Penentuan Kadar LogamKadmium (Cd) dan Timah (Sn)Berdasarkan Waktu Penyimpanan dalam Produk Ikan Sarden Kemasan Kaleng secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Ikan Sarden

Ikan Sarden (Sardinella longiceps) merupakan ikan olahan yang dikemas dalam
kaleng yang banyak diproduksi didalam dan luar negeri. Kelebihan pengemasan
ikan dalam kaleng diantaranya adalah praktis bagi para konsumen dalam
memasaknya, dapat disimpan lebih lama dan dapat meminimalisir kontaminasi
dari luar seperti bakteri. Namun dalam penggunaannya perlu diwaspadai karena
pada makanan kaleng dapat terjadi kontaminasi logam berat dari pengemasnya
tersebut (Rahayu, 1992).

Sarden adalah ikan laut yang terdiri dari beberapa spesies dari famili
Clupeidae. Ikan ini mampu bertahan hingga kedalaman lebih dari 1.000 meter.
Ikan ini cocok digunakan sebagai makanan dihidangkan dengan saus cabe atau
saus tomat. Sarden media saos tomat adalah produk yang dibuat dari jenis sarden
segar maupun beku dari spesies Clupea harengus yang mengalami penyiangan,
dengan media saos tomat, dikemas secara kedap (hermetis) dan disterilisasi

dengan pemanasan (Firman, 2011).

Di pasaran, ikan tidak hanya ditemukan dalam keadaan segar tetapi juga
ditemukan dalam bentuk kemasan, baik dalam bentuk kaleng maupun plastik, hal
ini akan memberikan kemudahan bagi para konsumen dalam pengolahannya.
Salah satu produk industri ikan yang banyak ditemukan di pasaran adalah ikan
kaleng (Sardines) kemasan, yang komposisinya terdiri dari ikan, pasta tomat, saus
pepaya, garam dan pengawet. Ikan yang digunakan untuk produk ikan kaleng
(Sardines) kemasan ini ada bermacam-macam antara lain ikan sarden, ikan tuna,
ikan kembung, ikan kakap dan ikan salam. Produk olahan makanan seringkali
dibuat dalam kemasan yang terbuat dari gelas, plastik, dan kaleng dimaksudkan

Universitas Sumatera Utara

untuk menghindari pengaruh sinar matahari, lama pengemasan, penyimpanan dan
lain-lain. Dan akibat dari pengemasan itu juga, maka produk sering mengalami
kerusakan baik secara mikrobiologis, mekanis maupun kimiawi. Kerusakan
produk secara kimia disebabkan karena adanya interaksi antara produk yang
dikemas dengan komponen penyusun kemasan. Bahan-bahan dari kemasan akan
bereaksi membentuk persenyawaan dengan zat-zat yang terkandung dalam produk

susu. Hal ini berakibat pada produk yang dikemas akan tercemari oleh komponenkomponen yang lain dalam kemasan (Tehubijuluw, 2013).

Menurut Julianti dkk, 2006, meskipun kaleng yang digunakan untuk
mengkemas bahan makanan, namun dapat mengakibatkan ancaman bagi
keamanan makanan, Karena komponen logam pada kaleng dapat bermigrasi pada
makanan yang di dalamnya.

Beberapa logam yang biasa ditemukan dalam makanan kaleng adalah
kadmium, dan timah. Oleh sebab itu dalam mengkonsumsi makanan kaleng
sebaiknya memperhatikan batas cemaran logam karena logam akan terakumulasi
didalam tubuh dan dapat mengganggu kesehatan. Untuk melindungi konsumen
terhadap keracunan logam berat, pemerintah telah membuat standar baku mutu
yang mengatur tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam makanan
kaleng dalam SNI 01-7387-2009 yaitu kadmium 0,1 mg/Kg dan timah 250
mg/Kg(SNI, 2009).

2.2.

Preparasi Ikan Sarden


Untuk keperluan analisis kuantitatif dengan spektrofotometer serapan atom, maka
sampel harus dalam bentuk larutan.Untuk menyiapkan larutan, sampel harus
diperlukan sedemikian rupa yang pelaksanaannya tergantung dari macam dan jenis
sampel. Yang penting untuk diingat adalah bahwa larutan yang akan dianalisis
haruslah sangat encer.

Universitas Sumatera Utara

Ada beberapa cara untuk melarutkan sampel, yaitu:


Langsung dilarutkan dengan pelarut yang sesuai



Sampel dilarutkan dalam suatu asam



Sampel dilarutkan dalam suatu basa atau dilebur dahulu dengan basa

kemudian hasil leburan dilarutkan dengan pelarut yang sesuai
Metode pelarutan apapun yang akan dipilih untuk dilakukan analisis

dengan spektrofotometer serapan atom, yang terpenting adalah bahwa larutan
yang dihasilkan harus jernih, stabil dan tidak mengganggu zat-zat yang akan
dianalisis. Pelarutan juga dimaksudkan untuk destruksi sampel dimana sampel
dimana biasanya digunakan asam-asam seperti asam nitrat pekat(Rohman,2007).

2.2.1.

Metode Penentuan Kadar Abu

Metode penentuan kadar abu dapat dilakukan dengan 2 cara, yakni cara basah dan
cara kering.

