AGAMA PRO
1. Pengantar
Masyarakat sekarang ini berhadapan dengan berbagai jenis permasalahan hidup. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh kemajuan ilmu teknologi, yang secara langsung maupun tidak langsung membawa dampak tersendiri bagi Orang Muda Katolik. Di satu pihak, perkembangan ilmu teknologi menawarkan suatu nilai positif yang menggembirakan, yang salah satunya dapat berfungsi sebagai sarana pewartaan Injil dan komunikasi antar-Orang Muda Katolik. Akan tetapi di lain pihak, perkembangan ilmu teknologi membawa akibat negatif yang seringkali menghilangkan kreativitas dan bahkan menurunkan nilai-nilai moral yang bisa menghancurkan iman kekristenan kita, terutama dapat menghambat keaktifan Orang Muda Katolik hidup menggereja.
Selain itu, dewasa ini muncul sebuah trend yang semakin menggejala, dimana Orang Muda Katolik tidak lagi tertarik pada agama aslinya (agama yang dianutnya saat ini). Ketidakpastian hidup yang diakibatkan oleh berbagai krisis yang melanda kehidupan sosial mereka, membuat mereka frustrasi, tidak tahu harus berbuat apa. Hal ini kerapkali membuat mereka mengambil jalan pintas dengan mengambil sebuah keputusan negatif, yang akhirnya membuat mereka melupakan Tuhan. Buah-buah dari keputusan itu salah satunya melahirkan sebuah keyakinan hidup berupa: “Agama Baru” atau “Religiositas Baru”. Gejala ini tampak dengan munculnya salah satu sekte, seperti: “gereja setan”. Banyak kaum muda terjerumus ke dalam ketergantungan pada obat-obat terlarang, perjudian, pelacuran, minuman keras dan banyak gaya hidup lain yang membuat mereka berpaling dari Allah. Segalanya itu mereka “sembah” dan “puja” sebagai “allah” mereka.
Di dalam Gereja Katolik terdapat pelbagai bentuk perkumpulan doa, yang termasuk ke dalam lingkungan “Religiositas Baru” ini, misalnya seperti karismatik, persekutuan doa dan kelompok penyembuhan. Disebut “Religiositas Baru” karena kadang-kadang para pengikut kelompok ini merasa diri tidak perlu berdoa ke gereja, sebab dalam kelompok doa mereka sendiri, mereka bisa “menemukan” Tuhan.
Realitas di atas merupakan salah satu sisi buram dari Wajah Gereja saat ini, yang tidak menutup kemungkinan bisa melanda Orang Muda Katolik. Kecenderungan-kecenderungan ini tampak jelas di kota-kota besar dan bahkan akan bisa menyebar ke pelosok daerah. Muncul semacam kebosanan Orang Muda Katolik terhadap kegiatan-kegiatan keagamaan. Banyak mereka merasa bosan ke gereja, karena ritusnya yang monoton, kotbah yang tidak menarik atau sekurang-kurangnya kalah jauh dengan segala macam acara sinetron di televisi dan acara-acara profan lainnya. Hal ini tentu juga menjadi tantangan besar bagi Gereja. Kebanyakan Orang Muda Katolik sekarang lebih menyukai acara televisi dan berbagai acara profan (yang bersifat duniawi) daripada harus berkumpul di gereja, untuk berdoa dan melakukan kegiatan-kegiatan rohani lainnya. Kesenangan duniawi membuat mereka tidak tertarik kepada kegiatan-kegiatan menggereja. Muncul pertanyaan, apakah Gereja mampu “bersaing” dengan “Agama Baru” ini[1]? Nah, bagaimana Gereja dapat menawarkan sebuah kehidupan yang mendukung iman umat, terutama Orang Muda Katolik, melalui bentuk-bentuk hidup menggereja dengan harapan dan penghayatan yang efektif? Kalau pertanyaan ini tidak dapat kita jawab, maka tidak menutup kemungkinan bahwa kita akan mengalami apa yang menggejala di Eropa, dimana orang semakin sedikit ke gereja, kecuali pada upacara pembaptisan, komuni pertama, perkawinan dan kematian[2].
Berbagai kenyataan di atas apabila tidak disikapi secara bijak oleh Gereja, maka akan berdampak buruk terhadap proses pewartaan iman dan keaktifan Orang Muda Katolik hidup menggereja.
Pemikiran-pemikiran di atas, menjadi salah satu motivasi yang membangkitkan kesadaran penulis untuk menyajikan tulisan ini, dengan tujuan agar Orang Muda Katolik semakin bergiat dan berperan aktif dalam hidup menggereja.
(2)
2. Siapa Orang Muda Katolik?
Orang Muda Katolik dapat diartikan sebagai kaum muda katolik, baik pria maupun wanita, terutama mereka yang belum menikah, yang berada di stasi-stasi maupun paroki-paroki. Orang Muda Katolik memiliki sebuah organisasi kegerejaan yang bertujuan membantu kaum muda katolik agar lebih beriman. Melalui kegiatan-kegiatan kerohanian, mereka diharapkan mampu memelihara iman dan menjaga moral demi terciptanya manusia yang berkualitas.
3. Bentuk-bentuk Peningkatan Keaktifan Orang Muda Katolik dalam Menggereja 3.1 Pembinaan Rohani-Spiritual
Pada tahun 2009, Gereja mencanangkan sebagai tahun pemuda. Tema yang diambil adalah: “ORANG MUDA KATOLIK MENGGUGAH DUNIA”. Gereja berharap kita kembali memperhatikan Orang Muda Katolik. Bagaimanapun juga yang tua-tua suatu saat harus mundur dan akan diganti oleh kaum muda. Maka mempersiapkan mereka secara baik untuk melanjutkan proses kepengurusan gereja dan negara tentu menjadi tugas kita bersama.
Berbagai model pendampingan bisa dilakukan untuk mendampingi mereka. Pendampingan ini terkait erat dengan fase pertumbuhan manusia.
Setiap fase pertumbuhan manusia memiliki sifat kekhasan tersendiri, sehingga metode pembinaan atau pendampingannyapun juga menyesuaikan perkembangan dan dinamikanya. Pada fase usia Pendidikan Iman Anak dan Pendidikan Iman Remaja mungkin agak sedikit mudah diarahkan dan disamakan dalam pendampinganya, mengingat pada usia-usia itu pola pikir mereka relatif sama; karena perbedaan usianya pun tidak terlampau jauh berbeda. Akan tetapi memasuki usia fase Orang Muda Katolik tentu jauh sangat berbeda. Jarak usia antara 13 tahun sampai dengan 35 tahun jelas memiliki perbedaan yang sangat beragam. Sangatlah tidak mudah menyatukan mereka antara anak usia 13-17 tahun dengan anak usia 20-25 tahun dan apalagi usia 27-35. Baik dari pola pikir, aktifitas maupun kebiasaannyapun sangat berbeda. 3.1.1 Doa Lingkungan
Doa lingkungan adalah doa yang dilakukan oleh umat Katolik yang berada di sebuah lingkungan Katolik, yang biasanya dilaksanakan di rumah-rumah secara bergiliran. Doa lingkungan dapat berupa ibadat sabda, sharing Kitab Suci dan devosi-devosi kepada orang kudus, terutama devosi kepada Bunda Maria dalam doa rosario. Doa lingkungan juga dapat bermanfaat sebagai wadah pertemuan antarumat, untuk membentuk suatu persaudaraan kasih. Persaudaraan ini mesti berlandaskan pada ajaran Yesus Kristus yang tampak jelas dalam Injil.
Orang Muda Katolik, sebagai anggota Gereja, diharapkan terlibat aktif dalam doa lingkungan ini. Melalui doa lingkungan, mereka dapat merasakan suasana hidup persaudaraan Gereja, yang mengikat mereka dalam cinta. Dengan demikian, Orang Muda Katolik merasa bahwa mereka juga memiliki tugas dan panggilan yang sama dengan anggota Gereja yang lain. Mereka merasa diterima dan dihargai oleh Gereja dan dengan demikian mereka terpanggil untuk secara aktif terlibat dalam berbagai kegiatan Gereja.
3.1.2 Retret dan Rekoleksi 3.1.2.1 Retret
Tujuan retret adalah untuk mencapai “kesehatan” rohani Orang Muda Katolik, sehingga mampu menghayati hidup dan panggilannnya sesuai dengan potensi rohani secara optimal, mengenal diri secara lebih utuh dan berani serta mengadakan pertobatan. Berdasarkan pengalamannya, Romo Paul Suparno, SJ menyebut empat tujuan yang kebanyakan ingin dicapai dalam retret (terutama remaja), antara lain: Pertama, merasakan dan menyadari kasih Tuhan dalam hidup sehari-hari, kedua, mengenal diri sendiri secara lebih mendalam, ketiga, merasakan kasih persaudaraan bersama dengan saudara-saudari se-iman dan keempat, memperoleh
(3)
kebahagiaan hidup yang lebih optimis sehingga berani mengasihi orang lain[3]. Retret juga bertujuan mengisi kehidupan dengan hal-hal rohani agar lebih dibatinkan dan agar panggilan kita sebagai anak-anak Allah lebih kentara dalam kehidupan nyata[4].
Berdasarkan pokok pemikiran atas tujuan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan retret adalah untuk mengembangkan kecakapan, kesalehan dan kemampuan rohani pribadi, agar lebih lebih mengenal diri dan panggilannya, supaya lebih mengenal Allah beserta cinta, karya dan panggilanNya, serta untuk mengembangkan kepekaan dan kemampuan menanggapi sapaan atau panggilan Tuhan dalam hidup sehari-hari, sehingga mempunyai arah yang jelas, penuh semangat dan keteguhan serta kegembiraan dalam menjalankan berbagai kegiatan hidup sehari-hari[5].
3.1.2.2 Rekoleksi
Rekoleksi juga bertujuan melatih kemampuan Orang Muda Katolik untuk mengenal, menyadari kasih, karya dan panggilan serta sikap dan tanggapan pribadi mereka, sehingga iman mereka semakin matang, serta dapat menghayati tugas panggilan mereka secara penuh tanggung jawab, semangat, gembira dan tangguh[6]. Melalui rekoleksi, Orang Muda Katolik dibawa ke alam refleksi perihal kehidupan pribadi. Mereka diharapkan mampu mengolah diri, dengan mengumpulkan berbagai pengalaman harian, baik yang menggembirakan maupun yang menyedihkan; dan akhirnya menyerahkan berbagai “beban” dan kebahagiaan serta harapan kepada Allah. Mereka mesti memandang hidup ini sebagai anugerah Tuhan yang harus disyukuri. Oleh karena itu, sikap doa, kontemplasi dan refleksi atas Sabda Allah mesti menjadi tindakan wajib bagi Orang Muda Katolik.
3.1.3 Kemah Rohani
Melalui kemah rohani, Orang Muda Katolik dapat merasakan kasih Tuhan lewat alam ciptaan. Mereka menyadari bahwa cinta Tuhan tidak terbatas pada satu lingkungan hidup saja, melainkan dalam berbagai dimensi hidup manusia, yakni alam semesta.
