PERBANDINGAN METODE DAN VERIFIKASI ANALI

PERBANDINGAN METODE DAN VERIFIKASI ANALISIS TOTAL KARBOHIDRAT DENGAN METODE LUFF-SCHOORL DAN ANTHRONE SULFAT SKRIPSI MANIKHARDA

F24061217

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR METHOD COMPARISON AND VERIFICATION OF TOTAL CARBOHYDRATE ANALYSIS WITH LUFF-SCHOORL AND ANTHRONE SULFURIC ACID

Manikharda, Hanifah Nuryani Lioe and Dian Herawati

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia.

Phone +62852 13 374 396, E-mail : [email protected] ABSTRACT

Carbohydrate plays crucial role in food industry. Therefore an accurate, direct and reliable carbohydrate analysis is needed. Among many colorimetric methods for carbohydrate determination, the Anthrone-sulfuric acid is the most commonly used. The Anthrone-sulfuric method for carbohydrate analysis is simple and sensitive. However, the SNI official method for carbohydrate analysis employing the Luff-Schoorl method which is time consuming, difficult for untrained staff and the reduction reactions are seldom stoichiometric. Therefore a new candidate method employing Anthrone sulfuric acid was proposed to replace the SNI 01-2891-1992 total carbohydrate analysis.

In this research both methods were compared using three matrices which represent general food matrices in liquid form based on AOAC proposed triangle scheme. Samples from the low, medium and high content of carbohydrate from the triangle scheme were selected. The selected samples were coconut milk, soy sauce and sweet soy sauce. Based on the comparison result, Anthrone method as a new proposed method proved ineligible to replace the SNI 01-2891-1992. Thus the next step taken was to verify the SNI 01-2891-1992 method through its repeatability and accuracy. Accuracy was accessed using reference material and standard addition. The repeatability showed acceptable precision. But the standard addition exhibited poor recovery value in SNI 01-2891-1992 method of total carbohydrate.

Keywords: total carbohydrate, carbohydrate analysis, Anthrone method, Luff-Schoorl method, method validation

Manikharda. F24061217. Method Comparison and Verification of Total Carbohydrate Analysis with Luff-Schoorl and Anthrone Sulfuric Acid. Di bawah bimbingan Hanifah Nuryani Lioe dan Dian Herawati. 2011

R INGKASAN

Karbohidrat memegang peranan penting dalam bidang pangan. Oleh karena itu analisis karbohidrat yang akurat, cepat dan dapat dipercaya diperlukan untuk mengetahui kandungan total karbohidrat dalam produk. Diantara banyak metode kolorimetri yang ada untuk menganalisis karbohidrat, yang paling banyak digunakan adalah Anthrone sulfat. Analisis total karbohidrat dengan Anthrone sulfat cukup sederhana dan sensitif. Tetapi metode analisis untuk total karbohidrat dalam SNI 01-2891-1992 menggunakan metode Luff Schoorl yang menggunakan prinsip titrimetri, banyak memakan waktu, sulit dikerjakan bagi analis yang tidak terlatih dan reaksi reduksinya tidak stoikiometris. Metode kandidat yang menggunakan metode Anthrone sulfat diajukan untuk dapat menggantikan metode total karbohidrat Luff Schoorl dalam SNI 01-2891-1992.

Penelitian dilakukan dengan memilih sampel yang dapat mewakili matriks sampel pangan secara umum yang bentuknya cair. Pemilihan sampel berdasarkan komposisi kimia pangan cair mengandung karbohidrat rendah, sedang dan tinggi dari studi literatur. Selanjutnya dari sampel yang terpilih, komposisinya dikonfirmasi melalui analisis proksimat. Kecap manis, kecap kedelai asin dan santan menjadi sampel yang terpilih dan dikonfirmasi komposisinya, masing-masing merupakan matriks yang tinggi, sedang dan rendah kadar karbohidratnya. Perbandingan analisis total karbohidrat menggunakan kedua metode yaitu Anthrone sulfat dan Luff Schoorl pada ketiga sampel yang terpilih dilakukan. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji F pada tingkat kepercayaan 95% terlihat bahwa kedua metode tidak memiliki perbedaan yang nyata dalam hal presisi untuk sampel kecap manis dan kecap asin, tetapi pada sampel santan terdapat perbedaan presisi pada kedua metode. Berdasarkan hasil uji t menunjukkan bahwa hasil analisis dari kedua metode berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%. Uji korelasi menggunakan regresi linear dilakukan dengan menggunakan tambahan data sekunder dari matriks sampel pangan yang berwujud padat. Hasil regresi liniear menunjukkan bahwa adanya estimasi error diantara kedua metode. Karena metode Anthrone sulfat dan metode Luff Schoorl tidak memiliki kesesuaian hasil yang dapat diterima, metode Anthrone sulfat tidak dapat menggantikan metode Luff Schoorl dalam SNI 01-2891-1992 untuk total karbohidrat.

Verifikasi metode baku untuk analisis karbohidrat total menurut SNI 01-2891-1992 (dengan metode Luff-Schoorl) dilakukan menggunakan bahan acuan. Bahan acuan yang digunakan adalah susu bubuk dengan rentang kadar karbohidrat 59,61-59,67g/100g (hasil analisis dari satu lab); tepung kacang hijau dengan rentang kadar karbohidrat 14,02-19,26 g/100g (hasil analisis dari 8 lab) dan tepung kacang kedelai rentang kadar karbohidrat 49,26-57,96g/100g (hasil analisis dari 6 lab). Dilihat dari ripitabilitasnya metode Luff-Schoorl memiliki presisi yang dapat diterima yaitu yaitu RSD 0,51-2,58% yang lebih kecil dari RSD hitung menurut Horwitz. Uji reprodusibilitas yang dilakukan dengan selang waktu lebih dari dua bulan menunjukkan bahwa dengan independent student t- test hasil analisis bahan acuan kedelai dan susu bubuk menghasilkan nilai yang berbeda nyata dengan analisis yang dilakukan lebih dari dua bulan sebelumnya, sedangkan untuk hasil analisis bahan acuan kacang hijau nilainya tidak berbeda nyata dengan hasil analisis dua bulan sebelumnya. Adapun untuk matriks bahan pangan cair, berdasarkan independent student t test hasil analisis sampel kecap manis berbeda nyata dengan hasil analisis yang dilakukan dua bulan sebelumnya sedangkan untuk hasil analisis sampel kecap asin dan santan nilainya tidak berbeda nyata dengan hasil analisis dua bulan sebelumnya. Untuk uji akurasi menggunakan rentang bahan acuan dan uji rekoveri. Hasil analisis bahan acuan tepung kacang hijau dan tepung kacang kedelai masih masuk dalam rentang bahan acuan. Tetapi nilai rekoveri yang dihasilkan oleh metode,pada bahan acuan yaitu 62-97%, sedangkan untuk matriks sampel pangan cair rentang rekoveri yang diperoleh dari -57-122% menunjukkan nilai yang tidak masuk dalam rentang yang dapat diterima menurut AOAC (2002) yaitu 95-102%. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya rekoveri juga sangat oleh dipengaruhi matriks.

