RESOLUSI KONFLIK PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN TUBAN 2006 MELALUI KERANGKA KONSEPTUAL PENDIDIKAN IPS.
x DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
UCAPAN TERIMAKASIH ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 13
C. Klasifikasi Konsep ... 14
D. Tujuan Penelitian ... 17
E. Manfaat Penelitian ... 17
F. Metode Penelitian ... 18
BAB II KAJIAN TEORI A. Konflik 1. Pengertian konflik ... 20
2. Perilaku Kolektif (Collective behavior) ... 23
a. Sifat Dari Perilaku Kolektif ... 24
b. Faktor Penyebab Perilaku Kolektif ... 26
B. Resolusi Konflik 1. Pengertian Resolusi Konflik... 30
(2)
xi
3. Model The Circle of Conflict ... 40
a. Konsep-konsep pokok model the circle of conflict ... 42
b. Strategi model the circle conflict ... 45
4. Resolusi Konflik melalui Pendidikan ... 46
C. Pendidikan IPS ... 53
1. Nilai-Nilai Pendidikan ... 54
2. Resolusi konflik sebagai salah satu keterampilan ... 57
3. Pendidikan IPS sebagai salah satu solusi ... 60
4. Penelitian Terdahulu ... 63
5. Paradigma Penelitian ... 66
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 69
B. Penentuan Obyek Penelitian ... 72
C. Teknik Pengumpulan Data ... 75
D. Reliabilitas dan Validitas ... 78
E. Teknik Analisis Data ... 79
F. Lokasi Penelitian ... 83
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi 1. Tinjauan Umum Kabupaten Tuban ... 84
2. Kronologi Konflik Kerusuhan Pasca Pilkada a. Penjaringan Bakal Calon dan Penetapan ... 96
b. Masa Kampanye ... 103
c. Memasuki Minggu Tenang ... 107
d. Hari H Pemilihan ... 108
e. Tuban Membara 29 April 2006 ... 111
f. Isu-isu aksi balasan ... 129 3. Kondisi Ekonomi, Politik, Sosial dan Budaya Masyarakat Tuban dalam
(3)
xii 2006
a. Kebijakan Pembangunan pada Masa Pemerintahan Bupati Haeny Relawati antara Tahun 2001-2006
1) Kebijakan pembangunan jalan ... 132
2) Keramikisasi Trotoar ... 134
3) Mentalitas Birokrasi ... 135
4) Pengambilalihan paksa ... 137
5) Penghambatan Investasi ... 138
b. Kondisi sosial Masyarakat Tuban menjelang 2006 1) Pengabaian struktur sosial lama ... 141
2) Tumbuhnya Nilai Sentral ... 143
3) Ambruknya Tatanan Sosial ... 145
4) Akumulasi Kekecewaan ... 148
B. Pembahasan 1. Menguak Latar Belakang Konflik Krusuhan Pasca Pilkada Langsung Kabupaten Tuban Tahun 2006 ... 151
a. Structural conduciveness ... 151
b. Structural Strain ... 154
c. Growth and spread of a generalized belief ... 156
d. Precipitating factor ... 157
e. Mobilization of participants for action ... 158
f. The operation of social control ... 160
2. Model The Circle Conflict dan analisis nilai pendidikan dalam menguak nilai-nilai pendidikan dari peristwa konflik . 162
3. Kerangka konseptual Pembelajaran Sejarah berbasis resolusi konflik ... 173
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 182
B. Saran ... 184
(4)
xiii LAMPIRAN-LAMPIRAN
A. Daftar Nara Sumber dan koding Dokumen ... 3.1 B. Kisi Pedoman Wawancara ... 3.2 C. Rekaman Suara Orator ... 4.1 D. Gambar Video Kronologis ... 4.2 E. Transkrip Wawancara ... . 4.3 F. Dokumentasi Koran I ... . 4.4 G. Dokumentasi Koran II ... 4.5 RIWAYAT HIDUP
(5)
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1: Teori-teori dalam resolusi konflik ... 37
Tabel 2.2: Penjabaran The Circle of Conflict ... 45
Tabel 4.1: Time Line ... 86
Tabel 4.2: Daftar Bupati Tuban ... 93
Tabel 4.3: Perolehan Suara di TPS Cabup/Cawabup ... 110
Tabel 4.4: Rekapitulasi hasil penghitungan suara di 20 kec ... 111
Tabel 4.5: Daftar gedung dan aset-aset yang rusak ... 131
Tabel 4.6.: Hubungan Fakta Nilai ... 168
Tabel 4.7: Pengujian Karakter Moral dalam Nilai ... 170
(6)
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1: Diagram Konflik di Indonesia 1990-2001 ... 3
Gambar 2.1: Model Problem Solving dalam Resolusi ... 32
Gambar 2.2: Model The Circle Conflict ... 42
Gambar 2.3: Keterampilan sosial ... 59
Gambar 2.4: Paradigma Penelitian ... 68
Gambar 3.1: Triangulasi ... 79
Gambar 3.2: Analisis Data ... 81
Gambar 4.1: Peta Wilayah Tuban ... 94
Gambar 4.2: Lambang Kabupaten Tuban ... 95
Gambar 4.3: Alur Kerusuhan ... 127
Gambar 4.4: Analisis Nilai ... 166
(7)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Konflik adalah sesuatu yang alamiah terjadi dalam kehidupan manusia (Mc Collum, 2009: 14). Terjadinya konflik merupakan sebuah keniscayaan dalam proses interaksi antar-individu, individu dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok yang masing-masing disebabkan oleh perbedaan baik dalam latar belakang interaksi, kemampuan berinteraksi, maupun tujuan berinteraksi. Tidak terkecuali konflik juga terjadi pada masyarakat Indonesia yang mempunyai latar belakang politik, etnis, suku, dan agama yang berbeda. Dari latar belakang yang beragam ini, corak konflik yang terjadi di Indonesia juga beragam diantaranya konflik yang terjadi karena permasalahan etnis seperti yang pernah terjadi di Solo antara etnis Cina dengan Pribumi pada Mei 1998 (Copel. 2006: 73), karena permasalahan politik dalam bentuk separatisme yang pernah terjadi di Papua dan Aceh (Braithwaite. 2010: 49-166; 343-428; Bertrand. 2004: 161) karena permasalahan suku antara suku Dayak dengan suku Madura seperti yang terjadi di Sampit Kalimantan Barat (Klinken. 2007: 55; Braithwaite: 291) dan karena permasalahan agama antara agama Islam dan Kristen seperti yang terjadi di Ambon (Klinken: 88).
Konflik mempunyai dua sifat yaitu destruktif (merusak) dan konstruktif (membangun). Sean Mc Collum (2009: 18) mengutip pendapat Deutsch Morton seorang ahli dalam resolusi konflik yang berpendapat bahwa ketika konflik muncul akan mengarah pada konstruktif atau destruktif tergantung pada beberapa
(8)
2
faktor. Arah konflik dipengaruhi oleh latar belakang yang ada di balik konflik yang terjadi; apa yang sedang dipertaruhkan; nilai-nilai dan norma apa yang terhubung pada jaringan tersebut. Hasil yang didapatkan dari sebuah konflik juga dipengaruhi oleh sikap dan keterampilan dalam resolusi konflik dan pengalaman oang-orang yang terlibat dalam konflik.
Dalam konteks kehidupan masyarakat di Indonesia terutama kondisi menjelang reformasi sampai reformasi bergulir, tercatat oleh Bapenas dan PBB dalam rentang tahun 1997 sampai tahun 2004 terjadi sebanyak 3600 peristiwa konflik di seluruh Indonesia (Kapanlagi.com). Dari jumlah yang tergolong banyak tersebut menurut penelitian Klinken, (2007: 138) selama antara tahun 1999-2004 konflik yang terjadi telah menimbulkan korban jiwa sebanyak 19.000 orang meninggal dunia. Banyaknya korban jiwa dalam peristiwa konflik tersebut menandakan bahwa selama ini konflik yang terjadi di Indonesia berjalan ke arah destruktif yaitu merusak.
Dalam konteks skala perbandingan sebelum reformasi (orde baru) sampai masa reformasi Sukardi Rinakit dalam Maribeth (2005: 83) memaparkan bahwa telah terjadi peningkatan intensitas konflik pada saat sebelum dan sesudah Suharto lengser dengan sifat yang semakin regional dan menelan korban jiwa yang sangat besar. Peningkatan ini menurut Sukardi dikarenakan proses reformasi yang diikuti dengan otonomi daerah tidak dijalankan dengan hati-hati mengingat Indonesia mempunyai latar belakang yang beragam baik etnis, agama, demografi, politik dan kelas sosial yang sangat memungkinkan terjadi konflik horizontal. Data yang berhasil di himpun oleh Sukardi menunjukkan bahwa konflik horizontal di
(9)
3
Indonesia yang pada mulanya hanya terjadi maksimal 8 kali dalam setahun dengan korban jiwa ratusan dan meningkat intensitasnya menjadi ratusan kali konflik dengan jumlah korban jiwa yang mencapai ribuan. Berikut data konflik dari tahun 1990 sampai tahun 2001.
Gambar 2.1: Angka Konflik di Indonesia antara 1990-2001 Sumber: Sukardi Rinakit (2005: 83)
Fenomena konflik yang cenderung meningkat di Indonesia dari masa sebelum reformasi sampai terjadi reformasi menarik perhatian banyak peneliti untuk mengkajinya. John Braithwaite (2010: 1) mempublikasikan hasil penelitiannya tentang fenomena konflik di Indonesia dan sempat memberikan kesimpulan bahwa kurun waktu antara tahun 1997-2004 di Indonesia secara teoritik mengalami masa yang dalam bahasa Emile Durkheim adalah anomie yaitu sebuah kondisi tanpa norma. Kondisi tersebut didasari oleh fenomena bahwa selama
(10)
4
kurun itu telah terjadi kekacauan yang telah didukung oleh lembaga. Menurutnya pihak keamanan di Indonesia mengambil keuntungan dari konflik yang terjadi dan bukannya mencegah terjadinya kekerasan pada semua pihak. Oleh karena itu sangat wajar apabila kurun waktu tersebut disimpulkan sebagai kondisi anomi bangsa Indonesia.
Intensitas konflik di Indonesia yang cenderung meningkat tidak terlepas dari masa transisi pemerintahan yang pada waktu sebelumnya bersifat terpusat menjadi
desentralisasi. Proses desentralisasi ini juga dibarengi dengan proses politik yang
pada masa sebelumnya bersifat top down sekarang menjadi bottom up. Proses perubahan politik praktis seperti pemilihan kepala daerah yang pada masa lalu di pilih oleh pemerintah pusat, sekarang menjadi hak setiap warga negara untuk memilihnya secara langsung. Proses politik inipun menjadi salah satu pemicu terjadinya konflik yang sifatnya komunal dan regional. Sukardi Rinakit dalam Maribeth (2005: 84) memaparkan bahwa selama kurun waktu antara tahun 1999-2001 terjadi peristiwa konflik di 18 daerah dan 16 diantaranya bersifat komunal dan 2 lainnya bersifat separatis dengan jumlah korban jiwa sebesar 6.208. Pada kenyatannya proses peralihan pemerintahan dari sentralisasi menuju desentralisasi telah meminta korban jiwa yang tidak sedikit.
