PENERAPAN MODEL KOOPERATIF JIGSAW DAN NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP GETARAN-GELOMBANG DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF.
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang telah
melimpahkan kesehatan dan kekuatan kepada penulis selama penyusunan tesis
yang berjudul penerapan model kooperatif jigsaw dan Numbered Head Together
(NHT) untuk meningkatkan penguasaan konsep getaran-gelombang dan
kemampuan berpikir kreatif. Penulisan tesis ini bertujuan guna memenuhi salah
satu syarat memperoleh gelar magister pendidikan di Sekolah Pascasarjana
Program Studi IPA konsentrasi Fisika Universitas Pendidikan Indonesia.
Penulis menyadari bahwa tesis ini memiliki banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna
perbaikan tesis ini.
Dalam penyusunan tesis ini, banyak sekali bantuan yang diterima penulis.
Dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, penulis menghaturkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1.
Ibu Dr. Ida Hamidah, M.Si., selaku pembimbing I dan dosen pembimbing
akademik yang telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya untuk
memberikan dorongan, bimbingan, arahan, arahan, dan petunjuk selama
penyusunan tesis ini.
2.
Ibu Dr. Lilik Hasanah, M.Si., selaku pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, arahan, dan petunjuk kepada penulis selama penyusunan tesis ini.
3.
Ibu Prof. Dr. Anna Permanasari, M.Si., selaku ketua program studi IPA
(2)
4.
Bpk. Dr. Eng. Agus Setiawan, M.Si. yang telah men-judgement instrumen soal
yang digunakan untuk penelitian.
5.
Bpk. Dr. A.Rusli yang telah men-judgement instrumen soal yang digunakan
untuk penelitian.
6.
Ibu Prof. Dr. Fransisca Sudargo Tapilouw, M.Pd. sebagai penguji I di di ujian
sidang yang telah memberikan revisi dan masukan.
7.
Bpk. Dr. Andi Suhandi, M.Si. sebagai penguji II di ujian sidang yang telah
memberikan revisi dan masukan.
8.
Seluruh bapak/Ibu dosen di prodi IPA SPS UPI yang telah memberikan ilmu
kepada penulis sebagai bekal dalam penyusunan tesis ini.
9.
Seluruh staf dan karyawan prodi IPA dan bagian akademik SPS UPI Bandung
yang telah memberikan kemudahan dan pelayanan akademik kepada penulis.
10.
Bapak Emen Sutisna, S.Pd., M.Si., selaku kepala SMP Negeri 2
Tambakdahan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan
penelitian di sekolah yang dipimpinnya.
11.
Tim guru IPA SMPN 2 Tambakdahan yang telah memberikan bantuan
selama proses penelitian.
Semoga amal kebaikan semua pihak yang telah membantu penyelesaian
tesis ini memperoleh balasan dari Allah SWT dengan balasan yang setimpal.
Aamiin..
Bandung, Juni 2012
(3)
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ... ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C.
Tujuan Penelitian ... 6
D.
Manfaat Penelitian ... 7
E.
Asumsi Penelitian ... 7
F.
Hipotesis Penelitian ... 8
G.
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 9
BAB II. KAJIAN PUSTAKA
A. Model Pembelajaran Kooperatif ... 11
B. Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw ... 13
C. Model Pembelajaran Kooperatif NHT ... 16
D. Penguasaan Konsep Siswa ... 18
E. Kemampuan Berpikir Kreatif ... 20
F. Hubungan antara model kooperatif Jigsaw dan NHT dengan
Penguasaan Konsep dan Kemampuan Berpikir Kreatif ... 27
(4)
B. Populasi dan Sampel ... 37
C. Instrumen Penelitian ... 37
D. Prosedur Penelitian ... 39
E. Pengujian Instrumen Penelitian ... 40
F. Hasil Uji Coba Instrumen ... 44
G. Analisis Data dan Penyajiannya ... 45
H. Alur Penelitian ... 48
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Data Hasil Penelitian ... 49
1) Penguasaan Konsep ... 49
2) Kemampuan Berpikir Kreatif ... 53
3) Keterlaksanaan Pembelajaran. ... 56
4) Tanggapan Siswa dan Guru terhadap Model Pembelajaran yang
diterapkan ... 59
B. Analisis Data Gain yang dinormalisasi (N-Gain) ... 70
1) Uji Normalitas N-Gain ... 71
2) Uji Homogenitas N-Gain ... 72
3) Uji Hipotesis N-Gain ... 73
C. Pembahasan ... 74
1) Peningkatan Penguasaan Konsep ... 74
2) Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif ... 78
3) Pelaksanaan Model Pembelajaran ... 80
4) Tanggapan Siswa dan Guru terhadap Model Pembelajaran
Kooperatif Jigsaw dan Model Koopratif NHT ... 81
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN ... 83
B. SARAN ... 83
DAFTAR PUSTAKA ... 85
(5)
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
2.1 Perhitungan skor perkembangan ... 16
2.2 Tingkat penghargaan kelompok ... 16
2.3 Perbandingan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif jigsaw
dengan model pembelajaran kooperatif NHT... 19
3.1 Desain penelitian ... 37
4.1 Persentase Keterlaksanaan Model Pembelajaran kooperatif jigsaw oleh
siswa ... 57
4.2 Persentase Keterlaksanaan Model Pembelajaran kooperatif NHT oleh
siswa ... 57
4.3 Persentase Keterlaksanaan Model Pembelajaran kooperatif jigsaw oleh
guru ... 58
4.4 Persentase Keterlaksanaan Model Pembelajaran kooperatif NHT oleh
siswa ... 59
4.5 Rekapitulasi tanggapan siswa terhadap penerapan model pembelajaran
kooperatif jigsaw ... 60
4.6 Rekapitulasi tanggapan siswa terhadap penerapan model pembelajaran
kooperatif NHT ... 63
4.7 Rekapitulasi tanggapan guru terhadap penerapan model pembelajaran
kooperatif jigsaw ... 67
4.8 Rekapitulasi tanggapan guru terhadap penerapan model pembelajaran
(6)
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
2.1 Berbagai bentuk getaran ... 29
2.2 Tangki riak ... 31
2.3 Gelombang transversal ... 32
2.4 Gelombang longitudinal ... 32
2.5 Gelombang transversal dengan perut dan simpul ... 34
2.6 gelombang longitudinal dengan rapatan dan renggangan ... 35
3.1 Alur penelitian ... 48
4.1 Diagram rata-rata nilai tes awal, tes akhir, dan N-gain ... 50
4.2 Diagram perbandingan N-gain penguasaan konsep untuk setiap
domain Bloom ... 51
4.3 Diagram rata-rata skor tes awal, tes akhir, dan N-gain kemampuan
Berpikir kreatif ... 53
(7)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A : Perangkat Pembelajaran ... 89
Lampiran B : Instrumen Penelitian ... 138
Lampiran C : Hasil Uji Coba Instrumen dan Pengolahan Data ... 175
(8)
(9)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan
Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Standar
nasional pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Peraturan Pemerintah
nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (PP No. 19/2005)
menetapkan 8 standar yang harus dipenuhi dalam melaksanakan pendidikan.
Kedelapan standar dimaksud meliputi standar isi, standar proses, standar
kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan
prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian
pendidikan.
Dalam lampiran permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang standar isi
disebutkan bahwa kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada
SMP/MTs/SMPLB dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi dasar ilmu
pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis,
kreatif dan mandiri. Sejalan dengan itu, salah satu tujuan mata pelajaran IPA di
SMP/MTs adalah agar peserta didik memiliki kemampuan meningkatkan
pengetahuan konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan
(10)
belajar mengajar, seorang guru mengembangkan tujuan tersebut dalam bentuk
indikator, di mana indikator dikembangkan dari kompetensi dasar dan standar
kompetensi.
