HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KECENDERUNGAN MELAKUKAN INTERAKSI SOSIAL DENGAN TEMAN SEBAYA PADA REMAJA YANG MENJALANI PENDIDIKAN DI ASRAMA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

  

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KECENDERUNGAN

MELAKUKAN INTERAKSI SOSIAL DENGAN TEMAN SEBAYA PADA

REMAJA YANG MENJALANI PENDIDIKAN DI ASRAMA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

  Program Studi Psikologi

Oleh :

Hiasinta Primastuti

  

06 9114 045

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

HALAMAN MOTTO

  

“Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan

mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu”.

  (Matius 7:7)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 20 Mei 2010 Penulis,

  Hiasinta Primastuti

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KECENDERUNGAN MELAKUKAN INTERAKSI SOSIAL DENGAN TEMAN SEBAYA PADA REMAJA YANG MENJALANI PENDIDIKAN DI ASRAMA

  Hiasinta Primastuti ABSTRAK

  

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara harga diri dan kecenderungan

melakukan interaksi sosial dengan teman sebaya pada remaja yang menjalani pendidikan di asrama. Hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara harga diri dan kecenderungan melakukan interaksi sosial dengan teman sebaya pada remaja yang menjalani pendidikan di asrama. Skala Harga Diri memiliki koefisien reliabilitas alpha sebesar 0.883, sedangkan Skala Kecenderungan Melakukan Interaksi Sosial dengan Teman Sebaya sebesar 0.966. Subjek penelitian adalah 140 siswa-siswi SMA Pangudi Luhur Vanlith. Hasil penelitian menghasilkan r sebesar 0.716 dan nilai P sebesar 0.00, hasil ini menunjukkan bahwa P < 0.05 = signifikan. Hal ini berarti terdapat hubungan positif antara antara harga diri dan kecenderungan melakukan interaksi sosial dengan teman sebaya pada remaja yang menjalani pendidikan di asrama. Mean teoritis Skala Harga Diri sebsesar 96 dan mean empirisnya 116.31. Mean teoitis Skala Kecenderungan Melakukan Interaksi Sosial dengan Teman Sebaya sebesar 192.5 dan mean empirisnya 257.20. Hasil tersebut menunjukkan bahwa mean empiris pada kedua skala lebih besar daripada mean teoritisnya. Hal ini berarti subjek penelitian memiliki harga diri dan kecenderungan melakukan interaksi sosial dengan teman sebaya yang tinggi.

  

Kata kunci : harga diri, kecenderungan melakukan interaksi sosial, teman sebaya, remaja, asrama

  

THE CORRELATION BETWEEN SELF-ESTEEM

AND THE TENDENCY OF DOING SOCIAL INTERACTION WITH

PEERS AT ADOLESCENT WHO STUDY IN THE BOARDING SCHOOL

  

Hiasinta Primastuti

ABSTRACT

The aim of this research is to know the correlation between self-esteem and the tendency

of doing social interaction with peers at adolescent who study in the boarding school. The

hypothesis of the research is that there is a positive correlation between self-esteem and the

tendency of doing social interaction with peers at adolescent who study in the boarding school.

The scale of self-esteem has an alpha reliability coefficient for 0.883, whereas tendency of doing

social interaction with peers’s scale was 0.966. The research subjects were 140 high school

students (SMA Pangudi Luhur Vanlith). The results for r was 0.716 and P value was 0.00, these

results suggested that P < 0.05 = significant. This result means there is a positive correlation

between self-esteem and the tendency of doing social interaction with peers at adolescent who

study in the boarding school. The theoretical mean of self-esteem scale was 96 and the empirical

mean was 116.31. The theoretical mean of the tendency of doing social interaction with peers was

192.5 and the empirical mean was 257.2. These results indicated that the empirical mean on both

scale larger than the theoretical mean. This means that research subjects have high self-esteem

and tendency of doing social interaction with peers. Keywords: self-esteem, tendency of doing social interaction, peers, adolescent, boarding school

  

LEMBAR PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Hiasinta Primastuti NIM : 06 9114 045 adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, memberikan skripsi saya yang berjudul :

  

“Hubungan antara Harga Diri dan Kecenderungan Melakukan Interaksi

Sosial dengan Teman Sebaya pada Remaja yang Menjalani Pendidikan

di Asrama”

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma.

  Oleh karena itu Perpustakaan Universitas Sanata Dharma berhak menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mempublikasikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin saya atau memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

  Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan untuk digunakan dengan semestinya.

