Tesis Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh

Tesis

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Dalam Bidang Pengkajian Islam

Konsentrasi Tafsir Hadis

Oleh:

FAHIMA ABD. GANI

NIM. 99.2.00.1.05.01.0125

Oleh:

Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah JAKARTA 2007

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama

: Fahima Abd. Gani

NIM

Tempat/Tgl Lahir

: Ternate, 24 Oktober 1964

Alamat : Jln. Pemuda, Kel. Toboleu, Ternate menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tesis berjudul: “KONSEP AL-SU’AL

DALAM AL-QUR’AN” adalah benar karya asli saya, kecuali kutipan-kutipan yang disebutkan sumbernya. Apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya yang dapat berakibat gelar kesarjanaan saya dibatalkan.

Demikian Surat Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Jakarta, 2 Maret 2007

Fahima Abd. Gani

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis dengan judul: “KONSEP AL-SU’AL DALAM AL-QUR’AN” yang ditulis oleh: Fahima Abd. Gani, Nomor Pokok: 99.2.00.1.05.01.0125 Konsentrasi Tafsir-Hadis, Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, telah diperbaiki sesuai dengan saran-saran Tim Penguji dalam sidang ujian Tesis pada hari Jum’at, 19 Januari 2007.

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, M.A. Prof. Dr. H. Suwito, MA.

Tanggal: . . . . . . . . . . . . . . . Tanggal: . . . . . . . . . . . . . . .

PENGESAHAN TIM PENGUJI

Tesis dengan judul: “KONSEP AL-SU’AL DALAM AL-QUR’AN” yang ditulis oleh: Fahima Abd. Gani, Nomor Pokok: 99.2.00.1.05.01.0125 Konsentrasi Tafsir-Hadis, Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, telah diujikan dalam sidang Munaqasyah pada hari Jum’at, 19 Januari 2007 dan telah diperbaiki sesuai dengan saran dan masukan Tim Penguji.

TIM PENGUJI

Pimpinan Sidang/Penguji, Pembimbing/Penguji,

Prof. Dr. H. Suwito, MA. Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, MA.

Prof. Dr. Azis Fachrurrozi, MA. Prof. Dr. Rif’at Syauqi Nawawi, MA.

Tanggal:

Tanggal:

PEDOMAN TRANSLITERASI

I. KONSONAN

ﺀ = ‘ ﺽ = DH ﺏ = B ﻁ = TH

ﺕ = T ﻅ = ZH ﺙ = TS

ﻍ = GH ﺡ = H ﻑ = F ﺥ = KH ﻕ = Q

ﺩ = D ﻙ = K ﺫ = DZ ﻝ = L ﺭ = R ﻡ = M ﺯ = Z ﻥ = N ﺱ = S ﻭ = W

ﺵ = SY ﻩ = H ﺹ = SH ﻱ = Y ﺓ = AH/AT

II. VOKAL PENDEK

III. VOKAL PANJANG

IV. DIFTONG

V. PEMBAURAN

ﻭ __ = au ﻝﺍ = al ﻯ = _ ai

ﺶﻟﺍ = al-Sy ﻝﺍﻭ = wa al-

VI. SINGKATAN-SINGKATAN

Cet.

: Cetakan

ed. : Edisi

HR : Hadits Riwayat

h : halaman

Q.S. : al-Qur’ân Surat ra.

: Radhiya Allah ’anhu saw.

: Shalla Allah ‘alaihi wa Sallam SWT.

: Subhanahu wa Ta’âla Tp.

: Tanpa Penerbit Tth.

: Tanpa Tahun

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa dipanjatkan ke hadirat Allah SWT. yang telah menurunkan al-Qur’ân sebagai pedoman dan pelajaran

kepada manusia dalam menjalani kehidupannya di dunia. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad saw. yang telah berhasil mengimplementasikan seruan-seruan Ilahiyah ke dalam kehidupan realitas sehari-hari baik yang bersifat legislasi hukum maupun tatanan sosial, norma-

norma kehidupan yang bersifat individu, kemasyarakatan dan bahkan negara.

Selanjutnya, dalam penyelesaian tesis yang berjudul “Konsep al-Su’al dalam Al-Qur’an” tentunya tidak terlepas dari dukungan dan bantuan moril maupun materiil dari berbagai pihak baik secara perorangan maupun lembaga,

langsung atau tidak, mulai dari perencanaan, penelitian, penyusunan sampai pada tahap perampungan. Oleh karena itu, penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu

terselesaikannya tesis ini, khususnya kepada:

1. Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan Direktur Program Pascasarjana yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam melanjutkan pendidikan jenjang strata dua, program magister pada lembaga yang Bapak pimpin.

2. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya MA. selaku pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. Suwito MA. selaku pembimbing II yang telah banyak

memberikan kesempatan dan peluang waktu dalam memberikan pengarahan, bimbingan dan masukan, sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

3. Penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setinggi- tingginya kepada suami tercinta, Drs. Syahril H. Rauf, atas dukungan penuh baik moril maupun materiil, serta nasihat-nasihatnya yang tak

terhingga dan tanpa pamrih sedikitpun sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

4. Untuk Ayah dan Ibu tercinta yang telah mengarahkan dan memberikan wejangan-wejangan serta dukungan penuh yang dapat memberikan

dorongan kuat kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

5. Untuk putra-putraku tercinta, Muhammad Fadli, Faris, Zulkarnain, Muhammad Shabri, dan Ahmad Khaidar yang telah banyak memberikan

inspirasi dan dorongan kuat sehingga memberikan motivasi kepada penulis dalam penyusunan tesis ini menjadi kenyataan.

6. Kepada rekan-rekan yang telah banyak membantu terselesaikannya tesis ini, penulis menyampaikan banyak terima kasih atas segala kontribusi dan bantuannya.

Akhirnya, penulis mengharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi umat Islam dalam menambah wawasan ilmu pengetahuan. Demikian,

Wabillah al-Taufiq wa al-Hidâyah, wa al-Salâmu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, Maret 2007

Penulis

ABSTRAK

Makna Penggunaan Sa’ala dalam al-Qur’ân ditinjau dari aspek pendidikan merupakan salah satu tema yang menarik yang belum mendapatkan perhatian serius di kalangan para pakar pendidikan dalam melakukan penelitian dan kajian konsep metode pendidikan dalam al-Qur’ân. Ia terkait dengan kegiatan aktifitas pendidikan baik secara individual maupun berkelompok yang tercermin dalam kegiatan tanya jawab antar ummat Islam atau non-muslim dengan nabi Muhammad saw.

Sebagai konsep metode pendidikan, al-Qur’ân telah meletakkan dasar- dasar tatanan bertanya dan menjawab terhadap materi yang ditanyakan serta aturan main etika bertanya dan menjawab sebagaimana dicontohkan nabi Muhammad saw. Saat memberikan jawaban-jawaban yang diperlukan.

