PEMBUATAN BIOETANOL DARI BIJI BUAH NANGKA SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF.

(1)

SKRIPSI

OLEH :

YOHANES SETIAWAN 0931010019 FERNANDEZ HARTOYO 0931010024

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI


(2)

(3)

(4)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia beserta rahmat-Nya kepada kita semua,sehingga kami diberikan kekuatan dan kelancaran dalam menyelesaikan penelitian kami yang berjudul “Pembuatan Bioetanol Dari Biji Buah Nangka Sebagai Energi Alternatif”.

Adapun penyusunan penelitian ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh dalam kurikulum program studi S-1 Teknik Kimia dan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Kimia di Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran”Jawa Timur,Surabaya.

Laporan penelitian yang kami dapatkan tersusun atas kerja sama dan berkat bantuan dari berbagai pihak.Oleh karena itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir.Sutiyono,MT selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran” Jawa Timur.

2. Ibu Ir.Retno Dewati,MT selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia UPN “ Veteran” Jawa Timur.

3. Ibu Ir.Atik W,MT selaku Dosen Pembimbing Penelitian. 4. Ibu Suprihatin,MT selaku Dosen Penguji Penelitian. 5. Ibu Lucky Indrati,MT selaku Dosen Penguji Penelitian.

6. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan moril dan material dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan penelitian.

7. Seluruh teman-teman yang telah memberikan dorongan semangat dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan penelitian.


(5)

Akhir kata,kami menyampaikan maaf atas kesalahan yang terdapat dalam laporan penelitian ini,semoga dapat memenuhi syarat akademis dan bermanfaat bagi kita semua.Kritik dan saran yang bersifat membangun diharapkan demi perbaikan penyusun berikutnya.


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

INTISARI ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

KATA GAMBAR ... v

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang ... 1

I.2. Tujuan Penelitian ... 2

I.3. Manfaat Penelitian ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1.Nangka ... 3

II.2.Biji Buah Nangka ... 3

II.3. Pengertian Bioetanol ... 4

II.4. Hidrolisis ... 7

II.5. Fermentasi... 8

II.6. Sacchaomyces Cerevisiae ... 9

II.7.Landasan Teori ... 11

II.7.1 Hidrolisis dengan enzim sebagai katalisator ... 12

II.7.2 Pertumbuhan Mikroorganisme ... 13

II.7.3 Proses Fermentasi ... 16

II.8. Hipotesa ... 18

BAB III.METODOLOGI PENELITIAN III.1. Bahan yang digunakan ... 19

III.2. Alat yang digunakan ... 19

III.3. Gambar alat ... 20


(7)

III 5. Prosedur Penelitian ... 24

III.6. Diagram Alir Proses Hidrolisis Biji Buah Nangka ... 29

III.7. Diagram Alir Proses Pembuatan Media ... 30

III.8. Diagram Alir Proses Pembuatan Bioetanol ... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1. Analisa Bahan Baku ... 34

IV.2. Hasil Analisa Kadar Glukosa Setelah Hidrolisa ... 34

IV.3. Hasil Kurva Pertumbuhan ... 35

IV.4. Hasil Fermentasi ... 37

IV.5. Analisa Hasil Distilasi ... 40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan ... 43

V.2. Saran ... 43


(8)

INTISARI

Biji buah nangka merupakan biji dari tanaman buah nangka yang berbentuk bulat lonjong,berturut – turut tertutup oleh kulit biji yang tipis berwarna coklat.Pada biji buah nangka mengandung karbohidrat sebanyak 36,7 gr. Dengan adanya kandungan karbohidrat tersebut memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku produksi bioetanol.Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kondisi proses yang terbaik pada pembuatan bioetanol dengan bahan baku biji buah nangka.

Bioetanol yang dihasilkan diperoleh dengan memansakan larutan serbuk biji buah nangka dengan bantuan enzim alfa amilase dan enzim gluko amilase dalam labu leher tiga sebagai proses hidrolisis,sehingga didapat kadar glukosa sebesar 10,47 %. Selanjutnya,dapat dibuat media fermentasi dari larutan gula hasil hidrolisis yang ditambahkan volume starter pada rentang 6 – 14 %. Kemudian difermentasi sesuai dengan variasi waktu antara : 2 – 7 hari. Larutan hasil fermentasi tersebut dipisahkan dengan cara distilasi,suhu dijaga 90 C.Hasil bioetanol yang terbesar diperoleh pada waktu fermentasi 6 hari , penambahan volume starter 12 % dengan kadar etanol 9,80 %


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pada saat ini industri kimia telah berkembang pesat di Indonesia,hal ini disebabkan karena kebutuhan manusia yang semakin meningkat dan beragam. Dengan adanya kebutuhan tersebut, maka industri-industri kimia berusaha untuk memenuhinya. Oleh karena itu kebutuhan akan bahan-bahan kimia juga meningkat, salah satu bahan kimia adalah ethanol. Ethanol banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya sebagai bahan kosmetik, industri minuman, bahan minuman, bahan pelarut organik dan otomotif yaitu penggunaannya sebagai bahan bakar pengganti bensin.

Kebutuhan ethanol akan bertambah banyak dengan adanya ethanol menggantikan minyak bumi sebagai bahan bakar. Dimana bahan bakar dari ethanol ini merupakan bahan bakar yang bersumber dari bahan yang dapat diperbaharui dan tentunya bertolak belakang dengan bahan bakar minyak bumi atau gas yang sekarang digunakan yang lama kelamaan akan semakin habis.

Untuk itu perlu dilakukan alternatif-alternatif lain guna menghasilkan produk alkohol ini,diantaranya dengan mencari bahan-bahan lain yang diolah menjadi bioetanol.Dalam penilitian ini,bahan lain yang digunakan yaitu biji nangka.Penelitian ini dilakukan dengan

acuan penelitian pendahulu yaitu ‘’Pemanfaatan Limbah Nangka sebagai Bahan Pembuatan

Alkohol’’.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Agustine Megawati (2006) dengan variabel waktu fermentasi dan volume starter dihasilkan kondisi terbaik untuk proses pembuatan alkohol pada waktu fermentasi 5 hari dan volume starter 6 % (30 ml) dengan


(10)

Limbah nangka ( biji nangka ) banyak mengandung pati sehingga dihidrolisa terlebih dahulu untuk dijadikan glukosa dengan katalisator enzim.Sedangkan glukosa tersebut dapat difermentasi menjadi alkohol dengan bantuan mikroorganisme,dimana mikroorganisme yang digunakan adalah saccharomyces cereviseae.

I.2 Tujuan Penelitian

Memanfaatkan limbah nangka ( biji buah nangka ) untuk pembuatan bioetanol sebagai energi alternatif dengan proses hidrolisa dan fermentasi.

I.3 Manfaat Penelitian

 Memperoleh bioetanol ( alkohol ) yang bersifat khas dan banyak manfaat penggunaannya.

 Memberikan nilai tambah dari limbah buah nangka terutama pada biji yang selama ini diabaikan.


(11)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Nangka

Sampai saat ini,ada dua nama ilmiah yang disandang tanaman nangka.Yang pertama adalah Artocarpus heterophyllus,sedangkan yang kedua adalah Artocarpus integra.Di antara kedua nama ilmiah tersebut,nama Artocarpus heterophyllus dianggap lebih valid.Nangka merupakan salah satu jenis tanaman buah tahunan.Umurnya sangat panjang,dapat mencapai puluhan tahun.Sosok tanaman nangka mudah dikenali,berbentuk pohon besar,berbatang kayu dan tingginya dapat mencapai 25 m.Batangnya berwarna kuning dan mengandung getah yang rekat.Tanaman nangka mempunyai percabangan yang banyak dan daunnya rimbun sehingga dapat dijadikan tanaman peneduh.Diameter batangnya cukup besar,dapat mencapai 80 cm.

