129 PERTIMBANGAN AUDITOR DALAM MEMBERIKAN OPINI AUDIT GOING CONCERN Badingatus Solikhah
Badingatus Solikhah
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang 50229
ABSTRACT
Going concern audit opinion will cause a decline in public trust and may even accelerate the company went bankrupt, as in the hypothesis of a self-fulfilling prophecy. This study examines the financial and non-financial faktors that can be obtained comprehensive model that can be considered by the auditor in assessing business continuity auditee. The purpose of this study was to test the effect of financial distress, debt default, prior audit opinion, auditor’s reputation and auditor client tenure to the possibility of receiving going concern audit opinion. The population of this study is a manufacturing company listed in the Indonesia Stock Exchange in the year 2008-2010. The samples of 28 companies were selected based on criteria that the companies are scored negative net profit after tax. Secondary data obtained is processed by using Logistic Regression analysis. The results revealed that the debt default and prior audit opinion affect on going concern audit opinion. As stated in the PSA 30, that debt default be an important indicator before the auditor issued a going concern opinion. The financial distress, auditor reputation and auditor client tenure had no effect on the possibility of receiving going concern audit opinion.
Key words: going concern, financial distress, debt default, auditor reputation, auditor client tenure
ABSTRAK
Opini audit going concern akan menyebabkan menurunnya kepercayaan publik dan bahkan mungkin akan mempercepat perusahaan mengalami kebangkrutan sebagaimana dalam hipotesis self-fulfilling prophecy . Penelitian ini menguji faktor keuangan dan non keuangan dengan harapan dapat diperoleh model yang komprehensif yang dapat dipertimbangkan auditor dalam menilai kelangsungan usaha auditee. Tujuan penelitian ini untuk menguji pengaruh kondisi keuangan perusahaan, kegagalan membayar hutang, opini audit tahun sebelumnya, reputasi auditor, dan lama perikatan audit terhadap kecenderungan penerimaan opini going concern. Populasi penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010. Sampel sebanyak 28 perusahaan dipilih berdasarkan criteria yaitu perusahaan yang mengalami laba negatif. Selanjutnya data sekunder yang telah terkumpul dianalisis dengan regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegagalan membayar hutang dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern. Sebagaimana tercantum dalam PSA 30 bahwa debt default menjadi indikator penting sebelum auditor mengeluarkan opini going concern. Sementara kesulitan keuangan perusahaan, reputasi auditor dan lama perikatan audit tidak terbukti mempengaruhi kecenderungan penerimaan opini audit going concern.
Kata kunci: opini going concern, kesulitan keuangan, gagal bayar, reputasi auditor, lama perikatan audit.
PENDAHULUAN
apa yang dilakukan auditor dan kesimpulan Menurut Arens dan Loebbecke (1996),
yang diperolehnya. Lebih jauh lagi, mereka laporan audit penting sekali dalam suatu
mengungkapkan bahwa hasil akhir dari kegiatan audit atau proses atestasi. Hal
proses pemeriksaan oleh auditor adalah tersebut dikarenakan laporan audit meng-
laporan audit yang merupakan alat komuni- informasikan kepada pemakainya mengenai
kasi antara auditor dengan pihak pemakai
130 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 20, Nomor 2, Juni 2016 : 129 – 150 yang sekaligus merupakan pertanggung-
auditee tidak dapat bertahan dalam bisnis. jawaban auditor atas penugasan yang
Kegagalan auditor dalam memodifikasi diterimanya.
opini terhadap perusahaan yang mengalami Standar Profesional Akuntan Publik
kebangkrutan adalah suatu kasus dimana (SPAP) menyebutkan bahwa dalam pe-
suatu perusahaan yang mengalami ke- nugasan umum, auditor ditugasi untuk
bangkrutan tidak menerima opini dengan memberi opini atas laporan keuangan suatu
pengecualian.
satuan usaha. Auditor dituntut untuk mem- Apabila dalam pelaksanaan prosedur berikan keyakinan memadai atas suatu
standar audit yang lainnya auditor me- laporan keuangan perusahaan, bahwa
nyimpulkan terdapat keraguan terhadap laporan tersebut tidak mengandung salah
kemampuan perusahaan untuk melanjutkan saji material yang nantinya akan menyesat-
usaha sebagai GC, laporan audit harus kan pengguna laporan keuangan. Opini
dimodifikasi untuk merefleksikan simpul- yang diberikan merupakan pernyataan ke-
an tersebut. PSA 29 paragraf 11 huruf d wajaran, dalam semua hal yang material,
menyatakan bahwa keragu-raguan yang posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas
besar tentang kemampuan satuan usaha un- sesuai prinsip akuntansi yang berlaku
tuk mempertahankan keberlanjutan usaha- umum (IAI: SPAP, 2001). Selanjutnya, da-
nya merupakan keadaan yang mengharus- lam Pernyataan Standar Auditing No. 30
kan auditor menambahkan paragraf pen- disebutkan bahwa auditor bertanggung
jelasan dalam laporan audit, meskipun jawab untuk mengevaluasi apakah terdapat
tidak mempengaruhi pendapat Wajar Tan- kesangsian besar terhadap kemampuan
pa Pengecualian yang dinyatakan oleh entitas dalam mempertahankan kelangsu-
auditor.
ngan hidupnya dalam periode waktu pan- Auditor sering kali mengalami dilema tas, tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal
dalam memberikan opini going concern laporan keuangan yang sedang diaudit (IAI,
karena sulitnya menilai kelangsungan usa- 2001:SA Seksi 341), oleh karena itu, meski-
ha sebuah perusahaan. Pemberian opini pun auditor tidak bertanggung jawab ter-
audit going concern bukanlah suatu pe- hadap kelangsungan hidup perusahaan
kerjaan yang mudah (Koh dan Tan, 1999). auditee , tetapi dalam melaksanakan pekerja-
Svanberg dan Ohman (2014) menyampai- an audit, kelangsungan hidup (going con-
kan bahwa auditor dimungkinkan membuat cern) perusahaan perlu menjadi pertimbang-
dua tipe kesalahan dalam menerbitkan an auditor dalam pemberian opini.