  Yogyakarta, 20 Mei 2010 Penulis, Hiasinta Primastuti

KATA PENGANTAR

  Segala puji, hormat, dan syukur penulis persembahkan kepada Allah Bapa di Surga atas segala berkat, kasih serta anugerahNya yang senantiasa penulis rasakan dari awal sampai akhir penulisan skripsi yang berjudul “Hubungan antara Harga Diri dan Kecenderungan Melakukan Interaksi Sosial dengan Teman Sebaya pada Remaja yang Menjalani Pendidikan di Asrama”. Skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi pada Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Penulis menyadari bahwa tanpa adanya motivasi, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak akan selesai tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini dengan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

  1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

  2. Ibu Sylvia Carolina., M.Si., selaku Ketua Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

  3. Bapak Heri Widodo., M.Psi selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, koreksi, pengetahuan, dan saran dalam penulisan skripsi ini.

  4. Bapak A. Supratiknya., Ph. D dan Bapak H. Wahyudi., M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan bimbingan selama penulis menyelesaikan kuliah di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

  5. Semua Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah membagikan pengetahuan dan ilmunya kepada penulis.

  6. Bapak Drs. H. Wahyudi., M.Si dan Ibu Tanti Arini, S.Psi., M. Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun bagi penulis.

  7. Mas Muji, Pak Gie, Mas Gandung, Bu Nanik, dan Mas Doni yang sudah membantu penulis selama berada di Fakultas Psikologi

  8. Bruder Albertus Suwarto selaku Kepala Sekolah SMA Pangudi Luhur Vanlith Muntilan yang dengan ramah menerima dan memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian di SMA Vanlith.

  9. Ibu Yani dan Bu Kis selaku pendamping BK di SMA Pangudi Luhur Vanlith yang telah membantu penulis dalam penelitian.

  10. Adik-adik angkatan Kelas X dan XI SMA Pangudi Luhur Vanlith Muntilan yang sudah membantu penulis untuk mengisi kuesioner penelitian.

  11. Bapak Ignatius Mulyadi dan Ibu Cecilia Kaswardrilah tercinta terimakasih atas cinta kasih yang telah kalian berikan kepada penulis selama ini.

  12. Mas Yusup Sigit (Gepenk) Martyastiadi dan Mas Yohanes Andi (LhaLaact) Kristianto atas kasih dan bantuannya selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

  13. Belarmino Cleondra Tantra Paselo, keponakan tercinta yang paling lucu dan bandel minta ampun.

  14. Mas Antonius Chandra Tri Cahyo yang aku sayangi, terima kasih atas motivasi dan kesabarannya untuk selalu mendampingi aku dalam suka maupun duka selama ini. Terima kasih juga sudah mau menemani ku mengurus ijin dan mengadakan try out untuk kepentingan penelitian ini.

  15. Anna Maria Lisa Angela yang sudah dengan setia menemani ku mengurus ijin dan mengadakan penelitian utama dari pagi sampai sore di SMA Pangudi Luhur Vanlith Muntilan.

  16. The Keong’ers (Lisol, Ance, dan Maria) semoga kita bisa berbagi cerita sampai waktu yang tak ditentukan.

  17. Teman-teman satu bimbingan (Novita, Ana, Made, Cicil, Winda, Rohna, Dian, Lingga, dan Sr Aryati) yang hobi berebut antri untuk bimbingan semoga kita dapat mengenang masa-masa itu.

  18. Andrian Liem, makasih ya sudah memberikan kesempatan pada ku untuk menjadi asisten penelitian. Banyak pengalaman yang aku dapat dari situ.

  19. Teman-teman Psikologi Angkatan 2006 (Liem, Windi, Wayan, Ninit, Nita Vio, Sekar, Novita, Berto, Coro, Komenk, Aji dan masih banyak lagi) makasih untuk kebersamaan selama ini.

  20. Mba Tia, Mba Alma, Mba Sismon, dan Mba Sanja makasih untuk bantuannya selama jadi asisten praktikum.

  21. Panitia INSADHA 2008 (khususnya Panitia Inti) terima atas pengalaman selama kepanitiaan, banyak pengalaman dan pengetahuan yang dapat aku peroleh.

22. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih untuk dukungan, doa, dan kerjasamanya selama ini.

  Penulis percaya bahwa kasih dan kemurahan Tuhan selalu menyertai dan memberkati semua pihak yang telah membantu serta memberikan dukungannya dalam skripsi ini. Penulis menyadari skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik yang sifatnya membangun akan penulis terima dengan senang hati. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi setiap orang yang membacanya.

