INSTRUMEN YANG DIPERJUALBELIKAN DI PASAR (3)

INSTRUMEN YANG DIPERJUALBELIKAN DI PASAR MODAL MAKALAH MANAJEMEN KEUANGAN LANJUT

  Diajukan untuk memenuhi tugas Mata kuliah Manajemen Keuangan Lanjut pada Program Studi Akuntansi STIE STAN-Indonesia Mandiri

  Disusun oleh: Nenda Marliani (371601016) Siti Maesaroh (371601002) Glory Stevany S (371501002) Mirna Fitri Lc (371501014) Leta Olivia (371501008) Maria Ana Rumiana ( 371501003)

  SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI STAN-INDONESIA MANDIRI

BANDUNG 2017

KATA PENGANTAR

  Segala puji dan syukur kehadirat Ilahi Robbi, Robb semesta alam yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-NYA kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul “Instrumen yang diperjualbelikan di pasar modal”. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Manajemen Keuangan Lanjut di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi STAN- Indoensia Mandiri.

  Selama penyusunan makalah ini penulis telah banyak menerima bantuan, bimbingan, nasehat, dukungan, dan dorongan serta semangat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

  1. Ibu Dr. Leni Susanti, M.Si, selaku Dosen Mata Kuliah Manajemen Keuangan

  Lanjut di STIE STAN Indonesia Mandiri.

  2. Kedua orang tua penulis yang telah memberikan dorongan moril maupun

  materil.

  3. Seluruh Mahasiswa dan Mahasiswi Kelas Akuntansi S1.

  Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam membahas serta mengkaji topik yang ada, namun penulis menyadari bahwa hasil karya ini jauh dari sempurna dan masih banyak sekali kekurangan didalamnya, hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimliki oleh penulis.

  Bandung, 15 Mei 2017

  Penulis

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

  Pasar modal menurut kamus pasar modal adalah pasar konkret atau abstrak yang mempertemukan pihak yang menawarkan dan memerlukan dana jangka panjang, yaitu jangka satu tahun ke atas. Umumnya yang termasuk pihak penawar adalah perusahaan asuransi, dana pensiun, bank-bank tabungan sedangkan yang termasuk peminat adalah perusahaan, pemerintah, dan masyarakat umum. Pasar modal berbeda dengan pasar uang (money market). Pasar uang berkaitan dengan instrumen keuangan jangka pendek (jatuh tempo kurang dari 1 tahun) dan merupakan pasar yang abstrak. Instrumen pasar uang biasanya terdiri dari berbagai jenis surat berharga jangka pendek seperti sertifikat deposito, commercial paper, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU). Sedangkan Instrumen yang diperjualbelikan di pasar modal adalah saham biasa, saham preferen, obligasi, waran, konvertibel, dan hak pilihan, dll. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai instrumen yang diperjualbelikan di pasar modal maka penulis akan membahas materi tersebut dalam makalah yang berjudul “ Instrumen yang diperjualbelikan di pasar modal”.

1.2. Identifikasi Masalah

  Identifikasi masalah dalam makalah ini adalah menjelaskan mengenai instrumen yang diperjualbelikan di pasar modal, dengan rincian sebagai berikut:

  1. Apa yang dimaksud dengan saham biasa?

  2. Apa yang dimaksud dengan saham preferen?

  3. Apa yang dimaksud dengan obligasi?

  4. Apa yang dimaksud dengan waran?

  5. Apa yang dimaksud dengan konvertibel?

  6. Apa yang dimaksud dengan hak pilihan?

1.3. Tujuan Pembuatan Makalah

  Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah menjelaskan mengenai instrumen yang diperjualbelikan di pasar modal, dengan rincian sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui mengenai saham biasa.

  2. Untuk mengetahui mengenai saham preferen.

  3. Untuk mengetahui mengenai obligasi.

  4. Untuk mengetahui mengenai waran.

  5. Untuk mengetahui mengenai konvertibel.

  6. Untuk mengetahui mengenai hak pilihan.

BAB II INSTRUMEN YANG DIPERJUALBELIKAN DI PASAR MODAL

2.1. Saham Biasa

2.1.1. Definisi Saham Biasa

  Saham biasa adalah suatu surat berharga yang dijual oleh suatu perusahaan yang menjelaskan nilai nominal (rupiah, dolar, yen, dan sebagainya) dimana pemegangnya diberi hak untuk mengikuti RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) dan RUPSLB (Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa) serta berhak untuk menentukan membeli right issue (penjualan saham terbatas) atau tidak, yang selanjutnya di akhir tahun akan memperoleh keuntungan dalam bentuk dividen (Fahmi, 2015: 271). Sedangkan yang dimaksud dengan saham adalah:

  a. Tanda bukti penyertaan kepemilikan modaldana pada suatu perusahaan

  b. Kertas yang tercantum dengan jelas nilai nominal, nama perusahaan dan di ikuti dengan hak dan kewajiban yang dijelaskan kepada setiap pemegangnya.

  c. Persediaan yang siap untuk dijual (Fahmi, 2015: 270).

2.1.2. Jenis-Jenis Saham Biasa

  Saham biasa memiliki beberapa jenis:

a. Blue Chip Stock (Saham Unggulan)

  Adalah saham dari perusahaan yang dikenal secara nasional dan memiliki sejarah laba, pertumbuhan, dan manajemen yang berkualitas. Saham-saham IBM dan Du Pont merupakan contoh blue chip. Jika di Indonesia kita bisa melihat pada lima besar saham yang termasuk kategori LQ 45. LQ 45 adalah likuiditas empat puluh lima buah perusahaan yang dianggap memiliki tingkat likuiditas yang baik dan sesuai dengan pengharapan pasar modal (Fahmi, 2015: 272).

b. Growth Stock

  Adalah saham-saham yang diharapkan memberikan pertumbuhan laba yang lebih tinggi dari rata-rata saham-saham lain, dan karenanya memiliki PER yang tinggi (Fahmi, 2015: 272).

c. Defensive Stock (saham-saham defensif)

  Adalah saham yang cenderung lebih stabil dalam masa resensi atau perekonomian yang tidak menentu berkaitan dengan dividen, pendapatan, dan kinerja pasar. Contoh perusahaan yang masuk kategori ini biasanya perusahaan yang produknya memang dibutuhkan oleh publik, seperti perusahaan yang masuk kategori food and beverage, yaitu produk gula, beras, minyak, makanan, garam, dan sejenisnya (Fahmi, 2015: 272).

d. Cyclical Stock

  Adalah sekuritas yang cenderung naik nilainya secara cepat saat ekonomi semarak dan jatuh juga secara cepat saat ekonomi lesu. Contohnya saham pabrik mobil dan real estate. Sebaliknya saham non siklis mencakup saham-saham perusahaan yang memproduksi barang-barang kebutuhan umum yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi, misalnya makanan dan obat-obatan (Fahmi, 2015: 272).

e. Seasonal Stock

  Adalah perusahaan yang penjualannya bervariasi karena dampak musiman, misalnya karena cuaca dan liburan. Sebagai contoh, pabrik mainan memiliki penjualan musiman yang khusus pada saat musim natal (Fahmi, 2015: 272).

f. Speculative Stock

  Adalah saham yang kondisinya memiliki tingkat spekulasi yang tinggi, yang kemungkinan tingkat pengembalian hasilnya adalah rendah atau negatif. Ini biasanya dipakai untuk membeli saham pada perusahaan pengeboran minyak (Fahmi, 2015: 272).