Proses politik pemilihan kepala daerah tingkat I dan II secara langsung sebagai tindak lanjut desentralisasi di Indonesia juga menjadi salah satu potensi terjadinya konflik. Terhitung sejak disahkannya Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (selanjutnya disingkat Pilkada) pada tahun 2005 sampai 2010 tercatat ada 124 kasus yang diadukan kepada pemerintah dan lima diantaranya
(11)
5
menimbulkan kerusuhan (Tempointeraktif.com: 2010). Konflik pasca pilkada yang belanjut pada kerusuhan ini terjadi di Maluku Utara, Bengkulu, Aceh Tenggara, Sulawesi Barat dan Tuban. Dari kelima kasus tersebut penulis tertarik untuk mengkaji adalah kasus konflik kekerasan pasca konflik pilkada yang terjadi di Tuban Jawa Timur. Perbedaan kasus kerusuhan yang terjadi di Tuban diantara kelima yang lainnya adalah: kasus ini terjadi di Kabupaten Tuban Jawa Timur yang notabene terletak di Pulau Jawa dan berbeda secara geografis dengan keempat kasus yang lainnya; kasus kerusuhan di Tuban berlangsung sangat hebat dan singkat meskipun tidak sampai jatuh korban jiwa. Berdasarkan observasi pendahuluan yang dilakukan penulis, konflik Tuban tahun 2006 telah meluluhlantakkan gedung pemerintahan, hotel, rumah pribadi, gudang, pompa bensin, kendaraan, dan yang lainnya; sisa-sisa kerusuhan berupa konflik laten sampai sekarang masih terlihat.
Dalam konflik yang terjadi pasca pilkada di beberapa daerah biasanya tidak berlanjut pada kerusuhan. Konflik akan berakhir seiring dengan adanya keputusan dari Pemerintah tentang penyelesaian konflik tersebut. Konflik pasca pilkada yang terjadi di Tuban tahun 2006 antara masyarakat pendukung Noor Nahar Husein-Go Tjong Ping (selanjutnya disingkat Non-Stop) dengan pemerintah dalam hal ini Bupati Tuban Haeny Relawati yang pada saat itu menjadi calon incumbent sampai sekarang masih menyisakan konflik secara laten. Konflik laten tersebut dapat dilihat dari masih berdiri sisa-sisa bangunan pendopo yang dibiarkan hangus tidak diperbaiki oleh pihak pemerintah sampai sekarang, Kantor KPUD yang dirusak dan dibakar oleh masyarakat pendukung Non-Stop; banyak graffiti bernada
(12)
6
tantangan kepada pemerintah di tembok-tembok; beredarnya kaos bernada tantangan kepada Bupati; proses pembangunan oleh pemerintah yang timpang; bahkan pengaturan jadual imam di Masjid jami’ Tuban pun tidak terlepas dari konflik laten yang terjadi (wawancara: M). Beberapa karakteristik yang unik dari kasus konflik kerusuhan di Kabupaten Tuban inilah yang menarik untuk di jadikan sebuah kajian, terutama jika dikaitkan dengan pendidikan IPS yang seharusnya mempunyai andil besar dalam rangka proses pemberian ketrampilan resolusi konflik untuk menjadikan masyarakat menjadi warga negara yang baik.
Konflik kekerasan pasca Pilkada di Tuban Jawa Timur terjadi antara masa pendukung Noor Nahar Husein-Go Tjong Ping dengan Pemerintah dalam hal ini Bupati Tuban Haeny Relawati sebagai incumbent berawal dari pemungutan suara yang dilaksanakan pada tanggal 28 April 2006. Masa pendukung Non-Stop merasa pengumuman hasil Pilkada pada saat itu banyak sekali di warnai kacurangan. Konsentrasi masa pendukung Non-Stop mulai terlihat sejak sore hari pada waktu penghitungan suara di kantor KPUD Tuban hingga larut malam (Radar Bojonegoro, 29 April 2006). Setelah penghitungan suara hasil pilkada berakhir dan ternyata Non-Stop dinyatakan kalah, menimbulkan kekecewaan di pihak pendukungnya. Akhirnya malam itu juga mereka terlihat melakukan koordinasi untuk melakukan protes di KPUD keesokan harinya dengan mengerahkan masa yang sangat banyak.
Pada tanggal 29 April pukul 09.00, sekitar 15 ribu sampai 30 ribu masa pendukung Non-Stop mulai berkumpul di depan kantor KPUD dan melakukan orasi (Radar Surabaya, 30 April 2006). Orasi ini dipimpin secara bergantian oleh
(13)
7
saudara RS, saudara R dan saudara YM. Orasi mereka antara lain mengiginkan adanya tinjauan ulang terhadap hasil pilkada dengan membeberkan jumlah DPT (Daftar Pemilih Tetap) dengan rekapitulasi hasil pilkada oleh KPUD. Aksi mereka tidak mendapat respon sama sekali oleh para pimpinan KPUD dan akhirnya aksi masa memaksa masuk ke kantor KPUD. Sempat terjadi aksi saling dorong antara masa aksi dengan aparat kepolisian yang berjaga-jaga didepan kantor KPUD. Akhirnya masa aksi dengan mempergunakan kendaraan truk tronton menabrak barikade polisi dan berhasil menguasai kantor KPUD. Setelah kantor KPUD mereka kuasai akhirnya mereka merusak dan membakarnya sampai luluh lantah (Surya, 30 april 2006).
Karena merasa aksi mereka belum mendapatkan hasil, maka masa aksi melanjutkan demonstrasinya di depan kantor Bupati dan Pemda di Alun-alun Tuban. Seperti tuntutan sebelumnya, mereka meminta hasil pemilu di batalkan dan menuntut Bupati untuk turun jabatan. Karena tidak mendapatkan respon akhirnya masa aksi merangsek kedalam rumah dinas Bupati dan Pendopo Kabupaten Tuban. Karena jumlah aparat keamanan tidak sebanding dengan banyaknya masa aksi, akhirnya dengan tiada berdaya aparat keamanan membiarkan pendopo krido manunggal, dan enam bangunan lainnya seperti gedung Korpri, gedung PKK, guest house, gedung dharma pertiwi, gedung organisasi wanita (GOW) (Jawa Pos, 30 April 2006). Masa dikomando oleh orator sambil membakar semangat perlawanan terhadap Bupati meluapkan kekecewaannya dengan melakukan pembakaran terhadap asset-aset pribadi bupati dan negara yang ada di sekitar rumah dinas bupati.
(14)
8
Sekitar pukul 1 siang masa mulai menyebar menuju asset-aset bupati yang lain yaitu rumah mewahnya yang berdiri diatas tanah seluas sekitar 10 hektar, hotel mustika milik bupati, gudang 99 milik bupati, pompa bensin di jalan RE Martadinata dan Jl. Manunggal, Rumah pribadi bupati di Jl. Agus Salim, Kantor Golkar di Jl. Basuki Rahmat (Surya, 30 April 2006). Semua bangunan tersebut dijarah dan di rusak. Bahkan rumah mewah, hotel dan gudang milik Bupati sempat dibakar oleh masa. Aksi tidak hanya dilakukan pada asset-aset pribadi bupati, akan tetapi merembet pada rumah-rumah para pimpinan KPUD diantaranya rumah Sumitro Karmani dan rumah pendukung Bupati yang notanebe para kontraktor. Siang itu Kota Tuban menjadi lautan api dan terjadi kepanikan warga terutama para pendukung Bupati yang mendapatkan ancaman bahwa rumah mereka akan dibakar. Terjadi eksodus di beberapa tempat untuk menyelamatkan asset-aset berharga terutama oleh pihak-pihak yang selama ini mendukung bupati.
Pada awalnya aksi masa tidak dapat di kendalikan oleh aparat Polres maupun Kodim Tuban karena jumlah antara aparat dengan masa aksi yang tidak sebanding. Bahkan para aparat hanya bisa menonton sambil mengamankan beberapa tempat yang masih dapat mereka amankan. Menjelang siang konsentrasi masa mulai terpecah menuju asset-aset pribadi Bupati dan pada saat bersamaan didatangkan bantuan dari polres Bojonegoro, Lamongan, Jombang dan Polda Jatim (Radar Surabaya, 30 April 2006). Kondisi inilah yang memudahkan para aparat untuk sedikit mengendalikan aksi masa. Sampai malam tiba, kondisi Kabupaten Tuban masih sangat mencekam karena beredar isu aka nada aksi pembakaran pada rumah-rumah pendukung bupati. Malam itu kondisi Tuban
(15)
9
ibarat kota mati karena diberlakukan jam malam untuk mengantisipasi gerakan masa susulan.
Keesokan harinya beredar isu akan ada aksi masa balasan dari beberapa sektor pendukung Bupati sebagai calon incumbent. Siang itu kondisi jalan-jalan sepi dan aktifitas perekonomian kota Tuban lumpuh total. Masa pendukung Non-stop maupun Heany masing-masing berjaga-jaga untuk mengamankan asset mereka masing-masing. Beberapa orang menjadi DPO dan terus di buru oleh pihak aparat yang sudah mendapatkan bala bantuan personil yang sangat banyak (Memo, 1 Mei 2006). Beberapa orang yang dicurigai ikut terlibat dan menjadi provokator satu persatu ditangkap dan membuat shock terapi tersendiri bagi warga. Akhirnya kondisi mencekam ini dapat dikendalikan meskipun masih menyisakan berbagai permasalahan yang sampai sekarang masih terlihat.
Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh sebagian warga masyarakat Tuban pendukung calon bupati Noor Nahar Husein terhadap lawan politiknya yaitu Haeny Relawati tidak mencerminkan sebuah perilaku kaum terpelajar ataupun agamawan. Apabila dilihat dari tingkat pendidikan masyarakat kabupaten Tuban, seharusnya perilaku kekerasan tersebut tidak mesti terjadi dengan tingginya tingkat pendidikan yang ada di Kabupaten Tuban (BPPS Tuban: 2010). Disamping itu, masyarakat Tuban yang religius dengan dibuktikan adanya makam salah satu penyebar agama Islam Sunan Bonang di Tuban dan banyaknya pondok pesantren yang berdiri di sana, menimbulkan pertanyaan besar, mengapa masyarakat Tuban melakukan kekerasan? Apalagi kekerasan yang dilakukan adalah bersifat komunal dan menimbulkan kerusakan yang cukup parah hanya
(16)
10
dalam waktu beberapa saat saja. Apakah kekerasan tersebut memang murni kekerasan akibat pilkada atau merupakan akumulasi dari kekecewaan yang terpendam dan terluapkan pada saat pilkada?
Dalam hal ini perilaku kekerasan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Tuban pada saat pilkada tahun 2006 dapat digolongkan sebagai perilaku kolektif/collective behavior. Kekerasan yang terjadi saat itu merupakan tindakan kolektif dan menimbulkan kerusakan yang cukup parah dalam tempo waktu yang sangat singkat. Perlu adanya sebuah analisis tentang sebab-sebab terjadinya kekerasan tersebut, apakah memang murni permasalahan pilkada ataukah terdapat permasalahan lainnya yang menjadi pemicu. Untuk menganalisis sebab-sebab munculnya perilaku kolektif masyarakat Tuban tersebut dan bagaimana langkah resolusinya pada saat sekarang melalui nilai-nilai yang terkandung dalam peristiwa tersebut dapat dipergunakan analisa model the circle of conflict yang telah dipergunakan oleh Christopher Moore dalam CDR Associates (Furlong, 2005: 30).