(Verheij, E.W.M. dan R.E. Coronel, Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2:

Buah-buahan yang dapat dimakan .Jakarta : Gramedia,1997)

II.2 Biji Buah Nangka

Biji berbentuk bulat lonjong sampai jorong agak gepeng, panjang 2 – 4 cm, berturut-turut tertutup oleh kulit biji yang tipis coklat yang seperti kulit, endokarpyang liat keras keputihan, dan eksokarp yang lunak.keping bijinya tidak setangkup dan keping biji berkeping dua


(12)

Tabel II.1 Komposisi Kandungan Biji Buah Nangka ( 100 gram )

Zat Makanan

Biji Nangka

Karbohidrat 36,7

Protein 4,2

Lemak 0,1

Air 57,7

Kalsium 0,033

Fosfor 0,2

Besi 0,001

Vitamin A -

Vitamin B1 0,0002

Vitamin C 0,01

(Anonim.2012.http://gizi.depkes.go.id/direktorat-bina-gizi/)

II.3 Pengertian Bioetanol

Bio-etanol merupakan salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair dari pengolahan tumbuhan) di samping Biodiesel. Bio-etanol adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa (gula) yang dilanjutkan dengan proses destilasi. Dengan kata lain Etanol merupakan produk fermentasi yang dapat dibuat dari substrat yang mengandung karbohidrat (gula,pati/sukrosa).Fermentasi ethanol terjadi pada kondisi anaerob dengan menggunakan khamir tertentu yang dapat mengubah glukosa menjadi etanol .

Didalam perdagangan dikenal tingkat – tingkat kualitas ethanol sebagai berikut :

 Alkohol teknis (96,5 oGL)

Digunakan terutama untuk kepentingan industri. Sebagai pelarut organik, bahan bakar, dan juga sebagai bahan baku ataupun untuk produksi berbagai senyawa organik lainnya.

 Spiritus (88 oGL)

Bahan ini biasa digunakan sebagai bahan bakar untuk alat pemanas ruangan dan alat penerangan.


(13)

 Alkohol absolute (99,7 – 99,8 oGL)

Banyak digunakan dalam pembuatan sejumlah besar obat – obatan dan juga sebagai bahan pelarut atau sebagai bahan didalam pembuatan senyawa – senyawa lain pada skala laboratorium.

 Alkohol murni (96,0 – 96,5 oGL)

Alkohol jenis ini terutama digunakan untuk kepentingan farmasi dan konsumsi (minuman keras dan lain – lain) .

(Tjokrodikoesoemo, P. Soebijanto,HFS dan Industri Ubi Kayu lainnya. Jakarta : Gramedia, 1986)

II.3.1 Proses Produksi Bietanol

Produksi ethanol/bio-ethanol (alkohol) dengan bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohydrat, dilakukan melalui proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air.Glukosa dapat dibuat dari pati-patian, proses pembuatannya dapat dibedakan berdasarkan zat pembantu yang dipergunakan, yaitu Hidrolisa asam dan Hidrolisa enzym. Berdasarkan kedua jenis hidrolisa tersebut, saat ini hydrolisa enzyme lebih banyak dikembangkan, sedangkan hidrolisa asam (misalnya dengan asam sulfat) kurang dapat berkembang, sehingga proses pembuatan glukosa dari pati-patian sekarang ini dipergunakan dengan hidrolisa enzym.

Dalam proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air dilakukan dengan penambahan air dan enzyme; kemudian dilakukan proses peragian atau fermentasi gula menjadi ethanol dengan menambahkan yeast atau ragi.

Reaksi yang terjadi pada proses produksi ethanol/bio-ethanol secara sederhana ditujukkan pada reaksi 1 dan 2.

enzyme

H2O + (C6H10O5)n N C6H12O6 (1)


(14)

(C6H12O6)n 2 C2H5OH + 2 CO2 (2) (glukosa) yeast (ragi) (ethanol)

Secara singkat teknologi proses produksi ethanol/bio-ethanol tersebut dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu:

1. Proses Gelatinasi

Dalam proses gelatinasi, bahan baku yang mengandung pati dihancurkan dan dicampur air sehingga menjadi bubur, yang diperkirakan mengandung pati 27-30 persen.

2. Proses Fermentasi

Proses fermentasi dimaksudkan untuk mengubah glukosa menjadi ethanol/bio-ethanol (alkohol) dengan menggunakan yeast. Alkohol yang diperoleh dari proses fermentasi ini, biasanya alkohol dengan kadar 8 sampai 10 persen volume.

3. Distilasi

Untuk memurnikan bioetanol menjadi berkadar lebih dari 95% agar dapat dipergunakan sebagai bahan bakar, alkohol hasil fermentasi yang mempunyai kemurnian sekitar 40% tadi harus melewati proses destilasi untuk memisahkan alkohol dengan air dengan memperhitungkan perbedaan titik didih kedua bahan tersebut yang kemudian diembunkan kembali.

(Tjokrodikoesoemo, P. Soebijanto,HFS dan Industri Ubi Kayu lainnya. Jakarta : Gramedia, 1986)

II.3.2 Manfaat Bioethanol

• Sebagai bahan bakar kendaraan

• Sebagai bahan dasar minuman beralkohol

• Sebagai bahan bakar roket

• Sebagai bahan kimia dasar senyawa organik


(15)

• Sebagai antidote beberapa racun

• Sebagai pelarut untuk parfum, cat dan larutan obat

• Digunakan untuk pembuatan beberapa deodoran

• Digunakan untuk pengobatan untuk mengobati depresi dan obat bius Anonim.2012.http://nurma.staff.uns.ac.id/files/2009/06/bioethanol.ppt

II.4 Hidrolisis

Hidrolisis merupakan proses pemecahan suatu senyawa menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan bantuan molekul air

Hidrolisis ada 5 jenis yaitu :

1. Hidrolisis Murni

Hanya direaksikan dengan Aquades saja. Reaksi berjalan sangat lambat.

2. Hidrolisis dengan larutan asam

Dapat digunakan asam encer atau asam pekat dan biasa sebagai katalisator.

3. Hidrolisis dengan larutan basa

Dapat menggunakan basa encer atau basa pekat dengan tujuan tertentu sebagai katalisator.

4. Alkali fusion

Dapat digunakan dengan atau tanpa H2O pada temperatur yang tinggi. Hanya digunakan untuk tujuan tertentu, misalnya dalam proses peleburan dari bahan selulosa seperti serat kulit durian dengan katalisator NaOH menghasilkan asam oksalat dan asam asetat.


(16)

5. Hidrolisis dengan enzim sebagai katalisator

Hidrolisis pati dapat dilakukan dengan larutan asam atau enzim. Jika pati dipanaskan dengan larutan asam akan terurai menjadi molekul – molekul yang lebih kecil secara berurutan dan hasil akhirnya adalah glukosa.

Hidrolisis enzim dapat dilakukan melalui dua tahap : 1. Tahap likuifikasi

Likuifikasi adalah proses pencarian gel pati dengan menggunakan enzim -amylase yang menghidrolisa pati menjadi dekstrin

- amylase

(C6H10O5)n + H2O (C6H10O5)m Pati dekstrin 2. Tahap Sakarifikasi

Pada proses ini, dekstrin sebagai hasil tahap likuifikasi dihidrolisa menjadi glukosa dengan enzim. Enzim yang digunakan dalam proses sakarifikasi ini adalah enzim glukoamilase.

glukoamilase

(C6H10O5)m + H2O (C6H10O5) Dekstrin

(Sa’id, E. Gumbira,Bio Industri Penerapan Teknologi Fermentasi .Jakarta: Medyatma

sarana perkasa,1987)

II.5 Fermentasi

Fermentasi pada umumnya mempunyai pengertian suatu proses terjadinya perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroba,walaupun dalam bebrapa hal dapat juga terjadi tanpa adanya sel-sel hidup (mikroba).