Pencapaian
indikator
tersebut
bergantung
kepada
proses
pembelajaran yang diselenggarakan guru di sekolah. Upaya peningkatan proses
pembelajaran harus diarahkan kepada kemampuan guru yang berhubungan
dengan usaha meningkatkan kualitas proses belajar mengajar di kelas.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjelaskan bahwa
kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang
melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta
didik dengan guru, peserta didik dengan lingkungan dan sumber belajar lainnya
dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Pengalaman belajar yang dimaksud
dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan
berpusat pada peserta didik (BNSP, 2006). Dalam KTSP juga dinyatakan bahwa
pembelajaran IPA di SMP/Mts menekankan pada pemberian pengalaman pada
pelajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan
proses dan sikap ilmiah.
Oleh karena itu, yang dapat dilakukan oleh guru adalah memperbaiki
kualitas proses belajar mengajar agar pembelajaran yang dilaksanakan di kelas
sesuai dengan standar proses yang telah digariskan oleh pemerintah, yaitu proses
pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas,
dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
(11)
psikologis peserta didik (Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 pasal 1 ayat 1
tentang Standar Proses untuk Pendidikan Dasar dan Menengah).
Sejalan dengan itu, Munandar (1985:45) mengemukakan pentingnya
kreativitas dipupuk dan dikembangkan dalam diri anak yaitu karena dengan
berkreasi orang dapat mewujudkan diri termasuk salah satu kebutuhan pokok
dalam hidup manusia. Menurut Fieldhusen dan Treffinger (dalam Munandar,
1985:79), suatu lingkungan kreatif dapat tercipta melalui; pengajuan
pertanyaan-pertanyaan, pengaturan kelas (fisik), kesibukan di kelas (bekerja dan diskusi), dan
pembelajaran dengan guru sebagai fasilitator. Sebagai realisasinya, maka dalam
proses pembelajaran di kelas peserta didik haruslah belajar secara aktif dan tugas
guru adalah sebagai fasilitator.
Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran
yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan
bersama (Eggen dan Kauchak dalam Trianto, 2007:42). Dalam model ini, alur
belajar tidak harus dari guru, tetapi siswa juga bisa saling mengajar dengan
sesama temannya dalam rangka membentuk pengetahuan. Teman sejawat
menjembatani tiap-tiap pembelajaran orang lain dengan memperagakan tingkat
cara berpikir yang berbeda-beda, menjelaskan bagaimana cara mereka
memecahkan masalah, dan saling memberi umpan balik dan dukungan
(Matheady, Mallette,&Harper dalam Sharan, 2009:226). Pembelajaran kooperatif
disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi
siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam
(12)
kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan
belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya.
Salah satu tujuan pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik
(Ibrahim dkk dalam Trianto, 2007:44). Slavin (2005:41) memprediksi bahwa
metode-metode
kooperatif
yang
menggunakan
tujuan
kelompok
dan
tanggungjawab individual akan meningkatkan pencapaian prestasi belajar siswa.
Johnson&Johnson (dalam Sharan, 2009:225) menemukan hubungan yang baik
antara pembelajaran kooperatif dengan peningkatan berbagai kemampuan berpikir
canggih, kognisi, dan metakognisi. Sejalan dengan itu, Fogarty&Mictighe (1993)
menemukan bahwa strategi kooperatif dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kritis-kreatif siswa, karena melalui kerjasama yang baik dalam pembelajaran
kooperatif siswa dilatih untuk mengeluarkan ide-ide baru yang kreatif, membahas
berbagai informasi, dan saling berbagi informasi.
Beberapa hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan model
pembelajaran kooperatif jigsaw memberikan hasil yang baik terhadap kualitas
pembelajaran maupun hasil belajar siswa di antaranya, Hanze dan Berger (2007)
menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif jigsaw dapat meningkatkan
kompetensi dan konsep fisika siswa, Zafer Tanel dan Mustafa Erol (2008) dalam
penelitiannya tentang penerapan model kooperatif menemukan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara tes awal dan tes akhir pencapaian hasil belajar
siswa untuk kelompok eksperimen (kelompok yang menggunakan pembelajaran
kooperatif) dengan kelas kontrol (kelompok yang menggunakan pembelajaran
konvensional), Fui Fong HO dan Hong Kwen BOO (2007) menunjukkan bahwa
(13)
penggunaan model pembelajaran kooperatif memberikan kontribusi untuk
menaikkan prestasi akademik siswa dalam konsep fisika serta umumnya siswa
termotivasi untuk belajar. Sementara itu, Musfirotun (2010) mendapatkan bahwa
keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA dapat meningkat dengan menggunakan
pendekatan pembelajaran Cooperative Numbered head Together (NHT) serta
rata-rata dan ketuntasan belajar IPA mengalami peningkatan dan indikator
keberhasilan melebihi kriteria yang diinginkan.
Dalam KTSP, getaran dan gelombang merupakan konsep fisika yang
diajarkan di SMP kelas VIII. Model pembelajaran kooperatif jigsaw dan model
pembelajaran kooperatif Numbered Head Together (NHT) cocok digunakan untuk
konsep getaran dan gelombang, mengingat konsep tersebut melibatkan
gejala-gejala alam yang sering dan mudah diamati dalam kehidupan sehari-hari. Oleh
karenanya menjadi sangat penting untuk memahami dan menyadari manfaat dari
mempelajari konsep getaran dan gelombang.
Beranjak dari pengaruh positif model pembelajaran kooperatif, maka
penulis tertarik untuk meneliti tentang penerapan model pembelajaran kooperatif
terhadap penguasaan konsep dan kemampuan berpikir kreatif siswa. Untuk
selanjutnya penelitian ini diberi judul
“
Penerapan Model Kooperatif Jigsaw dan Numbered Head Together
(NHT) untuk meningkatkan Penguasaan Konsep Getaran-Gelombang
(14)
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang
diangkat dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan
“
Bagaimana
Penerapan Model Kooperatif Jigsaw dan Numbered Head Together (NHT)
tehadap Peningkaan Penguasaan Konsep Getaran Gelombang dan Kemampuan
Berpikir Kreatif Siswa
?”
Agar penelitian ini terarah maka rumusan masalah di atas dipandang perlu
untuk dijabarkan ke dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah perbandingan peningkatan penguasaan konsep siswa kelas VIII
yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif
jigsaw dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif Numbered Head Together (NHT)?
2. Bagaimanakah perbandingan peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa
kelas VIII yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran
kooperatif jigsaw dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan
model pembelajaran kooperatif Numbered Head Together (NHT)?
3. Bagaimanakah tanggapan siswa kelas VIII dan guru terhadap model
pembelajaran kooperatif jigsaw dan model pembelajaran kooperatif
Numbered Head Together (NHT)?
C.
Tujuan Penelitian
(15)
1. Perbandingan peningkatan penguasaan konsep getaran dan gelombang antara
siswa siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran
kooperatif jigsaw dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan
model pembelajaran kooperatif Numbered Head Together (NHT).
2. Perbandingan perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif antara siswa
yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif
jigsaw dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif Numbered Head Together (NHT).
3. Tanggapan/respon siswa dan guru terhadap model pembelajaran kooperatif
jigsaw dan kooperatif Numbered Head Together (NHT).
D.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut:
1. Memperkaya hasil-hasil penelitian sejenis.
2. Data dalam penelitian ini dapat memberikan bukti empiris tentang
pembelajaran kooperatif jigsaw dan NHT dalam meningkatkan penguasaan
konsep dan kemampuan berpikir kreatif siswa sehingga dapat digunakan oleh
berbagai pihak yang berkepentingan, seperti misalnya guru, mahasiswa
LPTK, praktisi pendidikan, maupun peneliti lain.
(16)
Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa pembelajaran model kooperatif
jigsaw dan kooperatif NHT yang diterapkan akan mengkondisikan siswa untuk
belajar secara aktif di kelas.
F.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini untuk
peningkatan penguasaan konsep adalah:
1. Hipotesis nol (H
0)
H
0: Tidak terdapat perbedaan peningkatan penguasaan konsep antara siswa
yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif
jigsaw dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif Numbered Head Together (NHT).
