Contoh Laporan Penelitian Industri Kerakyatan

(1)

LAPORAN PENELITIAN

KAJIAN PENGEMBANGAN INDUSTRI KERAKYATAN

KERJASAMA

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

KOTA BANJARMASIN

DENGAN

LEMBAGA PENELITIAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT. atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Tim Peneliti mampu merampungkan seluruh rangkaian kegiatan penelitian yang diwujudkan dalam bentuk Laporan Akhir.

Terwujudnya penelitian ini tidak terlepas dari dukungan penuh Pemerintah Daerah Kota Banjarmasin terutama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Banjarmasin, demikian pula halnya dengan Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat, Instansi Dinas terkait di Kota Banjarmasin termasuk Camat Banjarmasin Utara, para Lurah dan seluruh masyarakat Kota Banjarmasin yang ada di wilayah Banjarmasin Utara, khususnya para pelaku usaha UMKM yang secara keseluruhan telah memberikan dukungan positif dalam pelaksanaan kegiatan penelitian ini.

Berkenan dengan hal tersebut di atas, maka pada kesempatan ini mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Bapak Walikota dan Bapak Wakil Walikota Kota Banjarmasin, demikian pula Bapak Kepala Bappeda Kota Banjarmasin beserta seluruh jajarannya dan juga kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan penelitian ini. Semoga seluruh bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada kami mendapatkan limpahan pahala dari Allah SWT, Amin Ya Rabbal Alamin.

Sekali lagi kami sampaikan ucapan terima kasih kepada Pemerintah Kota Banjarmasin melalui Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Banjarmasin dan Ketua Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat, yang telah memberikan kepercayaan penuh kepada Tim Peneliti untuk melaksanakan kegiatan penelitian ini.


(3)

Selanjutnya Tim peneliti menyadari sepenuhnya bahwa kami sebagai manusia biasa tentu saja tidak terlepas dari berbagai kekurangan dan kehilapan dalam melaksanakan proses penelitian ini, untuk itu pada kesempatan ini pula, kami sepatutnya menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada semua pihak.

Secara khusus kami sampaikan pula bahwa Tim Peneliti merasa puas atas selesainya kegiatan penelitian ini, terutama dengan apresiasi yang sangat baik dari Pemerintah Kota Banjarmasin pada saat pelaksanaan seminar proposal maupun seminar akhir hasil penelitian yang dipimpin langsung oleh Bapak Kepala Bappeda Kota Banjarmasin.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati kami segenap Tim Peneliti dari Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, menaruh harapan besar agar kiranya hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi Pemerintah Kota Banjarmasin dalam pengambilan keputusan untuk kebijakan pembangunan terutama dalam Pengembangan Industri Kerakyatan di Kota Banjarmasin.

Banjarmasin, Desember 2012 Ketua Tim Peneliti,

Irwansyah, S.Sos, M.Si NIP: 19710420 199903 1 001


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul i

Halaman Pengesahan ii

Kata Pengantar iii

Daftar Isi iv

Daftar Tabel vi

Daftar Gambar ix

Daftar Lampiran x

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 6

C. Tujuan Penelitian 7

D. Manfaat Penelitian 8

BAB II TINJAUAN TEORITIS 9

A. Permasalahan Pembangunan 9

B. Pengertian Kawasan Strategis 12

C. Pemberdayaan Masyarakat 13

D. Pengembangan Ekonomi Masyarakat Yang

Konservatif 22

E. Pengembangan Ekonomi Masyarakat Yang Radikal 28 F. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Alalak Berbasis

Kearifan Lokal 31

G. .Peningkatan PAD dan Pembangunan Daerah 33 BAB III KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN 41

BAB IV METODE PENELITIAN 44

A. Desain Penelitian 44

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 44

C. Populasi dan Sampel Penelitian 44


(5)

E. Teknik Pengumpulan Data 45

F. Metode Analisis Data 46

G. Prosedur Penelitian 47

H. Tim Peneliti 47

BAB V HASIL PENELITIAN 49

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 49

B. Karakteristik Responden Penelitian 57 C. Analisis Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

di Wilayah Alalak dan Sekitarnya 60

D. Analisis Potensi dan Kompetensi Masyarakat Alalak dan Sekitarnya Untuk Menjalankan Usaha 63 E. Analisis Peran Lembaga Ekonomi Masyarakat Alalak

dan Sekitarnya 76

F. Analisis Capital Social Masyarakat Alalak dan

Sekitarnya 82

G. Deskripsi Kondisi Sosial dan Infrastruktur Wilayah

Alalak dan Sekitarnya 88

H. Analisis Efektivitas Pemberdayaan Ekonomi 91 I. Gambaran Kondisi Usaha Pengolahan Kayu Yang

Dijalankan Saat Ini Pada Masyarakat Alalak dan

Sekitarnya 99

J. Analisis Peluang Usaha Potensial di Wilayah Alalak dan

Sekitarnya 104

BAB VI KESIMPULAN, SARAN, DAN REKOMENDASI

KEBIJAKAN 119

A. Ksimpulan 119

B. Saran 120

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(6)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 Kecamatan Banjarmasin Utara Dalam Angka 4

Tabel 4.1 Sampel Penelitian 45

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Umur dan Status Perkawinan 58

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan pekerjaan 60 Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tanggungan

Keluarga 61

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan 62 Tabel 5.5 Distribusi Pendidikan Anak 12 Tahun ke atas Pada

Wilayah Alalak dan Sekitarnya 64

Tabel 5.6 Distribusi Jumlah Anak Dalam Keluarga Masyarakat Alalak dan Sekitarnya Berdasarkan Usia 66 Tabel 5.7 Usaha Yang Telah Dijalankan Masyarakat Alalak dan

Sekitarnya 69

Tabel 5.8 Lamanya Menjalankan Usaha Bagi Masyarakat Alalak

dan sekitarnya 70

Tabel 5.9 Rata-rata Pendapatan Usaha Masyarakat Alalak dan

Sekitarnya 71

Tabel 5.10 Keterlibatan Tenaga Kerja Dalam Menjalankan Usaha 72 Tabel 5.11 Distribusi Rata-rata Pendapatan Keluarga Per Bulan

Masyarakat Alalak dan Sekitarnya 73

Tabel 5.12 Distribusi Rata-rata Pendapatan Keluarga Lainnya Per Bulan Masyarakat Alalak dan Sekitarnya 74 Tabel 5.13 Distribusi Rata-rata Pengeluaran Keluarga Per Bulan

Masyarakat Alalak dan Sekitarnya 74

Tabel 5.14 Status Tempat Tinggal, Sumber Kebutuhan Air Bersih, Kelengkapan Sarana MCK dan Sarana Penerangan


(7)

Tabel 5.15 Distribusi Bantuan Lembaga Ekonomi Yang Diterima 77 Tabel 5.16 Besarnya Bantuan Permodalan Yang Diterima

Responden 79

Tabel 5.17 Sumber Permodalan Responden 81

Tabel 5.18 Frekuensi Kegiatan Gotong Royong Masyarakat

Alalak dan Sekitarnya 83

Tabel 5.19 Aktivitas Kegiatan Gotong Royong Masyarakat Alalak 84 Tabel 5.20 Sikap Keterbukaan Masyarakat Terhadap Pendatang

85 Tabel 5.21 Kondisi Modal Sosial Masyarakat Alalak dan

Sekitarnya 87

Tabel 5.22 Kondisi Dukungan Infrastruktur Masyarakat Alalak

dan Sekitarnya 90

Tabel 5.23 Keberadaan Program Pemberdayaan Masyarakat

Lokal Dari Pemerintah Daerah 93

Tabel 5.24 Ketepatan Program Pemberdayaan Masyarakat 94

Tabel 5.25 Sumber Bahan Baku 94

Tabel 5.26 Pemenuhan Kebutuhan Hidup 95

Tabel 5.27 Keterlibatan Masyarakat Dalam Perencanaan 95 Tabel 5.28 Keterlibatan Masyarakat Dalam kegiatan

Pembangunan 96

Tabel 5.29 Keterlibatan Masyarakat Dalam Perencanaan

Pembangunan 97

Tabel 5.30 Proses Pendampingan Yang Berkelanjutan 98 Tabel 5.31 Keberlanjutan Usaha Yang Mendapatkan Bantuan 98 Tabel 5.32 Analisis Kelayakan Usaha Pengolahan Kayu 102 Tabel 5.33 Matriks Komparatif Potensi dan Preferensi

Masyarakat Wilayah Alalak dan Sekitarnya Terhadap


(8)

Tabel 5.34 Potensi Pariwisata Pada Wilayah Alalak dan

Sekitanrnya Menurut Responden 110

Tabel 5.35 Hambatan Pengembangan Potensi Ekonomi Pada Wilayah Alalak dan Sekitarnya Menurut Responden

116 Tabel 5.36 Usulan Usaha Pengembangan Potensi Ekonomi

Pada Wilayah Alalak dan Sekitarnya Menurut


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Kerangka Analisis Penelitian 43

Gambar 5.1 Peta Administrasi Kota Banjarmasin 51

Gambar 5.2 Peta Banjarmasin Utara 52

Gambar 5.3 Lokasi Penelitian 53

Gambar 5.4 Peta Sebaran Pasar Tradisonal Pada Wilayah Alalak

dan Sekitarnya 91

Gambar 5.5 Peta Sebaran Industri Kue Khas Banjar (Kue Kering)

Pada Lokasi Penelitian 108

Gambar 5.6 Peta Sebaran Industri Kerupuk Pada Lokasi

Penelitian 108

Gambar 5.7 Peta Sebaran Industri Tajau Pada Lokasi Penelitian 109 Gambar 5.8 Peta Sebaran Industri Tanggui Pada Lokasi Penelitian

109 Gambar 5.9 Peta Sebaran Industri Tikar Purun Pada Lokasi

Penelitian 110

Gambar 5.10 Peta Pariwisata Pasar Terapung 114

Gambar 5.11 Peta Pariwisata Makam Sultan Suriansyah 115 Gambar 5.12 Peta Pariwisata Masjid Sultan Suriansyah 115 Gambar 5.13 Peta Sebaran Industri Dok Kapal Pada Lokasi

Penelitian 118


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan distribusi pendapatan yang adil dan merata. Hal ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini hanya dapat dinikmati oleh sekelompok kecil masyarakat, seperti masyarakat perkotaan, sedangkan masyarakat pedesaan atau pinggiran mendapat porsi yang lebih kecil dan tertinggal. Kesenjangan pendapatan ini semakin diperburuk karena adanya kesenjangan pembangunan antar sektor, terutama pada sektor pertanian (basis ekonomi pedesaan) dan non pertanian (ekonomi perkotaan).

Ketidakberdayaan masyarakat pedesaaan salah satunya akibat kebijakan yang mismatch pada masa lalu, yaitu kebijakan yang melupakan sektor pertanian sebagai dasar keunggulan komparatif maupun kompetitif. Pada hakikatnya pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaaan bukan hanya bermanfaat bagi masyarakat pedesaan itu sendiri, tetapi juga dapat membangun kekuatan ekonomi Indonesia secara umum berdasarkan pada keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki.


