KAJIAN INTERIOR RUANG PERTEMUAN HOTEL SAHID JAYA SOLO

(1)

commit to user

i

KAJIAN INTERIOR RUANG PERTEMUAN

HOTEL SAHID JAYA SOLO

Skripsi

Oleh:

Ika Wahyuti

NIM K1503027

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2009


(2)

commit to user

ii

KAJIAN INTERIOR RUANG PERTEMUAN

HOTEL SAHID JAYA SOLO

Oleh: Ika Wahyuti NIM K1503027

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Teknik Sipil / Bangunan

Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2009


(3)

commit to user

iii

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I,

Ir. Chundakus Habsya M. Sa NIP 19730727 198003 1 002

Pembimbing II,

Rima Sri Agustin ST, MT NIP 1979 0816 200604 2 002


(4)

commit to user

iv

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Hari :

Tanggal :

Tim Penguji Skripsi:

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. Agus Efendi M. Pd ...

Sekretaris : Drs. Bambang Sulistyo Budhi ...

Anggota I : Ir. Chundakus Habsya M. Sa ...

Anggota II : Rima Sri Agustin ST, MT ...

Disahkan oleh

Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret,

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP. 19600727 198702 1 001


(5)

commit to user

v

ABSTRAK

Ika Wahyuti. DESAIN INTERIOR RUANG PERTEMUAN HOTEL SAHID JAYA SOLO. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret, Mei 2009.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) hal-hal spesifikasi yang ada pada interior ruang pertemuan Hotel Sahid Jaya Solo yang menunjukkan sebagai ornamen khas tradisional Jawa, (2) lay out furniture ruang pertemuan Hotel Sahid Jaya Solo, (3) sistem pencahayaan, penghawaan, dan akustik yang digunakan ruang pertemuan Hotel Sahid Jaya Solo.

Penelitian ini dilaksanakan di kompleks Hotel Sahid Jaya Solo yang berlokasi di Jl. Gajah Mada No. 82 Solo 57132. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Teknik sampling yang digunakan adalah “Purposive Sampling”

yaitu, mengambil data tidak secara acak tetapi berdasarkan sampel yang telah ditentukan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara : (1) wawancara, yaitu mencari sumber data yang langsung pada nara sumber dengan menggunakan seperangkat pertanyaan baku dan dipakai untuk menangkap data, baik secara eksplisit maupun tacit, (2) observasi, yaitu melakukan pengamatan pada obyek penelitian secara mendetail dan mencermati segala sesuatu obyek, kemudian mencatat perilaku dan kejadian yang dialami obyek, (3) mencatat arsip dan dokumentasi, yaitu pengarsipan dari dokumen yang telah ada dan pengambilan data obyek. Teknik analisis data digubakan model analisis interaktif yang sebelumnya dilakukan uji prasyarat yaitu uji validitas dengan trianggulasi data.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (1) hal-hal spesifikasi yang ada pada interior ruang pertemuan Hotel Sahid Jaya Solo. Ornamen pada Pedan Ball Room, pada dinding terdapat ornamen yang berupa motif naturalis hewan dan tumbuhan, yaitu burung merak dan bunga-bungaan. Pada ceiling terdapat ornamen yang berupa motif naturalis berupa manusia atau tokoh pewayangan disebut juga Dewa-Dewa kepercayaan orang Jawa, yaitu Dewa Endra, Dewa Brahma, Dewa Baruna, dan Dewa Srisadana. Pedan Ball Room tidak terdapat adanya aksesori. Ornamen pada Sukoharjo Meeting Room, pada dinding terdapat ornamen yang berupa motif naturalis tumbuhan, yaitu bunga-bungaan. Pada ceiling terdapat ornamen yang berupa motif naturalis hewan berupa kuda dan gajah. Ornamen pada Langen Harjo Executive Lounge, Pada dinding dan ceiling Langen Harjo Executive Lounge tidak terdapat adanya ornamen. Hanya terdapat aksesori yang berupa aksesori dekoratif, yaitu lukisan dan tanaman. (2) lay out furniture ruang pertemuan Hotel Sahid Jaya Solo. Lay out pada Pedan Ball Room, Sukoharjo Meeting Room, dan Langen Harjo Executive Lounge diantaranya diantaranya adalah U-Shafe style,

theatre style, class style, restaurant style, dan cocktail style dengan kapasitas ruang

pertemuan yang berbeda-beda. (3) pencahayaan, penghawaan, dan akustik yang digunakan ruang pertemuan Hotel Sahid Jaya Solo. Pencahayaan alami dan buatan dengan pemilihan jenis lampu sebagai general lighting dengan menggunakan down

light, lampu TL, dan Lampu halogen spott light pemasangannya pada ceiling. Wall

lamp pemasangannya pada wall dan lampu gantung crome cabe pemasangannya digantung yang berfungsi sebagai decorative lighting. Sistem penghawaan ruang


(6)

commit to user

vi

pertemuan menggunakan penghawaan buatan, yaitu dengan AC semi sentral dan AC split dengan sistem ducting dan menempatkan fixturenya pada ceiling. Akustik ruang pertemuan. Untuk mendukung akustik pada ruang pertemuan digunakan karpet pada lantai sebagai penyerap bunyi, wall paper covering pada dinding dan gypsum pada ceiling sebagai pemantul bunyi.


(7)

commit to user

vii

MOTTO

Hidup ini surga, pintunya ada di hati (Kahlil Gibran).

Jika kita bersedia menerima matahari beserta kehangatannya, kita juga harus siap menerima petir dan halilintar (kahlil Gibran).


(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Persembahan khusus atas karya ini teruntuk:

1. Ayah, Bunda, Bapak dan Ibu angkatku, serta Eyang atas pengorbanan, doa, dan kasih sayang yang tak mampu terlukiskan.

2. Saudara-saudaraku, kakakku Pipiet sekeluarga dan adik-adikku tersayang Winda, Canggih, Dwi.

3. Calon pendamping hidupku kelak yang masih menjadi rahasia-Nya.


(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Teknik Sipil / Bangunan.

Dalam menyusun skripsi ini, penulis menemukan banyak permasalahan dan hambatan. Namun, berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya permasalahan dan hambatan yang dialami dapat diatasi. Untuk itulah, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin penulisan skripsi ini;

2. Ketua Jurusan Pendidikan dan Kejuruan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin penulisan skripsi kepada penulis;

3. Ketua Program Studi Pendidikan Teknik Sipil / Bangunan yang telah memberikan izin penulisan skripsi kepada penulis;

4. Ir. Chundakus Habsya M. Sa., selaku Pembimbing I dan Rima Sri Agustin, ST. MT., selaku pembimbing II yang telah memberikan arahan dan nasihat kepada penulis dalam menyusun skripsi ini;

5. Bapak Stephanus., selaku Asisten Manager Personalia Hotel Sahid Jaya Solo yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian ini; 6. Bapak Nono., selaku Assisten Manager Engginering yang telah membantu

penulis dalam melaksanakan penelitian ini;

7. Seluruh staf Hotel Sahid Jaya Solo yang membantu terlaksananya penelitian ini; 8. Keluarga besar Kelompok Peron Surakarta atas rumah, keluarga, dan kehidupan

yang telah penulis dapatkan;

9. Dhian Novitasari atas persahabatan dan bantuan yang telah diberikan, dan 10.Teman-teman PTS / B angkatan 2003 atas bantuan yang telah diberikan.


(10)

commit to user

x

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan, pembaca, dan pihak-pihak yang berkepentingan.

Surakarta, Juli 2008


(11)

commit to user

xi DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ...xxi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 4

1. Manfaat Teoritis ... 4

2. Manfaat Praktis ... 4

BAB II. KAJIAN TEORI ... 5

A. Tinjauan Pustaka ... . 5

1. Hotel ... 5

a. Pengertian Hotel ... . 5

b. Klasifikasi Hotel ... . 6

2. Kajian Interior Ruang Pertemuan ... 8

a. Pengertian Kajian ... 8

b. Pengertian Interior ... 8

c. Ruang Pertemuan ... 8

d. Elemen Desain Interior ... 9


(12)

commit to user

xii

2.) Elemen Vertikal ... 11

a) Dinding ... 11

b) Pintu ………. 13

c) Jendela ……….. 14

3.) Ceiling ………... 15

4.) Furniture ……… 18

5.) Warna ……… 19

6.) Pencahayaan, Penghawaan, dan Akustik Ruang ... 20

a) Sistem Pencahayaan ... 20

(1) Pencahayaan Alami ... 20

(2) Pencahayaan Buatan ... 22

b) Sistem Penghawaan ... 26

c) Akustik Ruang ... 27

7.) Ornamen dan Aksesori ... 29

a) Ornamen ... 29

(1) Motif Ornamen ... 30

(a) Motif Geometris ... 30

(b) Motif Naturalis ... 31

(2) Motif Ukiran Khas Tradisional Jawa ... 32

b) Aksesori ... 33

3. Lay Out Interior Ruang Pertemuan ... 34

a. Obyek Lay Out Ruang Pertemuan ... 34

1.) Meja ... 34

2.) Tempat Duduk ... 34

3.) Mimbar ... 34

4.) Stage ... 34

b. Lay Out Ruang Pertemuan ... 34

B. Kerangka Berfikir ... 41

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 43

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 43

1. Tempat Penelitian ... 43


(13)

commit to user

xiii

B. Bentuk dan Strategi Penelitian ... 43

C. Sumber Data ... 44

1. Instrumen ... 44

2. Informan ... 44

3. Tempat atau Obyek ... 44

4. Studi Pustaka ... 44

5. Dokumentasi ... 45

D. Teknik Sampling ... 45

E. Teknik Pengumpulan Data ... 45

1. Wawancara ... 46

2. Observasi ... 46

3. Menelaah Dokumen ... 46

F. Validitas Data ... 46

G. Teknik Analisis Data ... 47

1. Reduksi Data ... 48

2. Penyajian Data ... 48

3. Penarikan Kesimpulan ... 48

H. Prosedur Penelitian ... 48

1. Tahap Persiapan Penelitian ... 49

2. Tahap Pengumpulan Data ……….. 49

3. Tahap Analisis Data ………. 49

4. Tahap Penulisan Laporan Penelitian ………. 49

BAB IV. HASIL PENELITIAN ……….. 51

A. Deskripsi Lokasi Penelitian ……… 51

1. Sejarah Berdirinya Hotel Sahid Jaya Solo ……… 51

2. Struktur Organisasi ... 53

3. Ruang Pertemuan Hotel Sahid Jaya Solo ... 53

a. Pedan Ball Room ... 54

b. Sukoharjo Meeting Room ... 54

c. Langen Harjo Executive Lounge ... 55

B. Deskripsi Permasalahan Penelitian ... 55


(14)

commit to user

xiv

a. Pedan Ball Room ... 56

1) Lantai ... 56

2) Elemen Vertikal ... 57

a) Dinding ... 57

b) Pintu dan Jendela ... 59

3) Ceiling ... 60

4) Furniture dan Perlengkapan ... 62

a) Furniture ... 62

b) Perlengkapan ... 64

5) Ornamen dan Aksesori ... 65

b. Sukoharjo Meeting Room ... 67

1) Lantai ... 67

2) Elemen Vertikal ... 68

a) Dinding ... 68

b) Pintu dan Jendela ... 70

3) Ceiling ... 71

4) Furniture dan Perlengkapan ... 72

a) Furniture ... 72

b) Perlengkapan ... 75

5) Ornamen dan Aksesori ... 75

c. Langen Harjo Executive Lounge ……….. 76

1) Lantai ………. 76

2) Elemen Vertikal ... 77

a) Dinding ... 77

b) Pintu dan Jendela ... 78

3) Ceiling ... 79

4) Furniture dan Perlengkapan ... 80

a) Furniture ... 80

b) Perlengkapan ... 82

5) Ornamen dan Aksesori ... 82

2. Lay Out Furniture ……… 83


(15)

