Model Matematika distribusi obat pada penyakit infeksi saluran kemih

(1)

MODEL MATEMATIKA

DISTRIBUSI OBAT PADA PENYAKIT INFEKSI SALURAN KEMIH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

Totok Victor Didik Saputro NIM: 131414092

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

MODEL MATEMATIKA

DISTRIBUSI OBAT PADA PENYAKIT INFEKSI SALURAN KEMIH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

Totok Victor Didik Saputro NIM: 131414092

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(3)

SKRIPSI


(4)

SKRIPSI


(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Do the Best and Be the Best

… Yes”

~ HMJ PMIPA 2013/2014 ~

“ Keep Smile and Spirit, Let’s Do It

~ HMJ PMIPA 2014/2015 ~

Siapa Kita? Driyarkara Muda, Driyarkara Muda,

Cerdas dan Humanis Pasti Bisa

~ BEMU 2015/2016 ~

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus yang senantiasa menyertai langkahku

Ayahku Marsidi dan Ibuku Maria Rais

Mbakku Denok Vivi Angelina

Semua keluargaku

Partner terbaikku Patricia Laras Hernawati

Teman-teman seperjuangan Pendidikan Matematika 2013

Almamaterku, Universitas Sanata Dharma


(6)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 18 Juli 2017 Penulis,


(7)

ABSTRAK

Model matematika diartikan sebagai suatu bentuk representasi matematis dari suatu masalah. Pembentukan model matematika distribusi obat penyakit Infeksi Saluran Kemih (ISK) menggunakan model kompartemen. Model kompartemen merupakan model matematika yang mengestimasi jumlah obat dalam berbagai kompartemen setelah obat dimasukkan ke dalam suatu kompartemen tertentu.

Penelitian ini bertujuan untuk membuat model matematika dan analisis matematika untuk penyembuhan penyakit ISK. Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka. Langkah-langkah dalam membentuk model matematika distribusi obat penyakit ISK adalah: 1) Menentukan asumsi-asumsi; 2) Membuat diagram pemberian obat; 3) Membentuk persamaan dari diagram yang dibuat; 4) Membentuk model matematika.

Berdasarkan asumsi-asumsi, dibentuk model matematika distribusi obat penyakit ISK dari tiga kasus yang berbeda. Model matematika yang diperoleh adalah: 1) Kasus I: Pemberian obat melalui oral dan obat dari lambung langsung masuk ke darah adalah � = − � dan ��= � − � ; 2) Kasus II: Pemberian obat melalui oral, sebagian obat dari lambung masuk ke usus dan sebagian masuk ke darah adalah � = − � − � − � − � dan ��= � − ; 3) Kasus III: Pemberian obat melalui intravena adalah ��= − .

Penyembuhan penyakit infeksi saluran kemih menggunakan simulasi model. Penyembuhan ini dilakukan dengan memberikan antibiotik dengan jenis tetrasiklin sebanyak 3 kali sehari selama 8 hari. Bakteri akan berkurang bahkan mati ketika antibiotik jenis tetrasiklin ini diberikan secara teratur dan manusia dikatakan sembuh dari penyakit infeksi saluran kemih.


(8)

ABSTRACT

Mathematical model is interpreted as a form of mathematical representation from a problem. The formation of mathematical model of drug distribution of Urinary Tract Infection (UTI) disease uses compartment model. Compartment model is a mathematical model that estimates drug amount in various compartments after the drug is inserted into a certain compartment. This research aims to form a mathematical model and mathematical analysis for healing of UTI disease. This research uses literature review method. The phases to form the mathematical model of drug distribution of UTI disease are: 1) Determining the assumptions; 2) Making a drug giving diagram; 3) Establishing the equation of the created diagram; 4) Establishing the mathematical model.

Based on the assumptions, the mathematical model of drug distribution of UTI disease is formed from three different cases. The mathematical model that is obtained are: 1) Case I: The drug giving through oral and the drug from stomach goes straight into blood are � = − � and �� = � − � ; 2) Case II: The drug giving through oral, some drugs from stomach go into the intestine and some go into the blood are � = − � − � − � − � and ��=

� − � ; 3) Case III: The drug giving through intervena is �� = − � . Healing of urinary tract infection disease used model simulation. This healing can be done with tetracycline antibiotic 3 times daily for 8 days. Bacteria will be reduced even die when tetracycline antibiotic given regularly and humans are said to be cured of urinary tract infection.


(9)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma dengan:

Nama : Totok Victor Didik Saputro NIM : 131414092

Dengan pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan karya ilmiah saya kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma dengan judul:

MODEL MATEMATIKA

DISTRIBUSI OBAT PADA PENYAKIT INFEKSI SALURAN KEMIH Beserta perangkat yang diperlukan, bila ada. Dengan demikian, saya memberikan hak untuk menyimpan, mengalihkan ke dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 18 Juli 2017 Yang menyatakan,


(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai syarat memperoleh gelar sarjana Pendidikan Matematika.

Penyusunan skripsi ini mendapatkan banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan mendukung penyusunan skripsi ini, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Bapak Rohandi, Ph. D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

2. Bapak Dr. M. Andy Rudhito, S. Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

3. Bapak Dr. Hongki Julie, M. Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika.

4. Bapak Beni Utomo, M. Sc., selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, meluangkan waktu, dan pikiran selama proses penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Dra. Haniek Sri Pratini, M. Pd., selaku dosen pembimbing akademik yang telah mendampingi dari awal perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Matematika yang telah berbagi pengalaman dan memberikan ilmu yang berguna bagi penulis.


(11)

7. dr. FX. Budiman sebagai pakar dalam bidang kesehatan yang membantu penyusunan skripsi ini.

8. Ibu Wahyuning Setyani, M. Sc., Apt. sebagai pakar dalam bidang farmasi yang membantu penyusunan skripsi ini.

9. Ibu Ch. Retno Herrani Setyati, M. Biotech sebagai pakar dalam bidang biologi yang membantu menjelaskan mengenai bakteri penyebab terjadinya Infeksi Saluran Kemih.

10.Kedua orangtua saya, Marsidi dan Maria Rais yang dengan sabar membimbing, mendukung, dan memberikan segala cinta kasih dalam kehidupan saya.

11.Kakak saya Denok Vivi Angelina yang selalu mengingatkan dan memberi semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

12.Partner terbaik saya, Patricia Laras Hernawati yang selalu mengingatkan, memberi semangat, dan menghibur ketika sedang jenuh dalam proses menyelesaikan skripsi ini.

13.Yovan Mas Agustias selaku sahabat sekaligus pakar tambahan dalam bidang kesehatan yang membantu penyelesaian skripsi ini.

14.Yosef Cahyo Ardi teman seperjuangan di Pendidikan Matematika dan teman satu kelompok bimbingan skripsi yang telah membantu menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam menggunakan aplikasi


(12)

15.Sahabat-sahabat saya yang bergabung dalam grup Cah Embuh: Adhi, Cicil, Egi, Ocha, Sepnu, dan Yuse, yang telah berbagi pengalaman selama proses perkuliahan ini.

16.Teman-teman mahasiswa Pendidikan Matematika angkatan 2013 yang telah bersama-sama memulai perjuangan di program studi ini, berbagi pengalaman, ilmu, pengetahuan, dan memberikan semangat sampai penyusunan skripsi ini.

17.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu dan terlibat dalam proses penyusunan skripsi ini.

18.Universitas Sanata Dharma yang memberikan ruang dan kesempatan untuk menempuh ilmu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini berguna bagi para pembaca dan penelitian selanjutnya.

Yogyakarta, 18 Juli 2017


(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG MASALAH ... 1

B. RUMUSAN MASALAH ... 4

C. PEMBATASAN MASALAH ... 4

D. TUJUAN PENELITIAN ... 5

E. MANFAAT PENELITIAN ... 5

F. SISTEMATIKA PENULISAN ... 5


(14)

A. MODEL MATEMATIKA... 7

B. PERSAMAAN DIFERENSIAL ... 10

C. JALUR PEMBERIAN OBAT ... 14

D. INFEKSI SALURAN KEMIH ... 18

BAB III MODEL MATEMATIKA DISTRIBUSI OBAT PADA PENYAKIT INFEKSI SALURAN KEMIH ... 23

A. MODEL MATEMATIKA DISTRIBUSI OBAT PADA PENYAKIT INFEKSI SALURAN KEMIH ... 23

B. FORMULASI MODEL PEMBERIAN OBAT ... 27

C. FORMULASI MODEL PERTUMBUHAN BAKTERI E. COLI ... 55

BAB IV SIMULASI MODEL MATEMATIKA DISTRIBUSI OBAT PADA PENYAKIT INFEKSI SALURAN KEMIH ... 61

A. SIMULASI MODEL ... 61

B. PROSES PENYEMBUHAN ... 66

BAB V PENUTUP ... 68

A. KESIMPULAN ... 68

B. SARAN... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Contoh Persamaan Diferensial Linear dan Tak-Linear ... 11

Tabel 3.1 Daftar Variabel untuk Pemberian Obat melalui Oral ... 24

Tabel 3.2 Daftar Parameter untuk Pemberian Obat melalui Oral ... 24

Tabel 3.3 Daftar Variabel untuk Pemberian Obat melalui Intravena ... 25

Tabel 3.4 Daftar Parameter untuk Pemberian Obat melalui Intravena ... 25

Tabel 4.1 Nilai Variabel dan Parameter untuk Kasus I... 61

Tabel 4.2 Nilai Variabel dan Parameter untuk Kasus II ... 63


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Model Kompartemen Pemberian Obat melalui Oral ... 7

Gambar 2.2 Diagram Model Kompartemen Pemberian Obat melalui Intravena 9 Gambar 2.3 Tubuh Manusia untuk Pemberian Obat melalui Intravena ... 15