(17)

Ethanol dapat dibuat dari berbagai bahan hasil pertanian.Secara umum bahan-bahan dapat dibagi dalam 3 golongan yaitu :

1. Bahan yang mengandung turunan gula (sakarin) : molase,gula tebu,gula bit,sari buah. 2. Bahan yang mengandung pati : biji-bijian,kentang,tapioka.

3. Bahan yang mengandung selulosa : kayu,dan beberapa limbah pertanian lainnya. Bahan-bahan yang mengandung sakarin dapat langsung di fermentasi,akan tetapi bahan yang mengandung pati dan selulosa harus dihidrolisis terlebih dahulu menjadi komponen yang sederhana.Meskipun pada dasarnya fermentasi dapat langsung menggunakan enzim tetapi saat ini industri fermentasi yang benar-benar masih memanfaatkan mikroorganisme karena cara ini jauh lebih mudah dan murah,mikroba yang banyak digunakan dalam proses fermentasi adalah khamir,kapang dan bakteri .

(Sa’id, E. Gumbira,Bio Industri Penerapan Teknologi Fermentasi . Jakarta: Medyatma

sarana perkasa,1987)

II.6 Saccharomyces cerevisiae

Khamir adalah mikroorganisme bersel tunggal dengan ukuran antara 5 – 20 mikron. Biasanya berukuran sampai 5-10x lebih besar dari bakteri. Terdapat berbagai macam bentuk ragi, dan bentuk ini tergantung pada pembelahannya. Sel khamir sering dijumpai secara sel tunggal, tetapi apabila anak-anak sel tidak dilepaskan dari induknya setelah pembelahan, maka akan terjadi bentuk yang disebut pseudomiselum. Khamir tidak bergerak. Pembelahan khamir terjadi secara aseksual atau tunas. Khamir sangat berperan penting dalam membantu proses-proses pembuatan bir. Salah satu khamir yang baik untuk pembuatan ethanol adalah Saccharomyces Cerevisiae yang mana tunasnya berkembang dari bagian permukaan sel induk.


(18)

Secara komersial khamir roti telah diproduksi pada tahun 1846 dengan ditemukan proses ‘’ wina’’ oleh Mautner menggunakan bahan dasar malt dan jagung.Biakan Saccharomyces cereviseae ini juga melakukan respirasi yaitu mengoksidasi gula menjadi karbondioksida dan air.

Gambar II.1 Saccharomyces Cerevisiae

Adapun sifat-sifat dari Saccharomyces cereviseae antara lain adalah :

 Mempunyai bentuk bulat, elips, tidak berflagella.

 Tidak mempunyai klorofil.

 Dan dapat membentuk spora.


(19)

II.7 Landasan Teori

Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting.

Pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan amilopektin tidak bereaksi.

Gambar II.2 Rumus struktur pati

Amilosa merupakan polisakarida yang tersusun dari glukosa sebagai monomernya. Tiap-tiap monomer terhubung dengan ikatan 1,6-glikosidik. Amilosa merupakan polimer tidak bercabang yang bersama-sama dengan amilopektin menjadi komponen penyusun pati. Dalam masakan, amilosa memberi efek "keras" atau "pera" bagi pati atau tepung.


(20)

Walaupun tersusun dari monomer yang sama, amilopektin berbeda dengan amilosa, yang terlihat dari karakteristik fisiknya. Secara struktural, amilopektin terbentuk dari rantai glukosa yang terikat dengan ikatan 1,6-glikosidik, sama dengan amilosa. Namun demikian, pada amilopektin terbentuk cabang-cabang (sekitar tiap 20 mata rantai glukosa) dengan ikatan 1,4-glikosidik.Amilopektin tidak larut dalam air.

Glikogen (disebut juga 'pati otot') yang dipakai oleh hewan sebagai penyimpan energi memiliki struktur mirip dengan amilopektin. Perbedaannya, percabangan pada glikogen lebih rapat/sering.

Gambar II.3 Rumus struktur glikogen

II.7.1 Hidrolisis dengan enzim sebagai katalisator

Hidrolisis pati dapat dilakukan dengan larutan asam atau enzim. Jika pati dipanaskan dengan larutan asam akan terurai menjadi molekul – molekul yang lebih kecil secara berurutan dan hasil akhirnya adalah glukosa.Hidrolisis enzim dapat dilakukan dengan enzim sebagai berikut

 Enzim Alpha-Amilase

Alfa-amilase (bahasa Inggris: alpha-amylase, 1,4-alpha-D-glucan glucanohydrolase, pancreatic alpha-amylase, α-amilase, PA) adalah salah satu enzim yang berperan dalam proses degradasi pati, sejenis makromolekul karbohidrat. Struktur molekuler dari enzim ini adalah α-1,4-glukanohidrolase.


(21)

Mekanisme kerja :

Alpha-amilase pada umumnya aktif bekerja pada kisaran suhu 25 0C hingga 95 0C. Penambahan ion kalsium dan klorida dapat meningkatkan aktivitas kerja dan menjaga kestabilan enzim ini. Alfa-amilase akan memotong ikatan glikosidik α-1,4 pada molekul pati (karbohidrat) sehingga terbentuk molekul-molekul karbohidrat yang lebih pendek. Hasil dari pemotongan enzim ini antara lain maltosa, maltotriosa, dan glukosa.

(Anonim.2012.http:// id.wikipedia.org/wiki/Alfa-amilase)

 Enzim Gluko-Amilase

Glukoamilase (E.C 3.2.1.3) adalah salah satu enzim kelas 15 yang berperan dalammproses sakarifikasi pati (sejenis karbohidrat).Serupa dengan enzim beta-amilase, glukoamilase dapat memecah struktur pati yang merupakan polisakarida kompleks berukuran besar menjadi molekul yang berukuran kecil. Pada umumnya, enzim ini bekerja padasuhu 45-60 °C dengan kisaran pH 4,5-5,0.

Mekanisme kerja :

Glukoamilase akan memotong ikatan alfa-1,4 pada molekul pati. Hasil utama pemecahannya adalah glukosa, suatu bentuk sederhana dari molekul karbohidrat berjumlah atom C 6.

(Anonim.2012.http://id.wikipedia.org/wiki/Gluko-amilase)

II.7.2 Pertumbuhan Mikroorganisme

Pertumbuhan sel merupakan puncak aktivitas fisiologik yang saling mempengaruhi secara beraturan.Proses pertumbuhan ini sangat kompleks mencakup pemasukan nutrient dasar dari lingkungan ke dalam sel,konversi bahan-bahan nutrient menjadi energi dan berbagai konstituent sel yang vital serta perkembangbiakan.


(22)

Pertumbuhan mikroorganisme dapat ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa sel,sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan kimianya. Pertumbuhan mikroorganisme dapat digambarkan sebagai kurva berikut:

Gambar II.4 Kurva pertumbuhan

Fase dalam pertumbuhan bakteri telah dikenal luas oleh ahli mikrobiologi. Terdapat 4 fase pertumbuhan bakteri ketika ditumbuhkan pada kultur curah (batch culture), yaitu fase adaptasi (lag phase), fase perbanyakkan (exponential phase), fase statis (stationer phase),

dan fase kematian (death phase).