2.1.3. Keuntungan Memiliki Saham

  Bagi pihak yang memiliki saham akan memperoleh beberapa keuntungan sebagai bentuk kewajiban yang harus diterima, yaitu:

  a. Memperoleh dividen yang akan diberikan pada setiap akhir tahun.

  b. Memperoleh capital gain, yaitu keuntungan pada saat saham yang dimiliki tersebut dijual kembali pada harga yang lebih mahal.

  c. Memiliki hak suara bagi pemegang saham jenis common stock (Fahmi, 2015: 276).

2.1.4. Kerugian Menjual Saham

  Namun demikian terdapat kerugian lain dengan menjual saham biasa tersebut diantaranya:

  a. Berkurangnya pengendalian perusahaan.

  b. Timbulnya agency problem dan agency cost karena adanya konflik antar agen;

  c. Menurunnya laba per saham sebagai akibat bertambahnya jumlah lembar saham yang beredar.

  d. Perusahaan menjadi semakin transparan dan semakin banyak pihak yang mengamati kegiatan perusahaan karena dengan menjual sahamnya ke publik berarti perusahaan tersebut menjadi milik publik (Sartono, 2015:332).

2.1.5. Alasan Perusahaan Menjual Saham

  Ada beberapa alasan yang menjelaskan mengapa suatu perusahaan memutuskan untuk menerbitkan dan menjual saham, yaitu:

  a. Kebutuhan dana dalam jumlah yang besar dan pihak perbankan tidak mampu untuk memberikan pinjaman karena berbagai alasan seperti tingginya risiko yang akan dialami jika terjadi kemacetan.

  b. Keinginan perusahaan untuk mempublikasikan kinerja perusahaan secara lebih sistematis.

  c. Menginginkan harga saham perusahaan terus naik dan terus diminati oleh konsumen secara luas, sehingga ini nantinya akan memberi efek kuat bagi perusahaan seperti rasa percaya diri di kalangan manajemen perusahaan.

  d. Mampu memperkecil risiko yang timbul karena permasalahan risiko diselesaikan dengan pembagian dividen (Fahmi, 2015: 277).

2.1.6. Saham Biasa dan Right

  Saham biasa yaitu penerbitan rights (rights issue). Penerbitan rights akan dilakukan dengan cara sebagai berikut. Misalkan suatu perusahaan saat ini memiliki jumlah lembar saham sebanyak 10 juta dengan harga pasar saat ini Rp 15.000 per lembar. Perusahaan memerlukan tambahan dana sebesar Rp50 miliar kepada publik umum. Apabila cara ini ditempuh, umumnya perusahaan harus menggunakan jasa lembaga penjamin (yang akan menjamn bahwa penerbitan tersebut akan laku terjual semua), atau menawarkan saham baru dengan harga yang lebih rendah dari harga saham saat ini. Keduanya akan mengakibatkan perusahaan harus membayar fee kepada pihak penjamin, dan kedua berarti distribusi kemakmuran kepada pemegang saham baru (Husnan Pudjiastuti, 2012:382).

  Untuk itu, alternatif lain adalah menawarkan kepada para pemegang saham lama untuk membeli saham baru. Agar pemegang saham lama berminat untuk membeli saham baru tersebut, perusahaan akan menawarkan saham baru tersebut dengan harga yang (jauh) lebih murah dari harga saham saat ini (Husnan Pudjiastuti, 2012:382).

  Misalkan perusahaan akan menerbitkan saham baru sebanyak 10 juta lembar lagi, dan ditawarkan dengan harga Rp5.000 per lembar (dengan demikian akan terkumpul Rp 50 miliar). Dengan demikian maka setiap pemilik satu lembar saham lama diberi hak membeli satu lembar saham baru. Kepada mereka kemudian dibagikan bukti rights sesuai dengan jumlah saham yang mereka miliki. Bagi mereka yang tidak ingin membeli saham baru dapat menjual bukti right tersebut. Karena penawaran tersebut hanya dibatasi kepada pemegang saham lama, maka penawaran tersebut disebut sebagai penawaran terbatas (Husnan Pudjiastuti, 2012:382).

  Setelah penerbitan rights, jumlah lembar saham akan meningkat, sedangkan jumlah dana yang disetor tidaklah sama dengan nilai yang sama. Sebagai akibatnya Setelah penerbitan rights, jumlah lembar saham akan meningkat, sedangkan jumlah dana yang disetor tidaklah sama dengan nilai yang sama. Sebagai akibatnya

  1. Saham lama 10 juta x Rp 15.000

  = Rp 150 miliar

  2. Saham baru 10 juta x Rp 5.000

  = Rp 50 miliar

  Total saham 20 juta

  Rp 200 miliar

  Harga saham per lembar

  = Rp 200 miliar 20 juta = Rp 10.000

  Bagi pemegang saham, kemakmuran mereka sebelum dan setelah penerbitan rights sama saja, apabila investasi tersebut memberikan NPV = 0. Hal tersebut dapat dilihat dari perhitungan berikut ini (Husnan Pudjiastuti, 2012:382). Sebelum penerbitan rights harga saham Rp15.000. Untuk seorang pemodal yang memiliki satu lembar saham, maka Nilai saham sebelum penerbitan right

  Rp 15.000

  Dana yang diserahkan ke perusahaan

  Rp 5.000

  untuk melaksanakan right-nya Jumlah

  Rp 20.000

  Setelah penerbitan rights jumlah lembar saham menjadi 2 lembar Rp 10.000. Dengan demikian kekayaannya adalah 2 x Rp10.000 = Rp 20.000, sama dengan kekayaan sebelum penerbitan right ditambah dengan dana yang disetor. Karena itu kunci dalam penerbitan rights adalah apakah dana yang dihimpun dari penerbitan rights tersebut diharapkan memberikan NPV yang positif atau tidak. Apabila diharapkan dana tesebut dapat diinvestasikan dengan memberikan NPV = + Rp10 miliar, maka harga saham setelah penerbitan rights akan menjadi:

  1. Saham lama 10 jta x Rp15.000

  = Rp150 miliar

  2. Dana dari penerbitan rights (10 juta saham)

  = Rp 50 miliar

  3. Dana yang diharapkan

  = Rp 10 miliar

  Jumlah

  Rp210 miliar

  Total saham 20 juta

  = Rp210 miliar

  Harga saham per lembar

  = Rp210 miliar20 juta = Rp10.500

  Dengan demikian, bagi pemilik satu lembar saham lama, setelah menyetor dana untuk membeli saham baru dengan menggunakan haknya, akan memperoleh dua lembar saham baru senilai Rp10.500. Karena itu kekayaannya menjadi Rp21.000. Kekayaannya bertambah sebesar Rp1.000 karena dana disetorkan diharapkan memberikan NPV positif sebesar Rp10 miliar. Mengapa perusahaan menerbitkan rights? Perusahaan menerbitkan rights seringkali adalah untuk menghemat biaya emisi, dan juga untuk menambah jumlah lembar saham yang diperdagangkan. Umumnya diharapkan penambahan jumlah lembar saham di bursa akan meningkatkan frekuensi perdagangan saham tersebut (istilahnya adalah meningkatkan likuiditas saham) (Husnan Pudjiastuti, 2012:383).