Gambar 2.4 Obat yang masuk ke darah setelah disuntikan ... 15

Gambar 2.5 Obat yang masuk ke seluruh tubuh ... 16

Gambar 2.6 Tubuh Manusia untuk Pemberian Obat melalui Oral ... 16

Gambar 2.7 Obat dalam Lambung ... 17

Gambar 2.8 Obat dalam Darah ... 17

Gambar 2.9 Obat dalam Usus ... 17

Gambar 2.10 Tempat Terjadinya ISK ... 20

Gambar 3.1 Diagram Pemberian Obat melalui Oral ... 26

Gambar 3.2 Diagram Pemberian Obat melalui Intravena ... 27

Gambar 3.3 Diagram Kompartemen I untuk Kasus I ... 28

Gambar 3.4 Grafik Penyelesaian Kompartemen I untu Kasus I ... 30

Gambar 3.5 Diagram Kompartemen II untuk Kasus I ... 31

Gambar 3.6 Grafik Penyelesaian Kompartemen II untuk Kasus I ... 34

Gambar 3.7 Grafik Penyelesaian Pemberian Obat 8 jam sekali Kasus I ... 35

Gambar 3.8 Diagram Kompartemen I untuk Kasus II ... 37

Gambar 3.9 Grafik Penyelesaian Kompartemen I untuk Kasus II ... 41

Gambar 3.10 Diagram Kompartemen II untuk Kasus II ... 42

Gambar 3.11 Grafik Penyelesaian Kompartemen II untuk Kasus II ... 50


(17)

Gambar 3.13 Diagram Pemberian Obat untuk Kasus III ... 52

Gambar 3.14 Grafik Penyelesaian untuk Kasus III... 54

Gambar 3.15 Grafik Penyelesaian Pemberian Obat 8 jam sekali Kasus III ... 55

Gambar 3.16 Grafik Penyelesaian Pertumbuhan Bakteri ... 57

Gambar 4.1 Grafik Penyelesaian Kasus I ... 62

Gambar 4.2 Grafik Penyelesaian Kasus II ... 64

Gambar 4.3 Grafik Penyelesaian Kasus III ... 65


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Matematika sangat erat dengan kehidupan sehari-hari dan diaplikasikan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Permasalahan ini bisa berupa fenomena kontekstual yang terjadi dan permasalahan yang ada pada perkembangan hidup manusia sendiri. Berkaitan dengan fenomena kontekstual, fenomena kontekstual yang ada dalam kehidupan sehari-hari sangat luas. Fenomena ini tidak hanya dalam bidang matematika melainkan dalam bidang lainnya seperti dalam bidang sains dan bidang sosial. Contoh matematika dalam bidang sains adalah penerapan sistem persamaan diferensial yang memenuhi sistem getaran massa pegas, sedangkan contoh matematika dalam bidang sosial adalah penerapan proses markov dalam penyewaan mobil di dua kota yang berbeda. Permasalahan yang dialami oleh manusia dalam perkembangan hidupnya tanpa disadari menggunakan konsep matematika, misalnya konsep sistem persamaan linear dua variabel dalam menyelesaikan masalah pembelian banyaknya buku dan pensil. Untuk menemukan penyelesaian dalam masalah ini, langkah awal yang harus dilakukan adalah memahami permasalahan yang dihadapi. Setelah memahami masalah yang dihadapi, langkah selanjutnya adalah mengubah bentuk permasalahan tersebut ke dalam bentuk matematika. Proses ini dinamakan


(19)

dengan proses matematisasi. Matematisasi dibagi menjadi dua hal, yaitu matematisasi vertikal dan matematisasi horisontal. Matematisasi vertikal membawa pemikiran seseorang dari dunia simbol yang tingkatnya sederhana ke dunia simbol yang tingkatannya lebih kompleks, sedangkan matematisasi horisontal membawa pemikiran seseorang dari dunia kehidupan sehari-hari ke dunia simbol-simbol. Inti dari kedua proses matematisasi ini adalah membuat model matematika dari permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari (Gravemeijer, 1994).

Model matematika diartikan sebagai suatu bentuk representasi matematis dari suatu masalah. Penyusunan model matematika dimulai dengan membuat asumsi-asumsi yang berkaitan dengan permasalahan. Asumsi ini merupakan pernyataan-pernyataan yang mendukung permasalahan. Asumsi juga menjadi salah satu dasar untuk melakukan langkah selanjutnya dalam membuat pemodelan matematika dan menyelesaikan permasalahan tersebut.

Penyakit Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan salah satu permasalahan dalam bidang kesehatan dan penyakit yang dialami sebagian besar manusia. ISK adalah kondisi ketika organ yang termasuk ke dalam sistem kemih, yaitu ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra mengalami infeksi. Berdasarkan gejalanya, ISK dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu ISK bagian atas dan ISK bagian bawah. ISK bagian atas merupakan infeksi yang terjadi pada ginjal dan ureter. Gejala dari kondisi ini meliputi demam, mual, dan nyeri pada bagian selangkangan, sedangkan ISK bagian


(20)

bawah merupakan infeksi yang terjadi pada uretra dan kandung kemih. Gejala dari kondisi ini meliputi rasa ingin selalu buang air kecil, nyeri atau perih saat buang air kecil, warna urine yang keruh, dan bau urine yang tidak sedap (Novi Praktika, 2009). ISK ini disebabkan oleh bakteri

Escherichia Coli atau E. Coli yang umumnya hidup di dalam saluran pencernaan. Bakteri ini dapat masuk ke dalam saluran uretra seseorang ketika kurang baik dalam melakukan pembersihan setelah buang air besar maupun kecil. ISK juga bisa disebabkan oleh iritasi setelah berhubungan seksual dan akibat terganggunya kinerja pengosongan urine oleh kondisi tertentu.

Model matematika yang dibahas dalam penyusunan skripsi ini adalah model kompartemen. Model kompartemen merupakan model matematika yang mengestimasi jumlah obat dalam berbagai kompartemen setelah obat dimasukkan ke dalam suatu kompartemen tertentu. Model kompartemen dibagi menjadi dua jenis, yaitu model satu kompartemen dan model dua kompartemen (Wiwin, 2016). Obat diberikan secara intravena dan oral. Pada model satu kompartemen, pemberian obat secara intravena menyebabkan seluruh dosis obat masuk ke tubuh dengan segera. Distribusi obat ke semua jaringan di dalam tubuh melalui darah. Untuk masuk ke darah, diperlukan laju serap obat. Untuk pemberian obat secara oral, masuknya obat ke dalam tubuh mengalami proses absorpsi terlebih dahulu. Setelah diabsorpsi, obat didistribusikan ke seluruh tubuh. Laju serap obat merupakan laju rerata obat yang diabsorpsi untuk masuk ke


(21)

darah. Pada model dua kompartemen, obat terdistribusi ke dalam dua kompartemen. Kompartemen pertama disebut kompartemen sentral. Kompartemen sentral meliputi darah, cairan ekstraseluler, dan jaringan-jaringan dengan perfusi tinggi. Kompartemen dua merupakan kompartemen perifer. Terdapat jaringan-jaringan yang berkesetimbangan dalam kompartemen ini. Obat yang didistribusikan ke seluruh tubuh masuk ke dalam darah dengan jumlah obat dalam darah dan laju serap obat yang meninggalkan darah menuju organ tubuh lainnya.

Tugas akhir ini membahas mengenai model matematika distribusi obat pada penyakit infeksi saluran kemih dan analisis penyembuhan penyakit infeksi saluran kemih. Metode yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini adalah metode studi pustaka.

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana memformulasikan model matematika distribusi obat pada penyakit infeksi saluran kemih?

2. Bagaimana analisis matematika untuk penyembuhan penyakit infeksi saluran kemih?

C. PEMBATASAN MASALAH

Peneliti memberikan batasan masalah supaya pembahasan tidak terlalu meluas. Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah peneliti


(22)

membahas mengenai model matematika distribusi obat pada penyakit infeksi saluran kemih. Model matematika yang sesuai dengan asumsi-asumsi yang dibuat pada penelitian ini adalah model kompartemen.

D. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah:

1. Membuat model matematika distribusi obat pada penyakit infeksi saluran kemih.

2. Membuat analisis matematika untuk penyembuhan penyakit infeksi saluran kemih.

E. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah memberikan sumbangan ilmu berupa materi yang bisa digunakan untuk pembelajaran pemodelan matematika.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada Bab I akan membahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.


(23)

BAB II LANDASAN TEORI

Pada Bab II akan membahas mengenai teori-teori yang akan digunakan dalam membuat model matematika distribusi obat pada penyakit infeksi saluran kemih. Adapun teori yang digunakan adalah teori mengenai model kompartemen, persamaan diferensial, jalur pemberian obat dan infeksi saluran kemih.

BAB III MODEL MATEMATIKA DISTRIBUSI OBAT PADA PENYAKIT INFEKSI SALURAN KEMIH

Pada Bab III akan membahas mengenai model matematika distribusi obat pada penyakit infeksi saluran kemih.

BAB IV SIMULASI MODEL MATEMATIKA DISTRIBUSI OBAT PADA PENYAKIT INFEKSI SALURAN KEMIH Pada Bab IV akan membahas mengenai simulasi model matematika distribusi obat pada penyakit infeksi saluran kemih.

BAB V PENUTUP

Pada Bab V akan membahas mengenai kesimpulan dari penelitian ini. Kesimpulan ini merupakan jawaban atas rumusan masalah. Pada bagian ini juga meliputi saran untuk pengembangan penelitian ke depannya.


(24)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. MODEL MATEMATIKA

Pemodelan matematika merupakan usaha perancangan rumusan matematika yang secara potensial menggambarkan bagaimana mendapatkan penyelesaian masalah matematika yang digeneralisasikan untuk diterapkan pada perilaku atau kejadian alam (Ripno Juli, 2012). Pembentukan model matematika distribusi obat penyakit infeksi saluran kemih berkaitan dengan ilmu dalam bidang farmasi, yaitu farmakokinetik. Farmakokinetik adalah bagian dari ilmu farmakologi yang khusus mempelajari perubahan konsentrasi obat dan metabolitnya di dalam darah dan jaringan sebagai fungsi dari waktu sebagai hasil dari proses yang dilakukan tubuh terhadap obat (Wiwin, 2016). Menurut Teorell, tujuan farmakokinetik adalah untuk menurunkan persamaan matematika yang menerangkan kinetika dan pendistribusian obat ke dalam tubuh. Secara farmakokinetik, dibuatlah model-model yang dapat melihat tubuh sebagai kompartemen. Obat yang diberikan melalui oral, kompartemen pertama terjadi di lambung dan kompartemen kedua terjadi di darah (Belinda Barnes, 2002). Gambar 2.1 menunjukkan diagram model kompartemen untuk pemberian obat melalui oral.

