman, rasa percaya diri serta keingintahuan anak-anak untuk belajar. Selain itu juga, anak lebih mandiri dan mampu untuk berkomunikasi dengan baik, anak mampu untuk pergi berbelanja sendiri dan berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat kepada orang lain. Dengan demikian, pendampingan personal dapat menjadi sumbangan bagi dunia pendidikan luar biasa. Cara ini diharapkan dapat bermanfaat bagi orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus dan siapapun yang berkarya di dalam dunia pendidikan luar biasa.


(2)

ix ABSTRACT

This thesis took Spirituality of Good Shepherd in Personal Mentoring Teacher at Sekolah SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta as its title. Writer chooses this title base on her yearning and curiosity about education for children with disabilities. For writer, education for children with disabilities is a new experience and tempting the writer curiosity. Moreover, with the reflection of Spirituality of Good Shepherd, writer can learn how to become a good teacher, because become a teacher is a pilgrimage that never ends.

Related with that, writer takes Spirituality of Good Shepherd as her theme as a reflection to serve the education for children with disabilities, especially at SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta. Writer sees that personal approach will be better if enriched with spiritual approach. The reason in spiritual approach, teacher can learn how to know his/her identity and the point of his/her life. So he/she will serve and sincerely loves his/her student. This is also the same principle with personal approach that SLB/G A-B Hellen Keller uses and that principle is service and sincerely love children. Implementation assistance in this school use classical and individual method, but in reality individual method is predominantly used.

This thesis is written using qualitative research methods with phenomenological approach. That is an approach who tried to understand the meaning of an event and the connection with people inside some situations, through some interviews and participative observation. The focus of this research base on personal assistance which is used by the teacher at SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta which is can help student to study.

Writer sees that personal assistance that SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta use can help student to improve their knowledge for children with disabilities. This thing can be see from their expression, relation between student and teacher, sense of comfort, confidence and their curiosity to learn something. In addition of that, student become more independent and can communicated very well, student can go to the store by themselves and communicate with sign language with other people. In the end personal assistance can become a donation for the education for children with disabilities. This method is expected can be useful for parent who have children with disabilities and for anyone who work in that.


(3)

i

SPIRITUALITAS GEMBALA BAIK DALAM PENDAMPINGAN PERSONAL PARA GURU

DI SLB/G A-B HELLEN KELLER YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh :

Maria Eka Savitri NIM: 081124005

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2013


(4)

SK*IPSI

SPIRITUALITAS GrcT&ALA BAIK

I}AI,AM

PE}II}A1I{PINGAN PERSOHAL PARA GI}RIJ

DI SLB/G A.B MI.,LEN KELI,EI. YOGYAKARTA

tr,=P"ffi

"

."4$&rz+oo-sy

lfJ '-I&"

gwF

,;,r-=

-5p€fu*

S

,fle*

Yp*ih

&*

dg*--- E " iq

X

ff,i,swq

E$ur*ie\\

=iffi:

sM

rE} E*

Ee ffi

"%W.&

u=*- khg -

*-qE

-H\

',-d

}nffituf[+E{

"

P€lrrlbimbiag

t?

"Aqil

rl'r


(5)

Nama

Ketua

Sekretaris

Aaggota

SPIRIT$AIITAS GE.MBALA BAIK DALAM

TENDAI{PINGAN PtrRSONAL PARA GURU

I}I

SLB/G A.B HELLEN KELLERYOGYAKARTA

Dipersiapkan dan ditulis oleh:

Maria Eka Savitri

NIM: 081124005

Telah dipedahankaa di depan panitia pen${i

Pada tanggal26 Februari 2013

Daa dinyatakaa mememrhi syarat

SUSUNAN PANITIA FENGUJI

Drs. F'. X. Heryatno W. W-, S.J., M.Ed.

Dr. C. B. Putranta., S.f FX Dapiyart4 SFIq M. Pd

Yogyakarta 26 Februari ?013 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma

fir

Tand+ Tangan

: Drs. F. X. Heryatno W- $F., S.I.;

M.Ed. ..{*il

,


(6)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada

Yesus Sang Gembala Sejati

Kedua orang tuaku yang selalu mengasihi Sahabatku yang berada jauh di sana

Adik-adik special yang memberikan banyak inspirasi Serta setiap orang yang mencintai sahabat kita yang berkekurangan


(7)

v

MOTTO

“Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan

percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak.” (Mzm 37:5)

Sebab,

“Ia melakukan perbuatan-perbuatan yang besar dan yang tak terduga, serta keajaiban-keajaiban yang tak terbilang banyaknya.”


(8)

PERIVTATAAI\I I(EASLIAIY KARYA

Saya menyatakan deagan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka sebagaimana Iayaknya karya ikniah.

Yogyakarta" 26 Februari 2013

(tu

Maria Eka Savitri


(9)

Yang bertanda tangan di baw-ah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma.

Namn

. Maria Eka Savitri

NIM

. 081124005

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

SPIRITUALITAS

GEMBALA

BAIK DAI.AM

PENDAMPINGAN PERSONAL PARA GURU

DI

SEKOLAH SLB/G A-B HELLEN KELLER

YOGYAI(AR'TA

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada Perpustakaan universitas sanata Dharma

hak untuk

menyimpaq mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan dat4 rneadistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau

media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta

izin

dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis

Demikian pernyataan saya saya buat deagaa sebenarya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal ?6 Februari 2013

Yang menyatakan

F

\-/-"

U-\

(Maria Eka Savitri)


(10)

viii

ABSTRAK

Skripsi ini mengambil judul Spiritualitas Gembala Baik dalam Pendampingan Personal Para Guru di Sekolah SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta. Penulis memilih judul iniberdasarkan kerinduan dan rasa ingin tahu penulis pada dunia pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Bagi penulis, dunia pendidikan luar biasa merupakan suatu dunia yang baru dan mengusik rasa ingin tahu penulis. Selain itu juga, dengan berefleksi dari Spiritualitas Gembala Baik, penulis dapat belajar untuk menjadi seorang guru yang baik, karena menjadi guru merupakan sebuah perziarahan yang tidak pernah habis.

Berkaitan dengan hal tersebut, penulis mengambil tema Spiritualitas Gembala Baik sebagai sebuah refleksi bagi pelayanan dalam dunia pendidikan luar biasa, terutama di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta. Penulis melihat pendekatan personal akan sangat baik bila diperkaya dengan pendekatan spiritual. Alasannya dalam pendekatan spiritual, guru belajar untuk mengenal jati diri dan inti hidupnya. Dengan guru yang mengenal jati diri dan inti hidupnya, maka ia akan melayani dan mencintai anak didik dengan tulus. Hal ini pun sejalan dengan prinsip pendampingan personal yang dilaksanakan di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta ialah prinsip pelayanan dan mencintai anak-anak dengan tulus. Pelaksanaan pendampingan di sekolah ini menggunakan metode pengajaran klasikal dan individual, tetapi pada kenyataannya metode pengajaran individual lebih dominan digunakan.

Karya tulis ini disusun menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis, yaitu pendekatan yang berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya dengan orang-orang dalam situasi-situasi tertentu, melalui wawancara dan observasi partisipatif. Fokus penelitian ini terletak pada proses pendampingan personal yang dilaksanakan oleh para guru di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Penulis melihat bahwa pendampingan personal yang dilaksanakan di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta dapat meningkatkan hasil belajar bagi anak berkebutuhan khusus. Hal ini dapat dilihat dalam ekspresi keceriaan, relasi anak-anak dengan para guru, rasa nyaman, rasa percaya diri serta keingintahuan anak-anak untuk belajar. Selain itu juga, anak lebih mandiri dan mampu untuk berkomunikasi dengan baik, anak mampu untuk pergi berbelanja sendiri dan berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat kepada orang lain. Dengan demikian, pendampingan personal dapat menjadi sumbangan bagi dunia pendidikan luar biasa. Cara ini diharapkan dapat bermanfaat bagi orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus dan siapapun yang berkarya di dalam dunia pendidikan luar biasa.


(11)

ix ABSTRACT

This thesis took Spirituality of Good Shepherd in Personal Mentoring Teacher at Sekolah SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta as its title. Writer chooses this title base on her yearning and curiosity about education for children with disabilities. For writer, education for children with disabilities is a new experience and tempting the writer curiosity. Moreover, with the reflection of Spirituality of Good Shepherd, writer can learn how to become a good teacher, because become a teacher is a pilgrimage that never ends.

Related with that, writer takes Spirituality of Good Shepherd as her theme as a reflection to serve the education for children with disabilities, especially at SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta. Writer sees that personal approach will be better if enriched with spiritual approach. The reason in spiritual approach, teacher can learn how to know his/her identity and the point of his/her life. So he/she will serve and sincerely loves his/her student. This is also the same principle with personal approach that SLB/G A-B Hellen Keller uses and that principle is service and sincerely love children. Implementation assistance in this school use classical and individual method, but in reality individual method is predominantly used.

This thesis is written using qualitative research methods with phenomenological approach. That is an approach who tried to understand the meaning of an event and the connection with people inside some situations, through some interviews and participative observation. The focus of this research base on personal assistance which is used by the teacher at SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta which is can help student to study.

Writer sees that personal assistance that SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta use can help student to improve their knowledge for children with disabilities. This thing can be see from their expression, relation between student and teacher, sense of comfort, confidence and their curiosity to learn something. In addition of that, student become more independent and can communicated very well, student can go to the store by themselves and communicate with sign language with other people. In the end personal assistance can become a donation for the education for children with disabilities. This method is expected can be useful for parent who have children with disabilities and for anyone who work in that.


(12)

x

KATA PENGANTAR

Pertama-tama, syukur dan terima kasih kepada Yesus Sang Gembala Sejati yang telah membimbing, menemani serta meneguhkan saat suka dan duka, dari awal perencanaan, penulisan hingga terselesainya penyusunan skripsi dengan judul Spiritualitas Gembala Baik dalam Pendampingan Personal Para Guru di Sekolah SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta. Skripsi ini diajukan untuk memberikan sumbangan pemikiran, gagasan dan inspirasi bagi siapa saja yang mencintai anak-anak berkebutuhan khusus.

Selama proses penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan, dukungan, doa dan perhatian yang meneguhkan dari banyak pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis menyampaikan ungkapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Drs. F.X Heryatno Wono Wulung., S.J., M.Ed, sebagai dosen yang telah membimbing, mengarahkan dan mengoreksi penyusunan skripsi ini.

2. Dr. C.B. Putranta. S.J. sebagai dosen wali sekaligus dosen penguji.

3. F.X Dapiyanta, SFK, M.Pd. sebagai dosen pembimbing dalam penelitian sekaligus sebagai dosen penguji.

4. Para dosen Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhusussan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan banyak pengetahuan, keterampilan, perhatian, cinta serta pelayanan kepada penulis selama menjalani masa studi sampai selesai.


