MODERNISASI PERGESERAN BUDAYA SALAMAN : STUDI KASUS TRADISI SALAMAN DI MADRASAH ALIYAH MASYHUDIYAH KECAMATAN KEBOMAS KABUPATEN GRESIK.

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu

Sosial (S. Sos) dalam Bidang Sosiologi

Oleh:

IBTISAMA

NIM. B05212022

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

J U R U S A N I L M U S O S I A L

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Ibtisama, 2016, Modernisasi Pergeseran Budaya Salaman (Studi Kasus Tradisi

Salaman Di Madrasah Aliyah Masyhudiyah Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik), Skripsi Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas

Kata Kunci: Modernisasi, Budaya dan Salaman.

Ini merupakan penelitian lapangan guna menjawab pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah budaya salaman pada masa lalu dan sekarang? 2. Faktor penyebab pergesernya budaya salaman pelajar? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui budaya salaman masa lalu dan sekarang untuk mengetahui penyebab terjadinya pergeseran budaya salaman. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran tentang pergeseran budaya salaman pelajar kepada guru. Serta dapat menjadi sumbangan yang bermanfaat pengetahuan terutama tentang kajian simbol.

Penelitian ini menggunakan teori interaksionisme simbolik. Teori ini menggunakan interaksi yang bermakna sebagai pengungkapan atas segala bentuk interaksi setiap individu. Interaksionisme simbolik menekankan perhatiannya dalam menunjukkan bagaimana kompleksnya makna yang terbangun dari pengalaman langsung individu. Pandangan teori tersebut digunakan dalam mengungkapkan segala bentuk interaksi dalam budaya salaman ini. Sejalan dengan teori yang digunakan, penelitian ini menggunakan metode kualitatif.

Data penelitian ini dihimpun melalui wawancara dan telaah pustaka. Teknik penulisan dengan menggunakan metode analisis deskriptif analisis yang bertujuan untuk membuat deskripsi atau gambaran mengenai objek penelitian secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta di lapangan, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang akan diteliti. Kemudian data tersebut diolah dan dianalisis dengan pola pikir deduktif.

Hasil penelitian mengungkapkan berbagai hal di balik budaya salaman, Adapun faktor yang mendasari terjadinya pergeseran budaya pelajar kepada guru sekarang adalah: (1) Kemajuan Teknologi Informasi membawa budaya baru, jika tidak digunakan secara bijak mengakibatkan tingkah laku sosial yang tidak baik. (2) Karena setiap pelajar mempunyai karakteristik yang berbeda-beda satu sama lain. (3) Kurang menghargai sopan santun, hendaknya sebagai seorang pelajar jika bertemu guru diluar lingkungan sekolah hendaknya memberi salam atau salaman atau salim.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN PERTANGGUNGJAWABAN PENULISAN SKRIPSI ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I : PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 7

C.Tujuan Penelitian ... 8

D.Manfaat Penelitian ... 8

E. Definisi Konseptual ... 9

F. Telaah Pustaka ... 11

G.Metode Penelitian ... 25

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 25

2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

3. Pemilihan Subjek Penelitian ... 27

4. Tahap-Tahap Penelitian ... 29

5. Teknik Pengumpulan Data ... 30

6. Teknik Analisis Data ... 32

7. Teknik Keabsahan Data ... 34

H.Sistematika Pembahasan ... 37

BAB II : MODERNISASI DAN PERGESERAN BUDAYA SALAMAN DALAM TINJAUAN TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK HERBERT BLUMER A.Teori Interaksionisme Simbolik ... 39

1. Biografi Herbert Blumer dan Karyanya ... 40


(8)

BAB III : PERGSERAN BUDAYA SALAMAN DI MADRASAH ALIYAH MASYHUDIYAH GRESIK

A. Gambaran Umum Madrasah Aliyah Masyhudiyah ... 54

1. Sejarah Singkat Berdirinya Madrasah Aliyah Masyhudiyah 54 2. Motto ... 56

3. Visi dan Misi ... 56

4. Keadaan Jumlah Guru ... 57

5. Jumlah Keadaan Siswa ... 60

6. Tujuan dan Kondisi Madrasah Aliyah Masyhudiyah ... 62

7. Struktur Organisasi Kepengurusan ... 65

8. Tata Tertib Madrasah Masyhudiyah ... 67

9. Larangan Pelajar Madrasah Aliyah Masyhudiyah ... 73

B. Gambaran Bentuk Pergeseran Budaya Salaman dan Modernisasi Pelajar Kepada Guru di Madrasah Aliyah Masyhudiyah... 73

1. Budaya Salaman Masa Lalu ... 74

2. Pergeseran Budaya Salaman Sekarang ... 78

3. Interaksi Sosial Pelajar Dengan Guru ... 85

C. Analisis Data ... 90

BAB IV : PENUTUP A. Kesimpulan ... 96

B. Saran ... 97 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. Pedoman Wawancara 2. Dokumen lain yang relevan 3. Jadwal Penelitian