2.2.1.1. Penentuan Kadar Abu Secara Langsung (Cara Kering)
Penentuan kadar abu adalah dengan mengoksidasikan semua zat organik pada
suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500–6000C dan kemudian melakukan penimbangan
zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut.


Sampel yang akan diabukan dan ditimbang sejumlah tertentu tergantung
macam bahannya. Beberapa contoh bahan dan jumlah berat yang diperlukan dapat
dilihat pada tabelmacam bahan dan jumlah bahan yang harus ditimbang di tabel
2.1 berikut:

Universitas Sumatera Utara

Tabel. 2.1.

Macam Bahan dan Jumlah Bahan yang Harus Ditimbang

Macam bahan
Ikan dan hasil olahannya, biji-bijian dan makanan ternak

Berat bahan(g)
2

Padi-padian,milk dan keju

3-5


Gula,daging dan sayuran

5-10

Jelly, sirup jam dan buah kering

10

Juice,buah segar,buah kalengan

25

Anggur

50

Bahan yang mempunyai kadar air yang tinggi sebelum pengabuan harus
dikeringkan lebih dahulu. Bahan yang mempunyai kandungan zat yang mudah
menguap dan berlemak banyak pengabuan dilakukan dengan suhu mula-mula

rendah sampai asap hilang baru kemudian dinaikkan suhunya sesuai dengan yang
dikehendaki. Sedangkan untuk bahan yang membentuk buih waktu dipanaskan
harus dikeringkan dahulu dalam oven dan ditambahkan zat anti buih misalnya,
olive atau parafin.
Bahan yang akan diabukan ditempatkan dalam wadah khusus yang disebut
krus yang dapat terbuat dari porselin,silika,quartz,nikel atau platina dengan
berbagai kapasitas (25–100mL). Pemilihan wadah ini disesuaikan yang akan
diabukan.
Temperatur pengabuan harus diperhatikan sungguh-sungguh karena
banyak elemen abu yang dapat menguap pada suhu yang tinggi misalnya unsur,
K, Na, S, Ca, Cl, P. Kadang kala pada proses pengabuan terlihat bahwa hasil
pengabuan berwarna putih abu-abu dengan bagian tengah terdapat noda hitam, ini
menunjukkan pengabuan belum sempurna maka perlu diabukan lagi sampai noda
hitam hilang dan diperoleh yang berwarna putih keabu-abuan (warna abu ini tidak
selalu abu atau putih tetapi ada juga yang berwarna kehijauan, kemerahan).

Universitas Sumatera Utara

Lama pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan berkisar antara lain sampai
8 jam. Pengabuan dianggap selesai apabila diperoleh sisa pengabuan yang

umumnya berwarna putih abu-abu dan beratnya konstan dengan selang waktu
pengabuan 30 menit. Penimbangan terhadap bahan dilakukandalam keadaan
dingin, untuk itu maka krus yang berisi abu yang diambil dari dalam muffle harus
lebih dan dimasukkan kedalam oven pada suhu 1050C agar supaya suhu turun,
baru kemudian dimasukkan kedalam desikator sampai dingin, desikator yang
digunakan harus dilengkapi dengan zat penyerap air, misalnya silika gel,atau
kapur aktif atau kalsium klorida, sodium hidroksida. Agar supaya desikator dapat
mudah digeser tutup maka permukaan gelas diolesi dengan vaselin (Sudarmadji,
1989).

2.2.1.2. Penentuan Kadar Abu Secara Tidak Langsung (Cara Basah)

Pengabuan basah terutama digunakan untuk digesti sampel dalam usaha
penentuan trace elemen dan logam-logam beracun. Berbagai cara yang ditempuh
untuk memperbaiki cara kering yang biasanya memerlukan waktu yang lama serta
adanya kehilangan karena pemakaian suhu tinggi yaitu antara lain dengan
pengabuan cara basah ini. Pengabuan cara basah ini prinsipnya adalah
memberikan reagen kimia tertentu kedalam bahan sebelum dilakukan pengabuan.
Berbagai bahan kimia yang sering digunakan untuk pengabuan basah ini dapat
disebutkan sebagai berikut:


1. Asam sulfat sering ditambahkan ke dalam sampel untuk membantu
mempercepat terjadinya reaksi oksidasi.Asam sulfat merupakan bahan
pengoksidasi yangkuat,meskipun demikian waktuyang diperlukanuntuk
pengabuan masih cukuplama.

2. Campuran asam sulfat danpotasium sulfat dapatdipergunakan untuk
mempercepat dekomposisisampel. Potasium sulfat akan menaikan titik
didih

asam

sulfat

sehingga

suhu

pengabuan


dapat

dipertinggi

danpengabuan dapat lebih cepat.

Universitas Sumatera Utara

3. Campuran asam sulfat, asam nitrat banyak digunakan untuk mempercepat
proses pengabuan. Kedua asam ini merupakan oksidator yang kuat.
Dengan penambahan oksidator ini akan menurunkan suhu degesti bahan
yaitu pada suhu 350oC,dengan demikian komponen yang dapat menguap
atau terdekomposisi pada suhu tinggi dapat tetap dipertahankan dalam abu
yang berarti penentuan kadar abu lebih baik.