(13)

xi

5. Para karyawan-karyawati di kampus IPPAK yang telah memberikan perhatian dan dukungan dengan caranya masing-masing.

6. Papa, mama dan adik-adikku tercinta yang telah memberikan banyak dukungan, baik secara moral maupun material.

7. Teman-teman seperjuangan angkatan 2008, terima kasih untuk segala persahabatan, kebersamaan, perjuangan dan persaingan dalam setiap proses perkuliahan.

8. Adik-adik asrama Serafhine yang selalu mendukung, siap menjadi tempat

curhat dan penyemangat ketika penulis merasa lelah, jenuh dan putus asa. 9. Anna Titis Widosari dan Puri Wahyuni, sahabat, rival serta teman sharing

dalam suka dan duka terutama dalam proses penyusunan skripsi.

10. Sahabat yang jauh berada di sana, terima kasih atas doa, dukungan dan semangat yang tidak pernah putus.

11. Adik-adik special di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta, terima kasih atas penerimaan, inspirasi, berkat dan pelajaran yang telah kalian berikan yang tidak akan pernah terlupakan selamanya.

12. Suster-suster PMY, guru-guru dan karyawan-karyawati di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta, terima kasih atas persahabatan, bantuan dan dukungan dalam setiap proses, serta bersedia untuk direpotkan.

13. Orang tua dari adik-adik special yang telah menyediakan waktu untuk diwawancarai


(14)

14- Akhirnya kepada siapa saja yang tidak sempat penulis sebutkan namanya di

sini satu persatu yang teiah membantu berbagai pengalaman hidup dengan perrlis selama menjalani masa studi.

Penulis menyadari, skripsi

ini

masih banyak kekurangan. Oleh karena itr:,

penrlis membuka

diri

atas segala

kritik yang

membangua dari pembaca. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan

umbangan pemikiran atas gagasan bagi semua pembaca.

Yogyakart4 26 Februari 2013 Penulis

MariaEka Savitri


(15)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan penulisan ... 6

D. Manfaat penulisan ... 6

E. Metode Penulisan ... 7

F. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II. SPIRITUALITAS GEMBALA BAIK BAGI PENDAMPINGAN PERSONAL ... 10

A. Spiritualitas Gembala Baik ... 10

1. Pengertian Spiritualitas ... 10

2. Arti Kata Gembala ... 13

3. Kehidupan Seorang Gembala Pada Jaman Yesus ... 13

4. Gambaran Seorang Gembala Baik Berdasarkan Alkitab... 16

a. Kitab Mazmur (Mzm 23:1-6)... 17

b. Kitab Yehezkiel (Yeh 34:1-31) ... 18

c. Injil Yohanes (Yoh 10:1-18) ... 21


(16)

xiv

a. Kawanan adalah pusat segalanya ... 25

b. Selalu siap dan hadir di tengah kawanan ... 25

c. Mengenal kawanannya... 26

d. Dapat dipercaya ... 26

e. Seorang yang pekerja keras ... 26

f. Pribadi yang melindungi dan berani ... 27

6. Kualitas Seorang Gembala Baik ... 27

7. Fungsi Pengembalaan ... 28

a. Menyembuhkan (Healing) ... 29

b. Mendukung (Sustaining) ... 29

c. Membimbing (Guiding) ... 29

d. Memulihkan (Reconciling) ... 29

e. Memelihara atau mengasuh (Nurturing) ... 29

B. Inspirasi Spiritualitas Gembala Baik Bagi Pendampingan Personal ... 30

1. Pengertian Pendampingan Personal ... 30

2. Fungsi Pendampingan Personal ... 30

a. Fungsi Pemahaman ... 31

b. Fungsi Pencegahan... 31

c. Fungsi Pemeliharaan ... 32

3. Teknik-Teknik dalam Pendampingan Personal ... 35

a. Rencana studi mandiri (Independent Study Plan) ... 35

b. Program belajar yang berpusat pada siswa (Learned Centered Program) ... 35

c. Belajar menurut kecepatan sendiri (Self Pacing) ... 36

d. Pengaturan instruksi oleh siswa sendiri (Student Determined Instruction) ... 37

4. Inspirasi dari Spiritualitas Gembala Baik ... 37

a. Pengabdian hidup ... 37

b. Menjaga dan melindungi... 38

c. Hubungan yang akrab ... 39

d. Menyediakan segalanya ... 39

BAB III. PENELITIAN TENTANG PENDAMPINGAN PERSONAL DI SLB/G A-B HELLEN KELLER YOGYAKARTA ... 42


(17)

xv

A. Gambaran Umum Tentang SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta ... 43

1. Sejarah Singkat Berdirinya SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta ... 43

2. Visi, Misi dan Tujuan SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta ... 45

a. Visi Sekolah ... 45

b. Misi Sekolah ... 45

c. Tujuan Sekolah ... 46

3. Gambaran Singkat SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta ... 46

a. Lingkungan Fisik ... 46

b. Fasilitas Sekolah ... 47

c. Administrasi Sekolah ... 47

d. Struktur Organisasi Sekolah ... 48

4. Metode Pendampingan Personal yang Digunakan oleh Sekolah ... 48

a. Kegiatan Akademik dan Non Akademik ... 49

b. Kegiatan belajar mengajar secara akademik ... 50

c. Kegiatan rohani ... 50

d. Kegiatan ekstrakulikuler ... 50

e. Kegiatan ADL (Activity Daily Living) ... 50

f. Kegiatan pengembangan keterampilan siswa ... 51

5. Program Home Visit ... 51

6. Keadaan Siswa di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta ... 51

7. Guru yang Bekerja di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta ... 53

B. Penelitian Tentang Pendampingan Personal ... 54

1. Metodologi Penelitian ... 54

a. Latar Belakang Penelitian ... 54

b. Fokus Penelitian ... 56

c. Tujuan Penelitian ... 56

d. Jenis Penelitian... 56

e. Setting Penelitian ... 57

f. Responden Penelitian ... 57

g. Waktu Penelitian ... 58


(18)

xvi

i. Tahap Pemeriksaan Keabsahan Data ... 58

j. Teknik Pembahasan Data ... 59

k. Definisi Konseptual ... 59

l. Definisi Operasional ... 60

m. Variabel Penelitian ... 61

n. Kisi-Kisi Penelitian ... 61

2. Laporan Hasil Penelitian... 62

a. Laporan Hasil Penelitian melalui Observasi Partisipatif ... 62

b. Laporan Hasil Penelitian melalui Wawancara dengan Staf Guru ... 63

c. Laporan Hasil Penelitian melalui Wawancara dengan Orang Tua Murid... 65

3. Pembahasan Hasil Penelitian ... 66

a. Pendampingan Personal ... 67

b. Hasil Belajar Anak ... 70

4. Kesimpulan Penelitian ... 73

BAB IV. SUMBANGAN PEMIKIRAN BAGI PARA GURU DALAM PENDAMPINGAN PERSONAL DENGAN DIINSPIRASI DARI SPIRITUALITAS GEMBALA BAIK ... 75

A. Refleksi Pelaksanaan Pendampingan Personal di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta Berdasarkan Spiritualitas Gembala Baik ... 76

B. Program Pendampingan Para Guru ... 78

1. Latar Belakang Program Pendampingan ... 78

2. Alasan Pemilihan Tema Pendampingan ... 80

3. Rumusan Tema dan Tujuan ... 80

4. Petunjuk Pelaksanaan Program... 81

5. Matriks Program Pendampingan Bagi Para Guru di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta ... 82

6. Satuan Persiapan ... 88

BAB V. PENUTUP ... 112

A. Kesimpulan ... 112

B. Saran ... 113


(19)

xvii

2. Bagi Para Guru SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta ... 114

3. Bagi Orang Tua Siswa-Siswi SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta ... 114

DAFTAR PUSTAKA ... 115

LAMPIRAN ... 117

Lampiran 1 : Surat Ijin Penelitian ... (1)

Lampiran 2 : Tabel Sarana dan Prasarana ... (2)

Lampiran 3 : Struktur Organisasi Sekolah... (5)

Lampiran 4 : Data Siswa ... (6)

Lampiran 5 : Daftar Tenaga Kependidikan ... (8)

Lampiran 6 : Panduan Wawancara ... (10)

Lampiran 7 : Contoh Hasil Wawancara ... (12)

Lampiran 8 : Cergam Perbuatan Baik ... (28)

Lampiran 9 : Kumpulan Permainan ... (33)

Lampiran 10 : Contoh Format PPI ... (38)

Lampiran 11 : Catatan Berkala ... (48)

Lampiran 12: Foto-Foto Proses Belajar Mengajar di Sekolah ... (61)

Lampiran 13: Video Proses Belajar Mengajar di Sekolah ... (65)


(20)

xviii

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci

Singkatan-singkatan Kitab Suci dalam Lembaga Alkitab Indonesia. (2000). Alkitab. LAI: Jakarta. Halaman vi.

B. Singkatan Lain.

PMY : Putri Maria dan Yosef

SLB/G A-B : Sekolah Luar Biasa Ganda Buta Tuli Sekda Prop : Sekretaris Daerah Propinsi

Dikpora : Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga DIY : Daerah Istimewa Yogyakarta

Dll : dan lain-lain

HKI : Hellen Keller Indonesia

TV : Television

PPI : Program Pembelajaran Individual. ABK : Anak Berkebutuhan Khusus PLB : Pendidikan Luar Biasa WC : water closet


(21)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menjadi seorang guru adalah sebuah seni. Seorang guru dapat diibaratkan seorang seniman yang sedang melukis di sebuah kanvas putih dengan warna yang beraneka ragam, ada warna merah, kuning, hijau, biru, emas, hitam dan lain-lain. Setiap guru memiliki pola mengajar sendiri-sendiri (Muhammad Ali, 1987: 5). Pola mengajar ini tercermin dalam tingkah laku mereka saat melaksanakan proses belajar mengajar.

Menjadi seorang guru yang baik merupakan sebuah panggilan yang melibatkan kemampuan intelektual, penguasaan akan materi, karakter yang patut untuk digugu, talenta dan kemampuan dalam berkomunikasi, serta semangat untuk melayani. Dan karakter seorang guru memegang peranan yang cukup penting. Guru hadir untuk mengabdikan diri kepada umat manusia dan dalam hal ini ialah anak (Syaiful Bahri, 2005: 1). Begitu juga dengan guru-guru yang mengabdikan dirinya untuk anak-anak berkebutuhan khusus atau difabel.

Difabilitas adalah suatu bentuk kesempurnaan yang diberikan oleh Tuhan kepada sekelompok makhluknya, artinya dalam kehidupan bermasyarakat sebenarnya tidak ada istilah cacat, karena semua orang diciptakan dengan kesempurnaannya masing-masing. Oleh sebab itu, anak berkebutuhan khusus wajib mendapatkan pelayanan yang baik dalam masyarakat.