Gambar 2.1 Diagram Model Kompartemen untuk Pemberian Obat Melalui Oral Darah

Lambung

Obat Masuk Pencernaan

Obat meninggalkan darah


(25)

Berdasarkan Gambar 2.1, dapat dibentuk satu persamaan dari masing-masing kompartemen yang terjadi. Laju perubahan obat di dalam lambung dapat dinyatakan dengan

{ ℎ } = {

} − { }

Laju perubahan obat di dalam darah dapat dinyatakan dengan

{ ℎ

ℎ } = { ℎ} − { ℎ }

Misalkan merupakan jumlah obat dalam lambung pada waktu dan merupakan jumlah obat dalam darah pada waktu . Jika diasumsikan pemberian obat hanya dilakukan satu kali, maka laju perubahan obat di dalam lambung adalah sebagai berikut:

= − , = . dengan adalah jumlah obat dalam kondisi awal, dan > merupakan konstanta laju serap obat dari lambung menuju darah. Jumlah obat dalam darah untuk kondisi awal adalah nol. Jadi, laju perubahan obat di dalam darah adalah sebagai berikut:

= − , = . dengan > merupakan konstanta laju serap obat dari darah menuju organ tubuh lainnya. Ketika obat berada di dalam darah, obat akan segera masuk ke organ tubuh lainnya.


(26)

Pada pemberian obat melalui intravena kompartemen hanya terjadi di darah. Obat yang diberikan langsung masuk ke dalam darah dan dengan segera menyebar keseluruh organ tubuh lainnya. Gambar 2.2 menunjukkan diagram model kompartemen untuk pemberian obat melalui intravena.

Berdasarkan Gambar 2.2, laju perubahan obat di dalam darah dapat dinyatakan dengan

{ ℎ

ℎ } = { ℎ} − { ℎ }

Misalkan diasumsikan pemberian obat hanya dilakukan satu kali, sehingga laju perubahan obat di dalam darah adalah sebagai berikut:

= − , = . dengan > merupakan konstanta laju serap obat dari darah menuju organ tubuh lainnya dan adalah jumlah obat dalam kondisi awal.

Pembentukan model matematika distribusi obat penyakit infeksi saluran kemih menggunakan teori persamaan diferensial. Selain itu, teori persamaan diferensial juga digunakan untuk menentukan penyelesaian model matematika yang dibentuk.

Gambar 2.2 Diagram Model Kompartemen untuk Pemberian Obat Melalui Intravena

Darah Obat Masuk

Obat meninggalkan darah


(27)

B. PERSAMAAN DIFERENSIAL

Persamaan diferensial merupakan persamaan yang melibatkan variabel tak bebas dan derivatif-derivatifnya terhadap variabel-variabel bebas (Didit Budi, 2011). Terbentuknya persamaan diferensial sebagai suatu model matematika berasal dari ketertarikan dan keingintahuan seseorang tentang perilaku atau fenomena perubahan sesuatu di dunia nyata (Kartono, 2012). Dengan memperhatikan banyaknya variabel bebas yang terlibat, ada dua bentuk persamaan diferensial, yaitu persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial (Kartono, 2012).

1. Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan diferensial biasa merupakan persamaan diferensial yang hanya melibatkan satu variabel bebas.

Contoh:

+ =

2. Persamaan Diferensial Parsial

Persamaan diferensial parsial merupakan persamaan diferensial yang melibatkan dua atau lebih variabel bebas.

Contoh:

� � +


(28)

3. Persamaan Diferensial Linear dan Tak-Linear

Suatu persamaan diferensial dikatakan linear jika tidak ada perkalian antara variabel-variabel tak bebas dan derivatif-derivatifnya. Dengan kata lain, semua koefisiennya adalah fungsi dari variabel-variabel bebas (Didit Budi, 2011).

Suatu persamaan diferensial yang tak-linear dalam beberapa variabel tak bebas dikatakan tak-linear dalam variabel tersebut. Suatu persamaan diferensial yang tak-linear dalam himpunan semua variabel tak bebas secara sederhana dikatakan tak-linear (Didit Budi, 2011).

Tabel 2.1 Contoh Persamaan Diferensial Linear dan Tak-Linear No Persamaan Diferensial Linearitas

1. ′′+ ′+ = cos Linear dalam y

2. ′′+ ′+ = cos Tak-linear dalam y karena memuat ′

3. �

� + �

� + + = sin

Linear dalam v tetapi tak-linear dalam u karena memuat

sin . Jadi, persamaan adalah tak-linear.

4. �

� + �

� + = sin

Linear dalam setiap variabel tak bebas x atau y, tetapi tak-linear dalam himpunan { , }. Jadi, persamaan adalah tak-linear.


(29)

4. Persamaan Diferensial Homogen dan Tak-Homogen

Suatu fungsi , dikatakan homogen berderajad n jika

� , � = �� , . Selanjutnya pandang bentuk persamaan

diferensial biasa orde pertama,

, + , = . Persamaan diferensial . dikatakan homogen jika , dan

, adalah fungsi homogen dan berderajat sama. Apabila , dan , bukan merupakan fungsi homogen, tidak berderajat sama,

dan persamaan , + , ≠ , maka persamaan

diferensial tersebut dikatakan tak-homogen (Kartono, 2012). Contoh:

− = √ +

Penyelesaian:

Persamaan tersebut dapat disajikan dalam bentuk

√ + + − =

, = √ + + dan , = −

Tunjukkan bahwa , dan , merupakan persamaan homogen.

� , � = √ � + � + �

= √� + � + �


(30)

= �√ + + �

= � √ + +

= � ,

dan

� , � = − = − � = � −

= � ,

Jadi, terbukti bahwa persamaan tersebut merupakan persamaan homogen berderajad satu.

5. Penyelesaian Persamaan Diferensial Persamaan diferensial orde-n,

� [ , , , … , �] =

dengan F sebagai fungsi real yang argumennya , , , … , �.

Misalkan f adalah sebuah fungsi real yang didefinisikan dalam domain bilangan real x dan mempunyai turunan ke-n untuk semua x

(Said Munzir, 2009). Fungsi f disebut penyelesaian eksplisit dari persamaan diferensial di atas jika fungsi tersebut memenuhi dua syarat berikut:


(31)

terdefinisi untuk setiap x dalam selang < < , dan

�[ , , ′ , … ,] =

Sebuah relasi , = disebut penyelesaian implisit dari persamaan di atas jika relasi ini mendefinisikan paling sedikit sebuah fungsi f dalam x. Fungsi ini merupakan penyelesaian eksplisit dari persamaan tadi. Kedua penyelesaian di atas, yakni penyelesaian implisit dan eksplisit dari persamaan diferensial biasanya cukup disebut penyelesaian.

C. JALUR PEMBERIAN OBAT

Model matematika distribusi obat pada penyakit Infeksi Saluran Kemih (ISK) biasanya menggunakan dua kasus jalur pemberian obat, yaitu pemberian obat melalui intravena dan pemberian obat melalui oral.

1. Jalur Pemberian Obat melalui Intravena

Intravena merupakan jalur pemberian obat yang diberikan melalui suntikan. Pemberian suntikan biasanya diberikan pada bagian lengan tubuh, bokong, dan tempat terjadinya penyakit.


(32)

Ilustrasi tempat pemberian obat melalui intravena yang diberikan pada bagian lengan tubuh ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Setelah disuntikan, obat langsung masuk ke darah. Ilustrasi obat yang masuk ke darah setelah disuntikan ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Setelah masuk ke darah, obat dengan segera tersebar ke seluruh bagian tubuh, termasuk bagian tubuh yang terserang penyakit.

Sumber: Gabay Medical Library, 17 Maret 2017 Gambar 2.3 Gambar Tubuh Manusia untuk Jalur

Pemberian Obat melalui Intravena

Tempat Pemberian Obat

Gambar 2.4 Obat yang masuk ke darah setelah disuntikan

Sumber: Gabay Medical Library, 17 Maret 2017

Jarum Suntik Kulit

Pembuluh darah Jaringan Lemak

Obat


(33)

Ilustrasi obat yang masuk ke seluruh tubuh ditunjukkan pada Gambar 2.5.

2. Jalur Pemberian Obat melalui Oral

Oral merupakan jalur pemberian obat melalui mulut. Jenis obat yang digunakan adalah tetrasiklin. Bentuk obat yang sesuai dengan model matematika dalam penelitian ini adalah kapsul. Ilustrasi pemberian obat melalui oral ditunjukkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.5 Obat yang masuk ke seluruh tubuh Sumber: Gabay Medical Library, 17 Maret 2017

Gambar 2.6 Gambar Tubuh Manusia untuk Jalur Pemberian Obat melalui Oral


(34)

Obat yang diberikan melalui oral masuk melalui mulut dan melewati kerongkongan menuju lambung. Ilustrasi obat dalam lambung ditunjukkan pada Gambar 2.7.

Setelah sampai di lambung yang ditunjukkan dalam Gambar 2.7, sebagian dari obat terserap ke darah dan sebagian lagi menuju usus halus. Ilustrasi obat yang terserap ke darah ditunjukkan pada Gambar 2.8.

Obat yang masuk ke dalam darah akan segera tersebar ke seluruh tubuh dan bagian yang terserang penyakit. Sedangkan, obat

Gambar 2.7 Obat dalam Lambung Sumber: Gabay Medical Library, 17 Maret 2017

Kerongkongan

Obat

Duodenum Sfingter Piloris

Korpus

Gambar 2.8 Obat dalam Darah

Sumber: Gabay Medical Library, 17 Maret 2017

Obat

Jaringan Epitel

Lamina Propria Muskularis Mukosa


(35)

yang masuk ke dalam usus halus sebagian terserap ke dalam darah dan sebagian menuju usus besar. Ketika sampai di usus besar, sebagian obat juga terserap ke dalam darah dan sebagian lagi menuju anus. Ilustrasi obat yang berada dalam usus halus, menuju usus besar, dan di eliminasi melalui anus ditunjukkan pada Gambar 2.9.