4. Penggunaan asam perkhlorat dan asam nitratdapat digunakan untuk bahan
yang sangat sulit mengalami oksidasi. Dengan perkhlorat yang merupakan
oksidator yang sangat baik memungkinkan pengabuan dapat dipercepat.
Kelemahan perkhlorat ini adalah bersifat explosive atau mudah meledak
sehinga cukup berbahaya,untuk ini harus sangat hati-hati dalam

penggunaannya. Pengabuan dengan bahan perkhloratdan asam nitrat ini
dapat berlangsung sangat cepat yaitu dalam 10 menit sudah dapat
diselesaikan.
Sebagaimana cara kering, setelah selesai pengabuhan bahan kemudian
diambil dalam muffle dan dimasukan kedalam oven bersuhu 105oC sekitar 15 – 30
menit selanjutnya dipindahkan ke dalam exsikator yang telah dilengkapi dengan
bahan penyerap uap air. Didalam exsikator sampai dingin kemudian dilakukan
penimbangan pengabuhan diulangi lagi sampai diperoleh berat abu yang konstan.
2.2.1.3. Perbedaan Pengabuhan Cara Kering dan Cara Basah
Adapun perbedaan antara kedua metode pengabuan tersebut ialah terletak pada
jenis sampel yang akan dipreparasi, yakni:
1. Cara kering biasa digunakan untuk penentuan total bau dan suhu bahan
makanan dan hasil pertanian, sedangkan cara basah untuk trace elemen.

Universitas Sumatera Utara

2. Cara kering untuk penentuan abu yang larut dan tidak larut dalam air
serta abu yang tidak larut dalam asam memerlukan waktu yang relatif
lama sedangkan cara basah memerlukan waktu yang cepat.
3. Cara kering memerlukan suhu yang relatif tinggi, sedangkan cara basah
dengan suhu relatif rendah.

4. Cara kering dapat digunakan untuk sampel yang relatif banyak sedang
cara basah sebaiknya sampel sedikit dan memerlukan reagensia maka
penentuan cara basah perlu koreksi terhadap reagen yang digunakan.
Penentuan abu yang tidak larut dalam asam dilakukan dengan
mencampurkan abu dalam HCl 10%. Setelah diaduk kemudian dipanaskan
selanjutnya disaring dengan kertas saring whatmann No.42. Residu merupakan
abu yang tidak larut dalam asam yang terdiri atas pasir dan silika.
Penentuan abu yang larut dalam air dilakukan dengan melarutkan abu ke
dalam akuades kemudian disaring. Filtrat kemudian dikeringkan dan ditimbang
residunya (Sudarmaji, 1989).

2.3.

Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometri Serapan Atom adalah metoda pengukuran kuantitatif suatu unsur
yang terdapat dalam suatu cuplikan berdasarkan penerapan cahaya pada panjang
gelombang tertentu oleh atom – atom bentuk gas dalam keadaan dasar . Telah
lama ahli kimia menggunakan pancaran radiasi oleh atom yang dieksitasikan
dalam suatu nyala sebagai alat analisis. Fraksi atom - atom yang tereksitasi
berubah secara eksponensial dengan temperatur. Teknik ini digunakan untuk
penetapan sejumlah unsur, kebanyakan logam dan sampel yang sangat beraneka
ragam (Walsh, 1955).

Universitas Sumatera Utara

2.3.1.

Prinsip dan Teori

Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada bahwa atom – atom pada suatu
unsur dapat mengabsropsi energi sinar pada panjang gelombang tertentu. Banyak
energi sinar yang di absropsi berbanding lurus dengan jumlah atom – atom unsur
yang mengabsropsi.Atom terdiri atas inti atom yang mengandung proton
bermuatan positif

dan neutron berupa pertikel

netral, dimana inti

atom

dikelilingi oleh elektron –elektron bermuatan negatif pada tingkat energi yang
berbeda – beda. Jika energi diabsorpsi oleh atom, maka elektron yang berada di
kulit terluar (elektron valensi) akan tereksitasi dan bergerak dari keadaan dasar
(Clark,1979).
2.3.2.

Gangguan pada SSA dan cara mengatasinya

Gangguan nyata pada SSA adalah seringkali didapatkan suatu harga yang tidak
sesuai dengan konsentrasi sampel yang ditentukan. Penyebab dari gangguan ini
adalah faktor matriks sampel.
Sampel dalam bentuk molekul karena disosiasi yang tidak sempurna akan
cenderung mengabsorpsi radiasi dari sumber radiasi. Demikian juga terjadinya
ionisasi atom akan menjadi kesalahan pada SSA oleh karena spektrum radiasi oleh
ion jauh berbeda dengan spektrum absorpsi atom netral yang memang akan
ditentukan. Ada beberapa usaha untuk mengurangi gangguan kimia pada SSA
yaitu dengan cara:
1. Menaikkan temperatur nyala agar mempermudah penguraian untuk itu
dipakai gas pembakar campuran C2H2 + N2O yang memberikan nyala
dengan temperatur yang tinggi.
2. Menambahkan elemen pengikat gugus atom penyangga, sehingga terikat
kuat akan tetapi atom yang ditentukan bebas sebagai atom netral. Misalnya
penentuan logam yang terikat sebagai garam, dengan penambahan logam
yang lainnya akan terjadi ikatan lebih kuat dengan anion pengganggu.
3. Pengeluaran unsur pengganggu dari matriks sampel dengan cara eksitasi
(Mulja, 1995).

