Jilid-17 Depernas 24-Bab-151
BAB 151.
§ 1915. Saudara Ketua Dewan Perantjang Nasional Jth.
Terlebih dahulu saja utjapkan terima kasih atas kesempatan jang di
berikan kepada saja untuk menguraikan masalah pemerintahan didalam
sidang Dewan Perantjang Nasional jang sangat saja hargai ini.
Uraian saja ini akan dibagi dalam 3 bagian, jaitu:
a. Pendahuluan perihal Pemerintahan pada umumnja.
b. Pemerintah Daerah.
c. Pemerintah Desa dan Daerah jang setingkat. Saudara Ketua Jth.
Sesuai sistimatik jang telah saja kemukakan diatas, terlebih dahulu
saja uraikan bagian a, jaitu.
a. Pendahuluan perihal Pemerintahan pada umumnja.
§ 1916. Dewan Perantjang Nasional dalam usaha menjusun program
pembangunan semesta sudah tentu mengutamakan tentang alat, jang
akan merintis dan memimpin penjelenggaraan pembangunan itu serta
bertanggungdjawab, jaitu pemerintah pusat/daerah dalam arti seluasnja.
Pemerintahan sedjak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 terus
menerus dalam pertumbuhan. Sebagaimana dalam batin Tanah air
Indonesia bertumbuh pahamnja tentang ideologi dibidang politik, ekonomi
dan
kebu
dajaan, maka demikian pula dalam lahirnja terdapat proses pertumbuhan
mengenai bidang2 tersebut, jang dapat kita lihat dalam manifestasinja
dalam soal pemerintahan.
Mengenai, soal pemerintahan pada umumnja, chususnja pemerintah
an didaerah, Pemerintah bersama unsur 2 masjarakat jang ikut serta
membangunnja, menghadapi suatu proses pertumbuhan. Udjud
pemerintahan jang satu disusul dengan transformasi kepada udjud jang
lain, begitu seterusnja. Suatu hat jang dapat dimengerti karena revolusi
sedang berlangsung terus, jang bermakna perobahan tjepat dalam tiga
bidang utama, jaitu:
1. memberantas/menghapuskan keadaan jang usang jang tak sesuai de
ngan haluan revolusi,
2. mentjiptakan kreasi lahir batin jang barn jang sesama dengan
panggilan revolusi dan
3. memelihara, membina dan menjempurnakan tjiptaan lama/baru jang
(masih) dibutuhkan.
Kalau memang sudah sifat manusia umumnja senantiasa ingin lebih
madju (excelsior), maka tentu lebih hebat lagi keinginan madju, ketidak
puasan, beraneka paham jang seringkali bertentangan satu sama lain,
ditanah air kita, jang oknum Indonesianja sangat bhinneka bukan sadja
geografis, tetapi memang keadaannja lahir batinnja sangat heterogeen,
begitu pula hasrat hatinja dan tindaktanduknja.
Tiap Pemerintah, golongan dan aliran senantiasa mengusahakan
langkah2 madju dalam menjusun dan menjempurnakan pemerintahan itu.
Resultante dari usaha2/ pengaruh2 dari unsur2 tersebut adalah rangkaian
udjud pemerintahan jang susulmenjusul, ganti berganti, baik susunannja,
perimbangannja, kelengkapannja.
4139
Dalam tiap udjud pemerintahan nampak faktor apa jang dititikberat
kan pada suatu saat (fase) revolusi, antara lain:
(a) pada proklamasi 17 Agustus 1945 adalah titik berat pada pernjataan
kemerdekaan.
(b) pada pembentukan KNI. 2 pusat/daerah ditekankan pada mobilisasi
golongan2 ideologi untuk menjertai revolusi.
(c) pada Undang2 no. 22/1948 dipusatkan perhatian pada pembagian
tugas kewadjiban dan kewenangan pusat dan daerah dan ditetapkan
rangka susunan pemerintahan daerah bertingkat tiga.
(d) pada Undang2 no. 1/1957, ditekankan pada unsur 2 ideologi daerah dan
pemerintahan jang kolegial.
(e) pada Penetapan Presiden no. 6/1959, perhatian dipusatkan kepada
djiwa Manifesto Politik, antara lain kesatuan antara pusat dan daerah
dalam sate tangan (gubernur/walikota/bupati kepala daerah) jang
djadi as roda executip dan pemberi bahan + pengawas legislatip.
Kini Manifesto Politik mendorongkan kearah demokrasi terpimpin
dan ekonomi terpimpin, sedangkan hidang kebudajaanpun akan disalurkan
pimpinannja.
Dalam iklim sekarang maka muntjul faktor2 jang diutamakan:
(1)
pimpinan jang politic akseptabel atas dukungan golongan ideologi
dan fungsionil,
(2)
pimpinan jang memiliki kemampuan tehnis.
(3)
pimpinan jang menertibkan soal2 politik, ekonomi dan kebudajaan
dan
(4)
pimpinan, jang mengorganisir ok num2 politik, ekonomi dan kebu
dajaan, agar dapat direalisir langkah2 sosialisasi a la Indonesia (ke
satuan Pemerintah + Masjarakat dalam amal usaha untuk Negara/
masjarakat) dengan demokrasi dan ekonomi terpimpinnja.
Perobahan2 tersebut diatas, jang tak kundjung habis, adalah didesakkan
oleh pelbagai faktor dalam Negeri dan luar Negeri. Pada pokoknja ialah
daja tahan dan daja tjipta oknum Indonesia masih terbatas, sedangkan
dajatjiptanja pula masih dalam pertumbuhan.
Pemerintah berusaha terns mengisi kekurangan dalam hal daja tahan,
tjipta dan tjita tersebut tadi. Tidak mudah oleh karena investment invest
ment mental dan material serta ketangkasan oknum i ndonesia masih dalam
proses.
Untuk Dewan Perantjang Nasional kiranja pada tempatnja, kalau
diminta perhatian tentang masalahmasalah pokok sebagai berikut:
Bagaimana membangun pengertian, bahkan kesadaran, bahwa kita
membutuhkan adanja pemerintahan jang benarbenar dilengkapi dengan
kepertjajaan lahir batin darn oknum Indonesia serta bantuan dan kerdja
samanja lahir batin pula ?
Kepertjajaan jang bisa meninggalkan pahampaham jang belum tjukup
beralasan berdasarkan pengalaman, althans untuk fase sekarang ini, seperti:
tentang bagaimana bentuk demokratis, sedangkan isinja dan amal perbuatan
nja belum ditrasir.
Soal pemerintahan daerah dengan rangka tiga tingkat, padahal belum
ditindjau benarbenar bagaimana planning jang seharusnja jang tepat, dan
mengingat keadaan sekarang ini.
4140
Suatu complex persoalan dihadapi sekitar pemerintahan itu. Dalam
hal itu adalah perlu didapati ukuran mana jang wadjar, untuk
mendudukkan soal mana jang harus lebih dahulu dipetjahkan/diatasi, dan
soal mana boleh belakangan (djangka pandjang), dan ukuran itu sedapatnja
bisa dimengerti/ disadari oleh oknum Indonesia.
Jang sangat penting ialah kemauan/kesanggupan untuk setjara djudjur
menjadari, seberapa djauh sudah tertjapai daja tjipta didaerah dibidang
pemerintahan, keuangan, pembangunan dan lainlain, jang sampai sekarang
oleh karena ruparupa hal — belum pernah dikupas setjara djudjur dan
terang, dengan penuh pengertian, bahwa antara pusat dan daerah, antara
golongan dengan golongan, antara kita dengan kita, tjukup toleransi dan
kemampuan harga menghargai.
Sebab, seterusnja banjak halhal positip jang telah tertjapai didaerah
jang belum pernah dimusjawarahkan, karena seakanakan tertutup oleh
tabir tuntutantuntutan daerah/golongangolongan mengenai soalsoal
formil.
Padahal in reel materielen zin banjaklah jang sudah kita boleh bangga
kan.
Saudara Ketua Jth.
Masalah jang kedua jang akan diuraikan disini ialah mengenai Pemerin
tah Daerah.
§ 1917. b. Pemerintah Daerah.
Adapun materi lni akan dibagi atas pokokpokok sebagai berikut:
1. (a) Perkembangan daerahdaerah otonom 1950 1960..
(b) Pembentukan daerahdaerah Swatantra.
(c) Penjerahan urusanurusan kepada daerahdaerah Swatantra.
2. (a) Pengawasan mengenai perundangundangan daerah.
(b) Materi peraturan daerah.
3. Keuangan daerah.
4. (a) Organisasi Pemerintah Daerah.
(b) Kepegawaian daerah.
Sebelum masuk membitjarakan pokokpokok itu maka saja mengharap
kan dapat kiranja anggotaanggota jang terhormat dari Dewan Perantjang
Nasional mempeladjari masalah itu untuk kelak kemudian mentjiptakan pola
jang akan dituruti guna perbaikan pelaksanaan Pemerintah Daerah ini.
Pedoman dalam pelaksanaan Pemerintah Daerah bagi Pemerintah ialah
dekrit P.J.M. Presiden dan sebagai akibat daripada gagasan itu adalah
penuangan pikiran itu dalam bentuk Penetapan Presiden No. 6/1959 jang di
sempurnakan. Pasalpasal dari Undangundang No. 1/1957 jangtidak ber
tentangan dengan djiwa dari pada Penetapan Presiden No. 6/1959 jang di
sempurnakan itu serta sesuai dengan demokrasi terpimpin itu sudah dan
tengah diselenggarakan didaerahdaerah seluruh tanahair.
Pelaksanaan ke arah itu dari sehari kesehari akan mendapat tempat
berpidjak jang lebih meluas, sehingga achirnja dengan diperoleh suatu kestabil an
dalam Pemerintah Daerah usaha2 lain dalam lapangan ekonomi, sosial,
politik dan kulturil dapat dilaksanakan pula dengan kekuatan dan ketjakap
an jang makin berganda.
Kesempurnaan djalan Pemerintah Daerah bertalian erat dengan usaha
usaha Pemerintah pada bidangbidang jang lain, dan kesukaran pada bidang
4141
Pusat itu akan membawa akibat jang luas dalam pelaksanaan Pemerintah
Daerah.
Bukan sadja materie ini terletak pada lapangan ekonomi, keuangan
sematamata tetapi pula bidangbidang seperti politik, pendidikan dan lain
sebagainja oleh karena Daerah dan Pusat itu bukanlah pembagian 2 daerah
melainkan adalab kesatuan jang tidak dapat terpisahpisah.
Dalam sebuah teritoir jang meliputi dari Sabang sampai Merauke de
ngan beraneka ragam daerah jang berbedabeda tetapi bersatu djuga ta'
mungkinlah segala sesuatu dalam pelaksanaan tugas 2 Pemerintah Daerah jang
telah diserahkan, berdjalan menurut garis2 jang kita tetapkan, melainkan
sesuai dengan perkembangan kemasjarakatan, segala sesuatu akan berdja
lan menurut irama daerah, dalam segala lapangan.
Dengan katakata pendahuluan ini maka dapatlah kita memasuki
raian jang dimaksud.
§ 1918. Perkembangan daerahdaerah otonom 1950 — 1960.
Pada scat mulai berdirinja Negara Kesatuan Republik Indonesia hanja
di Djawa sadja telah didirikan daerahdaerah otonom jang statusnja ditentukan
oleh UndangUndang Dasar Sementara 1950 jo. UndangUndang No. 22 tahun
1948. Dapat dikatakan bahwa pada waktu itu seluruh wilajah Djawa Madura
ketjuali wilajah kota otonom Djakarta Raya — telah
terbagi habis dalam wilajah daerahdaerah otonom dimaksud, jaitu daerah
otonom propinsi (termasuk Daerah Istimewa Jogjakarta), sedangkan daerah
daerah otonom propinsi sendiri telah pula terbagibagi dalam daerah
daerah otonom Kabupaten, Kota Besar dan Kota Ketjil.
Di Sumatera hanja terdapat 3 daerah otonom propinsi dan belum dapat
dilaksanakan pembentukan daerahdaerah otonom dibawah tingkatan Propinsi
menurut UndangUndang. Walaupun demikian guna memenuhi tjitatjita
rakjat diberbagai daerah di Sumatera dengan tjara jang tidak
melalui saluran2 hukum sebagaimana wadjarnja oleh penguasapenguasa
jang berwenang di Daerahdaerah itu telah diusahakan dengan, sebaik
baiknja untuk djuga mentjiptakan daerahdaerah jang dengan mempedomani
UndangUndang No. 22 tahun 1948 dapat pula mengatur dan mengurus
rumah tangganja sendiri, jaitu jang dinamakan Kabupatenkabupaten
Otonoom dan Kotakota otonoom jang diberi nama Kota A dan Kota B.