opini GC. Tipe kesalahan pertama adalah Faktor yang mendorong auditor me-
ketika auditor memberikan opini GC bagi ngeluarkan opini going concern penting
perusahaan yang dapat mempertahankan untuk diketahui karena opini ini dapat
kelangsungan hidupnya. Tipe kesalahan ke- dijadikan referensi investor berkaitan inves-
dua adalah ketika auditor gagal menerbit- tasinya. Auditor dipandang sebagai pihak
kan opini GC bagi perusahaan yang meng- independen yang mampu memberikan per-
alami kebangkrutan dalam jangka satu nyataan yang bermanfaat mengenai kondisi
tahun. Tipe kesalahan pertama disebut error keuangan klien. Going concern (GC) adalah
I dan tipe kesalahan kedua disebut error II kemampuan satuan usaha dalam mem-
(Hopwood et al., 1989; McKeown et al., pertahankan kelangsungan hidupnya se-
lama periode waktu pantas, yaitu tidak Beberapa penelitian sebelumnya, me- lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan
nemukan bahwa opini audit GC akan ber- keuangan auditan (SPAP, 2001). Laporan
dampak signifikan terhadap konsekuensi audit dengan modifikasi mengenai going
ekonomi sebuah perusahaan seperti return concern merupakan suatu indikasi bahwa
saham yang negatif serta akan meningkat- dalam penilaian auditor terdapat risiko
kan kemungkinan kebangkrutan perusaha-
Pertimbangan Auditor Dalam Memberikan Opini Audit Going Concern... – Solikhah
an (Geiger et al., 1998; Kausar et al., 2009). Bahkan penelitian O’Reilly dan Dennis (2010) berhasil membuktikan bahwa inves- tor menggunakan opini GC sebagai infor- masi yang relevan dalam menilai harga saham perusahaan. Opini audit GC merupa- kan bad news bagi pemakai laporan keuang- an (Januarti, 2007). Beberapa penyebabnya antara lain, self-fullfing propechy yang di- khawatirkan apabila auditor memberikan opini going concern akan mempercepat kebangkrutan perusahaan karena banyak nya investor yang membatalkan investasi- nya atau kreditor yang menarik dananya (Venuti, 2007), namun demikian, opini going concern harus diungkapkan dengan harapan dapat segera mempercepat usaha pe- nyelamatan perusahaan yang bermasalah. Penyebab lain adalah tidak terdapatnya prosedur penetapan status going concern yang terstuktur (Joanna, 1994).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Menon dan Schwartz tahun 1986 menunjuk- kan bahwa hanya 50% perusahaan yang mengalami kebangkrutan menerima opini GC dari auditor untuk laporan keuangan terakhir sebelum perusahaan tersebut benar-benar mengalami kebangkrutan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian dari perusahaan yang berpotensi bangkrut, ternyata menerima opini non going concern dari auditor. Hasil tersebut juga didukung oleh temuan penelitian yang dilakukan oleh peneliti berikutnya yaitu Chen dan Church (1992) serta Johnson dan Khurana (2003). Meskipun penilaian auditor mengenai ke- langsungan usaha kliennya tersebut tidak dimaksudkan untuk memprediksi ke- bangkrutan, namun pengguna laporan ke- uangan menggunakan opini GC sebagai peringatan awal atas kegagalan perusahaan dimasa yang akan datang (Cybinski dan Winsor, 2005).
Pada tahun 1998-an disaat Indonesia mengalami krisis moneter, Basri (1998) da- lam Fanny dan Saputra (2005) memberikan bukti bahwa sekitar 80% dari 280 per- usahaan go public sebenarnya dapat di- kategorikan sudah bangkrut. Hal tersebut
didasarkan kepada nilai aset perusahaan- perusahaan tersebut yang jauh di bawah angka nominal utang atau pinjaman luar negerinya. Sementara itu, beberapa diantara perusahaan tersebut justru mendapatkan opini clean atau auditor tidak meragukan kelangsungan perusahaan dimasa men- datang.
Berdasarkan uraian temuan penelitian di atas menunjukkan bahwa opini audit GC penting untuk diperhatikan baik oleh mana- jemen perusahaan, auditor maupun oleh investor. Kesalahan dalam memberikan opini audit akan berakibat fatal bagi para pemakai laporan keuangan tersebut. Pihak yang berkepentingan terhadap Laporan Keuangan tersebut sudah barang tentu akan mengambil tindakan/kebijakan yang salah pula. Hal ini berarti menuntut auditor untuk lebih mewaspadai hal–hal potensial yang dapat mengganggu kelangsungan hidup suatu satuan usaha.
Penelitian terdahulu yang telah meng- analisis faktor-faktor tersebut diantaranya adalah Feldmann dan Read (2013); Foster dan Zurada (2013); Habib (2013); Young dan Wang (2010); Agarwal dan Taffler (2008); dan Kurupu et al. (2003). Feldmann dan Read (2013) meneliti perusahaan bangkrut di USA dari tahun 2000–2009 dengan menggunakan data yang tersedia di www. BankruptcyData.com. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kemungkinan pe- nerbitan opini audit GC dipengaruhi oleh rating kredit yang diterbitkan oleh Standard and Poor’s (S&P). Sementara Habib (2013) meneliti 73 paper penelitian terkait opini GC dari tahun 1982–2011 dengan pendekat- an meta analisis. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa Kantor Akuntan Pu- blik (KAP) yang berafiliasi dengan Big N dan Audit Report Lag berhubungan positif terhadap kecenderungan penerimaan opini GC. Sementara variabel yang berhubungan dengan perusahaan seperti size, leverage, dan profitabilitas sebagian besar konsisten dengan hipotesis yang dirumuskan dalam studi yang dipublikasikan.
132 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 20, Nomor 2, Juni 2016 : 129 – 150
Sementara itu penelitian mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap opini audit GC juga sudah banyak dilaku- kan dalam konteks Indonesia. Diantaranya Setyarno (2006) yang menguji bagaimana pengaruh rasio-rasio keuangan auditee (rasio likuiditas, rasio profitabilitas, rasio aktifitas, rasio leverage dan rasio pertumbuhan pen- jualan), ukuran auditee, skala auditor dan opini audit tahun sebelumnya terhadap opini audit going concern. Hasil penelitian- nya menyimpulkan bahwa rasio likuiditas dan opini audit tahun sebelumnya secara signifikan berpengaruh terhadap opini going concern . Sementara penelitian Rahayu (2007) menggunakan variabel rasio keuangan dan variabel non keuangan. Variabel non ke- uangan yang digunakan adalah afiliasi komisaris independen dengan komite audit, opini audit tahun sebelumnya dan reputasi auditor. Hasil penelitian menunjukkan bah- wa rasio keuangan dan afiliasi tidak ber- pengaruh terhadap CG, sedangkan opini sebelumnya dan reputasi audit berpe- ngaruh terhadap GC. Sementara itu pe- nelitian Junaidi dan Hartono (2010) khusus meneliti faktor non keuangan yang mem- pengaruhi penerimaan opini going concern. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tenur, reputasi auditor dan pengungkapan ber- pengaruh terhadap GC, sedangkan ukuran perusahaan tidak berpengaruh.