Beberapa langkah resolusi/penyelesaian konflik telah dilakukan setelah terjadi konflik 2006, baik secara formal ataupun informal antara masa pendukung Non-Stop dengan Haeny Relawati dan pendukungnya. Langkah-langkah resolusi yang telah dilaksanakan diantaranya adjudikasi (menghukum para pelaku yang diduga melakukan pembakaran dan pengerusakan), mediasi antara pemerintah dengan elit politik maupun masyarakat yang pernah berseberangan (Radar Bojonegoro,16 Mei 2006). Semua usaha resolusi tersebut agaknya belum begitu maksimal menyelesaikan konflik. Hal ini dibuktikan dengan masih adanya para
(17)
11
eks-terpidana yang sampai sekarang merasa bahwa dirinya tidak bersalah dan menyalahkan pihak lain. Selain itu mediasi yang dilakukan oleh LSM ataupun pihak-pihak independen sampai sekarang belum dapat menemukan kedua belah pihak untuk bersama-sama melakukan perdamaian. Kegagalan dalam resolusi ini apakah disebabkan tipologi kekerasan yang dilakukan oleh masyarakat saat itu memang unik dan bukan kekerasan sesaat tetapi sebuah akumulasi? Ataukah proses resolusi konflik yang dilakukan masih kurang tepat sehingga memerlukan sebuah pendekatan yang baru? Semua hal itu akan menjadi kajian dalam penelitian ini.
Menurut peneliti diperlikan sebuah pendekatan baru dalam penyelesaian konflik perlu untuk dilakukan di Indonesia khususnya di wilayah yang pernah terjadi konflik seperti di Tuban Jawa Timur yaitu melalui pendidikan terutama pendidikan sosial. National Curriculum for Social Studies atau disingkat NCSS (1994: 149) sebagai salah satu lembaga yang menaungi pendidikan social/ social
studies di Amerika Serikat telah memasukkan resolusi konflik sebagai salah satu
keterampilan yang harus diajarkan dalam pembelajaran IPS di sekolah. Hal ini tidak terlepas dari banyaknya fenomena konflik yang mengarah pada tindakan destruktif dan mulai mendapatkan perhatian oleh para ahli yang konsen terhadap konflik dan resolusi sebagai sebuah kajian yang baru pada tahun 1990 an (Schlenberg, 1997: 7).
Menurut Hursh (2000: 65) mengutip pendapat Brameld sebagai seorang pencetus filsafat pendidikan reconstructionism bahwa pendidikan diharapkan ikut dalam menyelesaikan permasalahan sosial dan membangun sebuah tatanan sosial
(18)
12
yang baru. Pendidikan tidak boleh jauh dari realita kehidupan social dan diharuskan ikut bertanggung jawab terhadap berbagai permasalahan social. Pendidikan harus mengawal semua transformasi social yang terjadi sehingga tidak hanya menjadi tempat penggodokan kawah candradimuka saja.
Sekolah sangat penting sebagai tempat pendidikan resolusi konflik sebagaimana Morton dan Susan (Frydenberg. 2005: 139) berpendapat bahwa sekolah adalah pusat kehidupan social siswa. Perbedaan etnis, gender, usia, kemewahan dan kemiskinan, ketrampilan menjadi lahan subur bagi konflik serta kesempatan untuk pertumbuhan. Sekolah harus mengubah dalam cara dasar mendidik anak-anak sehingga mereka bukan melawan satu dengan yang lainnya akan tetapi mengembangkan kemampuan untuk mengatasi konflik secara konstruktif daripada destruktif dan siap untuk melaksanakan kehidupan secara damai. Hal ini berarti membangun di seluruh system sekolah, belajar bersama, pelatihan dalam resolusi konflik, penggunaan tema kontroversi konstruktif dalam mengajar mata pelajaran dan menciptakan resolusi pada pusat senketa. Pada saat dewasa siswa akan bisa mengembangkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang akan memungkinkan mereka untuk bekerjasama dengan orang lain dan menyelesaikan konflik dalam kehidupan yang tidak terelakkan secara konstruktif.
Berkaitan dengan permasalahan konflik pilkada di kabupaten Tuban yang telah terjadi pada tahun 2006 dan sampai sekarang masih terlihat sisa-sisa konflik yang bersifat laten, diperlukan sebuah langkah resolusi yang dapat meredakan konflik dan bahkan menghilangkan potensi-potensi yang sampai sekarang masih tersisa. Oleh karena itu diperlukan pengungkapan latar belakang konflik terutama
(19)
13
berkaitan dengan nilai-nilai yang mendorong masyarakat melakukan konflik kerusuhan tersebut. Dibutuhkan sebuah pengungkapan kronologis kejadian untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang peristiwa konflik kekerasan pasca pilkada tahun 2006 tersebut. Dengan pengungkapan kronologi tersebut maka akan dapat dianalisa faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya peristiwa tersebut. Pada gilirannya dari peristiwa tersebut dapat diambil beberapa nilai-nilai khususnya nilai-nilai pendidikan yang terkandung sehingga dapat diterapkan dalam pembelajaran IPS untuk memberikan bekal keterampilan kepada peserta didik khususnya di Kabupaten Tuban agar peristiwa serupa tidak terulang kembali.
B. Rumusan masalah
Berangkat dari beberapa pemaparan pada awal tulisan ini, maka penulis dapat memformulasikan beberapa permasalahan dalam bentuk pertanyaan penelitian yang akan diteliti dan dibahas secara tuntas pada penelitian berikut ini:
1. Bagaimana Kronologi Konflik kerusuhan pasca pilkada di Tuban tahun 2006?
2. Apa yang menjadi latar belakang penyebab konflik kerusuhan pasca pemilihan kepala daerah langsung 2006 di Kabupaten Tuban Jawa Timur? 3. Nilai-nilai apa saja yang dapat diambil dari konflik kerusuhan pasca
pilkada tersebut sehingga dapat dipergunakan dalam pendidikan sebagai langkah resolusi?
4. Bagaimana resolusi konflik pilkada Tuban tahun 2006 melalui pendidikan IPS dalam bentuk kerangka pembelajaran dari peristiwa tersebut?
(20)
14 C. Klarifikasi Konsep
Klarifikasi konsep dimaksudkan untuk memberikan batasan konseptual pada kajian yang akan dilakukan oleh peneliti. Klarifikasi ini berupa pengertian yang diberikan untuk menyatukan persepsi agar tidak terjadi mis-konsepsi dalam penelitian ini. Berikut ini klasifikasi konsep-konsep utama maupun konsep pendukung yang akan dikaji diantaranya:
1. Konflik
Konflik di terjemahkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 799) sebagai sebuah percekcokan; perselisihan dan pertentangan. Dalam konteks konflik kekerasan pasca pilkada tahun 2006 di Tuban Jawa Timur, konflik tersebut dapat dilihat dengan teori proses social sebagai hasil interaksi social antara individu atau kelompok dan berusaha untuk membuat generalisasi tentang sisfat dari proses tersebut (James A Sclenberg, 1996: 13). Konflik pasca pilkada tahun 2006 di Tuban adalah hasil dari interaksi antara pendukung calon bupati Noor Nahar Husein-Go Tjong Ping dengan pendukung pasangan Haeny Relawati-Lilik Suhardjono yang bersinggungan dalam konteks pilkada pada tanggal 28 April tahun 2006. Konflik kekerasan ini terjadi secara komunal sebagai perilaku kolektif antara pendukung calon bupati Noor Nahar Husein-Go Tjong ping dengan Haeny Relawati-Lilik Suhardjono. Komponen penting dalam konflik Tuban antara lain aktor Pemerintah (bupati sebagai incumbent dalam Pilkada) dan pendukungnya dengan pihak Noor Nahar- Go Tjong Ping sebagai representasi calon dari rakyat dengan pendukungnya. Ketidak cocokan yang dipertentangkan
(21)
15
adalah pemasalahan hasil Pilkada 2006 dan tindakan yang dilakukan adalah pengerusakan beberapa asset pribadi dan negara.
2. Resolusi Konflik
James A Sclenberg (1996: 9) memaparkan bahwa resolusi konflik merupakan isu sentral dalam bidang kajian konflik yang berarti setiap usaha untuk mengurangi/menyelesaikan konflik social. Usaha ini dapat dilakukan dengan tindakan penyadaran pada peraturan, perubahan lingkungan, pengaruh pihak ketiga, dan kemenangan pada salah satu pihak. Dalam konteks resolusi konflik kasus kekerasan pasca pilkada di Tuban Jawa Timur, resolusi konflik di artikan sebagai setiap usaha untuk mengurangi/menyelesaikan konflik dengan perubahan lingkungan. Perubahan lingkungan yang dimaksud adalah dengan melihat latar belakang konflik dan memberikan pendidikan resolusi konflik kepada siswa sebagai langkah perubahan lingkungan yang sebelumnya menimbulkan konflik. Materi pembelajarannya didapatkan dari nilai-nilai yang didapatkan dari kejadian konflik tersebut.
3. Pemilihan Kepala Daerah Langsung
Pemilihan Kepala Daerah Langsung adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilyah propinsi, Kabupaten dan atau Kotamadya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah. Landasan praktis pemilihan kepala daerah langsung adalah PP No. 6 tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah. Dalam konteks penelitian yang saya lakukan adalah pemilihan Kepala Daerah Langsung Kabupaten Tuban Jawa Timur Tahun 2006 yang
(22)
16
dilaksanakan untuk pertama kali dan di ikuti oleh dua kontestan yaitu pasangan calon Noor Nahar Husein-Go Tjong Ping dengan pasangan Haeny Relawati-Lilik Suhardjono.
4. Pendidikan IPS
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 353) pendidikan berarti perbuatan memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan IPS atau social studies menurut menurut
National Council for the Social Studies (NCSS) (1994: 3)
social studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence. Within the school program, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, archaeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned dicisions for the public good as citizens of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world.