commit to user

xv

b. Sukoharjo Meeting Room ……… 85

c. Langen Harjo Executive Lounge ………. 87

3. Data Sistem Pencahayaan, Penghawaan, dan Akustik Ruang …… 90

a. Data Sistem Pencahayaan ……… 90

b. Data Sistem Penghawaan ... 94

c. Data Akustik Ruang ... 96

C. Temuan Studi ... 100

1. Spesifikasi Interior Ruang Pertemuan ……….100

a. Pedan Ball Room ……….100

b.Sukoharjo Meeting Room ………...101

c. Langen Harjo Executive Lounge ………... 103

2. Lay Out Ruang Pertemuan ……… 104

3. Sistem Pencahayaan, Penghawaan, dan Akustik Ruang ………….104

a. Pedan Ball Room ……… 104

b. Sukoharjo Meeting Room ……….. 105

c. Langen Harjo Executive Lounge ………... 106

BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 108

A. Kesimpulan ... 108

B. Implikasi ... 111

C. Saran ... 112

DAFTAR PUSTAKA ... 114


(16)

commit to user

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Ukuran Lubang Pintu ... 13

Tabel 2. Tingkat Pencahayaan Minimum Hotel dan Restoran ... 24

Tabel 3. Waktu Penelitian ... 43

Tabel 4. Akustik Ruang Pertemuan ... 96


(17)

commit to user

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Lantai ... Gambar 2. Macam-macam Lantai Lunak ... Gambar 3. Dinding ... Gambar 4. Ceiling ... Gambar 5. Pencahayaan Alami ... Gambar 6. Pencahayaan Buatan ... Gambar 7. Penghawaan Alami ... Gambar 8. AC Split ... Gambar 9. Akustik Ruang ... Gambar 10. Garis Gelombang dan Lingkaran ... Gambar 11. Berlian ... Gambar 12. Ikal ... Gambar 13. Swastika ... Gambar 14. Meander ... Gambar 15. Guirlande ... Gambar 16. Tumpal ... Gambar 17. Motif Tumbuhan ... Gambar 18. Motif Hewan ... Gambar 19. Motif Manusia ... Gambar 20. Motif Pajajaran ... Gambar 21. Motif Mataram ... Gambar 22. Motif Majapahit ... Gambar 23. Motif Bali ... Gambar 24. Motif Jepara ... Gambar 25. Motif Cirebon ... Gambar 26. Motif Pekalongan ... Gambar 27. Motif Madura ... Gambar 28. Motif Yogyakarta ...

10 10 12 17 22 24 27 27 28 30 31 31 31 31 31 31 31 31 31 32 32 32 32 32 32 33 33 33


(18)

commit to user

xviii

Gambar 29. Motif Surakarta ... Gambar 30. Motif Semarang ………. Gambar 31. Lay Out Furniture ……….. Gambar 32. Lay Out Furniture ……….. Gambar 33. Lay Out Furniture ……….. Gambar 34. Lay Out Furniture ……….. Gambar 35. Lay Out Furniture ……….. Gambar 36. Lay Out Furniture ……….. Gambar 37. Alur Kerangka Berfikir ……….. Gambar 38. Skema Prosedur Penelitian ……….... Gambar 39. Hotel Sahid Jaya Solo ……… Gambar 40. Peta Hotel Sahid Jaya Solo ……… Gambar 41. Struktur Organisasi Hotel Sahid Jaya Solo ... Gambar 42. Pedan Ball Room ... Gambar 43. Sukoharjo Meeting Room ... Gambar 44. Langen Harjo Executive Lounge ... Gambar 45. Lantai Pedan Ball Room ... Gambar 46. Stage Pedan Ball Room ………. Gambar 47. Dinding Pedan Ball Room ... Gambar 48. Pintu Pedan Ball Room ... Gambar 49. Wall Lamp Pedan Ball Room ……… Gambar 50. Ornamen Pedan Ball Room ... Gambar 51. Pintu Pedan Ball Room ... Gambar 52. Ceiling Pedan Ball Room ... Gambar 53. Drop Ceiling Pedan Ball Room ... Gambar 54. Down Light Pedan Ball Room ………... Gambar 55. Meja dan Kursi Pedan Ball Room ... Gambar 56. Mimbar Pedan Ball Room ... Gambar 57. Stage Pedan Ball Room ………. Gambar 58. Screen Pedan Ball Room ………... Gambar 59. Sound System Pedan Ball Room ………...

34 34 36 37 38 39 40 41 43 51 53 53 54 55 56 56 58 58 59 59 60 60 61 62 62 62 64 64 65 65 65


(19)

commit to user

xix

Gambar 60. Ornamen Dinding Pedan Ball Room ………. Gambar 61. Ornamen Ceiling Pedan Ball Room ……….. Gambar 62. Aksesori Pedan Ball Room ……… Gambar 63. Lantai Sukoharjo Meeting Room ………... Gambar 64. Stage Sukoharjo Meeting Room ………... Gambar 65. Dinding Sukoharjo Meeting Room ……… Gambar 66. Dinding Track Wall Sukoharjo Meeting Room ………. Gambar 67. Pintu Sukoharjo Meeting Room ……… Gambar 68. Wall Lamp Sukoharjo Meeting Room ……….. Gambar 69. Ornamen Sukoharjo Meeting Room ……….. Gambar 70. Pintu Sukoharjo Meeting Room ……… Gambar 71. Ceiling Sukoharjo Meeting Room ………. Gambar 72. Down Light Sukoharjo Meeting Room ………. Gambar 73. AC Split Sukoharjo Meeting Room ………... Gambar 74. Furniture Sukoharjo Meeting Room ……….. Gambar 75. Mimbar Sukoharjo Meeting Room ……… Gambar 76. Stage Sukoharjo Meeting Room ……… Gambar 77. Aksesori Sukoharjo Meeting Room ………... Gambar 78. Screen Sukoharjo Meeting Room ……….. Gambar 79. Ornamen Dinding dan Ceiling Sukoharjo Meeting Room ……… Gambar 80. Lantai Langen Harjo Executive Lounge ……… Gambar 81. Dinding Langen Harjo Executive Lounge ………. Gambar 82. Aksesori Langen Harjo Executive Lounge ……… Gambar 83. Wall Lamp Langen Harjo Executive Lounge ……… Gambar 84. Pintu Langen Harjo Executive Lounge ……….. Gambar 85. Jendela Langen Harjo Executive Lounge ……….. Gambar 86. Ceiling Langen Harjo Executive Lounge ……….. Gambar 87. Down Light Langen Harjo Executive Lounge ……… Gambar 88. AC Split Langen Harjo Executive Lounge ……… Gambar 89. Meja Langen Harjo Executive Lounge ……….. Gambar 90. Kursi Langen Harjo Executive Lounge ……….

67 67 67 68 68 70 70 70 71 71 72 72 73 73 75 75 75 76 76 77 77 78 78 79 79 80 80 81 81 82 82


(20)

commit to user

xx

Gambar 91. Sound System Langen Harjo Executive Lounge ………... Gambar 92. Screen Langen Harjo Executive Lounge ………... Gambar 93. Aksesori Langen Harjo Executive Lounge ……… Gambar 94. Down Light Pedan Ball Room ………... Gambar 95. Crome Cabe Pedan Ball Room ……….. Gambar 96. Wall Lamp Pedan Ball Room ……… Gambar 97. Down Light Sukoharjo Meeting Room ………. Gambar 98. Wall Lamp Sukoharjo Meeting Room ………... Gambar 99. Crome Cabe Sukoharjo Meeting Room ………. Gambar 100. Down Light Langen Harjo Executive Lounge ………. Gambar 101. Wall Lamp Langen Harjo Executive Lounge ……….. Gambar 102. AC Split Pedan Ball Room ……….. Gambar 103. AC Split Sukoharjo Meeting Room ………. Gambar 104. AC Split Langen Harjo Executive Lounge ………..

83 83 84 91 92 92 93 93 93 94 95 95 96 96


(21)

commit to user

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil Wawancara ... 113

Lampiran 2. Hasil Wawancara ………... ... 116

Lampiran 3. Foto-Foto Kondisi Fisik Ruang Pertemuan Hotel Sahid Jaya ... 119


(22)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada era globalisasi ini persaingan dalam bidang bisnis semakin berkembang dari negara maju yang sudah mapan perekonomiannya sampai negara berkembang tidak ketinggalan dalam persaingan ini, demikian juga Indonesia. Indonesia ikut bersaing dalam memajukan perekonomian negara dengan jalan berbisnis baik sektor migas maupun nonmigas.

Dalam bidang migas, saat ini Indonesia masih merupakan negara yang pengekspor, sedangkan untuk nonmigas Indonesia kaya akan hutan dan aneka ragam budaya yang sedang berupaya mengembangkan sektor ini untuk menggantikan migas yang selama ini menjadi devisa negara. Khusus dengan beragamnya budaya daerah, Indonesia secara tak langsung akan bisa menjadi negara andalan pariwisata apabila dikelola dan diolah secara profesional dan didukung fasilitas akomodasi atau penginapan yang ideal tentunya. Bidang pariwisata inilah yang saat ini sedang digalakkan pemerintah dengan didukung masyarakat industrinya untuk dikembangkan secara maksimal agar bisa menggantikan dalam rangka mendapatkan devisa negara.

Berdasarkan realita tersebut, ternyata memberikan dampak yang positif terhadap usaha industri perhotelan, khususnya hotel-hotel yang bertaraf internasional (hotel berbintang). Hotel berbintang di Indonesia pada umumnya didirikan pada daerah yang menjadi daerah tujuan wisata, daerah perdagangan, kota besar, kota penting, dan lain sebagainya. Pada kota atau daerah tersebut diharapkan hotel sebagai sarana akomodasi mampu menyedot pengguna jasa hotel sehingga memperoleh keuntungan. Hotel pada hakekatnya merupakan bangunan yang memberikan jasa lainnya bagi tamu yang berkunjung.

Pada awalnya perkembangan hotel merupakan sarana akomodasi, dalam arti sebagai fungsi istirahat, namun kemudian mengalami perkembangan dalam sifat dan bentuk kegiatan pemakai. Salah satu bentuk kegiatan hotel tersebut adalah kegiatan pertemuan (konferensi). Berawal dari kejelian menangkap


(23)

commit to user

2

peluang dari meningkatnya kegiatan pertemuan yang tidak lepas dari bisnis perhotelan dan pariwisata, dewasa ini banyak hotel yang dilengkapi sarana untuk tujuan pertemuan lengkap dengan fasilitas yang diperlukan untuk menjamin efisiensi pertemuan.

Kota Surakarta merupakan daerah pariwisata dan oleh karena itu sangat baik dikembangkan usaha dalam bidang perhotelan sebagai sarana akomodasi bagi para wisatawan, karena hotel sendiri merupakan badan usaha yang bergerak dalam bidang jasa dengan memberikan sarana akomodasi untuk umum serta menyajikan hidangan berupa makanan, minuman, dan fasilitas lainnya. Dengan adanya hotel tersebut diharapkan wisatawan yang datang lebih nyaman sehingga wisatawan yang datang lebih berkesan dan betah lama tinggal di hotel yang nantinya tertarik untuk kembali menggunakan hotel, untuk itu maka ada suatu ketetapan persyaratan dibidang perhotelan dengan maksud agar wisatawan bisa lebih nyaman tinggal di hotel, salah satu persyaratan antara lain dekorasi interior dalam suatu ruangan yang tentunya tidak lepas dari pengaruh fungsi utamanya.

Interior merupakan salah satu cerminan aktifitas yang diwadahi dalam suatu ruangan, sehingga dalam perancangan suatu ruangan akan memiliki interior yang berbeda-beda. Dalam hal ini interior pada Hotel Sahid Jaya Solo telah menggunakan lantai, dinding, dan ceiling akustik yang mengandung material peredam suara, sehingga diharapkan dapat menguatkan suara yang dikehendaki dan menghindari kebisingan.