  Yogyakarta, 20 Mei 2010 Penulis

  Hiasinta Primastuti

  DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iii

HALAMAN MOTTO................................................................................ iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................... v

ABSTRAK.................................................................................................. vi

ABSTRACT ............................................................................................... vii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .............. viii

KATA PENGANTAR ............................................................................... ix

DAFTAR ISI .............................................................................................. xiii

DAFTAR TABEL...................................................................................... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xvii

  BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1 A. Latar Belakang.......................................................................... 1 B. Rumusan Permasalahan........................................................... 7 C. Tujuan Penelitian...................................................................... 7 D. Manfaat Penelitian.................................................................... 7 BAB II LANDASAN TEORI.................................................................... 9 A. Interaksi Sosial dengan Teman Sebaya pada Remaja yang Menjalani Pendidikan di Asrama ........................................... 9

  1. Definisi Interaksi Sosial.......................................................... 9

  2. Definisi Interaksi Sosial dengan Teman Sebaya..................... 9

  3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial ............... 10

  4. Aspek-aspek Interaksi Sosial .................................................. 12

  5. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial ............................................... 13

  6. Interaksi Sosial pada Remaja yang menjalani Pendidikan di Asrama ................................................................................... 14

  

B. Harga Diri pada Remaja yang Menjalani Pendidikan di

Asrama ....................................................................................... 15

  1.Definisi Harga Diri .................................................................. 15

  2.Aspek-aspek Harga Diri........................................................... 16

  3. Pembentukan Harga Diri ........................................................ 17

  4. Perkembangan Harga Diri pada Remaja yang Menjalani Pendidikan di Asrama ............................................................ 19

  C. Hubungan antara Harga Diri dan Kecenderungan Melakukan Interaksi Sosial dengan Teman Sebaya pada Remaja yang Menjalani Pendidikan di Asrama ........................................... 20

  D. Hipotesis..................................................................................... 24

  

BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................ 25

A. Jenis Penelitian.......................................................................... 25 B. Identifikasi Variabel Penelitian ............................................... 25 C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ............................... 25 D. Subjek Penelitian ...................................................................... 26 E. Metode dan Alat Pengumpul Data .......................................... 27

  F. Pertanggungjawaban Mutu...................................................... 32

  1. Estimasi Validitas ................................................................... 32

  2. Uji Daya Beda Item ................................................................ 33

  3. Estimasi Reliabilitas ............................................................... 35

  G. Teknik Analisi Data.................................................................. 36

  1. Uji Asumsi .............................................................................. 36

  2. Uji Hipotesis ........................................................................... 37

  

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................... 38

A. Pelaksanaan Penelitian............................................................. 38

  1. Perijinan Penelitian ................................................................. 38

  2. Proses Penelitian ..................................................................... 38

  3. Data Demografi Subjek Penelitian.......................................... 39

  B. Hasil Penelitian.......................................................................... 39

  1. Uji Asumsi .............................................................................. 39

  a. Uji Normalitas .................................................................... 39

  b. Uji Linearitas...................................................................... 40

  2. Uji Hipotesis ........................................................................... 40

  3. Hasil Tambahan ...................................................................... 41

  C. Pembahasan............................................................................... 43

  

BAB V PENUTUP ..................................................................................... 47

A. Kesimpulan................................................................................ 47 B. Saran .......................................................................................... 47

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 50

  

DAFTAR TABEL

Halaman

  Tabel 1 Skor Butir-butir Favorable Skala Harga Diri ...........................29 Tabel 2 Skor Butir-butir Unfavorable Skala Harga Diri .......................29 Tabel 3 Tabel Spesifikasi Item-item Skala Kecenderungan

  Melakukan Interaksi Sosial dengan Teman Sebaya .................31 Tabel 4 Skor Butir-butir Favorable Skala Kecenderungan

  Melakukan Interaksi Sosial dengan Teman Sebaya .................31 Tabel 5 Skor Butir-butir Unfavorable Skala Kecenderungan

  Melakukan Interaksi Sosial dengan Teman Sebaya .................32 Tabel 6 Tabel Skala Kecenderungan Melakukan Interaksi Sosial dengan Teman Sebaya Sebelum dan Sesudah Uji Coba...........34 Tabel 7 Tabel Spesifikasi Skala Kecenderungan Melakukan

  Interaksi Sosial dengan Teman Sebaya Sesudah Uji Coba.......35 Tabel 8 Data Usia Subjek Penelitian .....................................................39 Tabel 9 Data Teoritis dan Empiris Skala Harga Diri dan Skala

  Kecenderungan Melakukan Interaksi Sosial dengan Teman Sebaya...........................................................................42

  

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman LAMPIRAN I Estimasi Reliabilitas dan Uji Daya Beda Item

  Skala Kecenderungan Melakukan Interaksi Sosial dengan Teman Sebaya ..................................................53

  LAMPIRAN II Uji Normalitas, Uji Linearitas, dan Uji Korelasi ..........61 LAMPIRAN III Skala Harga Diri dan Skala Kecenderungan

  Melakukan Interaksi Sosial dengan Teman Sebaya (Penelitian) .......................................................66

  

LAMPIRAN IV Surat Keterangan Penelitian..........................................79

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan dari orang

  lain, maka dari itu, manusia disebut makhluk sosial. Sebagai makhluk hidup, individu memiliki tugas untuk berinteraksi dengan orang lain agar kebutuhannya terpenuhi. Suatu interaksi akan tercipta apabila terdapat kontak sosial dan komunikasi antar individu (Soekanto, 2006). Hal ini disebut interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan suatu pertukaran antar pribadi. Di dalamnya, individu saling mempengaruhi satu sama lain (Shaw dalam Ali, 2004). Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial. Kehidupan bersama tak akan mungkin ada tanpa terjadinya interaksi sosial (Young dan Mack dalam Soekanto, 2006).