Begitu pula di Kalimantan jang waktu itu masih merupakan suatu
propinsi administratip chusus di Kalimantan Timur — Selatan telah dapat
dibentuk oleh Gubernur Kalimantan, kabupatenkabupaten otonom dan
satu kota otonoom.
Berhubung dasardasar hukuniuja daerah kabupatenkabupaten otonom
dan kotakota otonoom jang telah dibentuk oleh penguasapenguasa jang
berwenang didaerah itu diraguragukan maka daerahdaerah otonom
dalam prakteknja tidak dapat berkembang dengan sehat; berhubung dengan
itu Pemerintah merasa perlu untuk memberikan dasardasar hukum jang
juridis dapat dipertanggung djawabkan.
Singkatnja dalam tahun 1950 sebetulnja diseluruh wilajah Negara ber
dasarkan UndangUndang No. 22 tahun 1948 hanja terdapat:
7 propinsi otonom (4 di Djawa dan 3 di Sumatera)
81 kabupaten otonom (tingkat II)
4142
11 kota — besar (tingkat 11) hanja di Djawa/Madura sadja.
8 kota — ketjil (tingkat III).
Selainnja daerahdaerah otonom jang dimaksud UndangUndang No. 22
tahun 1948 jang dimaksud diatas terdapatlah banjak sekali lain 2 daerah
jang berhak mengatur dan' mengurus rumahtangganja sendiri berdasar
kau peraturanperaturan jang beranekawarna tjorak dan ragamnja, jang
masih diakui hak hidupnja oleh UndangUndang Dasar Sementara. Djumlah
djenisnja adalah 1k. 20, jaitu status:
1. stadsgemeente : 1 (Kotapradja DjakartaRaya)
2. Kabupaten otonom : 45 di Sumatera
7 di Kalimantan
3. Kabupaten otonom daerah istimewa : 3 di Kalimantan
4. Kota otonom : 1 di Kalimantan (Bandjarmasin)
5. Kota A : 4 di Sumatera
6. Kota B : 10 di Sumatera
7. Daerah federasi Swapradja : 2 di Sulawesi
5 di NusaTenggara
1 di Maluku
8. Daerah Federasi Swapradja 2 di Sulawesi
dengan NeoSwapradja
9. Daerah NeoSwapradja
: 1 di Sulawesi (Minahasa)
1 di NusaTenggara (Lombok) dan
1 di Maluku (Maluku Selatan)
10. Daerah Federasi NeoSwapradja2 (Daerah Maluku Selatan, lihat ad. 7).
Nos. 7 sampai dengan 10 adalah Daerah jang dimaksud oleh Undang
Undang 44/1950 N.I.T.
11. Swapradja : 17 di Kalimantan
56 di Sulawesi
63 di Nusa Tenggara
3 di Maluku
12. NdoSwapradja: 3 di KalimantanBarat
10 di Sulawesi
14 di Maluku, NeoSwapradja2 jang lebih ketjil lagi
jang mengadakan federasi dalam bentuk Daerah (Neo
Swapradja) Maluku Selatan (lihat ad. 7).
13. Neostadsgemeente : 1 di Sulawesi (Makassar)
14. Landschapsstadsgemeenten: 1 di Kalimantan (Pontianak)
1 di Maluku (Ternate)
15. Desadesa dimaksud IGO dan IGOB
16. Wilajah, sedjenis daerah tingkat III, hanja terdapat di Sumatera.
17. Daerah Bahagian jang dimaksud oleh Undangundang No. 44/1950,
Undangundang N.I.T.
18. Daerah Anak Bahagian jang dimaksud oleh UndangUndang No.44/
1950, UndangUndang N.I.T.
19. Daerah ex UndangUndang 44/1950 N.I.T. jang dibentuk dengan
Peraturan Pemerintah oleh Pemerintah R.I.
4143
20. Daerah ex UndangUndang 44/1950 N.LT. jang dibentuk dengan
UndangUndang oleh Pemerintah R.T.
19 dan 20 hanja terdapat di Sulawesi; dalam tahun 1952 dan tahun 1957
untuk memetjah DaerahDaerah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan
Sulawesi Utara mendjadi beberapa DaerahDaerah jang lebih ketjil lagi,
jaitu tiga daerah itu mendjadi 19 Daerah, dimaksud UndangUndang No.
44/1950 N.I.T.
§ 1919. Kemadjuankemadjuan dalam perkembangan pemerintahan dae
rahdaerah otonom jang mempunjai status UndangUndang No. 22/1948 jo.
UndangUndang No. I tahun 1957 adalah sebagai berikut:
Daerahdaerah swatantra tingkat
Tahun
I
1950
7
1953
1956
1957
1958
1959
8
9
17
20
20
Kabupaten
80
96
141
145
171.
209
II
Kotapradja
19
21.
40
41
41
47
Dalam daftar berikutnja itu diberi perintjian tentang djumlah banjaknja
daerahdaerah tingkat II jang termasuk dalam masingmasing daerah
tingkat I.
N.B. Sulawesi kini masih sadja merupakan suatu daerah propinsi jang
administratip, dikepalai oleh seorang Gubernur pegawai Negeri/wakil
pemerintah pusat. Setjara administratip pula Sulawesi telah dibagi dalam
4 wilajah residenkoordinator, jang tidak sadja berada dalam perintah guber
nur Sulawesi tetapi dapat hubungan pula langsung dengan Menteri Dalam
Negeri atau sebaliknja dihubungi langsung oleh pemerintah pusat.
§ 1920. Pembentukan DaerahDaerah Swatantra.
Pada saat berlaktnja kembali UndangUndang Dasar 1945 berdasar
kan dekrit Presiden tanggal 5 Djuli 1959 (Surat Keputusan Prdsiden R.I.
No. 150 tahun 1959) kenjataannja diseluruh wilajah Negara telah terbentuk
daerahdaerah swatantra, baik Tingkat 1 maupun Tingkat Il (termasuk
Kotapradja) dimaksud oleh UndangUndang No. 1/1957 tentang pokokpo
kok pemerintahan daerah, ketjuali di Sulawesi, dimana walaupun sudah ter
bagi dalanr daerah2 swatantra Tingkat If, pada waktu ini berhubung perkem
bangan keadaan daerah ini, masih sadja belum dapat dibentuk/dibagi dalam
daerahdaerah Swatantra Tingkat 1. Perlu ditegaskan disini, bahwa kini oleh
Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah sedang giat diusahakan
agar Daerah2 Tingkat I di Sulawesi ini dapat dibentuk dalam djangka
waktu jang tidak lama lagi (Rantjangan UndangUndang pembentukannja
telah lama disiapkan dan kini sedang dalam penindjauan kembali).
4144
4145
Mengenai persoalan ini perlu didjelaskan sebagai berikut:
Pada masa Kabinet Karya bersamasama dengan rentjana Undang
Undang pembentukan DaerahDaerah Tingkat II di Sulawesi, telah di
adjukan suatu rentjana UndangUndang untuk membagi Sulawesi men
djadi 4 daerah Swatantra Tingkat I. Akan tetapi berkenaan dengan situasi
politik dewasa itu Kabinet Karya telah mentutuskan untuk menunda se
mentara waktu pefnbitjaraan mengenai UndangUndang pembentukan
Daerah Tingkat I Sulawesi itu.
Menurut Rantjangan UndangUndang tersebut diatas, Sulawesi dibagi
dalam 4 Daerah Tingkat I, jaitu: SulawesiUtara, SulawesiTengah, Sulawesi
Selatan dan SulawesiTenggara.
Sekarang ini Pemerintah (Kabinet Karya) bermaksud untuk menjele
saikan pembentukan DaerahDaerah Tingkat I di Sulawesi. Penjelesaian
dimaksud diharapkan dalam waktu singkat dapat dilaksanakan, sesudah
diadakan penelitian dengan seksama mengenai pembagiannja jang wadjar
ditindjau dari segala sudut antara lain bestuurstechnis, kepentingan ekono
mi, keamanan dan lain².
Pembagian wilajah negara dalam daerahdaerah swatantra Tingkat II
itu dapat dikatakan belum tetap, karena sampai dewasa ini mungkin masih
sadja ada tuntutantuntutan wadjar dari masjarakat didaerah eq. Pemerintah
Daerah dan Wakil²nja di D.P.R. jang masih belum dapat dipenuhi; a.l.
a. penindjauan kembali pembagian' dalam Daerah" Tingkat II di Daerah
Tingkat I Sumatera Utara jang telah dilaksanakan berdasarkan atas
UndangUndang Darurat No. 7, 8 dan 9 tahun 1956. Pada waktu
UndangUndang Darurat tersebut dibitjarakan dalam D.P.R. untuk di
tetapkan sebagai UndangUndang maka timbul usulusul dari beberapa
anggota D.P.R. untuk membentuk DaerahDaerah Tingkat II Baru i.c:
Kotapradja selain dari DaerahDaerah Tingkat II dimaksud dalam
UndangUndang Darurat tersebut, misalnja usul membagi Daerah Tingkat
II Tapanuli mendjadi 5 Daerah Tingkat II, Nias mendjadi 2 Daerah Tingkat
II, DeliSerdang mendjadi 2 Daerah Tingkat II, Padang Sidempuan dan
Begawan didjadikan Kotapradja;
b. demikian djuga diterima usul dan tuntutantuntutan untuk memetjah:
1. Daerah Tingkat If Batanghari, Daerah Tingkat II Merangin diwi
lajah Daerah Tingkat I Djambi,
2. Daerah Tingkat II Inderagiri diwilajah Daerah Tingkat I Riau:
3. membentuk Daerah Tingkat II Batang lepas dari Daerah Tingkat
II Pekalongan, dan
4. membentuk Kotapradja Purwokerto.
Usul² seperti tersebut diatas kini sedang dalam penindjauan Pemerintah.
Tentang pembentukan Daerah Tingkat III jang berulangulang kali
diusulkan oleh Daerah² demikian pula oleh anggotaanggota D.P.R. bilamana
membitjarakan sesuatu rentjana UndangUndang pembentukan daerah
daerah swatantra di D.P.R., Pemerintah berpendapat bahwa terlebih dahulu
perlu diusahakan untuk memberikan kedudukan jang pasti mengenai status
desa dan daerah jang setingkat dalam rangka bangunan negara Kesatuan R.I.
dengan djalan menjesuaikan peraturan I.G.O. dan I.G.O.B. dengan
perkembangan keadaan sekarang ini agar desadesa itu dapat berkembang
4146
kedjurusan otonomi wadjarjang modern jang harus sesuai pula dengan djiwa
Penetapan Presiden No. 6/1959.
Untuk mentjapai hash kemadjuan jang sebaikbaiknja Pemerintah
sedang giat mengusahakan penjempurnaan penjusunan aparatur 2 Daerah
Daerah Swatantra jang ada itu sesuai dengan djiwa Penetapan Presiden
No. 6/1959.
§ 1921. Penjerahan urusan2 kepada Daerahdaerah Swatantra.
Seperti dimaklumi sedjak berdirinja Negara R.I. mendjelang berlakunja
UndangUndang Nasional tentang pokokpokok pemerintahan daerah jang
pertama (UndangUndang No. 22/1948) dapat dikatakan bahwa hampir se
luruh urusan pemerintahan adalah dalam tangan Pemerintah Pusat, Daerah
Daerah jang sudah berotonomi. peninggalan dari pemerintah pendjadjahan
adalah bermatjammatjam tjorakragamnja dan sebagian besar hak kewe
nangan dan tugas kewadjibannja tidak djelas, agak kabur. Perkembangan
keadaan diberbagaibagai daerah tidak sama, berbedabeda dan berbelit
belit, lebihlebih diluar Djawa, terutama diwilajah bekas N.I.T. dimana
terdapat banjak sekali swapradjaswapradja, daerahdaerah gabungan swa
pradja neoswapradja.