Universitas Sumatera Utara

2.3.3.

Rangkaian Spektrofotometer Serapan Atom
Komponen penting yang membentuk Spektrofotomter Serapan Atom

diperlihatkan pada gambar dibawah 2.1 ini.

A

B

C

D

E

F

Gambar 2.1. Rangkaian Ringkas Spektrofotometer Serapan Atom
Keterangan Gambar :
A

= Lampu Katoda Berongga

B

= Nyala

C

= Monokromator

D

= Detektor

E

= Amplifier

F

= Recorder ( Khopkar, 2009)

a.

Sumber sinar

Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga. Lampu ini terdiri
atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda
berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam
tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia(neon atau argon)dengan
tekanan rendah. Neon biasanya lebih disukai karena memberikan intensitas
pancaran lampu yang lebih rendah. (Khopkar, 1990 dan Mulja,1995).

Universitas Sumatera Utara

Tempat sampel
Dalam analisis dengan Spektofotometri Serapan Atom, sampel yang akan
dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan
asas. Ada berbagai macam yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel
menjadi uap atom-atom yaitu dengan nyala dan tanpa nyala.
b.

Nyala (Flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan
menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi.
Tanpa Nyala (Flameless)
Pengatoman dapat dilakukan dalam tungku dari grafit. Sampel diletakkan dalam
tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan
cara melewatkan arus listrik grafit. Akibat pemanasan ini,maka gas yang akan
dianalisis berubah menjadi atom-atom netral (Rohman, 2007).
c.

Monokromator

Monokromator memisahkan,mengisolasi dan mengontrol intensitas dari radiasi
energi yang mencapai detektor. Pada hakekatnya mungkin saja dapat dianggap
sebagai suatu saringan yang dapat disesuaikan dengan suatu daerah yang spesifik,
yang mana spektrum transmisi yang tidak sesuai akan ditolak. Idealnya
monokromator harus mampu memisahkan garis resonansi. Karena ada beberapa
unsur yang mudah dan ada beberapa unsur yang sulit (Haswell, 1991).
d.

Detektor

Detektor dapat diatur sedemikian rupa pada nilai frekuensi tertentu, sehingga tidak
memberikan respon terhadap nilai emisi yang berasal darieksitasi (Khopkar,
2003).

Universitas Sumatera Utara

e.

Read Out

Merupakan suatu alat petunjuk atau dapat juga diartikan sebagai sistem beberapa
pencatat hasil (Khopkar,2007).

2.3.

Kadmium

Kadmium (Cd) memiliki nomor atom 48; bobot atom 112, 41 gram; bobot jenis
8,642 g/cm3pada 200C; titik leleh 320,90C; titik didih 7670C; tekanan uap 0,013 Pa
pada 1800C. Kadmium murni berupa logam lunak berwarna putih perak. Namun
sejauh ini belum pernah ditemukan kadmium dalam keadaan logam murni di alam.
Kadmium bisa ditemukan sebagai mineral yang terikat dengan unsur lain seperti
oksigen, klorin, atau sulfur. Kadmium tidak memiliki rasa maupun aroma spesifik.
Kadmium digunakan dalam industri sebagai bahan dalam pembuatan baterai,
pigmen, pelapisan logam dan plastik.
Dalam kondisi asam lemah, kadmium akan mudah terabsorpsi ke dalam
tubuh. Sebanyak 5% kadmium diserap melalui saluran pencernaan, dan
terakumulasi dalam hati dan ginjal. Kadmium dan senyawanya bersifat karsinogen
dan bersifat racun kumulatif. Selain saluran pencernaan dan paru-paru, organ yang
paling parah akibat mencerna kadmium adalah ginjal(SNI, 2009).
Kadmium masuk ke dalam tubuh hewan melalui dua jalan yaitu saluran
pencernaan (pakan) dan saluran pernapasan (udara). Beberapa hasil penelitian
melaporkan bahwa absorpsi Cd lewat saluran pencernaan sangat sedikit yaitu
sekitar 3 – 8 % dari total Cd yang dimakan. Dalam usus, Cd menempel pada
dinding usus sehingga diduga sel epitel usus mengatur absorpsi Cd. Bilamana sel
epitel terkelupas, maka Cd ikut keluar dalam tubuh. Gejala enteropati pada
penderita itai-itai disease menunjukkan bahwa pada waktu Cd menempel pada
dinding usus dalam konsentrasi yang tinggi akan merusak usus dan mengganggu
transportasi Cd. Beberapa komponen tertentu seperti protein, kalsium, besi dan
seng juga mempengaruhi absorpsi Cd dari usus(Darmono, 1995).

Universitas Sumatera Utara

2.4.1.