  Interaksi sosial memiliki peran penting dalam masa remaja. Pada masa remaja, individu mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya disertai perubahan emosi, fisik, minat, dan pola perilaku (Hurlock, 1998). Kecenderungan berinteraksi pada masa remaja menjadi lebih kuat karena remaja sedang mencari identitas diri (Santrock, 2002). Salah satu kebahagian masa remaja adalah apabila remaja dapat bergaul dengan anggota kelompok lain atau teman sebayanya (Soekanto, 1996). Teman sebaya adalah orang- orang yang tingkat usia dan kematangannya kurang lebih sama. Interaksi dengan teman sebaya mengisi suatu peran yang unik dalam dunia remaja (Hartup dalam Santrock, 2002).

  Pada umumnya, remaja akan memilih berinteraksi dengan teman- teman sebayanya berdasarkan kesamaan yang dimiliki (Santrock, 2002).

  Kesamaan tersebut dapat mencakup pola tingkah laku, minat, ciri-ciri fisik, kepribadian, atau nilai-nilai yang dianut. Kesamaan minat yang khas pada masa remaja adalah kecenderungan untuk menghabiskan waktu di luar rumah dengan teman sebaya. Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan bermain dengan teman (Feldman, Papalia, Olds, 2009).

  Santrock (2002) juga mengemukakan bahwa remaja cenderung menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berinteraksi dengan teman sebayanya di sekolah dan membentuk suatu kelompok. Sekolah merupakan tempat dimana remaja menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berinteraksi dengan teman sebayanya. Interaksi dengan teman sebaya akan lebih intensif apabila remaja berada dalam lingkup yang berdekatan dengan kegiatan keseharian yang memiliki kesamaan (Sears, 1994). Hal ini dapat ditemui dalam kehidupan sekolah berbasis asrama. Salah satu ciri khas kehidupan remaja di asrama adalah kemungkinan terjalinnya ikatan dan interaksi yang cenderung baik serta intensif dengan sesama penghuni asrama (“Asrama dan, “ 2008).

  Secara umum, interaksi dengan teman sebaya memiliki pengaruh yang positif bagi remaja. Akan tetapi, tidak semua remaja memiliki kecenderungan untuk berinteraksi dengan teman sebaya dan lebih memilih untuk menarik diri. Salah satu fenomena nyata akibat penarikan diri dari interaksi dengan teman sebaya adalah terjadinya frustrasi pada remaja. Frustrasi yang berkepanjangan dapat memperburuk kesehatan emosi serta sosial, dan akhirnya sangat berpengaruh terhadap capaian akademis remaja (“Pendidikan Dini,” 2009). Selain itu, remaja yang tertutup dan pemalu juga akan cenderung menarik diri dan kesulitan dalam berinteraksi dengan teman-teman sebayanya. Hal ini membuat remaja terlihat pasif diantara teman-temannya yang lebih banyak berbicara dan bersenda gurau (“Mengajarkan Ketrampilan,” 2010).

  Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada berbagai faktor, antara lain, faktor imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati (Soekanto, 2006). Selain itu, Sarwono dan Meinarno (2009) berpendapat bahwa harga diri juga memiliki peran yang penting untuk mendorong seseorang melakukan interaksi sosial.

  Harga diri merupakan kecenderungan evaluasi individu dan kebiasaan memandang dirinya, terutama sikap menerima dan menolak akan diri sendiri.

  Harga diri juga mencakup indikasi besarnya kepercayaan individu terhadap aspek kemampuan, keberartian, kekuasaan, dan kebajikan yang dimiliki (Coopersmith dalam Burn, 1993).

  Savary (1988) berpendapat bahwa harga diri dapat bersifat positif maupun negatif. Jika remaja memiliki harga diri positif, maka remaja mengenal dan menerima diri sendiri dengan segala keterbatasannya sebagai bagian dari realitas diri. Remaja akan menunjukkan kepercayaan dirinya dalam berinteraksi dengan orang lain, baik dengan orang yang sudah lama dikenal maupun yang baru dikenal. Baumeister (dalam Chen, Huang, dan Tjosvold, 2005) mengemukakan bahwa taraf harga diri mempengaruhi kesuksesan dalam berinteraksi ataupun dalam pergaulan dengan orang lain.

  Individu yang memiliki harga diri yang tinggi melihat dirinya mampu menghadapi lingkungan. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Baldwin dan Kellan (1999) juga mengindikasikan bahwa individu dengan harga diri yang tinggi akan lebih percaya diri untuk menunjukkan keramahan dalam berinteraksi dengan teman-temannya. Harga diri positif dapat dikembangkan melalui adanya kesempatan bagi remaja untuk dapat mengeksplorasi diri dan melatih kemampuan yang dimiliki (Savary dan Berne, 1988).