Artinya: ilmu-ilmu sosial adalah studi terintegrasi dari ilmu-ilmu sosial dan
humaniora untuk memperkenalkan kompetensi sipil. Dalam program sekolah,
studi sosial diberikan dalam bentuk interdisipliner, studi sistematis menggambarkan pada disiplin ilmu seperti antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu politik, psikologi, agama, dan sosiologi, serta konten yang sesuai dari humaniora, matematika, dan ilmu alam. Tujuan utama penelitian sosial adalah untuk membantu kaum muda mengembangkan kemampuan untuk membuat kebijakan informasi dan dasar yang baik sebagai warga masyarakat, untuk keragaman budaya dan demokrasi di dunia yang saling tergantung. Dalam konteks penelitian ini, pendidikan IPS yang kami maksudkan
(23)
17
adalah pembelajaran ilmu social yang dilakukan pada jenjang SMA/ MA khususnya pendidikan Sejarah. Materi pembelajaran yang diberikan adalah integrasi dari nilai-nilai yang didapat dari peristiwa konflik kerusuhan pasca pilkada tahun 2006 di Kabupaten Tuban. Ketrampilan social yang dikembangkan dalam pembelajaran IPS ini adalah ketrampilan berpartisipasi dalam bernegosiasi, kompromi, berargumen dalam resolusi konflik dan perbedaan.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan peneliatian ini adalah untuk mendeskripsikan:
1. Mengetahui kronologi peristiwa konflik kerusuhan pasca pilkada tahun 2006 di Tuban
2. Mengetahui penyebab konflik kerusuhan pasca pilkada tahun 2006 di Tuban
3. Mengambil nilai-nilai dari peristiwa konflik tersebut untuk dijadikan bahan pembelajaran dalam pendidikan IPS sebagai langkah resolusi. 4. Membuat sebuah kerangka pembelajaran IPS (sejarah) nilai-nilai dari
peristiwa konflik tersebut. E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
1. Secara teoritis, dalam kajian ilmiah menambah khazanah penelitian IPS terutama tentang proses resolusi yang merupakan salah satu modal social/social capital melalui pendidikan
(24)
18
2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap penyelesaian konflik pasca pemilihan kepala daerah langsung tahun 2006 di kabupaten Tuban Jawa Timur melalui pendidikan IPS 3. Bagi para praktisi pendidikan, pendidikan sejarah berbasis resolusi
konflik dapat dipergunakan sebagai pendekatan dalam pembelajaran. F. Metode Penelitian
Penelitian ini mempergunakan pendekatan kualitatif yaitu sebuah konsep besar yang meliputi beberapa bentuk penyelidikan yang membantu kita memahami dan menjelaskan makna fenomena sosial yang alami dengan tanpa dilakukan sebuah perlakuan. Menurut Sharan (1998: 5) ada beberapa istilah yang sering dipergunakan dalam pendekatan ini secara bergantian yaitu naturalistic
inquiry, field study, participant observation, inductive research, case study, dan ethnography. Menurut Creswell dalam bukunya Educational Research penelitian
kualitatif adalah jenis penelitian dimana peneliti sangat tergantung terhadap informasi dari objek/partisipan pada: ruang lingkup yang luas, pertanyaan yang bersifat umum, pengumpulan data yang sebagian besar terdiri atas kata-kata/teks dari partisipan, menjelaskan dan melakukan analisa terhadap kata-kata dan melakukan penelitian secara subyektif (Creswell, 2008: 46). Menurut Gay (2006: 399) penelitian kualitatif adalah pengumpulan, analisis, dan interpretasi narasi secara komprehensif pada data visual untuk mendapatkan wawasan terhadap fenomena tertentu yang menarik.
Alasan dipergunakannya metode ini berkaitan dengan obyek yang akan diteliti yaitu masyarakat manusia (social). Berdasarkan pendapat dari Anselm
(25)
19
Strauss dalam bukunya Basics of Qualitative Research bahwa penelitian social harus menggunakan pendekatan kulitatif . Menurut Anselm (1998: 9-10) hal ini dilakukan dengan alasan:
peneliti harus turun kelapangan untuk menemukan apa yang sebenarnya terjadi, (b) relevansi teori didasarkan pada data untuk pengembangan disiplin dan untuk aksi social, (c) kompleksitas fenomena dan tindakan manusia, (d) keyakinan bahwa manusia adalah actor yang mengambil peran aktif dalam merespon suatu situasi problematic, (e) keasadaran bahwa manusia bertindak atas dasar makna, (f) pengertian bahwa makna didefinisikan dan definisikan ulang melalui interaksi, (g) suatu kepekaan terhadap alam akan mengungkap suatu peristiwa, (h) suatu kesadaran akan keterkaitan antara kondisi (struktur), tindakan (proses) dan konsekuensi.
Berdasarkan beberapa alasan diatas, peneliti mempergunakan pendekatan kualitataif dalam meneliti konflik kerusuhan pasca pilkada di Kabupaten Tuban tahun 2006. Adapun strategi yang penulis lakukan adalah dalam bentuk case study (studi kasus) dimana menekankan pada sebuah peristiwa, oleh sekelompok individu dan dalam waktu dan aktifitas tertentu.
(26)
69 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian
Penelitian ini mempergunakan pendekatan kualitatif yaitu sebuah konsep besar yang meliputi beberapa bentuk penyelidikan yang membantu dalam memahami dan menjelaskan makna fenomena sosial yang alami dengan tanpa dilakukan sebuah perlakuan. Menurut Merriam (1998: 5) ada beberapa istilah yang sering dipergunakan dalam pendekatan ini secara bergantian yaitu naturalistic inquiry,
field study, participant observation, inductive research, case study, dan ethnography. Menurut Creswell dalam bukunya Educational Research penelitian
kualitatif adalah jenis penelitian dimana peneliti sangat tergantung terhadap informasi dari objek/partisipan pada: ruang lingkup yang luas, pertanyaan yang bersifat umum, pengumpulan data yang sebagian besar terdiri atas kata-kata/teks dari partisipan, menjelaskan dan melakukan analisa terhadap kata-kata dan melakukan penelitian secara subyektif (Creswell, 2008: 46). Menurut Gay (2006: 399) penelitian kualitatif adalah pengumpulan, analisis, dan interpretasi narasi secara komprehensif pada data visual untuk mendapatkan wawasan terhadap fenomena tertentu yang menarik.
Alasan dipergunakannya metode ini berkaitan dengan obyek yang akan diteliti yaitu masyarakat manusia (social). Berdasarkan pendapat dari Anselm Strauss (1998: 9) yang dipengaruhi oleh pendapat Park, Thomas, Dewey, Meade, Hughes dan Blumer dalam bukunya Basics of Qualitative Research bahwa penelitian social harus menggunakan pendekatan kulitatif . Menurut Anselm (1998: 9-10) hal ini dilakukan dengan alasan
(27)
70
(a) peneliti harus turun kelapangan untuk menemukan apa yang sebenarnya terjadi, (b) relevansi teori didasarkan pada data untuk pengembangan disiplin dan untuk aksi social, (c) kompleksitas fenomena dan tindakan manusia, (d) keyakinan bahwa manusia adalah actor yang mengambil peran aktif dalam merespon suatu situasi problematic, (e) keasadaran bahwa manusia bertindak atas dasar makna, (f) pengertian bahwa makna didefinisikan dan definisikan ulang melalui interaksi, (g) suatu kepekaan terhadap alam akan mengungkap suatu peristiwa, (h) suatu kesadaran akan keterkaitan antara kondisi (struktur), tindakan (proses) dan konsekuensi.
Penelitian yang penulis lakukan tentang konflik kerusuhan pasca pilkada yang terjadi di kabupaten Tuban Jawa Timur mengikuti pendapat Anselm diatas berkaitan dengan tindakan masyarakat Tuban sebagai actor yang mengambil peran aktif dalam peristiwa tersebut. Dengan memfokuskan pada para pelaku kerusuhan yang telah ditahan dikarenakan tindakan yang mereka lakukan diharapkan dapat diperoleh informasi sekitar kerusuhan tersebut dan latar belakang dari tindakan yang mereka lakukan. Kemudian punulis juga akan berusahan menguak makna dari tidakan yang telah dilakukan atas dasar kesadaran masing-masing pelaku.
Strategi yang akan diterapkan dalam penelitian ini adalah studi kasus yang menurut Creswell (2010: 20) merupakan strategi penelitian dimana didalamnya peneliti menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu. Kasus-kasus dibatasi oleh waktu dan aktifitas, dan peneliti mengumpulkan informasi secara lengkap dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data berdasarkan waktu yang telah ditentukan. Sedangkan menurut Merriam (1998: 27) studi kasus adalah suatu upaya penyelidikan empiris yang menyelidiki fenomena kontemporer dalam konteks kehidupan nyata yang belum jelas. Desain studi kasus dipergunakan untuk memperoleh pemahaman mendalan tentang situasi dan makna bagi mereka yang terlibat dalam bentuk analisis
(28)
71
deskriptif, holistic dan intensif. Menurut Meriam (1998: 29-30) terdapat tiga ciri strategi studi kasus dalam penelitian kualitatif yaitu: (1) partikularistik, bahwa studi kasus difokuskan pada keadaan tertentu sebuah situasi, kegiatan ataupun fenomena; (2) deskriptif, bahwa semua hasil akhir dari sebuah studi kasus dideskripsikan secara “kaya” dari sebuah fenomena.; (3) heuristik, bahwa studi kasus memberikan penjelasan kepada pembaca untuk memahami tentang fenomena.
Dalam proses penelitian kualitatif, Creswell (2008: 52) dan Gay, Mills (2006: 400) memaparkan beberapa langkah yang harus dilakukan oleh seorang peneliti kualitatif yaitu:
a. Mengidentifikasi topik penelitian: Peneliti mengidentifikasi topik atau studi yang menarik bagi penelitian. Seringkali topik awal dipersempit menjadi lebih mudah dikelola.
b. Meninjau literatur: Peneliti meneliti ada penelitian untuk mengidentifikasi informasi yang bermanfaat dan strategi untuk melaksanakan penelitian. c. Memilih peserta/obyek: Peneliti harus memilih peserta untuk menyediakan
pengumpulan data. Peserta sengaja dipilih (yaitu, tidak secara acak dipilih) dan biasanya lebih sedikit jumlahnya dari pada sampel kuantitatif.
d. Pengumpulan data: Peneliti mengumpulkan data dari peserta. Data kualitatif cenderung akan dikumpulkan dari wawancara, observasi, dan artefak.
e. Menganalisis dan menafsirkan data: Peneliti menganalisis tema dan hasil data yang dikumpulkan dan menyediakan interpretasi data.
f. Pelaporan dan mengevaluasi penelitian: Peneliti merangkum dan mengintegrasikan data kualitatif dalam narasi dan bentuk visual.
Enam langkah ini yang nantinya akan kami jadikan sebuah desain penelitian yang akan kami lakukan terhadap fenomena social pasca kerusuhan pilkada langsung 2006 di Kabupaten Tuban Jawa Timur. Untuk langkah pertama dan kedua dalam penelitian kualitatif ini telah dijabarkan dalam bab sebelumnya. Sedangkan langkah ketiga sampai keenam akan di jelaskan selanjutnya.
(29)
72 B. Penentuan Obyek Penelitian
Dalam memilih peserta/menentukan obyek dilakukan dengan secara sengaja (purposeful) tidak secara acak untuk mengumpulkan data yang kita inginkan. Menurut Creswell (2008: 214), dalam penelitian kualitatif, obyek/peserta yang akan diteliti ditentukan oleh peneliti (purposeful sampling) yaitu melakukan pemilihan/seleksi terhadap orang atau tempat yang terbaik yang dapat membantu kita dalam memahami sebuah fenomena. Noeng Muhajir (1991: 48) juga menyatakan bahwa penelitian kualitatif umumnya mengambil sampel lebih kecil dan pengambilannya cenderung memilih yang purposive daripada acak. Cara ini bertujuan untuk membangun sebuah pemahaman yang detail guna membangun pemahaman yang berguna, membantu peneliti memahami fenomena, dan mengungkap rahasia yang terpendam.
Dalam penelitian ini obyek yang akan penulis teliti adalah masyarakat Tuban yang terlibat dalam konflik kerusuhan pasca pilkada langsung 2006 di Kabupaten Tuban Jawa Timur. Untuk membantu penulis dalam pengambilan data, perlu dilakukan langkah pengambilan sampel. Dalam mengambil sampel dari sebuah obyek yang penulis teliti, ada dua tahapan yang dapat lakukan yaitu sebelum melakukan pengumpulan data dan setelah pengumpulan data dimulai. Pengambilan sampel data menurut Creswell (2008: 216-217) ada sembilan cara beserta tujuan yang dapat kita lakukan dalam menentukan yaitu:
1. Typical sampling dengan tujuan untuk menggambarkan sesuatu yang
khas dan tidak biasa terhadap sebuah kasus.