Begitu pun dalam dunia pendidikan, mereka berhak mendapatkan pendidikan


(22)

2

pada hakikatnya adalah usaha sadar, untuk mengembangkan kepribadian yang berlangsung seumur hidup baik di sekolah maupun di luar sekolah” (Suhaeri dan Edi Purwanta, 1996: 27). Anak berkebutuhan khusus berhak mendapatkan pendidikan sesuai dengan bakat, minat serta kemampuan mereka masing-masing. Dalam konteks ini, seorang guru yang mendidik anak berkebutuhan khusus fisik, mental maupun karakteristik perilaku sosialnya, tidak sama seperti mendidik anak normal, sebab selain memerlukan suatu pendekatan yang khusus, juga memerlukan strategi yang berbeda (Mohammad Efendi, 2006: 24). Hal ini disebabkan pada kondisi anak berkebutuhan khusus yang jauh berbeda dari anak normal pada umumnya. Guru harus mengetahui apa yang menjadi kebutuhan dari masing-masing anak, permasalahan mereka, cara belajar mereka serta pendekatan yang sesuai bagi setiap anak. Diharapkan guru menghargai setiap anak, karena mereka memiliki keunikannya masing-masing.

Pendidikan adalah usaha membimbing anak ke arah kedewasaan sesuai dengan tujuan pendidikan (Nasution, 1982: 123). Ada kalanya guru harus menunjukkan jalan, menyuruh anak, mengatakan kepada anak apa yang harus dilakukan dan bila perlu melarang mereka jika melakukan sesuatu yang menyimpang, namun seorang guru tidak dapat mengekang perkembangan anak, sesuai dengan bakat dan minat yang mereka miliki. Seorang guru hanya dapat mengarahkan dan membimbing mereka dalam perkembangannya masing-masing. Tetapi jika seorang guru membiarkan apa saja yang ingin dilakukan oleh anak tanpa pengawasan, juga bukan sesuatu hal yang baik karena anak-anak tidak akan memiliki ukuran atau batasan bagi kelakuan mereka. Anak-anak akan melakukan


(23)

apapun yang mereka sukai tanpa memikiran hal itu baik atau tidak bagi diri mereka sendiri atau orang lain. Berkaitan dengan hal tersebut, seorang guru memiliki fungsi untuk membimbing anak-anak dan membawa mereka ke arah tujuan yang jelas. Di samping menjadi seorang guru, ia pun juga menjadi orang tua kedua dan suri teladan (model) bagi anak.

Dalam membimbing dan mendampingi anak berkebutuhan khusus dibutuhkan pendekatan yang bersifat personal. Alasannya karena anak-anak tidak dapat ditangani oleh beberapa guru melainkan satu guru yang mengenal mereka dengan baik. Oleh sebab itu, dalam setiap kelas hanya berisikan 4-6 siswa (Mohammad Efendi, 2006: 24). Selain itu juga, guru dengan murid memiliki hubungan yang dekat, seperti orang tua dengan anaknya. Guru mengenal karakter, kekurangan serta kelebihan yang dimiliki masing-masing anak.

Dalam konteks di atas, seorang guru dapat diibaratkan sebagai seorang gembala. Ia tak hanya sekadar mengenal nama anak-anaknya saja, namun lebih dari itu guru harus mengenal kepribadian dan latar belakang mereka dengan sangat baik. Tak hanya itu, selayaknya seorang gembala, guru bertanggung jawab penuh untuk menjaga anak-anaknya. Mereka harus memiliki kepribadian penyayang, baik, hangat, sabar, namun juga tegas, tidak otoriter, apalagi untuk menangani anak-anak berkebutuhan khusus, yang tentu saja permasalahan mereka lebih kompleks daripada anak-anak pada umumnya.

Sebagai seorang guru, ia harus menjadi seorang gembala yang memiliki Spiritualitas Gembala yang Baik. Sang gembala yang mengenal dengan baik kawanannya. Seorang gembala yang baik adalah seorang gembala yang


(24)

4

memberikan nyawanya bagi kawanan. Memberikan nyawa berarti tidak setengah-setengah dalam mendampingi namun secara penuh dan serius. Ia yang memimpin di tengah kawanan dan tidak takut untuk berjalan sendiri serta tanpa rasa takut akan bahaya yang akan ia alami di kemudian harinya. Selain itu juga, menjadi seorang gembala pun harus mengenal Tuhan (Bapa), memiliki hubungan (relasi) yang akrab dengan Tuhan, sebab sumber kekuatan yang terbesar berasal dari doa kepada Tuhan. Setiap tindakan yang dilakukan atas dasar mengandalkan Tuhan akan mampu membuahkan sukacita yang berlimpah.

Sehubungan dengan hal di atas, melalui skripsi ini penulis ingin mengetahui, mengapa para guru di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta memilih bergelut dalam bidang ini? Semangat apa yang mendasari para guru tetap memilih bergelut dalam bidang ini? Mengapa guru-guru tetap setia mendampingi anak-anak berkebutuhan khusus ini? Alasan apa yang membuat para guru tetap bertahan dalam mendampingi anak-anak? Penulis melihat bahwa guru dengan penuh cinta mengajar sekaligus membimbing mereka, meskipun secara fisik dan mental anak-anak tidak mampu untuk berbuat sesuatu yang besar, paling sedikit anak-anak-anak-anak mampu untuk mengurus diri mereka sendiri dengan baik.

Penulis pun merefleksikan bahwa menjadi seorang guru, apalagi yang khusus menangani anak berkebutuhan khusus, bukan sebuah profesi biasa, namun juga sebuah panggilan yang mulia. Jika menjadi seorang guru hanya dianggap sebagai sebuah pekerjaan biasa, maka penulis sangat meyakini para guru akan merasa bosan dan jenuh dalam mendidik anak-anak dan dengan mudahnya para guru akan mengganti profesi mereka dengan suatu profesi yang lebih menjanjikan dalam hal


(25)

materi. Namun jika suatu profesi ini dipandang sebagai sebuah panggilan yang berarti, maka meskipun mereka merasa jenuh, bosan, kesulitan dan lelah dalam menjalaninya, apalagi harus menghadapi anak berkebutuhan khusus yang tentu tidak mudah untuk dihadapi, para guru tetap menjalaninya dengan penuh sukacita dan penuh syukur.

Maka dari itu berdasarkan pemaparan di atas, penulis terpanggil untuk mengambil topik ini sebagai topik dalam skripsi penulis dengan judul

“Spiritualitas Gembala Baik dalam Pendampingan Personal Para Guru di Sekolah SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta”. Dengan karya ilmiah ini, penulis ingin menggugah, mengetuk sekaligus menguatkan hati guru-guru yang memang secara khusus mendampingi anak berkebutuhan khusus dengan penuh semangat. Selain itu juga, bahan ini dapat menjadi bahan refleksi bagi penulis sendiri, bahwa menjadi seorang guru merupakan suatu panggilan yang mulia dan tidak dapat tergantikan. Menjadi seorang guru bukanlah suatu profesi biasa dan menjanjikan dalam hal materi, namun sebuah panggilan yang dimiliki oleh setiap pribadi, seperti sabda Yesus yang berkata, "Mari, ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." (Mrk 1:17)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penulis merumuskan pokok permasalahan sebagai berikut;

1. Apa yang dapat digali dari Spiritualitas Gembala Baik untuk pendampingan personal?


(26)

6

2. Sejauh mana pendampingan personal yang dilaksanakan oleh para guru di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta dapat meningkatkan hasil belajar anak-anak?

3. Bagaimana Spiritualitas Gembala Baik dapat memperkaya pendampingan personal yang dilakukan oleh para guru di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penulis menyusun beberapa tujuan penulisan skripsi ini, sebagai berikut:

1. Menggali Spiritualitas Gembala Baik untuk pendampingan personal

2. Pengaruh pendampingan personal yang dilaksanakan oleh para guru di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta terhadap hasil belajar anak-anak

3. Menemukan kekayaan Spiritualitas Gembala Baik bagi pendampingan personal yang dilakukan oleh para guru di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta

D. Manfaat Penulisan

Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini mengenai

“Spiritualitas Gembala Baik dalam Pendampingan Personal Para Guru di Sekolah SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta”, antara lain:

1. Akademis

Tulisan ini diharapkan mampu memperkaya khazanah tentang sumbangan pemikiran yang dapat diberikan dari Spiritualitas Gembala Baik bagi


(27)

pendampingan personal yang dilakukan oleh para guru di SLB/G A-B Hellen Keller.

2. Praktis

Tulisan ini diharapkan dapat membantu pembaca dalam memberikan suatu pemahaman tentang pemaknaan Spiritualitas Gembala Baik dalam panggilan sebagai seorang guru, terutama guru yang mendampingi anak berkebutuhan khusus.

Selain itu juga, diharapkan tulisan ini mampu untuk membantu pembaca dalam mencari dan menggali informasi untuk mengadakan penelitian serupa dan menjadi tambahan bahan kajian dalam rangka penelitian yang lebih lanjut, khususnya pada Spiritualitas Gembala Baik dalam panggilan sebagai seorang guru, terutama guru yang mendampingi anak berkebutuhan khusus.

3. Bagi penulis

Menjadi bahan refleksi dan permenungan penulis sendiri, bahwa menjadi seorang guru merupakan suatu panggilan yang mulia dan tidak dapat tergantikan serta mampu mencintai sebuah profesi dengan semangat Yesus Sang Gembala Baik.

E. Metode Penelitian

Memperhatikan fokus skripsi, penulis akan menggunakan metode deskriptif analitis. Metode ini berusaha untuk menggambarkan suatu masalah berdasarkan data-data, kemudian menganalisisnya dan menginterpretasikannya.


(28)

8

Sedangkan untuk memperoleh data, penulis memanfaatkan studi lapangan kualitatif dengan survei, observasi partisipatif dan wawancara, serta ada suatu sumbangan pemikiran yang dapat diberikan kepada pihak sekolah. Selain itu juga, penulis juga memanfaatkan studi pustaka dari berbagai buku dan literatur yang relevan serta mendukung bahan penelitian.

F. Sistematika Penulisan

Di bawah ini, penulis akan menguraikan secara garis besar tentang sistematika yang penulis gunakan dalam skripsi ini;

Pada bab I, penulis mengawali pendahuluan dengan membicarakan latar belakang penulisan dan rumusan masalah yang penulis gunakan, sehingga menemukan tujuan dan manfaat serta metode yang akan dipakai dalam penulisan skripsi ini. Sebagai akhir dari bagian ini, penulis menguraikan secara singkat tentang isi dari keseluruhan skripsi dalam sistematika penelitian.

Pada bab II, penulis akan memaparkan secara jelas tentang Spiritualitas Gembala Baik, yang dimaksud dengan pendampingan personal dan inspirasi yang dapat diambil dari Spiritualitas Gembala Baik bagi pendampingan personal,

Pada bab III, penulis akan menjelaskan gambaran umum tentang SLB/G A-B Hellen Keller, metodologi penelitian yang penulis gunakan, laporan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian serta kesimpulan dari penelitian.