METHOD COMPARISON AND VERIFICATION OF TOTAL CARBOHYDRATE ANALYSIS WITH LUFF-SCHOORL AND ANTHRONE SULFURIC ACID SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

MANIKHARDA

F24061217

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Judul Skripsi : Method Comparison and Verification of Total Carbohydrate Analysis with Luff-Schoorl and Anthrone Sulfuric Acid

Nama : Manikharda

NIM : F24061217

Menyetujui,

Pembimbing I




(Dr.Ir Hanifah Nuryani Lioe, M.Si.)

NIP 198080919972.2001

Pembimbing II




(Dian Herawati, S.TP, MSi)

NIP 19750111.020070.1.001

Mengetahui :

Plt Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

(Dr.Ir. Nurheni Sri Palupi. M.Sc.)

NIP 19680505 199203.2.002

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Method Comparison and Verification of Total Carbohydrate Analysis with Luff-Schoorl and Anthrone Sulfuric Acid adalah hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Skripsi ini merupakan hasil arahan dari Dosen Pembimbing Akademik dari akademisi IPB. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2011

Yang membuat pernyataan

Manikharda

F24061217

© Hak cipta milik Manikharda, tahun 2011

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa seizin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm dan sebagainya.

BIODATA PENULIS

M anikharda dilahirkan di Bogor, 17 Januari 1989, dari ayah Sumardjo dan ibu Tri Sawarni, sebagai anak kedua dari dua bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan dasar di SDN Polisi 5, Bogor pada tahun 2000. Sekolah lanjutan pertama di SLTPN 1 Bogor pada tahun 2003 dan SMAN 1 Bogor pada tahun 2006. Penulis diterima masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2006. Setelah melewati tahun pertama di Tingkat Persiapan Bersama, penulis memilih mayor Ilmu dan Teknologi Pangan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti aktivitas sebagai anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian IPB dan berbagai kegiatan kepanitiaan yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan (HIMITEPA) IPB seperti HACCP dan LCTIP. Pada tahun 2010, penulis mengikuti University of Ryukyus Short Term Exchange Program selama 10 bulan. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum untuk mata kuliah Teknologi Pengolahan Pangan dan Evaluasi Nilai Biologis Komponen Pangan. Sebagai tugas akhir penulis melakukan penelitian mengenai validasi metode analisis total karbohidrat di bawah bimbingan Dr. Ir. Hanifah Nuryani Lioe, M.Si. dan Dian Herawati, S.TP, MSi.

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan atas kehadirat Allah SWT atas karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul “Validasi Metode Analisis Total Karbohidrat dengan Metode Anthrone Sulfat” ini dilaksanakan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB.

Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

  1. Ibu, Ayah dan kakak tercinta, Leonard Dharmawan yang selalu memberikan dukungan dan bantuannya kepada penulis baik berupa moril maupun materil serta kesabarannya selama ini.

  2. Dr.Ir. Hanifah Nuryani Lioe, M.Si. selaku dosen pembimbing utama atas arahan, bimbingan dan bantuannya selama penulis menyelesaikan kuliah di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB dan menyelesaikan tugas akhir. Petuah, teladan dan masukan beliau sangat berharga buat penulis baik untuk bidang akademik maupun dalam kehidupan pribadi.

  3. Dian Herawati, S.TP, MSi selaku dosen pembimbing kedua yang atas semua bantuan yang diberikan dan kesabaran beliau dalam membimbing penulis terutama dalam tugas akhir.

  4. Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc atas kesediaan dan waktunya sebagai dosen penguji pada ujian akhir.

  5. Teman-teman yang telah banyak membantu dan berbagi susah dan senang bersama penulis di ITP 43: Sarah Fathia, Zatil Afrah, Stella Kristanti, Siti Sri Utami, Dhimas Satrio, Ipan Permadi, Siti Kholifah, Awaliyatus Sholihah dan teman-teman lain yang tidak penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas dukungan dan moment susah dan senang yang kita jalani bersama. Teman-teman satu penelitian dan satu lab: Dhina, Tiara, Ricky Sinaga, Desir, Khafid, Marissa, Mbak Ilul, Alya, Ronald, Cipi, Bu Elmi, dan Nida atas semangat, dukungan dan bantuannya selama ini di saat penulis sangat membutuhkannya.

  6. Laboran yang telah banyak membantu dalam penelitian ini: Pak Wahid, Mbak Vera, Pak Gatot, Bu Rubiyah, Mas Aldi, Pak Sobirin, dan Pak Rozak.

  7. Teman-teman yang penulis kenal selama di Okinawa Kak Nina, Kak Tiyu, Kak Gebol, Mas Fadry, Pak Armid, Pak Basyuni, Bu Santi, Mas Idham, Bu Dyah, Mbak Dudu, Pak Ricky, Pak Agus, Bu Kusumiyati dan Takara sensei, Wada sensei, dan teman-teman satu lab di Okinawa yang telah memberikan dukungan, download jurnal dan banyak pelajaran hidup bagi penulis.

  8. Seluruh dosen dan staf ITP yang telah memberikan ilmu dan masukan kepada penulis selama penulis berkuliah di ITP. Serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih banyak atas bantuan, yang telah diberikan