(11)

Titik berat pembangunan jangka panjang adalah pembangunan bidang ekonomi dengan sasaran utama mencapai keseimbangan antara bidang pertanian dengan industri. Untuk mencapai ini diperlukan kekuatan dan kemampuan sektor pertanian guna menunjang pertumbuhan di sektor industri yang kuat dan maju. Kondisi tersebut dapat dilihat dari arah pembangunan oleh pemerintah, yakni membangun sektor pertanian yang tangguh. Hal tersebut sangat beralasan karena lebih dari 70% penduduk di pedesaan bergantung pada sumber pendapatan dari pertanian.

Program pembangunan jangka panjang memuat landasan pembangunan dengan kebijaksanaan ekonomi yang diarahkan kepada dua sektor kunci, yaitu sektor pertanian dan sektor industri dengan memperhatikan keterkaitan dengan sektor lain. Secara spesifik arah kebijaksanaan pembangunan untuk daerah pedesaan masih menitikberatkan pada sektor kunci. Arah pembangunan tersebut adalah untuk memacu laju pertumbuhan ekonomi regional serta meningkatkan kontribusi dalam pembentukan PDRB di daerah.

PDRB Kota Banjarmasin menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku pada tahun 2011 mencapai 11,2 trilliun rupiah dan atas dasar harga konstan dengan tahun dasar 2000 mencapai 5,3 trilliun rupiah. Kontribusi PDRB selama tahun 2011 terbanyak disumbangkan oleh sektor pengangkutan dan komunikasi yang mencapai 23,29%. Sektor perdagangan, restoran dan hotel memberikan kontribusi kedua terbesar yaitu 20,65%, dan merupakan sektor yang mengalami


(12)

pertumbuhan tertinggi pada tahun 2011 yang mencapai 10,32% (Kota Banjarmasin Dalam Angka, 2012).

Pembangunan daerah sangat ditentukan oleh potensi yang dimiliki oleh suatu daerah, maka kebijaksanaan yang dibuat oleh pemerintah daerah harus mengacu kepada potensi daerah yang berpeluang untuk dikembangkan, khususnya sektor pertanian. Pada umumnya setiap daerah memiliki potensi yang dapat dikembangkan sebagai pemacu pertumbuhan ekonomi daerah. Potensi yang dimaksud sebagian besar berada di daerah pedesaan. Potensi tersebut antara lain 1) pengembangan tanaman hortikultura; 2) pengembangan tanaman perkebunan; 3) pengembangan usaha perikanan; 4) pengembangan usaha peternakan; 5) pengembangan usaha pertambangan; 6) pengembangan sektor industri; dan 7) potensi kepariwisataan.

Perjalanan sejarah manusia dari yang sangat primitif sampai pada perkembangan yang sangat modern sekarang ini tidak pernah lepas dari ketergantungannya pada sumber daya alam. Ketergantungan ini telah menghasilkan berbagai model pengembangan sumber daya alam yang tujuan utamanya adalah untuk menjaga kelestariannya. Model pengelolaan sumber daya alam tersebut sangat tergantung pada karakteristik sumber daya alam, karakteristik wilayah, dan karakteristik sosial ekonomi masyarakatnya. (Irwansyah dan Maya, 2012)


(13)

kecamatan yang ada di kota Banjarmasin mempunyai potensi industri kerakyatan yang dapat dikembangkan. Kecamatan Banjarmasin Utara terdiri dari 9 kelurahan, berikut data mengenai Kecamatan Banjarmasinl Utara:

Tabel 1.1

Kecamatan Banjarmasin Utara Dalam Angka Nama Kelurahan Penduduk

Laki-Laki (Orang)

Penduduk Perempuan

(Orang)

Jumlah Rumah Tangga

Jumlah Pendudu

k

Kuin Utara 5.368 5.188 2.786 10.556

Pangeran 4.970 5.986 3.074 10.956

Sungai Miai 8.257 8.747 5.686 17.004

Antasan Kecil Timur 4.797 4.774 2.493 9.571

Surgi Mufti 7.996 8.251 4.269 16.247

Sungai Jingah 6.026 6.053 3.205 12.079

Alalak Utara 10.578 10.482 5.624 21.060

Alalak Selatan 6.023 5.837 3.115 11.860

Alalak Tengah 4.479 4.318 2.429 8.797


(14)

Jumlah 68.380 69.133 38.017 137.513 Sumber: Kecamatan Banjarmasin Utara Dalam Angka, 2012

Kecamatan Banjarmasin Utara terdiri dari 10 (sepuluh) kelurahan. Alalak adalah satu wilayah di Banjarmasin tepatnya di Kecamatan Banjarmasin Utara yang dulunya merupakan bagian dari Kelurahan Alalak Besar (Alalak Padang) yang telah dipecah menjadi 3 kelurahan, yaitu Kelurahan Alalak Utara, Alalak Tengah dan Alalak Selatan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 140/502 tanggal 22 September 1980 tentang penetapan desa menjadi kelurahan. Wilayah Alalak Besar merupakan salah satu permukiman tertua di Banjarmasin. Nama kawasan ini sudah ada dalam Hikayat Banjar yang ditulis terakhir pada tahun 1963. Nama Alalak Besar dalam Hikayat Banjar disebut Halalak.

Wilayah Alalak dimana penduduknya sebagian besar bermata pencaharian sebagai tani dan usaha kayu, sedangkan pendatang terutama yang bermukin di kawasan baru perumahan (Komplek Sudi Rapi, AMD dan Pemda) bermata pencaharian sebagai wirausaha, PNS dan karyawan swasta. Kondisi tanah yang rawa dan mengalami pasang surut karena juga dikelilingi oleh sungai membuat terbatasnya lahan usaha masyarakat Alalak. Pada saat kayu masih menjadi primadona usaha di wilayah Kalimantan umumnya, maka di pinggir


(15)

Sungai Alalak menjadi pusat penggergajian kayu (sirkel) dan band saw kayu.

Jauh berkurangnya sumber daya alam kayu sebagai primadona usaha bagi pelaku usaha di Kalimantan yang diakibatkan kelangkaan jumlahnya menjadikan masyarakat Alalak harus selalu menjadi kreatif dan inovatif dalam kegiatan ekonomi. Untuk itu sangat perlu dilakukan identifikasi kelayakan usaha masyarakat Alalak yang diperkirakan potensial untuk dijadikan proyek pengembangan pedesaan (kelurahan) dan juga jenis komoditas yang layak dikembangkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Sehingga dengan demikian masyarakat tidak selalu tergantung kepada sumber daya alam, melainkan dapat memanfaatkan kearifan lokal masyarakat setempat untuk dijadikan sumber usaha.

Pemberdayaan potensi ekonomi lokal di wilayah Alalak dan sekitarnya menjadi peluang untuk mewujudkan daerah yang mandiri dan maju berbasis ekonomi kreatif yang dapat memenuhi kebutuhan lokal maupun regional. Banyaknya sektor-sektor ekonomi yang sudah berjalan di wilayah Kota maupun Provinsi dapat ditingkatkan menjadi salah satu motor penggerak dalam upaya meningkatkan daya beli masyarakat melalui pemberdayaan ekonomi lokal yang telah terbukti pada saat krisis menjadi lapis kedua ekonomi yang resistance. Pemberdayaan masyarakat (misalnya pengrajin, peternak, petani dan pedagang) melalui pembangunan kapasitas menjadi salah satu effort


(16)

yang dapat dikembangkan melalui fasilitasi Pemerintah Daerah melalui keberpihakan berupa perencanaan yang tepat, regulasi yang tegas, konsistensi program, tanggung jawab lembaga (stake holders) serta peran aktif masyarakat.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah:

1) Bagaimana kondisi sosial ekonomi masyarakat di wilayah Alalak dan sekitarnya?

2) Bagaimana potensi dan kompetensi masyarakat Alalak dan sekitarnya untuk menjalankan usaha?

3) Bagaimana peranan lembaga ekonomi masyarakat Alalak dan sekitarnya?

4) Bagaimana social capital masyarakat Alalak dan sekitarnya?

5) Bagaimana dukungan infrastruktur dalam pengembangan ekonomi masyarakat Alalak dan sekitarnya?

6) Bagaimana efektivitas pemberdayaan ekonomi masyarakat Alalak dan sekitarnya?

7) Bagaimana kondisi usaha pengolahan kayu masyarakat Alalak dan sekitarnya yang dijalankan saat ini?

8) Bagaimana peluang usaha potensial yang dapat dikembangkan untuk dapat meningkatkan pendapatan masyarakat Alalak dan sekitarnya?


(17)

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan yang diharapkan dapat dicapai pada penelitian ini adalah untuk:

1. Untuk mengidentifikasi kondisi sosial ekonomi masyarakat Alalak dan sekitarnya.

2. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi potensi dan kompetensi masyarakat Alalak dan sekitarnya untuk menjalankan usaha.

3. Untuk mengetahui peranan lembaga ekonomi masyarakat Alalak dan sekitarnya.

4. Untuk mengetahui social capital masyarakat Alalak dan sekitarnya. 5. Untuk mengetahui dukungan infrastruktur dalam pengembangan

ekonomi masyarakat Alalak dan sekitarnya.

6. Untuk mengetahui sejauh mana efektivitas pemberdayaan ekonomi masyarakat Alalak dan sekitarnya.

7. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi kondisi usaha pengolahan kayu pada masyarakat Alalak dan sekitarnya yang dijalankan saat ini.

8. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi peluang usaha potensial yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat Alalak dan sekitarnya.

D. MANFAAT PENELITIAN

Melalui kegiatan penelitian ini diharapkan diperoleh beberapa manfaat antara lain:

1) Sebagai bahan informasi bagi pemerintah daerah untuk pengambilan kebijakan dalam rangka identifikasi kondisi sosial ekonomi masyarakat Alalak dan sekitarnya.

2) Sebagai bahan informasi bagi pemerintah daerah untuk pengambilan kebijakan dalam rangka menentukan usaha


(18)

masyarakat Alalak dan sekitarnya yang diperkirakan potensial untuk dijadikan proyek pengembangan pada masyarakat Alalak dan sekitarnya.

3) Sebagai bahan informasi bagi pemerintah daerah untuk pengambilan kebijakan dalam rangka menentukan jenis komoditas yang layak dikembangkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat Alalak dan sekitarnya.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS A. Permasalahan Pembangunan

Perencanaan pembangunan wilayah pada dasarnya merupakan bentuk intervensi kelembagaan publik. Diperlukannya intervensi publik didasari oleh pemikiran bahwa kesejahteraan masyarakat tidak dapat optimal dicapai akibat terjadinya kegagalan pasar yang berlangsung tidak sempurna. Fenomena market failure dapat tumbuh sebagai akibat sistem dapat menyediakan produk-produk yang diperlukan atau akibat kegagalan alokasi sumberdaya. Market failure

akan terjadi manakala berbagai eksternalitas negatif gagal direduksikan dalam harga pasar, atau akibat adanya praktek monopoli-oligopoli, atau juga akibat kegagalan-kegagalan pemerintah.