2. Extreme case sampling dengan tujuan untuk menjelaskan sebuah
keadaan yang merugikan atau bermanfaat.
3. Maximal variation sampling dengan tujuan untuk mengembangkan
(30)
73
4. Critical sampling dengan tujuan untuk menjelaskan sebuah kasus yang
menggambarkan situasi yang dramatis.
5. Homogeneous sampling dengan tujuan untuk menggambarkan
beberapa sub kelompok secara mendalam
6. Theory or Concept Sampling dengan tujuan untuk menghasilkan teori
atau mengeksplorasi konsep.
7. Opportunistic sampling yaitu sampel yang diambil untuk mengambil
manfaat dari kasus yang terungkap
8. Snowball sampling yaitu sampel yang diambil dengan tujuan untuk
menentukan orang atau tempat yang akan dipelajari
9. Confirming / disconfirming sampling yaitu sampel yang diambil untuk
mengungkap kasus yang jelas maupun tidak jelas.
Dalam meneliti masyarakat Tuban yang terlibat konflik kerusuhan pasca pilkada langsung 2006, penulis akan memfokuskan pada masyarakat Tuban yang saat itu terlibat dalam aksi demonstrasi yang berakhir rusuh khususnya yang tertangkap dan dihukum. Terdapat 120 orang yang dijadikan tersangka dan dihukum saat itu. Tentunya tidak semua eks-tapol tersebut yang akan penulis jadikan obyek / sumber penelitian. Oleh karena itu penulis akan mengambil beberapa orang tersebut sebagai sampel dalam penelitian ini. Langkah penentuan sample yang akan penulis lakukan sebagaimana telah dipaparkan diatas yaitu dengan menggunakan critical sampling. Critical sampling dengan tujuan untuk menjelaskan sebuah kasus yang menggambarkan situasi yang dramatis.
Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang kerusuhan tersebut, penulis akan mengambil beberapa eks-tapol tersebut yang akan kami jadikan sampel yaitu koordinator aksi, koordinator kendaraan, pengurus cabang partai, pengurus anak cabang partai, orator, dan masyarakat nelayan. Beberapa orang ini kami pilih dengan asumsi agar dapat memberikan informasi yang akurat tentang kronologis kerusuhan, latar belakang peristiwa baik dari kacamata elit partai maupun
(31)
74
simpatisan dan dari warga masyarakat biasa. Beberapa orang yang akan kami jadikan sampel antara lain:
1. M : Mantan ketua DPRD Kab Tuban fraksi PKB periode 2004-2009 , saat kerusuhan dan sekarang menjadi sekretaris DPC PKB Tuban yang sempat menjalani hukuman selama 9 bulan.
2. R S : Koordinator lapangan yang pada waktu itu aktif di LSM Tuban Peduli, SIROS, dan menjalani hukuman paling lama yaitu 2 tahun 1 bulan. 3. Er : Ketua Anak Cabang PKB Kecamatan Merakurak saat terjadi
kerusuhan dan menjalani hukuman paling ringan 2 bulan kurang 1 hari. 4. SH : Anggota PKB yang saat itu menjadi koordinator kendaraan dan
sempat menjalani hukuman 4 bulan 12 hari.
5. SL : Warga kecamatan Jenu yang berprofesi sebagai nelayan dan petani dan sempat menjalani hukuman selama 4 bulan 21 hari.
6. D : Pedagang pasar baru Tuban dan ikut demonstrasi tetapi tidak sampai tertangkap. Darmuji oleh penulis dijadikan key person yang menunjukkan siapa saja yang terlibat saat itu.
7. AK : Pemuda asal kelurahan King-king kecamatan Tuban yang saat itu mengikuti demo dan tidak tertangkap
8. RN : Aktivis GMNI dan pengurus PDIP Tuban yang saat kerusuhan tahun 2006 menjadi orator dan berhasil melarikan diri.
9. SI : Kepala Tata Usaha Yayasan mabarot Sunan Bonang saat kerusuhan sampai sekarang.
(32)
75
11. R : Pengasuh Pondok Pesantren Ash-Shomadiyah Tuban 12. SK : Ketua KPUD Tuban Saat itu dan saat ini
13. AC : Warga Kecamatan Senori Tuban
14. K : Warga Kecamatan Semanding pengurus PNPM dan pendukung He-li C. Teknik Pengumpulan Data
Langkah selanjutnya adalah pengumpulan data yang menurut Creswell (2009: 266); Gay (2006: 413-423) merupakan usaha membatasi penelitian, mengumpulkan informasi melalui observasi dan wawancara baik terstruktur maupun tidak, dokumentasi, materi-materi visual, serta usaha merancang protocol untuk merekam dan mencatat informasi. Langkah-langkah dalam pengumpulan data antara lain
1. Identifikasi lokasi-lokasi atau individu yang sengaja dipilih. Untuk langkah ini sebagaimana telah dipaparkan dalam penentuan obyek diatas tentang individu-individu yang akan dipilih dalam penelitian yaitu eks-tapol dan para demonstran yang tidak tertangkap. Adapun lokasi-lokasi yang akan peneliti observasi diantaranya puing-puing bangunan pasca kerusuhan 2006 yang sampai sekarang ada yang masih belum tersentuh dari renovasi. Disamping itu beberapa lokasi yang menjadi pendukung dalam penelitian ini juga akan diteliti diantaranya terminal wisata, trotoar keramik, pasar besar yang mangkrak dan sebagainya.
2. Strategi pengumpulan data yang dilakukan antara lain: a. Observasi
(33)
76
Observasi adalah langkah pengumpulan data dengan turun kelapangan untuk mengamati perilaku dan aktifitas individu-individu di lokasi penelitian. Dalam langkah ini peneliti merekam/mencatat baik secara terstruktur maupun semistruktur. Peneliti juga dapat terlibat dalam peran-peran yang beragam, mulai dari sebagai partisipan maupun non-partisipan hingga partisipan utuh. Observasi yang akan peneliti lakukan sebagai non-partisipan antara lain mengamati perilaku masyarakat Kabupaten Tuban pasca konflik tahun 2006.
b. Wawancara
Dalam wawancara kualitatif, peneliti dapat melakukan face-to face
interview (wawancara berhadap-hadapan) dengan partisipan, mewawancarai mereka dengan telephon atau terlibat langsung dalam focus
group interview yang terdiri atas enam sampai delapan partisipan per
kelompok. Wawancara-wawancara ini tentu saja memerlukan pertanyaan-pertanyaan yang secara umum tidak terstruktur (unstructured) dan bersifat terbuka (open-ended) yang dirancang untuk memunculkan pandangan-pandangan dan opini dari para partisipan. Secara garis besar materi wawancara yang akan penulis lakukan dalam bentuk pertanyaan antara lain:
(1) Bagaimana kronologi demonstrasi pasca pilkada pada tahun 2006 yang berakhir rusuh tersebut?
(34)
77
(3) Apa yang menjadi latar belakang ikut demonstrasi yang berakhir rusuh tersebut?
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan dokumen-dokumen public seperti Koran, makalah, laporan kantor ataupun dokumen privat seperti buku harian, diary, surat dan email. Dalam studi dokumentasi pada penelitian ini akan difokuskan pada laporan Koran Surya, Jawa Pos, Bhirawa, Duta Masyarakat, Memo dan majalah Teropong, Akbar yang terbit mulai bulan Maret, April, Mei tahun 2006. Disamping laporan Koran tersebut, penulis juga meneliti laporan dari Koran online dan news online diantaranya: detik.com, metrotv news, kotatuban.com. Selain dari laporan Koran, peneliti juga akan mengambil data kondisi Kabupaten Tuban secara ekonomis, politis, pendidikan, dan budaya melalui catatan laopran dari kantor BPPS kabupaten Tuban. Peneliti juga akan mengambil data dari dokumen privat yaitu buku putih yang dikeluarkan oleh tim Non-stop dari Sabda Ronggolawe yang berjudul 71 Alasan Haeny Relawati Tidak Pantas Menjadi Bupati Tuban.
d. Materi audio visual
Materi audio visual yang akan peneliti pergunakan dalam penelitian ini antara lain rekaman video tentang kerusuhan yang didapat dari peserta demonstaran, video laporan dari media elektronik terutama Metro TV dan foto-foto kerusuhan saat itu.
(35)
78 D. Reliabilitas dan Validitas
Dalam penelitian kualitatif, validitas tidak memiliki konotasi yang sama dengan validitas dalam penelitian kuantitatif, tidak pula sejajar dengan reliabilitas (yang berarti pengujian stabilitas dan konsistensi respon) ataupun dengan generalisabilitas (yang berarti validitas eksternal atas hasil penelitian yang dapat diterapkan pada setting, orang atau sampel yang baru). Menurut Creswell (2009: 285) Validitas kualitatif merupakan upaya pemeriksaan terhadap akurasi hasil penelitian dengan menerapkan prosedur-prosedur tertentu. Terdapat delapan prosedur yang sering diterapkan dalam penelitian kualitatif yaitu: trianggulasi, member checking, membuat deskripsi padat, mengklarifikasi bias, menyajikan informasi yang berbeda (negatif), menggunakan waktu yang lama, melakukan tanya jawab dengan rekan, mengajak seorang auditor luar. Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan strategi trianggulasi yaitu melakukan pemeriksaan dari bukti-bukti lain. Menurut Burhan Bungin (2009: 257) triangulasi memberi kesempatan untuk dilaksanakannya beberapa hal diantaranya: (1) penilaian hasil penelitian oleh responden; (2) mengoreksi kekeliruan oleh sumber data; (3) menyediakan tambahan informasi secara sukarela; (4) memasukkan informan dalam kancah penelitian; (5) menilai kecukupan data. Pada penelitian ini, hasil wawancara dari narasumber akan peneliti croscek dengan laporan dari Koran dan data buku putih.
(36)
79
Gambar 3.1: Triangulasi
Reliabilitas kualitatif mengindikasikan bahwa pendekatan yang digunakan peneliti konsisten jika diterapkan oleh peneliti-peneliti lain. Dalam penelitian ini pendekatan yang peneliti pergunakan telah dipergunakan dalam meneliti kasus “Pemberontakan Petani Banten” oleh Sartono serta telah dipergunakan oleh saudara Sriyanto dalam meneliti kasus kerusuhan Tasikmalaya tahun 1996.