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, September 2011

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iii

I. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Tujuan 3

1.2.1. Tujuan Umum 3

1.2.2. Tujuan Khusus 3

1.3. Manfaat Penelitian 4

1.4. Hipotesis 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1. Karbohidrat 5

2.1.1 Struktur karbohidrat 5

2.1.2. Monosakarida 6

2.1.3. Oligosakarida 6

2.1.4. Polisakarida 6

2.2. Pentingnya Analisis Total Karbohidrat 6

2.3. Total Karbohidrat dalam Bahan Pangan dan Metode Analisisnya 7

2.3.1. Definisi total karbohidrat 7

2.3.2. Metode analisis total karbohidrat 7

2.3.2.1. Analisis karbohidrat langsung 8

2.3.2.1.1. Analisis total karbohidrat dalam SNI 01-2891-1992 8

2.3.2.1.2. Analisis total karbohidrat dengan metode Anthrone sulfat 9

2.4. Validasi dan Verifikasi Metode 12

2.4.1. Akurasi 13

2.4.2. Presisi 14

2.4.3. Spesifisitas 16

2.4.4. Limit Deteksi dan Limit Kuantitasi 16

2.4.5. Linieritas 17

2.5. Matriks Sampel 17

2.5.1. Kecap manis 19

2.5.2. Kecap kedelai asin 21

2.5.3. Santan 21

2.5.4. Bahan Acuan 21

III. METODOLOGI PENELITIAN 24

3.1. Bahan dan Alat 24

3.1.1 Bahan 24

3.1.2. Alat 24

3.2. Metode Penelitian 24

3.2.1. Penentuan matriks sampel 25

3.2.1.1. Pemilihan sampel untuk uji validasi berdasarkan studi literatur 25

3.2.1.2. Analisis proksimat 25

3.2.2. Perbandingan metode 25

3.2.3. Validasi metode Anthrone sulfat 26

3.2.3.1. Ripitabilitas 26

3.2.3.2. Akurasi 26

3.2.3.3. Linieritas 27

3.2.4. Verifikasi metode SNI 01-2891-1992 27

3.2.4.1. Ripitabilitas 27

3.2.4.2. Akurasi 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 29

4.1. Pemilihan Matriks Sampel 29

4.2. Perbandingan metode 30

4.3. Verifikasi metode SNI 01-2891-1992 36

4.3.1. Verifikasi metode SNI 01-2891-1992 terhadap aspek presisi 38

4.3.1.1. Ripitabilitas 38

4.3.1.2. Reprodusibilitas 40

Tabel 12 Reprodusibilitas metode karbohidrat SNI 01-2891-1992 pada berbagai sampel pangan cair 42

4.3.2. Verifikasi metode SNI 01-2891-1992 terhadap aspek akurasi 43

4.3.2.1. Akurasi berdasarkan bahan acuan 44

4.3.2.2. Akurasi berdasarkan uji rekoveri 45

4.4. Faktor-Faktor Kesalahan Pada Analisis Total Karbohidrat SNI 01-2891-1992 48

4.5. Kelemahan Analisis Total Karbohidrat SNI 01-2891-1992 51

V. KESIMPULAN DAN SARAN 54

5.1. Kesimpulan 54

DAFTAR PUSTAKA 56

LAMPIRAN 62

DAFTAR TABEL

Lampiran 1. Data hasil analisis perbandingan metode…………………………………………. 62

Lampiran 2. Uji Statistik Perbandingan Metode dengan SPSS 17.0…………………………… 64

Lampiran 3. Prosedur Analisis………………………………………………………………… 68

Lampiran 4. Metode yang divalidasi…………………………………………………………… 71

Lampiran 5 Verifikasi Metode Karbohidrat Total SNI 01-2891-1992……………………….... 72

Lampiran 6. Uji Statistik Reprodusibilitas intralab…………………………………………….. 74

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Karbohidrat merupakan komponen yang sering kita jumpai dalam bahan pangan. Karbohidrat dalam pangan ada dalam berbagai macam bentuk dari glukosa sederhana hingga bentuk polisakarida yang kompleks. Contoh bahan pangan yang banyak mengandung karbohidrat diantaranya serealia dan umbi-umbian. Karbohidrat berkontribusi besar dalam menyusun produk pangan pada umumnya (Fennema 1996) dan merupakan salah satu makronutrien yang dibutuhkan oleh tubuh. Lebih dari 70% kebutuhan energi manusia dipenuhi dengan karbohidrat (BeMiller 2010). Sifat fungsional karbohidrat yang penting dalam proses pengolahan pangan, menyebabkan keberadaan karbohidrat menjadi komponen yang perlu diperhatikan dan dianalisis.

Analisis total karbohidrat telah lama dilakukan pada berbagai sampel seperti ekstrak tanaman (Yemm dan Willis 1954), tanah (Safarik dan Satruckova 1992), feses (Ameen and Powell 1985), produk farmasi (Leyva et al 2007) dan produk pangan (BeMiller 2009). Jumlah karbohidrat dalam produk pangan perlu diketahui, antara lain untuk: standardisasi identitas pangan, label nutrisi, deteksi adanya adulterasi dan untuk pengembangan suatu produk pangan. Peran karbohidrat yang signifikan terutama dalam produk pangan menjadikan analisis total karbohidrat penting.

Pengukuran karbohidrat sejak dahulu hingga sekarang masih dilakukan adalah menggunakan metode by difference dalam sistem analisis proksimat Weende yaitu dengan mengurangi kadar air, kadar protein, kadar lemak dan kadar abu dari total bahan pangan yang diujikan (Southgate 1976). Akan tetapi pada metode by difference terdapat kelemahan yaitu dapat menyebabkan hasil yang kurang akurat. Hasil yang kurang akurat diakibatkan oleh akumulasi dari kesalahan pada metode yang digunakan untuk menganalisis komponen lain, seperti protein dan lemak, sehingga nilai yang didapat semakin jauh dari nilai sebenarnya. Selain itu juga ada kemungkinan komponen nonkarbohidrat seperti asam organik, lignin dan tannin ikut terhitung sebagai karbohidrat.

Berbagai bidang yang spesifik seperti industri pemurnian gula dan penghasil minuman anggur, muncul kebutuhan untuk mengembangkan pengukuran gula secara langsung. Hal ini memicu berkembangnya kajian metodologis mengenai karbohidrat terlarut, diantaranya dengan metode refraktometri, gravimetri, polarimetri, titrimetri dan kolorimetri kondensasi (Southgate 1976). Banyaknya metode analisis yang dikembangkan tentu dapat menimbulkan kebingungan karena setiap metode dapat menghasilkan nilai yang berbeda. Dengan demikian, perlu ditetapkan persetujuan untuk menggunakan satu metode.

Metode yang digunakan untuk analisis total karbohidrat langsung yang ditetapkan oleh BSN (Badan Standardisasi Nasional) melalui SNI 01-2891-1992, yaitu tentang cara uji makanan dan minuman, adalah metode Luff-Schoorl. Namun terdapat kelemahan pada metode Luff-Schoorl karena dapat menimbulkan hasil yang kurang konsisten (Faulks dan Timms 1985) sehingga tingkat kepercayaan terhadap hasil kurang. Selain itu metode Luff-Schoorl juga membutuhkan pekerjaan yang tidak sederhana dan lebih banyak memakan waktu dibanding metode analisis kolorimetri.

Beberapa metode yang digunakan untuk menganalisis total karbohidrat secara langsung selain Luff–Schoorl, yaitu metode Anthrone sulfat, fenol sulfat, orsinol dan resorsinol. Metode Anthrone sulfat adalah yang paling umum digunakan (Leyva et al 2008) dengan menggunakan instrument spektofotometer UV-Visible. Metode Anthrone ini memiliki banyak keunggulan antara lain kesederhanaan ujinya, spektrumnya yang luas dan sensitifitasnya yang cukup baik (Koehler 1952).