Untuk memberikan kelancaran dalam kegiatan pertemuan yang relatif lama. Maka suasana ruangan dan lingkungan harus nyaman, lighting

(pencahayaan), penghawaan dan akustik ruang juga sangat penting. Sebab sistem interior ini mempunyai keterkaitan kenyamanan penghuni ruangan dalam kegiatannya. Untuk mendukung kegiatan yang nyaman dan menyehatkan, maka Hotel Sahid Jaya Solo telah dilengkapi dengan peralatan mekanik baik untuk

lighting, maupun penghawaan dan instalasi air.

Bertolak dari hal tersebut, peneliti sangat tertarik untuk mempelajari interior ruang pertemuan pada Hotel Sahid Jaya Solo. Dengan berbagai


(24)

commit to user

pertimbangan di mana hotel ini memiliki tiga ruang pertemuan, yaitu Sukoharjo room, Pedan Ball Room dan Langen Harjo Executive Lounge.

Pedan Ball room merupakan ruang pertemuan terbesar di Hotel Sahid Jaya Solo yang berkapasitas 500 orang. Ruang ini difasilitasi dengan peralatan mekanik penunjang kegiatan pertemuan dan akustik ruang.

Sukoharjo Meeting Room ruang pertemuan ini juga telah difasilitasi dengan peralatan-peralatan mekanik serta akustik ruang baik pada dinding, ceiling maupun lantainya. Ruang pertemuan ini berkapasitas 150 orang.

Langen Harjo Executive Lounge ruang pertemuan ini berkapasitas 40 orang, ruang pertemuan ini juga telah difasilitasi dengan peralatan mekanik serta akustik ruang.

B. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah yang diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Hal-hal spesifikasi apa yang ada pada interior ruang pertemuan Pedan Ball Room, Sukoharjo Meeting Room, dan Langen Harjo Executive Lounge Hotel Sahid Jaya Solo yang menunjukkan sebagai ornamen khas tradisional Jawa ? 2. Bagaimana lay out furniture ruang pertemuan Pedan Ball Room, Sukoharjo

Meeting Room, dan Langen Harjo Executive Lounge Hotel Sahid Jaya Solo ? 3. Bagaimana pencahayaan, penghawaan, dan akustik yang digunakan ruang

pertemuan Pedan Ball Room, Sukoharjo Meeting Room, dan Langen Harjo Executive Lounge Hotel Sahid Jaya Solo ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui spesifikasi apa yang ada pada interior ruang pertemuan Pedan Ball Room, Sukoharjo Meeting Room, dan Langen Harjo Executive Lounge Hotel Sahid Jaya Solo yang menunjukkan kepada ornamen khas tradisional Jawa.


(25)

commit to user

4

2. Untuk mengetahui lay out furniture ruang pertemuan Pedan Ball Room, Sukoharjo Meeting Room, dan Langen Harjo Executive Lounge Hotel Sahid Jaya Solo.

3. Untuk mengetahui pencahayaan, penghawaan dan akustik yang digunakan ruang pertemuan Pedan Ball Room, Sukoharjo Meeting Room, dan Langen Harjo Executive Lounge Hotel Sahid Jaya Solo.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai bahan masukan bagi pengembangan penelitian dimasa yang akan datang.

b. Sebagai masukan bagi mahasiswa Program Pendidikan Teknik Sipil/ Bangunan khususnya konsentrasi gambar / arsitektur.

2. Manfaat Praktis

a. Dari analisis data yang diperoleh diharapkan adanya pertimbangan pemikiran bagi masyarakat pengguna ruang hotel bersangkutan.

b. Sebagai masukan bagi staff pengelola ruang pertemuan hotel yang bersangkutan.

c. Dari hasil yang diperoleh diharapkan bisa dijadikan bahan pertimbangan dalam merancang desain interior ruang pertemuan hotel.

d. Dari hasil yang diperoleh diharapkan bisa dijadikan pengalaman dan pengetahuan bagi peneliti.


(26)

commit to user

BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Pustaka

1. Hotel

a. Pengertian Hotel

Pada umumnya hotel berbintang di Indonesia banyak didirikan di daerah yang menjadi arus wisatawan, kota besar, kota perdagangan dan kota penting. Hal ini sebagai upaya untuk memberikan jasa penginapan dan jasa lain bagi para tamu yang sedang melakukan perjalanan serta masyarakat pengguna fasilitas yang ada dalam hotel, seperti restoran, ruang pertemuan dan fasilitas lainnya. Sebagai industri jasa setiap pengusaha hotel akan berusaha memberikan pelayanan yang maksimal bagi tamunya, sehingga akan memberikan kepuasan kepada pemakai jasa hotel tersebut.

Untuk memahami dan mengkaji pengertian tentang hotel, maka lebih dahulu diuraikan dan dikaji satu persatu pengertian tentang hotel yang dikemukakan oleh beberapa ahli.

Menurut Martin H. Manser (1993:202) berpendapat bahwa “hotel is building where rooms and meals are provided for traveller”. Dari pengertian di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa hotel adalah suatu bangunan yang dilengkapi dengan kamar-kamar dan makanan untuk orang-orang yang berpergian.

Sedangkan menurut Biro Pusat Statistik (1986:2) mengemukakan bahwa “hotel adalah usaha yang menggunakan suatu bangunan atau sebagian daripadanya khususnya disediakan, di mana setiap orang dapat menginap, makan dan minum serta memperoleh pelayanan dan fasilitas lainnya dengan pembayaran (mempunyai restaurant yang berbeda di bawah manajemen tersebut)”. Dari pengertian di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa hotel adalah suatu bangunan yang disediakan dan digunakan untuk menginap, makan, minum serta memperoleh pelayanan dan fasilitas lainnya dengan pembayaran.


(27)

commit to user

6

Adanya istilah dan termologi tentang hotel pada hakekatnya tergantung dari jenis hotel itu sendiri. Dewasa ini banyak istilah-istilah tentang hotel seperti recidence hotel, hotel transit, resort hotel, sport hotel, hotel konvensi, hotel garden dan lain-lain. Dalam hal ini Oka A. Yoeti ( 1990:144 - 145 ) berpendapat bahwa :

“Residen hotel adalah hotel yang menerima tamu untuk tinggal jangka waktu yang agak lama, tetapi untuk tidak menetap….

Transit hotel atau Comersial hotel adalah hotel yang menyediakan kamar bagi pengunjung yang sedang melakukan perjalanan untuk keperluan bisnis dalam waktu yang relatif pendek….

Resort hotel adalah hotel yang menyediakan akomodasi bagi para pengunjung untuk jangka waktu tertentu dan musim-musim tertentu pula…”.

Dari pendapat tersebut di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa ada beberapa istilah tentang hotel yang berkembang sekarang ini, diantaranya yaitu residence hotel, yaitu hotel yang digunakan untuk tinggal agak lama, tetapi tidak untuk menetap. Transit hotel atau komersial hotel, yaitu hotel yang diperuntukkan bagi pengunjung yang sedang melakukan perjalanan bisnis atau perdagangan. Hotel ini biasanya terletak di daerah dekat terminal atau bandara dilengkapi dengan sarana atau fasilitas transportasi dan rekreasi. Resort hotel, yaitu hotel yang menyediakan sarana akomodasi atau tempat menginap bagi orang yang sedang berpergian dalam jangka waktu tertentu dan musim tertentu pula. Hotel ini biasanya terletak pada daerah-daerah pariwisata, peristirahatan yang banyak dikunjungi pada waktu libur.

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa yang dimaksud dengan hotel adalah suatu tempat atau bangunan yang menyediakan jasa penginapan, penyajian hidangan atau masakan dan jasa-jasa lain yang telah memenuhi persyaratan bagi keperluan tamu yang sedang melakukan perjalanan untuk waktu tertentu dan tidak untuk menetap yang bertujuan komersil.

b. Klasifikasi Hotel

Klasifikasi atau penggolongan hotel adalah suatu sistem pengelompokkan hotel-hotel ke dalam berbagai kelas atau tingkatan, berdasarkan


(28)

commit to user

ukuran penilaian tertentu. Hotel dapat dikelompokkan ke dalam berbagai kriteria menurut kebutuhannya, namun ada beberapa kriteria yang dianggap paling lazim digunakan. Sistem klasifikasi atau penggolongan hotel di dunia berbeda antara negara yang satu dengan negara yang lainnya.

Pada tahun 1970 pemerintah Indonesia menentukan klasifikasi hotel berdasarkan penilaian-penilaian tertentu seperti luas bangunan, bentuk bangunan, perlengkapan (fasilitas) dan mutu pelayanan. Namun pada tahun 1977 ternyata sistem klasifikasi yang telah ditetapkan tersebut dianggap tidak sesuai lagi. Maka dengan Surat Keputusan Menteri Perhubungan No. PM. 10/PW. 301/Pdb-77 tentang usaha dan klasifikasi hotel, ditetapkan bahwa penilaian klasifikasi hotel secara minimum didasarkan pada jumlah kamar, fasilitas, peralatan yang tersedia dan mutu pelayanan. Berdasarkan pada penilaian tersebut, hotel-hotel di Indonesia kemudian digolongkan ke dalam 5 (lima) kelas hotel, yaitu :

1) Hotel bintang 1 2) Hotel bintang 2 3) Hotel bintang 3 4) Hotel bintang 4 5) Hotel bintang 5

Hotel-hotel yang tidak bisa memenuhi standar kelima kelas tersebut, ataupun yang berada di bawah standar minimum yang ditentukan oleh Menteri Perhubungan disebut Hotel Non Bintang.

Tujuan umum daripada penggolongan kelas hotel adalah untuk menjadi pedoman teknis bagi calon investor (penanam modal) di bidang usaha perhotelan, agar calon penghuni hotel dapat mengetahui fasilitas dan pelayanan yang akan diperoleh di suatu hotel sesuai dengan golongan kelasnya, agar tercipta persaingan (kompetisi) yang sehat antara pengusahaan hotel, dan agar tercipta keseimbangan antara permintaan (demand) dan penawaran (supply) dalam usaha akomodasi hotel.

Pada tahun 1970-an sampai dengan tahun 2001, penggolongan kelas hotel bintang 1 sampai dengan bintang 5 lebih mengarah ke aspek bangunannya seperti luas bangunan, jumlah kamar dan fasilitas penunjang hotel dengan bobot


(29)

commit to user

8

penilaian yang tinggi. Tetapi sejak tahun 2002 berdasarkan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor. KM. 3/ HK. 001/ MPK. 02 tenang penggolongan kelas hotel, bobot penilaian aspek mutu pelayanan lebih tinggi dibandingkan dengan aspek fasilitas bangunannya.

2. Kajian Interior Ruang Pertemuan

a. Pengertian Kajian

Pengertian kajian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:491) adalah studi, telaah, pemeriksaan, penelitian, penyelidikan ilmiah.

b. Pengertian Interior

Interior atau ruang dalam mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia. Semua kehidupan dan kegiatan manusia berkaitan dengan suatu obyek yang nyata dengan penglihatan maupun pendengaran, penciuman, ataupun rasa yang akan selalu menimbulkan kesan ruang. Ruang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, karena manusia bergerak dan berada di dalamnya. Maka titik tolak dari perancangan ruang harus selalu didasarkan pada manusia. Pembentukan ruang ditentukan oleh adanya massa dan bentuk yang disusun dengan menentukan ukuran-ukuran kebutuhan kegiatan manusia maupun menyangkut persepsi manusia terhadap lingkungannya.

Pengertian interior dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:438) adalah bagian dalam ruang, tatanan perabot di ruang dalam gedung.

c. Ruang Pertemuan

Sedangkan mengenai ruang pertemuan, Fred Lawson (1981:7) berpendapat bahwa, “meeting room is defined as an assembly some common object or for the change of ideas, news and formation or common interest”. Pendapat tersebut mengandung suatu pengertian bahwa, ruang pertemuan didefinisikan sebagai tempat untuk menampung kegiatan bertemu yang membicarakan masalah umum atau informasi tentang sesuatu yang menarik.