1. Fase Adaptasi (Lag phase)

Pada fase ini tidak ada pertambahan populasi. Sel mengalami perubahan dalam komposisi kimiawi dan bertambah ukurannya, substansi interaseluler bertambah (Perlazar, 2005). Ketika sel dalam fase statis dipindahkan ke media baru, sel akan melakukan proses adaptasi. Proses adaptasi meliputi sintesis enzim baru yang sesuai dengan medianya dan pemulihan terhadap metabolit yang bersifat toksik (misalnya asam,alkohol, dan basa) pada waktu media lama .

Pada fase adaptasi tidak di jumpai pertambahan jumlah sel. Akan tetapi terjadi pertambahn volume sel karena pada fase statis biasanya sel melakukan pengecilan ukuran sel. Akan tetapi, fase adaptasi dapat dihindari (langsung ke fase perbanyakan), jika sel di media lama dalam kondisi fase perbanyakan dan dipindahkan ke media baru yang sama komposisinya dengan media lama .


(23)

2. Fase Perbanyakan (Logaritma atau eksponensial)

Pada fase ini pembiakan bakteri berlangsung paling cepat. Jika kita ingin mengadakan piaraan yang cepat tumbuh, maka bakteri dalam fase ini baik sekali untuk dijadikan inokolum . Sel akan membelah dengan laju yang konstan massa menjadi dua kali lipat dengan laju yang sama, aktivitas metabolit konstan dan keadaan pertumbuhan yang seimbang .

Setelah memperoleh kondisi ideal dalam pertumbuhannya, sel melakukan pembelahan. Karena pembelahan sel merupakan persamaan ekponensial, maka fase itu disebut juga fase eksponensial.

Pada fase perbanyakan jumlah sel meningkat pada batas tertentu (tidak terdapat pertumbuhan bersih jumlah sel), sehingga memasuki fase statis. Pada fase perbanyakan sel melakukan konsumsi nutrien dan proses fisiologis lainnya.Pada fase itu produk senyawa yang di inginkan oleh manusia terbentuk, karena senyawa terbentuk merupakan senyawa yang di inginkan pada fase perbanyakan adalah etanol, asam laktat dan asam organik lainnya.

3. Fase Statis/Konstan

Pada fase ini terjadi penumpukan produk beracun dan atau kehabisan nutrien. Beberapa sel mati sedangkan yang lain tumbuh dan membelah. Jumlah sel hidup menjadi tetap . Fase ini menunjukan jumlah bakteri yang berbiak sama dengan jumlah bakteri yang mati, sehingga kurva menunjukan garis yang hampir horizontal .

Alasan bakteri tidak melakukan pembelahan sel pada fase statis bermacam-macam. Beberapa alasan yang dapat dikemukan akan adalah :

a. Nutrien habis

b. Akumulasi metabolit toksik (misalnya alkohol,asam, dan basa) c. Penurunan kadar oksigen


(24)

Bentuk kasus kedua dijumpai pada fase fermentasi alkohol dan asam laktat, untuk kasus ketiga dijumpai pada bakteri aerob dan untuk kasus keempat dijumpai pada fungi/jamur.

Pada fase statis biasanya sel melakukan adaptasi terhadap kondisi yang kurang menguntungkan. Adaptasi ini dapat menghasilkan senyawa yang di inginkan manusia misalnya antibiotika dan antioksidan.

4. Fase Kematian

Pada fase ini sel menjadi mati lebih cepat dari pada terbentuknya sel-sel baru, laju kematian mengalami percepatan menjadi eksponensial bergantung pada spesiesnya, semua sel mati dalam waktu beberapa hari atau beberapa bulan.

Penyebab utama kematian adalah autolisis sel dan penurunan energi seluler. Beberapa bakteri hanya mampu bertahan beberapa jam selama fase statis dan akhirnya masuk ke dalam fase kematian, sementara itu beberapa bakteri hanya mampu bertahan sampai harian dan mingguan pada fase statis dan akhirnya masuk ke fase kematian. Beberapa bakteri bahkan mampu bertahan sampai puluhan tahun sebelum mati, yaitu dengan mengubah sel menjadi spora.

(Purwoko,Tjahjadi, Fisiologi Mikroba.Jakarta : Bumi Aksara,2007)

II.7.3 Proses Fermentasi

Proses fermentasi yang dilakukan adalah proses fermentasi yang tidak menggunakan oksigen atau proses anaerob. Cara pengaturan produksi ethanol dari gula cukup komplek, konsentrasi substrat, oksigen,dan produk ethanol, semua mempengaruhi metabolisme khamir, daya hidup sel, pertumbuhan sel, pembelahan sel, dan produksi ethanol.Seleksi galur khamir yang cocok dan mempunyai toleransi yang tinggi terhadap baik konsentrasi, substrat ataupun alkohol merupakan hal yang penting untuk peningkatan hasil.


(25)

Fermentasi pertama kalinya dilakukan perlakuan dasar terhadap bibit fermentor / persiapan starter. Dimana starter diinokulasikan sampai benar-benar siap menjadi fermentor, baru dimasukkan ke dalam substrat yang akan difermentasi.(Dwijoseputro). Bibit fermentor yang biasa digunakan adalah Saccharomyces Cerevisiae.

Saccharomyces Cerevisiae mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

 Mempunyai bentuk sel yang bulat, pendek oval, atau oval.

 Mempunyai ukuran sel (4,2-6,6) x (5-11) mikron dalam waktu tiga hari pada 25oC dan pada media agar.

 Dapat bereproduksi dengan cara penyembulan atau multilateral.

 Mampu mengubah glukosa dengan baik.

 Dapat berkembang dengan baik pada suhu antara 20-30 oC. Proses fermentasi dipengaruhi oleh :

1. Nutrisi

Pada proses fermentasi, mikoroorganisme sangat memerlukan nutrisi yang baik agar dapat diperoleh hasil fermentasi yang baik. Nutrisi yang tepat untuk menyuplai mikroorganisme adalah nitrogen yang mana dapat diperolah dari penambahan NH3, garam amonium, pepton, asam amino, urea. Nitrogen yang dibutuhkan sebesar 400-1000 gram/400-1000 L cairan. Dan phospat yang dibutuhkan sebesar 400 gram/400-1000 L cairan.Nutrisi yang lain adalah amonium sulfat dengan kadar 70-400 gram / 100 liter cairan.

(Judoamidjojo, Mulyono,Teknologi Fermentasi .Jakarta : Rajawali Press, 1992)

2. pH

pH yang baik untuk pertumbuhan bakteri adalah 4,5 – 5. Tetapi pada pH 3,5 f ermentasi masih dapat berjalan dengan baik dan bakteri pembusuk akan terhambat. Untuk mengatur pH dapat digunakan NaOH dan HNO3.


(26)

3. Suhu

Suhu yang baik untuk pertumbuhan bakteri adalah antara 20-30oC. Makin rendah suhu fermentasi, maka akan semakin tinggi ethanol yang akan dihasilkan, karena pada Suhu rendah fermentasi akan lebih komplit dan kehilangan ethanol karena terbawa oleh gas CO2 akan lebih sedikit.

4. Waktu

Waktu yang dibutuhkan untuk fermentasi adalah 7 hari.

(Judoamidjojo, Mulyono,Teknologi Fermentasi . Jakarta : Rajawali Press, 1992)

5. Kandungan gula

Kandungan gula akan sangat menpengaruhi proses fermentasi, kandungan gula optimum yang diberikan untuk fermentasi adalah 25%. Untuk permulaan, kadar gula yang digunakan adalah 16% .