Neoswapradja, jang juridis formil telah mempunjai hak e otonomi lebih
luas dari pada daerahdaerah otonom jang ada di Djawa/Madura, malahan
pula melebihi dari pada hakhak otonomi jang dimiliki oleh daerahdaerah
otonom jang berstatus propinsipropinsi otonom. Dalam usaha Pemerintah
Pusat untuk mengkonsolidir kekuasaannja diseluruh wilajah negara, banjak
urusanurusan dipusatkan dalam tangan Pemerintah Pusat dan didaerah
daerah jang djauh letaknja dari Pusat di Djakarta dipertjajakan ketangan
wakilwakilnja jang ada didaerah (para Gubernur, Kepala Djawatan Pusat)
hal mama tidak lebih mendjernihkan keadaannja jang sudah ruwet itu.
Dengan berlakunja UndangUndang No. 22/1948, sekali gus untuk
seluruh Djawa (terketjuali wilajah Kotapradja DjakartaRaya) telah diben
tuk daerahdaerah otonomi dimaksud UndangUndang tersebut dan kemu
dian selangkah demi selangkah pembentukan daerahdaerah otonom terse
but dilaksanakan untuk Sumatera, Kalimantan. Pelaksanaan dibekas wi
lajah Indonesia Timur berlaku seret sekali; walaupun demikian djuga disini
telah dibentuk daerah Tingkat I Irian Barat sebagai daerah otonom perdju
angan jang chusus ditudjukan untuk melantjarkan usahausaha
pembebasan Irian Barat dari Pemerintah Belanda dan Daerah Tingkat I
Maluku jang meliputi tiga daerah tingkat 11 dan I Kotapradja Ambon.
Baru sesudah UndangUndang No. 1/1957 mengganti UndangUndang
No. 22 tahun 1948 dibentuk pula tiga daerah tingkat I dan duapuluhenam
daerah tingkat II di Nusa Tenggara dan tigapuluhtudjuh daerah tingkat
II di Sulawesi.
Pengisian hakhak otonomi daerahdaerah tersebut tidak dapat dilak
sanakan dengan peraturanperaturan jang seragam tetapi pengisian hakhak
otonomi itu dilaksanakan dengan sedapatdapatnja mengingat perkembangan
daerah otonom didaerahdaerah jang bersangkutan itu sendirisendiri.
Oleh karena diwilajah bekas NIT., daerahdaerah Tingkat II jang
dibentuk atas dasar UndangUndang 1/1957, hakhak otonom disandarkan
4147
atas hakhak otonom daerahdaerah lama, jang isinja lebih luas dan meli
puti pula urusanurusan jang termasuk urusan rumahtangga Daerah Ting
kat I, ditambah pula dengan kenjataan bahwa disini tidak pernah ada peme
rintahan daerah otonom jang lebih tinggi daripada „Daerah” jang tingkatan
nja disamakan dengan Tingkat II UndangUndang No.1/1957, maka pe
netapan batasbatas rumahtangga antara Daerah Tingkat I dan Daerah
Tingkat II dibagian wilajah negara ini mengalami banjak sekali kesukaran
kesukaran dan kesulitankesulitan. Untuk melaksanakan usaha pendesentrali
sasian urusanurusan dad pusat kepada daerah swatantra disini memerlukan
penindjauan jang mendalam dan diperhatikan hakhak otonomi jang njata
telah dimiliki oleh DaerahDaerah swatantra, hal mana sudah barang tentu
tidak dapat dilaksanakan dalam waktu jang singkat.
Tak heran kiranja bahwa didalam peraturan perundangan mengenai
desentralisasi/pengisian otonomi/medebewind daerah terdapat beberapa
matjam prinsip:
a. penjerahan oleh Pusat kepada Daerah Tingkat T atau Daerah Tingkat II
(penjerahan langsung).
b. penjerahan oleh Daerah Tingkat T kepada Daerah Tingkat II (penje
rahan bertingkat).
c. penjerahan oleh Daerah Tingkat IT kepada Daerah Tingkat I.
d. pengembalian/pemusatan kembali kewenangan daerah kepada/oleh
pusat.
e. pengakuan hakhak jang dahulu telah dimiliki oleh daerah.
Dalam hubungan ini maka perlu pemerintah mentjurahkan segala
tenaga, pikiran dan pengalaman untuk dapat menjelesaikan pelaksanaan
UndangUndang No. 6/1959 dengan sebaikbaiknja, karena mengingat
riwajatnja keadaan urusan pamongpradja itu adalah berlainan. sekali di
berbagaibagai daerah: Djawa/Madura, Sumatera, Kalimantan dan wilajah
negara bagian Timur.
Perlu pula diminta perhatian disini, bahwa isi otonomi daerah jang meli
puti bidang rumahtangga daerah tidak dapat diatur setjara seragam dalam
satu peraturan sadja, tetapi diatur dalam beberapa djenis peraturan per
undangan. Ini disebabkan karena usahausaha jang bersangkutan dengan
pembentukan daerah² itu tidak dapat dilakukan sekaligus dalam suatu wak
tu jang bersamaan, tetapi dalam waktu jang berbedabeda, dan sangat
dipengaruhi oleh taraf perkembangan ketatanegaraan serta mated king akan
diaturnja itu (misalnja penjerahan tugas urusan pemerintahan umum tidak
diatur dalam suatu Peraturan Pemerintah tetapi dalam UndangUndang)..
Dalam garisgaris besarnja, urusan rumahtangga daerah ditetapkan:
1. Sebanjak mungkin dalam UndangUndang pembentukkannja (lihat Ka
limantan dan Sumatera), jang dapat dipandang sebagai kewenangan
pangkal bagi daerah).
2. Dalam Peraturanperaturan Pemerintah jang bersangkutan (lihat Djawa,
Madura dan Sumatera).
(a). Sebagai tambahan urusanurusan jang belum disebut dalam Undang
Undang pembentukannja.
4148
(b). Sebagai pelaksanaan, kelandjutan daripada ketentuan Undang
Undang pembentukkannja jang hanja menjebut garisgaris
besarnja daripada u,rusanurusan itu (Djawa).
3. Dalam UndangUndang tersendiri (lihat UndangUndang No. 6/1959).
4. Setjara sumier disebut dalam UndangUndang pembentukkannja, ja
itu dengan menjebut dengan singkat bahwa urusanurusan jang dahulu
dimiliki daerah adalah tetap mendjadi urusan daerah (daerahdaerah
bekas witajah N.I.T.).
Mengenai urusanurusan rumahtangga Daerah Tingkat II didjelaskan
Iebih landjut bahwa selain daripada urusanurusan jang telah dimilikinja
berdasarkan UndangUndang pembentukkannja, maka urusanurusan lain
nja dapat diserahkan oleh Daerah Tingkat I jang meliputi wilajahnja daerah
jang bersangkutan itu dengan Peraturan Daerah Tingkat I jang bersangku
tan berdasarkan pasal 31 ajat (4) UndangUndang No. 1/1957.
Persoalan penjerahan urusanurusan kepada Daerah Tingkat II ini
agak sulit melaksanakannja, oleh karena pada waktu ini banjak Pemerin
tah Daerah Tingkat I belum bersedia menjerahkan sebagian urusannja ke
pada Daerah Tingkat II dalam wilajahnja dan sebaliknja daerahdaerah
Tingkat II tetap menuntut penjerahanpenjerahan itu dari Daerah Tingkat I
jang bersangkutan.
Mengenai penjerahan urusanurusan kepada DaerahDaerah Tingkat
II tersebut Pemerintah sedang menindjau setjara , mendalam tentang tjara
pelaksanaannja dengan antara lain mengadakan inventarisasi isi oonom
masingmasing daerah, baik daerah Tingkat I maupun DaerahDaerah
Tingkat II/Kotapradja.
Penjerahan urusanurusan dari Pemerintah Pusat kepada Daerah Ting
kat I dan/atau kepada Daerah Tingkat II begitu pula penjerahan urusan
urusan oleh Daerah Tingkat,I kepada DaerahDaerah Tingkat II dalam
wilajahnja, senantiasa merupakan persoalan jang sukar dan memerlukan
penelitian serta waktu jang lama, oleh karena untuk mengadakan peraturan
penjerahan sesuatu urusan kepada Daerah Swatantra,. pemerintah terlebih
dahulu hares menjelidiki kepentingan mana dari pada. urusanurusan
itu jang dapat diserahkan dan hal ini perlu penindjauan setjara saksama
dengan DepartemenDepartemen jang bersangkutan, tidak sadja mengenai
hal materinja, tetapi djuga mengenai hal alatalat perlengkapannja,
keuangan dan pegawaipegawainja.
Walaupun demikian Pemerintah (dengan mengingat kesediaan dan
kemampuan Daerah) sungguh telah berusaha memberikan isi otonomi se
luas mungkin kepada DaerahDaerah berdasarkan pasal 31 ajat (3) Undang
Undang No. 1/1957. Untuk maksud itu Pemerintah (Kabinet Karya)
telah membentuk suatu panitia Interdepartemental jang diberi tugas me
rentjanakan peraturanperaturan Pemerintah mengenai penjerahan sebagian
urusanurusan Pusat kepada Daerah Otonom (Surat keputusan Perdana
Menteri tanggal 20111957 No. 434/PM/1957) jang masih belum sadja da
pat.dipisahkan dari urusan pusat untuk didjadikan urusan daerah. Panitia
ini sesudah menghasilkan beberapa peraturanperaturan Pemerintah ke
mudian dibubarkan pada bulan Desember 1958 dan diganti dengan Panitia
Interdepartemental lain, (Keputusan Perdana Mentri tanggal 8/121958
No. 601/PM/1958) jang diberi tugas menjelidiki apa sebabsebabnja
penjerahan
4149
urusanurusan jang telah diatur dalam peraturanperaturan perudangan
jang ada itu tidak lantjar dan mentjari usahausaha serta djalan untuk dapat
mengatasi kesulitankesulitan itu dengan memberikan pertimbangan atau
usulusul kepada Pemerintah.
Pemerintah menganggap perlu membentuk Panitia tersebut terachir
itu dengan maksud untuk memudahkan penjerahanpenjerahan njata dari
pada urusanurusan jang setjara formal telah didjadikan urusan rumah
tangga daerah, oleh karena pehgalaman membuktikan bahwa diadakan
peraturanperaturan tentang penjerahanpenjerahan dari sesuatu urusan
itu sadja belum berarti daerah jang bersangkutan sudah dapat memelihara
kepentingan jang diserahkan kepadanja bilamana penjerahanpenjerahan
itu tidak diikuti dengan petundjukpetundjuk/Instruksiinstruksi dari Peme
rintah Pusat c.q. Departemen jang bersangkutan jang mengatur halhal
jang bersangkutan dengan urusan itu misalnja soal kepegawaian, keuangan
inpentaris dan lainlain dan djuga dengan mengingat kesediaan dan ke
mampuan Daerah jang, bersangkutan.
§ 1922. Pengawasan mengenai perundangundangan daerah.
Tugas pengawasan mengenai perundangundangan daerah terutama
meliputi:
a. pengawasan terhadap putusanputusan dan peraturanperaturan daerah
(djuga jang tidak memerlukan. pengesahan dari ,badan pengawasan
jang lebih tinggi tingkatnja) dari daerahdaerah otonom tingkat ke1
dan tingkat keII tentang halhal dilapangan pemerintahan kedaerahan
jang sebagian besar bersifat sosialekonomi & umum (termasuk padjak
daerah dan retribusidaerah) jang tidak menjinggung soalsoal keuangan
daerah, kepegawaiandaerah, organisasidaerah dan keswapradjaan;
b. pengawasan atas pelaksanaan tepat (richtige uitvoering) dari per
aturanperundangan umum (dari Pemerintah Pusat) di daerahdaerah
otonom;
c. Peradilan administratip;
d. memimpin Pemerintah Daerah dalam mendjalankan roda pemerin
tahannja dengan memberi petundjukpetundjuk, pedomanpedoman
atau instruksiinstruksi.
Pekerdjaan pengawasan terhadap putusanputusan/peraturanperaturan
daerah itu terdiri atas:
1.. penindjauan materienja dari beberapa segi (umpamanja: penindjauan
dari sudut hokumagraria, hukumperdata, hukumpidana, hukum
padjak d.1.1., dari suduf juridisformeel);
2. penindjauan bentuk peraturandaerahnja, penjusunan dan perumusan
ketentuanketentuannja,dan disamping itu
1. penjelidikan apakah putusanputusan/peraturanperaturan daerah ter
sebut bertentangan atau tidak dengan peraturanperundanganjang lebih
tinggi tingkatnja;
2. penjelidikan apakah putusanputusan/peraturanperaturan daerah itu
bertentangan atau tidak dengan kepentingan mum;
3. penjelidikan apakah putusanputusan/peraturanperaturan daerah itu
bestuurspolitisch dapat dipertanggungdjawabkan;
4. penjelidikan tentang competentie dan jurisdictie;
4150
5. penjelidikan tentang apakah Pemerintah Daerah dengan mengeluarkan
suatu putusan (seperti pemberian izinizin atau penolakan permohonan
permohonan izin) menjalahgunakan wewenangnja (detournement de
pouvoir/mesuse of power atau „bestuursexeesen").