Kesadaran bahwa manusia adalah “gambar Allah” atau “citra Allah”, hendaknya juga menjadi kesadaran bagi Orang Muda Katolik dalam upaya mereka untuk mencintai alam sekitar. Kesadaran ekologis ini membantu Orang Muda Katolik agar memiliki rasa tanggung jawab terhadap kehidupan bersama dan kehidupan alam semesta. Dengan demikian, mereka menjadi pelayan dalam keterarahannya kepada Allah, pencipta dan sumber segala yang ada di dunia[7]. 3.1.4 Latihan Koor atau Latihan Lagu-lagu Rohani Gereja
Orang Muda Katolik perlu juga diperkenalkan oleh para katekis dengan lagu-lagu rohani Gereja, agar mereka semakin menaruh perhatian kepada hal-hal yang spiritual; dan dengan demikian, mereka merasakan kedekatan yang akrab dengan Tuhan dan Gereja. Dewasa ini, ada gejala bahwa Orang Muda Katolik lebih menyukai lagu-lagu profan (duniawi) ketimbang lagu-lagu rohani. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh teknologi, terutama kemajuan dalam bidang seni suara, yang lebih menomorsatukan lagu-lagu profan yang mampu menggugah perasaan kaum muda, daripada lagu-lagu yang bernada spiritual, yang bisa menghantar manusia kepada Allah. Kecintaan terhadap lagu-lagu rohani Gereja merupakan sebuah pertanda bahwa Orang Muda Katolik memiliki kesadaran spiritual, berupa kemauan untuk senantiasa mencari kehendak Allah. Di samping itu, latihan koor atau latihan lagu-lagu rohani Gereja juga bertujuan untuk mengajarkan Orang Muda Katolik perihal bagaimana membaca not secara lebih baik dan tepat. Kiranya melalui latihan ini, mereka tidak merasa asing terhadap lagu-lagu rohani Gereja dan not-not yang terdapat dalam lagu.
(4)
Melalui kegiatan Legio Maria, Orang Muda Katolik diberi tugas untuk menjadi bentara atau “pasukan” Maria, yang dengan rela hati dan penuh keberanian menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan, melalui ketaatan mereka kepada Maria. Sebagai legiun (bahasa Latin: pasukan) Maria, Orang Muda Katolik semakin menyadari perlunya menaruh perhatian kepada Gereja, melalui pelayanan-pelayanan sosial karitatif terhadap mereka yang sakit dan membutuhkan bantuan. Sikap ini mereka laksanakan tanpa henti dan rasa takut, bagaikan seorang tentara yang rela menyerahkan seluruh hidup, bahkan nyawanya bagi orang lain.
Maria yang terberkati dan tetap perawan, yang setelah Kristus, ia menduduki tempat tertinggi dalam Gereja. Maria dikandung tanpa cela dan dengan mulia terangkat ke surga. Ia diangkat sebagai Bunda Allah dan Bunda Gereja. Fakta bahwa orang-orang Kristiani menimba insprirasi dari teladan kepahlawanan Maria dan para kudus, bersekutu dengan mereka dan memohon pengantara mereka di hadapan Allah, menjadi bentuk pewartaan yang tepat bagi Orang Muda Katolik untuk hidup menggereja[8].
Melalui Legio Maria, Orang muda Katolik diajak supaya “ingin tahu” lebih banyak tentang iman katolik, memperkaya kehidupan doa mereka dan mengembangkan persahabatan Katolik yang erat, serta ingin lebih dekat dengan Yesus dan ibu-Nya. Melalui kegiatan Legio Maria, Orang Muda Katolik diangkat menjadi alat Roh Kudus dalam suatu keseimbangan antara doa dan karya pelayanan, berupa kegiatan evangelisasi dari rumah ke rumah, mengunjungi anggota gereja, orang-orang di penjara, orang sakit atau lanjut usia, hubungan dengan masyarakat, pendidikan keagamaan, mengunjungi para baptisan baru, ziarah patung Bunda Maria secara bergiliran, dan mengunjungi umat yang membutuhkan bantuan kerohanian. Para Legioner berada dalam bimbingan seorang pemimpin rohani yang ditunjuk oleh Pastor. Legio, pada intinya, merupakan perpanjangan tangan dan semangat dari Pastor.
3.1.6 Misa Orang Muda Katolik
Bentuk pembinaan lain yang paling penting terhadap Orang Muda Katolik dalam upaya meningkatkan keaktifan mereka hidup menggereja adalah mengadakan perayaan ekaristi. Melalui perayaan ekaristi, Orang Muda Katolik dapat semakin memahami misteri ekaristi dan panggian Allah bagi mereka. Ekaristi menceritakan kemauan Allah yang kuat bagi keselamatan manusia. Hal ini ditandai dengan kerelaanNya menyerahkan Putera satu-satuNya, yang dikasihiNya untuk mendamaikan manusia dengan Allah. Selain itu, ekaristi juga merupakan puncak dari kesetiaan dan kerendahan hati Yesus Kristus untuk meminum piala kehendak Bapa (Mat 26:39). Ekaristi adalah rahmat cuma-cuma yang menampakkan kasih Allah kepada dunia. Melalui ekaristi, Yesus mempersembahkan diri secara sukarela demi keselamatan umat manusia.
Perayaan ekaristi juga bertujuan membangkitkan kesadaran Orang Muda Katolik, bahwa mereka diselamatkan oleh kasih Kristus. Oleh karena itu, mereka dimampukan untuk meneladani kesetiaan Kristus dalam hidup mereka. Dengan demikian, mereka diajak supaya semakin beriman dan membuka hati untuk menerima rahmatNya seraya dengan penuh syukur turut serta pada proyek keselamatan Allah. Ekaristi adalah pusat, sumber dan inti hidup Kristiani. Ekaristi adalah sebuah anamnesis kurban Kristus di salib. Dalam Ekaristi terjadi sebuah transubstansiasi dan prensentia realis Kristus yang hadir dalam Sakramen Mahakudus.
3.1.7 Pertemuan antar-Orang Muda Katolik
Salah satu ciri khas orang muda adalah memiliki keinginan untuk selalu berkumpul dan bertemu dengan teman-teman sebaya. Melalui pertemuan, baik pribadi maupun kelompok, mereka dapat mengungkapkan berbagai bakat dan kemampuan yang mereka miliki. Orang Muda Katolik, sebagai organisasi orang muda Gereja, juga memiliki keinginan untuk senantiasa bertemu dengan teman-teman sebaya mereka. Pertemuan ini merupakan saat yang tepat bagi Gereja (para katekis) untuk menanamkan nilai-nilai spiritual kepada Orang Muda Katolik. Upaya ini dilakukan melalui berbagai kegiatan rohani, seperti: Seminar perihal kehidupan iman Orang
(5)
Muda Katolik, moralitas Orang Muda Katolik, perlunya bacaan-bacaan rohani serta pentingnya kesadaran Orang Muda Katolik untuk hidup menggereja dalam dunia dewasa ini.
3.2 Pembinaan Fisik-Mental
3.2.1 Penyuluhan tentang Bahaya HIV/AIDS, Narkoba dan Obat-obat Terlarang 3.2.1.1 HIV/AIDS[9]
Permasalahan HIV/AIDS sejak lama telah menjadi isu bersama yang terus menyedot perhatian berbagai kalangan, terutama sektor kesehatan. Namun sesungguhnya masih banyak informasi dan pemahaman tentang permasalahan kesehatan ini yang masih belum diketahui lebih jauh oleh masyarakat, terutama Orang Muda Katolik.
Beberapa tahun belakangan, angka kasus endemi HIV/AIDS meningkat tajam di seluruh Indonesia. Wabah ini terutama dipicu oleh para penyalahguna narkoba suntik dan para pekerja seks komersil. Akibatnya, resiko tertular anak muda pun semakin tinggi. Sementara itu penularan HIV/AIDS di kalangan ibu hamil berada di bawah 3 persen. Sayangnya data untuk penduduk secara umum masih kurang. Kendala utamanya adalah cap negatif, diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS dan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS.
Pada tahun 2003, satu pertiga remaja putri dan satu perlima remaja putra usia antara 15-20 tahun ternyata belum pernah mendengar tentang HIV/AIDS. Situasi semakin parah karena obat anti bodi untuk menangkal bahaya ini sangat minim. Kecenderungan menunjukkan bahwa Indonesia dalam waktu dekat akan beresiko mengalami epidemi yang lebih besar. Peningkatan penularan HIV/AIDS di kalangan kelompok beresiko di beberapa daerah di Indonesia menjadi salah satu indikator potensi kenaikan yang cukup mengkhawatirkan.
Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran Orang Muda Katolik mengenai penyakit menular ini melalui pendidikan, pengetahuan Agama (iman) dan penyadaran akan nilai-nilai moral menjadi hal yang utama. Tujuannya adalah untuk mencegah penyebaran epidemi ini lebih luas lagi. Kalau tidak, maka pemahaman negatif, diskriminasi dan ketidaktahuan akan bahaya HIV/AIDS tetap menjadi kendala bagi upaya penanggulangan lebih jauh. Program HIV/AIDS bertujuan memberi pendidikan dan pencegahan bagi kaum muda dan masyarakat umum melalui berbagai cara, misalnya melalui sekolah-sekolah, lembaga-lembaga keagamaan, kelompok-kelompok LSM yang peduli HIV/AIDS dan kelompok kepemudaan. Target utama pencegahan adalah perempuan dan pasangan mereka.
Di tingkat internasional juga digalakkan program pencegahan penyakit ini. Salah satu badan PBB yang menangani hal ini adalah UNICEF. Tujuan utama program UNICEF adalah untuk mengurangi pemikiran negatif dan diskriminasi terhadap penderita lewat penyuluhan melalui dialog kebijakan, mobilisasi sumber daya pengembangan material, jaminan mutu, pengawasan dan evaluasi. Selain itu, pemerintah juga sudah mengambil langkah untuk mengurangi penularan HIV di kalangan kaum muda, ibu hamil dan anak-anak yang rentan terhadap penularan. Pemerintah juga mengadakan program pencegahan penularan ibu ke anak yang menargetkan perempuan usia produktif dan pasangan mereka.
3.2.1.2 Narkoba[10]
Hingga kini penyebaran narkoba sudah hampir tak bisa dicegah, mengingat hampir seluruh penduduk dunia dapat dengan mudah mendapat narkoba dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Misalnya saja dari bandar narkoba yang senang mencari mangsa di sekolah-sekolah, diskotik, tempat pelacuran dan tempat-tempat perkumpulan genk. Tentu saja hal ini bisa membuat para orang tua, organisasi masyarakat dan pemerintah khawatir akan penyebaran narkoba yang begitu merajalela. Upaya pemberantasan narkoba pun sudah sering dilakukan namun masih sedikit kemungkinan untuk menghindarkan narkoba dari kalangan remaja maupun dewasa, bahkan anak-anak usia SD dan SMP pun banyak yang terjerumus ke
(6)
dalamnya. Hingga saat ini upaya yang paling efektif untuk mencegah penyalahgunaan narkoba pada anak-anak yaitu dari pendidikan keluarga. Orang tua diharapkan dapat mengawasi dan mendidik anaknya untuk selalu menjauhi narkoba.