Interaksi Antara Cd dan Logam Lain
Daya racun kadmium terhadap hewan atau mahluk hidup lainnya selalu

berhubungan erat dengan diet dari unsur nutrisi logam esensial. Dalam
laboratorium daya toksisitas Cd dipengaruhi oleh unsur logam esensial seperti Zn,
Ca, Fe, Cu, dan Mn. Disamping itu protein dan vitamin juga mempengaruhi
toksisitas dari kadmium. Hill dan Matron (1970) mengemukakan pendapatnya
bahwa unsur logam yang mempunya sifat fisik dan kimia yang hampir sama
secara biologik akan bersifat antagonis antara satu dan lainnya. Hal ini terjadi
mungkin dala sistem transportasi dan deposit dalam sel saling berkompetisi dalam
menduduki ikatannya dengan enzim dan reseptor protein (Darmono, 1995).

Inhalasi Cd biasanya relatif kecil pada hewan atau manusia, kecuali pada
perokok berat. Walaupun begitu absorpsi Cd melalui paru-paru jauh lebih besar
daripada saluran pencernaan yang hanya sekitar 25 – 50%. Setelah Cd diabsorpsi
dalam tubuh kemudian didistribusikan oleh darah ke pelbagai jaringan, terutama
terakumulasi dalam hati dan ginjal. Dua organ penting tersebut deposit Cd dalam
tubuh yang jumlahnya 50% dari total Cd. Organ lain seperti paru, pankreas, usus,
testis, otak, limpa, jantung, otot dan jaringan lemak juga mengandung jumlah
tertentu Cd. Sekali Cd tertimbun dalam jaringan biasanya sangat lambat untuk
dilepas kembali, beberapa peneliti melaporkan bahwa waktu paruh (biological half
life) Cd dalam jaringan sekitar 5 – 10 tahun dalam hati dan 16 – 33 dalam ginjal.
Keracunan akut Cd terjadi jika ternak termakan/terminum bahan yang
tercemar Cd dengan dosis 350 mg Cd dengan gejala : mual, muntah, diare, kejang
perut, pusing dan hipersalivasi. Sedangkan keracunan Cd melalui inhalasi sering
ditemukan dalam industri metalurgi seperti pemurnian dan pengelasan logam,
dengan gejala sesak napas dan radang paru-paru. Keracunan kronis Cd lebih
sering dijumpai di lapangan hanya manusia pada manusia ini erat hubungannya
dengan kualitas lingkungan yang menurun. Gejala yang timbul terlihat setelah
keracunan sedikit tetapi dalam waktu yang lama. Pada manusia terjadi setelah Cd

Universitas Sumatera Utara

terakumulasi dalam ginjal sampai dalam jumlah 50 µg/g berat basah dan terlihat
pada umur sekitar 50 tahun.
Mempelajari interaksi antar logam esensial dan nonesensial dapat
membantu mempelajari mekanisme toksisitas logam tersebut. Interaksi antar
logam tersebut banyak diteliti di laboratorium dan kemudian diaplikasikan di
lapangan, ternhyata kejadiannya hampir sama di lapangan secara alamiah baik
pada hewan maupun pada manusia. Daya keracunan dari suatu logam berat
nonesensial dapat meningkat atau menjadi menurun oleh karena hadir atau
absennya logam esensial.

Disamping adanya interaksi antara logam esensial dengan nonesensial, di
antara logam esensial juga terjadi suatu peristiwa juga terjadi suatu peristiwa
interaksi. Hal ini terjadi jika salah satu mineral esensial defisiensi dipengaruhi
oleh naiknya kandungan beberapa unsur mineral esensial lainnya (antagonisme).
Pada kebanyakan kasus antagonisme tersebut sejumlah elemen yang saling
berinteraksi mempunyai sifat yang hampir sama sehingga terjadi kompetisi dalam
menduduki ikatannya dalam protein. Tetapi ada beberapa unsur yang berinteraksi
dalam pakan yang dimakan misalnya Camenghambat absorsi Mn, Cu dangan Mo
dan S (Darmono, 1995).

2.4.

Timah

Timah (Sn) memiliki nomor atom 50; bobot atom 118,69; bobot jenis 7,29 g/cm3;
titik leleh 231,97 0C; titik didih 2270 0C. Timah merupakan unsur logam yang
dapat ditempa dan berwarna keperakan. Secara kimia unsur ini reaktif. Timah
bereaksi langsung dengan klorin dan oksigen dan menggantikan hidrogen dari
asam encer. Timah juga larut dalam alkali membentuk stanat. Timah ada dalam
beberapa bentuk antara lain garam +2 dan +4 (garam sitrat, garam fluorida, garam
sulfat, garam klorida), oksida dan logam. Timah digunakan sebagai penyalut
pelindung tipis pada lempeng baja dan merupakan komponen dari sejumlah aloi
(misalnya kuningan fosfor, logam senjata, solder, logam Babbitt, dan Pewter).