Penulis melakukan penelitian dan kajian terhadap ayat-ayat al-Qur’ân yang memiliki kaitan erat dengan metode pendidikan melalui berbagai bahan

pustaka dan karya ilmiah yang membahas tentang ayat-ayat tersebut. Sebelum melakukan analisa terhadap konsep metode pendidikan yang tersirat dalam

ayat-ayat al-Qur’ân yang memiliki relevansi dengan tesis, penulis lebih dulu memaparkan latar belakang turunnya ayat-ayat tersebut dan menggali kandungan arti yang terdapat di dalam ayat-ayat itu.

Menarik bagi penulis bahwa al-Qur’ân mempunyai konsep metode pendidikan dalam banyak ayat al-Qur’ân yang secara redaksional mengguanakan kata al-Suâl. Al-Qur’ân bahkan menempatkan nilai-nilai moral dan etika dalam melontarkan sebuah pertanyaan dan dalam memberikan jawaban, bahkan al-Qur’ân memandang perlu memberikan suatu jawaban dengan cara menggunakan dalil perbuatan bukan ucapan yang diberikan. Aspek-aspek pendidikan dalam al-Qur’ân dapat penulis kemukakan seperti ditemukannya bentuk-bentuk pertanyaan yang diajukan kepada Rasul dan sekaligus jawaban-jawabannya yang terkait dengan pokok permasalahannya, walaupun pertanyaan dan bentuk jawaban masih bersifat global akan tetapi arahan tersebut amat berharga kehidupan ummat Islam dalam bidang pendidikan.

Al-Qur’ân sebagai kitab suci Islam yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw. melalui perantaraan malaikat Jibril as. merupakan buku pedoman bagi ummat Islam di dalam menjalani berbagai aktifitas hidupnya dalam berbagai aspek kehidupan baiuk secara individu maupun kelompok termsuk aspek pendidikan. perhatian al-Qur’ân di bidang ilmu pendidikan dapat dibuktikan pada wahyu pertama yang diturunkan di mana seruan mencari ilmu pengetahuan lewat membaca menjadi perhatian al-Qur’ân. Realisasi pencarian ilmu pengetahuan tersebut dapat dilakukan dengan cara melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang mengindikasikan di dalamnya berlangsungnya sebuah kegiatan tanya jawab antara penimba ilmu pengetahuan dengan para nara sumber atau pendidik.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’ân adalah kitab yang diturunkan oleh Allah SWT. kepada Nabi Muhammad saw., melalui perantaraan Malaikat Jibril, yang oleh ummat Islam dijadikannya sebagai kitab suci, yang berfungsi sebagai pedoman hidup, baik mengenai aqidah, syari‘at, muamalat maupun berkaitan dengan persoalan-

persoalan kehidupan lainnya. Ia menghimpun semua aturan yang termuat dalam kitab-kitab sebelumnya, serta menambah dan menyempurnakan aturan- aturannya.

Di antara tujuan utama diturunkannya al-Qur’ân adalah untuk menjadi pedoman manusia dalam mengatur hidup dan kehidupan mereka agar

memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. 1 Allah SWT. menyebutkan fungsi al-Qur’an itu dalam berbagai ayat, diantaranya: al-kitâb ( ﺏﺎﺘﻜﻟﺍ ) yang

3 berarti “kitab 4 , buku” hudan ( ﻯﺪﻫ

) yang berarti “petunjuk” , al-furqân

1 Al-Zarqani menyebutkan tiga maksud utama diturunkan Al-Qur’ân yaitu petunjuk bagi manusia dan jin, pendukung kebenaran Nabi Muhammad saw., dan agar makhluk beribadah

kepada Allah dengan membacanya. Muhammad Abd. al-‘Azim al-Zarqaniy, Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulum al-Qur’ân, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1988), Juz II, h.124

2 QS. al-Baqarah [2]: 2

Artinya: Kitab (al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa. 3 QS. Al-Naml [27]: 2

Artinya: Untuk menjadi petunjuk dan berita gembira untuk orang-orang yang beriman. 4 QS. al-Furqan [25]: 1

( ﻥﺎﻗﺮﻔﻟ ﺍ ) yang berarti “pembeda” antara yang hak dan yang batil dan antara yang baik dan yang buruk, rahmat ( 5 ﺔﲪﺭ

) yang berarti “rahmah” , dzikir ( ﺮﻛﺫ )

yang berarti “peringatan” 7 , syifâ’ ( ﺀﺎﻔﺷ

) yang berarti “penawar hati” ,

maw’izhah ( 8 ﺔﻈﻋﻮﻣ ) yang berarti “pelajaran” dan tibyân ( ﺎﻧﺎﻴﺒﺗ ) yang berarti

“penjelasan” bagi segala sesuatu 9 .

Artinya: Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al Qur'an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.

5 QS. al-A’raf [7]: 52

Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al Qur'an) kepada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami; menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman).

6 QS. al-Anbiya’ [21]: 50

Artinya: Dan Al Qur'an ini adalah suatu kitab (peringatan) yang mempunyai berkah yang telah Kami turunkan. Maka mengapakah kamu mengingkarinya?). 7 QS. al-Isra’ [17]: 82

Artinya: (Dan Kami turunkan dari Al Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian).

8 QS. An-Nahl (16): 125

Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang- orang yang mendapat petunjuk.

9 QS. Al-Nahl [16]: 89

Artinya: (Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami, bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri).

Pada dasarnya, al-Qur’ân merupakan buku petunjuk dan keagamaan, namun pembicaraan dan kandungan isinya tidak terbatas pada bidang

keagamaan saja, tetapi meliputi berbagai macam persoalan. 10 Kompleksitas pembicaraan dan kandungan isi al-Qur’ân dapat dijadikan

bukti bahwa al-Qur’ân adalah kitab keagamaan yang berdimensi banyak dan berwawasan luas. 11 Meskipun demikian, al-Qur’ân sangat jarang menyajikan

sesuatu masalah secara terinci dan detail. Pembicaraan al-Qur’ân pada umumnya bersifat global, parsial dan seringkali menampilkan suatu masalah

dalam prinsip-prinsip pokok saja. Al-Qur’ân dalam membicarakan suatu masalah tidak tersusun secara sistematis, seperti yang dikenal dalam buku- buku ilmu pengetahuan yang dikarang oleh manusia.