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa kajian interior ruang pertemuan adalah studi atau


(30)

commit to user

penyelidikan tentang bagian dalam ruangan yang dipergunakan sebagai tempat untuk kegiatan pertemuan yang mengacu pada lingkungan yang sehat bagi orang yang melakukan kegiatan di dalamnya dan ditangani secara profesional.

d. Elemen Desain Interior

Ruang pertemuan mempunyai unsur pembentuk ruang dimana unsur tersebut pada dasarnya adalah yang membentuk adanya ruang fisik sebagai wadah kegiatan manusia, yang terdiri dari lantai, dinding dan langit-langit. Ketiga unsur tersebut mempunyai peranan yang sangat besar dalam menunjang fungsi atau kegiatan yang berlangsung di dalam ruang.

1)Lantai

Lantai berfungsi sebagai penutup ruang bagian bawah, sebagai akustik. Sebagai isolasi atau perlindungan terhadap panas, dingin dan juga sebagai pemikul beban di atasnya. Hal ini seperti apa yang dijelaskan oleh Y. B. Mangun Wijaya (1980:329) :

“Lantai berfungsi selaku dinding atau penutup ruangan bagian bawah. Oleh karena itu, dilihat dari pertimbangan-pertimbangan akustik misalnya atau isolasi (perlindungan) terhadap panas dan dingin luar, lantai dapat digarap menurut hukum-hukum yang biasa berlaku untuk dinding…Tetapi lantai masih mempunyai tugas untuk mendukung beban yang datang dari benda-benda seperti perabot rumah, manusia dengan segala aktivitasnya. Dan karena itu harus mampu dan kuat memikul beban mati maupun hidup, lalu lintas manusia serta hal-hal lain yang menumpanginya”.

Dari pendapat di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa lantai harus memenuhi persyaratan secara teknik dan secara ekonomi yaitu lantai harus kuat, memberikan isolasi yang baik terhadap hawa dingin dan hawa panas, dan konstruksinya harus sedemikian rupa sehingga setelah berumur panjang tidak kehilangan kekuatan.


(31)

commit to user

10

Gambar 1. Lantai

Sumber : Ilustrasi Desain Interior. Francis D.K. (2006 : 15)

Lantai dapat menentukan karakter ruang, yaitu dengan menggunakan bentuk-bentuk pemilihan bahan, pola maupun warna yang tepat atau sesuai dengan suasana ruang yang ingin dicapai. Berdasarkan karakteristiknya lantai dibagi menjadi empat, yaitu :

a. Lantai lunak, terdiri dari semua tipe permadani dan karpet. Pemberian karpet pada lantai dapat menunjang penyerapan bunyi.

Gambar 2. Macam-macam lantai lunak atau permadani Sumber : Francis D. K. (2006 : 175)

b. Lantai semi keras, terdiri dari pelapisan lantai seperti vinyl, aspal, dan cor. c. Lantai keras, terdiri dari semua jenis batuan dan logam yang dipakai

sebagai bahan lantai.

d. Lantai kayu (parquet), terdiri dari berbagai jenis dan motif bahan lantai yang terbuat dari kayu.


(32)

commit to user

Pemilihan lantai untuk ruang pertemuan, tidak memakai lantai yang bermotif sebab akan menimbulkan kesan ramai, hal ini senada dengan pendapat Pamudji J. Suptandar (1999:132) menyatakan bahwa : “pada ruang rapat yang memerlukan konsentrasi hendaknya jangan digunakan lantai yang terlalu banyak motif dan warna karena dapat mengganggu”. Sedang lantai yang dipergunakan biasanya memakai lantai dengan lapisan penutup (floor

covering) dapat berupa karpet dan permadani, karpet dan perekat, keramik,

batuan, batu bata dan material lainnya.

2) Elemen Vertikal a) Dinding

Dinding dalam sebuah bangunan sebagai salah satu unsur pembentuk ruang, dinding mempunyai beberapa fungsi pokok, yaitu : sebagai pemikul beban di atasnya, sebagai penutup atau pembatas ruangan, baik visual maupun akustik, menghadapi alam luar dan ruangan dalam. Seperti yang dikemukaan oleh Y. B. Mangun Wijaya (1980:339) :

“Dinding-dinding bangunan dari segi fisika bangunan mengemban fungsi : 1). fungsi pemikul beban di atasnya. 2). fungsi penutup atau pembatas ruangan, baik mengenai visual maupun akustik. 3). menghadapi alam luar dan ruangan dalam, radiasi sinar cahaya dan sinar kalor dari matahari. 4). pengatur derajat kelembaban di ruang. 5). radiasi sumber bunyi perlindungan arus angin”.

Beberapa jenis bahan-bahan yang berfungsi sebagai dinding atau bahan-bahan pokok dinding :

(1) Batu : batu kali, batu bata, batako, dan sebagainya. (2) Kayu : papan, tripleks, bambu, hardboard, dan sebagainya. (3) Metal : alumunium, tembaga, kuningan, plat baja, dan sebagainya. (4) Gelas : kaca, dsb.

(5) Plastik : fiber glass, folding door, dsb.

Sedangkan beberapa jenis bahan-bahan yang berfungsi sebagai penutup dinding adalah sebagai berikut :

(1) Batu : bermacam-macam batu alam, asbes, coreltex, dan marmer. (2) Cat : bermacam-macam cat tembok, chemistone.


(33)

commit to user

12

(3) Fiberglass : flexiglass, paraglass.

(4) Gelas : cermin, kaca (kaca bening, kaca rayben, kaca es, dsb). (5) Kain : batik, sutra.

Dinding yang difungsikan sebagai ruang pertemuan selain harus memenuhi persyaratan teknis juga harus memenuhi persyaratan akustik. Pencapaian persyaratan akustik ini diharapkan akan dapat memperlancar kegiatan pertemuan yang ada di dalamnya. Dalam pencapaian akustik ini, Leslie L. Doelloe yang diterjemahkan Lea Prasetyo (1990:56) berpendapat bahwa : “sumber bunyi harus dikelilingi oleh material absorbsi yang baik

(perforetet aqioustic) sebagai pengendali akustik”.

Dari pendapat di atas mengandung pengertian bahwa, bahan penyerap (pengendali) suara dapat ditempatkan pada permukaan ceiling dan dinding yang berfungsi untuk mengendalikan kebisingan suara. Bahan yang digunakan dapat berupa wall paper dan material sejenisnya.

Gambar 3. Dinding

Sumber : Ilustrasi Desain Interior. Francis D.K. (2006 : 176)

b) Pintu

Pada setiap bangunan ada suatu bagian dari bangunan tersebut yang berfungsi sebagai penghubung antar ruang satu dengan ruang yang lain. Penghubung itu dikenal dengan istilah pintu. Pintu terdiri dari ibu pintu atau kusen dan daun pintu yang dihubungkan dengan engsel atau pelipat serta


(34)

commit to user

dilengkapi pengunci maupun grendel. Rangka pintu atau kusen dapat dibuat dari aluminium atau kayu. Rangka aluminium banyak dipakai untuk bangunan umum atau bangunan komersil, karena bentuknya indah dan memberi kesan mewah. Selain itu sangat tepat juga dipakai pada bangunan bertingkat banyak, karena ringan dan tahan api.

Ukuran lubang pintu biasanya dibuat disesuaikan dengan kebutuhan ruangannya atau jenis dari bangunan. Beberapa ukuran yang banyak dipakai adalah sebagai berikut :

Tabel 1.

Jenis bangunan Ukuran lubang pintu

(lebar x tinggi) Jumlah daun pintu

Rumah tinggal 80 cm x 200 cm 1 daun

Bangunan umum sekolah 90 cm x 200 cm 1 daun

Toko, bioskop, dan lain-lain 120 cm x 200 cm 2 daun

Pintu utama pada bangunan umum 160 cm x 200 cm 2 daun

Pintu kamar mandi 70 cm x 200 cm 1 daun

Sumber : Konstruksi Bangunan Gedung. Ir. Ign Benny P. M.Sc (1995:72)

c) Jendela

Jendela berfungsi sebagai jalannya sirkulasi udara dan sebagai jalan masuknya sinar matahari agar ruangan tetap sehat.

Rangka jendela tidak jauh berbeda dengan rangka pintu, hanya di sini selain ambang atas, terdapat juga ambang bawah, jadi tiang diapit atas bawah oleh ambang. Di dalam suatu bangunan, sebaiknya bentuk pintu dan jendelanya adalah sama, walaupun mungkin ukuran lebarnya tidak sama, hal ini dimaksudkan agar bangunan tampak harmonis. Jendela dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu jendela mati dan jendela berventilasi. Jendela mati tidak akan pernah dapat dibuka, sedangkan jendela berventilasi dapat dibuka dan dapat ditutup.

Penanganan jendela interior bervariasi tergantung bagaimana penanganan-penanganan tersebut dapat mengurangi cahaya, ventilasi, dan pandangan yang diberikan oleh jendela dan bagaimana cahaya, ventilasi, dan pandangan tersebut mempengaruhi bentuk dan penampilan jendelanya. Adapun penanganan jendela sebagai berikut :


(35)

commit to user

14

(1) Tirai

Tirai adalah cara penanganan jendela yang paling ekonomis, yang terbuat dari tekstil, vinil atau bambu. Tirai bergerak dari atas ke bawah untuk menutup sebagian atau seluruh lubang jendela. Bahan tirai bisa transparan atau opak. Tirai mengurangi cahaya sekaligus menambah privasi.

Bambu memberi tekstur yang menyenangkan dan membatasi cahaya maupun pandangan. Tirai dapat digulung atau dikumpulkan di satu sisi ketika dibuka.

(2) Penghalang Pandangan

Penghalang horisontal dari strip-strip tipis berukuran agak lebar. Strip-strip tersebut dapat terbuat dari kayu atau metal. Jarak dan pengaturan masing-masing strip mengendalikan cahaya dan aliran udara, strip tipis menghalangi pemandangan lebih sedikit daripada strip lebar. Penghalang pandangan horisontal sulit untuk dibersihkan.

Penghalang vertikal mempunyai strip-strip dari bahan sejenis kain yang opak atau transparan dengan engsel putar pada bagian puncak dan dasarnya.

(3) Tirai Panjang

Tirai panjang merujuk pada semua bahan tekstil yang tergantung lurus dalam lipatan bebas. Tirai panjang biasanya menggunakan bahan tekstil yang tebal, biasanya diikat atau digantung seperti permadani, seringkali dilengkapi dengan penutup pada bagian atasnya. Tirai yang dapat ditarik yang terbuat dari kain yang opak atau transparan dipasang pada rel melintang di atasnya. Tirai tersebut harus penuh dan tergantung lurus, mulai dari langit-langit atau sedikit di atas kusen dan berhenti sedikit di bawah kusen atau dekat lantai.

(4) Gorden

Gorden kaca adalah material yang tipis, halus, ringan, dan digantung menempel pada kaca jendela atau pintu kaca. Kehalusannya melunakkan dan membaurkan cahaya, menyaring pandangan dan memberikan privasi siang hari. Dapat digantung di dalam kusen jendela atau bagian luarnya


(36)

commit to user

untuk menyatukan sekelompok jendela. Gorden pada rangka daun jendela seperti juga gorden kaca, tetapi digantung atau dibentang melintang pada rangka daun jendela.

3. Ceiling /Langit-langit

Sebagai salah satu unsur pembentuk ruang, ceiling atau plafond merupakan penutup ruang bagian atas. Seperti halnya lantai dan dinding, ceiling juga mempunyai karakteristik tersendiri yang ikut menentukan terbentuknya kesan ruangan keseluruhan. Adapun pengertian ceiling menurut Pamudji J. Suptandar (1999:161) menyatakan bahwa : “pengertian ceiling atau langit-langit berasal dari kata ceil, yang artinya melindungi dengan suatu bidang penyekat sehingga terbentuk suatu ruang”. Dari pendapat tersebut mengandung pengertian bahwa ceiling atau langit-langit merupakan pembentuk suatu ruang. Secara umum ceiling atau langit-langit merupakan sebuah bidang yang berfungsi sebagai pelindung atau atap dan sekaligus sebagai pembentuk ruang dengan bidang yang ada di bawahnya.