2. Hipotesis alternatif (H
a)
H
a: Terdapat perbedaan peningkatan penguasaan konsep antara siswa yang
mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif jigsaw
dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran
kooperatif Numbered Head Together (NHT).
Sedangkan hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini untuk
peningkatan kemampuan berpikir kreatif adalah sebagai berikut:
1. Hipotesis nol (H
0)
H
0: Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif antara
siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran
kooperatif jigsaw dengan siswa yang mendapatkan model pembelajaran
kooperatif Numbered Head Together (NHT).
(17)
2. Hipotesis alternatif (H
a)
H
a: Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif antara
siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran
kooperatif jigsaw dengan siswa yang mendapatkan model pembelajaran
kooperatif Numbered Head Together (NHT).
G.
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel Penelitian
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penerapan model
pembelajaran kooperatif. Sedangkan variabel terikatnya adalah penguasaan
konsep dan kemampuan berpikir kreatif.
Definisi Operasional
1.
Model kooperatif jigsaw didefinisikan sebagai model pembelajaran yang
mengkondisikan siswa dikelompokkan dalam kelompok-kelompok yang
disebut “kelompok asal”. Kemudian siswa juga menyusun “kelompok ahli”
yang terdiri dari perwakilan “kelompok asal” untuk belajar dan/atau
memecahkan masalah yang spesifik. Setelah “kelompok ahli” selesai
melaksanakan tuga
s maka anggota “kelompok ahli” kembali ke kelompok asal
untuk menerangkan hasil pekerjaan mereka di “kelompok ahli” tadi.
2.
Model pembelajaran kooperatif Numbered Head Together
(NHT) atau
penomoran berpikir bersama merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif
(18)
3.
Penguasaan konsep merupakan kemampuan siswa untuk memahami
konsep-konsep getaran gelombang, baik konsep-konsep secara teori maupun penerapannya
dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan pada aspek kognitif Bloom yang
dibatasi pada aspek pengetahuan (C
1), pemahaman (C
2), dan penerapan (C
3).
Dalam penelitian ini pengetahuan konsep siswa diukur menggunakan
instrumen berupa soal tes tertulis berbentuk pilihan ganda.
4.
Kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan mengembangkan, menemukan
ide yang asli, estetis dan konstruktif yang berhubungan dengan pandangan dan
konsep serta menekankan pada aspek berpikir intuitif dan rasional khususnya
dalam menggunakan informasi dan bahan untuk memunculkan atau
menjelaskannya dengan perspektif asli pemikir (Liliasari:2009). Dalam
penelitian ini kemampuan berpikir kreatif siswa diukur menggunakan tes
kemampuan berpikir kreatif berupa tes tertulis berbentuk essay yang mencakup
ciri-ciri berpikir kreatif, yaitu fluency, fleksibility, dan originality.
(19)
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah quasi experiment dengan dua
perlakuan. Kelompok siswa pertama mendapatkan pembelajaran dengan model
kooperatif jigsaw, sedangkan kelompok siswa kedua mendapatkan pembelajaran
dengan model pembelajaran kooperatif Numbered Head Together (NHT).
Dalam penelitian ini digunakan desain penelitian The Static Group
Pretest-Postest Design (Fraenkel&Wallen, 1993:266) yang terdiri dua kelompok
sampel, yaitu kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2. Kedua
kelompok tersebut dipilih secara cluster random sampling dari populasi,
kemudian kedua kelompok tersebut diberikan tes awal dan tes akhir. Secara
umum, desain penelitian dapat dilihat dalam tabel 3.1 berikut,
Tabel 3.1
Desain Penelitian
Kelompok Tes awal Perlakuan Tes akhir
Eksperimen 1 O1 O2 X1 O1 O2
Eksperimen 2 O1 O2 X2 O1 O2
Keterangan: O
1= Tes penguasaan konsep
O
2=
Tes kemampuan berpikir kreatif siswa
X1 = Pembelajaran dengan model kooperatif jigsaw
X2 = Pembelajaran dengan model kooperatif NHT
B.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di salah satu SMP
Negeri di kabupaten Subang kelas VIII tahun pelajaran 2011/2012 yang berjumlah
(20)
173 siswa, tersebar dalam lima kelas. Kemudian didapatkan dua kelas penelitian,
yaitu satu kelas sebagai kelas eksperimen 1 (satu) dan satu kelas eksperimen 2
(dua).
C.
Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;
1.
Tes Penguasaan Konsep
Tes ini digunakan untuk mengukur penguasaan konsep siswa tentang
Getaran dan Gelombang. Tes berbentuk soal pilihan ganda dengan jumlah 16 soal.
Tes penguasaan konsep dilakukan dua kali, pertama tes awal sebelum
pembelajaran digunakan untuk melihat kemampuan awal siswa tentang Getaran
dan Gelombang, kedua tes akhir dengan tujuan untuk mengukur penguasaan
konsep siswa sebagai hasil pembelajaran.
2.
Tes Kemampuan berpikir Kreatif
Tes kemampuan berpikir kreatif berbentuk essay, dengan jumlah 8 soal.
Tes ini diberikan sebanyak dua kali yaitu pada saat tes awal sebelum
pembelajaran dan tes akhir setelah pembelajaran. Tes ini bertujuan untuk
mengukur kemampuan berpikir kreatif sebelum dan sesudah pembelajaran.
3.
Lembar Observasi Kegiatan Siswa dan Guru
Instrumen ini digunakan untuk mengobservasi kegiatan siswa dan guru
selama pembelajaran berlangsung.
(21)
Angket digunakan untuk menentukan tangggapan siswa dan guru terhadap
model pembelajaran yang diterapkan.
D.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan melalui tiga tahap, yaitu sebagai berikut;
1.
Tahap persiapan
Tahap persiapan dilakukan melalui dua kegiatan yaitu penyusunan
perangkat pembelajaran dan pengembangan instrumen penelitian. Pada
pembuatan perangkat pembelajaran perlu diperhatikan beberapa hal antara lain
materi pelajaran yang akan dikaji, kemampuan berpikir kreatif yang akan
dikembangkan, serta model pembelajaran yang akan diterapkan. Sedangkan pada
pengembangan instrumen meliputi langkah-langkah sebagai berikut;
a). Penyusunan kisi-kisi soal penguasaan konsep dan kemampuan berpikir kreatif.
b). Judgement instrumen oleh ahli.
Instrumen yang telah disusun berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat,
selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli. Aspek yang dikonsultasikan meliputi
kesesuaian butir soal dengan indikator, aspek bahasa, dan aspek konsep fisika.
c). Uji coba dan analisis instrumen
Instrumen yang berbentuk soal pilihan ganda dan essay diujicobakan pada
siswa yang telah mendapatkan konsep Getaran dan Gelombang, yaitu siswa kelas
IX salah satu SMP Negeri di kabupaten Subang tahun pelajaran 2011/2012.
Selanjutnya, dilakukan analisis instrumen yang meliputi validitas tes dan tingkat
kemudahan soal.
(22)
2.
Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan tahap implementasi model pembelajaran
dan tahap pengumpulan data. Beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahap ini
antara lain;
Pemberian tes awal untuk mengetahui penguasaan konsep dan kemampuan
berpikir kreatif siswa sebelum mengikuti pembelajaran.
Implementasi model pembelajaran kooperatif jigsaw.
Pemberian tes akhir untuk melihat peningkatan penguasaan konsep dan
kemampuan berpikir kreatif siswa setelah mengikuti pembelajaran.
3.
Pengisian angket oleh guru dan siswa untuk memperoleh gambaran tentang
tangggapan guru dan siswa terhadap model kooperatif jigsaw dan model
kooperatif NHT.
4.
Tahap Pengolahan dan Analisis data
Pada tahap ini, peneliti melakukan pengumpulan dan penskoran data
yang telah didapatkan, kemudian melakukan pengolahan data untuk
selanjutnya mengambil kesimpulan.
E.
Pengujian Instrumen Penelitian
Validitas Tes
Data evaluasi yang baik sesuai dengan kenyataan disebut data valid. Agar
dapat diperoleh data yang valid, instrumen atau alat untuk mengevaluasinya harus
(23)
valid (Arikunto, 2003:64).