Walaupun al-Qur’ân tampil tidak memenuhi nilai sistematika ilmiah jika dibandingkan dengan kitab, atau buku-buku karangan manusia, namun al- Qur’ân memiliki nilai keunggulan yang tidak dimiliki oleh kitab-kitab atau buku-buku karangan manusia. Mulai dari redaksi sampai makna yang dikandungnya tidak berubah sedikit pun, dan tidak ada antitesis baru yang semisal dengan al-Qur’ân. Al-Qur’ân tetap utuh baik redaksional maupun makna atau arti yang sesungguhnya. Hal sesuai dengan jaminan Allah yang terdapat dalam firmannya:

10 Harifuddin Cawidu, Konsep Kufr dalam Al-Qur’ân: Suatu Kajian Teologis dengan Pendekatan Tafsir Tematik, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), h. 4.

11 Sirajuddin Zar, Konsep Penciptaan Alam dalam Pemikiran Islam, Sains dan Al- Qur’ân, (Jakarta: Raja Garafindo Persada, 1994), h. 10.

Artinya: Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. 12 (QS. Al-Hijr

[15]: 9) Demikianlah Allah menjamin keotntikan al-Qur’an, jaminan yang

diberikan atas dasar kemahakuasaan dan kemahatahuan-Nya, serta berkat upaya-upaya yang dilakukan oleh makhluk-makhluknya, terutama oleh manusia. Dengan jaminan ayat di atas setiap muslim percaya bahwa apa

yang dibaca, dan didengarnya sebagai al-Qur’an tidak berbeda sedikitpun dengan apa yang pernah dibaca oleh Rasulullah Saw. dan didenganr serta

dibaca oleh sahabat nabi Saw. 13 Hal ini menunjukkan bahwa al-Qur’ân memiliki kandungan makna atau rahasia yang cakupannya sangat luas, dan

untuk memahami dengan baik dan jelas memerlukan kajian yang komprehensif berdasarkan kaidah-kaidah serta metodologi yang kuat.

Kecenderungan setiap orang untuk mempelajari al-Qur’ân menggambarkan bahwa al-Qur’ân senantiasa aktual untuk dipedomani. Al- Qur’ân teruji keabsahannya sejak empat belas abad yang silam sampai dengan saat ini.

Rasyid Ridha menyatakan bahwa sekiranya al-Qur’ân disusun menurut bab dan pasal secara sistimatis seperti yang terdapat dalam buku- buku ilmu pengetahuan, maka al-Qur’ân sudah lama menjadi usang dan

12 Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian al-Qur’an selama- lamanya.

13 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, Cet. 1, 1992), h. 21 13 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, Cet. 1, 1992), h. 21

kekuatan al-Qur’ân. 14 Sebagaimana diketahui bahwa al-Qur’ân membahas berbagai

cakupan persoalan, al-Qur’ân tidak terfokus pada satu persoalan saja, tetapi meliputi berbagai dimensi kehidupan manusia. Mulai dari persoalan ‘aqîdah, syarî’ah, mu’âmalah sampai pada dunia pengetahuan secara umum, yang kesemuanya dijelaskan secara global sehingga membutuhkan

kajian-kajian intensif dan terkonsentrasi pada bidangnya masing-masing. Al-Qur’ân sesugguhnya menjadi landasan dan petunjuk terutama bagi ummat Islam, dalam rangka mencari atau mendudukkan sebuah permalasahan karena ia adalah sumber kebenaran dari sebuah pengetahuan. Ia menjadi petunjuk baik dalam konteks ummat manusia pada umumnya ataupun petunjuk khususnya bagi ummat Islam. Sebagaimana ditemukan di

dalam al-Qur’ân itu sendiri dengan kata-kata “hudan li al-Nâs 15 dan hudan li al-Muttaqîn”, 16 tentunya disinilah menggambarkan atau mencerminkan

bahwa al-Qur’ân tidak saja berbicara masalah-masalah yang berkaitan dengan aqidah dan syari’ah saja, akan tetapi al-Qur’ân juga menjelaskan berbagai macam cakupan permasalahannya. Baik kandungan yang

14 Rasyid Rida, Al-Wahy Al-Muhammadiy, (Tt, Al-Maktab Al-Islâmiy, Tth), h. 142-143 15 QS. Al-Baqarah: 185 16 QS. Al-Baqarah: 2 14 Rasyid Rida, Al-Wahy Al-Muhammadiy, (Tt, Al-Maktab Al-Islâmiy, Tth), h. 142-143 15 QS. Al-Baqarah: 185 16 QS. Al-Baqarah: 2

Salah satu dari sekian permasalahan yang ditemukan dalam al-Qur’ân adalah konsep-konsep bertanya yang mengandung aspek pendidikan, al- Qur’ân dalam menyampaikan materi pendidikan, menawarkan berbagai pendekatan dan metode. Salah satu di antaranya yaitu metode bertanya, yakni di dalam al-Qur’an terdapat bentuk-bentuk pertanyaan yang ditujukan kepada Rasul dan sekaligus jawaban-jawabannya yang berkaitan dengan

pokok permasalahan tersebut, walaupun pertanyaan dan bentuk jawaban itu masih bersifat global, dengan maksud mengarahkan perhatian manusia kepadanya dan kepada uslub al-Qur’ân, disamping menunjukkan kandungannya berupa hukum, hikmah dan makna yang memberikan pengaruh baik, dan arahan berharga terhadap kehidupan orang mukmin, baik yang bersifat khusus maupun umum.

Manusia memiliki naluri ingin tahu. Akan tetapi dia juga memiliki keterbatasan. Akalnya tidak mampu mengetahui segala sesuatu. Agama sama sekali tidak melarang seseorang untuk bertanya. Banyak pertanyaan para sahabat Nabi saw. yang dijawab oleh al-Qur’ân, demikian juga oleh Nabi Muhammad saw. bahkan al-Qur’ân memerintahkan agar bertanya

kepada yang mengetahui. 17

17 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’ân, (Jakarta: Lentera Hati, 2001), Vol. III, h.219

Perintah bertanya dengan menggunakan kata Kata “is-alû” ( ﺍﻮﻟﺎﺳﺍ ) yang artinya tanyakanlah bisa diartikan dengan: 18

1. Bertanya biasa seperti bertanya yang kita kenal sehari-hari.

2. Bertanya jawab/dialog atau tukar pikiran dan mengadakan diskusi dengan orang-orang yang sudah ahli.

3. Belajar kepada orang yang sudah ahli.

4. Meneliti dan mempelajari pikiran-pikiran para ahli ilmu yang tidak mungkin bisa bertemu secara langsung karena sudah meninggal, jauh

tempatnya, atau karena sebab-sebab lainnya. Akan tetapi al-Qur’ân juga melarang bentuk pertanyaan, yang jika dijawab akan menyusahkan dan berdampak negatif bila didengar seperti terdapat dalam Q.S. al-Mâ´idah [5]: 101