D. INFEKSI SALURAN KEMIH

Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan infeksi yang terjadi akibat adanya mikroorganisme dalam urine. Mikroorganisme tersebut berupa bakteri dengan pertumbuhan mencapai lebih dari / . Dengan pertumbuhan bakteri sebanyak ini, rasa sakit pada manusia akan muncul dengan gejala-gejala klinis seperti disuria, frekuensi, dan urgensi (Budiman, 2017). Mikroorganisme yang sering menyebabkan terjadinya ISK adalah Escherichia Coli atau E. Coli. Bakteri E. Coli selalu ada dalam saluran pencernaan manusia karena secara alamiah bakteri E. Coli

merupakan salah satu penghuni tubuh. Sebagai penghuni tubuh, bakteri E. Coli berfungsi untuk pembusukan sisa-sisa makanan dalam usus besar. Penyebaran bakteri E. Coli dapat terjadi dengan cara kontak langsung (bersentuhan, berjabatan tangan, dan sebagainya) kemudian diteruskan melalui mulut. Penyebaran secara pasif dapat terjadi melalui makanan atau minuman. Bakteri E. Coli akan menjadi patogen apabila berpindah dari habitatnya yang normal ke bagian lain seperti saluran kemih. Apabila bakteri E. Coli masuk ke dalam saluran kemih dapat menyebabkan


(36)

terjadinya ISK. Bakteri E. Coli dapat menggandakan tubuhnya menjadi dua kali lipat dalam waktu 15 sampai 20 menit (Michael Madigan, 2015). Bakteriuria lebih sering ditemukan pada perempuan. Hal ini karena pendeknya uretra perempuan yang memudahkan mikroorganisme berkolonisasi di perineum dari saluran usus dan genital untuk naik menuju kandung kemih.

Faktor-faktor penyebab terjadinya ISK antara lain kecenderungan menaham urine, iritasi kulit lubang uretra sewaktu berhubungan kelamin, litiasi, dan obstruksi saluran kemih. Selain itu, faktor-faktor lainnya adalah penyakit ginjal polikistik, nekrosis papilar, DM pasca transplantasi ginjal, nefropati analgesik, penyakit Sikle-cell, senggama, kehamilan dan peserta KB dengan tablet progesteron, serta kateterisasi.

Berdasarkan gejalanya, ISK dibagi menjadi dua jenis, yaitu ISK bagian atas dan bagian bawah. ISK bagian atas terjadi pada ginjal dan ureter. Gejala yang terjadi adalah mual-mual, nyeri pada bagian selangkangan, dan demam. Sedangkan, ISK bagian bawah terjadi pada kandung kemih dan uretra. Gejala yang terjadi pada ISK bagian bawah adalah selalu ingin buang air kecil, nyeri saat buang air kecil, urine yang berwarna keruh, dan bau urine yang tidak sedap (Novi Praktika, 2009).


(37)

Ilustrasi tempat terjadinya ISK ditunjukkan pada Gambar 2.12.

ISK berbahaya bagi kesehatan manusia. Akibat dari ISK jika tidak segera diobati adalah pielonefritis, penyakit ginjal kronik, dan batu dalam kemih alkali yang disebabkan oleh bakteri pemecah urea (Ihda Mufriha, 2009). Pengobatan ISK dapat menggunakan antibiotik. Antibiotik yang digunakan untuk mengobati penyakit ISK adalah sebagai berikut:

1. Tetrasiklin

Berikut klasifikasi dari tetrasiklin:

a. Penyerapan setelah pemberian secara oral adalah 60 – 70 % tetrasiklin. Sebagian dari tetrasiklin ini berada di lumen usus, mengubah flora usus, dan dieksresikan di tinja. Penyerapan terutama berlangsung di usus halus bagian atas dan terhambat oleh makanan.

Gambar 2.10 Tempat Terjadinya ISK Sumber: health-fts.blogspot.com, 17 Maret 2017

Paru-paru Ureter

Kandung Kemih Uretra


(38)

b. Tetrasiklin terikat ke protein serum sebanyak 40 – 80 %. Dosis oral tetrasiklin hidroklorida atau oksitetrasiklin 500 mg setiap 6 jam menghasilkan kadar darah puncak 4 – 6 mcg/mL.

c. Tetrasiklin yang disuntikan secara intravena memberi kadar yang sedikit lebih tinggi, tetapi hanya sementara. Kadar puncak 2 – 4 mcg/mL dicapai dengan 200 mg doksisiklin atau monosiklin. d. Tetrasiklin diekskresikan terutama di empedu dan urine.

Konsentrasi dalam empedu melebihi konsentrasi di serum hingga sepuluh kali lipat. Sebagian dari obat diekskresikan di empedu direabsorpsi dari usus (sirkulasi enterohepatik) dan mungkin ikut serta mempertahankan kadar serum.

e. Sebanyak 10 – 15 % tetrasiklin diekskresikan ke dalam urine, terutama oleh filtrasi glomerulus. Sebanyak 10 – 40 % obat diekskresikan di feses.

f. Dosis oral untuk tetrasiklin yang cepat diekskresikan, yang ekivalen dengan tetrasiklin hidroklorida adalah 0,25 – 0,5 g empat kali sehari untuk dewasa dan 20 – 40 mg/kg/hari untuk anak (usia 8 tahun atau lebih).

g. Tersedia beberapa tetrasiklin untuk pemberian secara intravena dalam dosis 0,1 – 0,5 g setiap 6 – 12 jam (serupa dengan dosis oral).


(39)

2. Kloramfenikol

Berikut klasifikasi dari kloramfenikol:

a. Dosis lazim kloramfenikol adalah 50 – 100 mg/kg/hari. Setelah pemberian oral, kristal kloramfenikol cepat dan tuntas diserap. b. Dosis oral 1 g menghasilkan kadar darah antara 10 dan 15

mcg/mL.

c. Formulasi parenteral adalah suatu prodrug, kloramfenikol suksinat, yang terhidrolisis untuk menghasilkan kloramfenikol bebas dengan kadar darah agak lebih rendah dibandingkan yang dicapai pada pemberian oral.

d. Kloramfenikol tersebar luas di hampir semua jaringan dan cairan tubuh, termasuk susunan saraf pusat dan cairan serebrospinal, sedemikian sehingga konsentrasi kloramfenikol di jaringan otak mungkin setara dengan konsentrasi di serum. Obat ini mudah menembus membran sel.

e. Kloramfenikol aktif (sekitar 10 % dari total dosis yang diberikan) dan produk penguraiannya yang inaktif (sekitar 90 % dari total) dieliminasi di urine.

f. Sejumlah kecil obat aktif diekskresikan ke dalam empedu dan feses.


(40)

BAB III

MODEL MATEMATIKA

DISTRIBUSI OBAT PADA PENYAKIT INFEKSI SALURAN KEMIH

A. MODEL MATEMATIKA DISTRIBUSI OBAT PADA PENYAKIT INFEKSI SALURAN KEMIH

Model matematika yang digunakan untuk distribusi obat pada penyakit infeksi saluran kemih adalah model kompartemen. Model kompartemen merupakan model matematika yang mengestimasi jumlah obat dalam berbagai kompartemen setelah obat dimasukkan ke dalam suatu kompartemen tertentu. Model kompartemen dibagi menjadi dua jenis, yaitu model satu kompartemen dan model dua kompartemen. Model matematika ini dibentuk berdasarkan asumsi-asumsi yang ditentukan. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam membuat model matematika distribusi obat penyakit infeksi saluran kemih sebagai berikut:

1. Pengobatan manusia yang terserang infeksi saluran kemih bagian atas dan bagian bawah dilakukan di dalam darah.

2. Jalur pemberian obat mempengaruhi proses penyembuhan.

3. Untuk pemberian obat melalui oral, sebagian obat dari lambung langsung masuk ke darah. Selain itu, sebagian lagi melewati usus terlebih dahulu kemudian masuk ke darah.

4. Obat diberikan satu kali dan dalam selang waktu tertentu. 5. Tidak terjadi penularan penyakit.


(41)

Pembentukan model matematika distribusi obat penyakit infeksi saluran kemih menggunakan dua kasus pemberian obat yang berbeda, yaitu pemberian obat melalui oral dan intravena. Adapun variabel dan parameter yang digunakan dalam pembentukan model matematika distribusi obat penyakit ISK dengan pemberian obat melalui oral disajikan berturut-turut dalam tabel 3.1 dan 3.2 berikut.

Tabel 3.1 Variabel-variabel pembentukan model matematika untuk kasus pemberian obat melalui oral

No. Variabel Keterangan

1. � Jumlah obat dalam lambung 2. � Jumlah obat dalam darah 3. � Jumlah obat dalam usus

Tabel 3.2 Parameter-parameter pembentukan model matematika untuk kasus pemberian obat melalui oral

No. Parameter Keterangan

1. Konstanta laju serap obat dari lambung menuju darah

2. Konstanta laju serap obat dari darah menuju target aksi

3. Konstanta laju serap obat dari lambung menuju usus

4. Konstanta laju serap obat dari usus menuju darah 5. Konstanta laju serap obat dari usus menuju anus 6. Waktu yang diperlukan untuk mengeliminasi obat

dalam tubuh

Berikut variabel dan parameter yang digunakan dalam pembentukan model matematika distribusi obat penyakit ISK dengan pemberian obat melalui intravena disajikan berturut-turut dalam tabel 3.3 dan 3.4 berikut.


(42)

Tabel 3.3 Variabel-variabel pembentukan model matematika untuk kasus pemberian obat melalui intravena No. Variabel Keterangan

1. � Jumlah obat dalam darah

Tabel 3.4 Parameter-parameter pembentukan model matematika untuk kasus pemberian obat melalui intravena

No. Parameter Keterangan

1. Konstanta laju serap obat dari darah menuju target aksi

2. Waktu yang diperlukan untuk mengeliminasi obat dalam tubuh

Pemberian obat dilakukan melalui oral dan intravena. Berikut penjelasan mengenai pemberian obat melalui oral.