Teranglah bahwa dalam melaksanakan tugas tersebut kita selalu meng
alami kesulitankesulitan jang sifatnja adalah juridis dan/atau bestuurspo
litisch dilapangan sosialekonomi.
Kesulitankesulitan ini sangat terasa karena — baik didaerah, maupun
di Pusat (,Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah) — didapati
kekurangan ,qualified personnel”, jaitu teuagatenaga jang_ mempunjai
pendidikan hukum (terutama: hukum administratip/hukum..pemerintahan)
dan jang berpengalaman atau faham dalam bidang „perundangundangan
daerah” dan „perundangundangan pusat”.
Persoalanpersoalan jang menimbulkan kesulitankesulitan termaksud
dapat digambarkan sebagai berikut:
Sebagaimana telah diketahui „UndangUndang Pembentukan” dari
beberapa daerahswatantra — di Djawa dan diluar Djawa (baik jang tingkat
keI, maupun jang tingkat keII) adalah tidak seragam, pula s i f a t dan
1 u a s nja urusanrumahtangga daerah dan kewadjibandaerah dan kewa
djibandaerah di beberapa daerahotonom adalah b e r b e d a, sehingga
kadangkadang menimbulkan persoalanpersoalan sekitar „kompetensi” dan
„jurisdiksi”.
„Ada daerahdaerahswatantrabekasswapradja” jang mempunjai suatu
otonomi jang l e b iii 1 u a s daripada daerahdaerah swatantra lainnja, ka
rena „urusanrumahtangganja” sebagian besar masih disandarkan kepada
djiwa „Zelfbestuursregelen 1938” (luar Djawa) atau „Lang (Politiek) con
tract” (umpamanja: Daerah Istimewa Jogjakarta).
N.B.: Daerah Istimewa Jogjakarta: „...:.. urusanurusan rumahtangga
dan kewadjibankewadjiban lain jang dikerdjakan oleh Daerah
Istimewa Jogjakarta sebelum dibentuk menurut. undangundang pem
bentukannja, d i l an d j u t k a n, sehingga ada ketetapan lain de
ngan UndangUndang”; dan .... pranatanpranatan dulu jang
belum diganti dengan peraturan Daerah Istimewa Jogjakarta, b e r
l a k u terus sebagai peraturan Daerah Istimewa Jogjakarta.
Sekarang timbul pertanjaan:
a. apakah tidak sejogjanja, bilamana kepada daerahdaerah swatantra
diberikan otonomi jang s a m a 1 u a s n j a dengan suatu daerahbekas
swapradja, umpamanja „Daerah Istimewa Jogjakarta”, sehingga kedu
dukan s e m u a daerahdaerah otonom (jang sama tingkatnja) mendja
di sederadjat (tidak ada diskriminas)?
N.B. untuk melenjapkan anggapan diskriminasi antara daerahdaerah
swatantra dalam pemberian otonomi, maka alangkah baiknja apa
bila — demi kepentingan kesatuan negara kita — „UndangUndang
Pembentukan” daerahdaerah swatantra d i s e r a g a m k a n, se
hingga otonomi daerahdaerah swatantra tersebut paling sedikit
sama luasnja atau sederadjat dengan otonomi dad suatu „Zelf
besturenlandschapdenganlang (politiek) contract” (umpamanja: Ke
sultanan Ngajogjakarta/Daerah Istimewa Jogjakarta) a t a u dari su
4151
atu landschap jang statuutnja adalah „Zelfbestuursregelen 1938”,
dan disamping itu kepada daerahdaerah diluar Djawa jang tidak
meliputi suatu „locale gemeenschap ” dulu, diberi wewenang untuk
mengatur dan mengurus s e m u a hal dalam wilajahnja jang dulu
diatur/diurus dengan residentsverordeningen/residentskueren.
b. apakah peraturanperaturan perundangan umum. (algemene verorde
ningen seperti „ordennanties”) jang berasal dari zaman Pemerintah Hindia
Belanda dan jang dulu hanja berlaku untuk „rechstrecks bestuurd
gebied”, setelah swapradjaswapradja dibentuk mendjadi „daerah
swatantra biasa” atau „daerah istimewa” (dus mendjadi.,,recht
streeks bestuurd gebied" karena sifat keswapradjaan tidak ada), d a
p a t atau harus dilakuk an djuga dalam wilajahbekasswapradja (se
perti dulu dalam zaman „kolonial)”, dengan lain perkataan: apakah
„jurisdictiegebied” peraturanperaturanperundangan umum dari zaman
Pemerintah Hindia Belanda (umpamanja: Hinderordonnantie) de
ngan sendirinja meliputi „daerahdaerahswapradja"/,,daerahdaerah
istimewa) (bekas swapradja)”?
Atau: apakah berlakunja suatu peraturanperundangan umum (seperti
„ordenantie”) didalam wilajah „daerahswatantrabekasswapradja”,
harus dinjatakan terlebih dahulu dengan suatu „undangundang
special”?
Pemerintah lebih tjondong pada pendirian bahwa dengan lenjapnja
sifat keswapradjaan itu, wilajah bekaslandschap otomatis mendjadi
„daerah jang sederadjat dengan „rechtstreeks bestuurd gebied”, se
hingga peraturanperaturan umum (a.l. „ordonnantie”) dengan sen
dirinja berlaku dalam „daerah bekasswapradja” tersebut, ketjuali
bilamana PembuatUndangUndang dengan tegas menjatakan lain
vide suatu undangundang.
Probleem ini adalah berguna untuk dipertimbangkan/dipeladjari.
§ 1923. Materie peraturandaerah.
Dari peraturanperaturan daerah jang disampaikan kepada departe
men kami oleh daerahdaerah swatantra seluruh Indonesia, ternjata bahwa
sifat dan djenis „public service” (pelajanan oleh Pemerintah Daerah, teru
tama dilapangansosialekonomi umum, ditiaptiap daerah pada pokoknja
sama, akan tetapi penjusunan/perumusan peraturanperaturan daerahnja
jang mengenai suatu materie jang sama dari „public service” itu berlainan,
dan atjap kali penjusunan/perumusan peraturanperaturan daerah tadi
kurang sempurna atau tidak memuaskan meskipun dalam garis besar
tudjuan, maksud dan djiwa peraturanperaturan daerah tersebut adalah s a m
a.
Hal ini dapat diatasi, bilamana daerahdaerah swatantra seluruh Indo
nesia membuat peraturandaerah jang seragam mengenai materie jang sa
ma dilapangan pemerintah kedaerahan (jang bersifat sosialekonomi umum).
Keseragaman ini tidak perlu 100%; sudah tjukup bilamana ketentuan
ketentuan jang fundamenteel dan essentieel dalam peraturandaerah itu
(dus: jang perlu dan penting) disamakan penjusunannja/perumusannja,
sedangkan detailnja disesuaikan dengan keadaankeadaan setempat (umpa
manja: tarip, tanggal waktu berlakunja peraturandaerah, dan lainlain.
4152
Dengan demikian tertjapailah:
kesatuan dalam kebidjaksanaan (policy) pemerintahan (bestuursbeleid)
dalam menjelesaikan soalsoal pemerintahan dilapangan sosialekonomi
& umum;
b. keseragaman dalam penjusunan/perumusan peraturanperaturan dae
rah dan dalam penggunaan istilahistilah resmi, bahasaperundangan
(wetstaal) dalam peraturandaerah, hal ini memudahkan pekerdjaan
pengawasan kita.
Lebih bermanfaat dan praktis bilamana semua Pemerintah Daerah
m e n gc o d i f i c e e r setjara systematis peraturanperaturan daerahnja
(jang telah diseragamkan/diretool) dalam suatu code (administrative
code), seperti "penal code", burgerlijk wetboek etc., sehingga mendapat
o v e r z i c h t jang djelas tentang semua djenis dari public service (dari
masingmasing daerah) jang diatur dalam peraturandaerah jang bijgewerkt";
pula ,administrative code' itu mudah dipergunakan daripada „Tambahan
Lembaran Daerah”.
Hingga kini peraturanperaturan daerah dari Daerah tingkat keI dan ke
II itu h anj a dikumpulkan setjara urutan chronologis dan didjilid setjara
tahunan dalam sesuatu „Tambahan Lembaran Daerah” dari Daerah Tingkat
ke I sadja. Djadi, misalnja diperlukan suatu peraturan selengkapnja, pera
turaninduknja terdapat didalam Tambahan Lembaran Daerah tingkat keI
tahun 1953, sedangkan peraturanperaturan tambahan/perubahannja dapat
diketemukan dalam Tambahan Lembaran Daerah keI tahun 1956, 1959 etc.
djadi ,berpentjarpentjar'.
Hal ini adalah sangat tidak praktis dan tidak „overzichtelijk”, kadang
kadang membingungkan.
Dengan codificatie, kesulitankesulitan sematjam ini dapat diatasi, dan
djuga tertjapai kesederhanaan, pula efficiency pekerdjaanpengawasan kita.
Seandainja tiaptiap daerah swatantra telah mempunjai sesuatu „admi
nistrative code” (jang peraturanperaturannja sebagian besar menundjukkan
keseragaman jang fundamenteel dan essentieel), maka dengan demikian
hampir tertjapai:
a.
kesatuan dan keseragaman dalam perundangundangan daerah selu
ruh Indonesia;
b.
kesatuan dan keseragaman dalam policy pemerintahan di daerah
daerah seluruh Indonesia;
c.
kesatuan dan keseragaman dalam penggunaan bahasa perundangan,
atau legistative language", dan istilahistilah resmi;
d.
kesatuan dan keseragaman dalam penjusunan/perumusan peraturan
peraturan daerah;
e.
dan……..mendjamin efficiency dan stabiliteit dalam mendjalankan
roda pemerintahan di daerahdaerah dengan tidak banjak personeel.
Seandainja ada daerah swatantra jang memerlukan perubahan/tambahan
dari suatu peraturan jang terdapat didalam „administrative codenja”, maka
perubahan/tambahan tersebut dapat disarankan kepada daerahdaerah lain
nja untuk diadopteer c.q. diadopteer.
Hal ini merupakan suatu kerdjasama (cooperatie) antardaerah demi ke
pentingan kesatuan perundangundangan daerah, d.1.l.nja.
a.
4153
Keseragaman/kesatuan dalam perundangundangan daerah dapat merupa
kan suatu pengganti jang wadjar untuk sentralisasi.
Memang harus diakui, bahwa pekerdjaan pengawasan seperti diurai
kan diatas, tidak selalu berdjalan dengan lantjar, jaitu tidak sadja karena
kita mengalami kesulitankesulitan jang bersifat juridis dan/atau bestuur
politisch, akan tetapi djuga karena peraturanperaturan daerah itu kadang
kadang memerlukan penindjauan technic oteh beberapa instansi pemerin
tah pusat lainnja, umpamanja penindjauan dari sudut perekonomian,
perdagangan, pertanian, fiskal dan lainlain, jang memakan banjak.waktu.
Disamping itu agak sukar untuk menentukan apakah atau sampai di
manakah suatu peraturandaerah bestuurpolitisch dapat dipertanggung
djawabkan, karena tidak selalu kita mempunjai gambaran jang djelas
tentang keadaankeadaaan setempat, umpamanja tentang perkembangan
kemasjarakatan, tihgkat kemadjuan dari rakjat didaerah jang bersangkutan
dan
lainlain, bahkan apakah peraturandaerah itu tidak bertentangan dengan
kepentingan mum atau merugikan daerahdaerah sekitarnja.
§ 1924. KEUANGANDAERAH. Anggaran Kenangan Daerah.
Anggaran Keuangan Daerah merupakan suatu pegangan dan mentjer
minkan kebidjaksanaan Pemerintah Daerah serta kemampuannja didalam
melaksanakan perentjanaan jang telah ditentukan didalamnja untuk tahun
jang bersangkutan
§ 1915. Saudara Ketua Dewan Perantjang Nasional Jth.