Berdasarkan hasil penelitian sebelum- nya, maka penelitian ini dimaksudkan untuk menguji faktor keuangan dan non keuangan yang diprediksi mempengaruhi auditor dalam pengambilan keputusan atas kelangsungan usaha auditee. Sebagaimana yang telah dilakukan banyak peneliti se- belumnya, faktor keuangan yang digunakan adalah model Z-Score Altman. Peneliti juga menambahkan variabel debt default sebagai- mana Foster dan Zurada (2013) menyaran- kan kepada auditor untuk memperhatikan secara serius atas kegagalan membayar hutang dalam mempertimbangkan modifi- kasi GC atas opini auditnya. Dalam pe- nelitian ini digunakan tiga variabel non keuangan yaitu opini audit tahun sebelum-
nya, reputasi auditor dan auditor client tenure dengan harapan dapat diperoleh mo- del yang komprehensif yang dapat diper- timbangkan auditor dalam menilai ke- langsungan usaha auditee.
Beberapa penelitian sebelumnya yang menggunakan model prediksi kebangkrut- an Altman (Z-Score) yang dihubungkan dengan kemungkinan penerimaan opini audit GC misalnya adalah Young dan Wang (2010); Agarwal dan Taffler (2008); Rahayu (2007); Setyarno (2006); Fanny dan Saputra (2005) dan Kurupu et al. (2003). Agarwal dan Taffler (2008) menemukan sedikit per- bedaan dalam hal akurasi prediksi, antara model berbasis pasar dan berbasis akun- tansi yaitu Z-Score, namun mengingat bia- ya kesalahan klasifikasi dan lingkungan yang kompetitif, mereka merekomendasi- kan Model Z-Score. Begitu juga dalam penelitian ini, model Z-Score Altman di- gunakan untuk mengukur kondisi keuang- an perusahaan secara komprehensif.
Tujuan penelitian ini untuk memberi- kan bukti empiris mengenai pengaruh kondisi keuangan perusahaan, kegagalan membayar hutang, opini audit tahun se- belumnya, reputasi auditor, dan lama per- ikatan audit terhadap kecenderungan pe- nerimaan opini going concern.
TINJAUAN TEORETIS Agency Theory
Jansen dan Meckling (1976) meng- gambarkan adanya hubungan kontrak anta- ra agent (manajemen) dan principial (pe- milik). Manajemen diberi wewenang oleh pemilik untuk melakukan operasional per- usahaan, sehingga manajemen lebih banyak memiliki informasi mengenai perusahaan dibandingkan pemilik. Ketimpangan infor- masi yang terjadi antara pihak manajemen dan pemilik biasa disebut dengan asymetri information . Baik agen maupun pemilik diasumsikan sebagai orang ekonomi rasio- nal dan semata-mata termotivasi untuk kepentingan pribadi. Hal tersebut dapat memicu terjadinya konflik keagenan. Untuk itu dibutuhkan pihak ketiga yang inde-
Pertimbangan Auditor Dalam Memberikan Opini Audit Going Concern... – Solikhah
pendean sebagai mediator dalam penilaian laporan yang dibuat agen. Tugas auditor adalah memberikan jasa untuk menilai laporan keuangan yang dibuat oleh pihak pemimpin perusahaan dengan hasil akhir mengeluarkan opini audit.
Kaitan teori agensi dengan penerimaan opini audit going concern adalah ketika agen bertugas dalam menjalankan perusahaan dan menghasilkan laporan keuangan se- bagai bentuk dari pertanggungjawaban manajemen. Laporan keuangan ini yang nantinya akan menunjukkan kinerja per- usahaan dan digunakan oleh prinsipal se- bagai dasar dalam pengambilan keputusan. Dari laporan keuangan ini dapat dilihat seberapa besar tingkat profitabilitas, tingkat likuiditas, tingkat aktivitas dan ukuran- ukuran kinerja lainnya yang telah dihasil- kan perusahaan. Agen sebagai pihak yang menghasilkan laporan keuangan memiliki keinginan untuk mengoptimalisasi ke- pentingannya, sehingga dimungkinkan agen melakukan manipulasi data atas kondisi perusahaan.
Auditor dianggap sebagai pihak yang mampu menjembatani kepentingan prinsi- pal dan agen dalam melakukan monitoring terhadap kinerja manajemen (Rahman dan Siregar, 2012). Auditor akan menilai apakah manajemen sebagai agen telah bertindak sesuai dengan kepentingan principal/pe- milik melalui sebuah sarana yaitu laporan keuangan. Tugas dari auditor adalah mem- berikan jasa untuk menilai atas kewajaran laporan keuangan perusahaan yang dibuat oleh agen, dengan hasil akhir adalah opini audit. Selain itu, auditor juga harus meng- ungkapkan permasalahan going concern yang dihadapi perusahaan, apabila auditor meragukan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Teori Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan terjadi sebagai suatu reaksi terhadap suatu masalah yang dihadapi (Robbins, 2003). Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuang- an telah disusun sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (Ikatan Akuntan Indonesia, 2001: SA Seksi 410). Laporan audit merupakan laporan yang dikeluarkan oleh auditor yang berisi opini audit. Dalam Standar Profesional Akuntan Publik juga disebutkan bahwa auditor bertanggung jawab untuk meng- evaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas dalam mem- pertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode waktu pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit (IAI 2001: SA Seksi 341). Ketika audiee mengalami masalah going concern , auditor harus dapat mengambil keputusan yang tepat mengenai opini ter- hadap laporan keuangan yang seharusnya diterima auditee.