2.1.7. Pelaku Pasar Saham

  Adapun para pelaku di pasar saham disamping perusahaan yang bersangkutan juga turut melibatkan pihak lainnya, yaitu:

  a. Emiten yaitu perusahaan yang terlibat dalam menjual sahamnya di pasar modal.

  b. Underwriter atau penjamin, yaitu yang menjamin perusahaan tersebut dalam menjual sahamnya di pasar modal.

  c. Broker atau pialang (Fahmi, 2015: 278).

  Adapaun pengertian broker R.J.Shook menjelaskan, broker adalah perantara antara pembeli dengan penjual sekuritas. Lebih jauh R.J. Shook menekankan bahwa pialang, yang bisanya mengenakan komisi, harus terlebih dahulu terdaftar pada bursa sebelum bisa berdagang pada bursa yang dimaksud (Fahmi, 2015: 278).

2.1.8. Mekanisme Perdagangan Saham

  Setelah izin emisi diberikan, berarti bahwa perusahaan yang bersangkutan segera dapat menawarkan surat berharganya di pasar perdana atau primer. Pasar Perdana menurut Keputusan Menteri Keuangan RI No. 859KMK.01.1987 adalah Setelah izin emisi diberikan, berarti bahwa perusahaan yang bersangkutan segera dapat menawarkan surat berharganya di pasar perdana atau primer. Pasar Perdana menurut Keputusan Menteri Keuangan RI No. 859KMK.01.1987 adalah

2.1.8.1. Pasar Primer

  Pasar primer adalah pasar tempat penjualan surat berharga untuk pertama kali atau disebut juga dengan pasar emisi surat berharga baru karena untuk pertama kali emisi surat berharga tersebut dijual. Pasar primer terdiri atas perusahaan yang mengeluarkan surat berharga dan kumpulan individu serta lembaga investasi yang akan membeli surat berharga baru tersebut. Perlu diingat bahwa dalam transaksi tersebut biasanya diperlukan perantara seperti halnya broker dan bank investasi untuk mempertemukan pembeli dan penjual. Di negara kita, masih sulit membedakan bank komersial dan bank investasi karena hampir semua bank komersial juga dapat bertindak sebagai bank investasi (Sartono, 2015:33).

  Sebenarnya untuk memperoleh dana, perusahaan dapat menjual surat berharganya secara langsung biasanya obligasi atau saham preferen kepada kelompok investor atau perusahaan asuransi atau kepada lembaga dana pensiun. Namun demikian, biasanya perusahaan menarik dana melalui penawaran atau penjualan surat berharga secara terbuka, dalam penjualan umum atau public offering tersebut perusahaan sangat memerlukan bantuan bank investasi sebagai penjamin atas penjualan surat berharga baru. Penjamin emisi surat berharga baru tersebut dapat bertindak sebagai investor ataupun sebagai broker yang membeli seluruh surat berharga dan menjualnya kembali kepada publik. Penjamin emisi Sebenarnya untuk memperoleh dana, perusahaan dapat menjual surat berharganya secara langsung biasanya obligasi atau saham preferen kepada kelompok investor atau perusahaan asuransi atau kepada lembaga dana pensiun. Namun demikian, biasanya perusahaan menarik dana melalui penawaran atau penjualan surat berharga secara terbuka, dalam penjualan umum atau public offering tersebut perusahaan sangat memerlukan bantuan bank investasi sebagai penjamin atas penjualan surat berharga baru. Penjamin emisi surat berharga baru tersebut dapat bertindak sebagai investor ataupun sebagai broker yang membeli seluruh surat berharga dan menjualnya kembali kepada publik. Penjamin emisi

2.1.8.2. Pasar Sekunder

  Setelah perusahaan menjual surat berharganya di pasar primer, surat berharga tersebut dapat diperjualbelikan di pasar sekunder. Di Indonesia ada dua pasar sekunder yang utama yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES). Transaksi yang terjadi di pasar sekunder tidak akan mempengaruhi posisi keuangan perusahaan karena pada dasarnya transaksi tersebut hanya merupakan pemindahan kepemilikan saham dari satu investor ke investor yang lain. Sebagai contoh seorang investor yang memiliki 1.000 lembar saham perusahaan menginginkan uang kas, maka investor tersebut dapat menjual kembali saham yang dimilikinya di pasar sekunder dengan harga pasar yang berlaku saat itu. Transaksi di pasar sekunder hanya mempengaruhi komposisi kepemilikan saham perusahaan. Arsip kepemilikan saham dalam perusahaan akan berubah sehingga pembayarannya dividen tentunya akan diberikan kepada pemegang saham baru. Perlu dicatat, dalam waktu selambat-lambatnya 90 hari setelah izin emisi diberikan maka surat berharga tersebut harus dicatatkan di bursa. Sejak pencatatan itu maka perdagangan surat berharga dilakukan di bursa, dimana transaksi dilakukan melalui Perantara Perdagangan Efek dan Pedagang Efek yang menjadi anggota bursa (Sartono, 2015:34).

  Pasar sekunder sangat penting peranannya terhadap operasi pasar primer. Tanpa pasar sekunder yang likuid, tentunya akan sangat terbatas operasi pasar primer. Karena setiap pelaku harus secara individu mendapatkan pembeli dan penjual dan melakukan transaksi. Kondisi semacam ini tentunya sangat memerlukan biaya yang besar dan memakan waktu yang lama, sehingga investasi dalam surat berharga menjadi tidak menarik lagi. Akibat selanjutnya perusahaan akan mengalami kesulitan mengumpulkan dana yang diperlukan untuk investasi; konsekuensi akhir, pertumbuhan ekonomi akan terganggu. Dengan kata lain, pasar sekunder memungkinkan: Pasar sekunder sangat penting peranannya terhadap operasi pasar primer. Tanpa pasar sekunder yang likuid, tentunya akan sangat terbatas operasi pasar primer. Karena setiap pelaku harus secara individu mendapatkan pembeli dan penjual dan melakukan transaksi. Kondisi semacam ini tentunya sangat memerlukan biaya yang besar dan memakan waktu yang lama, sehingga investasi dalam surat berharga menjadi tidak menarik lagi. Akibat selanjutnya perusahaan akan mengalami kesulitan mengumpulkan dana yang diperlukan untuk investasi; konsekuensi akhir, pertumbuhan ekonomi akan terganggu. Dengan kata lain, pasar sekunder memungkinkan:

  

  b. Pembentukan harga dan tingkat kepastian yang rasional karena harga ditentukan oleh mekanisme kekuatan permintaan dan penawaran,

  c. Investor mempunyai akses yang sama dalam setiap kesempatan investasi.