Validitas instrumen yang digunakan pada penelitian
ini adalah validitas konstruksi dengan cara di judgment (timbangan) kelompok
ahli, uji tingkat kesukaran dan uji daya pembeda.
Reliabilitas Tes
Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika
tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap, maka pengertian reliabilitas
berhubungan dengan masalah ketetapan hasil tes, atau seandainya hasilnya
berubah-rubahpun perubahan yang terjadi dapat dikatakan tidak berarti (Arikunto,
2003:86).
Instrumen yang reliabel berarti instrumen yang bila digunakan beberapa
kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan daya yang sama
(Sugiyono, 2011:348). Pengujian reliabilitas dapat dilakukan secara eksternal
maupun internal. Secara eksternal pengujian dapat dilakukan dengan test-retest,
equivalent, dan gabungan keduanya. Secara internal reliabilitas instrumen dapat
diuji dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrumen dengan
teknik tertentu (Sugiyono, 2011:354). Dalam penelitian ini, pengujian reliabilitas
dengan menggunakan rumus Product Moment Pearson:
=
� −� 2− 2 � 2− 2 (3.2)
rxy : Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua variabel
yang dikorelasikan.
X : Skor tiap butir soal (item)
(24)
N : Jumlah siswa
Interpretasi derajat realibilitas suatu tes menurut Arikunto (2003) adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.3
Kategori reliabilitas tes
Batasan Kategori
0,80 < r11≤ 1,00 Sangat tinggi (sangat baik)
0,60 < r11≤ 0,80 Tinggi (baik)
0,40 < r11≤ 0,60 Cukup (sedang)
0,20 < r11≤ 0,40 Rendah (kurang)
r11≤ 0,20 Sangat rendah (sangat kurang)
(Sumber: Arikunto, 2003)
Tingkat kesukaran soal
Tingkat kesukaran merupakan bilangan yang menunjukkan sukar atau
mudahnya suatu soal. Besarnya indeks kesukaran berkisar antara 0,00 sampai
1,00. Soal dengan indeks kesukaran 0,00 menunjukkan bahwa soal tersebut terlalu
sukar, sebaliknya soal dengan indeks 1,00 menunjukkan bahwa soal tersebut
terlalu mudah. Indeks kesukaran (P:Proporsi) yang dihitung dengan rumus:
(Arikunto, 2003 : 208)
�
=
�� (3.3)
Keterangan:
P
: Indeks kesukaran
B
: Banyaknya siswa yang menjawab soal tersebut dengan benar
JS
: Jumlah seluruh siswa peserta tes
Klasifikasi untuk indeks kesukaran terdapat pada tabel 3.4
Tabel 3.4 Kategori tingkat kesukaran butir soal.
Batasan Kategori
0,00 ≤ P < 0,30 Soal Sukar
(25)
0,70 ≤ P < 1,00 Soal Mudah
(Sumber: Arikunto, 2003)
Daya Pembeda Butir Soal
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan
antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan
rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks
diskriminasi (D). Indeks Daya pembeda untuk tes penguasaan konsep (pilihan
ganda) dihitung dengan rumus: (Arikunto, 2003: 213)
��
=
�
−
�=
� −
�
(3.4)Sedangkan untuk instrument tes kemampuan berpikir kreatif dihitung
berdasarkan rumus untuk tes uraian (Surapranata, 2009) sebagai berikut:
��
=
��.�
−
��.� (3.5)Keterangan:
DP
: Indeks daya pembeda satu butir soal tertentu
J
A: Banyaknya peserta kelompok atas
J
B: Banyaknya peserta kelompok bawah
B
A: Banyaknya kelompok atas yang menjawab benar
B
B: Banyaknya kelompok bawah yang menjawab benar
P
A: Proporsi kelompok atas yang menjawab benar
P
B: Proporsi kelompok bawah yang menjawab benar
= Jumlah skor kelompok atas
= Jumlah skor kelompok bawah
(26)
�
= Jumlah siswa pada kelompok atas
�
= Jumlah siswa pada kelompok bawah
Kategori daya pembeda dapat dilihat pada Tabel 3.5
Tabel 3.5 kategori daya pembeda butir soal
Batasan
Kategori
Negatif
Sangat buruk, harus dibuang
0,00 ≤ D ≤ 0,20
jelek
0,20 < D ≤ 0,40
cukup
0,40 < D ≤ 0,70
Baik
0,70 , D ≤ 1,00
Baik sekali
(Sumber: Arikunto, 2003)
F.
Hasil Uji Coba Instrumen
Untuk mengetahui validitas soal yang digunakan untuk penelitian, terlebih
dahulu soal dijudgement ke dua orang pakar. Kedua pakar menilai semua soal
valid, artinya soal dapat mengukur indikator yang hendak diukur. Selanjutnya
dilakukan uji coba instrumen yang dilaksanakan terhadap siswa kelas 9 (sembilan)
di salah satu SMP negeri di kabupaten Subang tahun pelajaran 2011/2012.
Berdasarkan hasil uji coba instrumen tes penguasaan konsep, didapatkan sebanyak
4 soal kategori soal mudah, 10 soal kategori sedang, dan 2 soal masuk kategori
sukar. Sedangkan untuk reliabilitas tes didapatkan 0,82, artinya soal penguasaan
konsep memiliki reliabilitas yang sangat tinggi. Kemudian dari uji coba soal tes
penguasaan konsep daya pembeda diperoleh hasil: 9 soal dalam kategori buruk, 3
soal dalam kategori sedang, 12 soal dalam kategori daya pembeda baik, dan 1 soal
dalam kategori daya pembeda baik sekali.
Sedangkan untuk soal tes kemampuan berpikir kreatif siswa, hasil uji coba
instrumen untuk daya pembeda diperoleh hasil: 2 soal dalam kategori buruk, 3
(27)
soal dalam kategori sedang, dan 5 soal dalam kategori daya pembeda baik. Untuk
uji reliabilitas tes kemampuan berpikir kreatif didapatkan 0,74 dalam kategori
sangat tinggi.
G.
Analitis Data dan Penyajiannya
Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui; tes penguasaan konsep,
tes kemampuan berpikir kreatif, angket dan format observasi. Tes penguasaan
konsep dan kemampuan berpikir kreatif siswa dilakukan sebelum pembelajaran
(tes awal) dan sesudah pembelajaran (tes akhir). Tes digunakan untuk melihat
perbandingan antara penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kreatif siswa
sebelum dan sesudah pembelajaran.
Angket digunakan untuk menjaring tanggapan guru dan siswa terhadap
model pembelajaran yang diterapkan. Angket diberikan kepada siswa dan guru
setelah selesai pembelajaran dan digunakan untuk memperoleh data tentang
tanggapan siswa dan guru terhadap pembelajaran yang dilakukan.
Data hasil penelitian berupa data mentah yang belum banyak
memberikan arti dalam menjawab pertanyaan penelitian. Data tersebut perlu
diolah agar dapat dianalisis dan menggambarkan hasil penelitian.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengolahan data meliputi;
1.
Melakukan penskoran tes awal dan tes akhir data penguasaan konsep dan
kemampuan berpikir kreatif.
Peningkatan penguasaan konsep dan kemampuan berpikir kreatif siswa
sebagai hasil implementasi model pembelajaran dihitung dari skor tes awal dan
(28)
tes akhir dengan menggunakan rumus gain yang dinormalisasi (N-gain) dengan
rumus gain skor yang dikemukakan Hake (1999:1) sebagai berikut,
�= � −� �
���� −� � (3.6)
Keterangan: g = N-gain
S
post= skor posttest
S
pre= skor pretest
S
maks= skor maksimum ideal
Kriteria peningkatan dapat dilihat melalui tabel berikut,
Tabel 3.6 Kriteria skor N-gain
Batasan Kategori
� > 0,7 Tinggi
0,3 ≤ � ≤0,7 Sedang
� < 0,3 Rendah
2.