Ada juga pertanyaan yang tidak mampu dicerna jawabannya oleh penanya. Dalam hal semacam ini pertanyaan itu sebaiknya tidak dijawab atau bahkan tidak perlu ditanyakan. Seperti antara lain terdapat pada Q.S. al-Isrâ’ [17] : 85

Materi pertanyaan di dalam al-Qur’ân yang diajukan kepada Rasulullah saw. jika ditinjau dari pembatasan yang ditanyakan atau arah pertanyaan itu bermacam-macam. Di antara pertanyaan itu ada yang terbatas dan jelas, seperti pertanyaan tentang bulan haram dan ada pula pertanyaan

18 Ichsan Hadisaputra, Anjuran Al-Qur’ân dan Hadits Untuk Menuntut Ilmu Pengetahuan dan Pengalamannya, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1981) 18 Ichsan Hadisaputra, Anjuran Al-Qur’ân dan Hadits Untuk Menuntut Ilmu Pengetahuan dan Pengalamannya, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1981)

Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti ayat-ayat al-Qur’ân yang mengungkapkan tentang pertanyaan. Dengan kajian dan penelitian itu, akan ditemukan bagaimana sesungguhnya makna al-Su’al dalam al-Qur’ân dan metode bertanya menurut al-Qur’an.

B. Rumusan dan Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas dan sesuai dengan judul penelitian ini, yakni Konsep al-Su’al dalam al-Qur’ân, (kajian tematik tentang metode bertanya menurut al-Qur’an) maka kajian di dalamnya akan dikonsentrasikan pada pembahasan metode tanya-jawab yang diungkapkan dalam al-Qur’ân. Adapun permasalahan pokok yang akan diangkat ialah bagaimana metode bertanya menurut al-Qur’ân? Agar pembahasan dapat terarah, permasalahan pokok ini dijabarkan kepada beberapa sub masalah sebagai berikut:

1. Apakah hakekat al-Su’al menurut al-Qur’ân.?

2. Bagaimanakah bentuk-bentuk Pertanyaan dalam al-Qur’an

3. Bagaimana Metode bertanya dan menjawab menurut al-Qur’ân.? Pembahasan terhadap permasalahan yang dikemukakan di atas dibatasi pada tinjauan secara cermat terhadap konsepsi Tanya-jawab dalam al-Qur’ân, yaitu pada prinsipnya akan mengkaji bagaimana al-Qur’ân 3. Bagaimana Metode bertanya dan menjawab menurut al-Qur’ân.? Pembahasan terhadap permasalahan yang dikemukakan di atas dibatasi pada tinjauan secara cermat terhadap konsepsi Tanya-jawab dalam al-Qur’ân, yaitu pada prinsipnya akan mengkaji bagaimana al-Qur’ân

Hadits-hadits yang membicarakan tentang al-su’al terutama yang membahas tentang asbab al nuzul dari al-su tidak diabaikan, karena hadis

pada dasarnya tidak bisa dipisahkan dengan al-Qur’ân. Paling tidak hadis- hadis itu akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan ataupun pelengkap pembahasan untuk memperoleh kajian yang lebih utuh dan konperhensip.

C. Tujuan Penelitian

Terkait dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Mengetahui dengan jelas hakekat al-Su’al dalam al-Qur’ân.

2. Mengetahui beberapa bentuk pertanyaan dan tujuan bertanya dalam al- Qur’an

3. Mengetahui Metode dan etika bertanya serta menjawab menurut Al- Qur’an

D. Kajian Kepustakaan

Dalam tulisan ini, yang menjadi inti pembahasan adalah kajian tentang al-Su’al dalam al-Qur’an yang yang dibatasi pada hakekat pertanyaan, bentuk pertanyaan serta metode bertanya dan ertika yanya jawab. Kajian ini diangkat setelah menelusuri tulisan-tulisan sebelumnya dansetelah diteliti, belum ada penelitian ilmiah yang secara khusus mengkaji masalah pertanyaan dalam al-Quran dengan kajian yang menyeluruh, terutama posisinya sebagai metode bertanya dalam al-Qur’ân, dengan menggunakan metode tafsir maudhu’i. Kajian dan penelitian yang satu-satunya pernah diangkat oleh Muhammad Syahnan adalah Istifham dalam al-Qur’an yang mengkaji dari segi ilmu ma’ani bukan dari segi konsep bertanya dan metode. Dengan demikian penelitian ini bukanlah pengulangan dari kajian peneliti lain. Penelitian ini diharapkan menghasilkan pemikiran baru tentang al-sual menurut al-Qur’ân dan kaitannya dengan metode bertanya menurut al-Qur’ân yang belum diungkapkan oleh penulis-penulis lain.

E. Metode Penelitian.

Penelitian ini bersifat kepustakaan yakni semua bahan informasi yang dibutuhkan bersumber dari bahan pustaka. Karena obyek penelitian ini berupa ayat-ayat al-Quran yang terhimpun dalam beberapa surat dan terfokus pada sebuah tema, maka penelitian ini menggunakan pendekatan Penelitian ini bersifat kepustakaan yakni semua bahan informasi yang dibutuhkan bersumber dari bahan pustaka. Karena obyek penelitian ini berupa ayat-ayat al-Quran yang terhimpun dalam beberapa surat dan terfokus pada sebuah tema, maka penelitian ini menggunakan pendekatan

tentang masalah tersebut. 19 Yang secara operasionalnya meliputi langkah- langkah sebagai berikut:

1. Menetapkan Al-Su’al sebagai tema.

2. Menghimpun ayat-ayat al-Quran yang relevan dengan pertanyaan.

3. Memberikan uraian dan penjelasan dengan mengemukakan pendapat para mufassir. Serta menggunakan lmu bantu yang relevan dengan masalah yang dibahas, dengan memahami sebab turunnya dan munasabat ayat.

Untuk kesempurnaan informasi digunakan rujukan utama dari berbagai kitab tafsir antara lain: Tafsir Al-Quran Al-Azhim. 20 Karya Ismail

bin Anwar bin Katsir, Tasir Al-Maraghi, karya Ahmad Mustafa al- Maraghi, Tafsir al-Qur’ân al-Karim al-Syahir bi al-Tafsir al-Manar, karya Syeikh Muhammad Rasyid Rida, Shafwat at-Tafsir karya Muhammad Ali

19 Abd. al-Hay al-Farmawiy, Al-Bidayat fi Tafsir al-Mauduiy, (Mesir: al-Maktabah al- Jumhuriyah, 1977), h. 52

20 Tafsir ini merupakan salah satu kitab tafsir yang terkenal dan termasuk tafsir bi al- ma’tsur, yaitu tafsir yang merujuk pada penafsiran al-Quran dengan ayat Al-Quran atau

penafsiran al-Quran dengan al-Hadits melalui penuturan para sahabat.Lihat M. Qurash Shihab, Metode Penyusunan Tafsir yang Berorientasi pada Sastra dan Kemasyarakatan, (Ujung Pandang: IAIN Alauddin, 1984), h.132 penafsiran al-Quran dengan al-Hadits melalui penuturan para sahabat.Lihat M. Qurash Shihab, Metode Penyusunan Tafsir yang Berorientasi pada Sastra dan Kemasyarakatan, (Ujung Pandang: IAIN Alauddin, 1984), h.132