Ceiling yang merupakan penutup bagian atas suatu bangunan berfungsi menambah kesan rapi pada bangunan bagian atas, sebab ceiling dapat menutupi bagian-bagian yang kurang rata pada bangunan bagian atas dan sebagai tempat beberapa instalasi yang berada di atas atau menempel pada ceiling, hal ini senada dengan pendapat Fred Lawson (1997:261) bahwa :

“The perspective of the ceiling is a major consideration in the design of the ballroom and its dividing rooms. In addition the contruction must incorporate meny funtional requiremants including access to technical equipment :

a) Air-conditioning ducting, terminals and diffusers, including the loadinh

and insulation of roof-mounted plant and balanced zone control equipment.

b) Lighting systems with a combination of decorative lamps, general

lighting, track lighting arrays, exhibition and asecial lighting requirements, emergency lighting, dimmer switches and controls for separate curcuits.

c) Fire detection and alarm systems automatic spinkler installations.

Ceiling meterials to satisfy low surface flame spread, low smoke generation and secure fixing requirements.


(37)

commit to user

16

d) Acoustic treatment over the whole or part to reduce reverberation time to

0. 8 seconds or lessin use.

e) Ceiling voids will require separation above the lines of partitions to meet

fire-resistance periods-usually ½ hour-and sealed sound flanking paths.

f) Thermal and sound insulation (particularly near airports, railways, major

roads) under roof construction and plant.

g) Mechanical equipment for moving partitions, projection screens and

other retractable equipment.

Pendapat di atas mengandung pengertian presfektif pada ceiling menjadi perhatian utama di dalam ballroom / ruang dansa dan ruang pemisah. Di dalam pemasangan pada konstruksi harus menggabungkan banyak fungsi yang penting termasuk akses / jalan masuk pada peralatan teknis :

a) Saluran udara / AC, sambungan dan pembesar termasuk pemuatan dan penyekatan pada susunan atap gedung dan keseimbangan pada daerah kontrol peralatan.

b) Sistem penerangan dengan kombinasi dekoratif lampu, penerangan umum, penerangan jalan, pertunjukan dan keperluan penerangan khusus, penerangan dalam keadaan darurat, tombol lampu dan kontrol untuk kontak terpisah.

c) Deteksi kebakaran dan sistem alarm, alat pemadam otomatis, bahan-bahan ceiling untuk menghambat penjalaran api, pembangkit asap rendah dan keperluan bahan-bahan yang aman.

d) Tindakan akustik yang lebih pada semua atau sebagian untuk mengurangi waktu gema sampai 0, 8 detik atau sisa dalam penggunaan. e) Menghindari ceiling akan membutuhkan pemisahan di atas garis pada

dinding untuk menemukan waktu pemadam kebakaran biasanya 0, 5 jam dan tertutup oleh bunyi sisa garis edar.

f) Yang berhubungan dengan panas dan penyekat bunyi (terutama sekali di dekat bandara, rel kereta api dan jalan utama) di bawah konstruksi atap dan gedung.

g) Peralatan mesin untuk perpindahan sekat, layar proyeksi dan peralatan yang dapat ditarik masuk lainnya.


(38)

commit to user

Karakteristik suatu ceiling merupakan ciri tertentu yang minimal harus ada pada suatu ruang yang bersangkutan dengan jenis kegiatan yang berlangsung dalam ruang. Pada ruang pertemuan atau ruang rapat dimana diharapkan tercapai suatu pendapat yang membutuhkan ketenangan dan konsentrasi, diusahakan agar ceilingnya berbentuk sederhana tidak mencolok karena akan mengganggu konsentrasi pengguna ruangan tersebut, hal ini senada dengan pendapat Pamudji J. Suptandar (1999:166) yang menyatakan bahwa : “pada ruang rapat di mana diharapkan tercapainya suatu pendapat yang membutuhkan konsentrasi, diusahakan agar ceiling berbentuk sederhana tidak menyolok karena akan mengganggu konsentrasi”.

Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Ceiling adalah bagian dari bangunan yang merupakan suatu bidang yang terletak dibagian atas, bersatu dengan dinding dan lantai akan membentuk suatu ruangan.

2. Ceiling akan menambah kesan rapi ruangan karena ceiling dapat menutupi bagian-bagian yang kurang rata pada bangunan bagian atas dan sebagai tempat beberapa instalasi di dalamnya seperti instalasi lampu (pencahayaan), instalasi AC (pengkondisian udara), alarm pemadam, pemadam kebakaran dan lain-lain.

3. Ceiling ruang pertemuan diusahakan berbentuk sederhana agar tidak menyolok karena akan mengganggu konsentrasi.

Gambar 4. Ceiling


(39)

commit to user

18

4) Furniture

Istilah furniture sering disama artikan dengan kata “meubel” dalam bahasa Perancis dan “mobel” dalam bahasa Jerman, yang berarti “mebel” dalam bahasa Indonesia. Pada hakekatnya furniture dibedakan menjadi dua, yaitu furniture yang dapat dipindahkan, seperti meja, kursi dan sebagainya. Yang kedua yaitu furniture yang tidak dapat dipindahkan atau tidak bergerak, seperti almari tanam, kursi tanam, meja tanam.

Desain furniture harus diselaraskan dengan kebutuhan pengguna, perancangan ini akan menimbulkan berbagai aspek yang berhubungan dengan jenis aktifitas, fungsi, maupun segi-segi visual. Lebih lanjut Pamudji J. Suptandar (1999:173) menerangkan bahwa :

Desain furniture dibagi atas dua kategori :

1. Furnituree yang berbentuk case (kotak) termasuk chests, meja tulis meja, lemari buku dan kursi yang tidak mempunyai pelapis, type furnituree semacam ini di Indonesia masih dibuat dari kayu walaupun bahan-bahan lain makin bartambah populer.

2. Furnituree yang dilapisi, misalnya sofa, kursi-kursi yang seluruhnya atau sebagian diberi pelapis termasuk perlengkapan-perlengkapan tidur.

Pendapat di atas mengandung suatu pengertian desain furniture dibagi dalam dua kategori yaitu furniture yang berbentuk case (kotak) termasuk chests, furniture ini tanpa dilapisi, seperti meja, kursi, lemari buku tanpa pelapis dan furniture yang diberi pelapis misalnya sofa, kursi-kursi yang seluruhnya diberi pelapis atau sebagian saja yang diberi pelapis.

Dalam hal ini Fred lawson (1997:262-263) berpendapat bahwa : “Essentianlly furniture sould be :

● lightweight but strong : stackable into mobile carriers

● linkable to form rows : interchangeable (e.g.tops and frames) ● styled to suit character of room and hotel

● durable, resistent to staining, scraping and marking ● protected to prevent damage to floor or walls”.

Pendapat di atas mengandung suatu pengertian bahwa pada dasarnya furniture seharusnya :

1) Ringan tapi kuat : Penyambungannya dimasukkan pada alat pengikat yang ringan


(40)

commit to user

2) Dapat dihubungkan untuk membentuk satu kesatuan : yang dapat dipertukarkan (seperti atap dan kerangka)

3) Dapat dibentuk dalam karakter yang bagus pada ruangan dan hotel 4) Dapat tahan lama, melindungi dari noda, kikisan dan tanda-tanda 5) Dilindungi untuk mencegah bahaya pada lantai atau dinding.

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa, pada hakekatnya furniture dapat dibedakan menjadi dua, yaitu furniture yang dapat dipindahkan dan furniture yang tidak dapat dipindahkan. Penggunaan bahan tidak keras dan kuat, mudah dipertukarkan, dapat membentuk karakter yang bagus pada ruangan atau hotel, tahan lama dan dilindungi sehingga tidak merusak lantai maupun dinding.

5) Warna

Warna adalah corak, intensitas dan nada pada permukaan suatu bentuk. Warna merupakan atribut yang paling mencolok yang membedakan suatu bentuk terhadap lingkungannya. Warna mempunyai peranan yang sangat besar dalam tata ruang, terutama dalam pembentukan suasana keseluruhan dari ruang. Warna adalah kekuatan yang berpengaruh terhadap manusia dan memberikan rasa sehat atau rasa lesu. Pengaruh warna terhadap manusia terjadi secara tidak langsung melalui pengaruh fisiologis. Pengaruh tersebut terjadi secara langsung melalui kekuatan pengaruh impuls.

Menurut Munsell, satu warna ditentukan oleh 3 (tiga) komponen, yaitu :

a) Hue : menyatakan kualitas warna atau intensitas panjang gelombang

b) Value : kesan kemudahan warna

c) Chroma : penyimpangan terhadap warna putih atau kejenuhan warna.

Selanjutnya itu juga dikenal adanya percampuran antara warna murni dengan warna kutub yang disebut dengan :


(41)

commit to user

20

a) Tint

Merupakan warna murni dicampur dengan warna putih sehingga terjadi warna muda.

b) Shade

Yaitu warna murni dicampur dengan hitam sehingga terjadi warna tua. c) Tone

Adalah warna murni dicampur dengan warna abu-abu (percampuran putih dan hitam) sehingga terjadi warna tanggung.

Setiap warna memberi kesan tersendiri. Perasaan hangat ditimbulkan oleh warna-warna matahari, diantaranya warna kuning, merah, kuning kemerahan, dan warna serumpun lainnya. Kesan dingin diperoleh dari warna-warna musim dingin, yaitu biru, biru kehijauan, putih, dan hitam. Warna-warna muda musim semi seperti kuning muda, hijau daun muda, merah jambu, dan coklat serta memberi kesan hangat dan berjiwa remaja. Warna musim gugur yang bercampuran abu-abu dan hitam terasa tenang dan hangat.

6) Pencahayaan, Penghawaan, dan Akustik Ruang a) Pencahayaan

(1) Pencahayaaan Alami

Cahaya merupakan syarat bagi pengelihatan manusia. Penerangan yang baik dalam suatu ruangan memberikan kontribusi terhadap penampilan elemen dekoratif maupun arsitektural ruangan. Untuk memperoleh cahaya dalam suatu ruangan dapat diperoleh dari sumber cahaya alami, yaitu cahaya sinar matahari. Penggunaan pencahayaan ini dapat dilakukan pada siang hari.

Setyo Soetiadji (1997:7) mengemukakan bahwa : “pada umumnya pancapaian terang dalam suatu ruang dapat dilakukan dengan teknik alami dan buatan”. Pendapat tersebut di atas mengandung pengertian bahwa sumber cahaya sebagai penerangan berasal dari cahaya alami dan cahaya buatan. Selanjutnya Setyo Soetiadji (1997:8) menerangkan lebih lanjut bahwa :

“Dalam penerangan alami, sinar matahari yang masuk dalam ruangan terdiri atas beberapa unsur, yaitu :


(42)

commit to user

2. Sinar matahari yang berasal dari pantulan awan yang berasal dari langit 3. Sinar matahari refleksi luar, hasil pantulan cahaya dari benda-benda

yang ada di luar bangunan

4. Sinar matahari refleksi dalam, yaitu hasil pantulan cahaya dari dalam melalui elemen ruang atau benda yang ada dalam ruang”.

Dari pendapat yang dikemukakan di atas mengandung suatu pengertian bahwa, cahaya matahari yang masuk ke dalam suatu ruangan itu dapat berupa cahaya langsung, cahaya pantulan dan cahaya refleksi, baik refleksi luar maupun refleksi dalam. Biasanya untuk memperoleh cahaya alami dalam suatu ruangan adalah dengan menggunakan ventilasi, jendela dan lain sebagainya.