Universitas Sumatera Utara

Pada makanan yang tidak diolah kandungannya sangat rendah. Ditemukan
pada produk makanan kaleng (buah dan sayur, ikan herring), pasta gigi, timah
logam ditemukan pada debu atau asap polusi industri. Makanan berlemaklebih
mudah menyerap timah. Timah dalam pangan diserap dalam usus halus kurang
dari 5%, sebagian dibuang melalui urin dan keringat. Timah disebut juga sebagai
mildly toxic mineral. Timah menurunkan absorpsi kalsium, seng dan menurunkan
aktivitas enzim alakalin fosfatase.
Konsumsi timah dalam pangan yang berlebihan dapat menyebababkan
iritasi saluran pencernaan yang ditandai dengan gejala muntah, diare, kelelehan
dan sakit kepala. Pada dosis akut dapat menyebabkan anoreksia, ataxia dan
kelemahan otot, serta pembengkakan usus halus hingga kematian. Konsentrasi
timah antara 150µg/g – 250 µg/g di dalam makanan kaleng dapat mengakibatkan
perlukaan lambung secara akut (SNI, 2009).
2.6.

Peranan Pengemasan Dalam Pengawetan Pangan

Pengemasan merupakan suatu cara dalam memberikan kondisi sekeliling yang
tepat bagi bahan pangan dan dengan demikian membutuhkan pemikiran dan
perhatian yang lebih besar daripada yang biasanya diketahui. Industri pangan
cenderung untuk membedakan antara proses pengalengan dan pembotolan di satu
pihak dan apa yang disebut pengemasan yang berarti metoda lainnya di pihak lain.
Sampai batas tertentu, ini merupakan perbedaan nyata antara metoda pengolahan
pangan yang mengikutsertakan sterilisasi dan/atau pasteurisasi terhadap metoda
pengawetan lainnya termasuk dehidrasi dan pembekuan cepat.
Semua bahan pangan yang mudah rusak dan ini berarti bahwa setelah
suatu jangka waktu penyimpanan tertentu, ada kemungkinan untuk membedakan
antara bahan pangan segar dengan bahan pangan yang telah disimpan selama
jangka waktu tersebut di atas. Perubahan yang terjadi merupakan suatu kerusakan.
Meskipun demikian, sebagian bahan pangan mungkin menjadi matang atau tua
setelah dikemas dan memang ada perbaikan dalam waktu singkat tetapi kemudian
diikuti oleh kerusakan.

Universitas Sumatera Utara

Kerusakan yang terjadi mungkin saja spontan, tetapi ini sering disebabkan
keadaan di luar dan kebanyakan pengemasan digunakan untuk membatasi antara
bahan pangan dan keadaan normal sekelilingnya untuk menunda proses kerusakan
dalam jangka waktu yang diinginkan. Ini merupakan waktu di mana bahan pangan
harus dijual dan dikonsumsi dan disebut sebagai daya awetnya. Jadi semua
permasalahan yang berhubungan dengan pengemasan pangan, pertimbangan
pertama harus tentang proses kerusakan dan pembusukan produk itu sendiri. Cara
terjadinya kerusakan harus diteliti dan pengaruh cara distribusi seperti kondisikondisi transpor, penyimpanan dan penjualan pada tahapan mana kerusakan akan
terjadi harus dapat diduga (Buckle, 1987).

2.6.1.

Fungsi-fungsi Suatu Kemasan
Pengemasan bahan pangan harus memperlihatkan lima fungsi-fungsi

utama:
1.

Harusdapatmempertahankanproduk

agar

bersihdanmemberikanperlindunganterhadapkotorandanpencemaranl
ainnya.
2.

Harus

member

perlindunganpadabahanpanganterhadapkerusakanfisik,

air,

oksigendansinar.
3.

Harusberfungsisecarabenar,

efisiendanekonomisdalam

proses

pengepakanyaituselamapemasukanbahanpangankedalamkemasan.
Hal
iniberartibahanpengemasharussudahdirancanguntuksiappakaipadam
esin-mesin

yang

adaatau

yang

baruakandibeliataudisewauntukkeperluantersebut.
4.

Harusmempunyaisuatutingkatkemudahanuntukdibentukmenurut
rancangan,

dimana

bukansaja

member

kemudahanpadakonsumenmisalnyakemudahandalammembukaatau
menutupkembaliwadahtersebut,

tetapi

juga

Universitas Sumatera Utara

harusdapatmempermudah pada tahapselanjutnyaselamapengelolaan
di

gudangdanselamapengangkutan

distribusi.

Terutamaharusdipertimbangkandalamukuran,

bentukdanberatdari

unit pengepakan.
5.

Harus member pengenalan, keterangandandayatarikpenjualan. Unitunit

pengepakan

yang

dijualharusdapatmenjualapa

yang

dilindunginyadanmelindungiapa yang dijual.
Lima peranan di atas seluruhnya merupakan pengendalian dari
kemungkinan kerusakan dan infeksi mikroorganisme. Bahan pangan selain sangat
berharga bagi mikroorganisme dan bagi kebutuhan manusia. Apabila tercemar
oleh mikroorganisme dan apabila kemudian disimpan dalam kondisi yang
memungkinkan, organisme-organisme ini akan berkembang baik dengan cepat.
Pengemasan yang baik dapat mencegah penularan bahan pangan oleh
mikroorganisme-mikroorganisme

yang berbahaya bagi kesehatan.

Teknik

distribusi dan penjualan yang salah dapat merusak pengolahan dan pengemasan
yang baik dari bahan pangan (Buckle, 1987).
2.6.2.