Pada bab IV, penulis akan merefleksikan hasil observasi partisipatif dan wawancara serta memberikan sumbangan pemikiran yang dapat bermanfaat. Salah satu bentuk sumbangan pemikiran yang dapat penulis berikan dalam bentuk program serial rekoleksi.


(29)

Dan sebagai penutup dari skripsi ini, pada bab V, penulis akan menarik kesimpulan berdasarkan pemikiran yang telah tertuang dalam beberapa bab sebelumnya serta saran apa yang dapat penulis berikan untuk semakin berkembangnya pendampingan personal di SLB/G A-B Hellen Keller.


(30)

10

BAB II

SPIRITUALITAS GEMBALA BAIK BAGI PENDAMPINGAN PERSONAL

Pada bab sebelumnya, penulis telah menjelaskan tentang latar belakang memilih topik ini, rumusan masalah yang digunakan, tujuan penulisan karya ilmiah, manfaat penulisan dari berbagai sudut pandang, metode penelitian yang digunakan dan sistematika penulisan.

Sehubungan dengan hal di atas, bab ini akan mengulas secara rinci tentang Spiritualitas Gembala Baik. Spiritualitas Gembala Baik menggambarkan bagaimana seorang gembala yang menyerahkan seluruh hidupnya bagi kawanan domba miliknya. Bagi seorang gembala, kawanan miliknya adalah bagian dari dirinya sendiri dan ia adalah bagian dari kawanannya. Ia memiliki hubungan yang akrab dengan kawanannya dan kawanannya mengenal suaranya. Ia selalu mencukupi segala kebutuhan dari kawanannya. Bagi seorang gembala, kebahagiaan dan kesejahteraan kawanannya merupakan prioritas utamanya.

Hal di atas akan diuraikan lebih jelas pada bab dua ini. Bab ini terdiri dari dua bagian, yaitu Spiritualitas Gembala Baik dan inspirasi yang dapat diambil dari Spiritualitas Gembala Baik bagi pendampingan personal. Secara lengkap hal-hal di atas akan diuraikan dalam penjelasan sebagai berikut;

A. Spiritualitas Gembala Baik

1. Pengertian Spiritualitas

Spiritualitas berasal dari bahasa Latin yaitu spiritus yang berarti roh, jiwa dan semangat, yang dalam bahasa Indonesia dikenal kata spiritualitas (Hardjana,


(31)

2005: 64). Dalam bahasa Latin, kata spiritualitas merupakan sebuah kata benda abstrak, dihubungkan dengan dua kata sifat lain spiritus dan spiritualis (Yan Olla, 2010: 19). Spiritualitas sebagai konsep, telah digunakan oleh Paulus (Yan Olla, 2010: 18), terutama dalam pengajaran-pengajaran Paulus.

Dalam refleksinya, Paulus lebih banyak menggunakan istilah roh untuk menerangkan tentang spiritualitas. Dalam pemikiran Paulus, roh sering disejajarkan dengan Roh Allah (bdk 2Kor 3;17) dan kesatuan manusia dengan diri Yesus sendiri (1Kor 6:17). Dalam prespektif Paulus, spiritualitas adalah hidup setiap orang Kristiani yang bertumbuh dan diharapkan menjadi matang secara antropologis-psikologis menurut irama dan dorongan misteri rahmat Allah (Yan Olla, 2010: 20).

Spiritualitas yang bersifat rohani sering dilawankan dengan materialitas yang bersifat tubuh atau duniawi. Spiritualitas kerap kali dikaitkan dengan usaha orang atau kelompok tertentu untuk mencari dan mencapai kesempurnaan hidup (Heryatno, 2008b: 95). Selain itu juga, spiritualitas dapat diartikan sebagai cara hidup yang lebih saleh dan berbakti kepada Allah (Agus Hardjana, 2005: 64).

Berdasarkan hal di atas, penulis menyimpulkan bahwa spiritualitas adalah hidup yang didasarkan pada pengaruh dan bimbingan Roh Allah. Dengan spiritualitas, manusia bermaksud membuat diri dan hidupnya dibentuk sesuai dengan semangat dan cita-cita Allah. Karena segala hal yang berhubungan dengan spiritualitas tidak jauh dari realitas hidup umat dan relasinya dengan Allah.

Selain itu juga, ada empat kelompok yang memberikan arti kata spiritualitas secara beda meskipun sesungguhnya saling berkaitan (Heryatno, 2008b: 94).


(32)

12

Kelompok pertama berpendapat bahwa spiritualitas berkaitan erat dengan hidup doa seseorang dan memberikan tempat pada latihan rohani seperti doa, meditasi kontemplasi dan segala praktek devosi (Heryatno, 2008b: 94).

Kelompok kedua berpendapat bahwa spiritualitas berkaitan erat dengan tindakan orang yang sungguh menghayati imannya di dalam pergulatan hidup sehari-hari (Heryatno, 2008b: 94). Sedangkan kelompok ketiga berpendapat spiritualitas berhubungan dengan seluruh pengalaman hidup manusia. Kelompok ini mengatakan bahwa orang berspiritualitas adalah orang yang mampu membangun segala daya kehidupan di dalam kesatuan dan keharmonian sehingga hidup menjadi lebih bermakna (Heryatno, 2008b: 94). Dan kelompok keempat mengatakan bahwa orang yang sungguh hidup di dalam roh atau menghayati spiritualitas Kristiani tidak akan pernah mengabaikan dimensi sosial politik (Heryatno, 2008b:94). Bagi mereka segala perjuangan demi keadilan dan perdamaian merupakan salah satu bagian yang integral dari spiritualitas.

Inti dari keempat pandangan tersebut jika disatukan akan mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Namun jika keempat pandangan tersebut diartikan secara terpisah, maka arti spiritualitas akan berkesan berat sebelah. Oleh sebab itu, pandangan dari keempat kelompok tersebut tidak dapat dipisahkan dan dapat dikatakan bahwa arti kata spiritualitas dapat ditemukan di tengah-tengah hidup orang beriman (Heryatno, 2008b: 93).


(33)

2. Arti Kata Gembala

Berdasarkan Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, kata gembala, dalam bahasa Ibrani dengan bentuk partisipium ialah ro’eh, sedangkan dalam bahasa Yunani ialah poimên (1995:330). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:350), gembala adalah penjaga atau pemelihara binatang (ternak); penjaga keselamatan orang banyak (dalam pemahaman kaum Nasrani). Sedangkan Kamus Alkitab yang ditulis oleh Herbert Haag (1989: 133-134) mengatakan bahwa gembala dijadikan lambang untuk seorang penguasa karena kesetiaan dan pemeliharaannya terhadap binatangnya.

Gembala adalah orang-orang yang menuntun orang-orang yang diserahkan kepadanya menuju pada kebebasan batin (Vanier, 2009: 254). Kebebasan batin ialah kemerdekaan untuk menentukan pilihan yang baik, mengambil inisiatif dan berkembang semakin matang serta mampu untuk mengasihi orang lain. Jadi dapat diartikan, bahwa gembala merupakan seseorang yang mengemban tanggung jawab untuk membimbing dan menjaga kawanannya, entah secara metaforis ataupun secara konkret.

3. Kehidupan Seorang Gembala Pada Jaman Yesus

Seorang gembala hidup di alam bebas dan luas berkolong langit, berselimut perdu, hidup dalam perjuangan, sekaligus di tengah kekeringan padang rumput. Mereka adalah orang-orang alam, yang dekat dengan Pencipta alam semesta (St.Darmawijaya, 1987: 122). Tetapi banyak orang yang tidak menyukai mereka, karena pekerjaan kasar mereka, tidak mengindahkan sopan santun, tidak


(34)

14

mengindahkan peraturan dalam masyarakat, misalnya mereka tidak mencuci tangannya terlebih dahulu sebelum makan. Alasannya karena pada zaman Yesus, mencuci tangan merupakan salah satu ritual yang wajib dilakukan seseorang sebelum makan dan dimaksudkan untuk menghilangkan kenajisan. Namun bukan hal itu yang ditekankan pada pribadi seorang gembala, tetapi sifat-sifat dari gembala itu sendiri. Seorang gembala yang baik tentu memiliki sifat sebagai seorang pekerja keras, jujur, rela berkorban, gigih, pemberani, sabar dan dapat dipercaya.

Seorang gembala berpakaian bulu domba dengan kain-kain pemanas di dalamnya (St.Darmawijaya, 1987: 122). Perlengkapan seorang gembala itu sangat sederhana yang terdiri dari sebuah tas dari kulit binatang untuk membawa roti, buah-buahan kering, zaitun dan keju (St.Darmawijaya, 1987: 120). Seorang gembala selalu membawa gada atau tongkat pemukul. Alat ini biasanya digunakan untuk melindungi kawanan dan dirinya sendiri dari bahaya anjing hutan, puma, singa dan binatang buas lainnya. Selain itu, alat ini digunakan juga untuk mendisplinkan kawanannyayang bersikeras mengambil jalannya sendiri atau bertengkar satu sama lain.

Tanah Palestina, terutama di dekat Betlehem, merupakan daerah dengan tanah tandus yang kering, kecoklat-coklatan dan gersang (Keller, 2001: 48). Daerah ini merupakan daerah yang cukup baik untuk kawanan domba, karena pada saat musim panas domba-domba akan terbebas dari lalat dan parasit yang menggangu mereka. Oleh sebab itu, banyak peternakan domba yang berhasil di daerah yang


(35)

semi gersang, tetapi di daerah ini jarang sekali ditemukan padang rumput yang hijau.

Padang rumput yang hijau merupakan tempat yang baik untuk domba-domba dan tumbuh secara alami. Dengan padang rumput yang hijau dan subur, segala kebutuhan yang diperlukan oleh kawanan domba akan terpenuhi dengan baik. Tetapi seorang gembala tidak hanya mengandalkan satu padang rumput saja, mereka selalu mencari padang rumput yang baru dan segar untuk menjaga kebutuhan domba-kawanannya. Secara berkala, kawanan domba harus digiring dari padang satu ke padang rumput yang lain. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari habisnya rumput di satu tempat, rusaknya kesuburan tanah dan mencegah domba-domba terjangkit parasit atau penyakit (Keller, 2001: 77). Oleh sebab itu dibutuhkan keterampilan, kecermatan dan pengalaman dari seorang gembala dalam mencari padang rumput bagi kawanannya.

Kebiasaan para gembala menggembalakan kawanannya ditentukan berdasarkan pembagian musim selama satu tahun, sama seperti yang dikatakan oleh Keller (2004: 88);

Di Palestina maupun di negara barat, kebiasaan gembala disesuaikan dengan pembagian musim dalam satu tahun. Kebanyakan gembala yang efisien berusaha membawa kawanan kawanannya ke padang rumput musim panas yang jauh letaknya, yang berarti mereka harus berjalan jauh. Kawanan domba bergerak lambat sambil menikmati rerumputan menuju ke pegunungan yang saljunya kian mencair. Di penghujung musim panas, mereka telah berada di padang rumput pegunungan tinggi nun jauh di sana. Menjelang musim gugur, salju yang datang terlalu dini bertaburan di lereng pegunungan, memaksa kawanan domba turun ke lereng yang lebih rendah. Akhirnya, menjelang akhir tahun, sesudah musim gugur berlalu, kawanan domba itu digiring pulang ke peternakan di gembala. Di situlah mereka melewati musim dingin.