Melakukan uji normalitas data skor tes awal dan data N-gain. Uji normalitas
merupakan uji normalitas distribusi
dengan taraf signifikansi (α)=0,05. Jika
nilai sig>α maka H
iditerima, atau H
oditolak yang mengandung arti bahwa
data tersebut berdistribusi normal, dengan α = 0,05.
3.
Melakukan uji homogenitas varians data antar kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Pengujian ini dilakukan untuk menidentifikasi data-data yang didapat
dari kedua kelompok ini memiliki kesamaan varians atau tidak. Apabila nilai
dari sig > α maka H
oditolak. Hal ini mengandung arti bahwa varians untuk
(29)
4.
Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik uji statistik yang sesuai
dengan distribusi data yang diperoleh. Jika data terdistribusi normal dan
varians data homogen, maka uji hipotesis dengan menggunakan uji
parametrik. Sedangkan jika data yang diperoleh tidak terditribusi normal dan
atau varians data tidak homogen, maka uji hipotesis yang digunakannya adalah
uji hipotesis non parametrik.
Jika data bersifat homogen dan normal maka dapat dilakukan uji
hipotesis komparatif dua sampel berpasangan, maka digunakan t test sampel
related dengan menggunakan persamaan (Sugiyono, 2011:197):
2 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2 11
1
2
)
1
(
)
1
(
n
n
n
n
S
n
S
n
X
X
t
(3.7)
Hipotesis yang diajukan diterima jika t
hitung> t
tabel5.
Untuk menganalisis aktivitas, tanggapan siswa dan tanggapan guru terhadap
model kooperatif jigsaw, maka dilakukan analisis secara kuantitatif melalui
observasi dan angket.
Menghitung persentase hasil angket tanggapan siswa dan guru
menggunakan rumus:
% persetujuan = jumlah skor yang diperoleh pada tiap item
jumlah skor ideal untuk seluruh item x 100% (3.8)
Sedangkan untuk menghitung presentase keterlaksanaan pembelajaran
digunakan perhitungan dengan rumus persentase sebagai berikut;
(30)
Keterlaksanaan = jumlah skor yang diperoleh pada tiap item
jumlah skor ideal untuk seluruh item x 100% (3.9)
BAB III
METODE PENELITIAN
H.
Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah quasi experiment dengan dua
perlakuan. Kelompok siswa pertama mendapatkan pembelajaran dengan model
kooperatif jigsaw, sedangkan kelompok siswa kedua mendapatkan pembelajaran
dengan model pembelajaran kooperatif Numbered Head Together (NHT).
Dalam penelitian ini digunakan desain penelitian The Static Group
Pretest-Postest Design (Fraenkel&Wallen, 1993:266) yang terdiri dua kelompok
sampel, yaitu kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2. Kedua
kelompok tersebut dipilih secara cluster random sampling dari populasi,
kemudian kedua kelompok tersebut diberikan tes awal dan tes akhir. Secara
umum, desain penelitian dapat dilihat dalam tabel 3.1 berikut,
Tabel 3.1
Desain Penelitian
Kelompok Tes awal Perlakuan Tes akhir
Eksperimen 1 O1 O2 X1 O1 O2
Eksperimen 2 O1 O2 X2 O1 O2
Keterangan: O
1= Tes penguasaan konsep
O
2=
Tes kemampuan berpikir kreatif siswa
X1 = Pembelajaran dengan model kooperatif jigsaw
X2 = Pembelajaran dengan model kooperatif NHT
(31)
I.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di salah satu SMP
Negeri di kabupaten Subang kelas VIII tahun pelajaran 2011/2012 yang berjumlah
173 siswa, tersebar dalam lima kelas. Kemudian didapatkan dua kelas penelitian,
yaitu satu kelas sebagai kelas eksperimen 1 (satu) dan satu kelas eksperimen 2
(dua).
J.
Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;
5.
Tes Penguasaan Konsep
Tes ini digunakan untuk mengukur penguasaan konsep siswa tentang
Getaran dan Gelombang. Tes berbentuk soal pilihan ganda dengan jumlah 16 soal.
Tes penguasaan konsep dilakukan dua kali, pertama tes awal sebelum
pembelajaran digunakan untuk melihat kemampuan awal siswa tentang Getaran
dan Gelombang, kedua tes akhir dengan tujuan untuk mengukur penguasaan
konsep siswa sebagai hasil pembelajaran.
6.
Tes Kemampuan berpikir Kreatif
Tes kemampuan berpikir kreatif berbentuk essay, dengan jumlah 8 soal.
Tes ini diberikan sebanyak dua kali yaitu pada saat tes awal sebelum
pembelajaran dan tes akhir setelah pembelajaran. Tes ini bertujuan untuk
mengukur kemampuan berpikir kreatif sebelum dan sesudah pembelajaran.
(32)
Instrumen ini digunakan untuk mengobservasi kegiatan siswa dan guru
selama pembelajaran berlangsung.
8.
Angket
Angket digunakan untuk menentukan tangggapan siswa dan guru terhadap
model pembelajaran yang diterapkan.
K.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan melalui tiga tahap, yaitu sebagai berikut;
5.
Tahap persiapan
Tahap persiapan dilakukan melalui dua kegiatan yaitu penyusunan
perangkat pembelajaran dan pengembangan instrumen penelitian. Pada
pembuatan perangkat pembelajaran perlu diperhatikan beberapa hal antara lain
materi pelajaran yang akan dikaji, kemampuan berpikir kreatif yang akan
dikembangkan, serta model pembelajaran yang akan diterapkan. Sedangkan pada
pengembangan instrumen meliputi langkah-langkah sebagai berikut;
a). Penyusunan kisi-kisi soal penguasaan konsep dan kemampuan berpikir kreatif.
b). Judgement instrumen oleh ahli.
Instrumen yang telah disusun berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat,
selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli. Aspek yang dikonsultasikan meliputi
kesesuaian butir soal dengan indikator, aspek bahasa, dan aspek konsep fisika.
c). Uji coba dan analisis instrumen
Instrumen yang berbentuk soal pilihan ganda dan essay diujicobakan pada
siswa yang telah mendapatkan konsep Getaran dan Gelombang, yaitu siswa kelas
IX salah satu SMP Negeri di kabupaten Subang tahun pelajaran 2011/2012.
(33)
Selanjutnya, dilakukan analisis instrumen yang meliputi validitas tes dan tingkat
kemudahan soal.
6.
Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan tahap implementasi model pembelajaran
dan tahap pengumpulan data. Beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahap ini
antara lain;
Pemberian tes awal untuk mengetahui penguasaan konsep dan kemampuan
berpikir kreatif siswa sebelum mengikuti pembelajaran.
Implementasi model pembelajaran kooperatif jigsaw.
Pemberian tes akhir untuk melihat peningkatan penguasaan konsep dan
kemampuan berpikir kreatif siswa setelah mengikuti pembelajaran.
7.
Pengisian angket oleh guru dan siswa untuk memperoleh gambaran tentang
tangggapan guru dan siswa terhadap model kooperatif jigsaw dan model
kooperatif NHT.
8.
Tahap Pengolahan dan Analisis data
Pada tahap ini, peneliti melakukan pengumpulan dan penskoran data
yang telah didapatkan, kemudian melakukan pengolahan data untuk
selanjutnya mengambil kesimpulan.
(34)
Validitas Tes
Data evaluasi yang baik sesuai dengan kenyataan disebut data valid. Agar
dapat diperoleh data yang valid, instrumen atau alat untuk mengevaluasinya harus
valid (Arikunto, 2003:64).
Validitas instrumen yang digunakan pada penelitian
ini adalah validitas konstruksi dengan cara di judgment (timbangan) kelompok
ahli, uji tingkat kesukaran dan uji daya pembeda.
Reliabilitas Tes
Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika
tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap, maka pengertian reliabilitas
berhubungan dengan masalah ketetapan hasil tes, atau seandainya hasilnya
berubah-rubahpun perubahan yang terjadi dapat dikatakan tidak berarti (Arikunto,
2003:86).