Analis pangan sampai sekarang masih terikat dengan prosedur analisis yang telah ditetapkan oleh peraturan yaitu SNI (Standard Nasional Indonesia) 01-2891-1992. Penggunaan metode yang baku merupakan hal yang penting untuk menjamin bahwa hasil yang diperoleh sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah (Nielsen, 2010). Beberapa metode analisis pangan bersifat empiris yaitu metode itu masih digunakan hingga saat ini karena memang metode itu yang sudah digunakan sejak dulu dan hasil yang didapat cukup konsisten (Sawyer 1984). Begitu pula halnya dengan metode Luff-Schoorl yang dijadikan metode standard dalam SNI 01-2891-1992 karena sifatnya yang empiris.

Metode analisis total karbohidrat dengan menggunakan metode Anthrone sulfat bukan merupakan metode standard, maka perlu divalidasi sebelum digunakan. Selain itu, validasi metode terutama untuk matriks pangan yang spesifik penting untuk menjamin ketepatan dari metode yang digunakan (Nielsen, 2010). Dengan adanya validasi, kita dapat mengetahui bahwa hasil dari analisis itu dapat dipercaya pada matriks pangan yang dianalisis.

Sampai sejauh ini belum pernah dilakukan perbandingan metode antara metode Luff-Schoorl dengan metode Anthrone sulfat untuk menganalisis total karbohidrat pada bahan pangan cair dan belum diketahui validitas metode Anthrone sulfat dengan hidrolisis asam untuk menganalisis karbohidrat total secara langsung terutama pada matriks pangan cair untuk dapat menggantikan metode Luff-Schoorl. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan kedua metode pada matriks pangan cair dengan tingkat karbohidrat rendah, sedang dan tinggi dan menentukan metode mana yang lebih baik untuk digunakan dalam analisis rutin dan melakukan validasi metode Anthrone atau verifikasi metode yang sudah baku yaitu Luff Schoorl berdasarkan hasil perbandingan metode.

    1. Tujuan

      1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah menentukan metode yang lebih baik untuk analisis total karbohidrat antara metode SNI 01-2891-1992 secara titrimetri dan metode kandidat dengan Anthrone sulfat secara spektrofotometri.

1.2.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

  1. Melakukan perbandingan hasil analisis total karbohidrat dengan menggunakan dua metode berbeda yaitu metode SNI 01-2891-1992 secara titrimetri dengan metode kandidat yang menggunakan Anthrone sulfat secara spektrofotometri.

  2. Melakukan validasi metode Anthrone sulfat atau verifikasi metode SNI berdasarkan hasil yang diperoleh dari perbandingan metode pada berbagai matriks.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

  1. Mendapatkan informasi mengenai metode analisis mana yang lebih baik untuk digunakan pada analisis total karbohidrat secara rutin.

  2. Mendapatkan informasi mengenai tingkat validitas metode yang digunakan

2. Hipotesis

Hasil pengukuran dengan metode Anthrone tidak berbeda nyata dengan dengan hasil pengukuran dengan metode Luff-Schoorl, sehingga metode Anthrone dapat diadopsi sebagai metode alternatif. Selanjutnya diperlukan uji validasi metode Anthrone.

II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Karbohidrat

Kebanyakan ahli kimia kesulitan dalam mengelompokkan bahan apa saja yang termasuk ke dalam karbohidrat. Definisi klasik karbohidrat berdasarkan asal katanya yaitu carbo dari bahasa Latin dan hydros dari bahasa Yunani adalah ‘hidrat dari karbon’ yang mengandung hidrogen dan oksigen dengan perbandingan 2:1 (Southgate 1978) atau elemen yang terdiri dari air dan karbon dengan perbandingan 1:1 (Kennedy dan White 1988). Karbohidrat adalah senyawa organik yang mengandung karbon, hidrogen dan oksigen baik dalam bentuk molekul sederhana maupun kompleks (Christian dan Vaclavik 2003).

Karbohidrat telah menjadi sumber energi utama untuk metabolisme pada manusia dan sarana untuk memelihara kesehatan saluran pencernaaan manusia. Karbohidrat adalah penyumbang utama dari komponen yang membentuk produk pangan baik sebagai komponen alami maupun bahan yang ditambahkan. Karbohidrat meliputi lebih dari 90% dari berat kering tanaman. Karbohidrat banyak tersedia dan murah. Penggunaannya sangat luas dan jumlah penggunaannya cukup besar (Fennema 1996) baik untuk pemanis, pengental, penstabil, gelling agents dan fat replacer (Christian dan Vaclavik 2003). Karbohidrat dapat dimodifikasi baik secara kimia dan biokimia dan modifikasi itu digunakan untuk memperbaiki sifat dan memperluas penggunaannya.

1. Struktur karbohidrat

Karbohidrat digunakan dalam kimia untuk senyawa dengan formula Cm(H2O)n, tetapi kini rumus molekul itu tidak secara kaku digunakan untuk mendefinisikan karbohidrat (Kennedy dan White 1988). Sebelumnya beberapa ahli kimia memasukkan formaldehid dan glikoaldehid sebagai karbohidrat, namun sekarang istilah karbohidrat dalam biokimia, tidak mengikutsertakan senyawa yang kurang dari tiga atom karbon. Southgate (1978) menggunakan definisi karbohidrat sebagai senyawa yang tersusun oleh polihidroksi aldehid, keton, alkohol, asam dan turunan sederhananya serta polimernya yang memiliki ikatan polimer tipe asetal.

Menurut strukturnya karbohidrat dapat dibagi menjadi kelompok sakarida: monosakarida, oligosakarida dan polisakarida. Monosakarida adalah gula sederhana yang tidak dapat dipecah lagi menjadi molekul yang lebih kecil dan monosakarida inilah yang menjadi unit penyusun dari oligosakarida dan polisakarida. Oligosakarida dan polisakarida tersusun dari monosakarida yang dihubungkan dengan ikatan glikosidik.

2. Monosakarida

Monosakarida terdiri dari tiga sampai delapan karbon atom, tetapi umumnya hanya lima atau enam yang biasa ditemukan. Biasanya monosakarida digolongkan berdasarkan jumlah atom karbonnya, misalnya triosa (C3H6O3), tetrosa (C4H8O3), pentosa (C5H10O5) dan heksosa (C6H12O6). Dari golongan tersebut dapat dibagi lagi berdasarkan gugus fungsional yang ada, misalnya dari golongan heksosa ada aminoheksosa (C6H13O5N), deoksiheksosa (C6H12O5) dan asam heksuronat (C6H10O7). Contoh monosakarida adalah glukosa dan fruktosa.