2.1.8.3. Cara Perdagangan di Bursa Efek

  Adapun cara perdagangan di Bursa Efek ada dua macam:

  1. Perdagangan dengan Sistem Kol Perdagangan ini dipimpin oleh pimpinan kol dibantu oleh pembantu pimpinan kol dan petugas bursa. Pimpinan kol adalah pejabat BAPEPAM yang bertugas sebagai penanggung jawab acara perdagangan dengan sistem kol. Petugas bursa adalah pegawa BAPEPAM yang bertugas membantu penyelenggaraan perdagangan efek. Kuasa anggota bursa adalah pegawai tetap anggota bursa yang ditunjuk untuk melaksanakan amanat jual beli efek di bursa dan atasa nama anggota bursa yang bersangkutan. Pelaksanaan dan tata cara perdagangan dengan sistem kol adalah bahwa sebelum perdagangan dimulai para anggota bursa terlebih dahulu mengisi, kemudian menyampaikan daftar pesanan yang memuat jumlah, jenis, serta batasan amanat pembelian saham dari pemodal kepada petugas bursa. Pertama dengan kol terutup, dinaba pembantu pimpinan akan menyusun daftar pesanan secara komulatif menurut kurs dan jenis efek yang diminta, ditawarkan dan kemudian menyerahkan kepada pimpinan kol. Pimpinan kol kemudian akan mengumumkan kurs yang terjadi atas efek yang bersangkutan serta jumlah alokasi bagi pemesan secra proporsional. Daftar ini tertutup untuk umum namun demikian atas izin ketua BAPEPAM yang berkepentingan dapat melihat daftar itu. Jika telah ada daftar kurs resmi atas suatu efek, maka perdagangan dilakukan dengan sistem kol terbuka. Pimpinan kol akan menyebutkan nama dan kurs terakhir suatu efek, kemudian anggota bursa melakukan tawar-menawar atas efek tersebut (Sartono, 2015:36).

  2. Perdagangan dengan Sistem Terus-Menerus

  Perdagangan dengan sistem ini oleh penanggung jawab acara yaitu BAPEPAM yang bertugas, dibantu oleh pembantu penanggung jawab acara dan petugas bursa. Setelah penanggung jawab acara membuka perdagangan dengan sistem terus-menerus, perdagangan dilaksanakan serentak untuk semua efek. Dengan sistem ini, anggota bursa mengajukan penawaran jual beli melalui papan kurs efek yang bersangkutan tanpa melalui penanggung jawab. Perdagangan secara terus-menerus telah dilakukan sejak tahun 1989 di Bursa Efek Jakarta. Otomatisasi proses transaksi perdagangan dilakukan melalui Jakarta Automated trading System telah mampu mendukung nilai dan frekuensi perdagangan. Perdagangan efek pada hari itu selalu dimulai dengan adanya dua investor yaitu investor beli dan investor jual. Kedua investor akan membuka rekening pada perusahaan pialangnya. Investor beli memberi amanat kepada pialang untuk membeli saham tertentu, sedangkan investor jual akan memberi amanar kepada pialang jual untuk menjualkan saham yang dipegang investor jual tersebut. Hari itu juga (T+0) amanat akan diteruskan kedua pialang ke Wakil Perantara Perdagangan Efek(WPPE) yang berada di lantai BEJ untuk dijual-belikan melalui papan elektronik. Penawaran jual biasanya dimulai dengan harga tertinggi untuk kemudian perlahan-lahan menurun. Sebaliknya penawaran beli dimulai dengan harga terendah dan akan naik bersamaan dengan makin banyaknya calon pembeli. Pada saat penawaran harga jual sama dengan harga penawaran harga beli secara otomatis telah terjadi transaksi. Melalui mekanisme penawaran jual dan permintaan beli akan dicapai administratif. Oleh Kustodian Efek Indonesia (KDEI) dimana T + 4 investor jual akan senilai saham yang dibelinya kepada KDEI. Pada T + 5 investor jual akan menerima pembayaran sedangkan investor beli menerima saham dari KDEI. Selanjutnya investor beli menghubungi emiten untuk konfirmasi adanya pemindahan kepemilikan saham dari investor jual ke investor beli (Sartono, 2015:37).

2.1.9. Memberikan Penilaian Saham dari Segi Perspektif Investor

  Perspektif investor adalah jauh lebih sederhana dalam memberikan penilaian terhadap kondisi suatu saham. Adapun penilaian seorang investor terhadap suatu saham adalah: Perspektif investor adalah jauh lebih sederhana dalam memberikan penilaian terhadap kondisi suatu saham. Adapun penilaian seorang investor terhadap suatu saham adalah:

  b. Kinerja keuangan dan non keuangan adalah bagus.

  c. Penyajian laporan keuangan jelas atau bersifat disclosure (pengungkapan secara terbuka dan jelas).

  d. Terlihatnya sisi keuntungan yang terus meningkat (Fahmi, 2015: 279).

2.2. Saham Preferen

2.2.1. Definisi Saham Preferen

  Preferred stock saham istimewa adalah suatu surat berharga yang dijual oleh suatu perusahaan yang menjelaskan nilai nominal (rupiah, dolar, yen, dan sebagainya) dimana pemegangnya akan memperoleh pendapatan tetap dalam bentuk dividen yang biasanya akan diterima setiap kuartal (tiga bulanan) (Fahmi, 2015: 271).

2.2.2. Sifat Saham Preferen

  Saham preferen mempunyai hak klaim mendahului dibanding saham biasa tetapi dibawah obligasi. Jadi susunan hak klaim adalah obligasi-saham preferen- saham biasa. Sifat preferennya tersebut bisa berupa prioritas atas pendapatan, hak prioritas klaim atas aktiva pada saat likuidasi atau posisi preferen atas pendapatan dan aktiva (Brigham Weston, 1991: 572).