Terlebih dahulu saja utjapkan terima kasih atas kesempatan jang di
berikan kepada saja untuk menguraikan masalah pemerintahan didalam
sidang Dewan Perantjang Nasional jang sangat saja hargai ini.
Uraian saja ini akan dibagi dalam 3 bagian, jaitu:
a. Pendahuluan perihal Pemerintahan pada umumnja.
b. Pemerintah Daerah.
c. Pemerintah Desa dan Daerah jang setingkat. Saudara Ketua Jth.
Sesuai sistimatik jang telah saja kemukakan diatas, terlebih dahulu
saja uraikan bagian a, jaitu.
a. Pendahuluan perihal Pemerintahan pada umumnja.
§ 1916. Dewan Perantjang Nasional dalam usaha menjusun program
pembangunan semesta sudah tentu mengutamakan tentang alat, jang
akan merintis dan memimpin penjelenggaraan pembangunan itu serta
bertanggungdjawab, jaitu pemerintah pusat/daerah dalam arti seluasnja.
Pemerintahan sedjak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 terus
menerus dalam pertumbuhan. Sebagaimana dalam batin Tanah air
Indonesia bertumbuh pahamnja tentang ideologi dibidang politik, ekonomi
dan
kebu
dajaan, maka demikian pula dalam lahirnja terdapat proses pertumbuhan
mengenai bidang2 tersebut, jang dapat kita lihat dalam manifestasinja
dalam soal pemerintahan.
Mengenai, soal pemerintahan pada umumnja, chususnja pemerintah
an didaerah, Pemerintah bersama unsur 2 masjarakat jang ikut serta
membangunnja, menghadapi suatu proses pertumbuhan. Udjud
pemerintahan jang satu disusul dengan transformasi kepada udjud jang
lain, begitu seterusnja. Suatu hat jang dapat dimengerti karena revolusi
sedang berlangsung terus, jang bermakna perobahan tjepat dalam tiga
bidang utama, jaitu:
1. memberantas/menghapuskan keadaan jang usang jang tak sesuai de
ngan haluan revolusi,
2. mentjiptakan kreasi lahir batin jang barn jang sesama dengan
panggilan revolusi dan
3. memelihara, membina dan menjempurnakan tjiptaan lama/baru jang
(masih) dibutuhkan.
Kalau memang sudah sifat manusia umumnja senantiasa ingin lebih
madju (excelsior), maka tentu lebih hebat lagi keinginan madju, ketidak
puasan, beraneka paham jang seringkali bertentangan satu sama lain,
ditanah air kita, jang oknum Indonesianja sangat bhinneka bukan sadja
geografis, tetapi memang keadaannja lahir batinnja sangat heterogeen,
begitu pula hasrat hatinja dan tindaktanduknja.
Tiap Pemerintah, golongan dan aliran senantiasa mengusahakan
langkah2 madju dalam menjusun dan menjempurnakan pemerintahan itu.
Resultante dari usaha2/ pengaruh2 dari unsur2 tersebut adalah rangkaian
udjud pemerintahan jang susulmenjusul, ganti berganti, baik susunannja,
perimbangannja, kelengkapannja.
4139
Dalam tiap udjud pemerintahan nampak faktor apa jang dititikberat
kan pada suatu saat (fase) revolusi, antara lain:
(a) pada proklamasi 17 Agustus 1945 adalah titik berat pada pernjataan
kemerdekaan.
(b) pada pembentukan KNI. 2 pusat/daerah ditekankan pada mobilisasi
golongan2 ideologi untuk menjertai revolusi.
(c) pada Undang2 no. 22/1948 dipusatkan perhatian pada pembagian
tugas kewadjiban dan kewenangan pusat dan daerah dan ditetapkan
rangka susunan pemerintahan daerah bertingkat tiga.
(d) pada Undang2 no. 1/1957, ditekankan pada unsur 2 ideologi daerah dan
pemerintahan jang kolegial.
(e) pada Penetapan Presiden no. 6/1959, perhatian dipusatkan kepada
djiwa Manifesto Politik, antara lain kesatuan antara pusat dan daerah
dalam sate tangan (gubernur/walikota/bupati kepala daerah) jang
djadi as roda executip dan pemberi bahan + pengawas legislatip.
Kini Manifesto Politik mendorongkan kearah demokrasi terpimpin
dan ekonomi terpimpin, sedangkan hidang kebudajaanpun akan disalurkan
pimpinannja.
Dalam iklim sekarang maka muntjul faktor2 jang diutamakan:
(1)
pimpinan jang politic akseptabel atas dukungan golongan ideologi
dan fungsionil,
(2)
pimpinan jang memiliki kemampuan tehnis.
(3)
pimpinan jang menertibkan soal2 politik, ekonomi dan kebudajaan
dan
(4)
pimpinan, jang mengorganisir ok num2 politik, ekonomi dan kebu
dajaan, agar dapat direalisir langkah2 sosialisasi a la Indonesia (ke
satuan Pemerintah + Masjarakat dalam amal usaha untuk Negara/
masjarakat) dengan demokrasi dan ekonomi terpimpinnja.
Perobahan2 tersebut diatas, jang tak kundjung habis, adalah didesakkan
oleh pelbagai faktor dalam Negeri dan luar Negeri. Pada pokoknja ialah
daja tahan dan daja tjipta oknum Indonesia masih terbatas, sedangkan
dajatjiptanja pula masih dalam pertumbuhan.
Pemerintah berusaha terns mengisi kekurangan dalam hal daja tahan,
tjipta dan tjita tersebut tadi. Tidak mudah oleh karena investment invest
ment mental dan material serta ketangkasan oknum i ndonesia masih dalam
proses.
Untuk Dewan Perantjang Nasional kiranja pada tempatnja, kalau
diminta perhatian tentang masalahmasalah pokok sebagai berikut:
Bagaimana membangun pengertian, bahkan kesadaran, bahwa kita
membutuhkan adanja pemerintahan jang benarbenar dilengkapi dengan
kepertjajaan lahir batin darn oknum Indonesia serta bantuan dan kerdja
samanja lahir batin pula ?
Kepertjajaan jang bisa meninggalkan pahampaham jang belum tjukup
beralasan berdasarkan pengalaman, althans untuk fase sekarang ini, seperti:
tentang bagaimana bentuk demokratis, sedangkan isinja dan amal perbuatan
nja belum ditrasir.
Soal pemerintahan daerah dengan rangka tiga tingkat, padahal belum
ditindjau benarbenar bagaimana planning jang seharusnja jang tepat, dan
mengingat keadaan sekarang ini.
4140
Suatu complex persoalan dihadapi sekitar pemerintahan itu. Dalam
hal itu adalah perlu didapati ukuran mana jang wadjar, untuk
mendudukkan soal mana jang harus lebih dahulu dipetjahkan/diatasi, dan
soal mana boleh belakangan (djangka pandjang), dan ukuran itu sedapatnja
bisa dimengerti/ disadari oleh oknum Indonesia.
Jang sangat penting ialah kemauan/kesanggupan untuk setjara djudjur
menjadari, seberapa djauh sudah tertjapai daja tjipta didaerah dibidang
pemerintahan, keuangan, pembangunan dan lainlain, jang sampai sekarang
oleh karena ruparupa hal — belum pernah dikupas setjara djudjur dan
terang, dengan penuh pengertian, bahwa antara pusat dan daerah, antara
golongan dengan golongan, antara kita dengan kita, tjukup toleransi dan
kemampuan harga menghargai.
Sebab, seterusnja banjak halhal positip jang telah tertjapai didaerah
jang belum pernah dimusjawarahkan, karena seakanakan tertutup oleh
tabir tuntutantuntutan daerah/golongangolongan mengenai soalsoal
formil.
Padahal in reel materielen zin banjaklah jang sudah kita boleh bangga
kan.
Saudara Ketua Jth.
Masalah jang kedua jang akan diuraikan disini ialah mengenai Pemerin
tah Daerah.
§ 1917. b. Pemerintah Daerah.
Adapun materi lni akan dibagi atas pokokpokok sebagai berikut:
1. (a) Perkembangan daerahdaerah otonom 1950 1960..
(b) Pembentukan daerahdaerah Swatantra.
(c) Penjerahan urusanurusan kepada daerahdaerah Swatantra.
2. (a) Pengawasan mengenai perundangundangan daerah.
(b) Materi peraturan daerah.
3. Keuangan daerah.
4. (a) Organisasi Pemerintah Daerah.
(b) Kepegawaian daerah.
Sebelum masuk membitjarakan pokokpokok itu maka saja mengharap
kan dapat kiranja anggotaanggota jang terhormat dari Dewan Perantjang
Nasional mempeladjari masalah itu untuk kelak kemudian mentjiptakan pola
jang akan dituruti guna perbaikan pelaksanaan Pemerintah Daerah ini.
Pedoman dalam pelaksanaan Pemerintah Daerah bagi Pemerintah ialah
dekrit P.J.M. Presiden dan sebagai akibat daripada gagasan itu adalah
penuangan pikiran itu dalam bentuk Penetapan Presiden No. 6/1959 jang di
sempurnakan. Pasalpasal dari Undangundang No. 1/1957 jangtidak ber
tentangan dengan djiwa dari pada Penetapan Presiden No. 6/1959 jang di
sempurnakan itu serta sesuai dengan demokrasi terpimpin itu sudah dan
tengah diselenggarakan didaerahdaerah seluruh tanahair.
Pelaksanaan ke arah itu dari sehari kesehari akan mendapat tempat
berpidjak jang lebih meluas, sehingga achirnja dengan diperoleh suatu kestabil an
dalam Pemerintah Daerah usaha2 lain dalam lapangan ekonomi, sosial,
politik dan kulturil dapat dilaksanakan pula dengan kekuatan dan ketjakap
an jang makin berganda.
Kesempurnaan djalan Pemerintah Daerah bertalian erat dengan usaha
usaha Pemerintah pada bidangbidang jang lain, dan kesukaran pada bidang
4141
Pusat itu akan membawa akibat jang luas dalam pelaksanaan Pemerintah
Daerah.
Bukan sadja materie ini terletak pada lapangan ekonomi, keuangan
sematamata tetapi pula bidangbidang seperti politik, pendidikan dan lain
sebagainja oleh karena Daerah dan Pusat itu bukanlah pembagian 2 daerah
melainkan adalab kesatuan jang tidak dapat terpisahpisah.
Dalam sebuah teritoir jang meliputi dari Sabang sampai Merauke de
ngan beraneka ragam daerah jang berbedabeda tetapi bersatu djuga ta'
mungkinlah segala sesuatu dalam pelaksanaan tugas 2 Pemerintah Daerah jang
telah diserahkan, berdjalan menurut garis2 jang kita tetapkan, melainkan
sesuai dengan perkembangan kemasjarakatan, segala sesuatu akan berdja
lan menurut irama daerah, dalam segala lapangan.
Dengan katakata pendahuluan ini maka dapatlah kita memasuki
raian jang dimaksud.
§ 1918. Perkembangan daerahdaerah otonom 1950 — 1960.
Pada scat mulai berdirinja Negara Kesatuan Republik Indonesia hanja
di Djawa sadja telah didirikan daerahdaerah otonom jang statusnja ditentukan
oleh UndangUndang Dasar Sementara 1950 jo. UndangUndang No. 22 tahun
1948. Dapat dikatakan bahwa pada waktu itu seluruh wilajah Djawa Madura
ketjuali wilajah kota otonom Djakarta Raya — telah
terbagi habis dalam wilajah daerahdaerah otonom dimaksud, jaitu daerah
otonom propinsi (termasuk Daerah Istimewa Jogjakarta), sedangkan daerah
daerah otonom propinsi sendiri telah pula terbagibagi dalam daerah
daerah otonom Kabupaten, Kota Besar dan Kota Ketjil.
Di Sumatera hanja terdapat 3 daerah otonom propinsi dan belum dapat
dilaksanakan pembentukan daerahdaerah otonom dibawah tingkatan Propinsi
menurut UndangUndang. Walaupun demikian guna memenuhi tjitatjita
rakjat diberbagai daerah di Sumatera dengan tjara jang tidak
melalui saluran2 hukum sebagaimana wadjarnja oleh penguasapenguasa
jang berwenang di Daerahdaerah itu telah diusahakan dengan, sebaik
baiknja untuk djuga mentjiptakan daerahdaerah jang dengan mempedomani
UndangUndang No. 22 tahun 1948 dapat pula mengatur dan mengurus
rumah tangganja sendiri, jaitu jang dinamakan Kabupatenkabupaten
Otonoom dan Kotakota otonoom jang diberi nama Kota A dan Kota B.