E. Teknik Analisis Data
1. Analisis Data dan Interpretasi
a. Analisis data menurut Gay (2006: 480) adalah upaya peneliti kualitatif untuk meringkas data yang dikumpulkan secara akurat dan dapat di andalkan. Hal ini adalah penyajian temuan penelitian dengan cara yang lazim dilakukan. Creswell (2009: 276-283) memberikan enam tahapan dalam proses analisis data antara lain
1) Mengolah data dan mempersiapkan data untuk dianalisis. Langkah ini termasuk transkripsi wawancara, men-scaning materi, mengetik data lapangan, memilih dan menyusun data berdasarkan sumber informasi
Hasil wawancara
Laporan Koran Kronologis, latar
(37)
80
2) Membaca keseluruhan data dengan merefleksikan makna secar keseluruhan dan memberikan catatan pinggir tentang gagasan umum yang diperoleh
3) Menganalisis lebih detail dengan men-coding data. Creswell (2009: 279) mengutip pendapat Bogdan dan Biklen dalam tahapan coding yaitu: a) Konteks setting dan konteks
b) Perspektif-perspektif subyek
c) Kecenderungan berfikir subyek tentang orang lain d) Kode proses
e) Kode aktivitas f) Kode strategi
g) Kode relasi dan struktur social. Adapun langkah konkrit coding sebagaimana di lampiran
4) Menerapkan proses coding untuk mendeskripsikan setting, orang-orang, kategori-kategori dan tema-tema yang akan ditulis
5) Menunjukkan bagaimana deskripsi dan tema-tema ini akan ditulis dalam narasi atau laporan kualitatif.
6) Menginterpretasikan data
(38)
81
Gambar 3.2: analisis data
b. Interpretasi data adalah upaya peneliti untuk menemukan makna dalam data dan menjawab pertanyaan penelitian sebagai implikasi dari temuan penelitian. Menurut Gay (2006: 482) interpretasi data meliputi:
1) Interpretasi data didasarkan pada keeratan hubungan, aspek umum, dan keterkaitan antara bagian-bagian data, kategori, dan pola. Interpretasi bermakna dapat dicapai jika peneliti mengetahui data dengan sangat rinci. Dalam hal ini peneliti menghubungkan antara data yang didapat dari wawancara, laporan Koran dan video.
Memvalidasi keakuratan
informasi
Data mentah (transkripsi, data tangan, gambar dan sebagainya Mengolah dan mempersiapkan
data untuk dianalisis Membaca keseluruhan data Men-coding data (tangan atau
computer)
Tema-tema
deskripsi Menghubungkan tema-tema/deskripsi (studi kasus)
Menginterpretasikan tema-tema/deskripsi-deskripsi
Transkrip wawancara dengan pelaku, video kerusuhan dan
laporan media masa Memilah data dalam kategori, kronologi, penyebab, nilai dan kondisi pasca sampai sekarang Membaca keseluruhan data Memberi tanda dengan di blok
untuk transkrip dan ditandai bolpoin untuk koran Menghubungkan tema-tema/deskripsi (studi kasus)
Menginterpretasikan tema-tema/deskripsi-deskripsi
Kronologi,peny ebab, nilai dan kondisi skr
(39)
82
2) Tujuan interpretasi adalah untuk menjawab pertanyaan yaitu: bagaimana kronologi peristiwa?; apa yang yang menjadi latar belakang peristiwa?; nilai-nilai apa yang terkandung?; dan kerangka konseptual penerapan dalam pendidikan IPS?
3) Memperluas analisis adalah strategi interpretasi data dimana peneliti hanya memperpanjang analisis data dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang studi ini, mencatat implikasi yang mungkin ditarik tanpa mempengaruhi data. Pertanyaan yang dimunculkan peneliti dalam interpretasi ini antara lain mengapa mereka terlibat dalam konflik kerusuhan tersebut? Apa posisinya mereka pada peristiwa tersebut? Apa keuntungannya? Dan sebagainya.
4) Menghubungkan temuan dengan pengalaman pribadi adalah strategi yang mendorong peneliti untuk melakukan personalisasi interpretasi berdasarkan pengetahuan yang mendalam dan pemahaman tentang setting penelitian. Peneliti menghubungkan pengalaman peneliti saat itu (tahun 2006) dengan hasil wawancara dan laporan media masa.
5) Mencari saran kritis dari teman-teman adalah strategi untuk melibatkan dan mengundang seorang rekan terpercaya untuk menawarkan wawasan tentang penelitian yang mungkin telah terlewatkan karena kedekatan peneliti dalam meneliti. Penulis mengambil saran kritik dari teman penulis yaitu saudara Najib.
6) Mengontekstualisasikan temuan penelitian dalam literatur terkait merupakan strategi untuk menggunakan tinjauan literatur terkait guna
(40)
83
memberikan dukungan bagi temuan penelitian dan mendorong peneliti untuk melakukan hubungan dengan "otoritas eksternal". Dalam strategi ini telah penulis lakukan pada bab I dengan mengakaitkan kodisi kerusuhan Tuban dengan kerusuhan yang
7) Mengalihkan kepada teori adalah strategi yang mendorong peneliti untuk menghubungkan temuan mereka dengan isu-isu yang lebih luas. Dengan demikian, untuk mencari dan meningkatkan tingkat abstraksi dan untuk mengembangkan deskriptif yang melampaui perhitungan asal. Hal ini sudah penulis lakukan di bab I.
8) Mengatur interpretasi dengan bijaksana dan menghindari evangelis tentang penafsiran Anda. Memberikan hubungan yang jelas antara pengumpulan data, pengumpulan, dan interpretasi.
F. Lokasi Penelitian
(41)
182 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari kajian terhadap peristiwa konflik kerusuhan pasca pilkada tahun 2006 di Kabupaten Tuban, maka dapat diperoleh hasil diantaranya bahwa konflik kerusuhan pasca pilkada tahun 2006 murni dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Tuban yang kecewa terhadap pemerintahan Bupati Haeny relawati dan terluapkan ketika menemukan momentum pilkada tahun 2006 yang terbukti terjadi kecurangan.
Konflik kerusuhan kerusuhan pasca pilkada tahun 2006 dilatarbelakangi oleh beberapa factor yaitu: pertama adanya pemaksaan struktur baru dari struktur lama (structural conduciveness) yang menyebabkan masyarakat terutama yang sering bersinggungan dengan kebijakan memendam perasaan kecewa terhadap pemerintah. Penyebab kedua adalah adanya pengabaian struktur sosial yang telah ada terutama berdasarkan agama dalam hal ini NU (Structural strain). Pengabaian ini menyebabkan warga NU Tuban mulai memendam kekecewaan terhadap penguasa Tuban terhitung sejak tahun 2003. Penyebab ketiga adalah terbentuknya satu nilai (Growth and spread of a generalized belief) yaitu keadilan yang dituntut masyarakat Tuban untuk mencapai tujuan bersama. Keempat adalah hancurnya tatanan sosial (precipitating factors) yaitu hubungan yang semakin hancur antara rakyat Tuban yang kecewa dengan pemerintah dengan saling menghujat. Hal ini dibarengi pencarian nilai-nilai spiritual yaitu dengan cara menghujat lawan yang
(42)
183
dilakukan melalui pertemuan pengajian dan do’a bersama. Penyebab kelima yaitu adanya pengumpulan masa (mobilization of participants for action) melalui konsolidasi ikatan-ikatan formal PKB Tuban dan informal untuk melakukan aksi. Penyebab terakhir adalah adanya momentum pilkada yang terbukti terjadi kecurangan sehingga menyebabkan masyarakat Tuban meluapkan kekecewaannya. Penyebab terakhir ini tidak sesuai dengan teori Smelser tentang memudarnya kontrol pemerintah, dan yang menyebabkan konflik kerusuhan di Tuban hanya berjalan sebentar dengan eskalasi yang begitu besar.
Dari peristiwa konflik kerusuhan pasca pilkada langsung tahun 2006 di Tuban didapatkan nilai-nilai pendidikan yang diambil dari peristiwa konflik tersebut antara lain: nilai keadilan, nilai kejujuran, nilai cinta damai, nilai kebersamaan, nilai berfikir jernih, nilai nrimo ing pandum/qona’ah. Keenam nilai ini dapat diterapkan sebagai sebuah resolusi konflik melalui pendidikan.
Dapat dibuat sebuah kerangka pembelajaran IPS (sejarah) berbasis resolusi konflik dengan cara mengintegrasikan antara nilai-nilai pendidikan yang diperoleh, ketrampilan resolusi konflik yang dikembangkan NCSS dan kompetensi dasar yang relevan sebagai sebuah langkah praktis resolusi konflik pasca pilkada tahun 2006 di kabupaten Tuban. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa realita sosial berupa konflik kerusuhan dapat diselesaikan / dilakukan tindakan resolusi konflik melalui pendidikan IPS yang terintegrasi antara materi dengan nilai-nilai peristiwa.
(43)
184 B. Saran
Dari penelitian yang penulis lakukan terhadap peristiwa konflik kerusuhan pasca pilkada di Tuban Tahun 2006, maka akan diberikan beberapa saran yang mudah-mudahan berguna bagi masyarakat Tuban khususnya dan untuk kemajuan pendidikan di Indonesia antara lain:
1. Kasus konflik kerusuhan Tuban telah lima tahun berlalu, tetapi benih-benih konflik akan selalu muncul apabila beberapa pihak yang terkait tidak dapat menginsafi kejadian tersebut. Oleh karena itu untuk pemerintah Tuban saat ini harus bersikap adil, jujur, qona’ah, dan cinta damai agar kasus serupa tidak terulang kembali.
2. Untuk masyarakat kabupaten Tuban, bahwa kebersamaan itu penting. Akan tetapi kebersamaan akan jadi berbahaya ketika dipergunakan untuk hal-hal yang kurang baik. Sebaliknya kebersamaan akan mendatangkan manfaaat apabila dipergunakan untuk jalan yang baik.
3. Untuk masyarakat Tuban, segala sesuatu tidak harus diselesaikan dengan kepala panas, akan tetapi harus diselesaikan dengan kepala dingin yaitu berfikir yang jernih. Permasalahan yang baik akan bisa mendatangkan keburukan jika dilakukan dengan cara yang kurang baik.
4. Khusus untuk para pelaku kerusuhan yang ditahan, kata maaf harus selalu kita dengungkan kepada orang yang telah sedikit merugikan kita. Tanpa kata maaf, maka letupan konflik akan selalau muncul dan mengarah pada destruktif.
(44)
185
5. Untuk para pengkaji resolusi konflik, ada satu rancangan resolusi konflik melalui pendidikan yang dapat dipraktekkan dari hasil penelitian ini . 6. Untuk pemerintah khususnya pusat kurikulum, bahwa hasil penelitian
penulis tentang nilai-nilai yang didapatkan dari peristiwa konflik kerusuhan Tuban 2006, dapat diakomodir untuk dapat dibelajarkan kepada seluruh siswa di Nusantara mengingat Indonesia adalah negara yang mempunyai potensi konflik yang besar.
(45)
186
DAFTAR PUSTAKA Referensi Buku:
Abu-Nimer, M. (1999). Dialogue, Conflict Resolution, and Change : Arab-Jewish
Encounters in Israel SUNY Series in Israeli Studies. New york: State University of New York Press
Aureli, F, Frans B.M Dee Wall. (2000). Natural Conflict Resolution. London: University of California Press.
Badan Penelitian Dan Pengembangan Pusat Kurikulum. (2010). Pengembangan
Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa (Draf Final). Jakarta: Kementrian
Pendidikan Nasional.
Bertrand, Jacques. (2004). Nationalism and ethnic conflict in Indonesia. New York: Cambridge University Press.