Risiko Pengemasan
Ada risiko-risiko tertentu sehubungan dengan bahan-bahan pengemas,

proses pengemasan dan sistem distribusi. Sebelum teknik pengepakan dan bahanbahan pengemas dapat dipergunakan secara efisien adalah perlu untuk
menentukan mutu standar yang baik bagi bahan maupun prosesnya. Hal ini hanya
dapat dilakukan dengan baik jika manajemen tertinggi mendesak untuk
melaksanakan proses dengan mutu yang tinggi. Standar untuk pengemasan dibuat
sehubungan dengan standar yang telah diatur oleh perusahaan untuk mutu dan
higienis dari bahan pangan itu sendiri, jika standar kebersihan, keamanan dan
kemungkinan kontaminasi yang rendah dari mikroorganisme telah diatur untuk
bahan pangan, maka untuk bahan pengemas dan proses pengemasan pun
dilakukan sama.

Universitas Sumatera Utara

Bahaya mikroorganisme terdapat secara nyata sehubungan dengan bahan
pengemas karena bahan ini mungkin tercemar oleh mikroorganisme. Kondisi
penyimpanan harus sedemikian rupa sehingga dapat menekan kemungkinan
tersebut serendah mungkin.
Risiko lainnya termasuk kemungkinan masuknya komponen beracun dari
bahan pengemas ke dalam bahan pangan atau pemindahan bau dari bahan
pengemas ke produk bahan pangan (Buckle, 1987).
2.6.3.

Standar Mutu Pengemasan
Pengaturan standar mutu dari pengemasan sangat penting seperti halnya

pengaturan standar mutu bahan pangan itu sendiri. Ada dua tahapan
pengembangan dari suatu standar mutu pengawasan untuk suatu produk pangan.
Pertama untuk membuktikan bahwa bahan pengemas cukup memadai,
kemungkinan secara teknik laboratorium pada contoh pertama dan dilanjutkan
pada percobaan kecil di lapangan. Dalam fase ini, bahan pangan dikemas dan
disimpan dalam kondisi yang telah ditentukan untuk jangka waktu yang
telahditentukan dan pengujian yang dibutuhkan, baik organoleptik maupun
kimiawi, dilakukan untuk menentukan keadaan bahan pangan dalam suatu selang
waktu.
Dilihat dari keadaan sekarang, disarankan untuk meneliti selama tahap
pengujian ini apakah pengemas cukup memadai untuk kondisi distribusi dan
penjualan yang tidak dapat mencapai ideal. Sebagai contoh, sepek (bacon) yang
dikemas secara vakum dalam kantung plastik yang tembus cahaya seharusnya
dijual dalam lemari pendingin dan tidak dibiarkan untuk dijual di atas meja atau
rak di etalase toko. Oleh karena itu perlu diuji pengaruh kondisi yang tidak ideal
ini pada jenis bahan pangan, sebelum diputuskan bahan pengemasnya.
Pengemasan produk segar bukan hanya menggunakan suatu pembungkus plastik
transparan (tembus cahaya), kantung berlapis (laminate sachet) atau alas pada
bahan pangan. Terlebih lagi, penerapan pengemasan semacam ini tidak secara
otomatis meningkatkan daya awet dari bahan pangan. Sesungguhnya bukan saja
kesalahan dalam penggunaan pengemas dapat mempersingkat waktu simpan,

Universitas Sumatera Utara

terutama bahan-bahan segar, tetapi dapat mengubah proses pembusukan yang
normal dan membantu perkembangan organisme yang biasanya tidak dijumpai.
Penghasil bahan pangan, pengolah dan perancang kemasan oleh karena itu harus
sadar akan hal tersebut dan meneliti pengaruh dari kondisi distribusi yang tidak
ideal terhadap daya awet dari bahan pangan yang mudah rusak.
Setelah meneliti kesesuaian bahan pengemas untuk tujuan tertentu seperti
pengelolaan, distribusi dan penjualan, tetap pelu dikembangkan metoda yang lebih
cepat untuk pengawasan mutu pengemas yang dihasilkan dan bahan-bahan pangan
yang telah dikemas. Kerjasama yang lebih baik antara para penyedia bahan
pengemas dan pihak pengemas bahan pangan akan memberikan hasil yang baik
(Buckle, 1987).

2.6.4.

Tipe-tipe Utamadari Wadahdan Bahan-bahan Kemasan Wadah

Wadah dapat dibagi secara garis besar menjadi dua macam tergantung pada
penggunaannya: wadah bagian luar atau wadah pengangkutan dan wadah untuk
konsumen atau wadah penjualan. Tujuan utama dari wadah pengangkutan adalah
sebagai tempat dan untuk melindungi isinya selama pengangkutan dari pabrik
sampai ke konsumen. Dalam hal kemasan untuk industri, konsumennya dapat
berupa pabrik lainnya.
Fungsi dari wadah untuk konsumen atau wadah penjualan yaitu
memberikan sejumlah tertentu barang dalam satu unit, yang akan dibeli oleh
konsumen terakhir dari toko pengecer.
Ada tujuh tipe utama wadah bagian luar atau wadah pengangkutan:
1.

Peti-petiataukrat (crates) darikayuatau plywood.

2.