Sedangkan Y. B. Mangunwijaya (1980:211) mengemukakan bahwa : “ada dua macam terang. Yaitu terang berasal dari matahari secara langsung dan secara tidak langsung”. Terang secara tidak langsung sebagai pantulan cahaya matahari oleh awan-awan serta benda-benda di keliling bangunan dan terang dari lampu atau sumber-sumber cahaya buatan manusia.

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa, pencahayaan alami dapat digunakan pada siang hari, yaitu cahaya yang bersumber dari matahari, yang dapat diperoleh melalui media jendela, ventilasi, dan lain-lain. Biasanya unsur cahaya yang masuk dalam ruangan merupakan pencahayaan refleksi atau pantulan.

Cahaya dari atas kanan dan kiri Cahaya dari atas kanan

Cahaya dari samping atas


(43)

commit to user

22

Cahaya dari samping lurus Gambar 5. Pencahayaan alami Sumber : Setyo Soetiadji (1997:8) (2) Pencahayaan Buatan

Pencahayaan buatan sangat berfungsi pada malam hari, bahkan untuk memperoleh cahaya yang cukup, pada siang hari pun pencahayaan buatan dapat dipergunakan. Untuk memperoleh penyesuaian pencahayaan dan suasana yang nyaman dengan fungsi ruangan maka dapat dilakukan dengan sistem pencahayaan yang tetap.

Adapun beberapa sistem pencahayaan menurut Setyo Soetiadji (1997:48) adalah sebagai berikut :

Secara umum pencahayaan yang dihasilkan oleh penerangan ruangan dapat digolongkan ke dalam lima macam :

- pencahayaan tidak langsung (indirect lighting)

- pencahayaan semi tidak langsung (semi indirect lighting) - pencahayaan langsung tidak langsung (direct-indirect lighting) - pencahayaan setengah langsung (semi direct lighting)

- pencahayaan langsung (direct lighting)

Pendapat tersebut di atas mengandung suatu pengertian sebagai berikut :

(a) Pencahayaan tidak langsung (indirect lighting)

Adalah pencahayaan yang diarahkan kepada langit-langit dan bagian atas dari dinding ruangan, yang penerangannya sebesar 90 % sampai 100 %. Kemudian dipantulkan keseluruh ruangan untuk menghasilkan diffuse.

(b) Pencahayaan semi tidak langsung (semi indirect lighting)

Adalah pencahayaan yang penerangannya diarahkan ke permukaan langit-langit dan bagian atas dari dinding ruangan yang penerangannya sebesar 60 % sampai 90 % sedang sisanya untuk penerangan bidang kerja.


(44)

commit to user

(c) Pencahayaan langsung tidak langsung (direct-indirect lighting)

Adalah pencahayaan yang penerangannya diarahkan ke permukaan langit-langit dan bagian atas dari dinding ruangan yang penerangannya sebesar 50 % dan 50 % sisanya untuk penerangan bidang kerja.

(d) Pencahayaan setengah langsung (semi direct lighting)

Adalah suatu pencahayaan yang dipancarkan ke arah bidang kerja sebesar 60 % sampai 90 % dan selebihnya untuk penerangan pantul.

(e) Pencahayaan langsung (direct lighting)

Adalah pencahayaan yang diarahkan secara langsung ke arah bidang kerja yang diterangi dengan penerangannya sebesar 90 % sampai 100 %.

Pencahayaan langsung

Pencahayaan tak langsung

Pencahayaan setempat


(45)

commit to user

24

Pencahayaan khusus Gambar 6. Pencahayaan buatan Sumber : Setyo Soetiadji (1997:48)

Standar penerangan untuk suatu ruang pertemuan yang mencakup

direct lighting dan indirect lighting harus memenuhi persyaratan terang baca,

sehingga penerangan langsung yang diarahkan ke bidang kerja atau tempat duduk harus memenuhi persyaratan.

Tabel 2. Tingkat pencahayaan minimum untuk Hotel dan Restaurant yang dirokemendasikan. Fungsi Ruangan Tingkat Pencahayaan (lux) Keterangan Lobby, koridor 100

Pencahayaan pada bidang vertikal sangat penting untuk menciptakan suasana/kesan ruang yang baik. Ballroom/ruang

sidang

200

Sistem pencahayaan harus dirancang untuk menciptakan suasana yang sesuai. Sistem pengendalian ”switching” dan ”dimming” dapat digunakan untuk memperoleh berbagai efek pencahayaan.

Ruang makan 250

Cafetaria 250 Kamar tidur

150

Diperlukan lampu tambahan pada bagian kepala tempat tidur dan cermin.

Dapur 300

Sumber : Tata cara perancangan sistem pencahayaan buatan pada bangunan gedung (SNI 03-6575-2001).

Sedangkan teknik penempatan lampu Pamudji J. Suptandar (1999:228) mengemukakan :


(46)

commit to user

“Beberapa cara teknik penempatan lampu dalam ruangan : 1. Teknik pencahayaan pada dinding

2. Teknik pencahayaan pada plafond

3. Teknik pencahayaan yang dapat dipindah-pindahkan 4. Teknik pencahayaan yang digantung

5. Teknik penempatan khusus”.

Pendapat di atas mengandung suatu pengertian sebagai berikut : (1) Teknik pencahayaan pada dinding meliputi

(a) Valance yaitu penempatan lampu dengan penyinaran tidak langsung

dan ditempatkan di atas jendela.

(b) Penutup dinding atau bracket yaitu salah satu dari variasi valance

dengan cara memasang penutup pada dinding dengan mempergunakan lampu cahaya atau lampu dekorasi dan tidak memerlukan jendela seperti halnya valances, sistem ini dapat diletakkan pada berbagai ketinggian dan lebar.

(c) Cornices adalah salah satu tipe valance yang melekat pada plafond di

mana seluruh cahaya dipancarkan langsung ke bawah.

(d) Ceiling mounted spot / flood light adalah pemasangan lampu dengan penempatan lampu pijar di dalam plafond, hal ini untuk mengurangi jumlah udara yang panas.

(e) Luminous panels/wall yaitu pencahayaan yang penempatannya pada

dinding bagian dalam sehingga tembok sebagai pelindung sumber cahaya.

(2) Teknik pencahayaan dari plafond meliputi :

(a) Cove pencahayaan ini dapat dipergunakan pada ke empat dinding yang berseberangan dan ini termasuk dalam pencahayaan tak langsung.

(b) Luminous panel dari plafond adalah menutup dari langit-langit atau

sebagian dari langit-langit, ini cara yang efisien untuk menerangi beberapa area dengan menggunakan sheet yang transparan dan sangat mudah pemasangannya. Kebanyakan dipergunakan pada kamar mandi, dapur dimana cahaya bayangan bebas dari lampu sangat penting. (3) Teknik pencahayaan yang dapat dipindah-pindah


(47)

commit to user

26

Dalam penggunaan cahaya ini ada beberapa petunjuk umum untuk menentukan lampu-lampu dari tipe ini. Misalnya portable lamp, standard lamp dan sebagainya.

(4) Teknik pencahayaan yang digantung

Teknik ini penempatan lampu-lampu yang digantungkan dengan alat-alat penggantung.

(5) Teknik penempatan khusus

Pemasangan lampu ini biasanya dipergunakan untuk keperluan-keperluan yang sifatnya khusus dan tidak lazim dipergunakan oleh umum, contohnya adalah pemasangan lampu operasi, ruang pameran dan lain sebagainya.

(b) Penghawaan

Kondisi yang nyaman dan segar dalam suatu ruangan merupakan tuntutan bagi setiap penghuninya. Demikian pula dalam ruang pertemuan, penghawaan yang baik dalam suatu ruangan sangat mendukung berlangsungnya kegiatan yang ada di dalamnya.

Diratmaja E. (1983:17) berpendapat bahwa, “faktor penentu suhu dalam ruangan antara lain : suhu udara, suhu pancaran, gerakan udara, kelembapan udara dan kemurnian udara”. Pendapat tersebut di atas jelas mengandung suatu pengertian bahwa besarnya suhu udara dalam suatu ruangan akan dipengaruhi beberapa faktor, yaitu suhu udara itu sendiri, suhu pancaran, gerakan udara, kelembapan udara, dan kemurnian udara.

Selanjutnya James C. Snyner dan Anthony J. Catanese yang diterjemahkan oleh Hendro Sangkoyo dan Yani Sianipar (1985:481) menerangkan lebih lanjut, bahwa “…pencapaian udara segar dalam suatu ruangan dapat dipakai alat mekanis (AC, kipas angin/ van), karena suhu dapat dikondisikan dan dijaga”.

Pamudji J. Suptandar (1999:277) berpendapat bahwa : “dalam pasaran umum kita kenal ada tiga jenis AC, yaitu AC window, AC central dan AC split”. AC window umumnya dipakai pada perumahan dan dipasang pada salah satu dinding ruang dengan batas ketinggian yang terjangkau dan


(48)

commit to user

penyemprotan udara tidak mengganggu si pemakai. AC central biasa digunakan pada unit-unit perkantoran, hotel, supermarket dengan pengontrolan atau pengendalian yang dilakukan dari satu tempat. Sedangkan AC split hampir sama bentuknya dengan AC window bedanya hanya pada konstruksi di mana alat condensator terletak di luar ruang.

Sedangkan suhu udara yang dipergunakan dalam ruang pertemuan menurut Fred Lawson (1997:300) dalam pernyataannya adalah : “The temperature of heated public space and office may be limited to 20° C (60° F)”.

Gambar 7. Penghawaan Alami Sumber : Setyo Soetiadji (1997:39)

Gambar 8. AC Split Sumber : www. google.co.id

(c) Akustik Ruang

Akustik merupakan bagian dari ilmu suara (since of sound), secara umum siatem akustik merupakan suatu usaha untuk mendukung kelancaran komunikasi yang terjadi dalam suatu ruangan. Dalam arti akustik ruang adalah


(49)

commit to user

28

sebagai pengendalian terhadap suara-suara yang tidak diinginkan dan lebih menguatkan suara-suara yang dibutuhkan yang menjadi tujuan utama dalam akustik ruang. Dalam hal ini James C. Snyner & Anthony J. Catanese yang diterjemahkan oleh Hendro Sangkoyo dan Yani Sianipar (1985:448) berpendapat bahwa “ada dua tujuan pokok akustik arsitektural, meningkatkan dan memperkuat suara-suara yang diinginkan dan mengurangi atau melenyapkan kebisingan yang mengganggu dan tidak diinginkan yang pertama biasa disebut akustik ruang, dan yang kedua disebut kontrol kebisingan”. Pendapat tersebut mengandung pengertian bahwa akustik arsitektural mempunyai dua tujuan yaitu untuk meningkatkan suara-suara yang diinginkan (disebut akustik ruang) dan untuk melenyapkan kebisingan (disebut kontrol kebisingan).

Gambar 9. Akustik Ruang Sumber : Leslie L. Doelloe (1990:56)

Selanjutnya untuk memperoleh kondisi akustik yang baik dalam ruangan Leslie L. Doelloe yang diterjemahkan oleh Lea Prasetyo (1990:53) berpendapat bahwa untuk mendapat kondisi akustik yang baik adalah :

1. Harus ada kekerasan (nudness lodnes) yang cukup dalam tiap bagian ruangan, terutama pada tempat-tempat yang jauh dari sumber suara. 2. Energi bunyi harus dapat didistribusikan kesemua arah secara merata. 3. Ruangan harus bebas dari cacat akustik seperti : gema, pemantulan yang

berkepanjangan (longdelayetd reflection), gaung dan sebagainya.

Pendapat tersebut di atas mengandung pengertian bahwa ada 3 faktor yang penting untuk memperoleh kondisi akustik ruang yang baik yaitu : adanya kekerasan permukaan yang cukup, terutama pada tempat-tempat yang


(50)

commit to user

jauh dari sumber bunyi, bunyi yang ke luar harus dapat disebar ke seluruh arah ruangan secara merata dan ruangan harus bebas dari cacat akustik.