Instrumen yang reliabel berarti instrumen yang bila digunakan beberapa
kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan daya yang sama
(Sugiyono, 2011:348). Pengujian reliabilitas dapat dilakukan secara eksternal
maupun internal. Secara eksternal pengujian dapat dilakukan dengan test-retest,
equivalent, dan gabungan keduanya. Secara internal reliabilitas instrumen dapat
diuji dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrumen dengan
teknik tertentu (Sugiyono, 2011:354). Dalam penelitian ini, pengujian reliabilitas
dengan menggunakan rumus Product Moment Pearson:
=
� −� 2− 2 � 2− 2
(35)
rxy : Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua variabel
yang dikorelasikan.
X : Skor tiap butir soal (item)
Y : Skor total tiap butir soal
N : Jumlah siswa
Interpretasi derajat realibilitas suatu tes menurut Arikunto (2003) adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.3
Kategori reliabilitas tes
Batasan Kategori
0,80 < r11≤ 1,00 Sangat tinggi (sangat baik)
0,60 < r11≤ 0,80 Tinggi (baik)
0,40 < r11≤ 0,60 Cukup (sedang)
0,20 < r11≤ 0,40 Rendah (kurang)
r11≤ 0,20 Sangat rendah (sangat kurang)
(Sumber: Arikunto, 2003)
Tingkat kesukaran soal
Tingkat kesukaran merupakan bilangan yang menunjukkan sukar atau
mudahnya suatu soal. Besarnya indeks kesukaran berkisar antara 0,00 sampai
1,00. Soal dengan indeks kesukaran 0,00 menunjukkan bahwa soal tersebut terlalu
sukar, sebaliknya soal dengan indeks 1,00 menunjukkan bahwa soal tersebut
terlalu mudah. Indeks kesukaran (P:Proporsi) yang dihitung dengan rumus:
(Arikunto, 2003 : 208)
�
=
�� (3.3)
Keterangan:
(36)
JS
: Jumlah seluruh siswa peserta tes
Klasifikasi untuk indeks kesukaran terdapat pada tabel 3.4
Tabel 3.4 Kategori tingkat kesukaran butir soal.
Batasan Kategori
0,00 ≤ P < 0,30 Soal Sukar
0,30 ≤ P < 0,70 Soal Sedang
0,70 ≤ P < 1,00 Soal Mudah
(Sumber: Arikunto, 2003)
Daya Pembeda Butir Soal
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan
antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan
rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks
diskriminasi (D). Indeks Daya pembeda untuk tes penguasaan konsep (pilihan
ganda) dihitung dengan rumus: (Arikunto, 2003: 213)
��
=
�
−
�=
� −
�
(3.4)Sedangkan untuk instrument tes kemampuan berpikir kreatif dihitung
berdasarkan rumus untuk tes uraian (Surapranata, 2009) sebagai berikut:
��
=
��.�
−
��.� (3.5)Keterangan:
DP
: Indeks daya pembeda satu butir soal tertentu
J
A: Banyaknya peserta kelompok atas
J
B: Banyaknya peserta kelompok bawah
B
A: Banyaknya kelompok atas yang menjawab benar
B
B: Banyaknya kelompok bawah yang menjawab benar
(37)
P
B: Proporsi kelompok bawah yang menjawab benar
= Jumlah skor kelompok atas
= Jumlah skor kelompok bawah
�
�= Skor Maksimum
�
= Jumlah siswa pada kelompok atas
�
= Jumlah siswa pada kelompok bawah
Kategori daya pembeda dapat dilihat pada Tabel 3.5
Tabel 3.5 kategori daya pembeda butir soal
Batasan
Kategori
Negatif
Sangat buruk, harus dibuang
0,00 ≤ D ≤ 0,20
jelek
0,20 < D ≤ 0,40
cukup
0,40 < D ≤ 0,70
Baik
0,70 , D ≤ 1,00
Baik sekali
(Sumber: Arikunto, 2003)
M.
Hasil Uji Coba Instrumen
Untuk mengetahui validitas soal yang digunakan untuk penelitian, terlebih
dahulu soal dijudgement ke dua orang pakar. Kedua pakar menilai semua soal
valid, artinya soal dapat mengukur indikator yang hendak diukur. Selanjutnya
dilakukan uji coba instrumen yang dilaksanakan terhadap siswa kelas 9 (sembilan)
di salah satu SMP negeri di kabupaten Subang tahun pelajaran 2011/2012.
Berdasarkan hasil uji coba instrumen tes penguasaan konsep, didapatkan sebanyak
4 soal kategori soal mudah, 10 soal kategori sedang, dan 2 soal masuk kategori
sukar. Sedangkan untuk reliabilitas tes didapatkan 0,82, artinya soal penguasaan
konsep memiliki reliabilitas yang sangat tinggi. Kemudian dari uji coba soal tes
penguasaan konsep daya pembeda diperoleh hasil: 9 soal dalam kategori buruk, 3
(38)
soal dalam kategori sedang, 12 soal dalam kategori daya pembeda baik, dan 1 soal
dalam kategori daya pembeda baik sekali.
Sedangkan untuk soal tes kemampuan berpikir kreatif siswa, hasil uji coba
instrumen untuk daya pembeda diperoleh hasil: 2 soal dalam kategori buruk, 3
soal dalam kategori sedang, dan 5 soal dalam kategori daya pembeda baik. Untuk
uji reliabilitas tes kemampuan berpikir kreatif didapatkan 0,74 dalam kategori
sangat tinggi.
N.
Analitis Data dan Penyajiannya
Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui; tes penguasaan konsep,
tes kemampuan berpikir kreatif, angket dan format observasi. Tes penguasaan
konsep dan kemampuan berpikir kreatif siswa dilakukan sebelum pembelajaran
(tes awal) dan sesudah pembelajaran (tes akhir). Tes digunakan untuk melihat
perbandingan antara penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kreatif siswa
sebelum dan sesudah pembelajaran.
Angket digunakan untuk menjaring tanggapan guru dan siswa terhadap
model pembelajaran yang diterapkan. Angket diberikan kepada siswa dan guru
setelah selesai pembelajaran dan digunakan untuk memperoleh data tentang
tanggapan siswa dan guru terhadap pembelajaran yang dilakukan.
Data hasil penelitian berupa data mentah yang belum banyak
memberikan arti dalam menjawab pertanyaan penelitian. Data tersebut perlu
diolah agar dapat dianalisis dan menggambarkan hasil penelitian.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengolahan data meliputi;
(39)
6.
Melakukan penskoran tes awal dan tes akhir data penguasaan konsep dan
kemampuan berpikir kreatif.
Peningkatan penguasaan konsep dan kemampuan berpikir kreatif siswa
sebagai hasil implementasi model pembelajaran dihitung dari skor tes awal dan
tes akhir dengan menggunakan rumus gain yang dinormalisasi (N-gain) dengan
rumus gain skor yang dikemukakan Hake (1999:1) sebagai berikut,
�= � −� �
���� −� � (3.6)
Keterangan: g = N-gain
S
post= skor posttest
S
pre= skor pretest
S
maks= skor maksimum ideal
Kriteria peningkatan dapat dilihat melalui tabel berikut,
Tabel 3.6 Kriteria skor N-gain
Batasan Kategori
� > 0,7 Tinggi
0,3 ≤ � ≤0,7 Sedang
� < 0,3 Rendah
7.
Melakukan uji normalitas data skor tes awal dan data N-gain. Uji normalitas
merupakan uji normalitas distribusi
dengan taraf signifikansi (α)=0,05. Jika
nilai sig>α maka H
iditerima, atau H
oditolak yang mengandung arti bahwa
data tersebut berdistribusi normal, dengan α = 0,05.
(40)
8.
Melakukan uji homogenitas varians data antar kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Pengujian ini dilakukan untuk menidentifikasi data-data yang didapat
dari kedua kelompok ini memiliki kesamaan varians atau tidak. Apabila nilai
dari sig > α maka H
oditolak. Hal ini mengandung arti bahwa varians untuk
kedua data tersebut adalah homogen.