Opini Audit Going Concern (GC)
Going Concern (GC) menurut Belkaoui (2000) adalah suatu dalil yang menyatakan bahwa kesatuan usaha akan menjalankan terus operasinya dalam jangka waktu yang cukup lama untuk mewujudkan proyeknya, tanggung jawab serta aktivitas-aktivitasnya yang tidak berhenti. Opini audit modifikasi mengenai going concern merupakan opini audit yang dalam pertimbangan auditor terdapat ketidakmampuan atau ketidak pastian signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan dalam menjalankan operasinya pada kurun waktu yang pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan ke- uangan yang sedang diaudit (SPAP, 2001). Going concern adalah salah satu konsep penting yang mendasari pelaporan keuang- an (Gray et al., 2010). Going concern sendiri dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal yang berlawanan. Biasanya informasi yang secara signifikan dianggap berlawanan dengan asumsi going concern adalah berhubungan dengan ketidakmampuan entitas bisnis me- menuhi kewajiban pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak luar bisnis biasa, restrukturisasi utang, perbaikan operasi
134 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 20, Nomor 2, Juni 2016 : 129 – 150 yang dipaksakan dari luar dan kegiatan
serupa yang lain (PSA No. 30). Kajian atas going concern dapat di- lakukan dengan melihat kondisi internal perusahaan dan prospek perusahaan di- masa mendatang. Prediksi tentang ke- mungkinan bangkrut atau tidaknya suatu perusahaan termasuk salah satu komponen keputusan tentang going concern (Rama- dhani dan Niki, 2009). Mengacu kepada Statement On Auditing Standard (SAS 1988) Nomor 59, auditor harus memutuskan apakah mereka yakin bahwa perusahaan klien akan bisa bertahan di masa yang akan datang. Laporan audit dengan modifikasi mengenai going concern merupakan suatu indikasi bahwa dalam penilaian auditor terdapat risiko auditee tidak dapat bertahan dalam bisnis. Dari sudut pandang auditor, keputusan tersebut melibatkan beberapa tahap analisis. Auditor harus memper- timbangkan hasil dari operasi, kondisi eko- nomi yang mempengaruhi perusahaan, kemampuan membayar hutang, dan ke- butuhan likuiditas di masa yang akan datang.
Pernyataan Standar Auditing (PSA) No.30
PSA No.30 Seksi 341 tentang “Per- timbangan Auditor atas Kemampuan Entitas dalam Mempertahankan Kelangsungan Hidup- nya” , berlaku efektif sejak tahun 1998. Pada paragraph 2 Standar Auditing seksi me- wajibkan auditor bertanggung jawab untuk mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode pantas tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan diaudit. Oleh karenanya, auditor harus melakukan evaluasi apakah terdapat “ke- sangsian” bukan “kepastian”.
PSA 30 paragraf 6 menyebutkan bahwa auditor dapat mengidentifikasi informasi mengenai kondisi atau peristiwa tertentu yang jika dipertimbangkan secara ke- seluruhan, menunjukkan adanya kesangsi- an besar tentang kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya
dalam jangka waktu yang pantas. Contoh kondisi dan peristiwa tersebut antara lain (1) Tren negatif, sebagai contoh kerugian operasi yang berulangkali terjadi, kekurang- an modal kerja, arus kas negatif dari kegiat- an usaha, rasio keuangan penting yang jelek; (2) Petunjuk lain tentang kemungki- nan kesulitan keuangan, sebagai contoh ke- gagalan dalam memenuhi kewajiban utang- nya atau perjanjian serupa, penunggakan pembayaran deviden, penolakan oleh pe- masok terhadap pengajuan permintaan kre- dit biasa, restrukturisasi utang, kebutuhan untuk mencari sumber atau metoda pen- danaan baru atau penjualan sebagian besar aktiva; (3) Masalah intern, sebagai contoh, pe- mogokan kerja atau kesulitan hubungan perburuhan yang lain, ketergantungan be- sar atas sukses proyek tertentu, komitmen jangka panjang yang tidak bersifat eko- nomis, kebutuhan untuk secara signifikan memperbaiki operasi; (4) Masalah luar yang terjadi, sebagai contoh, pengaduan gugatan pengadilan, keluarnya undang-undang atau masalah-masalah lain yang kemungkinan membahayakan kemampuan entitas untuk beroperasi; kehilangan franchise, lisensi atau paten penting, kehilangan pelanggan atau pemasok utama; kerugian akibat ben- cana besar seperti gempa bumi, banjir, kekeringan, yang tidak diasuransikan atau diasuransikan namun dengan pertanggung- an yang tidak memadai.
Selanjutnya dalam PSA No. 30 tersebut juga memberikan pedoman kepada auditor tentang dampak kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya terhadap opini auditor yang dapat dijabarkan sebagai berikut: (1) Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian mengenai kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, ia harus mem- peroleh informasi mengenai rencana mana- jemen yang ditujukan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut dan menetapkan kemungkinan bahwa rencana tersebut secara efektif dilaksanakan; (2) Jika manajemen tidak memiliki rencana yang
Pertimbangan Auditor Dalam Memberikan Opini Audit Going Concern... – Solikhah
mengurangi dampak kondisi dan peristiwa terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, auditor mempertimbangkan untuk mem- berikan pernyataan tidak memberikan pen- dapat; (3) Jika manajemen memiliki rencana tersebut, langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh auditor adalah menyimpul- kan efektivitas rencana tersebut dengan opsi (a) jika auditor berkesimpulan rencana ter- sebut tidak efektif, auditor menyatakan tidak memberikan pendapat, (b) jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif dan klien mengungkapkan dalam catatan lapor- an keuangan, auditor menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian, (c) jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif akan tetapi klien tidak mengungkapkan dalam catatan laporan keuangan, auditor mem- berikan pendapat tidak wajar.
Rerangka Teoritis dan Pengembangan Hipotesis Kondisi Keuangan Perusahaan (Financial Distress)
Kondisi keuangan perusahaan adalah suatu tampilan atau keadaan secara utuh atas keuangan perusahaan selama periode/ kurun waktu tertentu (Sawir, 2005). Media yang dapat dipakai untuk meneliti kondisi kesehatan perusahaan antara lain laporan keuangan. Kondisi keuangan perusahaan menggambarkan tingkat kesehatan per- usahaan sesungguhnya (Ramadhani dan Niki, 2009). Ross et al. (2015) mengungkap- kan bahwa indikasi kebangkrutan dapat dilihat dari apakah perusahaan mengalami kesulitan keuangan (financial distress), yaitu suatu kondisi dimana arus kas operasi perusahaan tidak mencukupi untuk me- menuhi kewajiban lancarnya. Pada akhir- nya, kesulitan keuangan ini akan mengarah kepada kebangkrutan sehingga going con- cern perusahaan diragukan. Carcello dan Neal (2003) dalam penelitiannya menge- mukakan bahwa semakin kondisi keuangan perusahaan terganggu atau memburuk maka akan semakin besar perusahaan me- nerima opini audit going concern dari
auditor. Sebaliknya bagi perusahaan yang tidak pernah mengalami kesulitan keuang- an, maka auditor tidak akan memodifikasi opini audit going concern.