  Di sisi lain, harga diri negatif tercermin pada individu yang meremehkan diri sendiri dan tidak memiliki kepercayaan diri. Hal ini berdampak pada kesehatan psikologis individu. Remaja yang merasa dirinya tidak berharga akan kehilangan kepercayaan diri dan akhirnya menarik diri dari interaksi dengan teman-temannya. Hal tersebut menyebabkan remaja menjadi depresi dan memilih untuk bunuh diri. Dewasa ini, kasus bunuh diri yang dilakukan oleh remaja semakin marak terjadi (“Bunuh Diri,” 2007).

  Penelitian dari Leary, Tambor, Terdal, dan Downs (1995) menemukan bahwa individu dengan harga diri yang rendah memiliki kecenderungan akan kecemasan, depresi, dan gangguan emosional lainnya. Hal inilah yang membuat individu menarik diri dari pergaulan dan memiliki kecenderungan yang rendah untuk berinteraksi dengan orang lain. Di sisi lainnya, individu dengan harga diri yang tinggi akan lebih cakap, kompeten, dan menyadari akan kehadiran orang lain yang membuatnya lebih responsif pada orang lain.

  Berdasarkan pengalaman peneliti, peneliti menemukan fenomena remaja yang memiliki harga diri rendah. Remaja tersebut menjalani pendidikan di sebuah sekolah berasrama. Sebagian besar awam berpendapat bahwa setiap siswa-siswi yang menjalani pendidikan di asrama pasti memiliki harga diri yang positif dan kecenderungan untuk melakukan interaksi sosial yang baik. Akan tetapi, terdapat kenyataan yang bertolak belakang dengan anggapan tersebut. Di sekolah berasrama pun dapat dijumpai remaja yang memiliki harga diri negatif. Remaja tersebut cenderung meremehkan diri sendiri dan lebih memilih untuk menarik diri dari pergaulan, padahal lingkungan sekolah remaja tersebut mendorong siswa-siswinya untuk membangun harga diri yang positif dengan berbagai kegiatan yang dilaksanakan di sekolah yang bersangkutan.

  Terdapat penelitian sebelumnya dengan judul “Korelasi antara Harga Diri dengan Interaksi Sosial” oleh Theresia Herkusumaningtyasrini pada tahun 2000 yang dilakukan pada remaja pada umumnya. Penelitian tersebut menggunakan teori dari hierarki kebutuhan Maslow untuk mengukur harga diri dan interaksi sosial diukur menggunakan teori dari Soetarno (1989).

  Penelitian dilakukan di SMU Negeri 8 Yogyakarta dan menunjukkan adanya korelasi antara harga diri dan interaksi sosial pada remaja secara umum, meskipun sumbangan efektif harga diri hanya 11.4 % terhadap interaksi sosial. Terdapat beberapa hal mendasar yang membedakan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang disusun oleh peneliti, yaitu adanya perbedaan teori yang mendasari penyusunan penelitian ini, khusunya teori yang digunakan dalam mengukur harga diri maupun dalam mengukur interaksi sosial. Dalam penelitian ini, peneliti lebih terkonsentrasi pada kecenderungan melakukan interaksi sosial dengan teman sebaya sedangkan penelitian sebelumnya lebih mengarah pada interaksi sosial secara umum. Selain itu, peneliti mengambil subjek yaitu remaja dengan latar belakang pendidikan berbasis asrama yang memiliki ciri khas dalam interaksi sosial maupun dalam pengembangan harga dirinya sedangkan penelitian sebelumnya mengambil subjek pada remaja secara umum.

  Peneliti memiliki ketertatikan untuk meneliti hubungan antara harga diri dan kecenderungan melakukan interaksi sosial dengan teman sebaya pada remaja yang menjalani pendidikan di asrama. Hal tersebut dikarenakan kehidupan remaja di asrama memiliki ciri khas dalam interaksi sosialnya yang dapat membedakan dengan remaja pada umumnya yang menjalani pendidikan di sekolah reguler. Kenyataan tersebut ditemukan sendiri oleh peneliti dan diperkuat dengan adanya artikel yang memuat fenomena- fenomena yang terkait dengan harga diri dan kecenderungan melakukan interaksi sosial dengan teman sebaya. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti memiliki ketertarikan untuk meneliti “Hubungan antara Harga Diri dan Kecenderungan Melakukan Interaksi Sosial dengan Teman Sebaya pada Remaja yang Menjalani Pendidikan di Asrama”.

  B. Rumusan Permasalahan

  Apakah terdapat hubungan antara harga diri dan kecenderungan melakukan interaksi sosial dengan teman sebaya pada remaja yang menjalani pendidikan di asrama? C.