(Sardjoko,Bioteknologi . Jakarta : Gramedia, 1991)

6. Volume starter

Volume starter yang baik untuk melakukan fermentasi adalah 1/10 bagian dari volume substrat.Dalam proses fermentasi ini, glukosa dari hasil fermentasi diubah menjadi ethanol dengan reaksi sebagai berikut :

Saccharomyces Cereviceae

C6H12O6 ---> 2C2H5OH + 2CO2 Glukosa Ethanol

II.8 Hipotesa

Bioetanol yang dibuat dari biji buah nangka yang dhidrolisis menjadi glukosa dengan menggunakan enzim,yang kemudian dilanjutkan dengan proses fermentasi.Dengan peubah yang dijalankan antara lain volume starter dan waktu fermentasi.Agar diharapkan dari proses tersebut dapat diperoleh hasil bioetanol yang terbaik.


(27)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Bahan yang digunakan

1. Biji buah nangka. 2. Aquadest.

3. Asam sitrat. 4. Pepton.

5. Ekstrak daging. 6. Kecambah. 7. KH2PO4

8. NaOH

9. Enzim alpha amilase dan gluko amilase. 10. Saccharomyces Cerevisiae.

11. Agar-agar.

III.2 Alat yang Digunakan

1. Perangkat Distilasi. 2. Perangkat Fermentasi. 3. Pengaduk (spatula). 4. Water Bath.

5. Neraca Analitik. 6. Piknometer. 7. Kertas pH.

9. Erlenmeyer. 10.Pipet. 11.Autoclave. 12.Inkubator 13.Petridish 14.Ose 15.GelasUkur


(28)

III.3 Gambar Alat

III.3.1 Alat Hidrolisa

Gambar III.1 Alat Hidrolisa

Keterangan gambar :

1. Labu leher tiga. 7. Klem.

2. Motor Pengaduk. 8. Statif.

3. Termometer. 4. Kondensor. 5. Kompor Pemanas. 6. Water Bath.


(29)

III.3.2 Alat fermentasi

Gambar III.2 Alat Fermentasi Keterangan gambar :

1. Selang

2. Botol indikator 3. Botol fermentasi 4. Tutup sumbat


(30)

III.3.3 Alat distilasi

Gambar III.3 Alat Destilasi

Keterangan gambar :

1. Adapter 7. Statif

2. Penampung Destilat 8. Penyangga

3. Kondensor 4. Kompor listrik 5 .Labu Leher Dua 6 .Termometer


(31)

III.4 Variabel-variabel yang dikerjakan 1. Proses Hidrolisis

Variabel tetap

a. Bahan baku : biji buah nangka 250 gram

b. Volume H2O : 1000 ml

c. Suhu : 90oC

d. Waktu hidrolisa : 50 menit

e. pH hidrolisa : 3

f. Enzim - Amilase : 0,2 ml

g. Enzim Gluko Amilase : 0,2 ml h. Kecepatan pengadukan :100 rpm

2. Proses Fermentasi

Variabel tetap

a. Suhu : 30oC

b. pH fermentasi : 4,5

Variabel yang dijalankan

a. Volume starter : ( 6;8;10;12;14 ) %

b. Waktu fermentasi : 2,3,4,5,6,7 hari

3. Distilasi

Variable tetap

a. Suhu distilasi : 90 oC


(32)

III.5 Prosedur Penelitian III.5.1 Hidrolisis

1. Menimbang serbuk biji nangka sebesar 250 gram.

2. Melarutkan 250 gram serbuk biji nangka ke dalam 1000 ml aquadest hingga menjadi serbuk encer.Atur pH 3 dengan menambahkan larutan asam sitrat yang dilarutkan dengan aquadest.

3. Larutan dipanaskan dengan suhu 90o C sampai mengental.

4. Ketika mengental,dalam keadaan panas ditambahkan dua tetes enzim -amilase hingga larutan menjadi encer.

5. Kemudian didinginkan sampai suhu 55o C terpenuhi.Setelah terpenuhi tambahkan enzim gluko amilase 2 tetes dan suhu dipertahankan selama 50 menit.

6. Kemudian saring dan ambil filtratnya untuk analisa kadar glukosa.

III.5.2 Prosedur Pembuatan Media

III.5.2.1 Pembuatan Nutrient Agar

Bahan :

Ekstrak Daging = 0,3 gram

Pepton = 0,5 gram

Agar-agar = 1,4 gram

Aquadest = 100 ml

Cara :

1. Bahan tersebut dicampur dalam erlenmeyer,dipanaskan sampai larut semua. 2. Sterilkan dalam autoclave selama 30 menit.

3. Dinginkan sampai kira-kira 700C,lalu pindahkan ke dalam petridish steril.Kerjakan dalam ruang steril.


(33)

III.5.2.2 Pembuatan Media Cair untuk Pembiakan Kultur Bahan :

Ekstrak Daging = 0,3 gram

Pepton = 0,5 gram

NaCl = 0,5 gram

Aquadest = 100 ml

Cara :

1. Bahan – bahan tersebut dicampur dalam erlenmeyer, lalu dipanaskan sampai mendidih selama 5 menit.

2. Buatlah suasana asam dari campuran itu dengan ditambahkan asam sitrat hingga pH = 4,5. Cheklah pHnya dengan kertas pH.

3. Saringlah campuran itu sehingga diperoleh cairan murni.

4. Sterilkan media ini selama 30 menit pada 120 oC dalam autoclave. 5. Didinginkan dan media siap ditanami.

6. Setelah ditanami sebentar – sebentar di goyang / di shaker.

III.5.2.3 Pembuatan media cair untuk kurva pertumbuhan Bahan :

Kecambah pendek = 15 gram

Gula = 25 gram

Aquadest = 500 ml

KH2PO4 = 5 gram

Cara :

1. 15 gram kecambah ( tauge ) pendek yang baru tumbuh.Tumbuklah kasar-kasar,kemudian rebuslah dengan aquadest sebanyak 500 ml.

2. Tambahkan gula sebanyak 25 gram dan KH2PO4 5 gram. 3. Didihkan selama 30 menit,lalu disaring.


(34)

5. Lalu disterilkan.

6. Filtratnya setelah dingin ditambahkan biakan Saccharomyces Cerevisiae 50 ml.

7. Lalu diinkubasi selama 24 jam,setiap 2 jam sekali diambil sampel (contoh) untuk dianalisa sel keringnya (sebentar-bentar dikocok/dishaker)

8. Analisa sel keringnya :

 Setiap 2 jam sekali contoh diambil 10 ml,lalu disaring,kemudian di oven pada suhu 105oC-110oC selama 30 menit.

 Setelah 30 menit,lalu masukkan ke Exikator.

 Setelah dingin ditimbang, kemudian di oven lagi dan seterusnya sampai beratnya konstan.

9. Setelah selesai percobaan,buat kurva pertumbuhannya.

III.5.2.4 Pembuatan Starter Untuk Fermentasi

1. 3 gram kecambah pendek yang baru tumbuh ditumbuk kasar kemudian rebuslah dengan aquadest sebanyak 100 ml.

2. Tambahkan gula 5 gram dan KH2PO4 1 gram 3. Didihkan selama 30 menit,lalu saring.

4. Filtrat dibuat pH 4,5 dengan penambahan asam sitrat. 5. Lalu disterilkan 30 menit.

6. Filtratnya setelah dingin ditambahkan biakan saccharomyces Cereviseae sebanyak 10 ml.

7. Lalu dikocok sampai awal exponensial kemudian masukkan dalam media fermentasi.

III.5.3 Fermentasi

1. Hasil hidrolisis ditambahkan KH2PO4 5 gram dan dibuat pH 4,5 dengan penambahan NaOH 1 N, sterilkan dalam autoclave pada suhu 1200 C.