  Sifat hibrida saham preferen akan menjadi lebih jelas bila kita klasifikasikan saham ini dalam hubungannya dengan obligasi dan saham biasa. Ciri prioritas dan sifat dividen yang tetap umumnya menunjukan bahwa saham preferen ini mirip obligasi. Pembayaran dividen kepada pemegang saham preferen terbatas jumlahnya, sehingga pemegang saham biasa bisa menerima keuntungan atau kerugian lebih karena leverage. Hanya saja dalam hal pendapatan perusahaan tidak cukup untuk membayar dividen saham preferen, perusahaan boleh untuk tidak usaha membayar dividen saham pereferen tanpa bahaya kepailitan. Dalam segi ini saham preferen mirip dengan saham biasa. Kegagalan perusahaan membayar dividen yang ditetapkan tidak menjadikan perusahaan dianggap tidak memenuhi Sifat hibrida saham preferen akan menjadi lebih jelas bila kita klasifikasikan saham ini dalam hubungannya dengan obligasi dan saham biasa. Ciri prioritas dan sifat dividen yang tetap umumnya menunjukan bahwa saham preferen ini mirip obligasi. Pembayaran dividen kepada pemegang saham preferen terbatas jumlahnya, sehingga pemegang saham biasa bisa menerima keuntungan atau kerugian lebih karena leverage. Hanya saja dalam hal pendapatan perusahaan tidak cukup untuk membayar dividen saham preferen, perusahaan boleh untuk tidak usaha membayar dividen saham pereferen tanpa bahaya kepailitan. Dalam segi ini saham preferen mirip dengan saham biasa. Kegagalan perusahaan membayar dividen yang ditetapkan tidak menjadikan perusahaan dianggap tidak memenuhi

  Beberapa jenis analisa memperlakukan saham prefren sebagai hutang. Contohnya adalah analisa yang dibuat oleh pemegang saham potensial yang menghitung fluktuasi pendapatan karena pengaruh biaya tetap sekuritas. Bagi pemegang obligasi, saham preferen merupakan bantalan dan tambahan dasar ekuitas. Bagi pemegang saham biasa, saham pereferen merupakan instrumen leverage (pengungkit) sebagaimana halnya hutang. Bagi kreditur, saham preferen merupakan tambahan ekuitas. Jadi saham preferen bisa dianggap hutang atau ekuitas tergantung masalah yang dipertimbangkan. Para akuntan bisanya memasukan saham preferen dalam pos ekuitas di struktur modal. Tetapi saham preferen berbeda sekali dengan dengan ekuitas saham biasa (Brigham Weston, 1991: 572).

2.2.3. Persyaratan Umum dalam Emisi Saham Preferen

  Terdapat berbagai bentuk saham preferen, sebagain diantaranya diuraikan sebagai berikut:

1. Prioritas terhadap Aktiva dan Pendapatan

  Banyak persyaratan dalam sertifikat saham preferen diciptakan untuk memperkecil risiko pembelinya yang dikaitkan dengan risiko yang dipikul pemegang saham biasa. Saham preferen biasanya mempunyai hak prioritas atas pendapatan dan aktiva perusahaan. Untuk menjaga hak prioritas ini diciptakan dua persyaratan. Yang pertama menyatakan bahwa tanpa persetujuan pemegang saham preferen, tidak dibenarkan mengeluarkan sekuritas yang mempunyai prioritas yang sama atas pendapatan perusahaan. Yang kedua mengatur agar pendapatan tetap tinggal dalam perusahaan yaitu berupa persyaratan besarnya laba ditahan sebelum perushaaan boleh membayarkan dividen saham biasa. Untuk menjamin tersedianya aktiva likuid guna pembayaran dividen, mungkin juga diatur minimum ratio lancar yang harus dipertahankan (Brigham Weston, 1991: 573).

2. Nilai Nominal (par value)

  Berbeda dengan saham biasa, saham preferen biasanya mempunyai nilai nominal. Nilai ini merupakan kuantitas yang berarti. Pertama, nilai nominal tersebut menetapkan secara pasti jumlah yang terhutang pada pemegang saham preferen pada saat likuidasi perusahaan. Kedua, biasanya dividen ditetapkan sebagai persentase dari nilai nominal tersebut. Sebagai contoh, saham preferen perusahaan J.I Case mempunyai nilai nominal 100 dan dividen yang ditetapkan sebesar 7 persen dari nilai nominal. Hanya kebiasaanya menyatakan dividen ini sebagai dividen tahunan 7, dan bukan sebagai persentase dari nominal (Brigham Weston, 1991: 573).

3. Dividen Kumulatif

  Kebanyakan saham preferen mempersyaratkan dividen kumulatif yaitu semua dividen yang terhutang pada masa lalu harus dibayar dulu sebelum dividen saham biasa bisa dibayarkan. Ciri kumulatif dengan demikian merupakan suatu sarana perlindungan. Bila tidak dipersyaratkan kumulatif maka dividen saham preferen maupun saham biasa mungkin dilewatkan saja untuk beberapa tahun. Contoh kasusnya adalah setelah sekian tahun diputuskan membayar dividen saham biasa dalam jumlah besar sedangkan untuk saham preferen hanya sebesar persentase yang ditetapkan. Misalkan saham preferen dengan nominal 100 dengan dividen 7 persen dan perusahaan tidak membayarkan dividen untuk beberapa tahun sehingga terkumpul 50 yang akan dibayarkan. Perusahaan hanya akan membayar 7 untuk saham preferen dan untuk saham biasa mendapat dividen 43. Persyaratan kumulatif menghindari terjadinya hal diatas (Brigham Weston, 1991: 573).

4. Konvertibilitas

  Konvertibilitas artinya saham preferen bisa dikonversikan ke saham biasa. Kurang dari 40 persen saham preferen yang dikeluarkan dalam tahun-tahun terakhir ini di Amerika Serikat bisa dikonversi menjadi saham biasa. Misalnya 1,46 saham preferen suatu perusahaan boleh ditukarkan dengan 2,58 saham biasa perusahaan tersebut (Brigham Weston, 1991: 574).

2.2.4. Beberapa Persyaratan yang Tidak Umum

  Beberapa persyaratan lainnya yang kadang-kadang saja ditemui dalam saham preferen adalah:

1. Hak suara (voting right)

  Kadang-kadang pemilik saham preferen diberikan hak untuk memilih direksi, itupun sebagian kecilnya seperti tiga dari sembilan direktur misalnya. Hak suara ini berlaku hanya dalam hal perusahaan menunggak dividen untuk suatu jangka waktu tertentu seperti, 6,8, atau 10 triwulan (Brigham Weston, 1991: 574).

2. Hak partisipasi (participating)

  Suatu bentuk saham preferen yang jarang adalah yang memberikan hak partisipasi berbagi pendapatan perusahaan bersama-sama dengan saham biasa. Caranya adalah (1) dividen saham preferen sebagaimana ditetapkan dalam persentase dibayarkan dulu, katakanlah 5 per saham, (2) kemudian sisa laba dibayarkan sebagai dividen saham biasa sampai sejumlah yang sama diterima saham preferen yaitu 5 per saham, dan (3) sisa laba bila masih ada dibagi sama rata diantara pemegang saham biasa dan saham preferen (Brigham Weston, 1991: 574).