(19)

Secara teoritis, kegagalan pasar akan selalu mucul manakala kompetisi sempurna tidak terjadi. Kegagalan pasar dapat menyebabkan kemunduran (berdampak negatif) kewenangan atau hak legal sebagai perencana dan pelaksana kepentingan-kepentingan publik. Publik sebagai terjemahan dari kepentingan-kepentingan publik. Perlunya lembaga publik juga didasari pemahaman bahwa beberapa bentuk fasilitas diyakini hanya dapat berfungsi dengan optimal jika diserahkan pada kelembagaan publik untuk menyediakannya. Kelembagaan pemerintah dibangun secara berhirarki dengan orientasi yang berbeda. Lembaga pemerintahan berskala nasional, sedangkan pemerintahan daerah memiliki kewenangan berskala daerah.

Intervensi publik oleh kelembagaan pemerintah harus diusahakan untuk mendorong berjalannya mekanisme pasar. Mekanisme pasar yang sempurna hanya dapat dicapai jika ada keselarasan akses seluruh lapisan masyarakat terhadap sumberdaya-sumberdaya produksi. Kelembagaan masyarakat lokal yang kuat dan stabil dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap terbentuknya mekanisme pasar, akibat adanya kesetaraan akses masyarakat. Kegagalan proses mekanisme pasar, pada gilirannya akan menimbulkan market failure. Kelembagaan pemerintahan dengan sistem terpusat seringkali tidak kuat


(20)

kelembagaan di bawahnya sehingga cenderung lambat di dalam mengantisipasi perkembangan-perkembangan lokal.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pernah selama lebih dari dua dekade mampu tumbuh dengan rata-rata 7,2 % per tahun. Sektor pertanian, khususnya sub sektor tanaman pangan berhasil dipacu produktivitasnya sehingga secara nasional pernah dicapai swasembada beras pada era 1984-1987. Namun demikian, sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia yang utama sejauh ini adalah yang bersumber dari kegiatan-kegiatan eksploitasi sumberdaya alam (migas, kayu, dll).

Sektor industri manufaktur yang diyakini merupakan sektor yang akan membawa ke modernisasi pembangunan dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja secara cepat ternyata terutama berkembang tanpa keterkaitan yang kokoh dengan sektor primer utama dan tidak berbasis sumberdaya alam lokal. Krisis ekonomi memperjelas kerentanan pembangunan industri yang tidak berbasis sumberdaya domestik, sedangkan sektor agribisnis, termasuk agroindustri mampu tetap tumbuh. Di masa yang akan datang, pendekatan pembangunan yang didasarkan atas kegiatan-kegiatan eksploitasi sumberdaya alam tidak dapat lagi dipertahankan akibat semakin terbatasnya sumberdaya alam yang tidak terbarui (unrenewable resources) serta semakin menurunnya kapasitas produksi sumberdaya alam terbarui (renewable resources).


(21)

Di lain pihak, selain berbasis sumberdaya alam domestik yang terbarui, pembangunan di masa datang perlu lebih menekankan pengembangan masyarakat lokal melalui upaya-upaya peningkatan pemberdayaan masyarakat lokal. Sering dengan pemberlakuan otonomi daerah, pemerintah lokal yang akan memiliki kewenangan dan peranan perencanaan pembangunan yang lebih besar memiliki kemampuan yang lebih baik dan lebih berinisiasi dalam perencanaan pembangunan wilayah.

B. Pengertian Kawasan Strategis

Suatu kawasan strategis adalah suatu kawasan ekonomi yang secara potensial memiliki efek ganda (multiplier effect) yang signifikan secara lintas sektoral, lintas spasial (lintas wilayah) dan lintas pelaku. Dengan demikian, perkembangan wilayah strategis memiliki efek sentrifugal karena dapat menggerakkan secara efektif perkembangan ekonomi sektor-sektor lainnya, perkembangan wilayah di sekitarnya serta kemampuan menggerakkan ekonomi masyarakat secara luas, dalam arti tidak terbatas ekonomi masyarakat kelas-kelas tertentu saja.

Upaya menilai potensinya yang dapat menimbulkan dampak multiplier terhadap perkembangan sektoral lainnya dan wilayah sasaran, diperlukan kajian-kajian secara seksama mengenai potensi


(22)

keterkaitan (linkages). Suatu kawasan dan komoditi dinilai strategis jika memiliki potensi kaitan ke belakang dan ke depan yang kuat. Ke arah belakang (backward) diharapkan pengembangan suatu kawasan strategis dapat menyerap tenaga kerja serta memacu pertumbuhan aktivitas-aktivitas penyedia input baik berupa produk-produk input (bahan mentah, bahan baku dan alat) maupun produk-produk jasa penunjang.

Ke depan (foreward) pengembangan kawasan diharapkan berpotensi memicu berkembangnya aktivitas-aktivitas pengolahan dan pemanfaatan produk output kawasan. Aktivitas-aktivitas tersebut merupakan aktivitas-aktivitas pasca panen atau pasca penangkapan (aktivitas pengolahan/agroindustri hingga distribusi-pemasaran). Dalam dimensi spasial, keterkaitan ke belakang maupun ke depan yang tumbuh terutama dengan aktivitas ekonomi wilayah yang secara geografis berlokasi di sekeliling kawasan produksi/penangkapan sehingga pengembangan kawasan pada dasarnya adalah suatu bentuk pengembangan wilayah sasaran, dimana sistem agribisnis merupakan salah satu prime mover yang signifikan.

Upaya memperluas sebaran rentang aktivitas agribisnis, khususnya dengan menumbuhkan kegiatan-kegiatan off-farm, berupa pengolahan produk primer dapat dipandang sebagai upaya pemberdayaan komunitas kawasan (community empowerment)


(23)

karena dapat memperkokoh posisi tawar pelaku-pelaku ekonomi lokal. Untuk itu di dalam perencanaan kawasan sangat diperlukan pemahaman mengenai struktur keterkaitan spasial antara kawasan wilayah dimaksud dengan wilayah lainnya/sekelilingnya.

C. Pemberdayaan Masyarakat

1. Pengertian Pemberdayaan

Dalam wacana pekerjaan sosial, istilah empowerment yang sekarang menjadi perbincangan hangat di berbagai kalangan bukanlah sesuatu yang baru. Pekerjaan sosial sebagai profesi mempunyai hakekat yaitu pada pertolongan dan pelayanan kepada individu, keluarga, kelompok, organisasi, dan masyarakat yang mengalami disfungsi. Berdasarkan hal itu, sebenarnya sejak awal perkembangan pekerjaan sosial selalu menggunakan tema-tema seperti kemandirian, kepercayaan diri, kefungsian sosial, dan

empowerment.

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai empowerment

maka terlebih dahulu harus diketahui apa yang dimaksud ketidakberdayaan (powerlessness). Para pakar teori motivasi diantaranya Martin Seligman, Maier, Overmier, dan Hiroto (1976) mengatakan ketidakberdayaan dan empowerment sangat terkait dengan motivasi dan proses belajar. Oleh karenanya mereka mengembangkan suatu teori yang dinamakan teori ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness). (Fahrudin, hal:13) Pemberdayaan berasal dari penerjemahan bahasa Inggris


(24)

empowerment” yang juga dapat bermakna “pemberian kekuasaan” karena power bukan sekedar “daya”, tetapi juga “kekuasaan”, sehingga kata “daya” tidak saja bermakna “mampu”, tetapi juga “mempunyai kuasa”. (Wrihatnolo & Dwidjowijoto, 2007, hal:1) Ife (1995) mengatakan empowerment aims to increase the power of disadvantaged (pemberdayaan bertujuan memberikan kekuatan atau kekuasaan kepada orang-orang yang tidak beruntung). Swift dan Levin (1987) cenderung mengartikan empowerment sebagai pengalokasian ulang mengenai kekuasaan (realocation of power). Rappaport (1984) mengartikan empowerment sebagai suatu cara dimana rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar dapat berkuasa atas kehidupannya. (Fahrudin, 16)

Keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu yang bersenyawa dalam masyarakat dan membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat yang sebagian besar anggotanya sehat fisik dan mental, terdidik dan kuat serta inovatif, tentu memiliki keberdayaan yang tinggi. Namun, selain nilai fisik, ada pula nilai-nilai intrinsik dalam masyarakat yang juga menjadi sumber keberdayaan seperti kekeluargaan, kegotongroyongan, kejuangan, dan yang khas pada masyarakat Indonesia, yaitu kebhinekaan. Seperti halnya pada masyarakat Alalak begitu banyak yang memiliki begitu banyak kearifan lokal sehingga dapat menjadi modal dasar dalam kegiatan pemberdayaan masyarakatnya.


(25)

Memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat Indonesia umumnya dan Masyarakat Alalak khususnya yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan ketertinggalan. Dengan kata lain, memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. (Wrihatnolo & Dwidjowijoto, 2007)

Pemberdayaan adalah sebuah “proses menjadi” bukan sebuah “proses instan”. Sebagai proses, pemberdayaan mempunyai tiga tahapan yaitu, penyadaran, pengkapasitasan dan pendayaan. Secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut (Wrihatnolo & Dwidjowijoto, 2007):

a. Tahap pertama adalah penyadaran. Pada tahap ini target yang hendak diberdayakan diberi “pencerahan” dalam bentuk penyadaran bahwa mereka mempunyai hak untuk mempunyai “sesuatu”. Misalnya, target adalah kelompok masyarakat miskin. Kepada mereka diberikan pemahaman bahwa mereka dapat menjadi berada, dan itu dapat dilakukan jika mereka mempunyai kapasitas untuk keluar dari kemiskinannya.

Program-program yang dapat dilakukan pada tahap ini misalnya memberikan pengetahuan yang bersifat kognisi, belief, dan

healing. Prinsip dasarnya adalah membuat target mengerti bahwa mereka perlu (membangun “demand”) diberdayakan dan proses pemberdayaan itu dimulai dari dalam diri mereka (tidak dari orang lain)


(26)

b. Tahap kedua adalah pengkapasitasan. Inilah yang sering disebut dengan capacity building, atau dalam bahasa yang lebih sederhana memampukan atau enabling. Untuk diberikan daya atau kuasa, yang bersangkutan harus mampu terlebih dahulu. Misalnya, sebelum memberikan otonomi daerah, seharusnya daerah-daerah yang hendak diotonomkan diberi program pemampuan atau capacity building untuk membuat mereka “cakap” (skilfull) dalam mengelola otonomi yang diberikan. Proses capacity building terdiri atas tiga jenis, yaitu manusia, organisasi, dan sistem nilai.

c. Tahap ketiga adalah pemberian daya itu sendiri – atau

empowerment dalam makna sempit. Pada tahap ini target diberikan daya, kekuasaan, otoritas, atau peluang. Pemberian ini ssuai dengan kualitas kecakapan yang telah dimiliki.

2. Pemberdayaan Mampu Menambah Daya Masyarakat

Paradigma pemberdayaan masyarakat yang mengemuka sebagi issue sentral pembangunan dewasa ini muncul sebagai tanggapan atas kenyataan adanya kesenjangan yang belum tuntas terpecahkan terutama antara masyarakat di daerah pedesaan, kawasan terpencil, dan terkebalakang. Padahal pertumbuhan ekonomi nasional di wilayah perkotaan terus meningkat. Pemberdayaan pada dasarnya menempatkan masyarakat sebagai pusat perhatian dan sekaligus pelaku utama pembangunan ( people-centered development). (Wrihatnolo & Dwidjowijoto, 2007)


(27)

Program-program pembangunan di era 1990-an yang dimulai dari program IDT (Inpres Desa Tertinggal) telah menunjukkan tekad pemerintah untuk mengentaskan masyarakat miskin dan sekaligus sebagai bagian dari perwujudan pembangunan alternative yang melihat pentingnya manusia (masyarakat), tidak lagi sebagi objek, tetapi subjek pembangunan. Dalam konteks ini “partisipasi masyarakat sepenuhnya” dianggap sebagai penentu keberhasilan pembangunan.