Penelitian mengenai kebangkrutan per- usahaan diawali dari analisis rasio keuang- an, karena laporan keuangan lazimnya me- miliki informasi-informasi penting menge- nai kondisi dan prospek perusahaan dimasa yang akan datang (Gray et al., 2010). Pe- nelitian Altman dan McGough (1974) me- nemukan bahwa ramalan kebangkrutan suatu perusahaan dengan menggunakan suatu model prediksi mencapai tingkat keakuratan 82% dan menyarankan peng- gunaan model prediksi kebangkrutan untuk kelangsungan usaha perusahaan. Mc Keown et al. (1991) menemukan bahwa auditor hampir tidak pernah memberikan opini audit going concern pada perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan. Penelitian-penelitian sebelumnya menyata- kan bahwa prediksi kebangkrutan memiliki pengaruh signifikan terhadap kegagalan perusahaan (Altman, 1968; Urgurlu dan Aksoy, 2006). Perusahaan dengan Z Score yang rendah berpotensi besar menerima opini going concen dari auditor, sedangkan perusahaan dengan Z Score yang tinggi tidak berpotensi menerima opini going con- cen dari auditor. Hasil penelitian terdahulu dalam konteks Indonesia (Ramadhany, 2004; Fanny dan Saputra, 2005; Santosa dan Wedari, 2007) juga memberikan bukti empi- ris bahwa kondisi keuangan perusahaan berpengaruh negatif terhadap opini going concern, sehingga dapat dirumuskan hipo- tesis sebagai berikut:
H a1 : Kondisi keuangan perusahaan ber- pengaruh negatif terhadap kemungki- nan penerimaan opini audit going concern .
Debt Default
Kegagalan dalam memenuhi kewajiban hutang dan atau bunga merupakan indi- kator going concern yang banyak digunakan oleh auditor dalam menilai kelangsungan hidup suatu perusahaan (PSA 30; Januarti,
136 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 20, Nomor 2, Juni 2016 : 129 – 150 2007). Dapat diakatakan bahwa status hu-
tang perusahaan merupakan faktor pertama yang akan diperiksa oleh auditor untuk mengukur kesehatan keuangan perusahaan. Chen dan Church (1992) telah melakukan penelitian tentang pengaruh pemeringkat obligasi yang gagal bayar (default) dengan penerimaan opini audit GC. Hasil penelitian Chen dan Church (1992) memberikan bukti yang empiris bahwa adanya suatu asosiasi yang kuat antara pemeringkat obligasi yang gagal bayar dengan penerimaan opini audit GC oleh perusahaan penerbit obligasi ter- sebut. Penelitian Chen dan Church (1992) ini didukung oleh hasil penelitian Januarti (2007) dan Praptitorini dan Januarti (2011) yang menyatakan bahwa perusahaan yang mengalami default akan menerima opini audit GC. Demikian juga Foster dan Zurada (2013) menyarankan kepada auditor untuk memperhatikan secara serius atas kegagalan membayar hutang dalam mempertimbang- kan modifikasi GC atas opini auditnya.
Hasil penelitian Feldmann dan William (2013) menemukan bahwa perusahaan yang memiliki peringkat kredit mendekati gagal bayar pada bulan sebelum tanggal penerbit- an opini audit secara signifikan lebih mung- kin untuk menerima opini GC. Studi lain oleh Gaganis et al. (2007) dengan sampel perusahaan di UK menunjukkan hubungan antara peringkat kredit yang buruk dan penerbitan opini GC.
Ketika jumlah hutang perusahaan su- dah sangat besar, maka aliran kas perusaha- an tentunya banyak dialokasikan untuk menutupi hutangnya, sehingga akan meng- ganggu kelangsungan operasi perusahaan. Apabila hutang ini tidak mampu dilunasi, maka kreditor akan memberikan status default. Perusahaan yang gagal membayar hutangnya (debt default) memiliki potensi yang lebih besar untuk menerima opini GC dari auditor, sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H a2 : Debt default berpengaruh positif ter- hadap kemungkinan penerimaan opi- ni audit going concern.
Opini Audit Tahun Sebelumnya
Muchtler (1984) telah melakukan wawancara dengan praktisi auditor yang menyatakan bahwa perusahaan yang me- nerima opini audit GC pada tahun sebelum- nya lebih cenderung untuk menerima opini yang sama pada tahun berjalan. Dalam pe- nelitiannya tersebut, Mutchler (1985) meng- uji pengaruh ketersediaan informasi publik terhadap prediksi opini audit going concern, yaitu tipe opini audit yang telah diterima oleh perusahaan. Hasil penelitiannya ter- sebut menunjukkan bukti empiris bahwa model analisis diskriminan yang memasuk- kan tipe opini audit tahun sebelumnya memiliki akurasi prediksi keseluruhan yang paling tinggi yaitu 89,9 persen dibanding- kan model yang lain. Santosa dan Wedari (2007) membuktikan berdasarkan data pe- nelitian yang telah dilakukan, dari 310 jumlah observasi, 237 perusahaan menerima opini audit yang sama pada tahun berikut- nya dan sisanya menerima opini audit yang berbeda dengan tahun sebelumnya. Nogler (1995) menemukan bukti bahwa setelah auditor menerbitkan opini audit going con- cern, perusahaan harus menunjukkan pe- ningkatan keuangan yang signifikan untuk memperoleh opini bersih pada tahun berikutnya, jika tidak ada peningkatan ke- uangan maka opini audit going concern akan diberikan kembali.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Lennox (2000), Ramadhany (2004), Setyarno et al. (2006), Januarti (2007), Rahayu (2007), Januarti dan Fitrianasari (2008), Praptitorini dan Januarti (2011), memperkuat bukti bahwa opini audit GC yang diterima tahun sebelumnya akan mempengaruhi penerima- an opini audit GC tahun berjalan. Apabila pada tahun sebelumnya auditor telah me- nerbitkan opini going concern, maka akan semakin besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan kembali opini yang sama pada tahun berjalan. Dari uraian tersebut dapat ditarik hipotesis sebagai berikut:
H a3 : Opini audit tahun sebelumnya ber- pengaruh positif terhadap ke-
Pertimbangan Auditor Dalam Memberikan Opini Audit Going Concern... – Solikhah
mungkinan penerimaan opini audit Sementara penelitian meta-analysis Habib going concern .