1. Pemberian Obat melalui Oral

Pemberian obat melalui oral melewati mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, dan anus. Obat yang sampai di lambung secara langsung terserap ke dalam darah. Hal ini sama dengan di usus halus dan usus besar. Ketika di dalam usus halus dan usus besar, obat terserap ke dalam darah. Kompartemen pertama terjadi di lambung. Selanjutnya obat terdistribusi ke darah dan usus. Ketika melewati usus, sebagian dari obat terserap ke darah dan sebagian lagi menuju bagian tubuh lainnya. Kompartemen kedua terjadi di darah. Setelah obat sampai di darah, obat kemudian terdistribusi ke seluruh tubuh, termasuk ke dalam target aksi. Target aksi merupakan tempat terserangnya penyakit. Dalam kasus ini, yang bertindak sebagai target aksi adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan


(43)

uretra. Ginjal dan ureter merupakan saluran kemih bagian atas, sedangkan kandung kemih dan uretra merupakan saluran kemih bagian bawah. Gambar 3.1 merupakan diagram pemberian obat untuk pengobatan ISK melalui oral.

Selain pemberian obat melalui oral, pembentukan model matematika distribusi obat penyakit ISK juga melalui intravena. Berikut penjelasan mengenai pemberian obat melalui intravena.

2. Pemberian Obat melalui Intravena

Pemberian obat melalui intravena langsung menuju darah. Setelah itu, obat akan masuk dengan segera ke seluruh tubuh termasuk ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra yang bertindak sebagai target aksi.

Gambar 3.1 Diagram Pemberian Obat melalui Oral Usus

Lambung

Darah Pemberian

Obat

Target Aksi


(44)

Gambar 3.2 merupakan diagram pemberian obat untuk pengobatan ISK melalui Intravena.

B. FORMULASI MODEL PEMBERIAN OBAT

Dari Gambar 3.1 dibentuk model matematika yang menunjukkan pengobatan penyakit infeksi saluran kemih untuk pemberian obat melalui oral.

1. Kasus I: Pemberian obat melalui oral dan obat dari lambung langsung masuk ke darah

Asumsi-asumsi yang digunakan untuk membentuk model matematika pada kasus I adalah sebagai berikut:

a. Pengobatan manusia yang terserang infeksi saluran kemih bagian atas dan bagian bawah sama, yaitu melalui darah.

b. Obat diberikan satu kali dan dalam selang waktu tertentu. Obat diberikan satu kali artinya manusia yang terserang infeksi saluran kemih hanya memasukkan obat ke dalam tubuh satu kali selama

Gambar 3.2 Diagram Pemberian Obat melalui Intravena Darah

Target Aksi Pemberian


(45)

terserang penyakit. Sedangkan, obat yang diberikan selama selang waktu tertentu artinya obat dimasukkan ke dalam tubuh selama selang waktu tertentu sampai manusia yang terserang infeksi saluran kemih dapat dikatakan sembuh.

c. Obat dari lambung langsung menuju darah.

Sebelum didistribusikan ke seluruh tubuh oleh darah, obat melewati lambung dengan jumlah obat dalam lambung � . Setelah itu, obat masuk ke dalam darah dengan konstanta laju serap obat dari lambung ke darah . Gambar 3.3 merupakan diagram kompartemen pertama yang terbentuk untuk kasus I.

Berdasarkan Gambar 3.3, laju perubahan obat di dalam lambung dapat dinyatakan dengan

{ ℎ } = { } − {

ℎ } Gambar 3.3 Diagram Kompartemen Pertama untuk Kasus I

Lambung � Pemberian


(46)

dengan:

{ } = , dan

{ −

} = �

Sehingga laju perubahan obat di dalam lambung adalah sebagai berikut: �

= − � �

= − � . Solusi dari persamaan . adalah

= − �

∫ � � = ∫−

� = − +

Misalkan � = � , maka persamaan menjadi

(� ) = − +

(� ) =

� =

Substitusikan persamaan ke , sehingga menjadi

� = − + �


(47)

(� ) = −� �

� = −

� = � − .

Berikut grafik penyelesaian persamaan . .

Diberikan jumlah awal obat � = , dan konstanta serap obat dari lambung menuju darah = . / . Gambar 3.4 menunjukkan grafik terserapnya obat dalam waktu tertentu yang meninggalkan lambung menuju darah.


(48)

Obat yang berada di lambung kemudian masuk ke darah. Setelah obat yang didistribusikan dari lambung sampai ke darah, obat langsung didistribusikan menuju target aksi. Berikut diagram kompartemen kedua untuk kasus I.

Berdasarkan Gambar 3.5, laju perubahan obat di dalam darah dapat dinyatakan dengan

{ ℎ

ℎ } = { ℎ } − { ℎ }

dengan:

{ } = �, dan

{ ℎ } = �

Gambar 3.5 Diagram Kompartemen Kedua untuk Kasus I Darah


(49)

Sehingga laju perubahan obat di dalam darah adalah sebagai berikut: �

= � − � . Substitusikan persamaan . ke persamaan . , sehingga persamaan menjadi

= � −

= � − � . Persamaan . merupakan persamaan diferensial linear orde satu. Solusi dari persamaan . adalah

+ � = � −

Misalkan, = dan = � − , solusi dari persamaan tersebut adalah

� ∫ � = ∫ ∫ �

� ∫ = ∫ − ∫

� ∫ = � ∫ − ∫

� = � ∫ −

� = � ∫ − +


(50)

= − +

− + =

Substitusikan = − + dan =

− + ke persamaan , sehingga menjadi

� = � ∫ − +

� = +� ∫

� = +� +

� = �

− + − + +

� = � −+ +

� = +− +

� = +− +

� = +− + −

Misalkan pada awalnya tidak ada obat dalam darah atau � = , maka persamaan menjadi


(51)

=+ +

= +� +

=

Substitusikan persamaan ke , sehingga menjadi

� = +− + ( � ) −

� = +− + �

� = �− − �

� = � − .

Berikut grafik penyelesaian persamaan . .


(52)

Jumlah awal obat � = , yang terlebih dahulu masuk ke lambung dengan konstanta serap obat dari lambung menuju darah =

. / kemudian masuk ke darah. Gambar 3.6 menunjukkan grafik terserapnya obat dalam waktu tertentu di dalam darah. Grafik tersebut menyatakan bahwa berkurangnya jumlah obat dalam darah setelah melewati lambung.

Misalkan obat diberikan setiap 8 jam sekali, maka grafik penyelesaian kompartemen kedua untuk kasus I sebagai berikut.

Gambar 3.7 menunjukkan penyelesaian untuk pemberian obat yang diberikan 8 jam sekali. Setelah 8 jam, obat akan diberikan kembali. Jumlah obat yang diberikan 8 jam sebelumnya masih tersisa di dalam tubuh, sehingga ketika obat diberikan kembali setiap 8 jam sekali maka jumlah


(53)

obat akan terus bertambah. Obat akan habis atau hilang di dalam tubuh ketika pemberian obat dalam waktu 8 jam sekali dihentikan.

2. Kasus II: Pemberian obat melalui oral, sebagian obat dari lambung masuk ke usus dan sebagian masuk ke darah

Asumsi-asumsi yang digunakan untuk membentuk model matematika dari kasus II adalah sebagai berikut:

a. Pengobatan manusia yang terserang infeksi saluran kemih bagian atas dan bagian bawah sama, yaitu melalui darah.

b. Obat diberikan satu kali dan dalam selang waktu tertentu. Obat diberikan satu kali artinya manusia yang terserang infeksi saluran kemih hanya memasukkan obat ke dalam tubuh satu kali selama terserang penyakit. Sedangkan, obat yang diberikan selama selang waktu tertentu artinya obat dimasukkan ke dalam tubuh selama selang waktu tertentu sampai manusia yang terserang infeksi saluran kemih dapat dikatakan sembuh.

c. Sebagian obat dari lambung langsung terserap ke dalam darah dan sebagian lagi terserap ke usus. Setelah obat masuk ke dalam lambung, sebagian obat langsung terserap ke dalam darah dan sebagian lagi terserap ke dalam usus bersamaan dengan makanan yang dikonsumsi.


(54)

Berikut diagram kompartemen pertama untuk kasus II.

Berdasarkan Gambar 3.8, laju perubahan obat di dalam lambung dapat dinyatakan dengan

{ ℎ } = { } − {

ℎ }

− { } − {

ℎ }

− {

}

dengan:

{ } =

{

} = �

Usus Lambung

Pemberian Obat


(55)

{ } = �

{

} = � , dan

{

} = �

Sehingga laju perubahan obat di dalam lambung adalah sebagai berikut: �

= − � − � − � − �

= − � − � − � − � .

Jumlah obat dalam lambung sama dengan jumlah obat yang masuk ke dalam lambung dikurangi jumlah obat yang meninggalkan lambung. Obat meninggalkan lambung menuju usus. Secara matematis dapat dituliskan dengan � = � − � , sehingga � = � − �. Oleh karena itu, persamaan . menjadi

= − � − � − � − � − � − �


(56)

= − � − � − � + � − � + �

= − � − � + � + � − � − � .

Persamaan . merupakan persamaan diferensial linear orde satu. Solusi dari persamaan . adalah

+ � + � − � − � = − � − �

+ + − − � = − − �

Misalkan, = + − − dan = − − � ,

solusi dari persamaan tersebut adalah � ∫ � = ∫ ∫ �

� ∫ + − − = ∫ − ∫ + − −

� ∫ + − − = − � ∫ ∫ + − −

� + − − = − � ∫ + − −

Misalkan, = + − −

= + − −


(57)

Substitusikan = + − − dan =

+ − − ke persamaan , sehingga menjadi

� + − − = − � ∫

+ − −

� + − − = − − �

+ − − ∫

� + − − = − − �

+ − − +

� + − − = − − �

+ − − + − − +

� + − − = − − � + − −

+ − − +

� = +� + −+ + +

� = +− − � + +

� = +− − � + − + − −

Misalkan � = � , maka persamaan menjadi

� = +− − � + − + − −

� = +− − � +

� = +− − � +


(58)

= � + � −+ � − � + � + �

= + � +

= + +

Substitusikan persamaan ke , sehingga menjadi

� = +− − � + + + − + − −

� = +− − � + + +� − + − − .

Berikut grafik penyelesaian persamaan . .

Diberikan jumlah awal obat � = , , konstanta laju serap obat dari lambung menuju darah = . / , konstanta laju serap obat Gambar 3.9 Grafik Penyelesaian Kompartemen Pertama untuk Kasus II


(59)

dari lambung menuju usus = . / , konstanta laju serap obat dari usus menuju darah = . / , dan konstanta laju serap obat dari usus menuju organ tubuh lainnya = . / . Gambar 3.9 menunjukkan grafik terserapnya obat dalam waktu tertentu. Sebagian dari obat masuk ke dalam usus dan sebagian lagi menuju darah.