2. Setelah dingin dimasukkan starter sesuai variable (6,8,10,12,14) % dan dikocok. 3. Diinkubasi sesuai peubah waktu yang ditentukan yaitu (2 – 7) hari.


(35)

III.5.4 Prosedur Proses Distilasi

Hasil dari fermentasi yang didapat dimasukkan kedalam labu leher dua untuk dilakukan proses distilasi guna mendapatkan etanol dari glukosa.Proses distilasi ini dijalankan pada suhu 90 o C selama kurang lebih 2 jam.Kemudian dianalisa kadar ethanol.

[16]

Pratiwi,Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Cokelat Sebagai bioethanol ( Surabaya : Fakultas Teknologi Industri UPN Jawa Timur, 2011) hal – 22

III.5.5 Prosedur Analisa

III.5.5.1 Analisa Kadar Glukosa Bahan :

- Fenol 80 % dibuat dengan melarutkan 20 g fenol p.a. dengan 5 g air. - H2SO4 pekat = H2SO4 95,5 %

- Larutan glukosa 100 g ditimbang 0,01 g glukosa anhidrat ditambah 0,1 g Na Benzoat, diencerkan hingga 100 ml dengan H2O

Cara Analisa :

1. Larutan supernatant diambil 0,5 ml kemudian ethanol diuapkan dengan aliran udara pada suhu kamar.

2. Diencerkan hingga 100 ml dengan H2O. 3. Diambil 2 ml dengan pipet.

4. Ditambahkan 0,1 ml larutan fenol 80 % lalu ditambahkan 0,5 ml H2SO4 pekat. 5. Dibiarkan 10 menit.

6. Dikocok,lalu diinkubasi pada 25 – 30 oC dalam pemanas air selama 20 menit 7. Dibaca absorbansinya pada  = 490 mm spektofotometer


(36)

III.5.5.2 Analisa Kadar Glukosa Sisa

1. Ekstrak encer ( Cuplikan ) dipipet sebanyak 2 ml. 2. Ditambahkan 2 ml reagens Cu ( I : II = 4 : 1 ).

3. Tabung reaksi ditutup dengan kelereng dan dipanaskan dalam waterbath selama 10 menit.

4. Didinginkan,ditambahkan 2 ml reagen Nelson.

5. Dikocok perlahan dibaca absorbansinya pada  = 490 mm dengan spektrofotometer.

III.5.5.3 Analisa Kadar Etanol Dengan Metode AOAC

1. Hasil Fermentasi diambil sebanyak 25 ml kemudian dimasukkan ke dalam labu distilasi dan ditambah 150 ml aquadest.

2. Lalu didistilasi dan hasil distilasi sampai diperoleh distilat sebanyak 25 ml.Ditampung dengan erlenmeyer.

3. Hasil distilasi tersebut dimasukkan ke dalam piknometer 25 ml. 4. Diatur suhunya menjadi suhu kamar 30 oC.

5. Piknometer ditutup dan ditimbang.

6. Piknometer dikosongkan dan dikeringkan kemudian ditimbang.

7. Piknometer kosong di isi aquadest sampai tepat kemudian diatur suhu 30 oC ditutup dan ditimbang.

8. Perhitungan :

9. Berat pikno + etanol = a gram

10.Berat pikno kosong = x gram

11.Berat pikno + aquadest = b gram

12.

Spesific Gravity ( SG ) Ethanol =

=


(37)

III.6 Diagram Proses Hidrolisis Biji Buah Nangka

Dicampur

Aquadest 1000 ml

Dipanaskan 90°C Serbuk biji nangka

250 gram

Mengental

enzim -amilase 2 tetes Diaduk

Didinginkan 55°C

Diaduk

gluko amilase 2 tetes Disaring Filtrat Padatan Dinginkan suhu kamar Analisa kadar glukosa Proses Liquifikasi Proses Sakarifikasi Dibuat pH 3

dengan penambahan asam


(38)

III.7 Diagram Proses Pembuatan Media

III.7.1 Bagan Pembuatan Nutrient Agar

Ekstrak daging 0,3 gram Pepton (0,5 gram) Agar-agar (1,4 gram )

Aquadest (100 ml) dipanaskan

Sterilisasi (30 menit)

Pindahkan dalam petridish Dikerjakan dalam ruang steril

Media dalam petridish siap ditanami


(39)

III.7.2 Bagan Pembuatan Media Cair Untuk Pembiakan Kultur

Ekstrak daging 0,3 gram Pepton (0,5 gram) NaCl (0,5 gram)

Aquadest (100 ml) dipanaskan

Sterilisasi ( 30 menit ) 120 oC

Dibuat (pH 4,5) dengan penambahan asam sitrat,

saring

Media siap ditanami Didinginkan


(40)

III.7.3 Bagan Pembuatan Media Cair Untuk Kurva Pertumbuhan

Kecambah pendek 15 gram ditumbuk kasar

Aquadest (500 ml),direbus

Ditambahkan gula (25 gram) dan KH2PO4 (5 gram)

Didihkan 30 menit,lalu disaring

Disterilkan ( 120oC,15 menit )

Diinkubasi (24 jam) Setiap 2 jam diambil sampel

Dianalisa sel kering

Saccharomyces Cereviceae 50 ml Dibuat pH 4,5 dengan penambahan Asam sitrat


(41)

III.8 Diagram Proses Pembuatan Bioetanol

Serbuk Biji Nangka 250

gram Dipanaskan

90o C

(Diaduk sampai encer)

-Amilase 2 Tetes Aquadest 1000 ml

+ Asam Sitrat Sampai pH = 3

Didinginkan Sampai suhu 55⁰C Selama 50 Menit

(Diaduk)

ß-Amilase 2 tetes

Disaring Ampas Filtrat Analisa Glukosa Fermentasi Waktu Fermentasi 2,3,4,5,6,7 (hari) Biji Buah Nangka Dihaluskan Disaring Padatan Filtrat Distilasi Analisa Etanol


(42)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 Analisa Bahan Baku ( Biji Buah Nangka )

Berdasarkan hasil analisa bahan awal ( biji buah nangka) diperoleh data sebagai berikut : Tabel IV.1 Kadar Glukosa dan Kadar Pati pada biji buah nangka

No Parameter Hasil (%)

1 Kadar Glukosa 7,94

2 Kadar Pati 9,02

Sumber : Laboratorium Kesehatan Surabaya

IV.2 Hasil Analisa Kadar Glukosa Setelah Hidrolisa

Tabel IV.2 Analisa kadar glukosa dari hasil hidrolisa

No Parameter Hasil (%)

1 Glukosa 10,47


(43)

IV.3 Hasil Kurva Pertumbuhan

Tabel IV.3 Berat endapan selama 24 jam dalam pembuatan kurva pertumbuhan mikroorganisme

Jam

Berat (gr)

0 0,5745

2 0,5767

4 0,5752

6 0,5782

8 0,6041

10 0,7058

12 0,7058

14 0,7059

16 0,5992

18 0,4897

20 0,4578

22 0,4132

24 0,4075


(44)

Pada gambar IV.1 menunjukkan bahwa kurva pertumbuhan bakteri mengalami empat fase yaitu fase lag yang mana Saccharomyces Cerevisiae mulai beradaptasi untuk tumbuh,ditunjukkan pada waktu 0 sampai 6 jam.Hal ini dikarenakan sel mulai mengalami perubahan komposisi kimiawi dan ukuran untuk siap membelah diri.Kemudian dilanjutkan dengan fase log pada waktu 6 sampai 10 jam.Pada fase log ini sel membelah diri dengan laju konstan sehingga keadaan pertumbuhan seimbang.Setelah itu pada waktu 10 sampai 14 jam terjadi fase stasioner.Pada fase ini jumlah sel relatif tetap karena jumlah sel yang membelah relatif sama dengan jumlah sel yang mati.Darkuni (2001) menjelaskan bahwa pada fase ini sel menjadi kecil karena sel tetap membelah walaupun ketersediaan nutrisi pada medium sudah berkurang.