Untuk mengetahui maksud kata-kata dan istilah tertentu dari ayat- ayat al-Quran, digunakan kitab Mu’jam al-Mufradat li al-fadz al-Quran,

karya al-Raghib Al-Asfahani dan Mu’jam Muqayis al-Lughah, karya Abi Al-Husain Ahmad Ibnu Faris Ibn Zakariya, serta kamus bahasa arab seperti: Lisan al-Arab Susunan Ibnu Manshur al-Anshari. Demikian pula karya- karya Tafsir seperti “Mukhtasar Tafsir Ibn Katsir” karya al-Imam al-Jalil al-Hafid Imaduddin Ismail Bin Katsir, dan “Tafsir Al-Qur’ân al-Hakim al- Syahir Bitafsir al-Manar” karya Syeikh Abdul Rasid Rida, serta “At-Tafsir al-Munir Fi al-Aqidah wa al-Syariah wa al-Manhaj” karya Prof. Dr. Wahbah al-Zuhaeli, dan “Ahkam Al-Qur’ân” karya Abu Bakar Muhammad Bin Abdullah Ibn Al-Arabi. Jalaluddin As-Suyuti As Syafi’I, Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’ân,

Untuk kesempurnaan informasi, meskipun yang menjadi dasar penelitian ini menggunakan pendekatan tafsir maudhu’i namun penulis Untuk kesempurnaan informasi, meskipun yang menjadi dasar penelitian ini menggunakan pendekatan tafsir maudhu’i namun penulis

F. Sitematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan secara keseluruhan, tesis ini dibagi ke dalam lima bab sebagai berikut ; BAB I : Pendahuluan yang meliputi, latar belakang masalah, rumusan

dan pembatasan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, dan metodologi penelitian serta sistematika penelitian.

BAB II : Pengungkapan al-su’al dalam al-Qur’ân terdiri dari; pengertian

al-su’al, identifikasi penggunaan makna ﻝﺄﺳ (bertanya) dan segala perubahan tashrifnya dalam al-Qur’an, Penanya dalam al- Qur’ân, term-term yang identik dengan makna al-su’al, serta peebedaan antara bertanya dan meminta fatwa.

BAB III: Jenis-jenis pertanyaan dalam al-Qur’ân yang meliputi pertanyaan tentang hukum yang terdiri dari legislasi infak dan penerimanya, legislasi perang di bulan haram, hukum minuman beralkohol, khamar dan judi, hukum pengelolaan harta anak-anak yatim hukum wanita yang sedang haidh hukum penentuan makanan yang halal, dan hukum Pembagian harta rampasan perang. Demikian juga Pertanyaan tentang dekatnya Allah, pertanyaan tentang hari BAB III: Jenis-jenis pertanyaan dalam al-Qur’ân yang meliputi pertanyaan tentang hukum yang terdiri dari legislasi infak dan penerimanya, legislasi perang di bulan haram, hukum minuman beralkohol, khamar dan judi, hukum pengelolaan harta anak-anak yatim hukum wanita yang sedang haidh hukum penentuan makanan yang halal, dan hukum Pembagian harta rampasan perang. Demikian juga Pertanyaan tentang dekatnya Allah, pertanyaan tentang hari

BAB IV: Analisis tentang al-su’al dalam al-Qur’ân yang meliputi motivasi dan tujuan bertanya, yang terdiri dari bertanya karena tidak tahu, bertanya karena ingkar dan bertanya karena menguji pengetahuan Nabi. Metode bertanya yang terdiri dari bertanya kepada ahlinya, dan tidak berlebihan dalam bertanya. Etika menjawab terdiri dari menjawab dengan ilmu pengetahuan, mengarahkan penanya pada

hal yang berfaedah, dan menjawab dengan dalil perbuatan. BAB V : Penutup terdiri dari Kesimpulan dan Saran.

BAB II PENGUNGKAPAN AL-SU’AL DALAM AL-QUR’ÂN

A. Pengertian al-Su’al

Secara etimologi, kata su’al berasal dari kata dasar sa’ala yas-alu su-

alan mas’alatan ﺔﻟﺎﺴﻣﻭ ﻻﺍﺆﺳ - ﻝﺎﺴﻳ - ﻝﺎﺳ (bentuk fi’il madhi mujarrad atau

verbal lampau simpel aktif) yang ikut wazan fa’ala, yang berakar dari tiga huruf yaitu s-a-l, yakni kata kerja tiga huruf ( Fi’il tzulatzi ) Ibn al-Mandhur,

dalam kitabnya Lisan al-Arab menyatan bahwa kata sa’ala ini dapat memiliki

beberapa pengertian yaitu : (a) “meminta” seperti ﻻﺎﻣ ﻪﺘ ﻟﺄﺳ yang berarti saya meminta harta kepadanya 1 . (b) memohon” seprti pada ayat ﻊﻗﺍﻭ ﺏﺍﺬﻌﺑ

yakni “Seorang peminta telah memohon kedatangan azab yang bakal terjadi“ (Q.S. al-Ma’arij : 1 ). (c) bertanya atau “menanyakan sesuatu”, Yakni jika kata tersebut disertai dengan bentuk preposisi “an” yang berkedudukan sebagai huruf Jar seperti pada ayat ﻲﻨﻋ ﻱﺩﺎﺒﻋ ﻚﹶﻟﹶﺄﺳ ﺍﹶﺫﹺﺇﻭ “dan apabila

hambaku bertanya tentang aku …” (QS. Al-Baqarah [2]: 186). 2 Dari akar kata tersebut lahirlah banyak arti jika mengalami perubahan

tashrif yang berbeda-beda, seperti kata ﻞﺋﺎﺴﻟﺍ yang berarti yang bertanya,

pengemis, dan peminta-minta seperti disebut dalam al-Qur’an surat al-

Dhuha ayat 10 ﺮﻬﻨﺗ ﻼﻓ ﻞﺋﺎﺴﻟﺍ ﺎﻣﺍﻭ (dan terhadap orang yang meminta-minta maka janganlah kamu menghardiknya) Dan surat al-Dzariyat ayat 19 ﰱ ﻡﻭﺮﶈﺍﻭ ﻞﺋﺎﺴﻠﻟ ﻖﺣ ﻢﳍﺍﻮﻣﺍ (Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk

2 Ibn al-Manzhur, Lisan al-Arab, Jild 4, (Kairo: Dar al-Qahirah, 2003), h. 544. Ibn al-Manzhur, Lisan al-Arab, Jild 4, h. 544.

orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian ).