(36)

16

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat dikatakan bahwa kebiasaan seorang gembala dalam menggembalakan domba sangat ditentukan dari kecermatan dirinya dalam mengatur kebutuhan makanan kawanan berdasarkan musim yang berlangsung. Seorang gembala yang cermat akan memperhatikan pergantian musim.

Pada musim semi, ia akan diam di ladang miliknya sendiri, tetapi jika mulai memasuki musim panas, seorang gembala akan membawa kawanannya berjalan ke arah padang rumput di gunung yang tinggi. Hal ini dimaksud agar tetap menjaga kebutuhan makanan bagi kawanan dan memberikan waktu bagi padang rumput miliknya berkembang kembali untuk persediaan di musim dingin ke depan. Selama perjalanan menuju padang rumput di gunung yang tinggi, para kawanan dapat menikmati rumput yang tersedia di sepanjang jalan dan meminum air hasil salju yang mencair dari gunung, serta mereka akan berjalan dengan tidak tergesa-gesa. Begitu menjelang musim gugur, kawanan akan terpaksa turun karena suhu yang mulai menurun dan badai salju. Akhirnya ketika memasuki musim dingin, kawanan telah sampai di ladang mereka sendiri dan mereka akan melewati musim dingin dengan rumput yang telah tersedia.

4. Gambaran Seorang Gembala Baik Berdasarkan Alkitab

Dalam Alkitab ada beberapa perikop yang menggambarkan tentang bagaimana seorang gembala yang baik itu, seperti Surat kepada Orang Ibrani (Ibr 13:20) atau Surat Pertama Rasul Petrus (1 Ptr 2:25; 1 Ptr 5:2-5). Namun yang secara jelas membahas tentang Gembala yang baik ialah Kitab Mazmur (Mzm


(37)

23:1-6), Kitab Yehezkiel (Yeh 34: 1-31) dan Injil Yohanes (Yoh 10:1-18). Di bawah ini, penulis menjelaskan gambaran Gembala yang baik berdasarkan: a. Kitab Mazmur (Mzm 23:1-6)

Mazmur ini merupakan sebuah Mazmur yang paling disukai dalam Kitab Mazmur, sejalan dengan yang disampaikan oleh Towns (2002: 7), yang mengatakan

Mazmur 23 jelas merupakan salah satu bagian Alkitab yang paling disenangi karena bagian tersebut telah melekat dalam hati dan pikiran kita. Kita sering mendengarnya dibacakan di saat pemakaman, baptisan dan pelayanan-pelayanan keagamaan lainnya. Banyak orang bisa mengucapkannya kata demi kata, sementara banyak yang lain (di dalam dan di luar Gereja) yang tidak menghafalkannya tetapi mengenalinya ketika mereka mendengarnya.

Mazmur ini berisi tentang ungkapan kepercayaan pemazmur sebagai domba yang digembalakan oleh gembala yang baik. Pada perikop ini, pemazmur menggambarkan Tuhan (Yahwe) sebagai seorang gembala, sebutan yang sangat lazim digunakan bagi dewa atau raja di dunia Timur Kuno terutama oleh bangsa Yahudi (Bergant dan Karris, 2002: 434). Sebutan ini mengungkapkan perhatian dan pimpinan Tuhan (Yahwe) kepada umat Israel saat lepas dari perbudakan di Mesir, serta perlindungan selama 40 tahun di padang gurun. Selama 40 tahun, walaupun harus mengembara di padang gurun, bangsa Israel tidak merasakan kelaparan maupun kehausan karena Tuhan (Yahwe) telah menyediakan semuanya.

Bagi pemazmur, di dalam Allah hidupnya menjadi terjamin, sejahtera, selamat dan tidak kekurangan sesuatupun, bahkan sampai pada soal makanan dan minuman (Heryatno, 2008a: 120). Tuhan yang sangat setia dan penuh dengan kasih akan memenuhi segala yang dibutuhkan oleh domba-Nya. Pemazmur merasa sangat yakin akan pimpinan ilahi sebagai gembala, meskipun harus


(38)

18

melalui perjalanan yang sulit (lembah kekelaman) karena ia dalam lindungan Tuhan (Mzm 23:4a). Tongkat dan gada Sang Gembala selalu teracung untuk melindungi kawanannya (Mzm 23:4b). Tongkat dan gada merupakan lambang dari kekuatan Allah sendiri yang mampu memberikan sebuah kepastian dan penghiburan bagi kawanannya dalam masa sulit.

Bagi pemazmur, Tuhan (Yahwe) sebagai gembala adalah segalanya. Ia adalah pelindungnya, pemeliharanya, tuannya, damai sejahteranya, penyembuhnya, kebenarannya, hadirat ilahi, pahlawannya, pembela, penghibur dan kekekalannya. Tanpa sang gembala maka domba akan kehilangan segalanya. Pendek kata, kesejahteraan kawanan domba bergantung sepenuhnya kepada pemilik yang memeliharanya (Keller, 2004: 29).

b. Kitab Yehezkiel (Yeh 34:1-31)

Dalam perikop ini, pembahasan tentang seorang gembala dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu; pengantar (Yeh 34:1-2), peringatan kepada gembala yang lalai (Yeh 34:7-10), Allah digambarkan sebagai gembala yang baik (Yeh 34:11-16), Allah sebagai Hakim yang adil atas domba-domba (Yeh 34:17-21), gambaran pemenuhan janji Allah (Yeh 34:22-29) dan penutup sebagai penegasan atas kekuasaan Allah sebagai penguasa Israel (Yeh 34:30-31).

Bagian pertama (Yeh 34:1-2), yaitu pengantar menceritakan tentang Allah (Yahwe) yang bersabda kepada Nabi Yehezkiel untuk mengatakan pada para gembala masa lalu yang telah gagal dalam memikul tanggung jawab atas kawanan-Nya (Bergant dan Karris, 2002: 607). Para gembala masa lalu dalam hal ini adalah para pemimpin bangsa Yahudi yang telah berkhianat dari Yahwe.


(39)

Berkhianat dalam hal ini berarti penyembahan kepada berhala saat mereka berada di pembuangan Babel (Bergant dan Karris, 2002: 595). Allah (Yahwe) memerintahkan Nabi Yehezkiel untuk menceritakan tentang apa saja yang dilakukan oleh para gembala masa lalu (Yeh 34:2-4) dan apa yang saja yang terjadi pada kawanan domba gembalaannya (Yeh 34:5-6). Selain itu juga, Allah (Yahwe) memerintah Nabi Yehezkiel untuk memberitahu akhir dari gembala-gembala tersebut karena mereka telah gagal memikul tanggung jawab mereka atas kawanan-Nya.

Bagian kedua adalah teguran Allah kepada para gembala yang lalai (Yeh 34:7-10). Allah menegur mereka yang telah gagal menggembalakan kawanannya dan akan mengambil alih tugas kegembalaannya. Alasan mengapa Allah mengambil alih tugas tersebut karena domba milik-Nya menjadi mangsa dan makanan binatang di hutan serta para gembala menggembalakan dirinya sendiri (Yeh 34:8-9). Padahal tugas utama para gembala adalah menggembalakan kawanan domba milik-Nya. Oleh sebab itu, Tuhan (Yahwe) menegur mereka dengan menyebutkan semua kesalahan para gembala melalui Nabi Yehezkiel.

Bagian ketiga berisi tentang gambaran Allah sebagai Gembala Baik (Yeh 34:11-16). Gembala yang baik selalu memperhatikan kawanan-Nya (Yeh 34:11), mencari yang hilang (Yeh 34:12a), membawa mereka keluar dari kegelapan (Yeh 34:12b), mengumpulkan mereka dari segala penjuru negeri dan mengembalikan ke tanah airnya (Yeh 34:13), serta memberikan segala yang terbaik bagi kawanan-Nya (Yeh 34:14). Ia akan menggembalakan mereka sebagaimana seharusnya mereka digembalakan (Yeh 34:16). Di bagian yang menjadi inti dari perikop ini,


(40)

20

bagian yang menggambarkan bagaimana gambaran seorang gembala baik yang pantas dan sesuai untuk melayani dan membimbing umat Allah sendiri.

Bagian keempat berisi tentang Allah sebagai hakim atas kawanan domba-Nya (Yeh 34:17-21). Pada awalnya, Allah menyapa kawanan domba-Nya dengan mengatakan bahwa Ia akan menjadi hakim atas mereka. Ia akan menjadi hakim antara domba dengan domba dan domba dengan kambing (Yeh 34:17). Allah sendiri yang akan membuka penghakiman terhadap domba-domba yang menyalahgunakan kekuasaan mereka dengan mengatakan bahwa yang mementingkan dirinya sendiri akan dihukum dan Allah sendiri yang akan menghakimi mereka (Yeh 34:19;22).

Bagian kelima berisi tentang gambaran akan pemenuhan janji Allah (Yeh 34:23-29). Ia akan menjadi pemimpin atas kawanan-Nya namun juga mengangkat seseorang yang menjadi wakil atasnya. Orang tersebut adalah keturunan Daud sendiri, gembala manusia dan seorang Mesias dari keturunan Daud. Dalam pemerintahan Mesias tersebut, digambarkan bagaimana suasana negeri yang dipimpin oleh orang tersebut. Suasana negeri yang tenteram, damai dan bebas dari segala bahaya. Setiap orang dapat hidup dengan tenang dan berdampingan satu dengan yang lainnya. Allah akan memberikan berkat dan kelimpahan yang besar atas umat-Nya serta Allah menjanjikan sebuah negeri bagi umat-Nya. Kemudian perikop ini ditutup dengan penegasan bahwa Allah, Yahwe, akan selalu menyertai mereka karena mereka adalah umat-Nya (Yeh 34:30). Ia menegaskan bahwa Israel adalah kawanan domba milik-Nya dan Ia adalah Allah mereka (Yeh 34:31).


(41)

c. Injil Yohanes (Yoh 10:1-18)

Dalam perikop ini, yang menjadi penekanan ialah gambaran gembala yang baik ada dalam pribadi Yesus sendiri. Yesus digambarkan sebagai Sang Gembala Baik yang memberikan nyawa-Nya, mengenal kawanan-Nya serta mau merangkul domba yang tersesat. Di bawah ini, penulis memberikan penjelasan tentang gambaran Yesus sebagai Sang Gembala Baik menurut injil Yohanes

1) Yesus selalu memimpin di depan kawanan dan kawanan mengikuti Dia (Yoh 10:4)

Seorang gembala yang baik selalu berjalan di depan kawanannya dan menuntun mereka ke padang rumput dan sumber air yang segar (D‟Souza, 2007: 31). Di Palestina, gembala tidak menggiring domba dari belakang. Gembala berjalan di depan, sedang domba-domba mengikutinya dari belakang (St.Darmawijaya, 1987: 122). Biasanya seorang gembala memanggil kawanannya dengan siulan tertentu atau seruan khusus dan dengan sendirinya kawanan domba mengikuti suara atau siulan tersebut. Kawanan domba sangat mengenal suara gembalanya dan jika ada domba yang kurang memperhatikan, acungan tongkat gembala akan menyadarkan domba tersebut.