9.
Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik uji statistik yang sesuai
dengan distribusi data yang diperoleh. Jika data terdistribusi normal dan
varians data homogen, maka uji hipotesis dengan menggunakan uji
parametrik. Sedangkan jika data yang diperoleh tidak terditribusi normal dan
atau varians data tidak homogen, maka uji hipotesis yang digunakannya adalah
uji hipotesis non parametrik.
Jika data bersifat homogen dan normal maka dapat dilakukan uji
hipotesis komparatif dua sampel berpasangan, maka digunakan t test sampel
related dengan menggunakan persamaan (Sugiyono, 2011:197):
2 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2 11
1
2
)
1
(
)
1
(
n
n
n
n
S
n
S
n
X
X
t
(3.7)
Hipotesis yang diajukan diterima jika t
hitung> t
tabel10.
Untuk menganalisis aktivitas, tanggapan siswa dan tanggapan guru
terhadap model kooperatif jigsaw, maka dilakukan analisis secara kuantitatif
melalui observasi dan angket.
Menghitung persentase hasil angket tanggapan siswa dan guru
menggunakan rumus:
(41)
% persetujuan = jumlah skor yang diperoleh pada tiap item
jumlah skor ideal untuk seluruh item x 100% (3.8)
Sedangkan untuk menghitung presentase keterlaksanaan pembelajaran
digunakan perhitungan dengan rumus persentase sebagai berikut;
Keterlaksanaan = jumlah skor yang diperoleh pada tiap item
(42)
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan data-data, pengolahan, analisis, dan pembahasan hasil penelitian yang
telah dilakukan, maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah: terdapat perbedaan
peningkatan penguasaan konsep getaran gelombang siswa yang signifikan antara siswa yang
mendapatkan pembelajaran kooperatif jigsaw dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan
model pembelajaran kooperatif NHT, di mana penerapan pembelajaran kooperatif jigsaw
secara signifikan dapat lebih meningkatkan pengetahuan konsep getaran gelombang siswa
dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif NHT; tidak terdapat
perbedaan yang signifikan peningkatan kemampuan berpikir kreatif antara siswa yang
mendapatkan pembelajaran kooperatif jigsaw dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan
model pembelajaran kooperatif NHT; secara umum siswa dan guru menyatakan setuju
terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif jigsaw maupun terhadap pelaksanaan
penerapan model pembelajaran kooperatif NHT di kelas.
B.
Saran
Berangkat dari pelaksanaan dan hasil penelitian ini, maka saran-saran yang dapat
dikemukakan oleh penulis adalah; pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan guru, baik di
apersepsi dan di lembar kerja siswa, hendaknya pertanyaan yang bersifat divergen, hal
tersebut guna membantu model kooperatif yang diterapkan dalam melatih siswa untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif; pada kelas kooperatif jigsaw, agar pada tahap
perpindahan siswa dari kelompok inti ke kelompok ahli (atau sebaliknya), guru membimbing
(43)
konsep yang diuji hendaknya tidak hanya mencakup ranah kognitif C
1,C
2, dan C
3saja,
melainkan menguji juga untuk ranah C
4,C
5, dan C
6karena kemampuan berpikir kreatif
(44)
DAFTAR PUSTAKA
Akinyemi Olufunminiyi Akinbobola. (2009).
Enhancing Students’ Attitude
Towards Nigerian Senior Secondary School Physics Through The Use Of
Cooperative, Competitive And Individualistic Learning Strategies. Nigeria:
University Of Uyo.
Anita Lie. (2002). Cooperative Learning. Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Arikunto, Suharsimi. (2003). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi).
Jakarta: Bumi Aksara.
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Model Silabus Mata Pelajaran IPA
untuk
SMP/Mts.Jakarta:
Direktorat
Pembinaan
SMP
DITJEN
MENDIKDASMEN DEPDIKNAS.
---.
(2006).
Standar
Kompetensi
dan
Kompetensi Dasar IPASMP/MTs.Jakarta: Penerbit Badan Standar Nasional
Pendidikan.
---. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.
---. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar
Pengelolaan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta:
Badan Standar Nasional Pendidikan.
---. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Badan Standar
Nasional Pendidikan.
---. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar
Penilaian Pendidikan. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.
Bresges Andre, Hoffmann Stefan, Kreiten Marga. (2009). Test an Asessment to
Support Cooperatif Learning of Physics With Moodley-Style Web
Aplications.University of Cologne, Institute of Physics Education.
Budi Susetyo. (2010). Statistik untuk Analisis Data Penelitian. Bandung: PT
Refika Aditama.
(45)
Dennis K. Filsaime. (2008). Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif.
Jakarta: Prestasi Pustakarya.
Dahar, R Wilis. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdiknas. (2008). Sistem
Penilaian KTSP. Jakarta: Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah, Depdiknas.
Faizal. (2010). Berpikir Kreatif.
Faizal_oktaf@Webmail.umm.ac.id
. Tersedia:
http://Faizal
. Student.umm.ac.id/2010/02/09 berpikir kreatif/.
Fogarty, R. And McTighe, J. (1993). Educatating Teacher for Higer Order
Thinking: the three-Story Intellect. Teroi into Practice. 32(3);161-169.
Fraenkel. (1993). How To Design and Evaluate Research in Education. San
Fransisco: McGeaw-Hill.
Fui Fong HO and Hong Kwen BOO. (2007). Cooperative learning: Exploring its
effectiveness in the Physics classroom.Asia-Pasific on Science Learning and
Teaching.
Hanze and Berger. (2007). Cooperative learning, motivational effects, and student
characteristics: An experimental study comparing cooperative learning and
direct instruction in 12th grade physics classes. Institute of Psychology, FB
7, University of Kassel, Hollaendische Strasse 36, 34109 Kassel, Germany.
Henry, dkk. (2009). IPA 2 : untuk SMP/MTs Kelas VIII. Jakarta: Pusat Perbukuan
Depdiknas.
Karim, S., dkk (2007). Penerapan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah
untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Fisika serta Mengembangkan
Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi dan Kecakapan Ilmiah. Proposal
Hibah Kompetitif UPI 2007. Bandung: Tidak diterbitkan.
Liliasari, dkk . (1999). Pengembangan Model Pembelajaran Materi Subyek untuk
Meningkatkan Keterampilan Berpikir Konseptual Tingkat Tinggi
Mahasiswa Calon Guru IPA, Laporan Penelitian, Bandung: FMIPA IKIP
Bandung.
Martin Hanze and Roland Berger. (2007). Cooperative learning, motivational
effects, and student characteristics: An experimental study comparing
cooperatif learning and direct instruction in 12th grade physics classes.
(46)
Musfirotun (2010). Peningkatan Keaktifan Siswa Dalam Pembelajaran Ipa
Melalui Pendekatan Cooperative Tipe Numbered Head Together Pada
Siswa Kelas V Sd Negeri 2 Buwaran Mayong Jepara. Jurnal Kependidikan
Dasar Vol.1 No.1.
Nenden, dkk. (2009). Ilmu Pengetahuan Alam 2 : untuk SMP/MTs Kelas VIII
.Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.
Saeful Karim, dkk. (2008). Belajar IPA: Membuka cakrawala alam sekitar 2
untuk kelas VIII/ SMP/MTs. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.
Sharan, Shlomo. (2009). Cooperative Learning (diterjemahkan dari Handbook of
Cooperative Learning Method). Yogyakarta: Imperium.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Suparno,
Paul.
(1997).
Filsafat
Konstruktivisme
dalam
Pendidikan.
Yogyakarta:Kanisius.
Presiden Republik Indonesia. (2005). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta:
Presiden Republik Indonesia.
Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivis.
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Tristan T. (2006). Utschig Student Response to a Teknology-Rich Cooperative
Learning Environment.Lewis-Clark State College.
Zafer Tanel and Mustafa Erol. (2008). Effects of Cooperative Learning on
Instructing Magnetism: Analysis of an Experimental Teaching Sequence.