Kompartemen kedua terjadi di darah. Setelah obat yang melewati lambung dan usus sampai ke darah, obat langsung didistribusikan menuju target aksi dengan jumlah obat dalam darah � dan konstanta laju serap obat dari darah ke target aksi . Berikut diagram kompartemen kedua untuk kasus II.

Berdasarkan Gambar 3.10, laju perubahan distribusi obat di dalam darah dapat dinyatakan dengan

{ ℎ

ℎ } = { ℎ } − { ℎ }

Gambar 3.10 Diagram Kompartemen Kedua untuk Kasus II Darah

Target Aksi


(60)

dengan:

{ } = �, dan


(61)

Sehingga laju perubahan obat di dalam darah adalah �

= � − � . Substitusikan persamaan . ke persamaan . , sehingga persamaan menjadi

= +− − � + + +� − + − − − � .

Persamaan . merupakan persamaan diferensial linear orde satu. Solusi dari persamaan . adalah �

+ � = +− − � + + +� − + − −

Misalkan, = dan = − − �

+ − − +

+ � − + − − �

+ − − , solusi dari persamaan tersebut adalah


(62)

� ∫ = ∫ − − �

+ − − +

+ � − + − −

+ − − ∫

� = ∫ +− − � + + +� − + − −

� = ∫ +− − � + ∫ + +� − + − −

� = +− − ∫ + + + ∫ − + − −

� = +− − ∫ + + + ∫ − + − + +

Misalkan, = = =


(63)

= − + − + +

− + − + + =

Substitusikan = , = , = − + − + + , dan =

− + − + + ke persamaan , sehingga menjadi

� = +− − ∫ + + + − + − + +

� = +− − ( ) ∫

+ + + (− + − + + )∫

� = +− − ( )


(64)

� = +− − ( )

+ + + (− + − + + ) − + − + + +

� = +− − � ( )

+ + �

+ − − (− + − + + )

− + − + +

+

� = +− − � ( )

+ + + (− + − + + ) − − + + +

Misalkan � = , maka persamaan menjadi


(65)

+ + + (− + − + + ) − − + + +

= +− − � ( ) + + + (− + − + + ) +

= +− − � ( ) + + + (− + − + + ) +

= − +− − � ( ) − + + (− + − + + )

Substitusikan persamaan ke , sehingga menjadi

� = +− − � ( )


(66)

+ (− +− − � ( )

+ + (− + − + + ))

� = +− − � ( ) − ( +− − � ( )) −

+ + + (− + − + + ) − − + +

+ (− + + (− + − + + ))

� = ( +− − � ( )) − −


(67)

Berikut grafik penyelesaian persamaan . .

Gambar 3.11 menunjukkan jumlah obat yang tersisa di dalam darah. Setelah melewati lambung dan masuk ke usus, obat akan terserap ke dalam darah. Obat yang terserap ke dalam darah akan didistribusikan ke organ tubuh lainnya.

Misalkan obat diberikan setiap 8 jam sekali, maka grafik penyelesaian kompartemen kedua untuk kasus II sebagai berikut.


(68)

Grafik pada Gambar 3.12 menunjukkan penyelesaian untuk pemberian obat yang diberikan 8 jam sekali untuk kasus II. Obat akan diberikan kembali dalam selang waktu 8 jam. Gambar 3.12 menunjukkan bahwa dalam selang waktu 8 jam, obat yang tersedia di dalam darah masih ada. Dengan kata lain, obat akan terus bertambah selama pemberian obat dalam waktu 8 jam sekali diberikan. Obat akan habis atau hilang ketika pemberian obat dalam waktu 8 jam sekali dihentikan. Waktu habisnya obat di dalam tubuh untuk kasus II lebih lama dibandingkan kasus I.

Dari Gambar 3.2 dibentuk model matematika yang menunjukkan pengobatan penyakit infeksi saluran kemih untuk pemberian obat melalui intravena.

3. Kasus III: Pemberian obat melalui intravena

Untuk kasus ketiga (III), asumsi-asumsi yang digunakan untuk membentuk model matematika tersebut adalah sebagai berikut:

a. Pengobatan manusia yang terserang infeksi saluran kemih bagian atas dan bagian bawah sama, yaitu melalui darah.

b. Obat diberikan satu kali dan dalam selang waktu tertentu. Obat diberikan satu kali artinya manusia yang terserang infeksi saluran kemih hanya memasukkan obat ke dalam tubuh satu kali selama terserang penyakit. Sedangkan, obat yang diberikan selama selang waktu tertentu artinya obat dimasukkan ke dalam tubuh selama


(69)

selang waktu tertentu sampai manusia yang terserang infeksi saluran kemih dapat dikatakan sembuh.

c. Obat yang diberikan langsung menuju darah.

Kompartemen yang terbentuk untuk pemberian obat melalui intravena hanya terjadi di darah. Setelah sampai di darah dengan jumlah obat dalam darah � , obat didistribusikan lagi menuju target aksi dengan konstanta laju serap obat dari darah ke target aksi . Berikut diagram pemberian obat untuk kasus III:

Berdasarkan Gambar 3.13, laju perubahan obat di dalam darah dapat dinyatakan dengan

{ ℎ

ℎ } = { ℎ} − {

}

Darah � Pemberian

Obat

Target Aksi


(70)

dengan:

{

ℎ} = ,

dan

{ ℎ

} = �

Sehingga laju perubahan obat di dalam darah adalah sebagai berikut. �

= − �

= − � . Solusi dari persamaan . adalah

= − �

∫ � � = ∫−

� = − +

Misalkan � = � , maka persamaan menjadi

(� ) = − +

(� ) =


(71)

Substitusikan persamaan ke , sehingga menjadi

� = − + �

� − � = −

(�� ) = −

� = −

� = � − . Berikut grafik penyelesaian persamaan .

Diberikan jumlah awal obat � = , dan konstanta laju serap obat dari darah menuju target aksi = . / . Gambar 3.4 menunjukkan grafik terserapnya obat dalam waktu tertentu yang meninggalkan darah menuju target aksi atau organ tubuh lainnya. Jumlah obat akan berkurang bahkan habis dalam selang waktu tertentu karena tidak diberikan obat kembali.


(72)

Dari penyelesaian kasus III, misalkan pemberian obat dilakukan setiap 8 jam sekali, maka grafik penyelesaian untuk kasus III sebagai berikut.

Gambar 3.15 menunjukkan grafik penyelesaian untuk pemberian obat yang diberikan 8 jam sekali untuk kasus III. Jumlah obat akan terus bertambah apabila obat diberikan dalam selang waktu 8 jam sekali. Jika pemberian obat dalam selang waktu 8 jam sekali dihentikan, maka jumlah obat yang diberikan untuk kasus III lebih cepat habis dibandingkan dengan kasus I dan II. Hal ini disebabkan pada kasus III obat langsung masuk ke dalam darah.

C. FORMULASI MODEL PERTUMBUHAN BAKTERI E. COLI

Diasumsikan pertumbuhan bakteri E. Coli sebanding dengan banyaknya bakteri yang ada dalam tubuh. Selain itu, pertumbuhan bakteri Gambar 3.15 Grafik Penyelesaian untuk Pemberian Obat 8 jam sekali


(73)

juga dipengaruhi oleh konstanta pertumbuhan bakteri. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut.

= . dengan:

= konstanta pertumbuhan bakteri, dan = banyaknya bakteri /

Solusi dari persamaan . adalah =

∫ = ∫

= +

Misalkan = , maka persamaan menjadi

( ) = +

=

Substitusikan persamaan ke persamaan sehingga menjadi

= +

− =

( ) = =


(74)

Misalkan bakteri E. Coli menggandakan tubuhnya menjadi dua kali lipat dalam waktu 20 menit (Michael Madigan, 2015), sehingga secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut.

= = = = = = = = , ≈ ,

Diketahui = / dan = , . Berikut grafik penyelesaian persamaan . .


(75)

Penyembuhan dilakukan dengan memberikan antibiotik dengan jenis tetrasiklin yang bekerja dengan cara menghambat sintesis protein bakteri E. Coli terhadap penyakit. Dosis tetrasiklin yang diberikan sebesar , misalnya dosis tetrasiklin dengan jumlah ini dapat membunuh bakteri sebanyak / per jam. Pemberian obat dilakukan setiap 8 jam sekali. Persamaan matematis untuk banyaknya bakteri yang mati dapat dinyatakan dengan

= − . dengan merupakan konstanta banyaknya bakteri yang mati untuk setiap jam.

Jumlah bakteri E. Coli yang mati sebanding dengan jumlah bakteri yang menyebabkan infeksi dikurangi banyaknya bakteri yang mati akibat antibiotik yang diberikan. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut.

= − . dengan:

= konstanta pertumbuhan bakteri, dan = banyaknya bakteri /


(76)

Persamaan . merupakan persamaan diferensial linear orde satu. Solusi dari persamaan . adalah

− =−

Misalkan, = − dan = − , solusi dari persamaan tersebut adalah

∫ � = ∫ ∫ �

∫ − = ∫ − ∫ −

= − ∫

Misalkan = − , = − − = Persamaan menjadi

= − ∫ −

=

− ∫

= ∫


(77)

Substitusikan = − ke persamaan , sehingga persamaan menjadi

= +

= +

= +

Misalkan = , maka persamaan menjadi = +

= + = +

= −

Substitusikan persamaan ke persamaan sehingga menjadi

= + −


(78)

BAB IV

SIMULASI MODEL MATEMATIKA DISTRIBUSI OBAT PADA PENYAKIT INFEKSI SALURAN KEMIH

A. SIMULASI MODEL

1. Kasus I: Pemberian obat melalui oral dan obat dari lambung langsung masuk ke darah

Jika diasumsikan banyaknya dosis obat tetrasiklin untuk pemberian obat melalui oral adalah . , konstanta laju serap obat dari lambung ke darah = . / , jumlah obat dalam lambung � = . , dan konstanta laju serap obat dari darah ke target aksi = . / . Pemberian obat diberikan setiap 8 jam sekali. Nilai-nilai variabel dan parameter tersebut dapat disajikan sebagai berikut.