Begitu pun gambaran seorang gembala dalam diri Yesus, Ia selalu berjalan di depan kawanan dan kawanan selalu mengikuti diri-Nya. Yesus tidak menuntun kawanan-Nya dari belakang namun ia selalu berjalan di depan kawanan untuk menunjukkan jalan yang benar. Yesus selalu mengingatkan kawanan-Nya, ketika kawanan melupakan diri-Nya. Ketika diri-Nya memanggil, kawanan-Nya tahu kalau itu adalah suara milik-Nya.


(42)

22

2) Yesus adalah pintu dan orang yang tidak masuk melewati Dia adalah pencuri (Yoh 10:7-8)

Hal ini tidak dapat diartikan secara harafiah sebagai sebuah pintu, namun sebagai batas antara luar kandang dengan dalam kandang. Karena pada jaman Yesus, tidak ada sebuah pintu yang membatasi antara dalam kandang dengan luar kandang dan bentuk kandang domba hanya sebuah ladang luas yang dipagari dengan batu yang dibuat oleh gembala sendiri atau berada dalam gua-gua yang ada di tengah padang gurun.

Biasanya seorang gembala selalu berjaga dan tidur di depan kandang untuk menjaga kawanannya, sehingga domba aman dari para pencuri atau binatang liar. Oleh sebab itu, dapat digambarkan bahwa Yesus sebagai batas (pintu) antara bagian luar dengan dalam dan bagi yang tidak masuk melewati dirinya (pintu) adalah seorang pencuri. Hal ini pun, memberikan rasa aman dan tenang bagi kawanan domba, karena sang gembala selalu berjaga di dekat mereka.

3) Yesus adalah pintu dan orang yang melewati Dia sampai pada keselamatan Allah (Yoh 10:9)

Biasanya pada masa dahulu, jika domba-domba ingin masuk atau keluar ke kandang, mereka harus melewati gembala yang telah bersiap dengan gada atau tongkat di depan pintu, untuk menghitung apakah kawanannya telah terkumpul semua atau belum. Dari pernyataan inilah, diartikan bahwa siapa yang melewati Yesus (pintu) akan mendapatkan keselamatan (kandang) dan yang mendapatkannya tentu saja adalah kawanan domba-Nya (umat-Nya).

Selain itu juga, biasanya seorang gembala selalu membukakan pintu bagi kawanannya saat akan masuk ke padang rumput yang baru. Jika hal itu terjadi,


(43)

kawanan domba akan segera berdiri dan berlari berdesakan menuju ke pintu, karena mereka tahu bahwa mereka akan dibawa kepada padang rumput yang lebih segar, subur dan menenteramkan mereka. Pada saat itu, perasaan bahagia luar biasa akan dirasakan oleh seluruh anggota kawanan. Perasaan di mana mereka selalu merasa bahagia saat bersama sang gembala.

4) Yesus rela memberikan nyawa bagi kawanan-Nya (Yoh 10:11)

Sebagai seorang gembala, Yesus rela memberikan nyawa bagi kawanan-Nya. Ia memberikan diri-Nya dengan benar-benar total, karena domba-domba (pengikut-Nya) hanya percaya kepada-Nya saja. Bagi domba, sang gembala adalah pemimpin yang dapat memberikan kebahagian dan kesejahteraan sejati. Bukti nyata atas totalitas Yesus dalam mencintai pengikut-Nya (domba) ditunjukkan dengan kematian-Nya di kayu salib dan kebangkitan-Nya, serta selalu menyertai mereka hingga akhir jaman.

5) Yesus mengenal dan dikenal kawanan-Nya (Yoh 10: 14)

Maksudnya ialah seorang gembala mengenal siapa yang dia gembalakan dan dikenal oleh mereka yang dia gembalai. Hubungan antara gembala dengan kawanan, bahkan dengan setiap domba, amat akrab. Mereka mengenal satu per satu, bahkan sering memberi nama pada mereka (St.Darmawijaya, 1987: 122). Gembala mengenal bagaimana pribadi dari domba gembalaannya, kekurangan yang dimiliknya, kelebihan yang ada padanya dan bagaimana cara mendekatinya. Seorang gembala tahu akan hal ini dan inilah yang menjadi inti kedekatannya dengan domba milikinya.


(44)

24

Begitu juga dengan domba, mengenal suara pemiliknya, bukan berarti hanya sekedar tahu, tetapi memiliki hubungan yang akrab dan dekat dengan pemiliknya. Mereka tidak akan pernah jauh dari gembalanya dan selalu berada di samping gembalanya. Jika gembala miliknya memanggil dirinya, ia akan segera meloncat dan berlari ke arah suara tersebut. Domba memang binatang yang bodoh dan mudah tersesat tetapi mereka mempunyai sebuah kelebihan yaitu mampu mengenali suara dari gembalanya. Biasanya domba-domba dewasalah yang mampu mengenali suara gembalanya dengan baik. Sedangkan domba-domba yang belum dewasa kurang mampu mengenali suara gembalanya dengan baik. Anak-anak domba yang masih muda mengikuti domba yang telah dewasa untuk bisa mengenali suara gembala mereka. Ketika gembala memanggil maka domba-domba yang dewasa akan mengenali suara tersebut, lalu domba-domba-domba-domba yang lebih muda akan mengikuti mereka. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa mengenali suara bukan berarti hanya sekedar mengenal saja, namun mengenal keseluruhan pribadi dari setiap anggota serta mengasihinya.

6) Yesus mengenal dan dikenal oleh Bapa (Yoh 10:15)

Seorang gembala pun harus mengenal Tuhan (Bapa), mempunyai hubungan yang erat dan akrab dengan Tuhan. Sebab sumber kekuatan seorang gembala adalah kepercayaan dan doa kepada Tuhan. Segala tindakan yang dilakukan oleh sang gembala harus mengandalkan Tuhan.


(45)

7) Yesus mau menerima domba-domba yang tersesat menjadi satu kawanan (Yoh 10:16)

Sebagai seorang gembala, ia harus terbuka dan mau menerima domba-domba yang tersesat dan menjadikannya satu kawanan dengan miliknya. Ia tidak boleh menelantarkan domba lain yang tersesat, namun ia harus merangkul, menggendong dan menjadikan domba tersebut milik kepunyaannya sendiri.

5. Sifat-Sifat Seorang Gembala Baik

Seorang gembala yang baik memiliki banyak sifat yang baik dan dapat ditiru oleh setiap orang. Sifat-sifat itu, antara lain;

a. Kawanan adalah pusat segalanya

Bagi seorang gembala yang baik, kawanan merupakan segalanya baginya. Mereka adalah fokus dari keberhasilan dirinya dalam mengelola sebuah peternakan. Segala pikiran dan hidupnya hanya dipenuhi dengan domba gembalaannya. Ketika kawanannya menghadapi berbagai bahaya dalam perjalanan, ketika mereka bertambah kuat, gembala dengan setia menunaikan

tugasnya (D‟Souza, 2007: 28).

b. Selalu siap dan hadir di tengah kawanan

Gembala selalu bersama kawanannya dan senantiasa siap apabila mereka membutuhkan dirinya (D‟Souza, 2007: 30). Ia membimbing kawanan dengan sabar dan dengan kehadiran dirinya kawanan merasa tenang, meskipun kawanan harus melewati lembah kekelaman, di mana setiap saat bahaya mengintai mereka.


(46)

26

Namun dengan sosok gembala yang hadir dan selalu siap melindungi mereka, kawanan akan merasa tenang.

c. Mengenal kawanannya

Gembala mengetahui nama setiap kawanannya dan secara pribadi memanggil masing-masing dengan namanya (D‟Souza, 2007: 29). Ia memanggil kawanannya dengan kekhasan yang masing-masing anggota miliki. Ia mengetahui segala kekurangan dan kelebihan yang dimiliki mereka, namun ia tetap mencintai mereka dengan penuh. Ia tidak membeda-bedakan mereka, namun mencintai mereka dengan cara yang sama dan kasih yang sama besar. Bagi seorang gembala, kawanan merupakan subyek, bukan obyek.

d. Dapat dipercaya.

Sang tuan akan merasa aman menyerahkan ternaknya kepada seorang gembala yang jujur, tekun dan pekerja keras, bukan karena pendidikannya yang tinggi atau pengalamannya yang banyak. Selain tuan yang percaya kepada gembala, kawanan pun akan sangat percaya kepada seorang gembala yang mampu dipercaya. Mereka akan mengikuti seorang gembala yang dapat mereka percaya.

e. Seorang yang pekerja keras

Gembala yang baik akan mencarikan rumput terbaik, padang rumput yang subur dan sungai yang tenang bagi kawanan gembalanya. Gunung tinggi nan terjal tidak akan menjadi halangan baginya untuk mendapatkan rumput dan air yang segar bagi domba gembalaannya. Tetapi seorang gembala yang malas dan egois,


(47)

sering memotong jatah makanan ternaknya, menyuruh ternaknya mencari makanan sendiri serta meninggalkan mereka sendirian saat ada bahaya datang.

f. Pribadi yang melindungi dan berani

Gembala yang baik akan menjaga kawanannya dari kemungkinan gangguan yang mengancam, entah itu singa, serigala atau beruang. Upaya memberikan perlindungan dan rasa aman pada ternak menjadi tanggung jawab yang besar. Penggembala akan menghalau segala kemungkinan serangan yang mengancam keselamatan ternaknya walaupun itu harus mengorbankan nyawanya sendiri. Ia berani mengorbankan nyawa menghadapi bahaya apapun yang menyerang, asalkan kawanannya selamat. Biasanya saat seorang gembala menggembalakan kawanannya, ia selalu membawa tongkat atau gada untuk melindungi kawanan dan dirinya sendiri.

Selain itu juga, seorang gembala yang baik akan menghalau dan mencegah ternaknya melakukan kesalahan, tidak membiarkan ternaknya berbuat salah, contohnya ketika ternaknya mendekati pagar tanaman segera penggembala menghalaunya. Jika ada rumput beracun, sang gembala segera mencabutnya atau saat salah satu kawanannya hilang, ia akan segera mencari dan berusaha menemukannya.

6. Kualitas Seorang Gembala Baik

Menurut Vanier (2009: 255) untuk menjadi seorang gembala yang baik orang tidak harus sempurna karena tidak ada yang sempurna. Menjadi seorang gembala yang baik, berarti menjadi seorang yang rendah hati, terbuka, mampu mengakui


(48)

28

kesalahannya dan mengenal setiap kekurangan yang ia miliki, serta mampu untuk meminta maaf jika memiliki kesalahan.