Dari kata dasar ini lahir pula kata ﺔﻴ ﻟﺆﺴﳌﺍ yang berarti tanggung jawab atau responsibelitas, adapun ﻝﻮ ﺌﺴﳌﺍ berarti yang ditanya atau diminta pertanggung jawaban. 3 Seperti pada surat al-Isra ayat 36 ﺮﺼﺒﹾﻟﺍﻭ ﻊﻤﺴﻟﺍ ﱠﻥﹺﺇ ﺎﹰﻟﻮﹸﺌ ﺴﻣ ﻪﻨﻋ ﹶﻥﺎﹶﻛ ﻚﺌﹶﻟﻭﹸﺃ ﱡﻞﹸﻛ ﺩﺍﺆﹸﻔﹾﻟﺍﻭ (… Sesungguhnya pendengaran,

penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya)

Sedang ﺔﻠﺌﺴﳌﺍ berarti problematika atau issu. Perubahan dalam kata kerja, baik menjadi bentuk kata kerja lampau, sekarang atau yang akan datang,

maupun bentuk kata kerja perintah, pengertian kata ﻝﺎﺳ tidak merubah arti sebagaimana sediakala.

Menurut Al-Asfahaniy, Kata sa’ala ( ﻝﺄﺳ ) dan segala perubahan tashrifnya mempunyai pengertian meminta dan bertanya . yakni meminta ilmu pengetahuan atau apa yang membutuhkan pengetahuan, dan meminta harta atau apa yang membutuhkan harta. Meminta pengetahuan (bertanya) jawabannya pada lidah dan tangan sebagai wakil dengan menulis atau memberikan isyarat, sedangkan meminta harta jawaban pada tangan dan lidah yang mewakilinya baik dalam bentuk janji atau dengan jawaban

menolak. 4

3 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 2002), Cet. ke-25, h. 600. 4

Al-Ragib al-Ashfahaniy, Mu’jam Mufradat Alfaz al-Qur’ân, (Beirut: Daar al-Fikr, 1392 H), h. 224

Kata sa’ala dan segala tashrifnya jika merupakan permintaan harta maka lazimnya diungkapkan bendanya langsung atau dengan kata depan

min 5 seperti di dalam firman Allah:

Artinya:“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir”. (Q.S. al-Ahzab [33]: 53).

Artinya: “Dan mintalah kepada Allah dari sebagian karunia-Nya”. (Q.S. Al- Nisâ’ [4]: 32).

Kata sa’ala dengan segala tashrifnya jika merupakan permintaan pengetahuan (pertanyaan) maka redaksinya membutuhkan obyek yang kedua (maf’ul ats-tsani) kadang kadang dengan menyebut bendanya dan kadang-kadang diantarai dengan huruf jar. Seperti kata “sa’altuhu kaza” (saya bertanya kepadanya begini ) atau sa’altuhu an kazaa (saya bertanya kepadanya tentang ini). Wa bi kazaa. Biasanya kata depan (huruf jar) ‘an’

lebih banyak digunakan. 6 Hal ini sejalan dengan kaedah kebahasaan, yaitu kata: ( ﻝﺎﺴﻳ ) yas-alu disertai dengan huruf preposisi ( ﻦﻋ ) ‘an maka ia

berartibertanya, seperti pertanyaan tentang ruh, 7 pertanyaan tentang kisah

8 Dzulqarnain 9 , pertanyaan tentang peperangan dan pertanyaan tentang

6 Al-Ragib al-Ashfahaniy, Mu’jam Mufradat Alfaz al-Qur’ân, h. 225 7 Al-Ragib al-Asfahaniy, Mu’jam Mufradat Alfaz al-Qur’ân, h. 225

QS, al-Isrâ [17]: 85

Artinya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku,

8 QS. Al-Kahfi [18]: 83

Artinya:“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku”. (Q.S. al-Baqarah [2]: 186).

Mencermati penjelasan makna kata sa’ala dan segala tashrifanya tersebut, penulis menarik kesimpulan bahwa kata kerja sa’ala baik berupa fi’il madhi, (Kata kerja masa lalu ) mudhari’( Kata kerja masa sekarang ) maupun

amar (Kata Kerja perintah ) baik yang positif maupun negatif yang terdapat dalam al-Qur’an menggunakan tiga pengertian sebagai berikut :

1. Meminta

Penggunaan pengertian meminta pada kata ﻝﺄﺳ sa’ala dan segala

tasrifnya dalam al-Qur’an dapat ditemukan pada 39 ayat dalam surah yang berbeda-beda yakni pada surah al-Ma’arij : 1 dan 25, surah al-Nisa : 153 dan 1, surah al-Baqarah : 61 dan 108 serta 119 dan 134, 141, 177, 273, surah al- Dzariyaat : 19, surah al-Dhuha : 10, surah al-An’am : 90, surah yunus : 72,

Artinya: Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulqarnain. Katakanlah: "Aku akan bacakan kepadamu cerita tentangnya". 9 QS, al- Anfâl [8]: 1.

Artinya: Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: "Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul.

10 Q.S. al-Baqarah [2]: 186

Artinya: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka

(jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. 11

Al-Ragib al-Asfahaniy, Mu’jam Mufradat Alfaz al-Qur’ân, (Beirut: Daar al-Fikr, 1392 H.), h. 225 Al-Ragib al-Asfahaniy, Mu’jam Mufradat Alfaz al-Qur’ân, (Beirut: Daar al-Fikr, 1392 H.), h. 225

36 dan 132, surah al-Mu’minun : 72, surah al-Ahzab : 14, surah Saba : 47, surah Yasin : 21, surah Muhammad : 36 dan 37, surah al-Mumtahanah : 10. dalam bentuk kata jadian yang berfariatif, ada yang berbentuk kata kerja masa lampau positif dan negatif, masa sekarang positif dan negatif, kata kerja imferatif, kata pelaku, serta bentuk kata jadian (Isim ) seperti misalnya pada

beberapa contoh berikut :

1. Bentuk kata kerja masa lampau positif dan negatif.

a. kata 12 ﹲﻞﺋﺎﺳ ﹶﻝﹶﺄﺳ

artinya seorang peminta telah meminta.

Ibnu Katsir memberikan penafsiran bahwa orang non muslim (kafir) meminta segera diturunkannya azab (siksaan) kepada mereka di dunia bukan di hari kemudian. Mereka bahkan mengatakan wahai Tuhan jika kebenaran ini datang dari-Mu, maka hujanilah kami dari langit berupa batu atau

datangkanlah siksaan yang pedih kepada kami. 13

b. kata 14 ﻢﺘﹾﻟﹶﺄﺳ

yang berarti kamu minta.