3. Dana pelunasan (sinking fund)

  Beberapa saham preferen mempersyaratkan adanya dana pelunasan. Dana ini digunakan untuk pembelian atau pelunasan saham preferen dalam suatu persentase tertentu setiap tahunnya (Brigham Weston, 1991: 574).

4. Maturitas (jatuh tempo)

  Hampir semua saham preferen tidak mempunyai maturitas atau tanggal jatuh tempo pelunasan. Tetapi jika disyaratkan adanya dana pelunasan dengan sendirinya juga ada maturitasnya (Brigham Weston, 1991: 574).

5. Persyaratan penarikan kembali (call provision)

  Persyaratan penarikan kembali ini memberikan hak kepada perusahan untuk menarik atau melunasi saham preferen sebagaimana halnya pada obligasi. Bila hal in diatur demikian, biasanya disyaratkan bahwa perusahaan harus membayar jumlah yang lebih tinggi dari nilai nominal saham preferen, kelebihannya itu Persyaratan penarikan kembali ini memberikan hak kepada perusahan untuk menarik atau melunasi saham preferen sebagaimana halnya pada obligasi. Bila hal in diatur demikian, biasanya disyaratkan bahwa perusahaan harus membayar jumlah yang lebih tinggi dari nilai nominal saham preferen, kelebihannya itu

2.2.5. Evaluasi Saham Preferen

2.2.5.1. Sudut Pandang Perusahaan

  Penjualan saham preferen ada baik dan ada buruknya. Di antara kebaikanya dari sudut perusahaan yang mengeluarkan adalah:

  1. Sebaliknya dari obligasi, tidak ada paksaan membayar bunga tetap bila keadaan pendapatan perusahaan tidak memungkinkan.

  2. Perusahaan yang ingin mengembangkan penggunaan leverage keuangan, bisa melakukannya tanpa risiko kepailitan.

  3. Dengan menjual saham preferen, manajer keuangan dimungkinkan menghindarkan pembagian pendapatan yang merata sebagaimana halnya bila dengan saham biasa.

  4. Saham preferen juga menghindarkan pemegang saham biasa berbagi kekeuasaan pengendalian perusahaan.

  5. Sebaliknya dari obligasi, dengan saham preferen perusahaan tidak harus menghipotikkan aktivanya.

  6. Karena saham preferen tidak mempunyai maturitas dan persyaratan dana pelunasan maka bentuk ini tidak akan menimbulkan masalah arus kas dibanding dengan obligasi (Brigham Weston, 1991: 575).

  Kerugian bentuk saham preferen dari sudut perusahaan adalah:

  1. Pada dasarnya saham preferen harus ditawarkan dengan tingkat penghasilan yang lebih tinggi dari obligasi.

  2. Dividen saham preferen bukan merupakan pos deduksi untuk perpajakan sehingga perbedaan biayanya cukup besar dibanding obligasi. Biaya hutang purna pajak kira-kira separuh dari bunga kupon obligasi yang ditetapkan (bagi perusahaan berlaba). Biaya saham preferen adalah tetap sebesar persentase dividen yang ditetapkan.

  3. Untuk memudahkan pemasarannya, ada saham preferen yang bisa dikonversi ke bentuk saham biasa. Persyaratan ini memberikan kesempatan kepada pemegang saham preferen ikut menikmati laba yang tinggi bila ada (Brigham Weston, 1991: 575).

2.2.5.2. Sudut Pandang Penanam Modal (Investor)

  Dalam menentukan bentuk sekuritas, manajer keuangan perlu mempertimbangkan sudut pandang para penanam modal. Serinag ada anggapan yang menyatakan bahwa saham preferen merugikan baik bagi investor maupun perusahaan yang mengeluarkannya, sehingga baiknya jangan dipakai saja. Nyatanya emisi saham preferen terus berlangsung dalam jumlah-jumlah besar. Keuntungan saham preferen bagi investor adalah sebagai berikut:

  1. Saham preferen memberikan penghasilan yang tetap.

  2. Pada saat likuidasi, pemegang saham preferen didahulukan haknya dari pemegang saham biasa.

  3. Banyak perusahaan-perusahaan (seperti perusahaan asuransi) lebih sering menginvestasikan dananya pada saham preferen karena 85 persen dari dividen yang diterima adalah bebas pajak (Brigham Weston, 1991: 576).

  Kerugian saham preferen bagi investor adalah:

  1. Walaupun pemegang saham preferen ikut memikul risiko kepemilikan perusahaan, pengembalian yang diterimanya terbatas.

  2. Fluktuasi harga saham preferen lebih besar dari harga obligasi, sedangkan penghasilan obligasi seringkali lebih besar.

  3. Pemegang saham preferen tidak dapat memaksakan secara hukum untuk mendapat dividen, karena tergantung keadaan perusahaan.

  4. Tunggakan-tunggakan dividen jarang diselesaikan secara tunai per kas (Brigham Weston, 1991: 576).

2.2.5.3. Kecenderungan Masa Kini

  Mengingat dividen saham preferen bukan merupakan pos deduksi pada perhitungan pajak, banyak perusahaan yang telah menarik kembali saham Mengingat dividen saham preferen bukan merupakan pos deduksi pada perhitungan pajak, banyak perusahaan yang telah menarik kembali saham

  1. Perusahaan yang bernama Chrysler Corporation melakukan emisi saham preferen dan waran dalam tahun 1978 yang ternyata sukses walaupun dalam keadaan yang kurang menguntungkan. Karena kerugian pada triwulan 1, nilai saham Chrysler menurun sehingga dalam menghimpun modal tambahan dihindarkan emisi saham biasa. Berkat berbagai insentif bagi makelar dan tingkat pengembalian saham preferen yang relatif tinggi, emisi tersebut sedemikan berhasilnya sehingga jumlah emisi dinaikan dari 150 jadi 200 juta (Brigham Weston, 1991: 576).

  2. Perusahaan jasa-jasa umum menggunakan saham preferen untuk menunjang komponen ekuitas dalam struktur modalnya. Perusahaan-perusahaan ini umumnya bersifat padat modal dan menggunakan hutang dalam jumlah besar, sedangkan kreditur mempersyaratkan suatu ratio ekuitas minimum untuk kelanjutan penjualan obligasi (Brigham Weston, 1991: 576).