Dalam pengertian konvensional, konsep pemberdayaan sebagai terjemahan empowerment mengandung dua pengertian, yaitu (1) to give power or authority to atau memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan, atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain, (2) to give ability to atau to enable atau usaha untuk memberi kemampuan atau keberdayaan. Eksplisit dalam pengertian kedua ini adalah bagaimana menciptakan peluang untuk mengaktualisasikan keberdayaan seseorang. (Wrihatnolo & Dwidjowijoto, 2007)

3. Penerapan Pemberdayaan dalam Penanggulangan Kemiskinan

Penerapan pemberdayaan paling banyak digunakan dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Upaya penanggulangan kemiskinan secara konseptual dapat dilakukan oleh empat jalur strategis, yaitu perluasan kesempatan, pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas, dan perlindungan social. Strategi perluasan kesempatan ditujukan menciptakan kondis dan lingkungan ekonomi,


(28)

politik, dan sosial yang memungkinkan masyarakat miskin baik laki-laki maupun perempuan dapat memperoleh kesempatan seluas-luasnya dalam pemenuhan kebutuhan dasar dan peningkatan taraf hidup secara berkelanjutan. Strategi pemberdayaan masyarakat dilakukan untuk memperkuat kelembagaan sosial, politik, ekonomi dan budaya masyarakat, dan memperluas partisipasi masyarakat miskin baik laki-laki maupun perempuan dalam pengambilan keputusan kebijakan publik yang menjamin penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan kebutuhan dasar. Strategi peningkatan kapasitas dilakukan untuk mengembangkan kemampuan dasar dan kemampuan berusaha masyarakat miskin baik laki-laki maupun perempuan agar dapat memanfaatkan perkembangan lingkungan. Strategi perlindungan sosial dilakukan untuk memberikan perlindungan dan rasa aman bagi kelompok rentan (perempuan kepala rumah tangga, fakir miskin, orang jompo, anak telantar, kemampuan berbeda/penyandang cacat) dan masyarakat miskin baru baik laki-laki maupun perempuan yang disebabkan antara lain oleh bencana alam, dampak negatif krisis ekonomi, dan kondisi sosial. (Wrihatnolo & Dwidjowijoto, 2007)

Upaya penanggulangan kemiskinan secara praktis dapat berlangsung dalam dua variasi berikut ini. Pertama, adanya program yang mengadopsi lebih dari satu strategi tersebut secara paralel dan berkaitan. Misalnya Program Pengembangan Kecamatan, Program


(29)

Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan, Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, dan Program Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil untuk menjalankan instrument pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas, perluasan kesempatan berusaha, dan perlindungan sosial. Kedua, adanya satu program yang hanya mengadopsi salah satu dari strategi tersebut. Misalnya Program Bantuan Langsung Tunai kepada Rumah Tangga Miskin sebagai instrument strategi perlindungan sosial. Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak kepada Rumah Tangga Miskin melalui komponen pendidikan (Program Bantuan Operasional Sekolah, BOS) dan kesehatan (Program Asuransi Kesehatan untuk Keluarga Miskin, ASKESKIN) untuk menjalankan instrument strategi peningkatan kapasitas. (Wrihatnolo & Dwidjowijoto, 2007)

4. Pengembangan Ekonomi

Globalisasi ekonomi yang dipengaruhi oleh ekonomi neoklasik dan kekuatan kapitalis transnasional telah membawa dampak pada banyak orang. Mereka merasakan bahwa ekonomi

mainstream tidak lagi memenuhi kebutuhan mereka. Hal ini terlihat pada angka pengangguran yang tinggi dalam masyarakat dan ditambah dengan “pengangguran tersembunyi” yaitu mereka yang tidak terhitung dalam statistik resmi. Mereka ingin memiliki pekerjaan tetap atau yang hanya bekerja part time tidak tetap dan menginginkan pekerjaan yang lebih bagus. Pengaruh globalisasi


(30)

tersebut juga terlihat pada jumlah kemiskinan yang semakin meningkat yang tercermin tidak saja dalam statistik garis kemiskinan, tetapi juga dalam angka ketergantungan pada pertolongan darurat seperti, bantuan makanan, uang tunai langsung, lumbung pangan dan sebagainya. Seluruh masyarakat dapat menjadi terpinggirkan secara ekonomi, seperti sebuah industri yang memindahkan logika pasar global dan “perdagangan bebas” dimana yang tersisa hanyalah tutupnya pabrik, hilangnya pekerjaan, masyarakat yang hancur dan keputusasaan personal. (Ife & Tesoriero, 2008)

Dari perspektif pengembangan masyarakat respon terhadap krisis ekonomi ini ditujukan bagi pengembangan pendekatan alternatif yang berupaya merelokasikan aktivitas ekonomi dalam masyarakat lokal serta memperbaiki kualitas kehidupan. Krisis ekonomi yang sedang berlangsung telah memaksa banyak orang dan masyarakat untuk mencari alternatif-alternatif tersebut. Dalam realisasinya, ekonomi mainstream tidak lagi berfungsi secara efektif untuk memenuhi kebutuhan mereka, yaitu kepentingan yang memuncak dalam pengembangan ekonomi masyarakat (Shragge, 1993).

Pengembangan ekonomi masyarakat dapat memiliki bentuk-bentuk yang berbeda, tetapi bentuk-bentuk ini dapat dikelompokkan menjadi dua kategori. Pertama, pendekatan yang lebih konservatif berupaya mengembangkan aktivitas ekonomi masyarakat sebagian


(31)

besar dalam parameter konvensional. Sedangkan kategori kedua, pendekatan yang lebih radikal, yaitu berupaya mengembangkan ekonomi berbasis masyarakat alternatif. (Ife & Tesoriero, 2008)

D. Pengembangan Ekonomi Masyarakat yang Konservatif

1. Menarik Industri

Pendekatan yang lebih konservatif terhadap pengembangan ekonomi masyarakat berupaya menemukan cara-cara baru yang membuat masyarakat tersebut dapat lebih berpartisipasi dalam ekonomi mainstream dengan cara menghimpun inisiatif. Pendekatan ini mencoba menarik industri baru ke wilayah lokal dengan memberikan lingkungan yang bagus untuk berinventasi. Misalnya, mencari perusahaan untuk membangun pabrik di masyarakat tersebut dapat menyediakan kesempatan kerja secara langsung dan juga membuka lebih banyak peluang kerja dalam industry jasa. Untuk menarik industri baru ini, masyarakat lokal perlu mencari bantuan dari pemerintah pusat dalam menyediakan infrasktur (jalan, lintasan kereta api, dan lain-lain) dan mungkin perlu membuat penawaran lain yang lebih banyak pilihannya. Misalnya, pemerintah daerah mungkin memberikan bantuan lahan untuk menarik industri, atau memberikan kelonggaran kepada mereka melalui tarif lokal.

Adapun masalah dengan pendekatan tersebut adalah bahwa industri akan terus berpindah-pindah mengikuti keadaan pasar. Selain itu, tidak ada jaminan bahwa industri baru akan tetap berada


(32)

di dalam masyarakat lokal atau laba yang diperoleh akan diinventasikan ke wilayah tersebut. Untuk menarik industri di tempat yang pertama, masyarakat lokal yang menghadapi persaingan dengan masyarakat lainnya mungkin menawarkan konsepsi yang menarik sehingga keuntungan bersih yang diperoleh masyarakat sangat kecil. Setelah industri tersebut didirikan, ia akan berupaya sekuat tenaga untuk memperoleh konsesi yang lebih besar dari masyarakat tersebut dengan cara memberikan ancaman untuk menutup atau menarik usahanya. Stretegi ini jelas-jelas berupaya memecahkan problem ekonomi masyarakat dengan menyandarkan pada sistem ekonomi yang sama yang telah menyebabkan mereka di tempat pertama. Dalam banyak kasus, keuntungannya mungkin terbatas, berjangka pendek dan ilusif.

2. Memulai Industri Lokal

Terdapat potensi yang lebih besar dalam menggunakan sumber daya, inisiatif, dan tenaga ahli lokal untuk membangun industri lokal baru yang akan dimiliki dan dijalankan oleh orang-orang yang ada di masyarakat lokal. Banyak program pengembangan ekonomi masyarakat lokal menggunakan bentuk ini dan program-program tersebut dapat berhasil dalam mengembangkan aktivitas ekonomi serta menjadi kebanggan dalam prestasi lokal. Hal ini melibatkan pemanfaatan kekayaan sumber daya lokal, bakat, minat dan keahlian berserta penaksiran keuntungan-keuntungan alam dari lokalitas tertentu dan kemudian


(33)

memutuskan apa jenis industri baru yang mungkin akan berhasil. Masyarakat lokal yang memiliki ide-ide untuk bisnis baru dapat dibantu mengubah impian menjadi kenyataan dengan bantuan keuangan (seperti dari pemerintah setempat) dan dengan saran mengenai cara-cara mengelola usaha kecil. Ada banyak contoh-contoh yang berhasil sekarang ini tentang pengembangan ekonomi masyarakat tersebut khususnya di wilayah-wilayah pedalaman dimana terdapat kepemimpinan dinamis dari pemerintah lokal dan masyarakat telah menghasilkan terbentuknya sejumlah usaha kecil yang beraneka ragam, seperti pembuatan brondong (popcorn), perbaikan perabot, pembuatan anggur dan pariwisata yang dapat memperbaiki ekonomi dan minat berprestasi serta solidaritas bagi masyarakat. Hal ini dapat dicapai dengan pembelanjaan yang relatif sedikit dengan memperhitungan sumber daya yang ada di wilayah tersebut dan berfungsi sebagai katalisator untuk mengubah ide-ide menjadi kenyataan (Dauncey, 1988)

Ketika bentuk pengembangan ekonomi masyarakat ini telah berhasil, terdapat beberapa poin yang perlu diperhatikan

3. Pariwisata

Pada bagian ini, tempat pariwisata dalam pengembangan ekonomi masyarakat sangat penting diperhatikan. Masyarakat yang diterpa oleh krisis ekonomi, penutupuan industry lokal dan pengangguran yang tinggi akan sering mencari potensi pariwisata, khususnya jika tempat pariwisata itu menarik wisatawan karena alasan pemandangan yang ada, sejarah atau hal lainnya yang


(34)

menjadi daya tarik yang potensial. Mempromosikan pariwisata dapat menjadi alternatif yang menarik, pariwisata akan menjadi sumber daya yang potensial yang dapat mendatangkan penghasilan, dan juga sebagai industri yang “bersih” yang tidak menimbulkan polusi serta dapat mendukung terbukanya tenaga kerja. Selain itu, pariwisata juga dapat mendatangkan keuntungan dari bisnis yang berbeda-beda yang menciptakan banyak pekerjaan dan dapat menempatkan masyarakat itu pada “peta” dan sebagainya. Oleh sebab itu banyak masyarakat berusaha memecahkan problem-problem ekonomi mereka dengan membentuk dewan-dewan pariwisata dan ingin menciptakan pasar wisata atau memperluas pasar yang sudah ada. Tujuan strategi pengembangan ekonomi tersebut, yaitu (i) menarik wisatawan yang lebih banyak untuk datang ke masyarakat tersebut, baik sebagai tempat tujuan utama ataupun sebagai rute ke tempat lain; (ii) untuk mendorong wisatawan tinggal selama mungkin di wilayah lokal (semakin lama mereka tinggal, semakin banyak uang yang akan mereka keluarkan); (iii) untuk membuat mereka membelanjakan uang sebanyak mungkin ketika mereka berada di sana.