Narkoba, apabila dikonsumsikan secara berlebihan bisa mengakibatkan seseorang menjadi berhalusinasi, yaitu melihat suatu hal/benda yang sebenarnya tidak ada atau tidak nyata seolah-olah nyata (halusinogen). Efek lain dari narkoba adalah stimulant (organ tubuh seperti jantung dan otak bekerja lebih cepat dari kerja biasanya), sehingga mengakibatkan seseorang lebih bertenaga, senang, enerjik dan bersemangat untuk sementara waktu.
Narkoba juga bisa mengakibatkan deperesen yaitu terjadinya ketegangan sistem syaraf pusat yang berdampak pada berkurangnya aktivitas fungsional tubuh, sehingga pemakai merasa tenang bahkan bisa membuat pemakai tidur dan tidak sadarkan diri. Seseorang yang sudah mengkonsumsi narkoba biasanya akan ingin dan ingin lagi. Zat tertentu dalam narkoba mengakibatkan seseorang cenderung bersifat pasif, karena secara tidak langsung narkoba memutuskan syaraf-syaraf dalam otak. Jika terlalu lama dan sudah ketergantungan narkoba maka lambat laun organ dalam tubuh akan rusak dan jika sudah melebihi takaran maka pengguna itu akan overdosis dan akhirnya menyebabkan kematian.
Narkoba adalah isu yang kritis dan rumit yang tidak bisa diselesaikan oleh hanya satu pihak saja, karena narkoba bukan hanya masalah individu tetapi masalah semua orang. Mencari solusi yang tepat merupakan sebuah pekerjaan besar yang melibatkan semua pihak, baik pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) maupun komunitas lokal.
Adalah sangat penting kerjasama antar-elemen masyarakat dan Gereja dalam rangka melindungi Orang Muda Katolik dari bahaya narkoba dan konsekuensi negatif yang akan mereka terima dengan memberikan alternatif aktivitas yang bermanfaat kepada mereka. Orang Muda Katolik membutuhkan informasi, strategi dan kemampuan untuk mencegah atau mengurangi dampak bahaya narkoba dari lingkungan mereka. Salah satu upaya dalam penanggulangan bahaya narkoba adalah dengan melakukan program anti narkoba. Program ini terutama dititikberatkan kepada anak-anak usia sekolah (school-going age oriented).
Ada tiga hal yang harus diperhatikan oleh Gereja ketika melakukan program penyuluhan anti narkoba kepada Orang Muda Katolik, antara lain:
Pertama adalah dengan mengikutsertakan keluarga. Banyak penelitian menunjukkan bahwa sikap orangtua memegang peranan penting dalam membentuk keyakinan akan penggunaan narkoba pada anak-anak mereka. Strategi untuk mengubah sikap keluarga terhadap penggunaan narkoba termasuk memperbaiki pola asuh orangtua dalam rangka menciptakan komunikasi dan lingkungan yang lebih baik di rumah, menjadi prioritas utama yang mesti diperhatikan oleh setiap orang tua terhadap anak-anak mereka. Kelompok dukungan dari orangtua, dalam hal ini adalah dari pihak Gereja, merupakan model intervensi yang mesti juga digunakan oleh para aktivis pencegah narkoba.
Kedua, Gereja menekankan secara jelas kepada Orang Muda Katolik sebuah kebijakan untuk berkata: “tidak” terhadap narkoba. Upaya ini membutuhkan konsistensi Gereja untuk menjelaskan bahwa narkoba itu salah; karena itu Gereja harus melakukan kegiatan-kegiatan yang mendorong sebuah gerakan anti narkoba di lingkungan Orang Muda Katolik. Kepada mereka, Gereja harus memberikan penjelasan terus-menerus bahwa narkoba tidak hanya membahayakan kesehatan fisik dan emosi namun juga kesempatan untuk bisa terus belajar, mengoptimalkan potensi akademik dan kehidupan yang layak.
Terakhir, Gereja mesti meningkatkan kepercayaan iman dan penanaman nilai-nilai moral yang kuat kepada Orang Muda Katolik. Pendekatan ini mempromosikan kesempatan yang lebih besar bagi interaksi personal antara Orang Muda Katolik dengan Gereja, dengan demikian mendorong mereka menjadi model yang lebih berpengaruh di lingkungan Gereja.
(7)
3.2.1.3 Obat-obat Terlarang[11]
Salah satu obat terlarang adalah heroin. Heroin adalah salah satu bagian dari morfin (karena itulah namanya disebut diasetilmorfin). Ia berbentuk kristal putih, umumnya adalah garam hidroklorida, diamorfin hidroklorida. Heroin dapat menyebabkan kecanduan. Selain itu ada juga obat terlarang yang dinamakan Ganja (Cannabis sativa syn. Cannabis indica). Ganja adalah tumbuhan budidaya penghasil serat. Ganja lebih dikenal karena kandungan zat narkotika pada bijinya, tetrahidrokanabinol (THC, tetra-hydro-cannabinol) yang dapat membuat pemakainya mengalami euforia (rasa senang yang berkepanjangan tanpa sebab). Ganja menjadi simbol budaya hippies yang pernah populer di Amerika Serikat. Hal ini biasanya dilambangkan dengan daun ganja yang berbentuk khas. Selain itu ganja dan opium juga didengungkan sebagai simbol perlawanan terhadap arus globalisme yang dipaksakan negara kapitalis terhadap negara berkembang.
Di India, sebagian Sadhu yang menyembah dewa Shiva menggunakan ganja untuk melakukan ritual penyembahan dengan cara menghisap Hashish melalui pipa Chilam/Chillum, dan dengan meminum bhang (bong). Di beberapa negara, tumbuhan ini tergolong narkotika, walau tidak terbukti bahwa pemakainya menjadi kecanduan, berbeda dengan obat-obatan terlarang yang berdasarkan bahan kimiawi dan merusak sel-sel otak, yang sudah sangat jelas bahayanya bagi umat manusia.
Di antara pengguna ganja, beragam efek yang dihasilkan, terutama euforia yang berlebihan, serta hilangnya konsentrasi untuk berpikir di antara para pengguna tertentu. Efek negatif secara umum adalah bila sudah menghisap maka pengguna akan menjadi malas dan otak akan lamban dalam berpikir. Namun, hal ini masih menjadi kontroversi, karena tidak sepenuhnya disepakati oleh beberapa kelompok tertentu yang mendukung medical marijuana (obat yang berguna bagi kesehatan). Selain itu, medical marijuana bisa dipakai untuk pereda rasa sakit dan pengobatan untuk penyakit tertentu (termasuk kanker). Banyak juga pihak yang menyatakan bahwa medical marijuana dapat menyebabkan lonjakan kreatifitas dalam berfikir serta dalam berkarya (terutama pada para seniman dan musisi).
Berdasarkan penelitian terakhir, salah satu jenis ganja yang dianggap membantu kreatifitas adalah hasil silangan modern "Cannabis indica" yang berasal dari India dengan "Cannabis sativa" dari Barat. Jenis Marijuana silangan inilah yang merupakan tipe yang tumbuh di Indonesia. Efek yang dihasilkan juga beragam terhadap setiap individu, di mana dalam golongan tertentu ada yang merasakan efek yang membuat mereka menjadi malas, sementara ada kelompok yang menjadi aktif, terutama dalam berfikir kreatif (bukan aktif secara fisik seperti efek yang dihasilkan methamphetamin.
Marijuana, hingga detik ini, tidak pernah terbukti sebagai penyebab kematian maupun kecanduan. Bahkan, di masa lalu dianggap sebagai tanaman luar biasa, karena hampir semua unsur yang ada pada marijuana dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Hal ini sangat bertolak belakang dan berbeda dengan efek yang dihasilkan oleh obat-obatan terlarang dan alkohol, yang menyebabkan penggunanya menjadi kecanduan hingga tersiksa secara fisik dan bahkan berbuat kekerasan maupun penipuan (aksi kriminal) untuk mendapatkan obat-obatan kimia buatan manusia itu.
Berbagai realitas yang memilukan di atas, sebagai akibat negatif dari obat-obat terlarang mesti menguak kesadaran Gereja, untuk memberikan pemahaman yang tepat kepada Orang Muda Katolik akan bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh obat-obat terlarang tersebut.
3.2.2 Latihan Kepemimpinan
Latihan kepemimpinan sangat penting dilakukan terhadap Orang Muda Katolik. Melalui kegiatan ini, Orang Muda Katolik dilatih supaya memiliki mental yang kuat serta mempunyai kemampuan untuk menjadi pemimpin, baik dalam kelompok sebagai Organisasi maupun dalam masyarakat di mana mereka berada. Dengan demikian, Orang Muda Katolik bukan lagi sebuah organisasi
(8)
formal yang hanya didirikan sebagai jawaban atas kebutuhan pastoral Gereja semata, melainkan sebagai organisasi Gereja yang berdiri atas mental yang kuat, sehingga tidak tergoyahkan oleh berbagai arus negatif dari globalisasi masa kini. Dengan kata lain, mental yang kuat dan terorganisir merupakan dasar yang kuat untuk menghadapi berbagai gejolak masa kini.
3.2.3 Bakti Sosial
Bakti sosial berguna bagi Orang Muda Katolik dalam upaya mengungkapkan rasa cinta dan kesetiakawanan atau solidaritas kepada sesama dan masyarakat yang membutuhkan. Orang Muda Katolik tidak boleh bersikap acuh-tak acuh terhadap dunia dan masyarakat. Mereka dipanggil oleh Allah untuk ikut berusaha membaharui dunia ini dalam Kristus. Contoh konkret dari pemikiran ini adalah membersihkan gedung Gereja, membangun jalan, mengunjungi orang sakit atau orang yang mengalami kemalangan dan lain sebagainya. Keterlibatan diri dalam realitas hidup orang lain yang membutuhkan pertolongan, merupakan salah satu upaya Orang Muda Katolik untuk merasakan penderitaan mereka yang malang. Orang Muda Katolik senantiasa ditantang untuk mengambil sikap yang solider, sebagai wujud keterlibatan mereka dalam masyarakat, khususnya masyarakat kecil, sehingga Orang Muda Katolik mampu menjadi wadah bagi tumpahan keluhan dan penderitaan orang-orang kecil dan menderita. Inilah konsekuensi logis dari iman akan Kristus. Beriman kepada Kristus berarti mengabdi Kristus dan melayani Dia dalam diri sesama.