tahun 2013 menemukan bahwa auditor yang berafiliasi dengan Big N berhubungan
Reputasi Auditor
positif terhadap kecenderungan modifikasi Seperti yang dikutip dalam Setyarno et
opini audit. Auditor skala besar dapat al. (2006) dari DeAngelo (1981) menyata-
menyediakan kualitas audit yang lebih baik kan bahwa auditor skala besar memiliki
dibanding auditor skala kecil, termasuk insentif yang lebih untuk menghindari
dalam mengungkapkan masalah GC per- kritikan kerusakan reputasi dibandingkan
usahaan, maka dapat diambil hipotesis pada auditor skala kecil. Auditor skala
berikut:
besar juga lebih cenderung untuk meng-
H a4 : Reputasi auditor berpengaruh positif ungkapkan masalah-masalah yang ada ka-
terhadap kemungkinan penerimaan rena mereka lebih kuat menghadapi risiko
opini audit going concern. proses pengadilan. Argumen tersebut ber- arti bahwa auditor skala besar memiliki
Auditor Client Tenure
insentif lebih untuk mendeteksi dan me- Auditor client tenure (lama perikatan laporkan masalah GC kliennya. Auditor
audit) merupakan jumlah tahun dimana pada KAP besar berskala internasional
KAP melakukan perikatan audit dengan memiliki karakteristik yang dapat dikaitkan
auditee yang sama. Semakin lama auditor dengan kualitas seperti pelatihan, pengaku-
mengaudit perusahaan yang sama, maka an internasional, serta adanya peer review
pemahaman auditor akan perusahaan ter- (Craswell et al., 1995). Dalam artikelnya,
sebut akan terus bertambah menjadi lebih DeAngelo (1981) berpendapat bahwa KAP
baik. Disisi lain, perikatan auditor dengan yang lebih besar dapat dikatakan mampu
perusahaan yang semakin lama memung- menghasilkan kualitas audit yang lebih baik
kinkan hubungan erat diatara keduanya dibandingkan kantor akuntan kecil. Lebih
yang akan berdampak pada independensi lanjut lagi, KAP skala besar memiliki insen-
auditor. Hal tersebut diperkuat pendapat tif yang lebih besar untuk menghindari
Junaidi dan Hartono (2010) yang menyebut- kritikan kerusakan reputasi dibandingkan
kan semakin lama hubungan penugasan KAP skala kecil. Auditor yang memiliki
KAP oleh perusahaan, dikhawatirkan dapat reputasi baik akan cenderung untuk mem-
berpengaruh terhadap tingkat independensi pertahankan kualitas auditnya agar reputasi-
dari KAP tersebut. Pendapat tersebut di- nya terjaga dan tidak kehilangan klien
perkuat penelitian Yuvisa et al. (2008), (Januarti, 2007), serta lebih cenderung akan
ketika hubungan antara klien dengan KAP mengeluarkan opini audit going concern
telah berlangsung bertahun-tahun, klien apabila klien terdapat masalah mengenai
dapat dipandang sebagai sumber peng- going concern (Santosa dan Wedari, 2007).
hasilan bagi KAP yang secara potensial Mutchler et al. (1997) menemukan bukti
dapat mengurangi independensi KAP ter- univariat bahwa auditor big 6 lebih cende-
sebut. Geiger dan Raghunandan (2002) rung menerbitkan opini audit GC pada
meneliti mengenai auditor tenure dan ke- perusahaan yang mengalami financial dis-
gagalan pelaporan audit. Penelitiannya tress dibandingkan auditor non big 6. Audi-
memperlihatkan bukti bahwa secara signi- tor skala besar dapat menyediakan kualitas
fikan kegagalan pelaporan audit terjadi audit yang lebih baik dibanding auditor
pada tahun-tahun awal auditor berhubu- skala kecil, termasuk dalam mengungkap-
ngan dengan klien dibandingkan ketika kan masalah GC perusahaan. Hasil peneliti-
auditor telah memberikan jasanya untuk an tersebut didukung oleh Fanny dan
masa jabatan yang lama. Konsisten dengan Saputra (2005), Setyarno et al. (2006), Junaidi
penelitian yang dilakukan Geiger dan dan Hartono (2006) serta Rahayu (2007).
Raghunandan (2002), Carcello dan Nagy
138 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 20, Nomor 2, Juni 2016 : 129 – 150 (2004) menemukan bukti empiris bahwa
lama auditor melakukan perikatan dengan kegagalan pelaporan audit terjadi antara
klien, akan semakin sulit untuk memberi- tahun pertama sampai tahun ketiga sejak
kan opini audit GC. Dari uraian diatas, auditor berhubungan dengan klien.
hipotesis yang diajukan adalah: Penelitian tentang auditor client tenure
H a5 : Auditor client tenure berpengaruh ne- (lama perikatan audit), telah dilakukan oleh
gatif terhadap kemungkinan pe- Junaidi dan Hartono (2010). Dalam pe-
nerimaan opini audit going concern. nelitian tersebut dikatakan bahwa semakin lama hubungan auditor dengan klien, maka
Berdasarkan uraian yang telah di- semakin kecil kemungkinan perusahaan
kemukakan dan telaah pustaka yang di- untuk mendapatkan opini audit GC. Se-
kembangkan, maka variabel yang terkait belumnya, Januarti (2007) juga telah melaku
dalam penelitian ini dapat dirumuskan kan penelitian untuk melihat pengaruh
melalui suatu kerangka pemikiran teoritis antara auditor client tenure. Dari hasil pe-
sebagaimana tertuang dalam Gambar 1. nelitiannya disimpulkan bahwa semakin
Kondisi Keuangan
Faktor Keuangan
Debt Default
Opini Audit Going Concern
H 2 (1=opini going concern )
Opini Audit
H 3 (0=opini non going
Faktor Non
Reputasi
Keuangan
H Auditor 5
Auditor Client Tenure
Gambar 1 Rerangka Pemikiran Teoritis
METODE PENELITIAN
untuk perusahaan yang bergerak dalam
Populasi dan Sampel
bidang manufaktur. Sektor manufaktur di- Populasi penelitian ini adalah seluruh
pilih untuk menghindari adanya industrial perusahaan yang go public di Bursa Efek
effect yaitu resiko industri yang berbeda Indonesia (BEI) selama tahun 2008, 2009,
antara suatu sektor industri yang satu 2010. Tahun 2008–2010 diteliti dengan
dengan yang lain mengingat dalam peneliti- pemikiran banyak perusahaan yang terkena
an ini juga menggunakan rasio keuangan. dampak krisis keuangan global tahun 2008.