Pariwisata mungkin menjadi pilihan yang menarik, tetapi strategi tersebut dirasakan oeh masyarakat perlu dilakukan denga sangat hati-hati, karena dari persfektif masyarakat pariwisata menimbulkan banyak masalah. Pariwisata tidak dapat menjamin masa depan ekonomi seperti yang mungkin diharapkan. Dengan


(35)

wilayah yang begitu banyak yang menghendaki dolar dari wisatawan, terdapat masalah yang mudah muncul mengenai permintaan yang tidak memadai; bagaimanapun hanya terdapat begitu banyak wisataan untuk berkeliling dan masa ekonomi yang sulit dapat berarti bahwa akan terdapat lebih sedikit wisatawan daripada yang diharapkan, dan wisatawan tersebut mungkin akan membelanjakan uang mereka lebih sedikit. Misalnya, resesi dalam ekonomi Jepang, dapat berarti krisis ekonomi bagi banyak tujuan wisata yang popular.

Pariwisata mungkin menimbulkan efek yang membahayakan terhadap struktur masyarakat itu sendiri dan akan menjadi monster yang menghancurkannya bukan menjadi penyelamat pariwisata masyarakat lokal. Industri pariwisata sudah pasti memiliki hubungan eksploitatif dengan para wisatawan yang bertujuan untuk membelanjakan uang mereka sebanyak mungkin. Bersikap ramah tamah, sopan dan berkemauan untuk menolong kepada para wisatawan dilakukan demi menarik keuntungan secara ekonomi, bukan karena nilai untuk berbuat demikian. Hal seperti ini bukanlah persoalan kebanggaan terhadap masyarakat lokal seseorang, budaya, peninggalan berharga atau lingkungan alam dan ingin membagi kebanggaan tersebut dengan para wisatawan, tetapi sebaliknya dilakukan karena ingin memperoleh keuntungan dengan mengorbankan orang lain. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, seseorang tidak saja memasuki hubungan eksploitatif dengan


(36)

wisatawan, tetapi juga budaya lokal, peninggalan berharga dan lingkungan itu sendiri menjadi alat untuk pengeruk keuntungan, bukan berpegang pada nilai secara tulus. Fitur yang paling positif diperjualbelikan dan dikemas untuk “konsumsi” wisawatan yang bertentangan dengan maksud terdalam yang menjadikannya istimewa di tempat pertama. Budaya lokal yang khas diubah menjadi kepalsuan sebuah museum yang tanpa makna. Budaya lokal yang unik harus dipsahkan secara cermat dengan dunia nyata tempat wisatawan bersinggah, karena industry pariwisata memerlukan “standar keramah-tamahan” yang berarti bahwa para wisatawan harus dapat tinggal dalam suatu lingkungan “Holiday Inn” dimana pun mereka berada (Nozick, 1992) jika masyarakat tidak memberikan pengalaman kultural yang dibuat homogeni untuk wisatawan “mainstream” yang dianggap ingin melihat pemandangan yang luar biasa hanya untuk makan dan tidur di lingkungan yang familiar, maka paket wisata dan bus-bus yang memuat para wisatawan yang membawa banyak uang tidak akan terwujud.

E. Pengembangan Ekonomi Masyarakat yang Radikal

Pendekatan terhadap pengembangan ekonomi masyarakat di atas berupaya memperbaiki ekonomi masyarakat dengan membantunya untuk berfungsi lebih efektif dalam tatanan ekonomi yang ada. Sifat dasar dari tatanan yang ada yaitu tidak semua masyarakat dapat berharap untuk memperolehkeuntungan dari strategi tersebut, mereka yang “menang” akan memperoleh


(37)

keuntungan dengan mengorbankan orang lain disebabkan oleh sifat dasar pasar yang kompetitif.

Pendekatan yang lebih radikal terhadap pengembangan ekonomi masyarakat melibatkan upaya menemukan alternatif, yakni ekonomi berbasis lokal (Albert & Ahnel, 1991). Perspektif ini menjamin bahwa nilai surplus dari produktivitas lokal masih berada dalam masyarakat yang menciptakannya bukan dipindahkan ke masyarakat lain.

1) Koperasi

Pendirian koperasi merupakan satu acara yang dapat dicapai dan terbukti efektif di berbagai lokasi. Koperasi juga memiliki potensi untuk memperkuat bukan memperlemah solidaritas masyarakat dan pengalaman dari banyak koperasi sangat mendukungnya. Terdapat minat di seluruh dunia yang semakin besar dalam koperasi pekerja di Mondragon (Morison, 1991; Hyte & Whyte, 1988) dan terlihat bahwa koperasi menunjukkan alternatif yang sangat baik untuk struktur ekonomi yang lebih konvensional. Meskipun terdapat prinsipi-prinsip koperasi yang fundamental, koperasi dapat memiliki bentuk-bentuk yang berbeda tergantung pada kebutuhan lokal dan budaya lokal. Seperti halnya dengan semua pengembangan masyarakat, pemaksaan rencana yang disusun rinci tentang bagaimana melaksanakannya hampir pasti gagal karena setiap masyarakat perlu memiliki bentuk koperasi tersendiri untuk menyesuaikan denga situasi yang unik.


(38)

Bank nasional ataupun bank transnasional yang besar merupakan bagian penting dari sistem ekonomi global, dan sudah pasti beroperasi khususnya untuk kepentingan kapitalis transnasional (jika mereka ingin mencoba hal yang sebaliknya, mereka tidak akan bertahan hidup pada level nasional atau global). Oleh karena itu, bank-bank tersebut tidak selalu ditempatkan secara strategis untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lokal dan warganya. Kenyataannya, bank-bank tersebut memberikan mekanisme penting untuk memindahkanlaba dari masyarakat lokal dan penguasaan ekonomi lokal oleh kekuatan-kekuatan eksternal. Untuk mendukung tujuan ini, beberapa inisiatif masyarakat telah membentuk struktur perbankan lokal sehingga masyarakat tersebut dapat memiliki penguasaan yang lebih besar atas ekonominya. Cara ini memberikan kontrol masyarakat lokal, misalnya atas jenis usaha yang seharusnya menerima pinjaman, penjadwalan ulang hipotek bagi bank-bank yang tidak tasi mampu membayar dan suku bunga atas investasi. (Dauncey, 1988; Meeker-Lowry, 1988)

Credit Unions dapat dikatakan merupakan bentuk perbankan masyarakat yang paling lazim. Credit Unions adalah sekelompok orang yang sepakat untuk untuk menanamkan uang mereka secara bersama-sama dan memberikan pinjaman kepada para anggota kelompoknya. Credit Unions beroperasi seperti bank lokal berskala kecil. Akan tetapi, beberapa Credit Unions telah berkembang sangat besar sehingga mereka kehilangan karakteristik organisasi


(39)

yang kecil, yaitu kontrol dan operasi masyarakat atau keanggotaan yang efektif, khususnya memperjuangkan kepentingan para anggota.

Pelajaran yang dapat diambil dari hal ini yaitu dalam mendirikan bank masyarakat atau Credit Unions, sangat penting untuk menjamin bahwa basis masyarakatnya dipertahankan dan bank ini tidak dapat berkembang dan bergabung dengan ekonomi nasional atau internasional, tetapi tetap sebagai fitur sentral dari ekonomi lokal. Jika hal ini dapat dipertahankan, struktur perbankan yang memihak pada kepentingan lokal dapat menjadi komponen yang sangat penting dalam pengembangan ekonomi alternatif.

F. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Berbasis Kearifan Lokal

Banjarmasin Utara merupakan salah satu Kecamatan yang ada di Kota Banjarmasin dengan luas sebesar 15,25 km2. Di sebelah utara wilayah ini berbatasan dengan Kecamatan Alalak, Barito Kuala, sebelah Selatan dengan Kecamatan Banjar Barat, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Banjar dan sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Barito. Awalnya, banyak terdapat industri pengolahan kayu baik yang dikelola oleh perusahaan maupun secara individu di wilayah Banjarmasin Utara, sehingga memberikan dampak secara ekonomi terhadap penduduk di kawasan industri tersebut. Hampir


(40)

sebagian besar mereka bekerja dan menjalankan usaha pengolahan kayu, hal ini disebabkan karena kondisi daerah Alalak yang sebagian besar berada di pinggiran sungai, sehingga lebih mudah untuk mendapatkan bahan baku dan mengirim hasil olahan kayu. Akan tetapi adanya kebijakan pemerintah yang mengetatkan ilegal logging berdampak pada industri pengolahan kayu dimana supply bahan baku semakin langka. Kondisi tersebut memberikan dampak pada masyarakat sekitar terutama yang bekerja di kawasan industri kayu, tergolong dalam kategori rawan miskin (Radar Banjarmasin, 15 Mei 2012).

Sebenarnya banyak potensi yang bisa dimanfaatkan di kawasan Banjarmasin Utara, mengingat di kawasan tersebut terdapat beberapa tempat dan objek pariwisata yang menjadi andalan di Kota Banjarmasin, seperti bangunan bersejarah Masjid Sultan Suriansyah, Pasar Terapung, Pulau Kembang serta berbagai objek Pariwisata Sungai lainnya. Namun, hingga saat ini berbagai potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal baik oleh Pemerintah maupun oleh masyarakat yang berada disekitar objek tersebut. Padahal kalau dimanfaatkan dengan baik maka tidak hanya memberikan keuntungan bagi Pemerintah Kota Banjarmasin dalam hal peningkatan industri kerakyatan, tetapi juga memberikan dampak pada peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat di kawasan Banjarmasin Utara.

1. Pariwisata sungai

Kondisi wilayah Banjarmasin Utara yang hampir sebagian besar berada dikawasan pinggiran sungai sebenarnya dapat memberikan


(41)

potensi ekonomi bagi masyarakat setempat. Konsep Wisata Seribu Sungai dapat ditawarkan untuk memberikan tambahan objek wisata kepada masyarakat. Dengan adanya konsep tersebut, masyarakat sekitar sungai yang menjadi tempat wisata dapat memanfaatkan sungai sebagai sarana untuk mendapatkan penghasilan melalui wisata sungai yang ditawarkan

2. Pariwisata religius

Salah satu bangunan bersejarah yang ada dikawasan Banjarmasin Utara adalah Mesjid Sultan Suriansyah. Selama ini sudah banyak wisatawan baik lokal maupun nasional bahkan internasional yang berkunjung ke mesjid tersebut, akan tetapi potensi wisata tersebut belum memberikan dampak yang berarti bagi masyarakat, padahal masyarakat sekitar dapat memanfaatkan objek tersebut untuk membantu perekonomian mereka. Misalnya mereka dapat menjual barang-barang baik dalam bentuk souvenir maupun dalam bentuk makanan khas daerah disekitar kawasan tersebut. Dampak dari kegiatan tersebut tentunya akan semakin banyak bermunculan industri kerakyatan untuk menghasilkan souvenir dan makanan khas daerah. Hal ini tentunya dapat dilakukan apabila ada kebijakan dari pengelola mesjid maupun pihak yang terkait memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk melaksanakan aktivitas tersebut, misalnya dengan menyediakan tempat yang ditata secara rapi, sehingga memungkinkan bagi masyarakat untuk memanfaatkan peluang dan potensi tersebut.