Dan waktu selanjutnya merupakan fase kematian dimulai dari jam ke 14 setelah inokulasi . Fase ini ditandai dengan gambar pertumbuhan mulai menurun. Hal tersebut karena persediaan nutrisi untuk saccharomyces cerevisiae mulai berkurang atau habis. Tujuan dari pembuatan kurva pertumbuhan untuk mengetahui fase eksponensial dari Saccharomyces Cerevisiae. Penggunaan stater inokulum pada fase eksponensial diharapkan untuk mempercepat perbanyakan jumlah sel Saccharomyces Cerevisiae pada saat fermentasi berlangsung. Sehingga berdasarkan data,waktu yang terbaik untuk memasukkan starter ke dalam fermentor atau media fermentasi adalah pada fase log atau eksponensial yakni pada jam ke 6.


(45)

IV.4 Hasil Fermentasi

Dari hasil analisis diperoleh kadar glukosa sisa dan kadar ethanol sebagai berikut :

Tabel IV.4 Pengaruh volume starter dan Lama Fermentasi Terhadap Kadar Glukosa Sisa yang dihasilkan pada Proses Fermentasi.

Waktu Fermentasi

(hari)

Volume Starter (ml)

Kadar Glukosa Sisa (%)

2

60 7,23

80 7,08

100 6,86

120 6,70

140 6,56

3

60 6,49

80 6,20

100 5,89

120 5,60

140 5,52

4

60 5,30

80 4,99

100 3,98

120 3,51

140 3,40

5

60 3,31

80 2,88

100 1,96

120 1,72

140 1,68

6

60 1,30

80 1,12

100 0,85

120 0,38


(46)

7

60 1,22

80 0,96

100 0,71

120 0,26

140 0,21

Sumber : Laboratorium Penelitian dan Konsultasi Industri

Gambar IV.2 Kadar glukosa sisa berdasarkan waktu fermentasi

Gambar IV.2 Hubungan antara kadar glukosa sisa yang dihasilkan dengan waktu fermentasi pada penambahan starter dengan berbagai macam variable starter

Pada gambar IV.2 diatas dapat dilihat bahwa pada presentase starter yang sama,semakin lama waktu fermentasi,kadar glukosa sisa semakin rendah.Berkurangnya kadar glukosa ini menunjukkan adanya gula yang dimaanfaatkan oleh Saccharomyces Cerevisiae untuk memperoleh energi.


(47)

Glukosa merupakan sumber karbon utama yang diserap melalui transpor aktif yang kemudian dimetabolisme untuk menghasilkan energi (Priest dan Campbell,1996 dalam Thontowi,2007 : 256).

Pada proses fermentasi, glukosa digunakan saccharomyces cerevisiae untuk dua hal yaitu untuk tumbuh dan berkembang biak dan sebagian lagi akan dikonversi menjadi produk metabolit seperti etanol.

Kadar glukosa sisa paling kecil (0,21%) pada waktu fermentasi 7 hari dengan menggunakan volume starter 140 ml.Hal ini karena Saccharomyces Cerevisiae menggunakan gula pereduksi sebagai sumber karbon untuk menghasilkan alkohol. Sedangkan kadar glukosa sisa terbesar (7,23 %) yaitu pada fermentasi yang volume starter 60 ml pada waktu fermentasi 2 hari .Hal ini disebabkan oleh lebih sedikitnya jumlah sel yang berperan,sehingga kecepatan pengubahan gula pereduksi menjadi alkohol menjadi lambat


(48)

IV.5 Analisa Hasil Distilasi

Dari Hasil analisis diperoleh kadar ethanol sebagai berikut :

Tabel IV.5 Pengaruh volume starter dan Lama Fermentasi Terhadap Kadar Ethanol yang Dihasilkan pada Proses Distilasi

Waktu Fermentasi (hari)

Volume Starter

(ml) Kadar Bio-Ethanol (%)

2

60 1,06

80 1,60

100 2,55

120 2,62

140 2,62

3

60 2,82

80 3,31

100 4,50

120 4,64

140 4,64

4

60 4,79

80 5,07

100 6,25

120 6,63

140 6,70

5

60 6,78

80 7,15

100 8,09

120 8,32

140 8,32

6

60 8,86

80 8,94

100 9,41

120 9,80


(49)

7

60 8,55

80 8,63

100 9,10

120 9,41

140 9,26

Gambar IV.3 Kadar bioetanol berdasarkan waktu fermentasi

Gambar IV.3 Hubungan antara kadar bio-ethanol yang dihasilkan dengan waktu fermentasi pada penambahan starter dengan berbagai macam variable starter

Pada gambar IV.3 terlihat hubungan antara kadar bio-etanol,waktu fermentasi dan jumlah penambahan starter.Dari grafik tersebut dapat dilihat semakin lama waktu fermentasi kadar bio-etanol semakin meningkat.Akan tetapi kadar bioetanol juga tidak dapat bertambah lagi apabila waktu fermentasi semakin lama.Hal ini disebabkan karena jumlah glukosa yang tersisa sedikit sehingga tidak dapat dikonversikan lagi menjadi alkohol dan juga mikroorganisme yang tidak dapat berkembang.


(50)

Setelah fermentasi berjalan selama 6 hari kandungan bio-etanol menurun. Hal ini dikarenakan dalam proses fermentasi alkohol selain dihasilkan alkohol juga dihasilkan CO2 .CO2 tersebut akan bereaksi dengan air dalam medium fermentasi dan akan membentuk asam karbonat.

Reaksi pembentukan asam karbonat ( Asam Organik ) : CO2 + H2O  H2CO3 .

Selain dipengaruhi oleh waktu fermentasi kadar bioetanol juga dipengaruhi oleh volume stater. Dengan bertambahnya volume stater maka kadar bioetanol juga semakin besar. Akan tetapi kadar alkohol juga tidak dapat bertambah lagi apabila volume stater semakin banyak. Volume stater yang baik untuk fermentasi adalah 10 % dari volume fermentasi.

Pada penelitian ini hasil ethanol yang terbesar yaitu 9,80 % terjadi pada saat fermentasi berlangsung selama 6 hari dengan jumlah starter Saccharomyces Cerevisiae 120 ml. Sedangkan hasil yang paling rendah yaitu pada saat fermentasi berlangsung selama 2 hari dengan jumlah starter Saccharomyces Cerevisiae 60 ml dan hasil ethanol yang didapat sebesar 1,06 %.


(51)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

1. Analisa bahan baku untuk kadar glukosa dan kadar pati adalah 7,94 % dan 9,02 %. 2. Pada proses hidrolisis kadar glukosa yang diperoleh 10,47 %.

3. Pada proses fermentasi kondisi terbaik untuk menghasilkan bio-ethanol yaitu menggunakan volume starter 120 ml.Proses fermentasi berlangsung selama 6 hari dan menghasilkan bio-ethanol sebesar 9,80 %.Setelah proses fermentasi tersebut menghasilkan kadar glukosa sisa paling kecil (0,21%) pada waktu fermentasi 7 hari dengan menggunakan volume starter 140 ml. Kadar glukosa sisa terbesar (7,23 %) yaitu pada fermentasi yang volume starter 60 ml pada waktu fermentasi 2 hari.