Iman akan Kristus mesti disampaikan melalui kesaksian hidup dan kata-kata; sebab melalui sikap inilah Orang Muda Katolik diberi pengertian dan kesadaran untuk hidup menggereja secara konkret dan pengenalan nilai-nilai Kristiani secara kontekstual. Orang Muda Katolik bukanlah sebuah organisasi yang tertutup terhadap dunia. Orang Muda Katolik bukanlah sebuah benteng, dengan tembok-tembok yang tinggi dan kuat, yang memisahkan diri dari masyarakat luar. Orang Muda Katolik adalah Umat Allah di antara Gereja dan dunia masyarakat, yang laksana ragi dan garam diharapkan aktif melibatkan diri dalam usaha membaharui segala-galanya dalam Kristus[12].
4. Kesimpulan dan Saran 4.1 Kesimpulan
Realitas kehidupan sosial masyarakat akhir-akhir ini menghadapi suatu permasalahan yang komplek. Hal ini sedikit banyak dipengaruhi oleh kemajuan ilmu teknologi yang secara disadari maupun tidak disadari membawa implikasi tersendiri bagi kaum muda, terutama Orang Muda Katolik. Di satu pihak, perkembangan ilmu teknologi menawarkan suatu nilai positif yang menggembirakan, yang salah satunya dapat berfungsi sebagai sarana pewartaan iman dan komunikasi antarmanusia, serta dapat membantu proses hidup menggereja. Akan tetapi di lain pihak, perkembangan ilmu teknologi membawa dampak negatif yang kerap mengerdilkan kreativitas dan bahkan mereduksi nilai-nilai moral yang pada gilirannya akan merusak iman kekristenan kita, bahkan dapat mengancam keaktifan Orang Muda Katolik dalam hidup menggereja. Dampak yang paling nyata dari permasalahan ini adalah adanya kecenderungan mereka untuk pindah agama, hidup dalam pergaulan bebas, minum-minuman keras dan keengganan untuk mengikuti berbagai kegiatan sosial dan kerohanian Gereja.
Gereja hakikatnya bersifat missioner dan karya evangelisasinya harus dipandang sebagai tugas dasar dari semua Umat Allah, maka hendaknya semua orang beriman kristiani, yang sadar akan tanggung jawabnya, mengambil bagian dalam karya misi itu. Gereja dipanggil oleh Allah agar secara khusus memberikan diri sepenuhnya bagi pelayanan pastoral Gereja. Akan tetapi agar proses pelayanan itu dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan Gereja, terutama bagi Orang Muda Katolik, maka Gereja perlu dibekali dengan pembinaan moral kristiani dan pendidikan agama yang memadai.
Pewartaan iman dalam tata dunia ini mendapat wujud konkret dalam berbagai kegiatan Orang Muda Katolik. Berbagai kegiatan itu adalah suatu gerakan sosial kemanusiaan, yang dibangun
(9)
atas dasar kehidupan bersama dan kepedulian manusiawi bersama umat dan Orang Muda Katolik dari berbagai stasi dan paroki, untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial, demi mencapai hidup yang lebih adil dan harmonis.
Peranan Gereja dalam peningkatan minat Orang Muda Katolik dalam kehidupan menggereja merupakan kegiatan pastoral yang sangat penting dan berdimensi luas. Gereja diharapkan mampu berperan sebagai pewarta Sabda Allah dan penyampai pesan kristiani secara jelas kepada Orang Muda Katolik, demi mencapai sebuah kedewasaan iman dan perasaan menggereja yang lebih mendalam. Oleh karena itu, manakala berbicara tentang kehidupan menggereja kepada Orang Muda Katolik, Gereja mesti mampu menempatkan diri pada posisi yang tepat, yakni sebagai pewarta “Kabar Baik”.
Berkat baptisan, kita diangkat menjadi anggota Tubuh Kristus dan melalui cara hidup kita (sebagai kaum muda awam), kita ikut mengemban tugas pewartaan itu. Peranan Gereja sangat dibutuhkan dalam pengembangan iman Orang Muda Katolik dalam hidup menggereja. Peranan ini mesti berciri khas Kristiani, dalam arti berjalan atas dasar terang iman dan Kitab Suci Kristiani, serta teladan Yesus Kristus. Kegiatan rohani ini hendaknya dilaksanakan secara berkala, untuk mendengarkan firman Allah, sharing pengalaman sehari-hari dan mencari pemecahannya dalam terang Kitab suci (Kis 2:1-47).
4.2 Saran
Gereja (dan termasuk juga kaum tertahbis) hendaknya bekerjasama dan saling melengkapi untuk membagun Tubuh Kristus lewat evangelisasi, perayaan liturgi dan pelayanan kasih, keadilan dan belaskasihan terhadap Orang Muda Katolik. Artinya, semua anggota Gereja mesti turut ambil bagian dalam karya perutusan Yesus ini.
Jadi, kaum beriman kristiani, berkat baptisan diangkat oleh Allah menjadi anggota Tubuh Kristus, terhimpun menjadi Umat Allah, dengan cara mereka sendiri mesti ikut secara aktif mengembankan tugas imamat, kenabian dan rajawi Kristus dan dengan demikian sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing melaksanakan perutusan kepada segenap umat kristiani dalam Gereja dan dunia.
Demi terwujudnya keinginan hidup menggereja di kalangan Orang Muda Katolik, maka berbagai usaha, baik spiritual maupun fisik, mesti mendapat perhatian yang serius dari Gereja (terutama hirarkhi) dan usaha-usaha ini hendaknya dilakukan secara terus-menerus, tanpa henti; sebab apabila Gereja tidak melaksanakan tugas ini, maka Gereja sebenarnya secara tidak langsung menunjang struktur-struktur yang salah yang terjadi dalam masyarakat.
Orang Muda Katolik sebagai warga negara sekaligus murid-murid Yesus Kristus perlu berpartisipasi aktif dalam membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di segala bidang. Partisipasi Orang Muda Katolik dalam bidang sosial kemasyarakatan tersebut bertujuan untuk menyumbangkan peran bagi pencapaian tujuan “kemerdekaan sejati” demi kesejahteraan umum (bonum communae). Namun, kesadaran tentang pentingnya partisipasi politik Orang Muda Katolik tersebut masih berhadapan dengan masalah belum optimalnya kemampuan mereka dalam melibatkan diri dalam kehidupan sosial masyarakat, dengan memanfaatkan kesempatan/peluang yang tersedia.
Untuk memaksimalkan partisipasi Orang Muda Katolik hidup menggereja, Komisi Keuskupan dengan dukungan Komisi Kerasulan Awam hendaknya merintis suatu proses pendidikan perihal hidup menggereja yang strategis, periodik dan berkelanjutan. Dalam pengelolaannya, hendaknya Komisi Keuskupan bekerja sama dengan Komisi Keuskupan se-Indonesia. Melalui karya Komisi Keuskupan-Keuskupan itulah program pendidikan hidup menggereja diharapkan mampu menggerakkan partisipasi Orang Muda Katolik di komunitas-komunitas basis lingkungan, paroki, dan kelompok-kelompok kategorial dan di keuskupan masing-masing.
(10)
Lebih lanjut, setiap Komisi Keuskupan mesti membentuk sebuah tim relawan yang terdiri dari sejumlah orang (muda) yang mempersiapkan, memfasilitasi pelaksanaan dan menindaklanjuti proses pendidikan hidup menggereja Orang Muda Katolik di keuskupan masing-masing. Untuk memulai proses tersebut, setiap Komisi Keuskupan menyelenggarakan Temu Relawan Pendidikan Hidup Menggereja Orang Muda Katolik, dengan mengundang keterlibatan para relawan pendidikan hidup menggereja yang sudah disiapkan oleh setiap Komisi Keuskupan. Melalui berbagai bentuk kegiatan ini, Orang Muda Katolik merasa semakin menemukan dirinya sebagai orang beriman mkhluk ciptaan Allah yang dipanggil oleh Allah untuk menjadikan dunia ini semakin tampak indah dan bermakna di hadapan sesama, terlebih-lebih di hadapan Allah. Basis pendampingan Orang Muda Katolik yang paling efektif adalah keluarga. Bicara soal pendampingan di keluarga, dalam hal ini, orang tua tentu mempunyai tugas yang dominan. Bimbingan iman dari orang tua sangat menentukan perkembangan mereka, baik jasmani maupun rohani. Bimbingan dalam wujud praktek sehari-hari sangatlah efektif dalam menanamkan nilai-nilai Kristiani dan kehidupan menggereja. Karena sangatlah tidak mungkin, orang tua menyuruh anak-anaknya pergi ke gereja, sementara mereka enak-enak tidur di rumah. Upaya yang paling tepat dari orang tua adalah mengajak anak-anak mereka bersama-sama pergi ke gereja. Mendorong mereka untuk berkumpul dengan teman-teman mereka baik ketika usia anak-anak maupun ketika usia remaja. Orang tua mesti mendorong setiap anak-anak mereka untuk mengikuti kegiatan Orang Muda Katolik, dengan harapan mereka dapat berjumpa dengan teman-teman yang seiman. Berkumpul dengan teman-teman yang seiman tentu akan terbentuk sebuah komunitas, sehingga ada jalinan relasi di antara mereka secara baik. Keteladanan dari orang tua juga merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan jiwa Orang Muda Katolik, dengan aktif dan mengajak mengikuti kegiatan rohani seperti sembahyangan lingkungan maupun mengikuti koor dan lain sebagainya tentu juga merupakan cara yang tepat untuk mendampingi dan mengarahkan mereka.
Selain di keluarga, lingkungan sekolah juga turut ambil bagian dalam keaktifan Orang Muda Katolik hidup menggereja. Lingkungan sekolah yang kondusif tentu mempunyai pengaruh dalam pembinaan iman Orang Muda Katolik. Misalnya bagi mereka yang masih bersekolah, hendaknya mereka di sekolahkan di yayasan-yayasan Katolik. Atau di sekolah-sekolah yang lingkungannya dapat mendorong bertumbuh kembangnya iman mereka.
Selain dukungan keluarga dan lingkungan tempat mereka belajar, Dewan Paroki tentu juga harus mendukung pembinaan iman Orang Muda Katolik dengan memberikan kesempatan mereka untuk terlibat secara aktif dalam berbagai kegiatan, yaitu dengan membuat program-program yang melibatkan mereka. Orang Muda Katolik bisa berkembang juga karena ada kesempatan yang diberikan kepada mereka untuk terlibat. Misalnya ketika tugas lingkungan di gereja, dengan memberi kesempatan untuk tugas menjadi lektor, pemazmur, koor dll.