Selanjutnya dijelaskan lebih lanjut oleh Leslie L. Doelloe yang diterjemahkan oleh Lea Prasetyo (1985:448) menerangkan bahwa “…sumber bunyi harus dikelilingi oleh meterial absorsi yang baik (parporated akustic) yang dipasang pada permukaan ceiling, dinding atau lantai sebagai pengendali akustik”. Pendapat tersebut mengandung suatu pengertian bahwa untuk mendapatkan akustik ruang yang baik maka dapat dipasang material peredam suara yang dapat dipasang pada dinding, plafond atau lantai.

Dari berbagai pendapat yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diambil suatu kesimpulan sementara bahwa :

1. Tujuan akustik adalah untuk menguatkan suara yang dibutuhkan dan menghilangkan kebisingan.

2. Karena sifat suara atau bunyi dapat memantulkan setelah menumbuk rintangan dan dapat menimbulkan gema serta kebisingan maka dapat dipasang material absorsi pada dinding, plafond dan lantai sebagai bahan penyerap suara.

7) Ornamen dan Aksesori a) Ornamen

Menurut Soepratno (1997:11) “Ornamen berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata ornae yang artinya hiasan atau perhiasan”. Ragam hias atau ornamen itu sendiri terdiri dari berbagai jenis motif dan motif-motif itulah yang digunakan sebagai penghias sesuatu yang ingin kita hiasi. Oleh karena itu motif adalah dasar untuk menghias sesuatu ornamen.

Ungkapan hasil pikiran dan daya cipta untuk memberikan tambahan pada sesuatu benda dengan tujuan agar lebih indah merupakan bagian dari seni hias atau ornamen. Ornamen atau seni hias tersebut mendorong manusia untuk menikmati berbagai corak hiasan sehingga dapat menimbulkan rasa menyenangkan.


(51)

commit to user

30

(1) Motif Ornamen

Terjadinya ornamen merupakan hasil dari suatu susunan atau pengolahan unsur-unsur ornamen. Karena unsur-unsur ornamen tersebut mempunyai persamaan-persamaan tertentu dengan unsur seni rupa lainnya. Diantara unsur-unsur ornamen tersebut ialah motif geometrik, tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia, dan alam. Dari sebuah motif dapat disusun sedemikian rupa sehingga menghasilkan pola hiasan yang dapat dilakukan pada benda.

Semula ornamen-ornamen tersebut berupa garis seperti : garis lurus, garis patah, garis miring, garis sejajar, garis lengkung, lingkaran, dan sebagainya yang kemudian berkembang menjadi bermacam-macam bentuk yang beraneka ragam coraknya. Dalam penggunaannya ornemen tersebut ada yang hanya berupa satu motif saja, dua motif atau lebih, pengulangan motif, kombinasi motif, dan ada pula yang “distilasi” atau digayakan.

Dengan demikian jenis ornamen itu sendiri terdiri dari :

(a) Motif Geometris

Pada motif geometris mempunyai bentuk dari sebuah ilmu ukur atau dengan alat-alat ukur yang dikembangkan menjadi sebuah garis-garis yang diinginkan. Menurut Soepratno (1997:11) “motif geometris berupa garis lurus, garis patah, garis sejajar, lingkaran dan sebagainya”.

Motif geometris tersebut dapat diolah dengan menambahkan dari beberapa bagian sehingga tercipta motif gabungan yaitu dengan menggabungkan motif lainnya. Pada motif geometris ini dalam ornamen merupakan motif dengan bentuk yang peling sederhana. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar-gambar di bawah ini :


(52)

commit to user

Gambar 11. Berlian Gambar 12. Ikal

Gambar 13. Swastika Gambar 14. Meander

Gambar 15. Guirlande Gambar 16. Tumpal

Sumber : Ornamen Ukir Kayu Tradisional Jawa. Soepratno (1997:12)

(b) Motif Naturalis

Motif naturalis adalah motif yang berupa tumbuh-tumbuhan, hewan dan sebagainya. Soepratno (1997:11) Motif naturalis itu sendiri merupakan motif yang bersumber dari lingkungan sekitarnya. Motif ini biasanya menimbulkan kesan yang bersifat alamiah, sebagai contoh yaitu : hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia dan alam. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar-gambar di bawah ini :

Gambar 17. Motif Tumbuhan Gambar 18. Motif Hewan

Gambar 19. Motif Manusia


(53)

commit to user

32

(2) Motif Ukiran Khas Tradisional Jawa

Motif ukiran yang ada di Indonesia memiliki kekayaan corak yang beraneka ragam. Bentuk-bentuk motif ukiran yang beraneka ragam tersebut masing-masing memiliki ciri khas tersendiri sesuai dengan daerahnya. Untuk mengenal dan mengetahui motif tradisional tersebut diperlukan pengetahuan tentang bentuk-bentuk dan ciri pada setiap jenis tersebut.

Khusus untuk motif ukiran tradisional Jawa banyak terdapat bentuk-bentuk peninggalan dari kerajaan-kerajaan zaman dahulu. Selain itu juga terdapat motif ukiran yang memiliki khas daerah.

“Nama-nama khas tradisional Jawa erat hubungannya dengan pemberian nama-nama kerajaan yang pernah ada di Jawa. Dapat diduga bahwa motif ukiran tersebut merupakan peninggalan raja-raja atau keraja-rajaan yang mempunyai kemajuan kebudayaan pada zaman itu. Motif ukiran ini bentuknya lemah gemulai, berirama dengan gayanya yang luwes, agung dan berwibawa. Adapun motif ukiran tradisional yang ada hubungannya dengan nama-nama kerajaan tersebut ialah motif Pajajaran, motif Mataram, motif Majapahit dan motif Bali. Dalam perkembangannya dikenal beberapa motif bercorak khas kedaerahan antara lain ialah motif Jepara, motif Madura, motif Cirebon, motif Pekalongan, motif Surakarta, motif Yogyakarta dan motif Semarang. Soepratno (1997:18-20)”

Gambar 20. Motif Pajajaran Gambar 21. Motif Mataram Gambar 22. Motif Majapahit


(54)

commit to user

Gambar 26. Motif Pekalongan Gambar 27. Motif Madura Gambar 28. Motif Yogyakarta

Gambar 29. Motif Surakarta Gambar 30. Motif Semarang

Sumber : Ornamen Ukir Kayu Tradisional Jawa. Soepratno (1997:13)

b) Aksesori

Aksesori dalam desain interior mencakup benda-benda yang memberi kekayaan estetika dan keindahan dalam ruang. Benda-benda tersebut dapat menimbulkan kegembiraan visual untuk mata, tekstur yang menarik untuk diraba atau sebagai stimulan perasaan.

Aksesori yang dapat menambah kekayaan visual dan rasa pada suatu tatanan interior dapat berupa :

(1) Aksesori yang bermanfaat, merupakan alat-alat dan obyek-obyek yang memang berguna. Contoh : jam dinding, lampu belajar, gelas, garpu, dan lain-lain.

(2) Aksesori insidental, memperkaya ruang dan sekaligus berguna untuk fungsi-fungsi lainnya. Salah satu contohnya adalah elemen arsitektur dan berbagai detail yang mengekspresikan cara material tersebut disatukan. Yang lain dapat berupa bentuk, warna, dan tekstur dari kelengkapan interior. Contoh : kursi, kran wastafel, dsb.

(3) Aksesori dekoratif bersifat menyenangkan mata, tangan atau pikiran tanpa perlu mempunyai manfaat dalam penggunaan. Diantaranya meliputi benda seni, koleksi, dan tanaman.


(55)

commit to user

34

2. Lay Out Interior Ruang Pertemuan

a. Obyek Lay Out Ruang Pertemuan 1) Meja

Pada dasarnya meja rata, permukaannya horisontal, ditopang di atas lantai, dan digunakan untuk makan, bekerja, menyimpan, dan menyajikan. Meja harus mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

a) Kuat dan stabil untuk menopang benda-benda yang digunakan b) Ukuran, bentuk, dan tingginya dari lantai harus sesuai dengan

tujuan penggunaannya

c) Hasil konstruksi dari material-material yang awet dan kuat.

Permukaan daun meja dapat terbuat dari kayu, kaca, plastik, batu, tegel, atau beton.

2) Tempat Duduk

Tempat duduk harus dirancang untuk mampu menyangga berat dan bentuk pemakainya. Biasanya dalam ruang pertemuan, digunakan tempat duduk atau kursi dengan bahan stainless steel serta dudukan busa dengan pelapis oskar.

3) Mimbar

Mimbar atau podium adalah panggung kecil untuk berkhotbah atau ceramah. Biasanya mimbar terbuat dari kayu.

4) Stage

Stage atau panggung adalah lantai yang agak tinggi, terbuat dari papan atau bambu tempat berpidato, sandiwara, atau pentas.

b. Lay Out Ruang Pertemuan

Suasana yang nyaman dalam suatu ruangan dapat dicapai dengan lay out furniture yang tepat sesuai dengan fungsi ruangan. Secara umum lay out

furniture dapat diartikan sebagai penataan atau tata letak. Hal ini senada dengan pendapat Echols M J & Hasan Sadili (1976:271) bahwa “lay out berarti susunan atau rancangan”.


(56)

commit to user

Dalam bidang interior, perancangan lay out ruang pertemuan yang difungsikan untuk ruang pertemuan sangat memerlukan perhatian yang khusus. Susunan furniture harus dapat memudahkan pemakainya dalam beraktifitas. Fred Lawson (1981:144) mengemukakan bahwa “seating of lay out furniture in the convention room devided to audience style : 1. seating lay out furniture theatre style; 2. seating lay out furniture class room style”.

Dari pendapat tersebut di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa, susunan letak furniture dalam ruang pertemuan dibedakan menjadi dua gaya, yaitu susunan letak furniture dengan theatre style dan class room style. Metode class room style adalah konsep penataan (lay out) pada ruang kelas, yaitu penataan linier antara meja panjang dan kursi berjajar ke samping dengan berjenjang. Sedangkan metode theatre style adalah konsep penataan

(lay out) pada teater, yaitu penataan furniture secara berjajar linier ke samping

dan ke belakang. Perbedaan kedua gaya tersebut terletak pada penggunaan meja. Pada gaya teater tanpa menggunakan meja, tetapi pada gaya ruang kelas menggunakan meja. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar.

Gambar 31. Seating lay out furniture dengan metode theatre style Sumber : Fred Lawson (1981:144)


(57)

commit to user

36

Gambar 32. Seating lay out furniture dengan metode ruang kelas Sumber : Fred Lawson (1981:144)

Seating lay out ini sangat berpengaruh terhadap penentuan kapasitas jumlah pengguna ruangan yang dapat ditampung dan luas ruangan yang dibutuhkan. Dalam hal ini Ernst Neufred yang diterjemahkan oleh Sjamsu Amril (1991:214) mengemukakan :

Luas ruang yang dibutuhkan

Dengan tempat duduk model banket 1,1−1,3 m² / orang Untuk pertemuan : meja-meja kelompok 0,9−1,1 m² / orang tempat duduk seperti di teater 0,5−0,6 m² / orang Sedang kebutuhan ruang lainnya adalah :

Ruang-ruang samping, kira-kira ⅓ luas ruang serbaguna dan bar tambahan ;

Gudang perabotan kira-kira 0,5 m²/kursi, yang dapat dengan mudah dicapai dari ruang serbaguna tersebut.

Pendapat di atas mengandung suatu pengertian bahwa kebutuhan ruang atau kapasitas suatu ruangan sangat dipengaruhi oleh bentuk seating lay out dari furniture terutama penataan meja dan kursi, dan perlu adanya gudang penyimpanan perabotan kira-kira 0,5 m²/kursi, yang dengan mudah dicapai dari ruang pertemuan.