Tabel 4.1 Nilai-nilai variabel dan parameter kasus I

Variabel Nilai Parameter Nilai

� . . /


(79)

Berikut diberikan penyelesaian kasus I dengan menggunakan matlab.

Gambar 4.1 menunjukkan penyelesaian kasus I. Penyelesaian ini merupakan proses kesembuhan manusia terhadap penyakit ISK untuk pemberian obat melalui oral. Dalam kasus I, dosis tetrasiklin yang diberikan melalui oral sebesar . . Grafik pada Gambar 4.1 menunjukkan jumlah dosis tetrasiklin yang tersisa saat waktu tertentu. Setiap 8 jam sekali, pemberian tetrasiklin dilakukan. Tetrasiklin bekerja dengan cara menghambat sintesis protein bakteri. Berdasarkan Gambar 3.16 menunjukkan grafik pertumbuhan bakteri terhadap penyakit. Dengan pemberian tetrasiklin secara berkesinambungan setiap 8 jam sekali, bakteri akan berkurang bahkan mati karena tidak dapat berkembangbiak. Ketika hal ini terjadi, manusia dapat dikatakan sembuh dari penyakit infeksi saluran kemih.


(80)

2. Kasus II: Pemberian obat melalui oral, sebagian obat dari lambung masuk ke usus dan sebagian masuk ke darah

Jika diasumsikan banyaknya dosis obat tetrasiklin untuk pemberian obat melalui oral adalah . , konstanta laju serap obat dari lambung ke darah = . / , kontanta laju serap obat dari lambung ke usus = . / dengan jumlah obat dalam lambung � = . , konstanta laju serap obat dari usus ke darah = . / , konstanta laju serap obat dari usus ke bagian tubuh lainnya = . / , dan konstanta laju serap obat dari darah ke target aksi = . / . Pemberian obat diberikan setiap 8 jam sekali. Nilai-nilai variabel dan parameter tersebut dapat disajikan sebagai berikut.

Tabel 4.2 Nilai-nilai variabel dan parameter kasus II

Variabel Nilai Parameter Nilai

� . . /

� . . /

� . . /

. /


(81)

Berikut diberikan penyelesaian kasus II dengan menggunakan matlab.

Gambar 4.2 menunjukkan penyelesaian kasus II. Dalam kasus II, dosis tetrasiklin yang diberikan sama seperti kasus I, yaitu . . Pemberian tetrasiklin dilakukan setiap 8 jam sekali. Dalam kasus II, obat yang terserap dalam darah lebih sedikit dibandingkan dengan kasus I. Hal ini karena tidak semua obat yang melewati lambung langsung menuju ke darah, melainkan sebagian dari obat masuk ke dalam usus. Setelah itu obat baru terserap ke dalam darah. Pemberian tetrasiklin secara berkesinambungan dapat menghentikan pertumbuhan bakteri, artinya bakteri semakin berkurang bahkan mati. Dalam keadaan ini, manusia dikatakan sembuh dari penyakit.


(82)

3. Kasus III: Pemberian obat melalui intravena

Jika diasumsikan banyaknya dosis obat tetrasiklin untuk pemberian obat melalui intravena adalah . dan konstanta laju serap obat dari darah ke target aksi = . / . Pemberian obat diberikan setiap 8 jam sekali. Nilai-nilai variabel dan parameter tersebut dapat disajikan sebagai berikut.

Tabel 4.3 Nilai-nilai variabel dan parameter kasus III

Variabel Nilai Parameter Nilai

� . . /

Berikut diberikan penyelesaian kasus III dengan mengggunakan matlab.

Gambar 4.3 menunjukkan penyelesaian kasus III. Penyelesaian ini merupakan proses kesembuhan manusia terhadap penyakit ISK


(83)

untuk pemberian obat melalui intravena. Dalam kasus ini, dosis tetrasiklin yang diberikan melalui intravena sebesar . . Obat yang diberikan melalui intravena langsung masuk ke darah dan segera tersebar ke seluruh bagian tubuh lainnya. Tetrasiklin diberikan setiap 8 jam sekali. Tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri, sehingga dalam rentang waktu tertentu bakteri akan berkurang dan akhirnya mati. Jadi, manusia dapat dikatakan sembuh dari penyakit.

B. PROSES PENYEMBUHAN

Misalnya, banyaknya bakteri E. Coli di dalam tubuh yang menyebabkan terjadinya ISK sebesar . × / . Dosis tetrasiklin yang diberikan sebesar untuk dewasa. Tetrasiklin diberikan 3 kali sehari dalam waktu 8 hari. Delapan hari sama dengan 192 jam. Selama 192 jam ini bakteri akan berkurang bahkan mati (mendekati nol). Banyaknya bakteri yang mati dapat dihitung dengan

= + −

= . + . × . 7 9 . 7 9

.

= . + . − . .

= . − . .

.

. = .


(84)

. = .

= .

.

= .

Jadi, bakteri yang mati sebanyak / . Grafik penyembuhan penyakit ISK ditunjukkan pada gambar 4.4 berikut.

Gambar 4.4 menunjukkan grafik penurunan banyaknya bakteri di dalam tubuh yang menyebabkan penyakit ISK. Pemberian obat yang rutin diberikan setiap hari akan menyebabkan hilangnya bakteri E. Coli di dalam tubuh yang terserang penyakit. Dapat diartikan dalam waktu 8 hari bakteri akan berkurang dan manusia dapat dikatakan sembuh dari penyakit ISK.


(85)

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pengobatan penyakit Infeksi Saluran Kemih (ISK) dapat dibuat model matematika dengan menggunakan model kompartemen. Model matematika ini dibuat dengan tiga kasus yang berbeda. Berdasarkan asumsi-asumsi yang dibuat, diperoleh model matematika dari ketiga kasus tersebut, yaitu:

1. Kasus I: Pemberian obat melalui oral dan obat dari lambung langsung masuk ke darah

Model matematika yang terbentuk adalah sebagai berikut. �

= − �

= � − �

2. Kasus II: Pemberian obat melalui oral, sebagian obat dari lambung masuk ke usus dan sebagian masuk ke darah

Model matematika yang terbentuk adalah sebagai berikut. �

= − � − � − � − �

= � − �

.


(86)

3. Kasus III: Pemberian obat melalui intravena

Model matematika yang terbentuk adalah sebagai berikut. �

= − � . Penyembuhan penyakit infeksi saluran kemih menggunakan simulasi model. Proses penyembuhan ini dilakukan dengan memberikan antibiotik dengan jenis tetrasiklin sebanyak 3 kali sehari selama 8 hari. Bakteri akan berkurang bahkan mati ketika antibiotik jenis tetrasiklin ini diberikan secara teratur dan manusia dikatakan sembuh dari penyakit infeksi saluran kemih.

B. SARAN

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah menggunakan model logistik untuk pertumbuhan bakteri, sehingga model yang terbentuk tidak berbentuk eksponensial. Selain itu menambahkan asumsi-asumsi berupa faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit, seperti kondisi tubuh manusia, penyakit lain yang sedang dialami, dan efek samping dari penggunaan obat sehingga penelitian dapat lebih baik dan melahirkan solusi penyelesaian yang lebih akurat.


(87)

DAFTAR PUSTAKA

Anton, Howard dan Rorres. 2005. Aljabar Linear Elementer Versi Aplikasi

(Edisi 8). Jakarta: Erlangga.

Barnes, Belinda and Glenn R. Fulford. 2002. Mathematical Modelling with Case Studies: A Differential Equation Approach Using Maple. London: Taylor & Francis.

Gravemeijer, K.P. E. 1994. Developing Realistic Mathematics Education. Utrecht: CD-β.

Herdwiani, Wiwin, dkk. 2016. Buku Ajar Farmakokinetik Klinik. Jakarta: Trans Info Media.

Iswanto, Ripno Juli. 2012. Pemodelan Matematika: Aplikasi dan Terapannya. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kartono. 2012. Persamaan Diferensial Biasa: Model Matematika Fenomena Perubahan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kusumah, S. Yaya. 1989. Persamaan Diferensial. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Madigan, Michael, dkk. 2015. Brock Biology of Microorganisms, Fourteenth

Edition. USA: Pearson Education.

Marwan, Said Munzir. 2009. Persamaan Diferensial. Yogyakarta: Graha Ilmu.


(88)

Melliawati, Ruth. 2009. Escherichia Coli dalam Kehidupan Manusia (Jurnal). BioTrens, Vol. 4, No.1.

Mufriha, Ihda. 2009. Analisis Biaya Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Infeksi Saluran Kemih Rawat Inap di RSU Pandan Arang Boyolali

Tahun 2008 (Skripsi). Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Nugroho, Didit Budi. 2011. Persamaan Diferensial Biasa dan Aplikasinya:

Penyelesaian Manual dan Menggunakan Maple. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Patrianto, Symphorianus Faming. 2016. Model SIR Penyebaran Penyakit Leptospirosis (Skripsi). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Perko, Lawrence. 2001. Differential Equations and Dynamical Systems (Ed. 3). New York: Springer-Verlag.

Priyanto, 2010, Farmakologi Dasar, Edisi II, Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi, Jakarta.

Olsder, G. J & Woude, J. W. van der. 2004. Mathematical Systems Theory. Netherland: VVSD.

Ross, Shepley L. 1984. Differential Equations Third Edition. Singapore: John Wiley & Sons.

Shargel, L. dan Andrew B.C.YU., 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Edisi kedua, Airlangga University Press, Surabaya.

Wilianti, Novi Praktika. 2009. Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Infeksi Saluran Kemih Pada Bangsal Penyakit Dalam di RSUP


(89)

Dr. Kariadi Semarang Tahun 2008 (Skripsi). Semarang: Universitas Diponegoro.

Winter, Michael E. 2012. Farmakokinetika Klinis Dasar. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.


(90)

LAMPIRAN A. WAWANCARA PAKAR

1. Ibu Wahyuning Setyani, M. Sc., Apt.

Ibu Wahyuning Setyani, M. Sc., Apt. merupakan dosen Farmasi Universitas Sanata Dharma yang mengambil bidang biofarmasi. Dalam penelitian ini, Ibu Wahyuning Setyani, M. Sc., Apt. sebagai narasumber yang membahas mengenai farmakokinetik. Berikut hasil wawancara kepada Ibu Wahyuning Setyani, M. Sc., Apt. a. Apa jenis obat yang digunakan untuk pengobatan Infeksi Saluran

Kemih?