Begitu pula di Kalimantan jang waktu itu masih merupakan suatu
propinsi administratip chusus di Kalimantan Timur — Selatan telah dapat
dibentuk oleh Gubernur Kalimantan, kabupatenkabupaten otonom dan
satu kota otonoom.
Berhubung dasardasar hukuniuja daerah kabupatenkabupaten otonom
dan kotakota otonoom jang telah dibentuk oleh penguasapenguasa jang
berwenang didaerah itu diraguragukan maka daerahdaerah otonom
dalam prakteknja tidak dapat berkembang dengan sehat; berhubung dengan
itu Pemerintah merasa perlu untuk memberikan dasardasar hukum jang
juridis dapat dipertanggung djawabkan.
Singkatnja dalam tahun 1950 sebetulnja diseluruh wilajah Negara ber
dasarkan UndangUndang No. 22 tahun 1948 hanja terdapat:
7 propinsi otonom (4 di Djawa dan 3 di Sumatera)
81 kabupaten otonom (tingkat II)
4142
11 kota — besar (tingkat 11) hanja di Djawa/Madura sadja.
8 kota — ketjil (tingkat III).
Selainnja daerahdaerah otonom jang dimaksud UndangUndang No. 22
tahun 1948 jang dimaksud diatas terdapatlah banjak sekali lain 2 daerah
jang berhak mengatur dan' mengurus rumahtangganja sendiri berdasar
kau peraturanperaturan jang beranekawarna tjorak dan ragamnja, jang
masih diakui hak hidupnja oleh UndangUndang Dasar Sementara. Djumlah
djenisnja adalah 1k. 20, jaitu status:
1. stadsgemeente : 1 (Kotapradja DjakartaRaya)
2. Kabupaten otonom : 45 di Sumatera
7 di Kalimantan
3. Kabupaten otonom daerah istimewa : 3 di Kalimantan
4. Kota otonom : 1 di Kalimantan (Bandjarmasin)
5. Kota A : 4 di Sumatera
6. Kota B : 10 di Sumatera
7. Daerah federasi Swapradja : 2 di Sulawesi
5 di NusaTenggara
1 di Maluku
8. Daerah Federasi Swapradja 2 di Sulawesi
dengan NeoSwapradja
9. Daerah NeoSwapradja
: 1 di Sulawesi (Minahasa)
1 di NusaTenggara (Lombok) dan
1 di Maluku (Maluku Selatan)
10. Daerah Federasi NeoSwapradja2 (Daerah Maluku Selatan, lihat ad. 7).
Nos. 7 sampai dengan 10 adalah Daerah jang dimaksud oleh Undang
Undang 44/1950 N.I.T.
11. Swapradja : 17 di Kalimantan
56 di Sulawesi
63 di Nusa Tenggara
3 di Maluku
12. NdoSwapradja: 3 di KalimantanBarat
10 di Sulawesi
14 di Maluku, NeoSwapradja2 jang lebih ketjil lagi
jang mengadakan federasi dalam bentuk Daerah (Neo
Swapradja) Maluku Selatan (lihat ad. 7).
13. Neostadsgemeente : 1 di Sulawesi (Makassar)
14. Landschapsstadsgemeenten: 1 di Kalimantan (Pontianak)
1 di Maluku (Ternate)
15. Desadesa dimaksud IGO dan IGOB
16. Wilajah, sedjenis daerah tingkat III, hanja terdapat di Sumatera.
17. Daerah Bahagian jang dimaksud oleh Undangundang No. 44/1950,
Undangundang N.I.T.
18. Daerah Anak Bahagian jang dimaksud oleh UndangUndang No.44/
1950, UndangUndang N.I.T.
19. Daerah ex UndangUndang 44/1950 N.I.T. jang dibentuk dengan
Peraturan Pemerintah oleh Pemerintah R.I.
4143
20. Daerah ex UndangUndang 44/1950 N.LT. jang dibentuk dengan
UndangUndang oleh Pemerintah R.T.
19 dan 20 hanja terdapat di Sulawesi; dalam tahun 1952 dan tahun 1957
untuk memetjah DaerahDaerah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan
Sulawesi Utara mendjadi beberapa DaerahDaerah jang lebih ketjil lagi,
jaitu tiga daerah itu mendjadi 19 Daerah, dimaksud UndangUndang No.
44/1950 N.I.T.
§ 1919. Kemadjuankemadjuan dalam perkembangan pemerintahan dae
rahdaerah otonom jang mempunjai status UndangUndang No. 22/1948 jo.
UndangUndang No. I tahun 1957 adalah sebagai berikut:
Daerahdaerah swatantra tingkat
Tahun
I
1950
7
1953
1956
1957
1958
1959
8
9
17
20
20
Kabupaten
80
96
141
145
171.
209
II
Kotapradja
19
21.
40
41
41
47
Dalam daftar berikutnja itu diberi perintjian tentang djumlah banjaknja
daerahdaerah tingkat II jang termasuk dalam masingmasing daerah
tingkat I.
N.B. Sulawesi kini masih sadja merupakan suatu daerah propinsi jang
administratip, dikepalai oleh seorang Gubernur pegawai Negeri/wakil
pemerintah pusat. Setjara administratip pula Sulawesi telah dibagi dalam
4 wilajah residenkoordinator, jang tidak sadja berada dalam perintah guber
nur Sulawesi tetapi dapat hubungan pula langsung dengan Menteri Dalam
Negeri atau sebaliknja dihubungi langsung oleh pemerintah pusat.
§ 1920. Pembentukan DaerahDaerah Swatantra.
Pada saat berlaktnja kembali UndangUndang Dasar 1945 berdasar
kan dekrit Presiden tanggal 5 Djuli 1959 (Surat Keputusan Prdsiden R.I.
No. 150 tahun 1959) kenjataannja diseluruh wilajah Negara telah terbentuk
daerahdaerah swatantra, baik Tingkat 1 maupun Tingkat Il (termasuk
Kotapradja) dimaksud oleh UndangUndang No. 1/1957 tentang pokokpo
kok pemerintahan daerah, ketjuali di Sulawesi, dimana walaupun sudah ter
bagi dalanr daerah2 swatantra Tingkat If, pada waktu ini berhubung perkem
bangan keadaan daerah ini, masih sadja belum dapat dibentuk/dibagi dalam
daerahdaerah Swatantra Tingkat 1. Perlu ditegaskan disini, bahwa kini oleh
Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah sedang giat diusahakan
agar Daerah2 Tingkat I di Sulawesi ini dapat dibentuk dalam djangka
waktu jang tidak lama lagi (Rantjangan UndangUndang pembentukannja
telah lama disiapkan dan kini sedang dalam penindjauan kembali).
4144
4145
Mengenai persoalan ini perlu didjelaskan sebagai berikut:
Pada masa Kabinet Karya bersamasama dengan rentjana Undang
Undang pembentukan DaerahDaerah Tingkat II di Sulawesi, telah di
adjukan suatu rentjana UndangUndang untuk membagi Sulawesi men
djadi 4 daerah Swatantra Tingkat I. Akan tetapi berkenaan dengan situasi
politik dewasa itu Kabinet Karya telah mentutuskan untuk menunda se
mentara waktu pefnbitjaraan mengenai UndangUndang pembentukan
Daerah Tingkat I Sulawesi itu.
Menurut Rantjangan UndangUndang tersebut diatas, Sulawesi dibagi
dalam 4 Daerah Tingkat I, jaitu: SulawesiUtara, SulawesiTengah, Sulawesi
Selatan dan SulawesiTenggara.
Sekarang ini Pemerintah (Kabinet Karya) bermaksud untuk menjele
saikan pembentukan DaerahDaerah Tingkat I di Sulawesi. Penjelesaian
dimaksud diharapkan dalam waktu singkat dapat dilaksanakan, sesudah
diadakan penelitian dengan seksama mengenai pembagiannja jang wadjar
ditindjau dari segala sudut antara lain bestuurstechnis, kepentingan ekono
mi, keamanan dan lain².
Pembagian wilajah negara dalam daerahdaerah swatantra Tingkat II
itu dapat dikatakan belum tetap, karena sampai dewasa ini mungkin masih
sadja ada tuntutantuntutan wadjar dari masjarakat didaerah eq. Pemerintah
Daerah dan Wakil²nja di D.P.R. jang masih belum dapat dipenuhi; a.l.
a. penindjauan kembali pembagian' dalam Daerah" Tingkat II di Daerah
Tingkat I Sumatera Utara jang telah dilaksanakan berdasarkan atas
UndangUndang Darurat No. 7, 8 dan 9 tahun 1956. Pada waktu
UndangUndang Darurat tersebut dibitjarakan dalam D.P.R. untuk di
tetapkan sebagai UndangUndang maka timbul usulusul dari beberapa
anggota D.P.R. untuk membentuk DaerahDaerah Tingkat II Baru i.c:
Kotapradja selain dari DaerahDaerah Tingkat II dimaksud dalam
UndangUndang Darurat tersebut, misalnja usul membagi Daerah Tingkat
II Tapanuli mendjadi 5 Daerah Tingkat II, Nias mendjadi 2 Daerah Tingkat
II, DeliSerdang mendjadi 2 Daerah Tingkat II, Padang Sidempuan dan
Begawan didjadikan Kotapradja;
b. demikian djuga diterima usul dan tuntutantuntutan untuk memetjah:
1. Daerah Tingkat If Batanghari, Daerah Tingkat II Merangin diwi
lajah Daerah Tingkat I Djambi,
2. Daerah Tingkat II Inderagiri diwilajah Daerah Tingkat I Riau:
3. membentuk Daerah Tingkat II Batang lepas dari Daerah Tingkat
II Pekalongan, dan
4. membentuk Kotapradja Purwokerto.
Usul² seperti tersebut diatas kini sedang dalam penindjauan Pemerintah.
Tentang pembentukan Daerah Tingkat III jang berulangulang kali
diusulkan oleh Daerah² demikian pula oleh anggotaanggota D.P.R. bilamana
membitjarakan sesuatu rentjana UndangUndang pembentukan daerah
daerah swatantra di D.P.R., Pemerintah berpendapat bahwa terlebih dahulu
perlu diusahakan untuk memberikan kedudukan jang pasti mengenai status
desa dan daerah jang setingkat dalam rangka bangunan negara Kesatuan R.I.
dengan djalan menjesuaikan peraturan I.G.O. dan I.G.O.B. dengan
perkembangan keadaan sekarang ini agar desadesa itu dapat berkembang
4146
kedjurusan otonomi wadjarjang modern jang harus sesuai pula dengan djiwa
Penetapan Presiden No. 6/1959.
Untuk mentjapai hash kemadjuan jang sebaikbaiknja Pemerintah
sedang giat mengusahakan penjempurnaan penjusunan aparatur 2 Daerah
Daerah Swatantra jang ada itu sesuai dengan djiwa Penetapan Presiden
No. 6/1959.
§ 1921. Penjerahan urusan2 kepada Daerahdaerah Swatantra.
Seperti dimaklumi sedjak berdirinja Negara R.I. mendjelang berlakunja
UndangUndang Nasional tentang pokokpokok pemerintahan daerah jang
pertama (UndangUndang No. 22/1948) dapat dikatakan bahwa hampir se
luruh urusan pemerintahan adalah dalam tangan Pemerintah Pusat, Daerah
Daerah jang sudah berotonomi. peninggalan dari pemerintah pendjadjahan
adalah bermatjammatjam tjorakragamnja dan sebagian besar hak kewe
nangan dan tugas kewadjibannja tidak djelas, agak kabur. Perkembangan
keadaan diberbagaibagai daerah tidak sama, berbedabeda dan berbelit
belit, lebihlebih diluar Djawa, terutama diwilajah bekas N.I.T. dimana
terdapat banjak sekali swapradjaswapradja, daerahdaerah gabungan swa
pradja neoswapradja.