Sering terlontar sebuah ungkapan bahwa selama ini tugas Orang Muda Katolik hanya menjaga sepeda motor atau tukang parkir pada saat perayaan ekaristi berlangsung. Barangkali anggapan ini bisa benar kalau kita tidak memberi kesempatan kepada mereka. Pemberian kesempatan inipun sifatnya harus dikomunikasikan kepada mereka. Dengan adanya komunikasi tentu tugas-tugas akan bisa dilaksanakan dengan baik, bukan sebaliknya, karena kurangnya komunikasi terkadang tugas-tugas yang kita berikan kepada Orang Muda Katolik akan dianggap sebagai sebuah beban. Ada kecenderungan di beberapa paroki, beberapa pekerjaan diserahkan kepada Orang Muda Katolik. Apabila hal itu terjadi, maka jelas ini sebuah kesalahan komunikasi yang merugikan perkembangan Orang Muda Katolik. Miskomunikasi akan melahirkan sebuah hasil yang kontra produktif, sehingga mereka malah merasa terbebani dan diperdaya. Beberapa kegiatan seperti menjadi panitia pada perayaan-perayaan besar liturgi Gereja, seperti Natal dan Paskah, serta misa Orang Muda Katolik merupakan salah satu model perhatian Gereja yang tepat terhadap Orang Muda Katolik. Dengan kesinambungan perhatian tersebut diharapkan Gereja bisa mencapai tujuan bersama yaitu membawa Orang Muda Katolik menjadi orang yang “militan” dalam hal iman dan memiliki tujuan hidup yang jelas.
(11)
®®®®®®®®®®®
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Dokumen Konsili Vatikan II, diterjemahkan oleh R. Hardawirya, S.J, Jakarta: Obor, 1993. Gilarso, T. SJ, Kamulah Garam Dunia: Tugas Umat Allah dalam
Masyarakat, (Bagian III) Yogyakarta: Kanisius, 2003. Internet: Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.
Karyadi FX, Katekese Remaja, (Modul Kuliah Jarak Jauh), Malang: Institut Pastoral Indonesia Malang, 2002.
Katekese Komkat KWI, Pedoman untuk Katekis: Dokumen mengenai Arah Panggilan, Pembinaan dan Promosi Katekis di Wilayah-wilayah yang Berada di bawah Wewenang CEP, Yogyakarta: Kanisius, 1997.
Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici, 1983), direvisi oleh Panitia Hukum Gereja KWI, Jakarta: Sekretariat KWI-Obor, 1991.
Katekismus Gereja Katolik, Ende: Arnoldus, 1998.
Konferensi Wali Gereja Indonesia, Iman Katolik: Buku Informasi dan Referensi, Jakarta: Obor, 1996.
Suseno, Magnis-Franz, Menjadi Saksi-saksi Kristus di Tengah Masyarakat majemuk, Jakarta: Obor, 2004.
Telaumbanua, Marinus, Dr. OFM Cap, Ilmu Kateketik: Hakikat, Metode dan Peserta Katekese Gerejawi (Jakarta: Obor, 1999), hlm. 188.
Catatan kaki:
[1] Bdk. Franz Magnis Suseno, Menjadi Saksi Kristus di Tengah Masyarakat Majemuk (Jakarta: Obor, 2008), hlm. 98.
(12)
Pendahuluan
A. Jemaat yang didirikan Tuhan Yesus itu kekal (Mat. 16:18; Dan. 2:44; Ibr. 12:28)—benih
yang ditanam juga kekal (1Ptr. 1:23-25)
B. Meskipun jemaat tidak akan binasa, namun jemaat dapat kehilangan identitasnya (Why.
2:5; 3:1-6)
C. Berikut ini adalah beberapa masalah yang harus dihadapi dan diselesaikan umat Allah untuk berhasil sebagai jemaat Tuhan.
I. PERTUMBUHAN NOL
A. Banyak orang-orang kudus yang menjadi tua dan meninggal 1. Kita sedih saat orang-orang yang sudah dibaptiskan mundur sebelum menjadi orang
percaya yang dewasa.
2. Banyak yang mundur karena berbagai alasan.
B. Solusi
1. Bangun dari krisis. Jangan ada sindrom “seperti biasa” 2. Kita perlu kembali belajar bagaimana jemaat bertumbuh di PB dan menerapkannya (Kis.
8:4; 1Tes. 1:8; Flp. 1:7)
3. Diperlukan komitmen setiap anggota jemaat. Tuhan sudah memberkati banyak diantara anggota dengan kemampuan inteligensia yang baik dan sumber daya yang baik.
II. PERPECAHAN DAN KEPAHITAN
A. Kristus sering dipermalukan dengan saudara-saudara yang saling menggigit dan menelan
(Gal. 5:15)
1. Perpecahan menghambat kemajuan dan pertumbuhan (Ams. 6:19; Yak. 3:16) 2. Iblis memakai kesempatan itu (Gal. 5:19-20)—terlalu banyak yang mencintai dirinya
sendiri dan sombong
3. Saudara-saudara perlu bekerja sama demi kepentingan bersama (1Kor. 3:3)
B. Solusi
1. Tingkatkan kasih kita terhadap sesama (1Tes. 3:12; 1Ptr. 4:8; Ams. 17:9; 1Kor. 13:4-8) 2. Bangunlah suatu hubungan pribadi yang erat dengan Tuhan. Ini akan memotivasi orang peduli pada pekerjaan Tuhan—belajar Alkitab, berdoa, dan renungan. Kita perlu membangun iman yang kuat dan berakar dalam. Jika ada keanggotaan yang kuat, jemaat akan maju.
III. KEHILANGAN ANAK-ANAK MUDA KITA
A. Betapa banyak anak-anak muda yang hilang—keluarga tepatnya—hilang karena terpikat
oleh dunia dan sistemnya
B. Solusi
1. Jemaat perlu berjuang untuk melakukan yang terbaik bagi generasi muda—sediakan
segala macam yang berguna bagi orang-orang muda
2. Orangtua perlu rajin (Ams. 22:6; Ef. 6:4)—jika orangtuanya suam-suam dan enggan,
bagaimana kira-kira dengan anak-anak?
3. Anak-anak muda perlu belajar tanggung jawab. Lakukan yang terbaik untuk bertumbuh dalam anugerah dan dalam pengenalan akan Kristus dan dewasa sebagai orang percaya
IV. KEHANCURAN KELUARGA
A. Kita hidup dalam suatu bangsa di mana penceraian menjadi wajar, pergaulan semaunya yang mengakibatkan aborsi; hubungan sesama jenis dianggap wajar; dan segala macam jenis
kekerasan rumah tangga—disfunctional family.
B. Solusi
1. Khotbahkan dan tegaskan tentang pandangan Alkitab terhadap perzinaan, homoseksualitas, percabulan, kemabukan, dan perceraian (Mat. 19:5; Ibr. 13:4) 2. Tetaplah hidup murni (Ef. 5:3-6)
V. MATERIALISME DAN KEDUNIAWIAN
(13)
dengan uang. Ketertarikan mereka adalah pada hal-hal duniawi. Hal-hal yang tidak salah—mobil yang lebih baik, rumah, dan perabot—tetapi begitu menguasai waktu kita, sehingga jadi salah. Kita bisa saja tampak hadir setiap saat pintu gereja dibuka, tetapi hati kita tidak ada di dalamnya. Bandingkan Neh. 13:15-21; Mat. 15:8-9. Kita mungkin duduk saat kebaktian, nyanyi nyanyian pujian, tetapi tidur secara mental di sepanjang kebaktian. Kita harus mengasihi Allah dengan
segenap hati kita (Mat. 22:37-38)
B. Solusi
1. Tuhan Yesus berkata (Mat. 6:24)
2. Kita tidak dapat mengklaim takut akan Tuhan, tetapi memakai setiap waktu bangun kita
untuk melayani Mamon.
3. Kita harus belajar dan berusaha kaya di hadapan Tuhan (Luk. 12:21; Mat. 6:19-20; 1Tim. 6:17-19; Mat. 6:33)
VI. TIDAK ADA PENATUA DAN/ATAU KEPEMIMPINAN
A. Keluarga-keluarga telah berjalan bertahun-tahun, jemaat bertahun-tahun, tetapi tidak ada
kepemimpinan, bahkan tak ada prospek untuk itu.
1. Banyak yang mengabaikannya—sehingga tenggelam dalam kebiasaan 2. Padahal, ini merupakan kehendak Allah (Kis. 14:23; Ti. 1:5)
B. Solusi
1. Kembangkan prinsip pemuridan yang sehat sehingga kita tidak akan kekurangan
pemimpin. Dorong setiap orang untuk melayani.
2. Kita perlu mendukung orang-orang yang mau menerima tantangan kepemimpinan (1Tim.
5:17; Ibr. 13:17)
3. Allah akan memberkati jemaat ini, saat rencana Tuhan kita lakukan dengan benar.
KESIMPULAN
Jika masalah-masalah itu tetap ada, jemaat dapat mati. Meskipun jemaat tidak akan pernah binasa, jemaat-jemaat lokal dapat mati dan menghilang. Jika kita mau tunduk pada Tuhan, kita harus menunjukkan ketaatan kita (Rm. 6:17-18)
(14)
Berikut ini ada sepuluh alasan mengapa banyak orang “Kristen”
meninggalkan gereja mereka (terlepas dari banyaknya orang yang
meninggalkan gereja dengan alasan yang dicari-cari dan tidak
alkitabiah) :
1. Orang meninggalkan gereja ketika mereka tidak
mendapatkan sebuah komunitas.
Ini adalah salah satu alasan mengapa orang akan mendatangi
gereja sebagai tempat pertamanya dan juga menjadi alasan
mengapa mereka meninggalkan gereja. Orang menginginkan
komunitas, dan gereja diciptakan Tuhan agar menjadi kommunitas
keluarga Allah. Banyak dari kita lelah melakukan rutinitas kita
sendiri dan mencari hubungan yang jujur, erat dan setia. Hal ini
seharusnya menjadi tujuan pokok dari gereja yakni membangun
komunitas rohani. Mengapa? KeKristenan tidak pernah dimaksudkan
untuk hidup dalam konteks terpisah, terisolasi, tetapi lebih pada
dalam konteks komunitas.
Ketika orang tidak dapat menemukan komunitas atau persekutuan
yang sejati, tidak bisa terhubung, atau masuk dalam hubungan yang
penuh arti dan penting itu, mereka akan memisahkan diri dengan
harapan akan menemukannya ditempat lain. Ketika sebuah Gereja
belajar untuk membangun komunitas yang baik hal itu adalah
pengalaman yang memberikan kehidupan, namun Ketika gereja
gagal melakukannya, gereja hanyalah sebuah tempat yang tidak
menyenangkan. Saya sudah mengalami gereja degan dua model
tersebut dan jujur saya katakan saya berhenti menghabiskan energi
yang emosional pada gereja yang tidak membangun budaya yang
menghasilkan komunitas atau persekutuan yang asli, jujur, dan
khas.
2. Orang meninggalkan gereja karena mereka tidak
menginginkan sandiwara dalam kehidupannya
.