12 Q.S. Al-Ma‘ârij [70]: 1

ﹴﻊﻗﺍﻭ ﹴﺏﺍﹶﺬﻌﹺﺑ ﹲﻞﺋﺎﺳ ﹶﻝﹶﺄﺳ Artinya : “ Seseorang Telah meminta kedatangan azab yang akan menimpa” .

13 Imad al-Din abi al-Fida ismail Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, (Beirut: Muassasat al-Kutub al-Tsaqarat, t.th.), h. 547 14

QS. Al-Baqarah [2]: 61

Imam Muhammad al-Razy dalam tafsirnya menyebutkan bahwa motifasi permintaan yang melatar belakangi kaum nabi Musa terdiri dari empat motivasi yaitu : (1) mereka merasa hanya mengkonsumsi satu jenis makanan selama empat puluh tahun lamanya sehingga menghendaki jenis makanan lain. (2) dapat pula mereka tidak terbiasa mengkonsumsi makanan tersebut melainkan jenis makanan lain. (3) Oleh karena mereka merasa bosan dengan makanan yang itu-itu saja sehingga meminta jenis makanan lain yang terdapat di daerah lain. (4) Mereka menganggap bahwa mengkonsumsi satu jenis

makanan saja dapat mengurangi nafsu birahi dan memperlemah alat pencernaan. 15 Permintaan inilah mendapat jawaban dari nabi Musa agar

mereka pergi ke suatu kota agar mendapatkan apa yang diminta.

c. Kata ﻢﹸﻜﺘﹾﻟﹶﺄﺳ seperti dalam kalimat ﹴﺮﺟﹶﺃ ﻦﻣ ﻢﹸﻜﺘﹾﻟﹶﺄﺳ ﺎﻤﹶﻓ (aku tidak meminta

upah sedikitpun dari kamu) 16

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak _bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mintalah untuk kami kepada Tuhanmu, agar dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya”. Musa berkata: “Maukah kamu mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik ? pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta”. Lalu ditimpahkanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) Karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) Karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas.

15 Imam Muhammad bin al-Husain Fakhruddin al-Razi, Tafsir Al-Kabir, jilid II, (Kairo: Dar al-Fikr, t.th.), h. 106

16 QS. Q.S. Yunus [10]: 72

Artinya : “ Jika kamu berpaling (dari peringatanku), Aku tidak meminta upah sedikitpun dari padamu. upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka, dan Aku disuruh supaya Aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri (kepada-Nya)". (Q.S. Yunus [10]: 72).

Dalam menafsirkan ayat ini syeikh Ali Al-Sabuniy menyebutkan bahwa jika kalian (non muslim penduduk Mekkah) tidak menghiraukan nasihat dan peringatanku (Nabi Nuh), semata-mata bukan karena hanya meminta imbalan dari kalian. Nasihat dan peringatan diberikan karena kesesatan kalian

menempuh jalan sesat 17 Kata yang sama pada ayat yang lain menjelaskan tentang Rasulullah

Saw. tidak meminta upah kepada mereka tetapi yang diminta Rasulullah Saw. Sebagai upah ialah agar mereka beriman kepada Allah dan iman itu ialah buat

18 kebaikan

Dalam menafsirkan ayat tersebut al-Thabari menuliskan Sesungguhnya Saya (Nabi Muhammad) tidak meminta kepada kalian imbalan, sehingga kalian dapat mengira bahwa ajakan atau himbauan Saya ini semata mata untuk

mendapatkan uang dari kalian. 19

d. Kata 20 ﺍ ﻮﹸﻠﺌﺳ

artinya mereka diminta

17 Muhammad Ali al-Sabuni, Shafwat at-Tafsir jilid I, h 592 18 QS. Saba’ [34]: 47

Artinya: Katakanlah: "Upah apapun yang aku minta kepadamu, maka itu untuk kamu. Upahku hanyalah dari Allah, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu".

19 Ibnu Jarir Al-Thabari Jami’ Al-Bayan fî Tafsir al-Qur’ân Beirut: Dar al-Tiba’ah jilid 12, h. 22 Q.S. Saba’ [34]: 47

Artinya: Katakanlah: "Upah apapun yang aku minta kepadamu, maka itu untuk kamu. Upahku hanyalah dari Allah, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu". 20 Q.S. al-Ahzâb [33]: 14

Artinya: “Kalau (Yatsrib) diserang dari segala penjuru, Kemudian diminta kepada

mereka supaya murtad], niscaya mereka mengerjakannya; dan mereka tiada

Pengertian kata ﺍﻮﹸﻠﺌﺳ ﻢﹸﺛ pada ayat di atas ialah ﺍﻮﺒﻠﻃ ﻢﹸﺛ emudian

mereka diminta, agar menjadi non muslim dan memerangi ummat islam, mereka segera mengabulkan permintaan 21

Hubungan ayat ini dengan ayat sebelumnya cukup jelas yakni berbicara tentang orang-orang yanmg meminta izin untuk kembali ke Medinah dengan dalih rumah mereka tidak terjaga. Isi hati mereka dibuka oleh Allah Swt. dengan menyatakan: Kalau misalnya, kota mereka yakni Yatsrib atau rumah-rumah mereka diserang dari segala penjuru, kemudian

diminta kepada mereka satu fitnah yakni keluar dari islam atau menyerah niscaya mereka mengerjakannya dan mereka tidak akan menundanya

kecuali sebentar yakni sekadar waktu untuk menjawab permintaan itu. 22

f. Surah Ibrahim : 34

Artinya: “ Dan dia Telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu minta kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah) “.(Q.S. Ibrahim [14: 34).

2. Bentuk kata kerja masa kini dan akan datang

a. Kata 23 ﻚﹸﻟﹶﺄﺴﻳ

yang artinya meminta kepadamu

22 Muhammad Ali al-Sabuni, Shafwat at-Tafsir jilid II h. 515 23 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Vol.11, h. 234 QS. al-Nisâ’ [4]: 153

Dalam ayat ini diuraikan keburukan kelompok yang bermaksud memisahkan antara Allah dan Rasul-Nya, antara lain dengan menyebut beberapa permintaan mereka, yaitu bahwa ahl al-kitab, orang Yahudi, meminta kepadamu wahai Muhammad agar engkau bermohon kepada Allah sehingga menurunkan kepada mereka secara khusus, kalau perlu dengan menyebut nama mereka, Sebuah kitab dari langit yang dibawa oleh para

malaikat dan mereka ikut menyaksikannya. 24 Permintaan mereka agar Rasulullah Saw. bermohon kepada Allah agar

menurunkan kepada orang-orang Yahudi satu kitab yang khusus yang mereka lihar secara nyata turun dari langit, merupakan salah satu bentuk dari pengingkaran mereka kepada Allah Swt.

b. Kata ﻢﹸﻜﹸﻟﹶﺄﺳﹶﺃ seperti dalam kalimat “ ﺍﺮﺟﹶﺃ ﻪﻴﹶﻠﻋ ﻢﹸﻜﹸﻟﹶﺄﺳﹶﺃ ﺎﹶﻟ aku tidak meminta upah kepada kamu 25

Artinya: Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah Kitab dari langit. Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata: "Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata". Maka mereka disambar petir karena kezalimannya, dan mereka menyembah anak sapi, sesudah datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata, lalu Kami ma`afkan (mereka) dari yang demikian. Dan telah Kami berikan kepada Musa keterangan yang nyata.