Turkey: Buca Education Faculty, Department Physics Education, Dokuz
Eylul University.
(1)
Karyat Heryana, 2012
Penerapan Model Kooperatif Jigsaw Dan
Numbered Head Together (Nht) Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Getaran-Gelombang Dan Kemampuan Berpikir Kreatif
% persetujuan = jumlah skor yang diperoleh pada tiap item
jumlah skor ideal untuk seluruh item x 100% (3.8)
Sedangkan untuk menghitung presentase keterlaksanaan pembelajaran digunakan perhitungan dengan rumus persentase sebagai berikut;
Keterlaksanaan = jumlah skor yang diperoleh pada tiap item
(2)
Karyat Heryana, 2012
Penerapan Model Kooperatif Jigsaw Dan
Numbered Head Together (Nht) Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Getaran-Gelombang Dan Kemampuan Berpikir Kreatif
Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan data-data, pengolahan, analisis, dan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah: terdapat perbedaan peningkatan penguasaan konsep getaran gelombang siswa yang signifikan antara siswa yang mendapatkan pembelajaran kooperatif jigsaw dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan model pembelajaran kooperatif NHT, di mana penerapan pembelajaran kooperatif jigsaw secara signifikan dapat lebih meningkatkan pengetahuan konsep getaran gelombang siswa dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif NHT; tidak terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan kemampuan berpikir kreatif antara siswa yang mendapatkan pembelajaran kooperatif jigsaw dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan model pembelajaran kooperatif NHT; secara umum siswa dan guru menyatakan setuju terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif jigsaw maupun terhadap pelaksanaan penerapan model pembelajaran kooperatif NHT di kelas.
B. Saran
Berangkat dari pelaksanaan dan hasil penelitian ini, maka saran-saran yang dapat dikemukakan oleh penulis adalah; pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan guru, baik di apersepsi dan di lembar kerja siswa, hendaknya pertanyaan yang bersifat divergen, hal tersebut guna membantu model kooperatif yang diterapkan dalam melatih siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif; pada kelas kooperatif jigsaw, agar pada tahap perpindahan siswa dari kelompok inti ke kelompok ahli (atau sebaliknya), guru membimbing
(3)
Karyat Heryana, 2012
Penerapan Model Kooperatif Jigsaw Dan
Numbered Head Together (Nht) Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Getaran-Gelombang Dan Kemampuan Berpikir Kreatif
Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
siswa lebih baik lagi, hal tersebut guna meminimalisir kegaduhan dalam kelas; pengetahuan konsep yang diuji hendaknya tidak hanya mencakup ranah kognitif C1,C2, dan C3 saja, melainkan menguji juga untuk ranah C4,C5, dan C6 karena kemampuan berpikir kreatif merupakan kelanjutan dari C6.
(4)
Karyat Heryana, 2012
Penerapan Model Kooperatif Jigsaw Dan
Numbered Head Together (Nht) Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Getaran-Gelombang Dan Kemampuan Berpikir Kreatif
Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
DAFTAR PUSTAKA
Akinyemi Olufunminiyi Akinbobola. (2009). Enhancing Students’ Attitude
Towards Nigerian Senior Secondary School Physics Through The Use Of Cooperative, Competitive And Individualistic Learning Strategies. Nigeria:
University Of Uyo.
Anita Lie. (2002). Cooperative Learning. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Arikunto, Suharsimi. (2003). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Model Silabus Mata Pelajaran IPA
untuk SMP/Mts.Jakarta: Direktorat Pembinaan SMP DITJEN
MENDIKDASMEN DEPDIKNAS.
---. (2006). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPASMP/MTs.Jakarta: Penerbit Badan Standar Nasional
Pendidikan.
---. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.
---. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta:
Badan Standar Nasional Pendidikan.
---. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Badan Standar
Nasional Pendidikan.
---. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.
Bresges Andre, Hoffmann Stefan, Kreiten Marga. (2009). Test an Asessment to
Support Cooperatif Learning of Physics With Moodley-Style Web Aplications.University of Cologne, Institute of Physics Education.
Budi Susetyo. (2010). Statistik untuk Analisis Data Penelitian. Bandung: PT Refika Aditama.
(5)
Karyat Heryana, 2012
Penerapan Model Kooperatif Jigsaw Dan
Numbered Head Together (Nht) Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Getaran-Gelombang Dan Kemampuan Berpikir Kreatif
Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
Dennis K. Filsaime. (2008). Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif. Jakarta: Prestasi Pustakarya.
Dahar, R Wilis. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdiknas. (2008). Sistem
Penilaian KTSP. Jakarta: Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah, Depdiknas.
Faizal. (2010). Berpikir Kreatif. Faizal_oktaf@Webmail.umm.ac.id. Tersedia: http://Faizal. Student.umm.ac.id/2010/02/09 berpikir kreatif/.
Fogarty, R. And McTighe, J. (1993). Educatating Teacher for Higer Order
Thinking: the three-Story Intellect. Teroi into Practice. 32(3);161-169.
Fraenkel. (1993). How To Design and Evaluate Research in Education. San Fransisco: McGeaw-Hill.
Fui Fong HO and Hong Kwen BOO. (2007). Cooperative learning: Exploring its
effectiveness in the Physics classroom.Asia-Pasific on Science Learning and
Teaching.
Hanze and Berger. (2007). Cooperative learning, motivational effects, and student
characteristics: An experimental study comparing cooperative learning and direct instruction in 12th grade physics classes. Institute of Psychology, FB
7, University of Kassel, Hollaendische Strasse 36, 34109 Kassel, Germany. Henry, dkk. (2009). IPA 2 : untuk SMP/MTs Kelas VIII. Jakarta: Pusat Perbukuan
Depdiknas.
Karim, S., dkk (2007). Penerapan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah
untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Fisika serta Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi dan Kecakapan Ilmiah. Proposal
Hibah Kompetitif UPI 2007. Bandung: Tidak diterbitkan.
Liliasari, dkk . (1999). Pengembangan Model Pembelajaran Materi Subyek untuk
Meningkatkan Keterampilan Berpikir Konseptual Tingkat Tinggi Mahasiswa Calon Guru IPA, Laporan Penelitian, Bandung: FMIPA IKIP
Bandung.
Martin Hanze and Roland Berger. (2007). Cooperative learning, motivational
effects, and student characteristics: An experimental study comparing cooperatif learning and direct instruction in 12th grade physics classes.
Germany: Physics Education Group, Department of Physics, University of Osnabruck, Barbarastrasse.
(6)
Karyat Heryana, 2012
Penerapan Model Kooperatif Jigsaw Dan
Numbered Head Together (Nht) Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Getaran-Gelombang Dan Kemampuan Berpikir Kreatif
Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
Musfirotun (2010). Peningkatan Keaktifan Siswa Dalam Pembelajaran Ipa
Melalui Pendekatan Cooperative Tipe Numbered Head Together Pada Siswa Kelas V Sd Negeri 2 Buwaran Mayong Jepara. Jurnal Kependidikan
Dasar Vol.1 No.1.
Nenden, dkk. (2009). Ilmu Pengetahuan Alam 2 : untuk SMP/MTs Kelas VIII.
Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.
Saeful Karim, dkk. (2008). Belajar IPA: Membuka cakrawala alam sekitar 2
untuk kelas VIII/ SMP/MTs. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.
Sharan, Shlomo. (2009). Cooperative Learning (diterjemahkan dari Handbook of
Cooperative Learning Method). Yogyakarta: Imperium.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suparno, Paul. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan.
Yogyakarta:Kanisius.
Presiden Republik Indonesia. (2005). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta:
Presiden Republik Indonesia.
Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivis. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Tristan T. (2006). Utschig Student Response to a Teknology-Rich Cooperative
Learning Environment.Lewis-Clark State College.
Zafer Tanel and Mustafa Erol. (2008). Effects of Cooperative Learning on
Instructing Magnetism: Analysis of an Experimental Teaching Sequence.
Turkey: Buca Education Faculty, Department Physics Education, Dokuz Eylul University.