Neoswapradja, jang juridis formil telah mempunjai hak e otonomi lebih
luas dari pada daerahdaerah otonom jang ada di Djawa/Madura, malahan
pula melebihi dari pada hakhak otonomi jang dimiliki oleh daerahdaerah
otonom jang berstatus propinsipropinsi otonom. Dalam usaha Pemerintah
Pusat untuk mengkonsolidir kekuasaannja diseluruh wilajah negara, banjak
urusanurusan dipusatkan dalam tangan Pemerintah Pusat dan didaerah
daerah jang djauh letaknja dari Pusat di Djakarta dipertjajakan ketangan
wakilwakilnja jang ada didaerah (para Gubernur, Kepala Djawatan Pusat)
hal mama tidak lebih mendjernihkan keadaannja jang sudah ruwet itu.
Dengan berlakunja UndangUndang No. 22/1948, sekali gus untuk
seluruh Djawa (terketjuali wilajah Kotapradja DjakartaRaya) telah diben
tuk daerahdaerah otonomi dimaksud UndangUndang tersebut dan kemu
dian selangkah demi selangkah pembentukan daerahdaerah otonom terse
but dilaksanakan untuk Sumatera, Kalimantan. Pelaksanaan dibekas wi
lajah Indonesia Timur berlaku seret sekali; walaupun demikian djuga disini
telah dibentuk daerah Tingkat I Irian Barat sebagai daerah otonom perdju
angan jang chusus ditudjukan untuk melantjarkan usahausaha
pembebasan Irian Barat dari Pemerintah Belanda dan Daerah Tingkat I
Maluku jang meliputi tiga daerah tingkat 11 dan I Kotapradja Ambon.
Baru sesudah UndangUndang No. 1/1957 mengganti UndangUndang
No. 22 tahun 1948 dibentuk pula tiga daerah tingkat I dan duapuluhenam
daerah tingkat II di Nusa Tenggara dan tigapuluhtudjuh daerah tingkat
II di Sulawesi.
Pengisian hakhak otonomi daerahdaerah tersebut tidak dapat dilak
sanakan dengan peraturanperaturan jang seragam tetapi pengisian hakhak
otonomi itu dilaksanakan dengan sedapatdapatnja mengingat perkembangan
daerah otonom didaerahdaerah jang bersangkutan itu sendirisendiri.
Oleh karena diwilajah bekas NIT., daerahdaerah Tingkat II jang
dibentuk atas dasar UndangUndang 1/1957, hakhak otonom disandarkan
4147
atas hakhak otonom daerahdaerah lama, jang isinja lebih luas dan meli
puti pula urusanurusan jang termasuk urusan rumahtangga Daerah Ting
kat I, ditambah pula dengan kenjataan bahwa disini tidak pernah ada peme
rintahan daerah otonom jang lebih tinggi daripada „Daerah” jang tingkatan
nja disamakan dengan Tingkat II UndangUndang No.1/1957, maka pe
netapan batasbatas rumahtangga antara Daerah Tingkat I dan Daerah
Tingkat II dibagian wilajah negara ini mengalami banjak sekali kesukaran
kesukaran dan kesulitankesulitan. Untuk melaksanakan usaha pendesentrali
sasian urusanurusan dad pusat kepada daerah swatantra disini memerlukan
penindjauan jang mendalam dan diperhatikan hakhak otonomi jang njata
telah dimiliki oleh DaerahDaerah swatantra, hal mana sudah barang tentu
tidak dapat dilaksanakan dalam waktu jang singkat.
Tak heran kiranja bahwa didalam peraturan perundangan mengenai
desentralisasi/pengisian otonomi/medebewind daerah terdapat beberapa
matjam prinsip:
a. penjerahan oleh Pusat kepada Daerah Tingkat T atau Daerah Tingkat II
(penjerahan langsung).
b. penjerahan oleh Daerah Tingkat T kepada Daerah Tingkat II (penje
rahan bertingkat).
c. penjerahan oleh Daerah Tingkat IT kepada Daerah Tingkat I.
d. pengembalian/pemusatan kembali kewenangan daerah kepada/oleh
pusat.
e. pengakuan hakhak jang dahulu telah dimiliki oleh daerah.
Dalam hubungan ini maka perlu pemerintah mentjurahkan segala
tenaga, pikiran dan pengalaman untuk dapat menjelesaikan pelaksanaan
UndangUndang No. 6/1959 dengan sebaikbaiknja, karena mengingat
riwajatnja keadaan urusan pamongpradja itu adalah berlainan. sekali di
berbagaibagai daerah: Djawa/Madura, Sumatera, Kalimantan dan wilajah
negara bagian Timur.
Perlu pula diminta perhatian disini, bahwa isi otonomi daerah jang meli
puti bidang rumahtangga daerah tidak dapat diatur setjara seragam dalam
satu peraturan sadja, tetapi diatur dalam beberapa djenis peraturan per
undangan. Ini disebabkan karena usahausaha jang bersangkutan dengan
pembentukan daerah² itu tidak dapat dilakukan sekaligus dalam suatu wak
tu jang bersamaan, tetapi dalam waktu jang berbedabeda, dan sangat
dipengaruhi oleh taraf perkembangan ketatanegaraan serta mated king akan
diaturnja itu (misalnja penjerahan tugas urusan pemerintahan umum tidak
diatur dalam suatu Peraturan Pemerintah tetapi dalam UndangUndang)..
Dalam garisgaris besarnja, urusan rumahtangga daerah ditetapkan:
1. Sebanjak mungkin dalam UndangUndang pembentukkannja (lihat Ka
limantan dan Sumatera), jang dapat dipandang sebagai kewenangan
pangkal bagi daerah).
2. Dalam Peraturanperaturan Pemerintah jang bersangkutan (lihat Djawa,
Madura dan Sumatera).
(a). Sebagai tambahan urusanurusan jang belum disebut dalam Undang
Undang pembentukannja.
4148
(b). Sebagai pelaksanaan, kelandjutan daripada ketentuan Undang
Undang pembentukkannja jang hanja menjebut garisgaris
besarnja daripada u,rusanurusan itu (Djawa).
3. Dalam UndangUndang tersendiri (lihat UndangUndang No. 6/1959).
4. Setjara sumier disebut dalam UndangUndang pembentukkannja, ja
itu dengan menjebut dengan singkat bahwa urusanurusan jang dahulu
dimiliki daerah adalah tetap mendjadi urusan daerah (daerahdaerah
bekas witajah N.I.T.).
Mengenai urusanurusan rumahtangga Daerah Tingkat II didjelaskan
Iebih landjut bahwa selain daripada urusanurusan jang telah dimilikinja
berdasarkan UndangUndang pembentukkannja, maka urusanurusan lain
nja dapat diserahkan oleh Daerah Tingkat I jang meliputi wilajahnja daerah
jang bersangkutan itu dengan Peraturan Daerah Tingkat I jang bersangku
tan berdasarkan pasal 31 ajat (4) UndangUndang No. 1/1957.
Persoalan penjerahan urusanurusan kepada Daerah Tingkat II ini
agak sulit melaksanakannja, oleh karena pada waktu ini banjak Pemerin
tah Daerah Tingkat I belum bersedia menjerahkan sebagian urusannja ke
pada Daerah Tingkat II dalam wilajahnja dan sebaliknja daerahdaerah
Tingkat II tetap menuntut penjerahanpenjerahan itu dari Daerah Tingkat I
jang bersangkutan.
Mengenai penjerahan urusanurusan kepada DaerahDaerah Tingkat
II tersebut Pemerintah sedang menindjau setjara , mendalam tentang tjara
pelaksanaannja dengan antara lain mengadakan inventarisasi isi oonom
masingmasing daerah, baik daerah Tingkat I maupun DaerahDaerah
Tingkat II/Kotapradja.
Penjerahan urusanurusan dari Pemerintah Pusat kepada Daerah Ting
kat I dan/atau kepada Daerah Tingkat II begitu pula penjerahan urusan
urusan oleh Daerah Tingkat,I kepada DaerahDaerah Tingkat II dalam
wilajahnja, senantiasa merupakan persoalan jang sukar dan memerlukan
penelitian serta waktu jang lama, oleh karena untuk mengadakan peraturan
penjerahan sesuatu urusan kepada Daerah Swatantra,. pemerintah terlebih
dahulu hares menjelidiki kepentingan mana dari pada. urusanurusan
itu jang dapat diserahkan dan hal ini perlu penindjauan setjara saksama
dengan DepartemenDepartemen jang bersangkutan, tidak sadja mengenai
hal materinja, tetapi djuga mengenai hal alatalat perlengkapannja,
keuangan dan pegawaipegawainja.
Walaupun demikian Pemerintah (dengan mengingat kesediaan dan
kemampuan Daerah) sungguh telah berusaha memberikan isi otonomi se
luas mungkin kepada DaerahDaerah berdasarkan pasal 31 ajat (3) Undang
Undang No. 1/1957. Untuk maksud itu Pemerintah (Kabinet Karya)
telah membentuk suatu panitia Interdepartemental jang diberi tugas me
rentjanakan peraturanperaturan Pemerintah mengenai penjerahan sebagian
urusanurusan Pusat kepada Daerah Otonom (Surat keputusan Perdana
Menteri tanggal 20111957 No. 434/PM/1957) jang masih belum sadja da
pat.dipisahkan dari urusan pusat untuk didjadikan urusan daerah. Panitia
ini sesudah menghasilkan beberapa peraturanperaturan Pemerintah ke
mudian dibubarkan pada bulan Desember 1958 dan diganti dengan Panitia
Interdepartemental lain, (Keputusan Perdana Mentri tanggal 8/121958
No. 601/PM/1958) jang diberi tugas menjelidiki apa sebabsebabnja
penjerahan
4149
urusanurusan jang telah diatur dalam peraturanperaturan perudangan
jang ada itu tidak lantjar dan mentjari usahausaha serta djalan untuk dapat
mengatasi kesulitankesulitan itu dengan memberikan pertimbangan atau
usulusul kepada Pemerintah.
Pemerintah menganggap perlu membentuk Panitia tersebut terachir
itu dengan maksud untuk memudahkan penjerahanpenjerahan njata dari
pada urusanurusan jang setjara formal telah didjadikan urusan rumah
tangga daerah, oleh karena pehgalaman membuktikan bahwa diadakan
peraturanperaturan tentang penjerahanpenjerahan dari sesuatu urusan
itu sadja belum berarti daerah jang bersangkutan sudah dapat memelihara
kepentingan jang diserahkan kepadanja bilamana penjerahanpenjerahan
itu tidak diikuti dengan petundjukpetundjuk/Instruksiinstruksi dari Peme
rintah Pusat c.q. Departemen jang bersangkutan jang mengatur halhal
jang bersangkutan dengan urusan itu misalnja soal kepegawaian, keuangan
inpentaris dan lainlain dan djuga dengan mengingat kesediaan dan ke
mampuan Daerah jang, bersangkutan.
§ 1922. Pengawasan mengenai perundangundangan daerah.
Tugas pengawasan mengenai perundangundangan daerah terutama
meliputi:
a. pengawasan terhadap putusanputusan dan peraturanperaturan daerah
(djuga jang tidak memerlukan. pengesahan dari ,badan pengawasan
jang lebih tinggi tingkatnja) dari daerahdaerah otonom tingkat ke1
dan tingkat keII tentang halhal dilapangan pemerintahan kedaerahan
jang sebagian besar bersifat sosialekonomi & umum (termasuk padjak
daerah dan retribusidaerah) jang tidak menjinggung soalsoal keuangan
daerah, kepegawaiandaerah, organisasidaerah dan keswapradjaan;
b. pengawasan atas pelaksanaan tepat (richtige uitvoering) dari per
aturanperundangan umum (dari Pemerintah Pusat) di daerahdaerah
otonom;
c. Peradilan administratip;
d. memimpin Pemerintah Daerah dalam mendjalankan roda pemerin
tahannja dengan memberi petundjukpetundjuk, pedomanpedoman
atau instruksiinstruksi.
Pekerdjaan pengawasan terhadap putusanputusan/peraturanperaturan
daerah itu terdiri atas:
1.. penindjauan materienja dari beberapa segi (umpamanja: penindjauan
dari sudut hokumagraria, hukumperdata, hukumpidana, hukum
padjak d.1.1., dari suduf juridisformeel);
2. penindjauan bentuk peraturandaerahnja, penjusunan dan perumusan
ketentuanketentuannja,dan disamping itu
1. penjelidikan apakah putusanputusan/peraturanperaturan daerah ter
sebut bertentangan atau tidak dengan peraturanperundanganjang lebih
tinggi tingkatnja;
2. penjelidikan apakah putusanputusan/peraturanperaturan daerah itu
bertentangan atau tidak dengan kepentingan mum;
3. penjelidikan apakah putusanputusan/peraturanperaturan daerah itu
bestuurspolitisch dapat dipertanggungdjawabkan;
4. penjelidikan tentang competentie dan jurisdictie;
4150
5. penjelidikan tentang apakah Pemerintah Daerah dengan mengeluarkan
suatu putusan (seperti pemberian izinizin atau penolakan permohonan
permohonan izin) menjalahgunakan wewenangnja (detournement de
pouvoir/mesuse of power atau „bestuursexeesen").