(42)

Pasar terapung merupakan pasar tradisional yang berada di sungai Kuin, menampilkan kearifan lokal dalam bidang perekonomian masyarakat. Yang menarik di pasar terapung ini adalah dalam melakukan transaksi pembeli dan penjual berada diatas perahu masing-masing.

G. Peningkatan PAD dan Pembangunan Daerah

Diundangkannya UU No. 32 pengganti UU No. 22/1999 mengenai otonomi daerah telah mengisyaratkan semakin otonomnya peranan Pemerintah Daerah di dalam menyusun perencanaan pembangunan daerah. Kebijaksanaan pembangunan yang sentralistik dan tidak sesuai dengan sifat keragaman ekosistem dan budaya semakin bergeser ke pendekatan paradigma pembangunan yang baru yang lebih bersifat lokal. Otonomisasi sekaligus dapat dipandang sebagai semakin terbukanya peluang perencanaan pembangunan terpadu yang lebih berbasis ”Wilayah”, dalam arti keterpaduan sistem wilayah akan menjadi dominan dibanding dengan sistem pembangunan dengan pendekatan yang lebih menekankan pendekatan sektoral.

Keterbatasan dana pembangunan dari ”pusat” telah mengharuskan pemerintahan daerah meningkatkan sumber-sumber penerimaan pemerintahan daerah ” sources of growth” yang menjanjikan karena selama ini dianggap belum banyak dikembangkan secara optimal karena secara potensial dianggap


(43)

masih memiliki peluang pengembangan yang sangat besar. Harapan sektor perikanan dan kelautan dijadikan sektor yang dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi peningkatan PAD telah sering diterjemahkan dengan peningkatan retribusi komoditas-komoditas pariwisata.

Namun sebagaimana dijelaskan pada paparan di atas, penerapan kebijakan resource rent tax yang tidak tepat pada gilirannya akan menurunkan daya kompetitif sektor tersebut di dalam pembangunan daerah. Sebaliknya ”sinyal” kebijakan mengembangkan yang tepat dapat meningkatkan daya kompetisi dan berbagai dampak ganda (multiplier) pembangunan secara lintas sektor, lintas regional dan lintas pelaku, yang pada gilirannya justru akan meningkatkan sumber-sumber pendapatan pemerintah secara lebih sustainable. Di lain pihak, perkembangan sektor-sektor yang berbasis pada sumber daya-sumber daya lokal sering diidentifikasikan secara tidak tepat.

Tujuan pembangunan daerah sebagaimana halnya pembangunan skala makro seyogyanya tidak direduksi menjadi tujuan-tujuan mengejar pertumbuhan atau penerimaan pemerintah daerah. Pembangunan daerah memiliki dimensi yang sangat luas, yang secara umum dapat dipilah atas tiga tujuan utama, yakni (1) pertumbuhan, (2) pemerataan, (3) ekosistem/lingkungan. Ketiganya memiliki keterkaitan yang erat dan tidak saling terpisahkan.


(44)

Kegagalan pencapaian satu tujuan dapat menggagalkan pencapaian tujuan lainnya secara timbal balik.

Penekanan yang berbeda atas perubahan struktur yang dapat diamati dalam literatur pembangunan ekonomi adalah antara lain: kenaikan dalam tingkat akumulasi (Rostow, dan Lewis), pergeseran dalam komposisi sektoral pada suatu perekonomian (industrialisasi) dengan fokus awal pada aspek alokasi kesempatan kerja (Fisher, 1935, 1939; dan Clark, 1940), dan kemudian fokus pada perubahan produksi dan penggunaan faktor (Kuznets, dan Chenery); dan perubahan dalam alokasi aktivitas ekonomi (urbanisasi) serta berbagai aspek terkait lainnya dengan industrialisasi seperti transisi demografik dan distribusi pendapatan.

Pendekatan historis yang lebih menekankan pentingnya transformasi sektoral adalah pendekatan tahapan pertumbuhan/pembangunan ekonomi dari Rostow (1960), dependency approach yang lebih mengidentifikasi bahwa socio-economic structures sebagai akar penyebab underdevelopment, dan leading sector (Hirschman, 1958 dan 1977; dan Myrdal, 1957) dengan pendekatan staples. Pada pendekatan disebut terakhir inilah pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi dinyatakan dalam bentuk karakteristik produksi yang lebih didominasi sumberdaya alam (staples: pertanian/perikanan) akan dieksploitasi untuk pasar ekternal; terdapat surplus untuk merespon permintaan eksternal, yang ketika


(45)

kemudian faktanya bahwa proses transformasi ekonomi banyak melahirkan situasi stagnasi, mendorong pula munculnya kembali sentimen dependency approach.

Kemudian, konsep utama pembagunan ekonomi sejak 1950an adalah versi dinamik model Keynesian yaitu Harror-Domar, dual-economy model (Lewis), demand complementarity, balanced growth, dan big-push dengan fokus perhatian pada dua komponen inti dari transformasi ekonomi yaitu: akumulasi dan komposisi sektoral. Pada waktu hampir bersamaan, muncul teori neo-classik sebagai respon terhadap model Harror-Domar dengan lebih supply side (Solow, 1956) dengan menyatakan bahwa tidak terdapat surplus tenaga kerja dan pertumbuhan jangka panjang adalah sesungguhnya independen terhadap tingkat tabungan.

Berbagai studi kemudian menunjukkan adanya stylized facts dari suatu proses pertumbuhan dan transformasi yaitu yang paling utama adalah menurunnya share output dan kesempatan kerja sektor pertanian dan tingginya total factor productivity (TFP) pada sektor industri (modern) dibanding sektor pertanian/perikanan.

Sebenarnya, akumulasi modal (fisik dan sumberdaya manusia) dan pergeseran dalam komposisi permintaan, perdagangan, produksi, dan kesempatan kerja memang dapat dipandang sebagai economic core dari suatu transformasi ekonomi dimana keterkaitannya dengan berbagai proses perubahan soial-ekonomi


(46)

dapat saja dianggap sebagai dampak ikutan. Dalam perpektif inilah mungkin, penentuan sektor pertanian dan perikanan sebagai basis pengembangan ekonomi KTI, menarik untuk lebih dicermati sehingga selanjutnya dapat dikaji bagaimana strategi dan proses transformasi yang akan dilakukan dalam sektor ini sendiri secara lebih tepat dengan mempertimbangkan aspek wilayah.

Baru pada dekade 1960an para pakar ekonomi pembangunan mulai secara serius melihat bagaimana peranan sektor pertanian bila dikaitkan dengan industri, dalam proses pembangunan ekonomi suatu negara atau wilayah. Sektor pertanian tidak dapat berkembang tanpa kaitan yang kuat dengan sektor industri dan jasa. Sejak itu perkembangan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan sektor industri dan jasa. Namun, sejalan dengan teori neoklasik, terlihat bahwa sektor pertanian dan agro-industri di Indonesia, semakin dipinggirkan dari prioritas pembangungan ekonomi sejak pertengahan 1980an.

Sejumlah indikatornya dapat dilihat antara lain: (i) Share sektor pertanian terhadap PDB turun, seiring dengan tingkat pertumbuhan ekonomi. Begitu juga tingkat pertumbuhannya, jauh dibawah pertumbuhan rata-rata PDB, kecuali pada saat krisis. (ii) Trend penurunan harga riil komoditas pertanian. Misal, harga riil beras pada tahun 1950 adalah $500 per ton, menurun sampai dibawah $ 200 per ton saat ini, demikian pula dengan harga gandum, gula, kedelai dan


(47)

CPO. Turunnya harga riil tersebut menjadi alasan yang kuat oleh perumus kebijakan untuk tidak mengalokasikan dana yang besar di sektor pertanian. (iii) Pelebaran spread antara harga dunia dan harga domestik, atau harga ditingkat produsen dan konsumen. (iv) Rendahnya dana riset untuk mendukung pengembangan teknologi pertanian yang nilainya hanya 0,05% dari PDB pertanian. (v) Sebagian besar kredit dikucurkan oleh perbankan adalah ke sektor non-pertanian (Surono, 2005).

Sejumlah indikator di atas agaknya kembali perlu dijadikan fokus acuan perhatian dan pertimbangan motivasi untuk menciptakan industrialisasi sektor pertanian dan perikanan sebagai basis pengembangan ekonomi di KTI. Masih diperlukan suatu pemahaman fakta empiris yang lebih baik tentang kondisi riel sektor pertanian dan perikanan di KTI ini ( Surono 2005). Sebab memang benar bahwa perubahan struktur adalah suatu konsukuensi wajar dari pertumbuhan ekonomi, namun hal ini juga merupakan suatu proses yang dapat digangu (disruptive process). Implikasinya adalah berbagai segmen perokonomian akan bertumbuh dengan tingkat yang berbeda dan apakah benar bahwa kelompok pelaku ekonomi yang mengalami pertumbuhan yang relatif melambat akan menjadi korban dibandingkan dengan kelompok pelaku yang berada pada sektor bertumbuh cepat.


(48)

Sebenarnya, kebutuhan tingginya pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian dan perikanan bersamaan dengan menurunnya share baik dalam ouput maupun kesempatan kerja bukanlah hal yang kontradiktif. Namun, kondisi tersebut memang mendorong lahirnya kesalahan persepsi bahwa sektor pertanian menjadi tidak penting lagi, seperti bahwa tidak lagi membutuhkan pengalihan sumberdaya dan perlunya keberpihakan kebijakan pemerintah. Dengan kata lain, paradigma beserta strategi dengan penurunan share pertanian demi sektor lain yang lebih dinamis akan selalu berhasil apabila dimulai sejak awal dengan pertumbuhan yang tinggi pula pada sektor pertanian (Jepang dan Eropa Barat).

Di lain pihak, apabila sektor pertanian berangkat dari awal dengan teknologi tradisional dengan produktivitas dan standar hidup yang rendah (kemiskinan), maka upaya untuk menekan share sektor ini tentu akan melahirkan suatu stagnasi bukannya melahirkan suatu pertumbuhan ekonomi. Pada kasus ini adalah tentu sangat diperlukan suatu pola yang tepat untuk melakukan transformasi sektor pertanian dan perikanan agar kita dapat berharap bahwa industrialisasi akan benar memiliki efek ril seperti yang diharapkan, termasuk industrialisasi di sektor pertanian sendiri.


(49)

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN

Pembangunan ekonomi masyarakat Alalak dan sekitarnya, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan ekonomi Kota Banjarmasin secara keseluruhan. Namun demikian secara empiris kondisi ekonomi masyarakat Alalak dan sekitarnya yang dulunya sangat terbantu dengan adanya usaha-usaha kayu yang ada disekitar Alalak, sekarang relatif mulai harus mencari solusi baru untuk menggantikan usaha bidang perkayuan tersebut.