Seringkali orang mencari gereja karena mereka membutuhkan
penerimaan yang tulus, pengampunan dan teladan hidup berjemaat
yang asli dari hari ke hari. Bagaimanapun, seringkali hubungan
berjemaat dalam bergereja kerap kali tidak lebih sebagai panggung
sandiwara atau pertunjukan sinetron. Saya mengerti bahwa kita
tidak sempurna dan setiap gereja selalu akan ada masalah sendiri,
tetapi beberapa gereja kelihatannya melakukan banyak sandiwara
daripada berkomitmen bersama untuk membangun komunitas yang
jujur.
Pekerjaan kita, keluarga dan hubungan persahabatan, rentan
dipergunjingkan, ditikam dari belakang dan didorong utk melewati
batas. Gereja tidak perlu menambah parah kenyataan ini. Gereja
dibutuhkan sebagai tempat yang aman dimana seorang dapat lari
(15)
dari semua drama/masalah/sandiwara yang dihadapi dan bahkan
gereja dapat memberikan pengalaman yang baik dimana mereka
didukung dengan kasih dan diterima dengan tulus.
3. Orang meninggalkan gereja karena konflik yang tidak
terselesaikan.
Seperti disebutkan di atas, semua gereja akan selalu ada konflik,
tetapi komunitas yang sehat dan hidup adalah komunitas yang
mempraktekkan cara hidup berjemaat yang sehat, mencari jalan
keluar atas konflik komunitas dengan tujuan menjaga hubungan
tetap baik dan utuh.
Beberapa gereja melakukan pekerjaan yang luar biasa dalam
membantu mendamaikan tiap pribadi dalam
permasalahan-permasalahan mereka dengan cara yang penuh kasih dengan
mengurangi ketegangan, sementara yang lain mempunyai pikiran
miring atau pendapat yang tidak sama atas proses pendamaian tsb.
Terlalu sering orang-orang yang terluka diberi tahu bahwa respon
emosional mereka adalah salah atau berdosa. Kita terkadang
memberi nasihat yang tidak tepat, seperti “meminta mereka dengan
cepat melupakan atau bahkan berkata “Tidak ada alasan utk
merasakan hal yang demikian”. Kita gagal utk menyadari bahwa
orang-orang yg terluka memerlukan perasaan mereka dimengerti
dan butuh tempat utk mengeluarkan kepahitan dan unek-unek
mereka serta keinginan utk didengar. Jika kita ingin org berhenti
meninggalkan gereja, kita perlu mengembangkan kerendahan hati
dan menjadi pembawa damai seperti Yesus.
4. Orang meninggalkan gereja karena pemimpin yang
otoriter dan guru yang tidak terlatih.
Pemimpin itu membuat dan bisa juga menghancurkan sebuah
organisasi, tak terkecuali dengan gereja. Ketika seorang Gembala
atau Pemimpin gereja menjadi otoriter, ia sedang menciptakan
lingkungan yang tidak nyaman bagi para anggota-anggotanya. Tidak
ada seorangpun yang ingin dikontrol atau dipimpin dengan cara
seperti itu dalam gereja, bahkan orang yang paling mudah membaur
dalam lingkungan seperti itupun tidak akan menyukainya.
Sebaliknya, orang-orang ingin merasa didengar dan termasuk
menjadi bagian dalam setiap pembuatan keputusan atau
rencana-rencana jangka panjang.
Demikian juga anda bisa memiliki sebuah gereja dengan komunitas
yang menyenangkan dan Gembala yang sangat menyanyangi
jemaatnya, tetapi tidak terampil berkhotbah dan mengajar. Kondisi
ini tidaklah baik. Orang-orang akan meninggalkan gereja yang
(16)
demikian. Khotbah yg buruk adalah hal yang mengerikan dalam
sebuah jemaat. Kita perlu memastikan kita menempatkan orang di
dalam posisi untuk melayani sesuai dengan Kemampuan, bukan
hanya Keinginan. Alkitab memberikan syarat khusus untuk seorang
pemimpin, yaitu “cakap mengajar orang” (1 Timotuis 3:2).
5. Orang meninggalkan gereja karena mereka ditolak oleh
tingkatan sosial, geng dan nepotisme.
Tingkatan sosial saya gambarkan sebagai fenomena dimana orang
harus mendapatkan sejumlah pencapaian tertentu dari “Kredit
Sosial” dengan orang-orang yang berpengaruh sebelum mereka
dapat melayani dan diakui. Sebagai hasilnya, orang-orang ternama
di gereja mengumpulkan banyak pengikut dan mengumpulkan
kekuatan, seperti sistem yang mengharuskan anda utk bermain
dalam “game” dengan orang-orang yang berpengaruh jika ingin
termasuk dalam suatu anggota grup/perkumpulan.
Perjunjukkan seperti ini dalam sebuah gereja harus kita tolak secara
tegas. Kita harus percaya bahwa semua jemaat sama di mata Tuhan.
Nepotisme juga sama mengerikan. Nepotisme sangat merusak
gereja. Tingkat pelayanan tidak boleh ditentukan karena hubungan
darah atau keluarga dekat. Posisi dan pelayanan dalam sebuah
gereja ditentukan oleh panggilan pelayanan, kemampuan atau
Keahlian.
6. Orang meninggalkan gereja karena mereka merasa
seperti menjadi salinan suatu pribadi atau teladan hanya
agar dapat menjadi bagian dan dihargai.
Ketika saya melihat suatu gereja, hal yg pertama yang saya cari
adalah pengakuan imannya atau doktrin yang diajarkan. Itu bukan
sekedar karena saya peduli tentang apa yg mereka percayai, tetapi
juga karena saya ingin tahu apakah saya diharuskan utk menjadi
tiruan/kloning dari kelompok atau orang lain agar dapat diterima
atau saya diajar untuk menjadi diri sendiri sebagaimana Tuhan
memanggil saya.
Pengajaran-pengajaran yang diajarkan dalam sebuah gereja
membentuk kita agar semakin menyerupai Yesus Kristus, bukan
menyerupai organisasi gereja. Ketika seseorang dipaksa agar
menjadi seperti anggota komunitas itu, orang akan menjauh.
Kebanyakan orang tidak ingin menjadi sama dengan yang lain atau
membeo. Ketika suatu budaya mengatakan mereka harus menjadi
tiruan/kloning sebagai syarat untuk diterima, akan banyak orang
yang pergi. Demikian juga dengan gereja
(17)
7. Orang meninggalkan gereja karena mereka lelah dibilang
bagaimana “Orang Kristen yg baik” akan memilih dalam
pemilu.
Salah satu aspek yg paling sering membuat frustasi banyak orang
Kristen kebanyakan bukan lagi soal doktrin, atau program gereja,
tetapi dari pergerakan politik. Ketika masih dalam seminary saya
menulis tentang hal ini dengan judul “deification of western
values (pendewaan dari nilai-nilai barat)” karena kebiasaan banyak
orang kristen yang mengambil beberapa isu politik yang hangat dan
opini politik, lalu mengikatkannya dengan iman mereka. Kita lelah
akan semua itu.
Kedalaman kasih kita kepada Tuhan bukan ditentukan oleh pilihan
politik kita, dan juga bukan dilihat dari bendera partai politik yg kita
pilih atau dari kandidat pemimpin politik yang kita pilih meskipun
kebenaran Alkitab berimplikasi juga pada bidang politik (Kecuali
idiologi politik yang secara terang-terangan berlawanan dengan
prinsip Alkitab). Kita dapat mengasihi Yesus dengan tulus tanpa
harus menjadi anggota partai Kristen tertentu.
Berhentilah membuat orang merasa bersalah apabila mereka
memilih partai atau kandidat yang berbeda. Pengikut-pengikut Yesus
memegang aturan luas atas keyakinan politik, dan itu tidak
masalah. Hanya saja mereka tahu bahwa hal itu bukanlah teologi
walaupun beberapa org ingin membuat itu menjadi teologi. Orang
Kristen yang bijaksana merangkul perbedaan politik dalam tubuh
kekristenan.
8. Orang meninggalkan gereja karena mereka mencari
sesuatu yang otentik.
Arti kata otentik adalah : bukan palsu tetapi asli, dengan kata lain
dapat diandalkan dan terpercaya. Ajaran sebuah gereja harus sama
dengan praktik hidup para anggotanya. Ironisnya, kita tahu bahwa
tidak ada lagi pesan yang lebih otentik daripada pesan tentang
“Kasih” dari ajaran Yesus Kristus. Namun, jalan kehidupan kita sering
semakin jauh dari keaslian.
Karakter favorit saya di Alkitab adalah orang-orang polos, tulus,
yang menjawab panggilan Tuhan dengan apa adanya tanpa
membuat alasan-alasan yang dicari-cari. Orang-orang seperti Daud
yang Tuhan sebut sebagai “Sahabat”. Gereja seringkali menjadi
tempat dimana kita ingin menjadi diri sendiri. Akan tetapi tidaklah
aman untuk berlaku demikian khususnya dengan orang-orang yang
sibuk berpura-pura mereka melakukannya bersama-sama tetapi
juga menjadi pengkritik yg terburuk buat kita.
(18)
Orang ingin bergereja dengan orang-orang yang asli, dapat
dipercaya, orang-orang yang tidak takut untuk diberi masukan di
dalam menjalin hubungan, dan orang yang bersedia duduk
disebelah anda ketika anda dalam situasi sulit. Ketika gereja dirasa
palsu dan tidak aman untuk memberikan masukkan, orang akan
pergi dan berharap mendapat tempat yg aman.
9. Orang meninggalkan gereja karena mereka merasa
kesepian.
Akhirnya, ketika anda tidak menemukan sebuah persekutuan dalam
gereja, dan mendapati sebagian jemaat di dalamnya memainkan
sandiwara, dan menemukan bahwa pemimpin gereja tersebut
adalah otoriter dan tidak cakap berkhotbah, dan mendapati bahwa
tidak ada otentisitas dalam kehidupan gereja tersebut, maka anda
akan menjadi orang yang kesepian.
Orang meninggalkan gereja karena mereka merasa sebagai orang
luar dan membuatnya merasa sepi. Hal ini adalah emosi yang
menyakitkan. Jika meninggalkan gereja tersebut membuat perasaan
kesepian itu hilang, maka orang tersebut akan melakukannya
meskipun bukan jaminan bahwa ia juga tida akan menemukan hal
yang sama di luar sana.
Gereja justru hadir untuk mengeluarkan kita dari kesepian agar bisa
berkumpul dalam komunitas rohani. Seharusnya tidak ada satupun
orang yang mengeluhkan hal tersebut, kecuali itu adalah pilihan
pribadinya.
10. Orang meninggalkan gereja ketika mereka tidak
menemukan Yesus Kristus.
Mungkin kedengarannya konyol. Gereja dimanapun harusnya
memiliki Yesus Kristus! Gereja seharusnya menjadi tempat dimana
orang-orang menemukan kebenaran, kasih sejati, merangkul yang
terbuang, melayani para janda, imigran, dan kaum yatim-piatu.