Braithwaite, John. (2010). Anomie and violence. Canberra: ANU E Press
Bungin, Burhan. (2009). Penelitian Kualitatif (Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Prenada Media Group
Campbell, Jack, Nick Baikaloff. Ed. (2006). Towards a Global Community:
Educating for Tomorrow’s World Global Strategic Directions for the Asia-Pacific Region. The Netherlands: Springer
Coppel. Charles A. ed. (2006). Violent Conflicts in Indonesia Analysis,
Representation, Resolution. New York: Routledge
Charles Webel and Johan Galtung ed. (2007). Handbook of peace and conflict
studies. Oxon: Routledge
Collins, Randall. (2008). Violence A Micro-Sociological Theory. New Jersey: Princeton University Press
Cooser, Lewis. (1964). The Function of Social Conflict. London: The Free Press Creswell, John.W. (2008). Educational Research (Palnning, Conducting, and
Evaluating Quantitative and Qualitative Research. USA: Pearson.
Creswell, John.W. (2009). Research Design (Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif,
dan Mixed). terj. Jogjakarta: Pustaka Pelajar
Deutsch, Morton, Peter T. Coleman, Ed. (2000). The Handbook of Conflict
(46)
187
Diah Pitaloka, Rieke. (2004). Kekerasan Negara menular ke Masyarakat. Yogyakarta: Galang Press
Elmubarok, Zaim. (2009). Membumikan Pendidikan Nilai (Mengumpulkan yang
Terserak Menyambung yang Terputus dan Menyatukan yang Tercerai).
Bandung: Alfabeta
Frydenberg, Erica. (2005). Morton Deutsch: A Life and Legacy of Mediation and
Conflict Resolution. Brisbane: Australian Academic Press
Furlong, Gary T. (2005). The Conflict Resolution Toolbox: Models&Maps for
Analyzing Diagnozing and Resolving Conflict. Canada: Wiley&Sons Ltd
Gay, L.R, G.E. Mills. (2006). Educational Research (Competencies for Analysis
and Applications). USA: Pearson.
Goldstone, Jack A. (1991). Revolution and Rebellion in the Early Modern World. USA: University of California Press
Heider, Karl G. (2006). Landscapes Of Emotion : Mapping Three Cultures Of
Emotion In Indonesia. New York: Cambridge University Press
Hursh, David. W. (2000). Democratic Social Education (Social Studies for Social
Change). London: Falmer Press
Jeong, HO-W. (2008). Understanding Conflict and Conflict Analysis. London: Sage.
Kartodirjo, Sartono. (1984). Pemberontakan Petani banten 1888. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya
Kattsoff, Louis. (1989). Elements of Philosophy, terj. Yogyakarta: Tiara Wacana Kheel, Theodore Woodrow. (1999). The Keys to Conflict Resolution : Proven
Methods of Settling Disputes Voluntarily. New York: Four Walls Eight Windows
Klinken, Gerry van. (2007). Communal. Violence democratization in Indonesia :
small town wars. USA and Canada:Routledge
Koellhoffer, Tara Tomczyk. (2009). Being Fair And Honest (Character
Education). New Yory: Chelsea House.
Latif, Abdul. (2009). Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan. Bandung: Refika Aditama
(47)
188
LeBlanc, Patrice R, Nancy P. Gallavan. (2009). Affective Teacher Education:
Exploring Connections Among Knowledge, Skills, and Dispositions.
Maryland: The Association Of Teacher Educators
Maftuh, Bunyamin. (2008). Pendidikan Resolusi Konflik (Membangun Generasi
Muda yang Mampu Menyelasaikan Konflik secara Damai). Bandung:
Yasindo Multi Aspek.
Maribeth Erb, Priyambudi ed. (2005). Regionalism in Post-Suharto Indonesia. New York: RoutledgeCurzon
McCollum, Sean. (2009). Character Education: Managing Conflict Resolution. New York: Chelsea House.
Meij, Dick Van Der. (2003). Konflik Komunal di Indonesia saat ini. Leiden-Jakarta: INIS dan PBB
Meriam, Sharan B. (1998). Qualitative Research and Case Study Applications in
Education (Revised and Expanded from case study Research in Education).
San Francisco: Jossey- Bass Publishers.
Miall, Hugh, Oliver Ramsbotham, Tom Woodhouse. (2002). Resolusi Damai Konflik Kontemporer (Menyelesaiakan, Mencegah, Melola dan Mengubah Konflik Bersumber Politik, Sosial, Agama dan Ras) terj. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Mindes, Gayle. (2006). Teaching young children social studies. USA: Praeger Publishers
Muhajir, Noeng. (1991). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin
Mulyana, Rohmat. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta
National Council for the Social Studies. (1994). Expectations of Excellence
Curriculum Standards for Social Studies. USA: NCSS
National Council for the Social Studies. (2000). National standards for social
studies Teachers. USA: NCSS
O’neil, William F. (2002). Education Ideologies, terj. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Olin Wright, E. (1985). Classes. London: The Thetford Press
(48)
189
Paul Johnson, D, terj. (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: Gramedia
Rauf, M. (2001). Konsensus dan Konflik Politik: Sebuah Penjagaan Teoritis. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
Ridho, Abu. (1991). “Arti Keramik Yang Ditemukan Di Tuban Dan Sekitarnya”. Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional
Rich, Dorothy. (2008). Megaskills : building your child's happiness and success
in school and life. Canada: Sourcebooks, Inc.
Ricklefs, MC. (2008). Sejarah Indonesia Modern 1200-2009. Jakarta: Serambi Ritzer, George and Barry Smart ed. (2001). Handbook Of Social theory. London:
Sage publications
Ritzer, George. (2005). Encyclopedia of social theory. USA: Sage.
Ronggolawe, Sabda. (2006). 71 Alasan Haeny Ali hasan Tak Pantas Jadi Bupati
Tuban. Tuban: Buku Putih
Saifuddin Fedyani, A. (1986). Konflik dan Integrasi: Perbedaan faham dalam
agama Islam. Jakarta: Rajawali
Schellenberg, James. A. (1996). Conflict Resolution : Theory, Research, and
Practice. New York: State University of New York Press
Smelser, Neil. J. (1971). Theory of Collective Behavior. New York: A Division of Macmillan Publishing Co. Inc.
Smelser, Neil. J. Paul B. Baltes, Palo Alto and Berlin. (2001). International
Encyclopedia of the Social & Behavioral Sciences. Copyright_2001 Elsevier
Science Ltd. All rights reserved. ISBN: 0-08-043076-7. Soeparmo, R. (1983). 700 Tahun Tuban. Tuban: Depdikbud
Somantri, Numan. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Rosda
Stewart Levine. (1998). Getting to Resolution (Turning Conflict into
Collaboration). San Francisco: Berrett Koehler Publishers Inc
Strauss, Anselm. L.; Corbin, Juliet M. (1998). Basics of Qualitative Research :
Techniques and Procedures for Developing Grounded Theory. London: Sage
(49)
190
Sugono, Dendy. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa
Susan, Novri. (2009). Sosiologi Konflik (Isu-isu Konflik Kontemporer). Jakarta: Prenada Media Group
Toer, Pramoedya Ananta. (1995). Arus Balik. Jakarta: Hasta Mitra
Tolkhah, Imam. (2004). Anatomi Konflik Politik di Indone4sia: Belajar dari
ketegangan politik varian di Madukoro. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Turner, Jonathan. H ed. (2006). Handbook of sociological theory. New York: Springer
Turner, Jonathan. H. (1978). The Structure of Sociological Theory. USA: The Dorsey Press.
Van Slyke, Erik J. (1999). Listening to Conflict: Finding Constructive Solutions to
Workplace Disputes. New York: AMACOM Books
Wallensteen, Peter. (2002). Understanding Conflict Resolution. London: Sage Publication
Wallerstein, Imanuelle. (1989). The Modern World System (The Second Era of
Great Expansion of Capitalist World Economy, 1730-1840s). San Diego:
Academic Press.
Welty, Tara. (2009). Handling teamwork and respect for others (Character
Education). New York: Chelsea.
Wirawangsa, R. (1979). Serat Ranggalawe. Jakarta: Depdiknas
Yaacov Bar-Siman-Tov ed. (2004). From Conflict Resolution to Reconciliation. New York: Oxford
Referensi Tesis:
Iman, Hasan. (2004). “Integrasi Conflict Resolution Dalam Pembelajaran Sejarah sebagai sarana mengembangkan kesadaran sejarah siswa (Penelitian PTK di kelas 2 IPS 1 SMU N 8 Bandung pada pokok bahasan tradisi Hindu-Budha di Indonesia”. tesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Muis, Isnarmi. (2006). “Kerangka konseptual pendidikan multikultural transformatif berdasarkan pola hubungan-konflik antar etnik ( kajian kritis
(50)
191
terhadap laporan media massa mengenai konflik ambon, sambas dan sampit, dan poso)” disertasi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Patra Ritiauw, S. (2008). “peranan kepemimpinan masyarakat dalam penyelesaian konflik sosialisasi di kota masohi kabupaten maluku”. tesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Sriyanto. (2009). “Konflik Horisontal Dan Resolusi Konflik (Studi Nilai-Nilai Pluralitas Dalam Kerusuhan Tasikmalaya 1996)”. tesis. Bandung: universitas pendidikan Indonesia
Sukisno. (1998). “Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Dalam Mata Pelajaran PPKn Di Sekolah Menengah Umum : Penelitian Tindakan Di Smu PGRI 3 Tuban”. tesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Supriyatna, Usep. (1995). Tradisi minum tuak pada masyarakat Tuban : studi naturalistik tentang nilai budaya sebagai upaya pengembangan pendidikan umum. tesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Referensi Internet:
Atiq. (2006). Diduga Korupsi Bupati Tuban Diadukan ke KPK. http://www.detiknews.com/read/2006/05/23/194934/601134/10/diduga-korupsi-bupati-tuban-diadukan-ke-kpk (diakses bulan Maret 2011)
Fay. (2006). PKB dan PDIP Gugat KPUD Tuban. http://www.detiknews.com/read/2006/05/06/141956/589493/10/pkb-dan-pdip-gugat-kpud-tuban-senin (diakses bulan Maret 2011)
Kapan lagi. (2004) Muncul 3600 Konflik di
Indonesia.(http://berita.kapanlagi.com/politik/nasional/muncul-3600-konflik-di-indonesia-dari-1997-2004-1boqug2.html) diakses tanggal 25 November 2010
Kota Tuban. (2011). Belum di Aliri Listrik Dusun Tegalmojo Butuh Perhatian
Pemerintah http://kotatuban.com/belum-dialiri-listrik-dusun-tegalmojo-butuh-perhatian-pemerintah/ (diakses bulan Maret 2011)
Kota Tuban. (2011). Melongok Dusun Gegunung Miskin dan Terpencil di Tengah
Hiruk Pikuk Industri. http://kotatuban.com/melongok-dusun-gegunung-miskin-dan-terpencil-ditengah-hiruk-pikuk-industri/ (diakses bulan Maret 2011)
Ojo. (2006). Diduga Terkait Korupsi Proyek Pemda. Online tersedia di
http://202.169.46.231/News/2006/06/15/Nusantar/nus04.htm (diakses bulan Maret 2011)
(1)
187
Diah Pitaloka, Rieke. (2004). Kekerasan Negara menular ke Masyarakat. Yogyakarta: Galang Press
Elmubarok, Zaim. (2009). Membumikan Pendidikan Nilai (Mengumpulkan yang Terserak Menyambung yang Terputus dan Menyatukan yang Tercerai). Bandung: Alfabeta
Frydenberg, Erica. (2005). Morton Deutsch: A Life and Legacy of Mediation and Conflict Resolution. Brisbane: Australian Academic Press
Furlong, Gary T. (2005). The Conflict Resolution Toolbox: Models&Maps for Analyzing Diagnozing and Resolving Conflict. Canada: Wiley&Sons Ltd Gay, L.R, G.E. Mills. (2006). Educational Research (Competencies for Analysis
and Applications). USA: Pearson.