Sedang seating lay out untuk ruang pertemuan Josheph De Chiara, Julius Panero & Martin Zelnik (1992:252) menerangkan lebih lanjut yang dapat dilihat pada gambar berikut ini :


(58)

commit to user

Gambar 33. Macam-macam seating lay out furniture untuk ruang pertemuan Sumber : Joshep De Chiara, Julius Panero & Martin Zelnik (1992:252)


(59)

commit to user

38

Gambar 34. Macam-macam seating lay out furniture untuk ruang pertemuan Sumber : Joshep De Chiara, Julius Panero & Martin Zelnik (1992:253)


(60)

commit to user

Gambar 35. Macam-macam seating lay out furniture untuk ruang pertemuan Sumber : Joshep De Chiara, Julius Panero & Martin Zelnik (1992:254)


(1)

commit to user

Pemilihan jenis lampu sebagai general lighting dengan menggunakan down light (18 watt) dan lampu halogen spott light (20 watt) sebagai pencahayaan setempat yang pemasangannya pada recessed in ceiling

(tersembunyi masuk ke dalam ceiling). Wall lamp (25 watt)

pemasangannya pada wall yang berfungsi sebagai decorative lighting.

Perancangan pencahayaan general lighting perlu memperhatikan

pemerataan penerangan dan tercapainya terang baca yang baik. Pewarnaan dinding dengan warna crem dan ceiling warna putih memberikan cahaya pantul yang mencukupi kebutuhan penerangan. 2) Penghawaan

Tata kondisi udara pada Langen Harjo Executive Lounge menggunakan penghawaan alami dan buatan. Penghawaan alami menggunakan jendela, sedangkan penghawaan buatan mengunakan AC split dengan sistem ducting dan menempatkan fixturenya pada ceiling menambah kesan rapi ruangan.

3) Akustik Ruang

Akustik ruangan sudah cukup memenuhi kriteria kenyamanan dengan penggunaan karpet floor covering dapat mengatasi cacat akustik yang disebabkan oleh bunyi injak maupun pantulan suara yang diserap oleh karpet.


(2)

commit to user

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hotel Sahid Jaya Solo adalah hotel berbintang lima yang berlokasi di Jl. Gajah Mada No. 82 Solo 57132. Hotel Sahid Jaya memiliki 3 (tiga) ruang pertemuan di dalamnya, yaitu : Pedan Ball Room, Sukoharjo Meeting Room, dan Langen Harjo Executive Lounge.

Hal-hal yang didapatkan dari ruang pertemuan Hotel Sahid Jaya Solo adalah :

1. Spesifikasi yang ada pada interior ruang pertemuan Hotel Sahid Jaya Solo yang menunjukkan sebagai ornamen khas tradisional Jawa :

a. Pedan Ball Room 1) Lantai

Lantai Pedan Ball Room dengan penggunaan karpet floor covering sudah memenuhi kriteria lantai ruang pertemuan hotel berbintang. Luas lantai 324 m², lantai tidak terdapat adanya ornamen.

2) Elemen Vertikal

a) Dinding secara fisik dan akustik sudah memenuhi persyaratan dengan penggunaan dinding ½ batu, plesteran dilapisi dengan multiplek dan menggunakan wall paper covering sebagai finishing. Pada dinding terdapat ornamen yang berupa motif naturalis hewan dan tumbuhan, yaitu burung merak dan bunga-bungaan.

b) Pintu sudah memenuhi fungsi dan kriteria ukuran lubang pintu. Terdapat dua macam ukuran lubang pintu yaitu (180 cm x 240 cm) dan (90 cm x 240 cm). Tidak terdapat adanya jendela.

3) Penggunaan bahan gypsum sebagai ceiling dapat mengurangi daya

pantul bunyi. Terdapat ornamen yang berupa motif naturalis berupa manusia atau tokoh pewayangan disebut juga Dewa-Dewa kepercayaan orang Jawa, yaitu Dewa Endra, Dewa Brahma, Dewa Baruna, dan Dewa Srisadana.


(3)

commit to user

4) Furniture dan perlengkapan Pedan Ball Room yaitu dengan fasilitas furniture meja, kursi, dan mimbar. Sedang fasilitas perlengkapan overhead & projector, sound system, flip chart & laser pointer, whiteboard & board maker, dan blocknote & pencil.

5) Pada dinding terdapat ornamen yang berupa motif naturalis hewan dan tumbuhan, yaitu burung merak dan bunga-bungaan. Pada ceiling terdapat ornamen yang berupa motif naturalis berupa manusia atau tokoh pewayangan disebut juga Dewa-Dewa kepercayaan orang Jawa, yaitu Dewa Endra, Dewa Brahma, Dewa Baruna, dan Dewa Srisadana. Pedan Ball Room tidak terdapat adanya aksesori.

b. Sukoharjo Meeting Room

1) Lantai dengan penggunaan karpet floor covering sudah memenuhi kriteria lantai ruang pertemuan hotel berbintang. Luas lantai 231 m², lantai tidak terdapat adanya ornamen.

2) Elemen Vertikal

a) Dinding secara fisik dan akustik sudah memenuhi persyaratan dengan penggunaan dinding ½ batu, plesteran dilapisi dengan

multiplek dan persyaratan akustik menggunakan wall paper

covering sebagai finishing.

b) Pintu sudah memenuhi fungsi dan kriteria ukuran lubang pintu. Terdapat dua macam ukuran lubang pintu yaitu (180 cm x 240 cm) dan (90 cm x 240 cm). Tidak terdapat adanya jendela.

3) Penggunaan bahan gypsum sebagai ceiling dapat mengurangi daya

pantul bunyi. Terdapat ornamen yang berupa motif naturalis hewan berupa kuda dan gajah..

4) Fasilitas furniture meja, kursi, dan mimbar. Sedang fasilitas

perlengkapan overhead & projector, sound system, flip chart & laser pointer, whiteboard & board maker.

5) Pada dinding terdapat ornamen yang berupa motif naturalis tumbuhan, yaitu bunga-bungaan. Pada ceiling terdapat ornamen yang berupa motif naturalis hewan berupa kuda dan gajah.


(4)

commit to user

c. Langen Harjo Executive Lounge

1) Lantai Langen Harjo Executive Lounge sama dengan lantai pada

Pedan Ball Room dan Sukoharjo Room dengan penggunaan karpet floor covering sudah memenuhi kriteria lantai ruang pertemuan hotel berbintang. Luas lantai 54 m², lantai tidak terdapat adanya ornamen. 2) Elemen Vertikal

a) Dinding menggunakan dinding ½ batu, plesteran dan dilapisi dengan wall paper covering setebal kertas dengan warna crem. b) Pintu sudah memenuhi fungsi dan kriteria ukuran lubang pintu.

Terdapat adanya jendela geser dari kaca yang dipercantik dengan tirai panjang warna merah.

3) Ceiling Langen Harjo Executive Lounge sama dengan ceiling Pedan Ball Room dan Sukoharjo Meeting Room yaitu penggunaan bahan gypsum sebagai ceiling dapat mengurangi daya pantul bunyi tetapi tanpa adanya ornamen.

4) Furniture dan perlengkapan Langen Harjo Executive Lounge sama

dengan fasilitas furniture dan perlengkapan pada Pedan Ball Room dan Sukoharjo Meeting Room.

5) Pada dinding dan ceiling Langen Harjo Executive Lounge tidak

terdapat adanya ornamen. Hanya terdapat aksesori yang berupa aksesori dekoratif, yaitu lukisan dan tanaman.

2. Lay out pada Pedan Ball Room, Sukoharjo Meeting Room, dan Langen Harjo Executive Lounge diantaranya adalah U-Shafe style, theatre style, class style, dan restaurant style, dengan kapasitas yang berbeda-beda untuk masing-masing ruang.

3. Pencahayaan, penghawaan, dan akustik ruang pertemuan Hotel Sahid Jaya

Solo meliputi :

a. Pencahayaan pada Pedan Ball Room, Sukoharjo Meeting Room, dan

Langen Harjo Executive Lounge dengan penempatan recessed in ceiling sebagai general lighting sudah memenuhi kriteria sebagai penerangan umum. Pewarnaan dinding dengan warna crem, serta ceiling berwarna


(5)

commit to user

putih pada Pedan Ball Room dan Langen Harjo Executive Lounge, dan warna crem pada Sukoharjo Meeting Room memberikan cahaya pantul yang cukup.

b. Penghawaan pada Pedan Ball Room dan Sukoharjo Meeting Room,

menggunakan penghawaan buatan dengan menggunakan AC split sudah memenuhi persyaratan kenyamanan dan pemasangan fixturenya pada ceiling menambah kesan rapi ruangan.

c. Akustik ruang pada Pedan Ball Room, Sukoharjo Meeting Room, dan

Langen Harjo Executive Lounge digunakan karpet floor covering pada lantai sebagai penyerap bunyi, wall paper covering pada dinding dan gypsum pada ceiling sebagai pemantul bunyi.

B. Implikasi

Hasil dari suatu penelitian sebaiknya harus dapat memberikan dampak atau implikasi, berdasar hasil penelitian yang dilakukan di ruang pertemuan Hotel Sahid Jaya Solo dapat mempunyai dampak / implikasi sebagai berikut :

1. Dampak Teoritis

Hasil penelitian ini secara teoritis dapat dipakai sebagai bahan masukan bagi peneliti yang akan datang dengan mengkaji terhadap perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin maju. Terutama bagi mahasiswa Program Pendidikan Teknik Sipil / Bangunan, penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dalam perkuliahan Desain Interior dan Exterior, sehingga nantinya dalam merancang bangunan perlu mempertimbangkan fungsi kegunaan bangunan, kenyamanan penghuni dalam menjalankan aktifitas, perlengkapan dan kelengkapan yang harus dipenuhi oleh suatu ruangan.

2. Dampak Praktis

Dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi :

a. Masyarakat pengguna ruang pertemuan tentang kondisi ruang pertemuan

Hotel Sahid Jaya Solo, terutama tentang kapasitas yang dapat ditampung dalam ruangan tersebut serta sarana pendukungnya.


(6)

commit to user

b. Sebagai bahan masukan bagi pengelola ruang pertemuan Hotel Sahid Jaya

Solo dalam mendeteksi berbagai masalah yang terjadi dalam ruang pertemuan.

c. Sebagai bahan pertimbangan peneliti maupun pembaca dalam merancang

suatu desain ruang pertemuan terutama ruang pertemuan di dalam hotel.

C. Saran

Dari penelitian ini dapat diberikan saran-saran sebagai berikut :

a. Spesifikasi interior ruang pertemuan Hotel Sahid Jaya Solo meskipun secara keseluruhan sudah baik, hendaknya pihak pengelola ruang pertemuan hotel terus mengadakan pembenahan dan perawatan yang terus menerus sejalan dengan perkembangan jaman.

b. Lay out yang ditawarkan pihak pengelola ruang pertemuan hotel terhadap masyarakat stylenya sudah cukup beragam, namun fasilitas dan perlengkapan ruang pertemuan perlu mendapat perhatian dengan menambah fasilitas penunjang kegiatan pertemuan yang disesuaikan dengan bentuk kegiatan pertemuan yang dilangsungkan sehingga kelancaran kegiatan pertemuan terjamin.

c. Pencahayaan, penghawaan, dan akustik ruang pertemuan perlu mendapatkan perhatian yang khusus terutama akustik ruang dan pancahayaan, sehingga tidak terjadi cacat akustik dan penerangan yang tidak merata. Hal ini perlu dilakukan demi kenyamanan pengguna ruang pertemuan.

d. Bagi masyarakat pengguna ruang pertemuan hendaknya perlu mengetahui

kondisi ruangan yang akan digunakan terutama kapasitas yang dapat ditampung, fasilitas, dan perlengkapan yang disediakan oleh pihak pengelola ruang pertemuan serta kenyamanan ruang pertemuan.

e. Dalam merancang interior hendaknya perlu mempertimbangkan syarat-syarat teknis maupun non teknis yang harus dipenuhi.