Pendekatan pembangunan ekonomi masyarakat Alalak dan sekitarnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya sedapat mungkin dilaksanakan berdasarkan Potensi Ekonomi Wilayah. Pembangunan ekonomi masyarakat Alalak dan sekitarnya harus didasarkan pada prinsip local base economi. Disamping itu pengembangan ekonomi masyarakat Alalak dan sekitarnya harus mempertimbangkan pula potensi sumber daya manusia wilayah Alalak dan sekitarnya sebagai salah satu driving factor yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi. Kondisi lain yang tidak dapat diabaikan dalam pembangunan ekonomi masyarakat Alalak dan sekitarnya adalah aspek kelembagaan ekonomi yang ada dalam masyarakat, demikian pula halnya dengan kondisi social capital masyarakat Alalak dan sekitarnya.


(50)

Keadaan sosial ekonomi dan dukungan infrastruktur tentu saja merupakan faktor penting dalam pembangunan ekonomi masyarakat Alalak dan sekitarnya, terutama dalam menunjang pengembangan sektor ekonomi unggulan masyarakat Alalak dan sekitarnya, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Khusus untuk pengembangan ekonomi masyarakat Alalak dan sekitarnya jangka panjang terkait dengan rencana daerah ini dijadikan sebagai kawasan Kota Pusaka yang akan menjadi pusat kunjungan dan perhatian para wisatawan, yang sangat membutuhkan dukungan seluruh masyarakat yang juga tidak terlepas dari dukungan Pemerintah dan Tokoh-Tokoh masyarakat.


(51)

(52)

Gambar 3.1

Kerangka Analisis Penelitian

Masyarakat Lebih Baik Kegiatan Usaha berbasis Potensi Ekonomi & Masyarakat Pariwisata

Kerajinan berbasis Kayu Tikar Purun, Handycraft dll

Dukungan Industri Kecil : Pusat produksi Jukung Pusat Tajau Handycraft Sustainability Floating Market (Lestari) PAD Kota Banjarmasin Pemberdayaan Masyarakat

Danai Pembuatan Jukung Export Jukung Pemko BJM Masalah Sosial Ekonomi Kemasyarak atan Masyarak at Bantaran Sungai Kuin Keberadaan Pengusaha Kayu di Saat

ini (Apa Bagaimana ? )

Sosial Kemasyarakata

n / Ekonomi Berubah Perubahan Aktivitas Kegiatan Ekonomi Masyarakat Lebih Baik Aktivitas Eko. Baru / Kerakyata n Aktivitas Eko. Pengusaha Kayu


(53)

BAB IV

METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian

Penelitian ini didesain dengan menggunakan pendekatan penelitian yang bersifat analisis deskriptif – kualitatif untuk menggambarkan dan mengidentifikasi kondisi sosial ekonomi masyarakat serta kelayakan usaha yang potensial untuk dikembangkan pada masyarakat Kecamatan Banjarmasin Utara pada umumnya dan Alalak sekitarnya pada khususnya.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Banjarmasin Kecamatan Banjarmasin Utara dengan fokus pada masyarakat Alalak dan sekitarnya yang ada di Kelurahan Pangeran, Kelurahan Kuin Utara, Kelurahan Alalak Utara, Kelurahan Alalak Tengah dan Kelurahan Alalak Selatan. Adapun waktu penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan.

3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat pada wilayah Alalak dan sekitarnya yang ada di Kelurahan Pangeran, Kelurahan Kuin Utara, Kelurahan Alalak Utara, Kelurahan Alalak Tengah dan Kelurahan Alalak Selatan. Adapun jumlah sampel dengan responden sebanyak 300 orang responden ditentukan berdasarkan sistem proporsional quota sampling pada masing-masing kelurahan dengan


(54)

memperhatikan potensi sektor ekonomi dan kelembagaan ekonomi masyarakat. Tabel 4.1 Sampel Penelitian NAMA KELU RAHA N JUML AH RESP ONDE N Panger an 60 Kuin Utara 60 Alalak Selata n 60 Alalak Tengah 60 Alalak Utaran 60 Jumla h 300

Sumber: Tim Peneliti, 2012.

Lima kelurahan yang dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini dengan pertimbangan letak wilayah kelima kelurahan tersebut yang sangat strategis terutama kondisi perairan sungai yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai suatu kawasan ekonomi yang saling berintegrasi.

4. Jenis dan Sumber Data

a. Sumber data sekunder diperoleh dari dinas-dinas/instansi terkait di Kota Banjarmasin.

b. Data primer diperoleh dari sumber primer yakni data yang diperoleh secara langsung dari para responden.


(55)

5. Teknik Pengumpulan Data

Data sekunder dan data primer dikumpulkan dengan menggunakan kombinasi teknik-teknik pengumpulan sebagai berikut: a. Daftar pertanyaan berupa kuesioner yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data secara langsung dari responden penelitian. b. Interview Mendalam, berupa wawancara mendalam yang dilakukan secara langsung dengan para responden dalam penelitian ini.

c. Observasi atau pengamatan yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mengamati secara langsung kondisi sosial ekonomi masyarakat Alalak dan sekitarnya di lokasi penelitian.

6. Metode Analisis Data

Untuk menghasilkan keluaran penelitian yang akurat, relevan dengan tujuan penelitian, maka digunakan kombinasi peralatan analisis sebagai berikut:

a. Analisis deskriptif kualitatif yang digunakan untuk menjelaskan kondisi sosial ekonomi masyarakat Alalak dan sekitarnya di lima kelurahan yaitu Kelurahan Pangeran, Kelurahan Kuin Utara, Kelurahan Alalak Utara, Kelurahan Alalak Tengah dan Kelurahan Alalak Selatan.


(56)

b. Model matriks comparatif potensi antara beberapa sektor ekonomi berdasarkan preferensi masyarakat wilayah Alalak dan sekitarnya.

7. Prosedur Penelitian

Untuk mengarahkan kegiatan penelitian ini dengan baik, maka perlu diuraikan secara garis besar beberapa tahapan yang akan dilaksanakan dalam pelaksanaan kegiatan penelitian ini, sebagai berikut: (rincian jadwal terlampir)

i. Penyusunan proposal penelitian, ii. Pengajuan proposal penelitian, iii. Seminar proposal penelitian, iv. Penyusunan instrumen penelitian,

v. Penentuan sampel dan obyek penelitian, vi. Uji validitas instrumen penelitian,

vii. Perekrutan dan seleksi enumerator, viii. Pelatihan enumerator,

ix. Pengumpulan data penelitian, x. Pengolahan data penelitian, xi. Analisa data penelitian,

xii. Penulisan draft laporan penelitian, xiii. Seminar hasil penelitian,

xiv. Penyusunan laporan akhir (final report) penelitian, xv. Penyerahan laporan akhir hasil penelitian.


(57)

8. Tim Peneliti

Pelaksanaan kegiatan penelitian ini, dilaksanakan oleh Tim peneliti dari Lembaga Penelitian Unlam yang memiliki kemampuan dan pengalaman yang sesuai dengan bidang keahlian. Adapun susunan tim peneliti adalah sebagai berikut :

Pengarah : DR. Ahmad Alim Bachri, SE, M.Si

Ketua : Irwansyah, S.Sos, M.Si

Anggota : Ahmad Rifani, SE, MM

: Maya Sari Dewi, S.Sos, MM : M. Zainal Abidin, S.Sos, M.Si : Rusdayanti Asma, SE, M.Si : Rusniati, SE, M.Si

Pembantu Peneliti : Redawati, SE, M.Fin : Wahyu Irpan, S.Pd


(58)

BAB V

HASIL PENELITIAN

9. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Banjarmasin sejak dahulu memegang peranan strategis dalam lalu lintas perdagangan antar pulau, karena posisi wilayah yang terletak pada pertemuan antara Sungai Barito dan Sungai Martapura yang luas dan dalam. Dengan posisi 22 km dari laut Jawa, kedua sungai tersebut tentunya dapat dilayari kapal besar sehingga kapal-kapal Samudera dapat merapat hingga Kota Banjarmasin. Selain itu, posisi strategis dari kota Banjarmasin yang terletak di sekitar muara Sungai Barito, menyebabkan Banjarmasin menjadi pintu gerbang bagi berbagai kapal yang hendak berlayar ke daerah pedalaman di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.

Kota Banjarmasin memiliki kehidupan yang tidak dapat dipisahkan dengan Sungai Barito beserta anak-anak sungainya. Penduduk kota Banjarmasin masih banyak yang tinggal di atas air, beraktivitas di sungai dan sekitarnya, serta bermukim di atas sungai dengan membangun rumah di atas tiang atau di atas rakit dipinggir sungai (rumah lanting).

Budaya sungai yang terus berkembang, memberikan corak budaya tersendiri dan menarik di Kota Banjarmasin. Pusat kota Banjarmasin sendiri terletak di sepanjang jalan Pasar Baru, sementara kawasan perkantoran khususnya Bank terdapat di Jalan Lambung Mangkurat, keberadaaan Sungai Barito sendiri berada di sebelah Barat dari pusat kota. Salah satu kegiatan


(59)

wisata paling menarik adalah berjalan menyusuri sungai dan kanal di sekitar kota Banjarmasin. Wisatawan dapat menyusuri Sungai Martapura dan Sungai Barito dengan menggunakan perahu klotok dan speedboat, untuk menyaksikan pemandangan alam sungai pinggiran kota yang masih asli.

Selain kegiatan wisata air, jenis wisata lainnya yang tersedia antara lain Makam Sultan Suriansyah, Masjid Sultan Suriansyah, dan Pasar Terapung yang berada di Kecamatan Banjarmasin Utara. Ketiga objek wisata ini dapat dikombinasikan dengan kegiatan wisata air karena posisinya yang berada di sepanjang bantaran Sungai Kuin.

Objek wisata yang tersedia di kawasan Kecamatan Banjarmasin Utara, khususnya daerah Alalak dan sekitarnya di sepanjang bantaran Sungai Kuin dapat dijadikan sebagai peluang usaha yang dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Hal ini juga sejalan denga salah satu tujuan dari Undang-undang No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan Pasal 3, dimana tujuan penyelenggaraan kepariwisataan antara lain memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja serta untuk dapat meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Gambar 5.1


(60)

Potensi lain yang dimiliki wilayah Kecamatan Banjarmasin Utara khususnya masyarakat Alalak dan sekitarnya diantaranya adalah produk khas daerah yang diproduksi di wilayah ini, seperti produk kerajinan tanggui, purun, maupun tajau. Selain itu, sisa-sisa kayu dari kegiatan penggergajian oleh perusahan kayu yang terdapat di daerah Alalak dan sekitarnya sangat potensial untuk dikembangkan menjadi berbagai produk kerajinan yang akan menjadi sumber pendapatan baru bagi masyarakat Alalak dan sekitarnya.


(61)

Gambar : 5.2 Peta Banjarmasin Utara

Sumber: Data Kecamatan Banjarmasin Utara, 2012.