- Obat yang digunakan berupa antibiotik. Antibiotik sendiri dibagi menjadi beberapa tingkatan. Apabila tingkatan pertama belum dapat menyembuhkan pasien, maka dianjurkan menggunakan tingkatan berikutnya. Jenis obat yang digunakan beranekaragam. Penjelasan mengenai jenis-jenis obat dapat dilihat di ISO (Informasi Spesialite Obat).

b. Bagaimana jalur pemberian obat?

- Jalur pemberian obat dapat diberikan dari beberapa kondisi. Dapat melalui oral, suntikan, topikal, dan lain sebagainya. - Rute obat untuk pemberian obat melalui oral, obat dalam

bentuk sediaan akan terlepas terlebih dahulu dari basisnya. Kemudian obat akan mengalami kelarutan, artinya obat mengalami proses absorpsi, distribusi, metabolisme, dan


(91)

ekskresi. Obat yang masuk melalui oral akan menuju kerongkongan. Dalam kondisi ini, obat akan mengalami pelepasan zat aktif, dan kemudian dapat langsung menuju seluruh tubuh. Eliminasi obat dapat berupa keringat, feses, dan lain sebagainya.

c. Apa perbedaan jalur pemberian obat melalui oral dan suntikan? - Jalur pemberian obat melalui oral mengalami proses yang lebih

panjang dibandingkan suntikan. Setelah obat mengalami proses absorpsi, obat langsung menuju lambung. Setelah itu sebagian obat menuju usus halus dan sebagian lagi menuju darah. Obat yang masuk ke usus halus kemudian menuju usus besar, dan di eliminasi melalui anus. Sedangkan, obat yang menuju darah dengan segera akan terdistribusi ke seluruh tubuh dan ke sasaran tempat terserangnya penyakit.

2. dr. FX. Budiman

dr. FX. Budiman merupakan seorang dokter yang bertugas di Puskesmas daerah Wonosari, Gunung Kidul. Beliau menjadi narasumber yang membahas mengenai jalur pemberian obat, bagian-bagian yang terlibat dalam tubuh, dan proses penyembuhan terhadap penyakit infeksi saluran kemih. Berikut hasil wawancara kepada dr. FX. Budiman.


(92)

a. Bagaimana cara kerja obat ketika obat sudah terdistribusi ke tubuh dan sampai ke target aksinya?

- Hal ini berkaitan dengan farmakokinetik dan farmakodinamik. Selain itu juga mempertimbangkan waktu paruh (� ) yang berkaitan dengan eliminasi obat keluar tubuh. Tergantung � dari jenis obatnya. Ada yang dalam kurun waktu 24 jam, 12 jam, 8 jam, 6 jam, dan lain-lain.

b. Berapa kali pasien harus mengkonsumsi obat? Jika lebih dari 1 kali, apakah obat yang sebelumnya masih ada dalam tubuh? Apakah waktu paruh mempengaruhi hal ini?

- Waktu paruh (� ) berkaitan dengan cure dosis, artinya berapa konsentrasi obat dalam darah yang efektif dalam pengobatan. Waktu paruh (� ) berhubungan dengan kecepatan eliminasi obat dalam tubuh. Semakin pendek obat bertahan dalam tubuh, frekuensi pemberian obat semakin sering atau tinggi untuk mempertahankan cure dosis. Cure dosis juga berkaitan dengan toksisitas obat.

c. Bagaimana proses penyembuhan penyakit sehingga pasien dapat menghentikan obat yang dikonsumsi dan dikatakan sembuh dari penyakit?


(93)

- Acuannya lebih bersifat statistik berdasarkan eviden basenya. Secara in vitro berdasarkan tidak ditemukan bakteri penyebab infeksinya.

d. Bagaimana cara mengetahui bakteri tersebut sudah tidak ada? - Melalui gold standard uji laboratorium urine. Sekunder

pemeriksaan lekosit sebagai penanda proses infeksi.

e. Apakah bisa pasien mengetahui secara langsung kapan harus berhenti mengkonsumsi obat? Atau harus melakukan pemeriksaan terlebih dahulu?

- Dokter berperan membantu upaya penyembuhan pasien. Dalam praktek perlu atau tidaknya periksa tergantung pada pasien (dalam arti pasien sebagai penanggung biaya laboratorium). Dalam hal pengobatan berbasis asuransi tergantung pada perjanjian kontraknya. Dalam hal keputusan klinik tergantung kompetensi dokter berdasarkan SOP Evidence Base-nya. - Dalam praktek, ini seni interaksi dokter dengan pasiennya.

Banyak variabel hal yang menjadi pertimbangan. Misalnya, apakah ini penyakit pertama atau sudah punya catatan medis sebelumnya, termasuk riwayat alergi. Apakah infeksi pertama atau rekuren, adakah penyakit lainnya yang berpengaruh pada obat yang akan diberikan dan lain sebagainya.


(94)

B. PROGRAM MATLAB UNTUK MENUNJUKKAN PROSES PENGOBATAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN KEMIH

1. Program Matlab untuk Formulasi Model a. Kasus I

1) Fungsi M-File �

%Kasus I

%Kompartemen I

xo=0.5; t=0:0.01:9; k12=0.6931;

xl=xo*exp(-k12*t); plot(t,xl)

xlabel('t (jam)')

ylabel('xl')

2) Fungsi M-File �

%Kasus 1

%Kompartemen II

k12=0.6931; k13=0.1386; xo=0.5;

t=0:0.01:30;

xd=((k12*xo)/k12-k13)*(exp((-k13*t))-exp((-k12*t)));

plot(t,xd)

xlabel('t (jam)')


(1)

2) Fungsi M-File � k12=0.6931; k13=0.1386; k22=0.0234; k23=0.0123; k24=0.0012; xo=0.5;

t=0:0.01:30;

xd=((k12/k13)*((((-k23-k24)*xo)/k12+k22- k23-k24))*(1-exp((-k13)*t)))+((k12/-

k12+k13- k22+k23+k24)*(((k12+k22)*xo)/k12+k22-k23- k24))*(exp((-k12-k22+k23+k24)*t)-exp((-k13)*t));

plot(t,xd)

xlabel('t (jam)') ylabel('xd')

3) Fungsi M-File “Pemberian Obat 8 jam sekali” %Kasus 2

%Kompartemen II k12=0.6931; k13=0.1386; k22=0.0234; k23=0.0123; k24=0.0012; xo=0.5;

t=0:0.01:30;

xd=((k12/k13)*((((-k23-k24)*xo)/k12+k22- k23-k24))*(1-exp((-k13)*t)))+((k12/-


(2)

k12+k13- k22+k23+k24)*(((k12+k22)*xo)/k12+k22-k23- k24))*(exp((-k12-k22+k23+k24)*t)-exp((-k13)*t));

plot(t,xd) hold on

plot(t+8,xd)

xlabel('t (jam)') ylabel('xd')

c. Kasus III

1) Fungsi M-File � %Kasus III %Kompartemen I k13=0.6931; xo=0.5; t=0:0.01:9;

xd=xo*exp(-k13*t); plot(t,xd)

xlabel('t (jam)') ylabel('xd')

2) Fungsi M-File “Pemberian Obat 8 jam sekali” %Kasus III

%Kompartemen I k13=0.6931; xo=0.5; t=0:0.01:9;

xd=xo*exp(-k13*t); plot(t,xd)

hold on

plot(t+8,xd)


(3)

ylabel('xd')

d. Fungsi M-File “Model Pertumbuhan Bakteri” %Model Pertumbuhan Bakteri Bo=10^5;

t=0:0.01:192; k=0.0347;

B=Bo*exp(k*t); plot(t,B)

xlabel('t (jam)') ylabel('B')

2. Program Matlab untuk Simulasi Model a. Kasus I

1) Fungsi M-File ‘kasus1’

%Pemberian Obat Melalui Oral %Kasus I

function dxd_dt=kasus1(t,xd)

k12=0.6931; k13=0.1386; xo=0.5; t=[6];

dxd_dt=k12*xo*exp(-k12*t)-k13*xd;

end

2) Script Eksekusi Program M-File ‘kasus1’ %Pemberian Obat melalui Oral %Kasus I

clc

clear all

close all


(4)

initial_xd=0.5;

[t,xd]=ode45(@kasus1,t,initial_xd); plot(t,xd)

hold on

plot(t+8,xd)

xlabel('t (Jam)') ylabel('xd')

b. Kasus II

1) Fungsi M-File ‘kasus2’

%Pemberian Obat melalui Oral %Kasus II

function dxd_dt=kasus2(t,xd)

k12=0.6931; k13=0.1386; k22=0.0231; k23=0.0231; k24=0.0132; xo=0.5; xu=0.3; t=[6];

dxd_dt=k12*(xo*exp(-k12*t-k22*t)+(((-k23-

k24)*xu)/(k12+k22))*(1-exp(-k12*t-k22*t)))-k13*xd;

end

2) Script Eksekusi Program M-File ‘kasus2’ %Pemberian Obat melalui Oral %Kasus II

clc


(5)

close all

t0=0:0.01:30; initial_xd=0.5;

[t,xd]=ode45(@kasus2,t0,initial_xd); plot(t,xd)

hold on

plot(t+8,xd)

xlabel('t (Jam)') ylabel('xd')

c. Kasus III

1) Fungsi M-File ‘kasus3’

%Pemberian Obat melalui Intravena %Kasus III

function dxd_dt=kasus3(t,xd)

k13=0.1386; dxd_dt=-k13*xd;

end

2) Script Eksekusi Program M-File ‘kasus3’

%Pemberian Obat melalui Intravena %Kasus III

clc

clear all

close all

t0=0:0.01:30; initial_xd=0.2;

[t,xd]=ode45(@kasus3,t0,initial_xd); plot(t,xd);

hold on


(6)

xlabel('t (Jam)') ylabel('xd')

d. Fungsi M-File Penyembuhan Penyakit ISK %Penyembuhan Penyakit ISK Bo=128000;

a=4447; k=0.0347; t=0:0.1:192;

B=(a/k)+(Bo*exp(k*t))-(a*exp(k*t))/k plot(t,B)

xlabel('t (jam)') ylabel('B (cfu/ml)')