Selain itu juga, seorang gembala diharapkan dapat menjadi seorang pemimpin yang baik karena kawanan domba sangat mengandalkan dirinya. Ia harus menjadi seorang pribadi yang kuat, tekun, pekerja keras dan selalu sabar dalam membimbing domba-kawanannya. Kepercayaan dari kawanannya merupakan dasar dari segala penggembalaan (Vanier, 2009: 254). Kepercayaan dapat dimiliki seorang gembala jika ia mampu untuk menjadi pemimpin yang baik.

Bagi Vanier, menjadi seorang gembala yang baik adalah berani keluar dari kungkungan egoisme agar dapat memberikan perhatian kepada kawanannya, menyatakan kepada mereka keindahan dan arti mereka, serta membantu mereka untuk berkembang dan menjadi hidup sepenuhnya (Vanier, 2009: 257).

7. Fungsi Penggembalaan

Dalam mendampingi domba-kawanannya, tentu seorang gembala melalui proses pengembalaan yang tidak mudah dan lama. Ia harus memahami, mengerti, menyembuhkan serta mendorong kawanannya untuk tetap maju. Proses penggembalaan ini pun memiliki fungsi yang cukup penting, seperti yang dikutip oleh Howard Clinebeel dari William A. Clebsch dan Charles R. Jaekle dalam ringkasan sumber-sumber dari Sejarah Gereja (2002: 53-54), mengungkapkan bahwa ada lima fungsi penggembalaan:


(49)

a. Menyembuhkan (Healing)

Adalah suatu fungsi penggembalaan yang terarah untuk mengatasi kerusakan yang dialami orang dengan memperbaiki orang itu menuju keutuhan dan membimbingnya ke arah kemajuan di luar kondisinya terdahulu.

b. Mendukung (Sustaining)

Adalah suatu fungsi di mana menolong orang yang sakit (terluka) agar dapat bertahan dan mengatasi suatu kejadian yang terjadi pada waktu yang lampau, di mana perbaikan atau penyembuhan atas penyakitnya tidak mungkin lagi diusahakan atas kemungkinannya sangat tipis sehingga tidak mungkin lagi diharapkan.

c. Membimbing (Guiding)

Adalah suatu fungsi di mana dapat membantu orang yang berada dalam kebingunan dalam mengambil pilihan yang pasti (meyakinkan di antara berbagai pikiran dan tindakan alternatif atau pilihan), pilihan yang dipandang mempengaruhi keadaan jiwa mereka sekarang dan pada waktu yang akan datang. d. Memulihkan (Reconciling)

Adalah suatu fungsi di mana adanya usaha untuk membangun hubungan yang rusak kembali di antara manusia dan sesamanya dan di antara manusia dengan Allah.

e. Memelihara atau mengasuh (Nurturing)

Fungsi ini merupakan suatu sifat yang mendasar dan motif yang tetap ada dalam sejarah Gereja. Fungsi ini merupakan suatu fungsi yang memampukan orang untuk mengembangkan potensi-potensi yang diberikan Allah kepada


(50)

30

mereka, di sepanjang perjalanan mereka dengan segala lembah-lembah, puncak-puncak dan dataran-datarannya.

B.Inspirasi Spiritualitas Gembala Baik Bagi Pendampingan Personal

Sebelum mengulas lebih dalam tentang inspirasi apa saja yang dapat diambil dari Spiritualitas Gembala Baik bagi pendampingan personal, terlebih dahulu, penulis akan mengulas tentang pendampingan personal itu sendiri. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada uraian di bawah ini;

1. Pengertian Pendampingan Personal

Berdasarkan kamus Besar Bahasa Indonesia, pendampingan (2005: 234) adalah proses, cara, perbuatan mendampingi, sedangkan personal (2005: 863) adalah bersifat pribadi atau perseorangan. Dari kedua hal ini, penulis menarik kesimpulan bahwa pendampingan personal adalah proses, cara atau perbuatan seseorang mendampingi orang lain secara pribadi.

2. Fungsi Pendampingan Personal

Dalam mendampingi tentu setiap guru harus melalui proses yang panjang, namun setiap proses yang dilalui memiliki tujuan yang jelas, yaitu semakin berkembangnya dan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Setiap proses pendampingan diciptakan untuk memberikan dampak positif serta memperlancar berjalannya proses pendampingan, terutama untuk proses pendampingan personal. Hal ini tentu sejalan dengan pendapat dari Prayitno dan Erman Amti (2004: 196) yang mengatakan bahwa


(51)

Dalam kelangsungan perkembangan dan kehidupan manusia, berbagai pelayanan diciptakan dan diselenggarakan. Masing-masing pelayanan itu berguna dan memberikan manfaat untuk memperlancar dan memberikan dampak positif sebesar-besanya terhadap kelangsungan perkembangan dan kehidupan itu, khususnya dalam bidang tertentu yang menjadi fokus pelayanan yang dimaksud.

Sejalan dengan hal tersebut, pendampingan personal memiliki berbagai macam fungsi dalam dunia pendidikan ditinjau dari kegunaan, manfaat atau keuntungan yang diperoleh, antara lain:

a. Fungsi Pemahaman

Fungsi pemahaman dalam pendampingan personal, tidak hanya sekadar mengenal diri siswa, melainkan lebih jauh lagi, yaitu pemahaman yang menyangkut latar belakang pribadi siswa, kekuatan dan kelemahannya, serta kondisi lingkungan siswa sendiri (Prayitno dan Erman Amti, 2004: 197). Pemahaman guru tentang siswa akan menjadi bahan acuan baginya dan pihak lain, terutama orang tua, untuk memahami siswa lebih baik. Tanpa pemahaman terhadap masalah, penanganan terhadap masalah itu tidak mungkin dilakukan. Oleh sebab itu, fungsi pemahaman menjadi tugas yang paling awal dalam setiap penyelenggaraan proses pendampingan personal bagi setiap anak.

b. Fungsi Pencegahan

Jika siswa dalam proses perkembangnya tidak mengalami suatu masalah, maka besar kemungkinan ia dapat berkembang dengan baik dalam setiap tahap perkembangannya. Akan tetapi, bila anak mengalami suatu masalah pada salah satu masa perkembangan, tentu ia akan mengalami kesulitan dalam menempuh


(52)

32

tahap perkembangan selanjutnya. Oleh sebab itu, diharapkan anak dapat melalui setiap tahap perkembangannya dengan baik.

Sehubungan dengan hal di atas, pendidikan pun memiliki fungsi pencegahan. Fungsi ini berguna untuk mencegah sesuatu hal yang tidak diharapkan di masa depan dan mengurangi kemungkinan yang buruk. Upaya pencegahan memang telah disebut orang sejak puluhan tahun yang lalu. Pencegahan diterima sebagai sesuatu yang baik dan perlu untuk dilaksanakan (Prayitno dan Erman Amti, 2004: 202).

Berkaitan dengan hal di atas, dalam pendidikan luar biasa, fungsi pencegahan ini kurang begitu berperan terutama untuk fisik, karena sebagian besar telah mengalami kecacatan, sebelum atau setelah dilahirkan. Namun jika fungsi ini diterapkan dalam suatu proses pendidikan dengan tujuan untuk pencegahan di masa depan, terutama untuk proses interaksi mereka dengan orang lain, tentu akan sangat membantu. Misalnya saja, anak yang tunarungu yang sulit untuk berkomunikasi dengan orang lain. Jika diajarkan bahasa isyarat dengan baik dan benar, seperti mengucapkan selamat pagi atau bertanya siapa nama dan dari mana asalnya, tentu anak akan mengalami perkembangan. Perkembangan dalam hal ini bukan hanya berkembang secara kognitif, namun afektif dan psikomotoriknya mereka juga.

c. Fungsi Pemeliharaan

Apabila berbicara tentang “pemeliharaan” maka pemeliharaan yang baik bukanlah sekedar mempertahankan agar hal-hal yang dimaksudkan tetap utuh, tidak rusak dan tetap dalam keadaan semula, melainkan juga mengusahakan agar


(53)

hal-hal tersebut bertambah baik, kalau dapat lebih indah, lebih menyenangkan, memiliki nilai tambah daripada waktu-waktu sebelumnya (Prayitno dan Erman, 2004: 215). Hal-hal yang dapat dinyatakan dalam fungsi ini, antara lain; intelegensi, bakat, minat seseorang, sikap atau kebiasaan yang baik, cita-cita, kesehatan rohani dan jasmani, hubungan dengan orang lain, serta lingkungan kehidupan seseorang.

Fungsi pemeliharaan berarti memelihara segala sesuatu yang baik yang ada dalam diri setiap individu, baik hal itu merupakan pembawaan maupun hasil-hasil perkembangan yang telah dicapai selama ini (Prayitno dan Erman, 2004: 215). Seperti seorang petani yang selalu menjaga tanaman padinya dengan baik. Ia selalu menjaga apakah kebutuhan air sudah terpenuhi, apakah ada hama yang menggangu tanaman atau adakah tanaman liar yang menggangu. Begitu pun dalam dunia pendidikan, guru bertugas menjaga anak-anaknya. Ia selalu memperhatikan apakah perkembangan anak terhambat atau tidak. Jika ada hambatan, apakah yang penyebab hambatan tersebut dan mencari cara untuk menyelesaikannya dengan baik.

Hal ini pun tidak jauh beda dengan pendidikan luar biasa, guru pun selalu memantau perkembangan anak. Guru selalu melihat perkembangan anak setiap hari, apa saja yang sudah dipelajarinya, apa yang sudah ia kuasai dan belum dikuasainya, dan kalau mengalami suatu kemunduran pada diri anak, apa penyebabnya dan bagaimana cara mengatasinya.


(54)

34

d. Fungsi Pengembangan

Berbicara tentang fungsi pemeliharaan, tentu saja akan berbicara juga tentang fungsi pengembangan. Alasannya karena fungsi pemeliharaan dan fungsi pengembangan tidak dapat dipisahkan, ibarat dua sisi mata uang logam. Jika satu sisi cacat, maka sisi yang lain tidak bernilai (Prayitno dan Erman, 2004: 215).

Dalam kamus bahasa Indonesia (2007: 538), pengembangan adalah proses, cara, perbuatan mengembangkan; pembangunan secara bertahap dan teratur yang menjurus ke sasaran yang dikehendaki. Fungsi pengembangan pada dasarnya merupakan tujuan umum dari seluruh upaya pelayanan pemuliaan manusia (Prayitno dan Erman, 2004: 217). Selain itu juga, fungsi ini pun dilaksanakan melalui berbagai pengaturan, kegiatan dan program yang ada.

Dalam dunia pendidikan, fungsi ini sangat berperan penting di dalamnya. Guru berperan memelihara apa yang baik di dalam diri setiap anak. Seperti halnya fungsi pemeliharaan, fungsi pengembangan pun bertujuan untuk menjaga intelegensi yang dimiliki anak, bakat yang ada di dalam diri seseorang, minat seseorang, sikap atau kebiasaan yang baik, cita-cita, kesehatan rohani dan jasmani, hubungan dengan orang lain, serta lingkungan kehidupan seseorang. Guru berusaha sebaik mungkin untuk mengembangkan hal baik yang sudah terbentuk atau telah ada sebelumnya, sehingga anak semakin berkembang ke arah yang lebih baik.