2. Oligosakarida

Oligosakarida terdiri dari beberapa monosakarida (2-10) yang saling terikat oleh ikatan glikosidik. Tetapi ada juga yang mengklasifikasikan sendiri karbohidrat dengan dua gugus gula sebagai disakarida. Menurut Christian dan Vaclavik (2003) disakarida terdiri dari dua molekul monosakarida yang bergabung dengan ikatan glikosidik. Contoh disakarida di pangan adalah maltosa, selubiosa, dan sukrosa. Oligosakarida yang memiliki lebih dari tiga gugus gula contohnya adalah rafinosa dan stakiosa.

2. Polisakarida

Polisakarida merupakan polimer dari gula sederhana yang tersusun atas lebih dari sepuluh monomer gula sederhana. Contoh polisakarida di makanan adalah pati, pektin dan gum. Ketiganya adalah polimer karbohidrat kompleks dengan sifat yang berbeda, tergantung unit gula penyusunnya, tipe ikatan glikosidik dan derajat percabangan molekul.

2. Pentingnya Analisis Total Karbohidrat

Total karbohidrat yang ada dalam bahan pangan perlu diketahui dengan alasan: standards of identity (pangan harus memiliki komposisi yang sesuai dengan regulasi pemerintah); nutritional labelling (menginformasi konsumen mengenai kadar nutrisi dalam bahan pangan); detection of adulteration (tiap tipe pangan memiliki 'fingerprint' karbohidrat); food quality (sifat fisikokimia dari pangan seperti kemanisan, penampakan, stabilitas dan tekstur tergantung tipe dan stabilitas karbohidrat yang ada); ekonomi (agar lebih dapat menghemat biaya produksi bahan yang digunakan pada industri) dan food processing (efisiensi dari proses pangan banyak tergantung pada jenis dan kadar karbohidrat). Dalam berbagai studi mengenai bahan makanan penting untuk mengetahui persentasi kadar karbohidrat pada pangan yang diujikan sehingga nilai karbohidrat pada bahan lain dapat dikonversi menjadi nilai total pangan.

3. Total Karbohidrat dalam Bahan Pangan dan Metode Analisisnya

1. Definisi total karbohidrat

Total karbohidrat atau total karbohidrat menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2005) meliputi gula, pati, serat pangan dan komponen karbohidrat lain. Pernyataan jumlah total karbohidrat dalam gram penyajian yang dinyatakan dengan nilai gram terdekat, jika penyajian kurang dari 0,5 gram, jumlah kadarnya dapat dinyatakan sebagai nol dan jika penyajian lebih dari 0,5 gram dibulatkan ke kelipatan 1 gram terdekat. Total karbohidrat dapat dinyatakan dengan total karbohidrat by difference.

Total karbohidrat dalam pengukuran karbohidrat dengan metode langsung dinyatakan dalam bentuk persen yang setara dengan glukosa. Satuan glukosa (glucose equivalent) juga dapat diganti dengan larutan gula lain yang dijadikan sebagai larutan standar.

2. Metode analisis total karbohidrat

Sejumlah teknik analisis telah dikembangkan untuk mengukur jumlah dan tipe karbohidrat yang ada di bahan pangan. Kadar karbohidrat di bahan pangan dapat diketahui dengan menghitung persentase yang tersisa setelah semua komponen lain telah diukur (total carbohydrate by difference), yaitu dengan persamaan berikut (SNI 01-2891-1992):

Metode by difference ini masih digunakan oleh FDA, tetapi metode ini dapat menghasilkan nilai yang salah karena ada kemungkinan terjadi akumulasi kesalahan dari metode-metode yang digunakan untuk mengukur komponen lain, dan kemungkinan adanya komponen non karbohidrat yang terukur sebagai karbohidrat menyebabkan penyimpangan yang lebih besar. Pengukuran kadar karbohidrat secara langsung lebih baik karena didapat hasil lebih yang akurat.

1. Analisis karbohidrat langsung

Metode yang telah dikembangkan untuk analisis karbohidrat sangat banyak, dan tergantung juga oleh jenis analisis (kuantitatif atau kualitatif) dan tipe karbohidrat yang dianalisis. Sehingga metode pengukuran karbohidrat sangat beragam mulai dari metode kromatografi dan elektroforesis (Kromatografi Lapis Tipis, Kromatografi Likuid Kinerja Tinggi dan Kromatografi Gas); metode kimia (metode titrasi Lane Eynon, metode gravimetri Munson Walker, metode Luff Schoorl, metode kolorimetri seperti anthrone sulfat dan fenol sulfat); metode enzimatis; metode fisik (polarimetri, indeks refraktif, densitas dan infra merah) serta metode immunoassay.

Uji karbohidrat yang resmi ditetapkan oleh BSN dalam SNI 01-2891-1992 yaitu analisis total karbohidrat dengan menggunakan metode Luff Schoorl. Pada tahun 1936 Komisi Internasional untuk penyeragaman analisis gula mempertimbangkan metode Luff-Schoorl sebagai salah satu metode yang digunakan untuk menstandarkan analisis gula pereduksi karena metode Luff Schoorl saat itu menjadi metode yang resmi dipakai di pulau Jawa, di samping nominator lainnya yaitu metode Lane-Eynon. Tetapi pada saat itu metode kolorimetri belum banyak berkembang dan dalam catatan komisi itu terdapat agenda untuk melakukan penyeragaman analisis gula dengan metode kolorimetri.

Berikut ini adalah beberapa jenis analisis total karbohidrat langsung:

1. Analisis total karbohidrat dalam SNI 01-2891-1992

Seluruh senyawa karbohidrat yang ada dipecah menjadi gula-gula sederhana (monosakarida) dengan bantuan asam yaitu HCl dan panas. Monosakarida yang terbentuk kemudian dianalisis dengan metode Luff-Schoorl. Prinsip analisis dengan metode Luff-Schoorl yaitu reduksi Cu2+ menjadi Cu 1+ oleh monosakarida. Monosakarida bebas akan mereduksi larutan basa dari garam logam menjadi bentuk oksida atau bentuk bebasnya. Kelebihan Cu2+ yang tidak tereduksi kemudian dikuantifikasi dengan titrasi iodometri (SNI 01-2891-1992).

Reaksi yang terjadi:

Karbohidrat kompleks → gula sederhana (gula pereduksi)

Gula pereduksi+ 2 Cu2+→ Cu2O(s)

2 Cu2+ (kelebihan) + 4 I-→ 2 CuI2 → 2 CuI- + I2

I2 + 2S2O32-→ 2 I- + S4O62-

Osborne dan Voogt (1978) mengatakan bahwa metode Luff-Schoorl dapat diaplikasikan untuk produk pangan yang mengandung gula dengan bobot molekuler yang rendah dan pati alami atau modifikasi.