Gereja seharusnya menjadi rumah kasih karunia, dimana tidak ada
diskriminasi, pandang muka, egosentris, dan semua anggota
berlomba-lomba menjadi hamba dan pelayan bagi semua.
Kita harus jujur dengan diri kita dan mengakui bahwa banyak orang
menolak gereja kita karena mereka terlalu tertarik di dalam Yesus
untuk menerima versi yang palsu. Ketika saya membaca cerita
tentang Yesus Kristus, saya terus menerus digerakkan oleh
orang-orang yang tertarik dengan kepribadian-Nya. Dengan pengecualian
atas agama yang kolot, setiap orang rindu ingin bersama Yesus dan
pergi mengikut-Nya kemana pun dan mengambil resiko besar utk
menghabiskan waktu dengan Dia.
(19)
Saya diyakinkan bahwa jika kita membangun komunitas yang
mengasihi dalam iman yg murni dan asli, menjangkau yang
terhilang dan dikenal dengan baik bagaimana kita mengasihi orang
lain, maka tidak akan ada kursi kosong dalam gereja. Karena jika
gereja sungguh seperti Yesus Kristus, orang tidak ingin berada
ditempat lain.
Judul asli : 10 Reasons Why People Leave Church
1.
Banyak nya orang-orang yg lebih memilih membawa HP daripada
Alkitab
2. Kebanyakan orang memakai pakaian yg minim saat ke gereja
3. Masyarakat gereja yang semakin berkurang karena kurang nya
kesadaran diri
4. Problem mengenai perbedaan pendapat saat musyawarah mengenai
kegiatan gereja
Sejak sekolah hingga kuliah, aku banyak menjumpai orang yang menolak
Yesus dan menjauh dari gereja. Saat pertama kali mendengar dan
memikirkan pandangan mereka yang menjauhi gereja, aku tidak tahu
bagaimana harus berespons. Tetapi pandangan-pandangan yang pernah
(20)
kudengar itu kemudian mendorongku untuk lebih banyak merenungkan
tentang kehidupan dan tentang firman Tuhan. Meski aku bukan mahasiswa
sekolah teologia, aku ingin bisa siap menjawab pergumulan mereka yang
mungkin kecewa dengan kekristenan dan menjauhi gereja.
Tiga alasan yang paling sering kutemukan dari orang yang menolak Yesus
dan menjauh dari gereja adalah sebagai berikut:
1. Orang yang rajin ke gereja itu adalah orang yang lemah dan penakut, tidak bisa
apa-apa.
Seorang teman yang dulu pernah sangat rajin ke gereja memberi penjelasan
yang cukup mengejutkan tentang mengapa ia kini tidak pernah datang lagi:
“Berteman dengan orang-orang di gereja itu tidak enak. Mereka itu diajak
bolos gak berani, keluar malam gak bisa, kerjasama waktu ujian gak mau,
mereka gak bisa apa-apa. Beda dengan teman-temanku yang sekarang.
Mereka adalah orang-orang yang berani dalam menjalani hidup. Mereka
membuatku juga merasa lebih kuat dan berani. Bersama mereka,
orang-orang pasti segan dan tidak berani menggangguku.”
Aku mencoba memahami maksud kata “kuat dan berani” yang ia katakan.
Sepertinya yang ia maksudkan adalah berani melanggar aturan yang berlaku
demi bisa diakui dan dipandang hebat oleh orang lain. Benarkah itu yang
namanya kuat dan berani?
Ketika aku membaca Alkitab lebih banyak, aku menemukan orang-orang yang
juga kuat dan berani. Paulus dan Stefanus misalnya. Akan tetapi keberanian
mereka ditunjukkan bukan dengan cara menentang aturan demi mengikuti
apa yang keliru. Mereka adalah orang-orang yang memilih untuk menjalani
hidup sesuai kebenaran firman Tuhan, apapun risikonya. Mereka adalah
orang-orang yang memilih untuk mengendalikan tutur lakunya sesuai firman
Tuhan, memilih untuk mempertahankan iman, sekalipun harus bertaruh
nyawa.
Ketika kita datang ke gereja dengan kerinduan untuk menyelaraskan hidup
dengan kebenaran firman Tuhan, kita akan senang memiliki sahabat-sahabat
yang berani menolak perbuatan-perbuatan yang tidak benar atau tidak
bermanfaat. Tetapi, ketika kita datang dengan harapan orang akan
mengiyakan keinginan kita dan membuat kita terlihat hebat, cepat atau lambat
kita pasti akan kecewa.
(21)
2. Orang yang rajin ke gereja itu adalah orang-orang yang munafik.
“Males
ah
ke gereja, orang-orangnya munafik, pendetanya juga!” Aku sering
menjumpai teman-teman, bahkan banyak orang yang sudah berkeluarga,
punya pandangan demikian. Sebab itulah mereka menjauhi gereja. Memang
tidak bisa dimungkiri, gereja bukanlah kumpulan orang yang sempurna.
Banyak orang Kristen yang kelakuannya tidak mencerminkan imannya.
Akan tetapi, bukankah orang yang munafik ada di mana-mana, tidak hanya di
gereja? Apakah misalnya, kita berhenti kuliah hanya gara-gara di kampus ada
banyak teman yang “nakal” dan dosen yang “malas”? Oke, mungkin kita bisa
memilih untuk pindah, tetapi apakah ada jaminan bahwa kampus lainnya
bebas dari orang-orang yang demikian? Kemungkinan besar tidak. Kita akan
selalu bertemu dengan orang-orang yang sulit, yang munafik, yang membawa
masalah dalam hidup ini. Kalau hidup kita bergantung pada perilaku
orang-orang di sekitar kita, maka dengan cepat kita akan meyerah dan menjauh.
Kita perlu punya alasan atau tujuan yang jelas, mengapa kita memilih untuk
melakukan sesuatu. Ketika tujuan akhir kita adalah meraih gelar sarjana
misalnya, kita tidak akan berhenti kuliah hanya karena punya teman yang
menjengkelkan.
Ketika kita datang ke gereja dengan kesadaran bahwa kita semua adalah
orang berdosa yang membutuhkan Tuhan, kita akan lebih bisa menerima
orang lain dengan segala keterbatasan mereka. Tetapi, ketika kita datang
dengan harapan semua orang yang ada di gereja haruslah bertutur laku
sempurna, cepat atau lambat kita pasti akan kecewa.
3. Orang yang rajin ke gereja itu adalah orang-orang yang tidak bisa berpikir logis.
Seorang tetangga pernah berkata bahwa menurutnya, Allah itu tidak ada dan
Yesus itu hanya manusia biasa. “Kalau Tuhan benar ada, mengapa Dia
membiarkan aku tetap miskin dan anak-anakku jadi pembangkang?” katanya
kepada ibuku. Ia menganggap kekristenan tidak masuk akal, dan karenanya
ia menjauh dari gereja.
Bicara bukti logis, sebenarnya para ilmuwan pun mengakui bahwa
keberadaan Tuhan itu sudah sangat jelas. Aristoteles pernah berkata bahwa
“Segala sesuatu yang ada di dunia ini pasti ada yang menggerakkan.” Kalau
melihat ponsel yang canggih, apakah kita berpikir bahwa ponsel itu terjadi
secara kebetulan? Tentu tidak. Kita tahu ada yang membuatnya secara
khusus. Demikian juga, segala sesuatu yang ada di alam semesta ini
menunjukkan keberadaan Tuhan yang sangat nyata.
(22)
Lalu, mengapa kita menderita? Mengapa ada doa-doa yang sepertinya tidak
dijawab Tuhan? Aku menemukan jawabannya dalam kitab Ayub. Seperti yang
dilakukannya kepada Ayub, Iblis berusaha membuat kita meragukan Tuhan
karena mengizinkan penderitaan datang. Akan tetapi, Ayub menyadari bahwa
keberadaan Tuhan tidak ditentukan oleh situasi hidupnya. Tuhanlah yang
memberi kehidupan, Tuhanlah yang berhak mengatur apa yang terjadi,
termasuk mengizinkan penderitaan datang. Ayub yakin bahwa Tuhan adalah
pemilik hidupnya, dan dalam keyakinan itu Ayub tidak meragukan Tuhan
meski masalah demi masalah terus menimpanya.
Ketika kita datang ke gereja dengan rasa lapar dan haus untuk mengenal
Tuhan dan kebenaran-Nya, kita akan dipuaskan oleh Tuhan sendiri (
Matius
5:6
). Tetapi, jika kita datang dengan tujuan membenarkan pemikiran kita
sendiri, cepat atau lambat kita pasti akan kecewa.
Untuk direnungkan lebih lanjut
Adakah orang-orang di sekitarmu yang sedang kecewa dan menjauhi gereja? Apa
penyebabnya? Bagaimana kamu bisa menolong mengarahkan mereka kembali kepada
Tuhan?
(1)
7. Orang meninggalkan gereja karena mereka lelah dibilang bagaimana “Orang Kristen yg baik” akan memilih dalam pemilu.
Salah satu aspek yg paling sering membuat frustasi banyak orang Kristen kebanyakan bukan lagi soal doktrin, atau program gereja, tetapi dari pergerakan politik. Ketika masih dalam seminary saya menulis tentang hal ini dengan judul “deification of western values (pendewaan dari nilai-nilai barat)” karena kebiasaan banyak orang kristen yang mengambil beberapa isu politik yang hangat dan opini politik, lalu mengikatkannya dengan iman mereka. Kita lelah akan semua itu.
Kedalaman kasih kita kepada Tuhan bukan ditentukan oleh pilihan politik kita, dan juga bukan dilihat dari bendera partai politik yg kita pilih atau dari kandidat pemimpin politik yang kita pilih meskipun kebenaran Alkitab berimplikasi juga pada bidang politik (Kecuali idiologi politik yang secara terang-terangan berlawanan dengan prinsip Alkitab). Kita dapat mengasihi Yesus dengan tulus tanpa harus menjadi anggota partai Kristen tertentu.
Berhentilah membuat orang merasa bersalah apabila mereka memilih partai atau kandidat yang berbeda. Pengikut-pengikut Yesus memegang aturan luas atas keyakinan politik, dan itu tidak masalah. Hanya saja mereka tahu bahwa hal itu bukanlah teologi walaupun beberapa org ingin membuat itu menjadi teologi. Orang Kristen yang bijaksana merangkul perbedaan politik dalam tubuh kekristenan.
8. Orang meninggalkan gereja karena mereka mencari sesuatu yang otentik.
Arti kata otentik adalah : bukan palsu tetapi asli, dengan kata lain dapat diandalkan dan terpercaya. Ajaran sebuah gereja harus sama dengan praktik hidup para anggotanya. Ironisnya, kita tahu bahwa tidak ada lagi pesan yang lebih otentik daripada pesan tentang “Kasih” dari ajaran Yesus Kristus. Namun, jalan kehidupan kita sering semakin jauh dari keaslian.