Secara terperinci, kriteria sampel yang Selanjutnya dari jumlah populasi tersebut,
dipilih nampak dalam Tabel 1. sampel penelitian dipilih secara purposive
Pertimbangan Auditor Dalam Memberikan Opini Audit Going Concern... – Solikhah
Tabel 1 Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Metode Purposive Sampling
Pelanggaran No
1. Total perusahaan manufaktur yang listing di BEI pada tahun 2007-2010
2. Listing di BEI sebelum 1 Januari 2007
3. Tidak delisting selama periode penelitian
4. Menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit selama periode penelitian dalam mata
111 uang rupiah
5. Mengalami laba bersih setelah pajak yang
28 negatif sekurang-kurangnya satu tahun
Tahun pengamatan (tahun) x3
84 Definisi Operasional dan Pengukuran
Jumlah sampel total
lah dengan melihat zone of ignorance yaitu
Variabel
daerah nilai Z, dimana klasifikasi per-
Variabel Dependen
usahaan bangkrut tersebut dijelaskan dalam Opini audit going concern adalah opini
Tabel 2.
audit modifikasi yang dalam pertimbangan auditor terdapat ketidakmampuan atau ke-
Tabel 2
tidakpastian signifikan atas kelangsungan
Kriteria titik cut off Model Z Score
hidup perusahaan dalam menjalankan operasinya (IAI, 2001). Termasuk dalam
Kriteria
Nilai Z
opini audit GC ini adalah opini going Tidak bangkrut jika Z > 2,99 concern unqualified/qualified dan going concern
1,81 disclaimer opinion . Variabel terikat dalam
Bangkrut jika Z <
Daerah rawan bangkrut (grey 1,81
penelitian ini adalah variabel dummy, di
area)
mana kategori 1 untuk auditee yang me-
Sumber: Sawir 2005
nerima opini audit going concern dan kate- gori 0 untuk auditee yang menerima opini
Rumus prediksi kebangkrutan Altman audit non going concern.
Z Score yang digunakan adalah: Z = 0,012Z 1 + 0,014Z 2 + 0,033Z 3 + 0,006Z 4 +
Variabel Independen
0,999Z 5
Kondisi Keuangan Perusahaan (Financial Distress)
Dimana :
Kondisi keuangan perusahaan adalah Z 1 = working capital/total asset suatu tampilan atau keadaan secara utuh
Z 2 = retained earnings/total asset atas keuangan perusahaan selama periode/
Z 3 = earnings before interest and taxes/total kurun waktu tertentu (Sawir, 2005). Seperti
asset
pada penelitian yang dilakukan Fanny dan Z 4 = market capitalization/book value of debt Saputra (2005), dalam penelitian ini diguna-
Z 5 = sales/total asset
kan model prediksi kebangkrutan untuk mengukur kesulitan keuangan perusahaan Debt Default
yaitu The Altman Model. Kriteria yang di- Debt default telah didefinisikan sebagai
kegagalan debitor (perusahaan) untuk mem- gunakan untuk memprediksi kebangkrutan
bayar hutang pokok dan/atau bunganya perusahaan dengan model diskriminan ada-
140 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 20, Nomor 2, Juni 2016 : 129 – 150 pada waktu jatuh tempo (Chen dan Church,
Deloitte Touche Tohmatsu , (3) KAP Sidharta, 1992). Dalam penelitian ini kriteria untuk
Sidharta, Widjaja berafiliasi dengan KPMG, menentukan auditee terkena status default
(4) KAP Tanudireja Wibisana & Rekan atau tidak mengacu pada kriteria yang
berafiliasi dengan Pricewaterhouse Coo- pers. dikemukakan oleh Chen dan Church (1992). Variabel ini diukur dengan menggunakan
Auditor Client Tenure
variabel dummy, yaitu memberikan skor 1 Dalam penelitian ini, pengukuran me- untuk status debt default dan memberikan
ngenai auditor client tenure mengacu pada skor 0 untuk status tidak debt default.
penelitian yang dilakukan Rahayu (2007). Auditor client tenure diukur dengan variabel
Opini Audit tahun sebelumnya
dummy, yaitu memberikan skor 1 untuk Opini Audit tahun sebelumnya di-
auditee yang diaudit oleh KAP yang sama definisikan sebagai opini audit yang di-
dengan KAP yang mengauditnya tahun terima oleh auditee pada tahun sebelumnya
lalu, dan memberikan skor 0 untuk auditee (t-1). Variabel opini audit tahun sebelumnya
yang tidak diaudit oleh KAP yang sama. diukur secara dummy. Jika pada tahun se- belumnya (t-1) perusahaan menerima opini
Prosedur Pengumpulan Data
audit GC, maka diberi kode 1, sedangkan Data yang digunakan dalam penelitian jika menerima opini audit non GC diberi
ini merupakan data sekunder. Data keuang- kode 0.
an dan rasio-rasio keuangan diperoleh dari laporan keuangan tahunan masing-masing
Reputasi Auditor
perusahaan dengan mengakses website Pengukuran reputasi auditor diukur
www.idx.co.id serta Indonesian Capital Mar- dengan variabel dummy, yaitu memberikan
ket Directory (ICMD) baik yang disampaikan skor 1 untuk auditee yang diaudit oleh KAP
kepada BEI maupun yang ditampilkan di besar (big four), dan 0 untuk auditee yang
Website masing–masing perusahaan. Data tidak diaudit oleh KAP besar (non big four).
terkait opini audit tahun berjalan, opini Adapun KAP big four yang digunakan da-
audit tahun sebelumnya, nama kantor lam penelitian ini mengacu pada penelitian
akuntan publik serta lama perikatan audit Rahayu (2007) serta Junaidi dan Hartono
diperoleh dari laporan auditor independen, (2010) yang terdiri dari: Price Water House
sedangkan data debt default diperoleh dari Coopers (PWC); Deloitte Touche Tohmatsu
laporan kinerja, laporan tahunan serta (DTT); Klynveld Peat Marwick Goerdeler
catatan atas laporan keuangan. (KPMG) dan Ernst and Young (E & Y). Pada tahun 2008, empat KAP lokal yang ber-
Analisis Data dan Pengujian
afiliasi dengan The Big four KAP adalah se- Metode analisis data yang digunakan bagai berikut: (1) KAP Purwantono, Sarwo-
dalam penelitian ini adalah: (1) Analisis ko, Sandjaja berafiliasi dengan Ernst &
deskriptif digunakan untuk mengetahui Young , (2) KAP Osman Bing Satrio dan
demografi sampel serta gambaran kondisi Rekan berafiliasi dengan Deloitte Touche Toh-
masing-masing variable; (2) Analisis Statis- matsu , (3) KAP Siddharta, Siddharta, dan
tik Inferensial untuk pengujian hipotesis Widjaja berafiliasi dengan KPMG, (4) KAP
yang diajukan. Pengujian hipotesis dalam Haryanto Sahari berafiliasi dengan Price-
penelitian ini dengan menggunakan model waterhouse Coopers .