  3. Dalam tahun-tahun terakhir ini ada pergeseran ke bentuk saham preferen yang konvertibel yang terutama digunakan pada kegiatan merger. Sebagai contoh ketika Belco Petroleum sedang merundingkan pengambil-alihanya oleh Inter North, Inc. Jika pembayaran dilakukan secara tunai ternyata pemegang saham Belco harus membayar pajak yang besar atas laba aktiva sahamnya. Untuk itu pemegang saham Belco mendapat penggantian bebas pajak berupa saham preferen. Pemegang saham Belco dengan demikian memperoleh sekuritas yang memberikan penghasilan tetap serta kesempatan menunda pembayaran pajak atas laba aktiva. Inter North menawarkan baik saham preferen biasa maupun saham preferen yang konvertibel sebagai tukaran saham Belco. Pemegang saham Belco yang hanya tertarik semata-mata pada pendapatan saja, akan memilih saham preferen biasa. Adapun mereka yang tertarik pada kemungkinan laba aktiva bisa mengambil saham preferen yang konvertibel. Saham preferen 3. Dalam tahun-tahun terakhir ini ada pergeseran ke bentuk saham preferen yang konvertibel yang terutama digunakan pada kegiatan merger. Sebagai contoh ketika Belco Petroleum sedang merundingkan pengambil-alihanya oleh Inter North, Inc. Jika pembayaran dilakukan secara tunai ternyata pemegang saham Belco harus membayar pajak yang besar atas laba aktiva sahamnya. Untuk itu pemegang saham Belco mendapat penggantian bebas pajak berupa saham preferen. Pemegang saham Belco dengan demikian memperoleh sekuritas yang memberikan penghasilan tetap serta kesempatan menunda pembayaran pajak atas laba aktiva. Inter North menawarkan baik saham preferen biasa maupun saham preferen yang konvertibel sebagai tukaran saham Belco. Pemegang saham Belco yang hanya tertarik semata-mata pada pendapatan saja, akan memilih saham preferen biasa. Adapun mereka yang tertarik pada kemungkinan laba aktiva bisa mengambil saham preferen yang konvertibel. Saham preferen

  4. Perkembangan terkahir dalam tahun 1984 adalah diperkenalkannya saham preferen dengan suku bunga mengambang, antara lain ditawarkan oleh perusahaan besar seperti Alabama Power. Karena saham preferen ini mempunyai suku bunga mengambang mengikuti keadaan pasar maka nilainya relatif konstan dan kenyataanya ini menjadikan saham preferen tersebut cocok untuk portepel likuiditas (surat-surat berharga yang dianggap sebagai bagian dari modal kerja (Brigham Weston, 1991: 577).

2.2.6. Pengambilan Keputusan mengenai Penggunaan Saham Preferen

  Sebagai sekuritas hibrida, saham preferen disukai oleh mereka yang seleranya berada diantara saham biasa dan hutang. Dalam hal margin laba perusahaan lebih dari mencukupi untuk menutup dividen saham preferen, adalah menguntungkan perusahaan untuk menggunkan leverage. Tetapi kalau penjualan dan laba perusahaan sangat berfluktuasi maka penggunaan hutang yang mengakibatkan timbulnya biaya tetap berupa bunga, sama dengan mengundang risiko. Saham preferen memberikan kompromi untuk mengatasi masalah tersebut. Penggunaanya bahkan dianjurkan bila rasio hutang perusahaan sudah termasuk tinggi dibandingkan dengan perusahaan lainnya dalam sektor usaha yang sama.

  Biaya relatif dari alternatif sumber permodalan lainnya harus selalu diperhatikan. Ketika harga pasar dari saham biasa sedang relatif rendah maka biaya permodalan dengan saham biasa adalah relatif tinggi.

  Biaya permodalan dengan saham preferen lebih mengikuti perkembangan suku bunga dibandingkan harga-harga saham biasa, dengan kata lain saat suku bunga sedang rendah maka biaya saham preferen juga akan rendah. Ketika biaya sekuritas dengan penghasilan tetap sedang relatif rendah dibanding biaya ekuitas saham biasa, tetapi penggunaan hutang akan terlalu banyak menimbulkan risiko, maka saham preferen merupakan pilihan terbaik sebagai sumber dana (Brigham Weston, 1991: 577).

2.3. Obligasi

2.3.1. Definisi Obligasi

  Obligasi (bond) adalah suatu kontrak (perjanjian) jangka panjang dimana peminjam (debitur) setuju akan membayar bunga dan pokok pinjaman pada suatu tanggal tertentu kepada pemegang obligasi. Secara tradisional obligasi dibuat dengan suku bunga tetap dan jangka waktu antara 20 sampai 30 tahun. Akhir-akhir ini sudah mulai beredar juga obligasi dengan jangka waktu singkat dan suku bunga yang variabel (Brigham Weston, 1991: 559).

  Obligasi adalah surat hutang yang diterbitkan atau dijual oleh sebuah perusahaan atau pemerintah pada saat meminjam uang dari masyarakat untuk jangka waktu panjang (Husnan Pudjiastuti, 2012:374). Berikut adalah beberapa istilah yang ada dalam obligasi:  Nilai nominal (par value face value = F) adalah jumlah pokok obligasi yang

  akan dibayar pada saat obligasi jatuh tempo (Husnan Pudjiastuti, 2012:375).  Kupon ( C ) adalah nilai pembayaran bunga yang dinyatakan atas obligasi

  (Husnan Pudjiastuti, 2012:378).  Tarif Kupon (coupon rate = r ) adalah nilai kupon tahunan dibagi dengan nilai

  nominal obligasi. Tarif kupon ini setara dengan tingkat suku bunga untuk pinjaman di bank (Husnan Pudjiastuti, 2012:378).

   Tanggal Jatuh Tempo (maturity date) adalah tanggal tertentu yang digunakan

  untuk pembayaran pokok (nilai nominal) obligasi (Husnan Pudjiastuti, 2012:378).

   Hasil Sampai Jatuh Tempo (Yield to Maturity YTM) adalah tingkat

  pengembalian (hasil) yang diharapkan pasar atas obligasi (Husnan Pudjiastuti, 2012:378).

  Obligasi merupakan suatu surat berharga yang dijual kepada publik, dimana disana dicantumkan berbagai ketentuan yang menjelaskan berbagai hal seperti nilai nominal, tingkat suku bunga, jangka waktu, nama penerbit dan beberapa ketentuan lainnya yang terjelaskan dalam undang-undang yang disahkan oleh lembaga yang Obligasi merupakan suatu surat berharga yang dijual kepada publik, dimana disana dicantumkan berbagai ketentuan yang menjelaskan berbagai hal seperti nilai nominal, tingkat suku bunga, jangka waktu, nama penerbit dan beberapa ketentuan lainnya yang terjelaskan dalam undang-undang yang disahkan oleh lembaga yang

  a. Bond (obligasi) merupakan janji tertulis dari sebuah perusahaan, pemerintah, atau lembaga keuangan lainnya untuk membayar sebanyak nilai nominal pada waktu jatuh tempo (Fahmi, 2015: 318).

  b. Bond (obligasi) adalah sekuritas utang jangka panjang yang diterbitkan oleh sebuah perusahaan atau pemerintah, yang memiliki suku bunga dan tanggal jatuh tempo yang tetap (Fahmi, 2015: 318).

  c. A dictionary of economics, business finance, memberikan definisi obligasi sebagai berkut:

  1. Persetujuan atau perjanjian tertulis yang telah ditetapkan pemerintah atau selainnya. Perjanjian ini menjelaskan bahwa perusahaan mesti membayar sejumlah harta dan bunga dan tanggal yang telah ditetapkan.