Teranglah bahwa dalam melaksanakan tugas tersebut kita selalu meng
alami kesulitankesulitan jang sifatnja adalah juridis dan/atau bestuurspo
litisch dilapangan sosialekonomi.
Kesulitankesulitan ini sangat terasa karena — baik didaerah, maupun
di Pusat (,Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah) — didapati
kekurangan ,qualified personnel”, jaitu teuagatenaga jang_ mempunjai
pendidikan hukum (terutama: hukum administratip/hukum..pemerintahan)
dan jang berpengalaman atau faham dalam bidang „perundangundangan
daerah” dan „perundangundangan pusat”.
Persoalanpersoalan jang menimbulkan kesulitankesulitan termaksud
dapat digambarkan sebagai berikut:
Sebagaimana telah diketahui „UndangUndang Pembentukan” dari
beberapa daerahswatantra — di Djawa dan diluar Djawa (baik jang tingkat
keI, maupun jang tingkat keII) adalah tidak seragam, pula s i f a t dan
1 u a s nja urusanrumahtangga daerah dan kewadjibandaerah dan kewa
djibandaerah di beberapa daerahotonom adalah b e r b e d a, sehingga
kadangkadang menimbulkan persoalanpersoalan sekitar „kompetensi” dan
„jurisdiksi”.
„Ada daerahdaerahswatantrabekasswapradja” jang mempunjai suatu
otonomi jang l e b iii 1 u a s daripada daerahdaerah swatantra lainnja, ka
rena „urusanrumahtangganja” sebagian besar masih disandarkan kepada
djiwa „Zelfbestuursregelen 1938” (luar Djawa) atau „Lang (Politiek) con
tract” (umpamanja: Daerah Istimewa Jogjakarta).
N.B.: Daerah Istimewa Jogjakarta: „...:.. urusanurusan rumahtangga
dan kewadjibankewadjiban lain jang dikerdjakan oleh Daerah
Istimewa Jogjakarta sebelum dibentuk menurut. undangundang pem
bentukannja, d i l an d j u t k a n, sehingga ada ketetapan lain de
ngan UndangUndang”; dan .... pranatanpranatan dulu jang
belum diganti dengan peraturan Daerah Istimewa Jogjakarta, b e r
l a k u terus sebagai peraturan Daerah Istimewa Jogjakarta.
Sekarang timbul pertanjaan:
a. apakah tidak sejogjanja, bilamana kepada daerahdaerah swatantra
diberikan otonomi jang s a m a 1 u a s n j a dengan suatu daerahbekas
swapradja, umpamanja „Daerah Istimewa Jogjakarta”, sehingga kedu
dukan s e m u a daerahdaerah otonom (jang sama tingkatnja) mendja
di sederadjat (tidak ada diskriminas)?
N.B. untuk melenjapkan anggapan diskriminasi antara daerahdaerah
swatantra dalam pemberian otonomi, maka alangkah baiknja apa
bila — demi kepentingan kesatuan negara kita — „UndangUndang
Pembentukan” daerahdaerah swatantra d i s e r a g a m k a n, se
hingga otonomi daerahdaerah swatantra tersebut paling sedikit
sama luasnja atau sederadjat dengan otonomi dad suatu „Zelf
besturenlandschapdenganlang (politiek) contract” (umpamanja: Ke
sultanan Ngajogjakarta/Daerah Istimewa Jogjakarta) a t a u dari su
4151
atu landschap jang statuutnja adalah „Zelfbestuursregelen 1938”,
dan disamping itu kepada daerahdaerah diluar Djawa jang tidak
meliputi suatu „locale gemeenschap ” dulu, diberi wewenang untuk
mengatur dan mengurus s e m u a hal dalam wilajahnja jang dulu
diatur/diurus dengan residentsverordeningen/residentskueren.
b. apakah peraturanperaturan perundangan umum. (algemene verorde
ningen seperti „ordennanties”) jang berasal dari zaman Pemerintah Hindia
Belanda dan jang dulu hanja berlaku untuk „rechstrecks bestuurd
gebied”, setelah swapradjaswapradja dibentuk mendjadi „daerah
swatantra biasa” atau „daerah istimewa” (dus mendjadi.,,recht
streeks bestuurd gebied" karena sifat keswapradjaan tidak ada), d a
p a t atau harus dilakuk an djuga dalam wilajahbekasswapradja (se
perti dulu dalam zaman „kolonial)”, dengan lain perkataan: apakah
„jurisdictiegebied” peraturanperaturanperundangan umum dari zaman
Pemerintah Hindia Belanda (umpamanja: Hinderordonnantie) de
ngan sendirinja meliputi „daerahdaerahswapradja"/,,daerahdaerah
istimewa) (bekas swapradja)”?
Atau: apakah berlakunja suatu peraturanperundangan umum (seperti
„ordenantie”) didalam wilajah „daerahswatantrabekasswapradja”,
harus dinjatakan terlebih dahulu dengan suatu „undangundang
special”?
Pemerintah lebih tjondong pada pendirian bahwa dengan lenjapnja
sifat keswapradjaan itu, wilajah bekaslandschap otomatis mendjadi
„daerah jang sederadjat dengan „rechtstreeks bestuurd gebied”, se
hingga peraturanperaturan umum (a.l. „ordonnantie”) dengan sen
dirinja berlaku dalam „daerah bekasswapradja” tersebut, ketjuali
bilamana PembuatUndangUndang dengan tegas menjatakan lain
vide suatu undangundang.
Probleem ini adalah berguna untuk dipertimbangkan/dipeladjari.
§ 1923. Materie peraturandaerah.
Dari peraturanperaturan daerah jang disampaikan kepada departe
men kami oleh daerahdaerah swatantra seluruh Indonesia, ternjata bahwa
sifat dan djenis „public service” (pelajanan oleh Pemerintah Daerah, teru
tama dilapangansosialekonomi umum, ditiaptiap daerah pada pokoknja
sama, akan tetapi penjusunan/perumusan peraturanperaturan daerahnja
jang mengenai suatu materie jang sama dari „public service” itu berlainan,
dan atjap kali penjusunan/perumusan peraturanperaturan daerah tadi
kurang sempurna atau tidak memuaskan meskipun dalam garis besar
tudjuan, maksud dan djiwa peraturanperaturan daerah tersebut adalah s a m
a.
Hal ini dapat diatasi, bilamana daerahdaerah swatantra seluruh Indo
nesia membuat peraturandaerah jang seragam mengenai materie jang sa
ma dilapangan pemerintah kedaerahan (jang bersifat sosialekonomi umum).
Keseragaman ini tidak perlu 100%; sudah tjukup bilamana ketentuan
ketentuan jang fundamenteel dan essentieel dalam peraturandaerah itu
(dus: jang perlu dan penting) disamakan penjusunannja/perumusannja,
sedangkan detailnja disesuaikan dengan keadaankeadaan setempat (umpa
manja: tarip, tanggal waktu berlakunja peraturandaerah, dan lainlain.
4152
Dengan demikian tertjapailah:
kesatuan dalam kebidjaksanaan (policy) pemerintahan (bestuursbeleid)
dalam menjelesaikan soalsoal pemerintahan dilapangan sosialekonomi
& umum;
b. keseragaman dalam penjusunan/perumusan peraturanperaturan dae
rah dan dalam penggunaan istilahistilah resmi, bahasaperundangan
(wetstaal) dalam peraturandaerah, hal ini memudahkan pekerdjaan
pengawasan kita.
Lebih bermanfaat dan praktis bilamana semua Pemerintah Daerah
m e n gc o d i f i c e e r setjara systematis peraturanperaturan daerahnja
(jang telah diseragamkan/diretool) dalam suatu code (administrative
code), seperti "penal code", burgerlijk wetboek etc., sehingga mendapat
o v e r z i c h t jang djelas tentang semua djenis dari public service (dari
masingmasing daerah) jang diatur dalam peraturandaerah jang bijgewerkt";
pula ,administrative code' itu mudah dipergunakan daripada „Tambahan
Lembaran Daerah”.
Hingga kini peraturanperaturan daerah dari Daerah tingkat keI dan ke
II itu h anj a dikumpulkan setjara urutan chronologis dan didjilid setjara
tahunan dalam sesuatu „Tambahan Lembaran Daerah” dari Daerah Tingkat
ke I sadja. Djadi, misalnja diperlukan suatu peraturan selengkapnja, pera
turaninduknja terdapat didalam Tambahan Lembaran Daerah tingkat keI
tahun 1953, sedangkan peraturanperaturan tambahan/perubahannja dapat
diketemukan dalam Tambahan Lembaran Daerah keI tahun 1956, 1959 etc.
djadi ,berpentjarpentjar'.
Hal ini adalah sangat tidak praktis dan tidak „overzichtelijk”, kadang
kadang membingungkan.
Dengan codificatie, kesulitankesulitan sematjam ini dapat diatasi, dan
djuga tertjapai kesederhanaan, pula efficiency pekerdjaanpengawasan kita.
Seandainja tiaptiap daerah swatantra telah mempunjai sesuatu „admi
nistrative code” (jang peraturanperaturannja sebagian besar menundjukkan
keseragaman jang fundamenteel dan essentieel), maka dengan demikian
hampir tertjapai:
a.
kesatuan dan keseragaman dalam perundangundangan daerah selu
ruh Indonesia;
b.
kesatuan dan keseragaman dalam policy pemerintahan di daerah
daerah seluruh Indonesia;
c.
kesatuan dan keseragaman dalam penggunaan bahasa perundangan,
atau legistative language", dan istilahistilah resmi;
d.
kesatuan dan keseragaman dalam penjusunan/perumusan peraturan
peraturan daerah;
e.
dan……..mendjamin efficiency dan stabiliteit dalam mendjalankan
roda pemerintahan di daerahdaerah dengan tidak banjak personeel.
Seandainja ada daerah swatantra jang memerlukan perubahan/tambahan
dari suatu peraturan jang terdapat didalam „administrative codenja”, maka
perubahan/tambahan tersebut dapat disarankan kepada daerahdaerah lain
nja untuk diadopteer c.q. diadopteer.
Hal ini merupakan suatu kerdjasama (cooperatie) antardaerah demi ke
pentingan kesatuan perundangundangan daerah, d.1.l.nja.
a.
4153
Keseragaman/kesatuan dalam perundangundangan daerah dapat merupa
kan suatu pengganti jang wadjar untuk sentralisasi.
Memang harus diakui, bahwa pekerdjaan pengawasan seperti diurai
kan diatas, tidak selalu berdjalan dengan lantjar, jaitu tidak sadja karena
kita mengalami kesulitankesulitan jang bersifat juridis dan/atau bestuur
politisch, akan tetapi djuga karena peraturanperaturan daerah itu kadang
kadang memerlukan penindjauan technic oteh beberapa instansi pemerin
tah pusat lainnja, umpamanja penindjauan dari sudut perekonomian,
perdagangan, pertanian, fiskal dan lainlain, jang memakan banjak.waktu.
Disamping itu agak sukar untuk menentukan apakah atau sampai di
manakah suatu peraturandaerah bestuurpolitisch dapat dipertanggung
djawabkan, karena tidak selalu kita mempunjai gambaran jang djelas
tentang keadaankeadaaan setempat, umpamanja tentang perkembangan
kemasjarakatan, tihgkat kemadjuan dari rakjat didaerah jang bersangkutan
dan
lainlain, bahkan apakah peraturandaerah itu tidak bertentangan dengan
kepentingan mum atau merugikan daerahdaerah sekitarnja.
§ 1924. KEUANGANDAERAH. Anggaran Kenangan Daerah.
Anggaran Keuangan Daerah merupakan suatu pegangan dan mentjer
minkan kebidjaksanaan Pemerintah Daerah serta kemampuannja didalam
melaksanakan perentjanaan jang telah ditentukan didalamnja untuk tahun
jang bersangkutan