Kemampuan mereduksi dari gugus aldehid dan keton digunakan sebagai landasan dalam mengkuantitasi gula sederhana yang terbentuk. Tetapi reaksi reduksi antara gula dan tembaga sulfat sepertinya tidak stoikiometris dan sangat tergantung pada kondisi reaksi. Faktor utama yang mempengaruhi reaksi adalah waktu pemanasan dan kekuatan reagen. Penggunaan luas dari metode ini dalam analisis gula adalah berkat kesabaran para ahli kimia yang memeriksa sifat empiris dari reaksi dan oleh karena itu dapat menghasilkan reaksi yang reprodusibel dan akurat (Southgate 1976).

2.3.2.1.2. Analisis total karbohidrat dengan metode Anthrone sulfat

Penggunaan metode anthrone untuk analisis total karbohidrat mulai berkembang sejak penggunaan pertama kali oleh Dreywood pada tahun 1946 untuk uji kualitatif. Dasar dari reaksi ini adalah kemampuan karbohidrat untuk membentuk turunan furfural dengan keberadaan asam dan panas, yang kemudian diikuti dengan reaksi dengan anthrone yang menghasilkan warna biru kehijauan (Sattler dan Zerban 1948) dalam Brooks et al (1986).

Anthrone, C6H4COC6H4CH2, adalah turunan dari anthraquinone. Senyawa ini diproduksi oleh reduksi katalitik dari anthraquinone oleh asam hidroklorat dengan keberadaan logam timah. Senyawa ini mungkin ada dalam bentuk keto atau enol, yang masing-masing dikenal dengan nama anthrone and anthranol. Reaksinya sebagai berikut:

Mekanisme pembentukan warna anthrone dengan gula telah diteliti. Hurd dan Isenhour (1932) dan Wolfrom et al (1948) mempostulasikan bahwa karbohidrat dan turunannya mengalami pembentukan cincin dalam keberadaan asam kuat dari mineral,seperti yang ditunjukkan untuk glukosa:

Tiap tahap adalah pemecahan dari glukosa(I) menjadi 5-(hydroxymethyl)-2-furaldehyde(IV) menunjukkan dehidrasi baik pada double bond atau pembentukan cincin. Wolfrom et al. (1948) menunjukkan bukti spektroskopik untuk senyawa intermediate (II) dan (III) pada reaksi ini Sattler and Zerban (1948) menyarankan bahwa pembentukan warna hijau pada reaksi anthrone tergantung oleh keberadaan 5-(hidroksimetil)-2-furaldehid, atau senyawa furfural yang mirip, yang dibentuk oleh reaksi asam sulfat pada karbohidrat.

Momose et al. (1957) melakukan kromatografi pada ekstrak benzene dari pewarna terhadap alumina dan menunjukkan bahwa bagian yang dapat larut dari benzene-terdiri dari beberapa pewarna yang memberikan pewarnaan yang berbeda dengan asam sulfat. Mereka menentukan berat molekul dari salah satu pewarna utama yaitu kurang lebih 530, dan mempostulasikan formula dari pewarna itu (C47H30O3). Mereka menyimpulkan bahwa 3 mol anthrone bereaksi dengan 1 mol glukosa sebagai berikut:

3C14H10O + C6H12O6  C47H3O30 + 5H2O + CH2O

Dari data analisis dan spektrum inframerah dari pewarna, dan mekanisme reaksinya dipertimbangkan, mereka menduga struktur yang mungkin adalah 1,2,5,- atau 1,3,5,-trianthronylidenepentane.

Ludwig dan Goldberg (1956) melaporkan adaptasi dari metode anthrone kolorimetri untuk analisis total karbohidrat secara kuantitatif pada pangan. Metode yang digunakan relatif cepat dan akurat serta lebih baik daripada metodologi analisis karbohidrat sebelumnya, yaitu metode Somogyi-Shaffer-Hartmann yang menggunakan teknik teknik iodometri dan prinsip gula pereduksi. Mereka menunjukkan bahwa persiapan hidrolisis dan deproteinisasi tidak perlu dilakukan ketika teknik anthrone digunakan.

Uji Anthrone ini memiliki kelebihan dalam hal sensitifitas dan kesederhanaan ujinya (Koehler 1952).Sejumlah kecil karbohidrat dapat memberikan warna yang terdeteksi dengan menggunakan spektrofotometer. Dreywood (1946) melakukan uji spesifisitas dari reaksi dan membuat daftar 18 jenis karbohidrat, termasuk beberapa turunan selulosa, yang memberikan hasil positif. Dia juga melaporkan hasil negatif terhadap kelompok besar nonkarbohidrat, termasuk sejumlah resin sintetik nonselulosa, asam organik, aldehid, fenol, lemak, terpena, alkaloid, dan protein. Nonkarbohidrat yang menunjukkan hasil positif hanya furfural, tetapi hasil positif ini cepat menghilang karena warna hijau dikaburkan oleh presipitat coklat. Morris (1948) juga menunjukkan spesifisitas anthrone untuk karbohidrat sangat tinggi, dan dia melaporkan reaksi positif untuk semua mono-, di-, dan polisakarida murni yang diujikan, juga sampel of dekstrin, dekstran, pati, polisakarida tumbuhan dan gum, polisakarida tipe II dan II dari pneumococcus, glukosida, dan senyawa asetat dari mono-, di-, dan polisakarida.

Kekurangan dari metode Anthrone adalah ketidakstabilan dari reagen (anthrone yang dilarutkan dalam asam sulfat), sehingga perlu dilakukan persiapan reagen yang baru setiap hari. Dreywood (1946) memperhatikan bahwa panas yang dihasilkan oleh pelarutan asam sulfat merupakan bagian yang penting dalam uji. Morris (1948) melihat signifikansi dari panas pada reaksi anthrone dan menunjukkan bahwa pada sejumlah karbohidrat yang diberikan, intensitas warna bervariasi dengan jumlah panas yang dihasilkan. Oleh karena itu kurva standar juga perlu dibuat setiap hari.

Nilai total karbohidrat tidak dapat dinyatakan dalam persen karbohidrat, tetapi lebih baik dinyatakan dengan istilah glucose equivalents per cent, karena kepekatan warna yang dihasilkan dari reaksi anthrone bervariasi dengan tipe gula yang ada. Kepekatan warna yang sama contohnya, ditunjukkan oleh 100 µg. glukosa, 105 µg. maltosa, dan 111 µg glikogen. Gula murni lain selain glukosa dapat dikalkulasi dengan faktor konversi. Tetapi jika terdapat campuran karbohidrat yang tidak diketahui pada bahan pangan faktor konversi itu tidak dapat digunakan, dan hasilnya bukan persentase karbohidrat absolut, melainkan ekuivalen glukosa, yang dapat bervariasi dari nilai persentasi karbohidrat yang sebenarnya dengan jumlah yang tidak dapat ditentukan. Keganjilan ini tidak signifikan ketika nilai glucose equivalents per cent digunakan hanya sebagai basis untuk mengkonversi nilai total karbohidrat menjadi nilai total pangan (Beck dan Bibby 1961). Untuk tujuan ini glucose equivalents per cent hanya sebagai indeks dari persentasi absolute dari masing-masing karbohidrat dalam pangan.