IV.2 Saran

Diharapkan penelitian ini dapat dikembangkan dengan mencoba untuk menggunakan proses hidrolisis dengan asam dan waktu fermentasi yang lebih lama guna melihat sejauh mana kemampuan mikroorganisme dalam mengkonvesi glukosa menjadi ethanol dengan sejumlah starter yang digunakan. Selain itu untuk mendapatkan kadar ethanol yang jauh lebih tinggi dan murni, ada baiknya dilakukan proses distilasi bertingkat.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Buckle,K.A,Ilmu Pangan.Jakarta : Universitas Indonesia,1985 Fessenden,Kimia Organik.Jakarta : Erlangga,1986

Judoamidjojo dan Mulyono.Teknologi Fermentasi.Jakarta : Rajawali Press,1992 Purwoko,Tjahjadi.Fisiologi Mikroba.Jakarta : Bumi aksara,2007

Sa’id,E.Gumbira.Bio Industri Penerapan Teknologi Fermentasi.Jakarta : Medyatma sarana

perkasa,1987

Sardjoko.Bioteknologi.Jakarta : Gramedia,1991

Tjokrodikoesoemo,P.Soebijanto.HFS dan Industri Ubi Kayu lainnya.Jakarta : Gramedia,1986

Verheis,E.W.M.dan R.E.Coronel.Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2.Jakarta : Gramedia,1997

http://gizi.depkes.go.id/direktorat-bina-gizi/ http://id.wikipedia.org/wiki/enzim


(1)

Glukosa merupakan sumber karbon utama yang diserap melalui transpor aktif yang kemudian dimetabolisme untuk menghasilkan energi (Priest dan Campbell,1996 dalam Thontowi,2007 : 256).

Pada proses fermentasi, glukosa digunakan saccharomyces cerevisiae untuk dua hal yaitu untuk tumbuh dan berkembang biak dan sebagian lagi akan dikonversi menjadi produk metabolit seperti etanol.

Kadar glukosa sisa paling kecil (0,21%) pada waktu fermentasi 7 hari dengan menggunakan volume starter 140 ml.Hal ini karena Saccharomyces Cerevisiae menggunakan gula pereduksi sebagai sumber karbon untuk menghasilkan alkohol. Sedangkan kadar glukosa sisa terbesar (7,23 %) yaitu pada fermentasi yang volume starter 60 ml pada waktu fermentasi 2 hari .Hal ini disebabkan oleh lebih sedikitnya jumlah sel yang berperan,sehingga kecepatan pengubahan gula pereduksi menjadi alkohol menjadi lambat


(2)

Bab IV Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Program Studi S-1 Teknik kimia IV.5 Analisa Hasil Distilasi

Dari Hasil analisis diperoleh kadar ethanol sebagai berikut :

Tabel IV.5 Pengaruh volume starter dan Lama Fermentasi Terhadap Kadar Ethanol yang Dihasilkan pada Proses Distilasi

Waktu Fermentasi (hari)

Volume Starter

(ml) Kadar Bio-Ethanol (%)

2

60 1,06

80 1,60

100 2,55

120 2,62

140 2,62

3

60 2,82

80 3,31

100 4,50

120 4,64

140 4,64

4

60 4,79

80 5,07

100 6,25

120 6,63

140 6,70

5

60 6,78

80 7,15

100 8,09

120 8,32

140 8,32

6

60 8,86

80 8,94

100 9,41

120 9,80

140 9,72


(3)

7

60 8,55

80 8,63

100 9,10

120 9,41

140 9,26

Gambar IV.3 Kadar bioetanol berdasarkan waktu fermentasi

Gambar IV.3 Hubungan antara kadar bio-ethanol yang dihasilkan dengan waktu fermentasi pada penambahan starter dengan berbagai macam variable starter

Pada gambar IV.3 terlihat hubungan antara kadar bio-etanol,waktu fermentasi dan jumlah penambahan starter.Dari grafik tersebut dapat dilihat semakin lama waktu fermentasi kadar bio-etanol semakin meningkat.Akan tetapi kadar bioetanol juga tidak dapat bertambah lagi apabila waktu fermentasi semakin lama.Hal ini disebabkan karena jumlah glukosa yang tersisa sedikit sehingga tidak dapat dikonversikan lagi menjadi


(4)

Bab IV Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Program Studi S-1 Teknik kimia

Setelah fermentasi berjalan selama 6 hari kandungan bio-etanol menurun. Hal ini dikarenakan dalam proses fermentasi alkohol selain dihasilkan alkohol juga dihasilkan CO2 .CO2 tersebut akan bereaksi dengan air dalam medium fermentasi dan akan

membentuk asam karbonat.

Reaksi pembentukan asam karbonat ( Asam Organik ) : CO2 + H2O  H2CO3 .

Selain dipengaruhi oleh waktu fermentasi kadar bioetanol juga dipengaruhi oleh volume stater. Dengan bertambahnya volume stater maka kadar bioetanol juga semakin besar. Akan tetapi kadar alkohol juga tidak dapat bertambah lagi apabila volume stater semakin banyak. Volume stater yang baik untuk fermentasi adalah 10 % dari volume fermentasi.

Pada penelitian ini hasil ethanol yang terbesar yaitu 9,80 % terjadi pada saat fermentasi berlangsung selama 6 hari dengan jumlah starter Saccharomyces Cerevisiae 120 ml. Sedangkan hasil yang paling rendah yaitu pada saat fermentasi berlangsung selama 2 hari dengan jumlah starter Saccharomyces Cerevisiae 60 ml dan hasil ethanol yang didapat sebesar 1,06 %.


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

1. Analisa bahan baku untuk kadar glukosa dan kadar pati adalah 7,94 % dan 9,02 %. 2. Pada proses hidrolisis kadar glukosa yang diperoleh 10,47 %.

3. Pada proses fermentasi kondisi terbaik untuk menghasilkan bio-ethanol yaitu menggunakan volume starter 120 ml.Proses fermentasi berlangsung selama 6 hari dan menghasilkan bio-ethanol sebesar 9,80 %.Setelah proses fermentasi tersebut menghasilkan kadar glukosa sisa paling kecil (0,21%) pada waktu fermentasi 7 hari dengan menggunakan volume starter 140 ml. Kadar glukosa sisa terbesar (7,23 %) yaitu pada fermentasi yang volume starter 60 ml pada waktu fermentasi 2 hari.

IV.2 Saran

Diharapkan penelitian ini dapat dikembangkan dengan mencoba untuk menggunakan proses hidrolisis dengan asam dan waktu fermentasi yang lebih lama guna melihat sejauh mana kemampuan mikroorganisme dalam mengkonvesi glukosa menjadi ethanol dengan sejumlah starter yang digunakan. Selain itu untuk mendapatkan kadar ethanol yang jauh lebih tinggi dan murni, ada baiknya dilakukan proses distilasi bertingkat.


(6)

Daftar Pustaka

44

DAFTAR PUSTAKA

Buckle,K.A,Ilmu Pangan.Jakarta : Universitas Indonesia,1985 Fessenden,Kimia Organik.Jakarta : Erlangga,1986

Judoamidjojo dan Mulyono.Teknologi Fermentasi.Jakarta : Rajawali Press,1992 Purwoko,Tjahjadi.Fisiologi Mikroba.Jakarta : Bumi aksara,2007

Sa’id,E.Gumbira.Bio Industri Penerapan Teknologi Fermentasi.Jakarta : Medyatma sarana perkasa,1987

Sardjoko.Bioteknologi.Jakarta : Gramedia,1991

Tjokrodikoesoemo,P.Soebijanto.HFS dan Industri Ubi Kayu lainnya.Jakarta : Gramedia,1986

Verheis,E.W.M.dan R.E.Coronel.Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2.Jakarta : Gramedia,1997

http://gizi.depkes.go.id/direktorat-bina-gizi/ http://id.wikipedia.org/wiki/enzim