   Tujuan Penelitian

  Untuk mengetahui dan menguji secara empirik apakah terdapat hubungan antara harga diri dan kecenderungan melakukan interaksi sosial dengan teman sebaya pada remaja yang menjalani pendidikan di asrama.

  D. Manfaat Penelitian a.

  Teoritis Menambah wacana yang bermanfaat dalam bidang psikologi, khusunya mengenai hubungan antara harga diri dan kecenderungan melakukan interaksi sosial dengan teman sebaya pada remaja yang menjalani pendidikan di asrama.

  b.

  Praktis 1.

  Bagi remaja, dapat menambah informasi tentang pentingnya harga diri dalam kecenderungan melakukan interaksi sosial dengan teman sebaya dalam kehidupan berasrama.

  2. Pendamping sekolah, dapat menambah informasi mengenai pentingnya harga diri dalam kecenderungan melakukan interaksi sosial dengan teman sebaya pada remaja yang menjalankan pendidikan di asrama sehingga pendamping sekolah dapat membantu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan harga diri positif dan kecenderungan melakukan interaksi sosial dengan teman sebaya pada remaja yang menjalani pendidikan di asrama.

BAB II LANDASAN TEORI A. Interaksi Sosial dengan Teman Sebaya pada Remaja yang Menjalani Pendidikan di Asrama

  1. Definisi Interaksi Sosial Interaksi sosial merupakan suatu pertukaran antar pribadi. Di dalamnya, individu mempengaruhi satu sama lain (Shaw dalam Ali,

  2004). Soekanto (2006) mendefinisikan interaksi sosial sebagai hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara individu, antara kelompok maupun antara individu dengan kelompok. Selain itu, interaksi sosial juga didefinisikan sebagai suatu hubungan antara dua orang atau lebih individu, dimana kelakuan individu mempengaruhi atau mengubah individu lain (Bonner dalam Ali, 2004).

  Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik yang dilakukan dua orang atau lebih, dimana individu tersebut dapat saling mempengaruhi.

  2. Definisi Interaksi Sosial dengan Teman Sebaya Teman sebaya adalah orang-orang yang tingkat usia dan kematangannya kurang lebih sama (Santrock, 2002). Interaksi sosial dengan teman sebaya pada remaja merupakan hubungan timbal balik yang dilakukan oleh remaja dengan dua atau lebih teman sebayanya, dan individu-individu yang terlibat di dalamnya memainkan peran secara aktif bahkan dapat saling mempengaruhi.

  Interaksi dengan teman sebaya mengisi suatu peran yang unik dalam dunia remaja (Hartup dalam Santrock 2002). Pada umumnya, remaja akan memilih berinteraksi dengan teman-teman sebayanya berdasarkan kesamaan yang dimiliki (Santrock, 2002). Kesamaan tersebut dapat mencakup pola tingkah laku, minat, ciri-ciri fisik, kepribadian, atau nilai-nilai yang dianut. Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan bermain dengan teman (Feldman, Papalia, Olds, 2009). Santrock (2002) juga mengemukakan bahwa remaja cenderung menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berinteraksi dengan teman sebayanya di sekolah dan membentuk suatu kelompok.

  3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial Menurut Soekanto (2006), berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada berbagai faktor, antara lain : a.

  Faktor Imitasi, yaitu setiap individu memiliki kecenderungan untuk melakukan sesuatu seperti yang dilakukan oleh orang lain. Salah satu segi positif dari imitasi adalah bahwa imitasi dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Sisi negatif dari imitasi adalah adanya peniruan tindakan yang menyimpang dari norma masyarakat.

  b. Faktor Sugesti, yaitu suatu tindakan untuk mempengaruhi individu lain sehingga individu tersebut dapat menerima norma atau pedoman tingkah laku tertentu tanpa melalui pertimbangan terlebih dahulu.

  c. Faktor Identifikasi, yaitu kecenderungan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Proses identifikasi dapat terjadi secara tidak sadar maupun dengan disengaja karena seringkali seseorang memerlukan tipe-tipe ideal tertentu di dalam proses kehidupannya.

  d. Faktor Simpati, yaitu suatu proses dimana seseorang merasa tertarik pada pihak lain. Perasaan memegang peranan yang sangat penting dalam proses ini, walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama. Selain beberapa faktor di atas, Sarwono dan Meinarno (2009) mengemukakan bahwa interaksi sosial juga dipengaruhi oleh penilaian atau evaluasi terhadap diri sendiri, baik secara positif ataupun negatif.

  4. Aspek-aspek Interaksi Sosial Soekanto (2006) berpendapat bahwa suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu: a.

  Adanya kontak sosial, yaitu hubungan antara satu pihak dengan pihak lain yang merupakan awal terjadinya interaksi sosial.