Goldstone, Jack A. (1991). Revolution and Rebellion in the Early Modern World. USA: University of California Press
Heider, Karl G. (2006). Landscapes Of Emotion : Mapping Three Cultures Of Emotion In Indonesia. New York: Cambridge University Press
Hursh, David. W. (2000). Democratic Social Education (Social Studies for Social Change). London: Falmer Press
Jeong, HO-W. (2008). Understanding Conflict and Conflict Analysis. London: Sage.
Kartodirjo, Sartono. (1984). Pemberontakan Petani banten 1888. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya
Kattsoff, Louis. (1989). Elements of Philosophy, terj. Yogyakarta: Tiara Wacana Kheel, Theodore Woodrow. (1999). The Keys to Conflict Resolution : Proven
Methods of Settling Disputes Voluntarily. New York: Four Walls Eight Windows
Klinken, Gerry van. (2007). Communal. Violence democratization in Indonesia : small town wars. USA and Canada:Routledge
Koellhoffer, Tara Tomczyk. (2009). Being Fair And Honest (Character Education). New Yory: Chelsea House.
Latif, Abdul. (2009). Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan. Bandung: Refika Aditama
(2)
188
LeBlanc, Patrice R, Nancy P. Gallavan. (2009). Affective Teacher Education: Exploring Connections Among Knowledge, Skills, and Dispositions. Maryland: The Association Of Teacher Educators
Maftuh, Bunyamin. (2008). Pendidikan Resolusi Konflik (Membangun Generasi Muda yang Mampu Menyelasaikan Konflik secara Damai). Bandung: Yasindo Multi Aspek.
Maribeth Erb, Priyambudi ed. (2005). Regionalism in Post-Suharto Indonesia. New York: RoutledgeCurzon
McCollum, Sean. (2009). Character Education: Managing Conflict Resolution. New York: Chelsea House.
Meij, Dick Van Der. (2003). Konflik Komunal di Indonesia saat ini. Leiden-Jakarta: INIS dan PBB
Meriam, Sharan B. (1998). Qualitative Research and Case Study Applications in Education (Revised and Expanded from case study Research in Education). San Francisco: Jossey- Bass Publishers.
Miall, Hugh, Oliver Ramsbotham, Tom Woodhouse. (2002). Resolusi Damai Konflik Kontemporer (Menyelesaiakan, Mencegah, Melola dan Mengubah Konflik Bersumber Politik, Sosial, Agama dan Ras) terj. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Mindes, Gayle. (2006). Teaching young children social studies. USA: Praeger Publishers
Muhajir, Noeng. (1991). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin
Mulyana, Rohmat. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta
National Council for the Social Studies. (1994). Expectations of Excellence Curriculum Standards for Social Studies. USA: NCSS
National Council for the Social Studies. (2000). National standards for social studies Teachers. USA: NCSS
O’neil, William F. (2002). Education Ideologies, terj. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Olin Wright, E. (1985). Classes. London: The Thetford Press
(3)
189
Paul Johnson, D, terj. (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: Gramedia
Rauf, M. (2001). Konsensus dan Konflik Politik: Sebuah Penjagaan Teoritis. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
Ridho, Abu. (1991). “Arti Keramik Yang Ditemukan Di Tuban Dan Sekitarnya”. Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional
Rich, Dorothy. (2008). Megaskills : building your child's happiness and success in school and life. Canada: Sourcebooks, Inc.
Ricklefs, MC. (2008). Sejarah Indonesia Modern 1200-2009. Jakarta: Serambi Ritzer, George and Barry Smart ed. (2001). Handbook Of Social theory. London:
Sage publications
Ritzer, George. (2005). Encyclopedia of social theory. USA: Sage.
Ronggolawe, Sabda. (2006). 71 Alasan Haeny Ali hasan Tak Pantas Jadi Bupati Tuban. Tuban: Buku Putih
Saifuddin Fedyani, A. (1986). Konflik dan Integrasi: Perbedaan faham dalam agama Islam. Jakarta: Rajawali
Schellenberg, James. A. (1996). Conflict Resolution : Theory, Research, and Practice. New York: State University of New York Press
Smelser, Neil. J. (1971). Theory of Collective Behavior. New York: A Division of Macmillan Publishing Co. Inc.
Smelser, Neil. J. Paul B. Baltes, Palo Alto and Berlin. (2001). International Encyclopedia of the Social & Behavioral Sciences. Copyright_2001 Elsevier Science Ltd. All rights reserved. ISBN: 0-08-043076-7.
Soeparmo, R. (1983). 700 Tahun Tuban. Tuban: Depdikbud
Somantri, Numan. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Rosda
Stewart Levine. (1998). Getting to Resolution (Turning Conflict into Collaboration). San Francisco: Berrett Koehler Publishers Inc
Strauss, Anselm. L.; Corbin, Juliet M. (1998). Basics of Qualitative Research : Techniques and Procedures for Developing Grounded Theory. London: Sage Publications, Inc.
(4)
190
Sugono, Dendy. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa
Susan, Novri. (2009). Sosiologi Konflik (Isu-isu Konflik Kontemporer). Jakarta: Prenada Media Group
Toer, Pramoedya Ananta. (1995). Arus Balik. Jakarta: Hasta Mitra
Tolkhah, Imam. (2004). Anatomi Konflik Politik di Indone4sia: Belajar dari ketegangan politik varian di Madukoro. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Turner, Jonathan. H ed. (2006). Handbook of sociological theory. New York:
Springer
Turner, Jonathan. H. (1978). The Structure of Sociological Theory. USA: The Dorsey Press.
Van Slyke, Erik J. (1999). Listening to Conflict: Finding Constructive Solutions to Workplace Disputes. New York: AMACOM Books
Wallensteen, Peter. (2002). Understanding Conflict Resolution. London: Sage Publication
Wallerstein, Imanuelle. (1989). The Modern World System (The Second Era of Great Expansion of Capitalist World Economy, 1730-1840s). San Diego: Academic Press.
Welty, Tara. (2009). Handling teamwork and respect for others (Character Education). New York: Chelsea.
Wirawangsa, R. (1979). Serat Ranggalawe. Jakarta: Depdiknas
Yaacov Bar-Siman-Tov ed. (2004). From Conflict Resolution to Reconciliation. New York: Oxford
Referensi Tesis:
Iman, Hasan. (2004). “Integrasi Conflict Resolution Dalam Pembelajaran Sejarah sebagai sarana mengembangkan kesadaran sejarah siswa (Penelitian PTK di kelas 2 IPS 1 SMU N 8 Bandung pada pokok bahasan tradisi Hindu-Budha di Indonesia”. tesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Muis, Isnarmi. (2006). “Kerangka konseptual pendidikan multikultural transformatif berdasarkan pola hubungan-konflik antar etnik ( kajian kritis
(5)
191
terhadap laporan media massa mengenai konflik ambon, sambas dan sampit, dan poso)” disertasi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Patra Ritiauw, S. (2008). “peranan kepemimpinan masyarakat dalam penyelesaian konflik sosialisasi di kota masohi kabupaten maluku”. tesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Sriyanto. (2009). “Konflik Horisontal Dan Resolusi Konflik (Studi Nilai-Nilai Pluralitas Dalam Kerusuhan Tasikmalaya 1996)”. tesis. Bandung: universitas pendidikan Indonesia
Sukisno. (1998). “Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Dalam Mata Pelajaran PPKn Di Sekolah Menengah Umum : Penelitian Tindakan Di Smu PGRI 3 Tuban”. tesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Supriyatna, Usep. (1995). Tradisi minum tuak pada masyarakat Tuban : studi naturalistik tentang nilai budaya sebagai upaya pengembangan pendidikan umum. tesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Referensi Internet:
Atiq. (2006). Diduga Korupsi Bupati Tuban Diadukan ke KPK.
http://www.detiknews.com/read/2006/05/23/194934/601134/10/diduga-korupsi-bupati-tuban-diadukan-ke-kpk (diakses bulan Maret 2011)
Fay. (2006). PKB dan PDIP Gugat KPUD Tuban.
http://www.detiknews.com/read/2006/05/06/141956/589493/10/pkb-dan-pdip-gugat-kpud-tuban-senin (diakses bulan Maret 2011)
Kapan lagi. (2004) Muncul 3600 Konflik di
Indonesia.( http://berita.kapanlagi.com/politik/nasional/muncul-3600-konflik-di-indonesia-dari-1997-2004-1boqug2.html) diakses tanggal 25 November 2010
Kota Tuban. (2011). Belum di Aliri Listrik Dusun Tegalmojo Butuh Perhatian Pemerintah http://kotatuban.com/belum-dialiri-listrik-dusun-tegalmojo-butuh-perhatian-pemerintah/ (diakses bulan Maret 2011)
Kota Tuban. (2011). Melongok Dusun Gegunung Miskin dan Terpencil di Tengah Hiruk Pikuk Industri. http://kotatuban.com/melongok-dusun-gegunung-miskin-dan-terpencil-ditengah-hiruk-pikuk-industri/ (diakses bulan Maret 2011)
Ojo. (2006). Diduga Terkait Korupsi Proyek Pemda. Online tersedia di
http://202.169.46.231/News/2006/06/15/Nusantar/nus04.htm (diakses bulan Maret 2011)
(6)
192
Rifai, Achmad, (2011). Tuban dalam Perbandingan Angka-Angka; Perspektif Potret Kemiskinan dan Kesejahteraan, online tersedia di
http://kotatuban.com/tuban-dalam-perbandingan-angka-angka-perspektif-potret-kemiskinan-dan-kesejahteraan/ (diakses bulan Maret 2011)
Sudra. (2011). RS Bina Husada 13 Tahun Menunggu Ijin. http://kotatuban.com/rs-bina-husada-13-tahun-menunggu-ijin/ (diakses bulan April 2011)
Tempo.(2010).(http://www.tempointeraktif.com/hg/politik/2010/08/03/brk,20100
803268429,id.html) diakses tanggal 13-10-2010
http://www.depkominfo.go.id/?action=view&pid=news&id=2036 diakses tanggal 25 november 2010
Wiq. (2006). DPP PKB anggap Bupati Tuban Langgar Undang-Undang.
http://www.detiknews.com/read/2006/05/08/225241/590675/10/dpp-pkb-bupati-tuban-langgar-undang-undang (diakses bulan Maret 2011)
Referensi Koran:
Koran Bhirawa edisi Maret, Arpil, Mei tahun 2006
Koran Duta Masyarakat, edisi Maret, April, Mei tahun 2006 Koran Jawa Post edisi Maret, April, Mei tahun 2006
Koran Memo edisi Maret, Arpil, Mei tahun 2006 Koran Surya edisi Maret, April, Mei tahun 2006 Majalah Akbar, edisi Maret, April, Mei tahun 2006 Majalah Teropong edisi Maret, April, Mei tahun 2006