3. Validasi dan Verifikasi Metode

Metode analisis memiliki beberapa atribut, seperti ketepatan, ketelitian, spesifisitas, sensitivitas, kemandirian, dan kepraktisan, yang harus dipertimbangkan ketika akan digunakan (Garfield et al. 2000). Informasi yang digunakan untuk mengambil keputusan harus seimbang dengan pertimbangan praktis seperti biaya, waktu, risiko, kesalahan, dan tingkat keahlian yang diperlukan. Selain itu suatu laboratorium yang akan menerapkan suatu metode perlu mempertimbangkan apakah data validasi yang ada mengenai metode tersebut cukup memadai atau apakah masih membutuhkan tindakan validasi ulang sebelum metode itu digunakan. Selanjutnya jika data validasi telah cukup memadai, laboratorium perlu mengatahui apakah level performa yang ditunjukkan oleh data validasi tersebut mampu dilaksanakan. Untuk mencapai level performa itu dibutuhkan analis yang kompeten serta peralatan dan fasilitas yang memadai (Jelita 2011).

Data validasi yang kurang memadai biasanya ada pada metode yang baru dikembangkan baik oleh laboratorium itu sendiri atau yang dikembangkan oleh pihak lain; metode yang digunakan oleh laboratorium lain atau metode yang telah dipublikasi tetapi belum menjadi metode baku. Ketika data validasi yang ada telah memadai, yaitu seperti pada metode yang telah divalidasi oleh organisasi terstandarisasi seperti AOAC (Association of Official Analytical Chemists) Internasional, laboratorium umumnya hanya menjaga performa data dengan cara melakukan verifikasi metode.

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Berdasarkan Harvey (2000), validasi merupakan suatu proses evaluasi kecermatan dan keseksamaan yang dihasilkan oleh suatu prosedur dengan nilai yang dapat diterima. Sebagai tambahan, validasi memastikan bahwa suatu prosedur tertulis memiliki detail yang cukup jelas sehingga dapat dilaksanakan oleh analis atau laboratorium yang berbeda dengan hasil yang sebanding. Menurut AOAC (2002) validasi metode menunjukkan apakah suatu metode sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Dalam praktiknya, memungkinkan untuk merancang percobaan yang akan dilakukan sehingga karakteristik validasi yang sesuai dapat diterapkan untuk mendapatkan hasil yang cukup dan menyeluruh mengenai kemampuan suatu prosedur analisis, seperti: spesifisitas, linearitas, rentang, akurasi (kecermatan), dan presisi (keseksamaan) (EMA, 1995).

Verifikasi metode adalah suatu tindakan validasi metode tetapi hanya pada beberapa beberapa karakteristik performa saja. Laboratorium harus menentukan karakteristik performa yang dibutuhkan. Spesifikasi analisis dapat menjadi acuan untuk merancang proses verifikasi. Rancangan yang baik akan menghasilkan informasi yang dibutuhkan serta meminimalisir tenaga, waktu, serta biaya. Pemilihan parameter validasi atau verifikasi tergantung pada beberapa faktor seperti aplikasi, sampel uji, tujuan metode, dan peraturan lokal atau internasional.

Adapun beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis :

1. Akurasi

Akurasi atau kecermatan adalah seberapa dekat suatu hasil pengukuran kepada nilai sebenarnya. Terkadang masalah dalam menentukan akurasi adalah ketidaktahuan terhadap nilai yang sebenarnya. Dalam beberapa tipe sampel kita dapat menggunakan sampel yang telah diketahui nilainya dan mengecek metode pengukuran yang kita gunakan untuk menganalisis sampel itu sehingga kita mengetahui akurasi dari prosedur yang diujikan, metode ini disebut dengan CRM (Certified Reference Method). Pendekatan lain adalah dengan membandingkan hasilnya dengan hasil yang dilakukan oleh lab lain (Smith, 2010) atau dengan menggunakan metode referen (Walton 2001). Akurasi juga dapat diketahui dengan melakukan uji rekoveri (Walton 2001). Hasil uji ini akurasi dapat dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analat yang ditambahkan pada sampel. Sampel ditambahkan (spiking) dengan standar yang telah diketahui jumlah dan kadarnya (EMA, 1995). Rentang nilai penerimaan kecermatan suatu metode akan bervariasi sesuai kebutuhannya (FAO, 1998). Adapun AOAC menetapkannya seperti dalam Tabel 1.

Tabel 1 Persentase rekoveri yang dapat diterima sesuai dengan konsentrasi analat

(%) analat

Unit

Rata-rata rekoveri (%)

100

100%

98-102

10

10%

95-102

1

1%

97-103

0.1

0.10%

95-105

0.01

100 ppm

90-107

0.001

10 ppm

80-110

0.0001

1 ppm

80-110

0.00001

100 ppb

80-110

0.000001

10 ppb

60-115

0.0000001

1 ppb

40-120

(sumber: AOAC 2002)

2. Presisi

Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004). Presisi dapat dibagi dalam dua kategori: keterulangan atau ripitabilitas (repeatability) dan ketertiruan (reproducibility). Ripitabilitas adalah nilai presisi yang diperoleh jika seluruh pengukuran dihasilkan oleh satu orang analis dalam satu periode tertentu, menggunakan pereaksi dan peralatan yang sama dalam laboratorium yang sama. Ketertiruan adalah nilai presisi yang dihasilkan pada kondisi yang berbeda, termasuk analis yang berbeda, atau periode dan laboratorium yang berbeda dengan analis yang sama. Karena ketertiruan dapat memperbanyak sumber variasi, ketertiruan dari analisis tidak akan lebih baik hasilnya dari nilai keterulangan (Harvey, 2000).

Presisi dalam hal ripitabilitas diukur dengan menghitung relative standard deviation atau simpangan baku relatif (RSD) dari beberapa ulangan dengan menggunakan rumus:

Standar deviasi ripitabilitas bervariasi tergantung pada konsentrasi (AOAC 2002). Oleh karena itu hasil yang didapat dari perhitungan dibandingkan hasilnya dengan nilai yang ada di Tabel 2.

Tabel 2 Nilai presisi (RSD) sesuai dengan konsentrasi analat

(%) analat

Konsentrasi

RSD (%)

100

100%

1

10

10%

1.5

1

1%

2

0.1

0.10%

3

0.01

100 ppm

4

0.001

10 ppm

6

0.0001

1 ppm

8

0.00001

10 ppb

15

(sumber: AOAC 2002)

Nilai yang didapat juga dapat dibandingkan atau dengan menggunakan rumus:

dengan C adalah konsentrasi yang didapat dari rataan.