  Masing-masing pihak saling bereaksi antara satu dengan yang lain meski tidak harus bersentuhan secara fisik. Kontak sosial dapat bersifat positif maupun negatif. Bersifat positif apabila terdapat respon dari pihak lain dan mengarah pada suatu kerja sama. Kontak sosial bersifat negatif apabila tidak menimbulkan respon atau bahkan tidak menghasilkan suatu interaksi sama sekali. Kontak sosial juga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kontak primer dan sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka. Sedangkan kontak sekunder memerlukan perantara, baik pihak lain maupun melalui alat-alat komunikasi.

  b.

  Adanya komunikasi, yaitu individu memberikan tafsiran pada perilaku orang lain dan perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh individu tersebut menggunakan simbol-simbol tertentu. Terdapat dua bentuk komunikasi, yaitu komunikasi verbal dan non verbal. Komunikasi verbal dilakukan dengan menggunakan bahasa. Komunikasi non verbal cenderung menggunakan anggota tubuh tanpa harus mengeluarkan kata- kata. Pada proses terjadinya interaksi sosial, kedua bentuk komunikasi tersebut sama-sama penting untuk dipahami maknanya.

  5. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial Gillin dan Gillin (dalam Soekanto, 2006) berpendapat bahwa terdapat dua macam proses sosial yang timbul akibat adanya interaksi sosial, yaitu: a.

  Proses-proses asosiatif, yaitu proses yang menuju pada arah persatuan. Kerjasama dan akomodasi merupakan proses asosiatif.

  b.

  Proses-proses disosiatif, yaitu proses yang menuju ke arah perpecahan. Persaingan dan konflik merupakan proses disosiatif. Menurut Soekanto (2006), terdapat empat bentuk interaksi sosial, yaitu : a.

  Kerjasama (Cooperation). Kerjasama merupakan bentuk interaksi sosial positif yang pokok. Bentuk kerjasama akan berkembang apabila individu dapat digerakkan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan adanya kesadaran bahwa tujuan tersebut memiliki manfaat bagi semua pihak. b.

  Akomodasi (Accomodation). Akomodasi merupakan suatu proses dalam interaksi sosial dimana terdapat penyesuaian diri dengan lingkungan sekitar.

  c.

  Persaingan (Competition). Persaingan merupakan suatu proses sosial dimana individu atau kelompok mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan.

  d.

  Konflik (Conflict). Konflik dapat terjadi apabila individu ataupun kelompok menyadari adanya perbedaan-perbedaan sehingga masing-masing pihak berusaha untuk saling menghancurkan. Konflik merupakan suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lain.

  6. Interaksi Sosial pada Remaja yang Menjalani Pendidikan di Asrama Pada umumnya, remaja akan memilih berinteraksi dengan teman-teman sebayanya berdasarkan kesamaan yang dimiliki

  (Santrock, 2002). Kesamaan tersebut dapat mencakup pola tingkah laku, minat, ciri-ciri fisik, kepribadian, atau nilai-nilai yang dianut.

  Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan bermain dengan teman (Feldman, Papalia, Olds, 2009). Santrock (2002) juga mengemukakan bahwa remaja cenderung menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berinteraksi dengan teman sebayanya di sekolah dan membentuk suatu kelompok.

  Dalam kehidupan berasrama, terdapat keseharian dengan jadwal masing-masing individu yang memiliki kesamaan. Hal ini menjadi salah satu pendorong terjadinya suatu interaksi sosial. Unit tempat tinggal yang kecil lebih memungkinkan terjadinya interaksi sosial dan pembentukan kelompok dibandingkan dengan unit tempat tinggal yang lebih besar. Bentuk interaksi sosial di dalam asrama dapat berupa kerjasama, akomodasi, persaingan, dan konflik (Sears, 1994).

B. Harga Diri pada Remaja yang Menjalani Pendidikan di Asrama

  1. Definisi Harga Diri Tingkah laku sosial seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan tentang siapa dirinya dan bagaimana seseorang memberikan penilaian atau evaluasi diri. Coopersmith (dalam Burn, 1993) mengemukakan bahwa harga diri merupakan kecenderungan penilaian individu dan kebiasaan memandang dirinya, terutama sikap menerima, menolak, dan indikasi besarnya kepercayaan individu terhadap kemampuan, keberartian, kekuasaan, dan kebajikan. Selain itu, harga diri merupakan aspek evaluatif dari konsep diri yang berhubungan dengan pandangan keseluruhan tentang diri sebagai hal yang berharga atau yang tidak berharga (Baumister dalam Lopes dan Snyder, 2003).

  Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri, baik secara positif maupun negatif.

  2. Aspek-aspek Harga Diri Coopersmith (dalam Burn, 1993) membagi harga diri kedalam empat aspek, yaitu: a.

  Kekuasaan (Power) Kekuasaan dikaitkan dengan kemampuan individu dalam mempengaruhi ataupun mengendalikan individu lainnya.

  Kemampuan ini ditandai dengan adanya pengakuan dan rasa hormat dari orang lain. Apabila individu dapat mengendalikan dirinya sendiri maupun orang lain, maka akan terbentuk harga diri yang positif, begitu pula sebaliknya.

  b.