Wilayah Alalak dan sekitarnya yang posisinya dapat dijangkau baik melalui jalur darat maupun sungai, menjadikan wilayah ini posisi geosentris dan geoekonomi yang sangat strategis dan menguntungkan dari berbagai sisi. Kondisi ini perlu dimanfaatkan oleh masyarakat Alalak dan sekitarnya. Untuk lebih jelasnya kondisi tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:


(62)

Gambar: 5.3 Lokasi Penelitian

Sumber: Data Kecamatan Banjarmasin Utara, 2012.

Terkait dengan pelaksanaan penelitian Kajian Pengembangan Industri Kerakyatan di Wilayah Banjarmasin Utara, maka pelaksanaannya lebih difokuskan pada lima kelurahan yang dianggap paling refresentatif yaitu Kelurahan Pangeran, Kuin Utara, Alalak Selatan, Alalak Tengah dan Alalak Utara. Kelima kelurahan tersebut memiliki potensi sumberdaya alam yang sangat strategis terutama kondisi perairan sungai yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai suatu kawasan ekonomi yang saling berintegrasi.

Secara faktual, kelima kelurahan tersebut memiliki kondisi wilayah yang potensial untuk mendukung kegiatan ekonomi masyarakat. Namun demikian


(63)

kondisi tersebut belum dapat memberikan nilai tambah bagi perekonomian masyarakat yang berada di wilayah Alalak dan sekitarnya. Hal ini dapat dilihat dari angka kemiskinan pada Kecamatan Banjarmasin Utara dimana terdapat 3.999 rumah tangga miskin, terbanyak kedua di Kota Banjarmasin setelah Kecamatan Banjarmasin Selatan (Sumber: Basis Data Terpadu Untuk Program Perlindungan Sosial, Maret 2012).

Pembangunan kawasan ekonomi khusus secara langsung akan memberikan manfaat bagi masyarakat Alalak dan sekitarnya. Hal ini dapat dilakukan dengan integrasi pengembangan ekonomi yang berbasis potensi kearifan lokal, antara lain pengembangan wisata pasar terapung, industri kerajinan, pengembangan usaha budidaya perikanan dengan sistem keramba, serta lainnya. Berikut disampaikan profil wilayah masing-masing kelurahan.

Kelurahan Pangeran sebagai salah satu lokasi penelitian mempunyai luas wilayah 188,5 Ha yang terdiri dari Pemukiman (100 Ha), Pendidikan (55 Ha), Pertokoan (3 Ha), Perkantoran (4 Ha), Kuburan (8 Ha), Persawahan (4 Ha), dan lainnya (14,5 Ha). Adapun penduduk Kelurahan Pangeran hingga tahun 2011 berjumlah 10.861 jiwa dari sejumlah 2.722 Kepala Keluarga dengan jumlah penduduk laki-laki 4.937 jiwa dan penduduk wanita 5.924 jiwa.

Permasalahan dan kendala yang dihadapi pemerintah Kelurahan Pangeran dalam melaksanakan program kerja tahun anggaran 2012 yang berkaitan dengan penelitian ini antara lain (1) kurangnya informasi yang didapat dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan bagi aparatur dan warga masyarakat yang dilaksanakan oleh Pemerintah, Dinas maupun Instansi terkait; dan (2)


(1)

memanfaatkan limbah kayu untuk diolah kembali menjadi barang kerajinan (handycraft).

8. Sektor ekonomi potensial yang utama untuk dikembangkan di wilayah Alalak dan sekitarnya adalah Pariwisata Pasar Terapung. Selain merupakan kearifan lokal yang dimiliki, sektor ini akan mendorong sektor-sektor usaha lain untuk berkembang. Jika Pariwisata Pasar Terapung dapat berjalan secara berkelanjutan, maka akan muncul sektor-sektor usaha lain pendukung pariwisata seperti industri kerajinan secara dampak permintaan souvenir dari wisatawan.

B. Saran

1. Untuk dapat meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat Alalak dan sekitarnya yang bergerak pada sektor-sektor industri kerakyatan, perlu adanya inisiasi program yang terarah dan berkelanjutan. Hal ini perlu diawali dengan pendataan para pelaku usaha agar menghasilkan database para pelaku industri kerakyatan, sehingga inisiasi program yang tepat guna, tepat sasaran dan berkelanjutan dapat dijalankan berdasarkan kebutuhan para pelaku usaha.

2. Untuk dapat meningkatkan potensi dan kompetensi SDM di wilayah Alalak dan sekitarnya, ada dua hal yang dapat dilakukan, baik secara formal maupun informal. Dari sisi formal, dapat dibuat sekolah menengah kejuruan yang dapat mendukung peningkatan SDM masyarakat sesuai dengan potensi lokal yang dimiliki. Misalnya mendirikan sekolah kejuruan dibidang perkapalan. Sedangkan dari sisi informal dapat diberikan pelatihan


(2)

untuk meningkatkan keterampilan SDM terutama bagi para pemuda. Hal ini selain dapat dilaksanakan oleh SKPD-SKPD terkait, dapat juga difasilitasi oleh Karang Taruna yang ada di setiap kelurahan.

3. Untuk dapat meningkatkan kinerja lembaga ekonomi masyarakat khususnya Koperasi, terlebih dahulu perlu dilakukan pendataan kembali oleh Dinas Koperasi & UMKM Kota Banjarmasin. Tujuannya adalah agar jika terdapat program bantuan kepada masyarakat yang harus melalui Koperasi, maka Koperasi yang bersangkutan haruslah Koperasi yang aktif dan melaksanakan aktifitas sebagaimana prinsip-prinsip Koperasi.

4. Untuk nilai-nilai sosial capital yang ada di wilayah Alalak dan sekitarnya agar tetap dipertahankan, seperti kegiatan gotong royong, kegiatan keagamaan, dan kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya seperti kegiatan PKK dan Posyandu. Untuk tetap mempertahankan nilai-nilai sosial capital ini, perlu peran serta aktif dari tingkatan pimpinan kemasyarakatan paling bawah seperti Ketua RT maupun pemuka agama dan tokoh masyarakat.

5. Sarana dan prasarana pendukung perlu terus mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah. Seperti ketersediaan sarana penunjang kegiatan wisata, dimana perlu dipikirkan untuk mendesain kapal angkutan wisata (klotok) menjadi bis air yang unik dan menjadi ciri khas kota Banjarmasin serta aman dan nyaman bagi wisatawan.

6. Untuk dapat meningkatkan efektivitas pemberdayaan ekonomi masyarakat baik dari bantuan berupa bimbingan teknis, permodalan, bantuan alat produksi dan sebagainya, perlu diawali dengan pendataan para pelaku usaha. Hal ini dapat dilakukan secara kerjasama oleh


(3)

pihak kelurahan dengan Dinas Koperasi & UMKM maupun Dinas Perindustrian & Perdagangan. Sehingga dengan demikian tidak akan terjadi lagi program yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, serta tidak terjadi lagi ada masyarakat penerima bantuan yang double funding.

7. Secara jangka panjang perlu mempersiapkan usaha baru pengganti usaha penggergajian kayu, hal ini perlu peran serta seluruh pelaku usaha dan pemerintah daerah dalam merancang alternatif pengganti usaha tersebut. Dalam jangka pendek, untuk dapat meningkatkan nilai guna dan nilai ekonomis perlu perbaikan kualitas produk hasil olahan. Untuk itu, Dinas Perindustrian dan Perdagangan maupun Dinas Koperasi & UMKM dapat memberikan bantuan bimbingan dan pelatihan yang berkelanjutan baik secara teknis maupun manajerial.

8. Untuk dapat memanfaatkan usaha potensial yang ada di wilayah Alalak dan sekitarnya, perlu dimulai dari sektor pariwisata Pasar Terapung. Untuk menjaga keberlanjutan sektor ini, maka Dinas Pariwisata perlu meningkatkan kegiatan promosi kepariwisataan baik secara mandiri maupun kerjasama dengan instansi-instansi lain serta masyarakat luas. Selain itu, instansi-instansi lain dapat mendukung keberlanjutan pariwisata Pasar Terapung sesuai dengan bidangnya masing-masing. Seperti Dinas Koperasi & UMKM serta Dinas Perindustrian & Perdagangan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam menunjang sektor pariwisata dengan mengembangkan kegiatan ekonomis sesuai dengan potensi lokalnya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Alim Bachri, Ahmad, dkk. 2007. Pemetaan Potensi UMKM Sulawesi Barat, Kerjasama Pemprov Sulbar dengan Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin Makassar.

Alim Bachri, Ahmad, dkk. 2009. Kajian Ekonomi Masyarakat Pesisir, Kerjasama Bappeda Kabupaten Kotabaru dengan Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.

Artiningsih dkk, 2010. Analisis Potensi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat di Wilayah Kota Semarang Dalam Pengembangan Industri Kreatif. Jurnal Riptek, Vol.4, No.11 Hal. 11-19.


(5)

Arikunto, Suharsimi, 1998. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipa. Jakarta

BPS, 2012. Kota Banjarmasin Dalam Angka. Kerjasama Bappeda Kota Banjarmasin dengan Badan Pusat Statistik Kota Banjarmasin.

BPS, 2012. Kecamatan Banjarmasin Utara Dalam Angka, 2012. Badan Pusat Statistik Kota Banjarmasin.

Departemen Perdagangan. 2008. Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025. Effendi, 2003. Kajian dan Program Pengembangan Industri Kerajinan Tenun Dalam

Upaya Pembangunan Ekonomi Kerakyatan di Desa Sebauk Kecamatan Bengkalis, Program Pascasarjana IPB, Bogor.

Ife, Jim & Frank Teriero. 2008. Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Global. Community Development. Edisi Ke 3. Pustaka Pelajar. Jogjakarta

Irwansyah & Maya Sari Dewi. 2012. Pemberdayaan Masyarakat Suku Dayak Loksado Berbasis Kearifan Lokal. Seminar Nasional Eco – Entrepreneurship. Universitas Negeri Semarang. Semarang

Rifani, Ahmad, 2012. Potensi Bisnis Berbasis Kekhasan Daerah Kota Banjarmasin, Tidak Dipublikasikan, Fakultas Ekonomi Unlam Banjarmasin.

Suhodo. Diah Setiari. 2010. Industri Kreatif, Solusi Baru Ekonomi Indonesia. Artikel Ilmiah

Surono, S., 2005. Mengapa Agroindustri Tidak Berkembang Sesuai dengan Harapan, Paper ISEI, Sidang Pleno ISEI XI ’Percepatan Pertumbuhan Ekonomi dan Penciptaan Lapangan Kerja Baru,’ Hotel Nikko, Jakarta, 22-23 Maret.

Syahza, Almasdi, 2003. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan Melalui Pengembangan Industri Hilir Berbasis Kelapa Sawit di Daerah Riau, Pusat Pengkajian Koperasi dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, Universitas Riau.

UNCTAD dan UNDP. 2008. Economy Creative Report 2008. Uniited Nations.

Wrihatnolo, Randy R & Riant Nugroho Dwidjowijoto. 2007. Manajemen Pemberdayaan. Sebuah Pengantar dan Panduan untuk Pemberdayaan Masyarakat. Elex Media. Jakarta.


(6)

Yunus, Muhammad, 1990. The Effect of Trade and Exchange Rate Policy on Indonesian Agricultural Exports, Unpublished Master Thesis, School of Economics, University of The Philippines, Q.C., Manila, Philippines, May.