  2. Perjanjian antara dua orang atau lebih, bertujuan agar salah satu pihak mesti mempunyai kewajiban yang akan membayar utang kepada pihak lain.

2.3.2. Syarat Sebuah Perusahaan Berhak Menerbitkan Obligasi

  Pada saat sebuah perusahaan berkeinginan untuk menerbitkan obligasi, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu:

  a. Mengikuti prosedur yang ditetapkan oleh BAPEPAM-LK diantaranya melakukan pada BAPEPAM-LK bahwa yang bersangkutan berkeinginan untuk menerbitkan obligasi, dan BAPEPAM-LK secara efektif menyatakan layak.

  b. Perusahaan yang bersangkutan telah dinyatakan memiliki nama dan reputasi yang baik.

  c. Laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan telah diaudit oleh akuntan yang terdaftar.

  d. Pada dua atau tiga tahun terakhir perusahaan selalu mendapat keuntungan atau tidak mengalami kerugian (Fahmi, 2015: 318).

2.3.3. Pihak yang Berhak Menerbitkan Obligasi

  Obligasi diterbitkan oleh pihak-pihak yang memiliki legalitas dari segi hukum, karena ini menyangkut dengan pertanggungjawaban di kemudian hari seperti persoalan ketidakmampuan menyelesaikannya dan sebagainya. Ada beberapa pihak yang menerbitkan obligasi, yaitu:

  a. Perusahaan

  b. Pemerintah

  c. Pemerintah negara bagian (di Indonesia sering di jelaskan dengan Pemda)

  d. Pemerintah asing

  e. Perusahaan asing (Fahmi, 2015: 319).

2.3.4. Alasan bagi Sebuah Perusahaan Menerbitkan Obligasi

  Pada saat suatu perusahaan menerbitkan obligasi ada beberapa alasan yang mendasari atau keuntungan yang akan diperoleh, yaitu:

  a. Penetapan bunga obligasi biasanya tidak terlalu tinggi.

  b. Biaya dalam penerbitan atau mencetak obligasi adalah lebih murah dibandingkan dengan menerbitkan saham, karena menerbitkan saham hitungannya adalah per-lot, dan 1 lot adalah 500 lembar.

  c. Pada saat obligasi dilakukan dan dijual ke publik maka jika terjadi kendala dalam pembayaran obligasi, perusahaan bisa menyelesaikan dengan mengalihkan pemegang obligasi menjadi pemegang saham yang bisa dikenal dengan obligasi konversi (beda jenis dan karakteristik obligasi) (Fahmi, 2015: 320).

  Keputusan menerbitkan dan diterbitkan obligasi mengikuti prosedur dan ketentuan yang ditetapkan oleh BAPEPAM-LK, artinya BAPEPAM-LK akan mengawasi dengan ketat bagi setiap perusahaan yang menerbitkan obligasi (Fahmi, 2015: 320).

2.3.5. Alasan Membeli Obligasi

  Pada saat seseorang ingin membeli obligasi ada beberapa alasan yang mendasarinya, yaitu: Pada saat seseorang ingin membeli obligasi ada beberapa alasan yang mendasarinya, yaitu:

  b. Obligasi diterbitkan oleh institusi yang memiliki badan hukum yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan, serta memiliki mekanisme penyelesaian pada saat bermasalah

  c. Seorang investor yang membeli obligasi dapat mempertahankan obligasi yang dimilikinya hingga jatuh tempo tiba dan selanjutnya mengambil atau memperoleh pendapatan tersebut untuk diinvestasikan kembali.

  d. Jika pemegang obligasi merasa terdesak oleh kewajiban untuk membayar utang, karena faktor tagihan dari pihak lain, maka ia dapat meminjamkan obligasinya tersebut sebagai jaminan hingga utang tersebut dilunaskan.

  e. Kemampuan sebuah institusi dalam membeli berbagai jenis obligasi yang berasal dari berbagai perusahaan, negara, dan pemerintah negara bagian akan memberikan pengaruh terhadap penilaian publik terhadap kapasitas finansial perubahan yang dianggap kuat, atau dengan kata lain perusahaan akan naik (Fahmi, 2015: 320).

2.3.6. Peringkat Obligasi

  Obligasi yang dijual ke publik dalam perspektif para pembeli, melihatnya berdasarkan peringkat (rating). Peringkat tersebut menggambarkan pada credible dan prospek layaknya obligasi tersebut dibeli untuk dijadikan sebagai salah satu current asset perusahaan. Oleh karena itu tidak sembarang obligasi yang akan dibeli, tapi obligasi yang dibeli terutama didasarkan pada rekomendasi dari lembaga pemeringkat yang selama ini telah terpercaya dan teruji penilaianya di tingkat international (Fahmi, 2015: 321).

  Beberapa lembaga pemeringkat (rating agency) yang ada di dunia, misalnya: Moody’s Investor Service, Standar Poor’s Corporation, Duff Phelps, Fitch Investor Service, dan lain-lain. Sedangkan lembaga pemeringkat (rating agency) yang ada di Indonesia, seperti PT. Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO), PT Kasnic, dan lain-lain (Fahmi, 2015: 321).

  Tabel 2.1 Arti dan Peringkat Obligasi

  Moody’s

  SP

  Arti

  Kualitas terbaik, dengan risiko terkecil,

  Aaa

  AAA

  penerbitnya stabil dan dapat diandalkan. Kualitas tinggi, dengan risiko jangka panjang

  Aa AA

  yang sedikit lebih tinggi. Kualitas tinggi hingga menengah, dengan banyak

  A atribut kuat, tetapi agak rentan terhadap kondisi perekonomian.

  Kualitas menengah, jangka pendek memadai,

  Baa

  BBB

  tetapi kurang dapat diandalkan untuk jangka panjang. Ada unsur spekulatif, dengan tingkat keamanan

  Ba BB

  yang moderat, tetapi tidak ada jaminan keamanan. Mampu membayar sekarang, tetapi dengan risiko

  B

  macet di masa yang akan datang. Kualitas rendah, bahaya nyata kegagalan di masa

  Caa

  CCC

  yang akan datang. Ca CC Kualitas yang berspekulasi tinggi, acap kali gagal. Urutan terendah, prospek pembayaran kembali

  C

  rendah meskipun mungkin masih bisa terbayar.

  K

  Tidak mampu membayar bunga

  Sumber: (Fahmi, 2015:321).