  Keberartian (significance) Keberartian berkaitan dengan adanya kepedulian, penilaian, dan afeksi yang diterima individu dari orang lain. Dalam aspek ini, penerimaan lingkungan memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan harga diri positif karena individu akan merasa berarti dan dihargai oleh orang lain. c.

  Kebajikan (Virtue) Individu dapat diterima di dalam lingkungannya, bahkan dapat menjadi panutan apabila dapat mengikuti standar moral dan etika yang berlaku. Hal ini ditandai oleh ketaatan untuk menjauhi tingkah laku yang tidak diperbolehkan. Semakin individu berperilaku sesuai norma yang sudah ditentukan, maka individu tersebut dapat dijadikan panutan sehingga mendorong terbentuknya harga diri yang positif.

  d.

  Kemampuan (Competence) Aspek kompetensi berkaitan dengan kesuksesan dalam memenuhi tuntutan prestasi. Individu akan berusaha mewujudkan harapan-harapan yang dimilikinya dan menghindari hal-hal yang dapat menghambat pencapaian prestasinya. Apabila individu mengalami kegagalan, maka hal tersebut dapat menimbulkan harga diri negatif. Sebaliknya, individu yang mampu mewujudkan prestasinya akan mendorong pembentukan harga diri positif.

  3. Pembentukan Harga Diri Harga diri terbentuk sejak seorang anak lahir, kemudian berkenalan dengan dunia luar dan berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya. Penerimaan dan pengakuan dari orang lain akan membentuk penilaian individu terhadap dirinya sebagai orang yang berarti, berharga, dan menerima keadaan diri apa adanya sehingga individu memiliki harga diri positif (Burn, 1993). Menurut Coopersmith (dalam Burn, 1993) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan harga diri individu, yaitu : a.

  Pengalaman. Pengalaman merupakan suatu bentuk emosi, perasaan, tindakan, dan kejadian yang pernah dialami individu yang dianggap memiliki makna dan meninggalkan kesan dalam hidup individu.

  b.

  Pola asuh. Pola asuh merupakan sikap orangtua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya yang meliputi cara orang tua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritasnya, dan cara orang tua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya.

  c.

  Lingkungan. Lingkungan memberikan dampak besar kepada remaja melalui hubungan yang baik antara remaja dengan orangtua, teman sebaya, dan lingkungan sekitar sehingga menumbuhkan rasa aman dan nyaman dalam penerimaan sosial.

  d.

  Sosial ekonomi. Sosial ekonomi merupakan sesuatu yang mendasari perbuatan seseorang untuk memenuhi dorongan sosial yang memerlukan dukungan finansial yang berpengaruh pada kebutuhan hidup seharihari (Ali dan Asrori, 2004).

  4. Perkembangan Harga Diri pada Remaja yang Menjalani Pendidikan di Asrama Membangun rasa harga diri harus dilakukan pada saat individu masih kanak-kanak, karena apa yang sudah tertanam akan dibawa sampai individu tersebut beranjak dewasa (Hurlock, 1998). James (dalam Lopes dan Snyder, 2003) berpendapat bahwa harga diri berkembang dari akumulasi pengalaman-pengalaman di mana individu dapat meraih tujuan-tujuan dalam aspek yang penting. Individu yang pada masa kanak-kanak harga dirinya tidak terbentuk dengan baik, maka pada saat menginjak masa remaja akan terbawa sehingga mereka akan mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan teman sebaya ataupun dengan orang lain di sekitarnya. Hal ini disebabkan karena kurangnya kepercayaan diri individu dan adanya perasaan bahwa teman-teman akan melakukan penolakan terhadap dirinya.

  Remaja menginginkan teman yang memiliki kesamaan, yang dapat mengerti dan membuatnya merasa aman serta dapat dipercaya (Hurlock, 1998). Oleh karena itu, remaja melakukan penyesuaian diri agar dapat diterima oleh teman-teman sebayanya dan mengarah pada persahabatan. Persahabatan merupakan ciri khas dari interaksi remaja dalam suatu kelompok sebaya, terutama dalam kehidupan di asrama. Remaja yang diterima dalam kelompok sosialnya, dapat lebih mengembangkan rasa percaya diri dan pandai membawa diri

  (Hurlock, 1998). Teman sebaya memberikan dukungan lebih kuat akan harga diri individu yang menginjak masa remaja daripada individu tersebut masih kanak-kanak (Santrock, 2002). Sebaliknya, remaja yang tidak percaya diri dan merasa tidak berharga akan berusaha menarik diri dan enggan berinteraksi dengan teman-teman sebayanya.

  

C. Hubungan antara Harga Diri dan Kecenderungan Melakukan

Interaksi Sosial dengan Teman Sebaya pada Remaja yang Menjalani Pendidikan di Asrama