regresi logistik sebagai berikut: Pada tahun 2009-2010, empat KAP lokal
GC
1 GC α β 1 ZSCORE β 2 DEBT β 3 OPINI yang berafiliasi dengan The Big Four KAP yaitu: (1) KAP Purwantono, Sarwoko, San-
Ln
β 4 REP β 5 ACT
djaja berafiliasi dengan Ernst & Young, (2) KAP Osman Bing Satrio berafiliasi dengan
Keterangan Notasi:
Pertimbangan Auditor Dalam Memberikan Opini Audit Going Concern... – Solikhah
GC = Kesalahan Residual Ln
= opini audit going cocern
1 GC α
= Konstanta
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
ZSCORE = Kondisi keuangan perusaha-
Deskripsi Objek Penelitian
an yang diproksikan Altman Hasil analisis statistik deskriptif untuk Z Score
keseluruhan sampel ditampilkan dalam DEBT
= Debt default (kegagalan mem- Tabel 3. Hasil analisis statistik deskriptif bayar hutang)
menunjukkan jumlah sampel (N) sebanyak OPINI
= Opini audit tahun sebelum-
84 yang merupakan jumlah sampel total nya
selama periode penelitian tahun 2008-2010 REP
= Reputasi auditor (28 perusahaan x 3 tahun pengamatan). ACT
= Auditor client tenure
Tabel 3 Analisis Statistik Deskriptif
Minimum Maximum Mean Std. Deviation
.45873 Variabel kondisi keuangan perusahaan
yang diproksikan dengan model prediksi
Perbandingan Nilai -2LL Awal dengan -
kebangkrutan Z-Score Altman menunjukkan
2LL Akhir
bahwa Z-Score minimum yang dihasilkan awal (Block Number = 0) 115.255 adalah sebesar 0,06 yang dimiliki oleh PT
-2LL
Panasia Filament Inti Tbk tahun 2010, -2LL akhir (Block Number = 1) 20.920 sedangkan Z-Score maksimum adalah 2,22
yang dimiliki oleh PT Inter Delta Tbk tahun Dari tabel 4 dapat dilihat terdapat pe-
2009. Rata-rata Z-Score adalah sebesar nurunan nilai -2LL yang pada awal sebesar 0,9070 yang menunjukkan bahwa perusaha-
115,255 menjadi 20,920 pada nilai -2LL an diprediksi bangkrut. Variabel lainnya
akhir. Penurunan likelihood (-2LL) ini me- yang terdiri dari debt default, reputasi
nunjukkan model regresi yang lebih baik auditor, opini audit tahun sebelumnya dan
atau dengan kata lain model yang dihipo- auditor client tenure tidak diikutsertakan
tesiskan fit dengan data. dalam perhitungan statistik deskriptif ka-
rena variabel-variabel tersebut diukur de-
Menilai Kelayakan Model Regresi
ngan variabel dummy yang mempunyai Kelayakan model regresi dinilai dengan skala nominal.
menggunakan Hosmer and Lemeshow’s Good- ness-of-fit Test . Pengujian kelayakan model
Menilai Model Fit
regresi dinilai dengan menggunakan Hos- Pengujian dilakukan dengan mem-
mer and Lemeshow’s Goodness-of-fit Test di- bandingkan nilai antara -2LL awal dengan
tampilkan dalam Tabel 5. nilai -2LL pada langkah berikutnya. Adanya
Hipotesis untuk menilai kelayakan pengurangan nilai antara -2LL awal dengan
model regresi adalah:
nilai -2LL pada langkah berikutnya me-
H 0 : Tidak ada perbedaan antara model nunjukkan bahwa model yang dihipotesis-
dengan data
kan fit dengan data. Penurunan Log Like-
H a : Ada perbedaan antara model dengan lihood menunjukkan model regresi semakin
data
baik (Ghozali, 2006).
142 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 20, Nomor 2, Juni 2016 : 129 – 150
Tabel 5
sampel yang menerima opini audit GC
Hosmer and Lemeshow’s
dinyatakan layak untuk menerima opini
Goodness-of-fit Test
tersebut.
Kekuatan model prediksi untuk ke-
Step Chi-square
Df Sig.
mungkinan penerimaan opini audit non-GC
adalah sebesar 95,7% yang berarti dengan model regresi yang diajukan ada 45 sampel
Tabel 5 menunjukkan nilai signifikansi yang layak menerima opini audit non-GC yang diperoleh adalah 0,981. Nilai signi-
dari total 47 perusahaan yang menerima fikansi tersebut lebih besar dari 0,05, maka
opini audit non-GC. Secara keseluruhan
H 0 diterima yang berarti tidak ada per- kekuatan prediksi dari model regresi dalam bedaan antara model dengan data. Hal ini
penelitian ini adalah sebesar 95,2%. berarti model regresi layak untuk diguna- kan dalam analisis selanjutnya karena
Pengaruh Kondisi Keuangan Perusahaan
model cocok dengan data.
terhadap Penerimaan Opini Audit GC
Hasil pengujian atas variabel kondisi
Koefisien Determinasi
keuangan perusahaan yang diproksikan de-
ngan analisis kebangkrutan Z-Score Altman ngolahan data dengan SPSS versi 16.0
Nilai Nagelkerke’s R 2 dari hasil pe-
diperoleh bukti bahwa H a 1 tidak berhasil menunjukkan hasil sebesar 0,904 yang ber-
didukung (ditolak). Dengan kata lain dapat arti bahwa variabilitas variabel dependen
dikatakan bahwa kondisi keuangan per- yang dapat dijelaskan oleh variabel inde-
usahaan tidak berpengaruh terhadap pe- penden adalah sebesar 90,4%, sedangkan
nerimaan opini audit GC. sisanya sebesar 9,6% dijelaskan oleh varia-
Hasil penelitian ini bertentangan de- bel lain di luar model penelitian ini.