Karakter favorit saya di Alkitab adalah orang-orang polos, tulus, yang menjawab panggilan Tuhan dengan apa adanya tanpa membuat alasan-alasan yang dicari-cari. Orang-orang seperti Daud yang Tuhan sebut sebagai “Sahabat”. Gereja seringkali menjadi tempat dimana kita ingin menjadi diri sendiri. Akan tetapi tidaklah aman untuk berlaku demikian khususnya dengan orang-orang yang sibuk berpura-pura mereka melakukannya bersama-sama tetapi juga menjadi pengkritik yg terburuk buat kita.
(2)
Orang ingin bergereja dengan orang-orang yang asli, dapat dipercaya, orang-orang yang tidak takut untuk diberi masukan di dalam menjalin hubungan, dan orang yang bersedia duduk disebelah anda ketika anda dalam situasi sulit. Ketika gereja dirasa palsu dan tidak aman untuk memberikan masukkan, orang akan pergi dan berharap mendapat tempat yg aman.
9. Orang meninggalkan gereja karena mereka merasa kesepian.
Akhirnya, ketika anda tidak menemukan sebuah persekutuan dalam gereja, dan mendapati sebagian jemaat di dalamnya memainkan sandiwara, dan menemukan bahwa pemimpin gereja tersebut adalah otoriter dan tidak cakap berkhotbah, dan mendapati bahwa tidak ada otentisitas dalam kehidupan gereja tersebut, maka anda akan menjadi orang yang kesepian.
Orang meninggalkan gereja karena mereka merasa sebagai orang luar dan membuatnya merasa sepi. Hal ini adalah emosi yang menyakitkan. Jika meninggalkan gereja tersebut membuat perasaan kesepian itu hilang, maka orang tersebut akan melakukannya meskipun bukan jaminan bahwa ia juga tida akan menemukan hal yang sama di luar sana.
Gereja justru hadir untuk mengeluarkan kita dari kesepian agar bisa berkumpul dalam komunitas rohani. Seharusnya tidak ada satupun orang yang mengeluhkan hal tersebut, kecuali itu adalah pilihan pribadinya.
10. Orang meninggalkan gereja ketika mereka tidak menemukan Yesus Kristus.
Mungkin kedengarannya konyol. Gereja dimanapun harusnya memiliki Yesus Kristus! Gereja seharusnya menjadi tempat dimana orang-orang menemukan kebenaran, kasih sejati, merangkul yang terbuang, melayani para janda, imigran, dan kaum yatim-piatu. Gereja seharusnya menjadi rumah kasih karunia, dimana tidak ada diskriminasi, pandang muka, egosentris, dan semua anggota berlomba-lomba menjadi hamba dan pelayan bagi semua.
Kita harus jujur dengan diri kita dan mengakui bahwa banyak orang menolak gereja kita karena mereka terlalu tertarik di dalam Yesus untuk menerima versi yang palsu. Ketika saya membaca cerita tentang Yesus Kristus, saya terus menerus digerakkan oleh orang-orang yang tertarik dengan kepribadian-Nya. Dengan pengecualian atas agama yang kolot, setiap orang rindu ingin bersama Yesus dan pergi mengikut-Nya kemana pun dan mengambil resiko besar utk menghabiskan waktu dengan Dia.
(3)
Saya diyakinkan bahwa jika kita membangun komunitas yang mengasihi dalam iman yg murni dan asli, menjangkau yang terhilang dan dikenal dengan baik bagaimana kita mengasihi orang lain, maka tidak akan ada kursi kosong dalam gereja. Karena jika gereja sungguh seperti Yesus Kristus, orang tidak ingin berada ditempat lain.
Judul asli : 10 Reasons Why People Leave Church
1. Banyak nya orang-orang yg lebih memilih membawa HP daripada Alkitab
2. Kebanyakan orang memakai pakaian yg minim saat ke gereja 3. Masyarakat gereja yang semakin berkurang karena kurang nya kesadaran diri
4. Problem mengenai perbedaan pendapat saat musyawarah mengenai kegiatan gereja
Sejak sekolah hingga kuliah, aku banyak menjumpai orang yang menolak Yesus dan menjauh dari gereja. Saat pertama kali mendengar dan
memikirkan pandangan mereka yang menjauhi gereja, aku tidak tahu bagaimana harus berespons. Tetapi pandangan-pandangan yang pernah
(4)
kudengar itu kemudian mendorongku untuk lebih banyak merenungkan tentang kehidupan dan tentang firman Tuhan. Meski aku bukan mahasiswa sekolah teologia, aku ingin bisa siap menjawab pergumulan mereka yang mungkin kecewa dengan kekristenan dan menjauhi gereja.
Tiga alasan yang paling sering kutemukan dari orang yang menolak Yesus dan menjauh dari gereja adalah sebagai berikut:
1. Orang yang rajin ke gereja itu adalah orang yang lemah dan penakut, tidak bisa apa-apa.
Seorang teman yang dulu pernah sangat rajin ke gereja memberi penjelasan yang cukup mengejutkan tentang mengapa ia kini tidak pernah datang lagi: “Berteman dengan orang-orang di gereja itu tidak enak. Mereka itu diajak bolos gak berani, keluar malam gak bisa, kerjasama waktu ujian gak mau, mereka gak bisa apa-apa. Beda dengan teman-temanku yang sekarang. Mereka adalah orang-orang yang berani dalam menjalani hidup. Mereka membuatku juga merasa lebih kuat dan berani. Bersama mereka, orang-orang pasti segan dan tidak berani menggangguku.”
Aku mencoba memahami maksud kata “kuat dan berani” yang ia katakan. Sepertinya yang ia maksudkan adalah berani melanggar aturan yang berlaku demi bisa diakui dan dipandang hebat oleh orang lain. Benarkah itu yang namanya kuat dan berani?
Ketika aku membaca Alkitab lebih banyak, aku menemukan orang-orang yang juga kuat dan berani. Paulus dan Stefanus misalnya. Akan tetapi keberanian mereka ditunjukkan bukan dengan cara menentang aturan demi mengikuti apa yang keliru. Mereka adalah orang-orang yang memilih untuk menjalani hidup sesuai kebenaran firman Tuhan, apapun risikonya. Mereka adalah orang-orang yang memilih untuk mengendalikan tutur lakunya sesuai firman Tuhan, memilih untuk mempertahankan iman, sekalipun harus bertaruh nyawa.
Ketika kita datang ke gereja dengan kerinduan untuk menyelaraskan hidup dengan kebenaran firman Tuhan, kita akan senang memiliki sahabat-sahabat yang berani menolak perbuatan-perbuatan yang tidak benar atau tidak
bermanfaat. Tetapi, ketika kita datang dengan harapan orang akan
mengiyakan keinginan kita dan membuat kita terlihat hebat, cepat atau lambat kita pasti akan kecewa.
(5)
2. Orang yang rajin ke gereja itu adalah orang-orang yang munafik.
“Males ah ke gereja, orang-orangnya munafik, pendetanya juga!” Aku sering menjumpai teman-teman, bahkan banyak orang yang sudah berkeluarga, punya pandangan demikian. Sebab itulah mereka menjauhi gereja. Memang tidak bisa dimungkiri, gereja bukanlah kumpulan orang yang sempurna. Banyak orang Kristen yang kelakuannya tidak mencerminkan imannya.
Akan tetapi, bukankah orang yang munafik ada di mana-mana, tidak hanya di gereja? Apakah misalnya, kita berhenti kuliah hanya gara-gara di kampus ada banyak teman yang “nakal” dan dosen yang “malas”? Oke, mungkin kita bisa memilih untuk pindah, tetapi apakah ada jaminan bahwa kampus lainnya bebas dari orang-orang yang demikian? Kemungkinan besar tidak. Kita akan selalu bertemu dengan orang-orang yang sulit, yang munafik, yang membawa masalah dalam hidup ini. Kalau hidup kita bergantung pada perilaku orang-orang di sekitar kita, maka dengan cepat kita akan meyerah dan menjauh. Kita perlu punya alasan atau tujuan yang jelas, mengapa kita memilih untuk melakukan sesuatu. Ketika tujuan akhir kita adalah meraih gelar sarjana misalnya, kita tidak akan berhenti kuliah hanya karena punya teman yang menjengkelkan.
Ketika kita datang ke gereja dengan kesadaran bahwa kita semua adalah orang berdosa yang membutuhkan Tuhan, kita akan lebih bisa menerima orang lain dengan segala keterbatasan mereka. Tetapi, ketika kita datang dengan harapan semua orang yang ada di gereja haruslah bertutur laku sempurna, cepat atau lambat kita pasti akan kecewa.
3. Orang yang rajin ke gereja itu adalah orang-orang yang tidak bisa berpikir logis. Seorang tetangga pernah berkata bahwa menurutnya, Allah itu tidak ada dan Yesus itu hanya manusia biasa. “Kalau Tuhan benar ada, mengapa Dia membiarkan aku tetap miskin dan anak-anakku jadi pembangkang?” katanya kepada ibuku. Ia menganggap kekristenan tidak masuk akal, dan karenanya ia menjauh dari gereja.
Bicara bukti logis, sebenarnya para ilmuwan pun mengakui bahwa
keberadaan Tuhan itu sudah sangat jelas. Aristoteles pernah berkata bahwa “Segala sesuatu yang ada di dunia ini pasti ada yang menggerakkan.” Kalau melihat ponsel yang canggih, apakah kita berpikir bahwa ponsel itu terjadi secara kebetulan? Tentu tidak. Kita tahu ada yang membuatnya secara khusus. Demikian juga, segala sesuatu yang ada di alam semesta ini menunjukkan keberadaan Tuhan yang sangat nyata.
(6)
Lalu, mengapa kita menderita? Mengapa ada doa-doa yang sepertinya tidak dijawab Tuhan? Aku menemukan jawabannya dalam kitab Ayub. Seperti yang dilakukannya kepada Ayub, Iblis berusaha membuat kita meragukan Tuhan karena mengizinkan penderitaan datang. Akan tetapi, Ayub menyadari bahwa keberadaan Tuhan tidak ditentukan oleh situasi hidupnya. Tuhanlah yang memberi kehidupan, Tuhanlah yang berhak mengatur apa yang terjadi, termasuk mengizinkan penderitaan datang. Ayub yakin bahwa Tuhan adalah pemilik hidupnya, dan dalam keyakinan itu Ayub tidak meragukan Tuhan meski masalah demi masalah terus menimpanya.
Ketika kita datang ke gereja dengan rasa lapar dan haus untuk mengenal Tuhan dan kebenaran-Nya, kita akan dipuaskan oleh Tuhan sendiri (Matius 5:6). Tetapi, jika kita datang dengan tujuan membenarkan pemikiran kita sendiri, cepat atau lambat kita pasti akan kecewa.
Untuk direnungkan lebih lanjut
Adakah orang-orang di sekitarmu yang sedang kecewa dan menjauhi gereja? Apa penyebabnya? Bagaimana kamu bisa menolong mengarahkan mereka kembali kepada Tuhan?