Kotak-kotakkayudanbaja (kegs) plywood.

3.

Drum-drum bajadanaluminium.

4.

Drum darifibre board.

5.

Peti-petidarifibre board yang padatdanbergelombang.

6.

Kantungdaritekstil (yute, katun, linen) dan plastic ataukertas.

Universitas Sumatera Utara

7.

Karung (bales)

Di samping ketujuh tipe utama tersebut di atas, ada beberapa tipe yang tersusun
dari wadah plastik yang diperkuat dengan fibre glass. Wadah plastik seringkali
juga digunakan untuk pengangkutan bahan-bahan cair.
Kelompok utama dari wadah-wadah untuk konsumen atau penjualan adalah:
1.

Kaleng-kalenglogamdanwadah yang bagiantutupnyadiperkuat
dengan logam.
Botol-botoldanstoplesgelas.
Wadah-wadah plastic denganbermacam-macambentuk yang
kakuatauagakkaku.
Tabung-tabung
yang
tahanrusakkalaujatuh,
baikterbuatdarilogammaupunplastik.
Kotak
yang
dibuatdarikertastebaldankarton
yang
kakudandapatdilipat.
Wadahdaripaper-pulp denganbermacam-macambentuk.
Pengemas yang fleksibelterbuatdarikertas, paper board, plastik
tipis, foils, laminats yang digunakanuntukmembungkus,
kantungamplop, sachet, pelapis luar dan lain-lain (Buckle, 1987).

2.
3.
4.
5.
6.
7.

2.6.5.

Bahan-bahanKemasan
Pengelompokan dasar dari bahan-bahan pengemas yang digunakan untuk

bahan pangan termasuk:
1.

Logamsepertilempengtimah, bajabebastimah, aluminium.

2.

Gelas.

3.

Plastik,

termasukberanekaragamplastik

tipis,

yang

berlapis

laminates dengan plastik lainnya, kertasataulogam (aluminium).
4.

Kertas, paperboard, fibreboard.

5.

Lapisan (laminate) darisatuataulebihbahan-bahan di atas.

Sifat-sifat wadah dari lempeng timah yang digunakan untuk bahan-bahan pangan
pemanasan telah diuraikan pada bab sebelumnya. Ukuran berikut terbatas pada
plastik-plastik tipis dan berlapis yang bersifat fleksibel (Buckle, 1987).

Universitas Sumatera Utara

2.6.6.

Ciri-ciriBahanKemasan Tipis yang Fleksibel
Istilah plastik tipis yang fleksibel (flexible films) termasuk bahan-bahan

yang dibuat dari aluminium foil, kertas, selulosa yang diregenerasi dan
sekelompok polimer organik. Masing-masing dapat dibentuk dalam ukuran,
komposisi kimia, struktur fisik dan sifat-sifat lain yang berbeda-beda. Dalam
prakteknya, bahan-bahan tersebut jarang digunakan tersendiri, tetapi sering dalam
bentuk struktur berlapis terdiri dari dua atau lebih lapisan (Buckle, 1987).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Penentuan Kadar LogamKadmium (Cd) dan Timah (Sn)Berdasarkan Waktu Penyimpanan dalam Produk Ikan Sarden Kemasan Kaleng secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

3 27 70

Penentuan Kadar LogamKadmium (Cd) dan Timah (Sn)Berdasarkan Waktu Penyimpanan dalam Produk Ikan Sarden Kemasan Kaleng secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

0 0 13

Penentuan Kadar LogamKadmium (Cd) dan Timah (Sn)Berdasarkan Waktu Penyimpanan dalam Produk Ikan Sarden Kemasan Kaleng secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

0 0 2

Penentuan Kadar LogamKadmium (Cd) dan Timah (Sn)Berdasarkan Waktu Penyimpanan dalam Produk Ikan Sarden Kemasan Kaleng secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

0 0 5

Penentuan Kadar LogamKadmium (Cd) dan Timah (Sn)Berdasarkan Waktu Penyimpanan dalam Produk Ikan Sarden Kemasan Kaleng secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

1 7 2

Penentuan Kadar LogamKadmium (Cd) dan Timah (Sn)Berdasarkan Waktu Penyimpanan dalam Produk Ikan Sarden Kemasan Kaleng secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

0 0 4

Penentuan Kandungan Logam Kadmium (Cd), Tembaga (Cu), dan Zink (Zn) di Dalam Produk Ikan Tuna Kemasan Kaleng Berdasarkan Waktu Penyimpanan Dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

0 1 13

Penentuan Kandungan Logam Kadmium (Cd), Tembaga (Cu), dan Zink (Zn) di Dalam Produk Ikan Tuna Kemasan Kaleng Berdasarkan Waktu Penyimpanan Dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

0 0 2

Penentuan Kandungan Logam Kadmium (Cd), Tembaga (Cu), dan Zink (Zn) di Dalam Produk Ikan Tuna Kemasan Kaleng Berdasarkan Waktu Penyimpanan Dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

0 0 5

Penentuan Kandungan Logam Kadmium (Cd), Tembaga (Cu), dan Zink (Zn) di Dalam Produk Ikan Tuna Kemasan Kaleng Berdasarkan Waktu Penyimpanan Dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

0 0 17