Nilai yang dapat diterima untuk ripitabilitas adalah antara 1/2 dan 2 kali dari nilai yang dijadikan sebagai pembanding. Ada juga yang menggunakan RSD Horwitz sebagai nilai pembanding, RSD Horwitz dihitung dengan rumus:

Dengan menggunakan pembanding RSD Horwitz nilai yang dapat diterima untuk ripitabilitas adalah RSD yang terhitung dari ulangan yang ada harus kurang dari 2/3 dari nilai RSD Horwitz (Garfield 2000).

3. Spesifisitas

Spesifisitas dari metode analitik tertentu berarti metode itu hanya mendeteksi komponen yang diinginkan. Metode analitis dapat bersifat sangat spesifik untuk komponen tertentu atau pada beberapa kasus dapat menganalisis spektrum komponen yang luas (Smith, 2010).

Spesifisitas suatu metode diuji dengan membandingkan hasil dari sampel yang mengandung pengotor dengan hasil sampel yang tidak mengandung pengotor. Pada dasarnya, spesifisitas dapat diuji secara langsung atau tidak langsung. Pendekatan secara tidak langsung ditinjau dari penerimaan parameter akurasi. Pendekatan secara langsung ditinjau dari keberadaan komponen pengganggu (Ermer dalam Ermer dan Miller, 2005). Cara yang terakhir dilakukan dengan menambahkan sejumlah tertentu komponen pengganggu pada larutan standar murni. Jika diperkirakan tidak adanya komponen pengganggu pada sampel, spesifisitas dapat ditunjukkan dengan membandingkan hasil uji sampel dengan standar (EMA, 1995).

4. Limit Deteksi dan Limit Kuantitasi

Limit deteksi atau Limit of Detection (LOD) suatu metode analisis adalah jumlah terkecil dari analat yang dapat dideteksi namun jumlah ini belum tentu dapat dikuantisasi dengan presisi yang baik oleh metode tersebut. Limit kuantitasi atau Limit of Quantitation (LOQ) yang disebut juga limit determinasi adalah konsentrasi terendah dari analat yang dapat ditentukan secara kuantitatif dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima (Ermer dalam Ermer dan Miller, 2005).

Giese (2004) menyatakan bahwa terdapat dua cara untuk menentukan LOD dan LOQ, yaitu dengan menentukan kurva kalibrasi menggunakan sepuluh level konsentrasi, atau melakukan analisis blanko berulang. Tetapi ada masalah dalam pendekatan menggunakan blanko karena seringkali sulit diukur dan variasinya sangat tinggi. Lebih lanjut, nilai yang didapat dengan pendekatan seperti ini tidak bergantung dari analat (AOAC 2002).

Limit deteksi hanya berguna untuk mengontrol ketidakmurnian yang tidak diinginkan yang konsentrasinya harus tidak lebih dari level tertentu dan mengontrol kontaminan dengan konsentrasi rendah, sedangkan materi yang bermanfaat harus ada pada konsentrasi yang cukup tinggi agar dapat menjadi fungsional. Limit deteksi dan determinasi seringkali bergantung pada kemampuan instrumen (AOAC 2002).

5. Linieritas

Linearitas metode analisis menunjukkan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil uji, yang baik langsung maupun dengan definisi transformasi matematis yang baik, proporsional dengan konsentrasi analat dalam sampel pada range tertentu (Leyva et al 2008). Linieritas dapat diuji secara informal dengan membuat plot residual yang dihasilkan oleh regresi linier pada respon konsentrasi dalam satu seri kalibrasi (Thompson et al. 2002).

Linieritas harus dievaluasi dengan pemeriksaan visual terhadap plot absorbansi yang merupakan fungsi dari konsentrasi analat. Jika hubungannya linier, hasil uji dievaluasi lebih lanjut secara statistik dengan perhitungan garis regresi. Dalam penentuan linieritas, sebaiknya menggunakan minimum lima konsentrasi (EMA, 1995). Rentang penerimaan linieritas tergantung dari tujuan pengujian. Pada kondisi yang umum, nilai koefisien regresi (r2) ≥ 0,99.

3. Matriks Sampel

Suatu metode harus dapat menunjukkan rekoveri dan ripitabilitas yang dapat diterima pada konsentrasi dan matriks yang mewakili kelompok sampel dimana metode itu hendak diterapkan (AOAC 2002). Suatu metode yang hendak diterapkan pada “pangan” secara umum, metode tersebut perlu diujikan pada jenis pangan yang dianggap mewakili kelompok pangan secara umum. Sampel yang yang dianggap mewakili dapat dipilih berdasarkan skema segitiga atau triangle scheme yang disarankan AOAC Internasional (Gambar 1) (Sullivan dan Carpenter 1993). Skema segitiga ini berdasarkan kadar karbohidrat, protein dan lemaknya yang mana dianggap memiliki pengaruh terbesar terhadap kemampuan metode analisis. Suatu kelompok pangan, yang diwakili oleh segitiga kecil, dikatakan memiliki kadar yang “tinggi”, “sedang” dan “rendah” berdasarkan kadar karbohidrat, protein dan lemaknya. Pangan kompleks diposisikan pada salah satu segitiga kecil—menurut kadar karbohidrat, lemak dan proteinnya (dengan persentase yang telah dinormalisasi menurut perbandingan dari ketiga komponen). Pemetaan ini dilakukan dengan meniadakan persentase kadar air dan kadar abu. Tiap sudut segitiga merupakan kelompok pangan yang terdiri dari 100% lemak, 100%protein, dan 100% karbohidrat.

Gambar 1. Matriks pangan berdasarkan kadar protein, lemak dan karbohidrat (Nielsen 2010).

Nielsen (2010) mengatakan bahwa kemampuan suatu metode analisis dipengaruhi oleh matriks pangan (misalnya komponen dari pangan tersebut terutama lemak, protein dan karbohidrat). Matriks pangan merupakan tantangan terbesar bagi para analis pangan. Makanan dengan kadar lemak tinggi dan kadar gula tinggi dapat menghasilkan interferensi yang berbeda dengan makanan dengan kadar lemak rendah dan kadar gula rendah. Prosedur digesti dan tahap ekstraksi sangat penting bagi hasil analisis yang akurat. Hal ini tergantung pada matriks pangan. Kompleksitas dari berbagai sistem pangan seringkali membutuhkan lebih dari satu teknik dan prosedur untuk komponen spesifik tertentu, termasuk pengetahuan mengenai teknik mana yang sesuai untuk matriks pangan yang spesifik.