Selain itu juga, fungsi pengembangan pun tidak dapat dipisahkan dari fungsi-fungsi sebelumnya, karena fungsi-fungsi ini merupakan salah satu kunci agar proses pendampingan berjalan dengan baik. Setiap proses tentu memiliki suatu tujuan


(55)

dan tujuan tersebut tentu menuju ke arah perkembangan anak. Oleh sebab itu, fungsi pengembangan tidak dapat dipisahkan dari fungsi-fungsi lain dalam konteks pendampingan personal.

3. Teknik-Teknik dalam Pendampingan Personal

Dalam pendampingan personal, ada bermacam-macam teknik yang dapat dilakukan oleh guru untuk mendampingi siswa (Winkel, 1987: 263), antara lain: a. Rencana studi mandiri (Independent Study Plan)

Dalam pendampingan personal, pertama-tama guru membuat suatu rencana mengenai apa yang akan dipelajari dan pencapaian apa yang ingin didapatkan selama proses. Dalam hal ini, guru hanya berperan sebagai motivator bagi anak, namun segala keberhasilan dalam proses pembelajaran yang menentukan adalah anak sendiri. Untuk membuat suatu rencana mengenai apa yang ingin dicapai, guru harus terlebih dahulu melihat daya penangkapan dan kekurangan yang dimiliki oleh anak, agar tujuan pembelajaran lebih jelas dan hasil lebih optimal.

Begitu pun dalam membimbing anak yang berkebutuhan khusus, setiap guru terlebih dahulu memahami latar belakang, kekuatan dan kekurangan dari setiap anak. Baru kemudian membuat rencana atau program yang ingin dicapai oleh mereka.

b. Program belajar yang berpusat pada siswa (Learned Centered Program)

Dalam pendampingan personal, yang menjadi pusat dan inti dari proses belajar mengajar, bukanlah guru melainkan anak sendiri. Segala proses berjalannya suatu pendampingan serta keberhasilan proses pendampingan bukan


(56)

36

guru yang menentukannya, namun anak sendiri. Tujuan dari program ini ialah keberhasilan anak dalam mencapai target sesuai dengan tingkat kemampuan anak.

Dalam membimbing anak berkebutuhan khusus, yang menjadi pusat dan inti dalam proses adalah anak sendiri. Guru tidak dapat memaksakan anak untuk menguasai bahan atau suatu materi melebihi dari kemampuan anak. Guru harus mengikuti dan menyesuaikan dengan kemampuan dan daya penangkapan anak sendiri.

c. Belajar menurut kecepatan sendiri (Self Pacing)

Dalam pendampingan personal, setiap anak diberikan kebebasan untuk mengatur kecepatan penangkapan mereka pada suatu materi. Guru tidak dapat memaksa anak untuk menguasai suatu materi sesuai dengan target, namun harus mengikuti perkembangan setiap anak.

Begitu pun dalam membimbing anak berkebutuhan khusus, guru harus mengikuti perkembangan anak. Jika anak hanya mampu memegang sendok makan, guru tidak mungkin menuntut anak untuk menggunakan sendok makan dan garpu secara bersamaan. Tetapi guru dapat menuntut anak menggunakan sendok makan untuk mengambil nasi dalam piring dan menyuapkan dalam mulutnya. Kalaupun guru ingin menuntut lebih dari anak harus melewati proses yang cukup panjang dan tidak mudah serta butuh kesabaran yang tinggi. Oleh sebab itu, guru tidak dapat menuntut lebih dari apa yang mampu ditangkap oleh siswa.


(57)

d. Pengaturan instruksi oleh siswa sendiri (Student Determined Instruction) Dalam pendampingan personal, pengaturan instruksi ditentukan oleh anak sendiri. Maksudnya ialah guru harus terlebih dahulu melihat daya penangkapan dan kekurangan yang dimiliki oleh anak. Pengaturan instruksi ini menyangkut tujuan instruksional, pilihan media pengajaran dan narasumber, alokasi waktu mempelajari suatu topik, laju kemampuan, evaluasi pribadi dan kebebasan menentukan materi yang menjadi prioritas.

4. Inspirasi dari Spiritualitas Gembala Baik

Dalam Spiritualitas Gembala Baik ada banyak inpirasi yang dapat diambil maknanya untuk pendampingan personal, antara lain:

a. Pengabdian hidup

Seorang gembala merupakan seseorang yang menyerahkan nyawanya bagi kawanannya (St.Darmawijaya, 1987: 123). Ia mengabdikan seluruh hidupnya demi kawanannya, entah waktu, tenaga dan pikirannya, semua tercurah bagi kawanannya tersebut. Kawanannya merupakan hal yang paling berharga bagi seorang gembala dan ia terus-menerus mempersembahkan hidupnya (Keller, 2001: 21). Ia tidak akan menukarkan kawanannya tersebut dengan harga apapun, namun jika kawanannya hilang, ia rela untuk membeli dengan harga yang mahal. Bagi seorang gembala, kawanan domba yang dimilikinya adalah bagian dari dirinya sendiri dan dirinya sendiri adalah bagian dari kawanannya tersebut (Keller 2001: 20).

Dalam pendampingan personal, para pendamping mendampingi dan membimbing serta mencurahkan seluruh hidupnya bagi perkembangan anak-anak.


(58)

38

Ia mencurahkan pikiran dan memberikan perhatian yang penuh untuk anak-anak yang didampingi. Bagi para pendamping, keberhasilan dalam proses belajar dari anaknya merupakan yang utama.

Pendamping akan selalu mengontrol dan mengecek bagaimana perkembangan anak. Apakah anak berkembang atau malah menurun. Jika menurun pendamping akan mencari apa penyebabnya sekaligus berusaha menemukan solusi untuk anak tersebut. Tetapi jika anak mengalami perkembangan yang baik, maka ia akan memberikan dorongan atau motivasi pada anak tersebut, agar mempertahakan dan semakin meningkatkan prestasinya.

b. Menjaga dan melindungi

Ketika kawanan kawanannya dalam bahaya, entah itu berasal dari anjing hutan, singa, puma, serigala ataupun ular di dalam padang, ia akan selalu membela kawanan kawanannya dengan seluruh kekuatan. Seorang gembala selalu berjaga melindungi kawanan kawanannya, baik siang maupun malam. Sebuah gada atau tongkat, selalu ada di tangannya untuk melindungi kawanannya. Bagi kawanan domba, tidak ada hal yang lebih menenangkan dan menenteramkan selain melihat gembalanya di sekitarnya (Keller, 2001: 39).

Dalam pendampingan personal bukan berarti pendamping mengekang apa yang ingin dilakukan dan diperbuat oleh anak, tetapi pendamping hanya bertugas mengawasi dan memberikan arahan yang benar kepada anak. Pendamping memberikan arahan yang benar kepada anak tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang perlu ia perbuat. Setelah itu anak diberikan kebebasan untuk menjalankan sendiri berdasarkan penangkapan dan kemampuan serta teknik


(59)

belajar mereka masing-masing, sedangkan guru hanya bertindak sebagai seorang pengawas.

c. Hubungan yang akrab

Seorang gembala memiliki hubungan yang akrab dengan kawanannya serta mengenal kawanannya tersebut. Kerap kali seorang gembala bercanda dengan kawanannya. Seorang gembala memanggil domba menurut namanya masing-masing (St.Darmawijaya, 1987: 122). Begitu juga dengan kawanan domba, mereka mengenal suara dari gembala. Jika ada suara asing yang memanggil, maka kawanan tersebut tidak akan mengikutinya dan tentu akan pergi menghindari suara tersebut, karena mereka tidak mengenalinya (Yoh 10:5).

Dalam pendampingan personal, para pendamping tentu memiliki hubungan yang akrab dengan anak. Pendamping tentu saja mengenal karakter, kepribadian, kekurangan serta kelebihan yang dimiliki setiap anak. Mereka tentu tahu apa yang menjadi kendala dalam proses belajar mengajar, namun pendamping juga mengetahui apa yang menjadi kekuatan anak dalam belajarnya. Biasanya dalam pendampingan personal, pendamping menyesuaikan teknik bimbingan sesuai dengan kemampuan penangkapan dari anak tersebut. Oleh sebab itu, dalam pendampingan personal, hubungan antara pendamping dengan anak sangat dekat.

d. Menyediakan segalanya

Seorang gembala selalu menyediakan segalanya bagi kawanannya. Ia tidak putus-putusnya berjerih payah menyediakan rumput terbaik, ladang tersubur, banyak makanan selama musim dingin dan air bersih bagi kawanannya (Keller,


(1)

(62)

Motorik Halus


(2)

(63)

Bermain Musik


(3)

(64)

Kegiatan ADL (Activity Daily Living)


(4)

(65)


(5)

(66)

Rekoleksi Pertama

Aku Pendamping Berspiritualitas Gembala Baik

No Waktu Susunan Acara

1 14.00-16.00 Datang Ke Tempat Tujuan

2 16.00-16.30 Snaks Sore

3 16.30-17.00 Pembukaan Dan Perkenalan

4 17.00-18.30 Sesi 1: Aku Mengenal Siapa Dirinya

5 18.30-19.00 Makan Malam

6 19.00-20.30 Sesi 2: Aku Seorang Pendamping

7 20.30-21.00 Ibadat Malam

8 21.00-05.00 Istrirahat Malam 9 06.00-06.30 Ibadat Pagi

10 06.30-07.00 Makan Pagi

11 07.00-08.30 Sesi 3: Aku Seorang Gembala

12 08.30-10.00 Sesi 4: Aku Dipanggil Untuk Melayani 13 10.00-10.30 Snaks Pagi

14 10.30-11.30 Penutup

15 11.30-12.00 Ibadat Siang

16 12.00 Sayonara


(6)

(67)

Rekoleksi Kedua

Aku Dipanggil untuk Menjadi Seorang Gembala Baik

No Waktu Susunan Acara

1 14.00-16.00 Datang ke tempat tujuan

2 16.00-16.30 Snaks sore

3 16.30-17.00 Pembukaan

4 17.00-18.30 Sesi 1: Apa yang hilang?

5 18.30-19.00 Makan malam

6 19.00-20.30 Sesi 2: Gembala yang Baik dan Buruk

7 20.30-21.00 Ibadat malam

8 21.00-05.00 Istrirahat malam 9 06.00-06.30 Ibadat pagi

10 06.30-07.00 Makan pagi

11 07.00-08.30 Sesi 3: Aku Mengasihi Mereka

12 08.30-10.00 Sesi 4: Aku Ada Untuk Melayani Mereka

13 10.00-10.30 Snaks pagi

14 10.30-11.30 Penutup

15 11.30-12.00 Ibadat siang