24 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Vol. 2, h. 642, 25 QS. Al-An’am [6]: 90

Artinya: Katakanlah: "Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al Qur'an)". Al Qur'an itu tidak lain hanyalah peringatan untuk segala ummat. QS. Al-Syuura [42]: 23

Artinya: Katakanlah: "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan". QS. Shaad [38]:86

Dalam QS. Al-An’am [6]: 90, QS. Al-Syuura [42]: 23, dan QS. Shaad [38]:86 Allah Swt. menegaskan bahwa Nabi Muhammad Saw. tidak meminta upah, bukannya sebagai bantahan atas tuduhan semacam itu, tetapi untuk menggaris bawahi bahwa ajakan beliau semata-mata untuk kepentingan ummat. Kalimat ini didahului dengan kata “qul” dimaksudkan untuk

menggaris bawahi pentingnya kandungan pernyataan itu. 26 Pernyataan semacam ini adalah pernyataan para nabi kepada kaumnya

sejak Nabi Nuh as. 27 . Ayat ini menegaskan bahwa nabi Nuh membantah dalih

kaumnya yang menyatakan bahwa beliau berbohong dan bermaksud meraih kekayaan dan kekuasaan kaumnya dan beliau tidak meminta upah dari kaumnya dan menyatakan bahwa upahnya hanya dari Allah Swt. Persoalan ini

juga terdapat pada kisah nabi Hud as. 28 Dalam ayat ini nabi Hud as. Mengingatkan bahwa peringatan beliau adalah tulus tanpa pamrih dengan

menyatakan bahwa “aku tidak pernah meminta kepada kamu sekarang dan

Artinya: Katakanlah (hai Muhammad): "Aku tidak meminta upah sedikitpun kepadamu atas da`wahku; dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan.

26 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Vol. 4, h. 184, 27 QS. Hud [11]: 29

Artinya: Dan (dia berkata): "Hai kaumku, aku tiada meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang telah beriman.

28 QS. Hud [11]: 51

Artinya: Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini, Upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Maka tidakkah kamu memikirkan (nya)?" Artinya: Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini, Upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Maka tidakkah kamu memikirkan (nya)?"

c. Kata 30 ﻞﺋﺎﺴﻟﺍ ِ ِ

“orang yang meminta”

2. Berdoa atau memohon

Sebagaimana kata ﻝﺄﺳ menggunakan makna meminta pada ayat-ayat

yang telah penulis sebutkan pada poin di atas, kata tersebut juga memiliki pengertian memohon atau berdoa yang terdapat pada 5 ayat yaitu pada surah

al-Nisa : 32, surah Huud : 46 dan 47, surah Ibrahim : 34, dan surah al-Furqan :

16. Beberapa contoh dapat penulis sebutkan sebagai berikut :

a. Surah al-Nisâ’ : 32

Artinya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu”. (Q.S. al-Nisâ’ [4]: 32).

b. Surah Huud : 46

29 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Vol. 6, h. 272 30 QS. Al-Dzariyat [51]: 19

Artinya: Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bahagian.

Artinya: “Allah berfirman: "Hai Nuh, Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), Sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan." (Q.S. Huud [11]: 46).

c. Surah al-Furqan : 16

Artinya: “Bagi mereka di dalam surga itu apa yang mereka kehendaki, sedang mereka kekal (di dalamnya). (hal itu) adalah janji dari Tuhanmu yang patut dimohonkan (kepada-Nya) “.(Q.S. al-Furqân [25]: 16).

3. Bertanya atau Menanyakan

Penggunaan arti bertanya pada kata ﻝﺄﺳ dan semua tashrifanya dalam

al-Qur’an terdapat pada 58 ayat yang tersebar pada surah yang bewrbeda-beda, antara lain terdapat pada :

a. Surah al-Mâ’idah : 102

Artinya: “Sesungguhnya Telah ada segolongsn manusia sebelum kamu menanyakan hal-hal yang serupa itu (kepada nabi mereka), Kemudian mereka tidak percaya kepadanya”. (Q.S. al-Mâ’idah [5]: 102).

b. Surah al-Mulk: 8

Artinya: “Hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah. setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka: "Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?". (Q.S. al-Mulk [67]: 8).

c. Surah al-Baqarah : 186

Artinya: “ Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (Q.S. al-Baqarah [2]: 186).

d. Surah al-Kahfi: 76

Artinya:“Musa berkata: "Jika Aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, Maka janganlah kamu memperbolehkan Aku menyertaimu, Sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku". (Q.S. al-Kahfi [18]: 76).

Makna ﻝﺄ ﺳ yang memiliki tiga kegunaan arti pada kata kerjanya sebagaimana penulis jelaskan pada poin-poin diatas dapat berubah maknanya sejalan dengan perubahan tashrifnya. Perubahan makna ini dapat ditemukan jika kata kerja tersebut berubah menjadi kata pelaku ( Isim fa’il ) yang berarti

orang faqir 31 , kata benda berbentuk objek (Isim maf’ul) yang berarti tanggungjawab atau responsibilitas 32 , Pengertian tersebut juga dapat ditemukan

pada beberapa ayat berikut :

a. Surah al-Dzâriyât : 19

32 Ibn Manzhur, Lisan al-Arab, Dar al-Qahirah, Jilid ke-4, hal, 544, th, 2003. Ilyas Anton, Qamus al-Asry al-Hadits, Sar-al-Matba’ah, (Baerut, Libanon, 1984), Cet.

II, h. 231.

Artinya: “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian “.(Q.S. al- Dzâriyât [51]: 19).

b. Surah al-Dhuhaa : 10

Artinya: “Dan terhadap pengemis , janganlah kamu menghardiknya”. (Q.S. al-Dhuhâ [93]: 10).

B. Identifikasi Penggunaan Makna ﻝﺄﺳ (Bertanya) Dan Segala Perubahan Tashrifnya Dalam al-Qur’an .