4. Surat Keterangan (bukti melakukan penelitian) 5. Biodata Peneliti


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhuk sosial atau makhluk yang hidup bersama (masyarakat). Hidup bersama atau hidup bermasyarakat dapat diartikan sebagaimana dengan hidup dalam suatu pergaulan. Ini menandakan bahwa manusia tidak pernah hidup didalam suatu isolasi yang komplit, absolut dan permanen, interkasi antara manusia tumbuh sebagai suatu keharusan oleh karena kondisi bio-psikologis manusia yang dilahirkan dengan basic drive dan needs

yang harus dipenuhi.1 Manusia juga dapat diartikan sebagai makhluk sosial yang senantiasa mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dalam suatu bentuk pergaulan hidup yang disebut masyarakat, manusia makhluk sosial yang dapat bergaul dengan dirinya sendiri, menafsirkan makna-makna, objek-objek didalam kesadarannya, dan memutuskan bagaimana bertindak secara berarti sesuai dengan penafsiran itu.2

Interaksi merupakan proses timbal balik, dengan mana satu kelompok dipengaruhi tingkah laku reaktif pihak lain dan dengan demikian ia mempengaruhi tingkah laku orang lain. Orang mempengaruhi tingkah laku orang lain melalui kontak. Kontak ini mungkin berlangsung melalui organisme fisik, seperti dalam obrolan, pendengaran, melalui gerakan pada beberapa bagian badan,

1

Harjoso, Pengantar Antropologi (Jakarta: Rineka Cipta, 1977), 128.

2

Stuart A. Schlegel, 1997 Penelitian Dan Realitas Sosial Universitas Siah Kuala, Departemen Sosiologi Pedesaan IPB (diktat stensilan), 89.


(10)

melihat dan lain-lain sebagainya, atau secara tidak langsung melalui tulisan, atau dengan cara berhubungan dari jauh.

Proses pendidikan merupakan sebuah proses yang dengan sengaja dilaksanakan semata-mata bertujuan untuk mencerdaskan. Melalui proses pendidikan akan terbentuk sosok-sosok individu sebagai sumber daya manusia yang akan berperan besar dalam proses pembangunan bagsa dan negara. Pendidikan adalah salah satu upaya memanusiakan manusia. Pendidikan mengajarkan berbagai hal yang semula tidak diketahui sehingga menjadi ahli. Pendidikan di Indonesia memiliki berbagai jenis. Pembelajaran merupakan jantung dari proses pendidikan dalam suatu institusi pendidikan. Kualitas pembelajaran bersifat kompleks dan dinamis, dapat dipandang dari berbagai persepsi dan sudut pandang melintasi garis waktu. Pada tingkat mikro, pencapaian kualitas pembelajaran merupakan tanggung jawab profesional seorang guru, misalnya melalui penciptaan pengalaman belajar yang bermakna bagi pelajar dan fasilitas yang didapat pelajar untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Pada tingkat makro, melalui sistem pembelajaran yang berkualitas, lembaga pendidikan bertanggung jawab terhadap pembentukan tenaga pengajar yang berkualitas, yaitu yang dapat berkontribusi terhadap perkembangan intelektual, sikap, dan moral dari setiap individu peserta didik sebagai anggota masyarakat.

Tujuan pendidikan pada dasarnya menghantarkan para pelajar menuju pada perubahan-perubahan tingkah laku baik intelektual, moral maupun sosial agar bisa hidup mandiri sebagai individu dan makhluk sosial sehingga menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.


(11)

Selain itu pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan individu dan masyarakat untuk mentransmisikan nilai-nilai budaya. Kebiasaan dan bentuk-bentuk ideal kehidupan mereka kepada generasi muda supaya identitas masyarakat tersebut tetap terpelihara dan untuk membantu mereka dalam meneruskan aktivitas kehidupan secara efektif dan berhasil.3

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran atau pelatihan. 4 Dari sini dapat dipahami bahwa pendidikan merupakan sebuah proses mengubah perilaku individu yang tentu saja mengarahkan pada perubahan kearah yang lebih baik. Sehingga dengan kata lain, pendidikan merupakan salah satu fondasi dalam mencerdaskan kehidupan berbangsa.

Salaman atau salim dalam budaya Indonesia adalah suatu kegiatan berjabat tangan atau mencium tangan, biasanya dilakukan ketika seorang anak berpamitan pergi kepada orang tuanya, seorang pelajar yang bertemu dengan guru, saudara, keluarga ketika sedang dijalan maupun sebagainya, atau bisa juga ketika seseorang bertemu dengan teman-temannya. Secara refleks akan mengulurkan tangan untuk mengajak salaman atu salim. Salaman atau salim juga salah satu cara untuk mempererat silaturrahim, persaudaraan dan pertemanan diantara manusia.

3Nanang, Martono, “Implementasi Pendidikan Islam: Catatan Pembaharuan Sistem

Pendidikan Nasional”, Jurnal penelitian Inovasi dan Perekayasa Pendidikan (Vol. 4 Tahun Ke-2 April 2012), 5.

4

Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta Balai Pustaka, 1982), 250.


(12)

Dahulu para pelajar Madrasah Aliyah Masyhudiyah setelah pelajaran berakhir atau tiba waktunya pulang sekolah, pelajar akan bergiliran untuk salim kepada guru yang telah mengajar pada jam pelajaran terakhir hari itu. Tidak jarang juga apabila pelajar berangkat sekolah, pulang sekolah dan bertemu guru mereka dijalan sesegera mungkin akan bersalaman atau salim. Kebanyakan dahulu pelajar masih berjalan kaki dari rumah menuju sekolahan begitupun dengan beberapa guru yang bertempat tinggal tidak jauh dari sekolahan Masyhudiyah. Jika direnungkan, betapa luhurnya budaya ini telah mengajarkan budaya salaman atau salim sebagai salah satu tata krama disekolah. Namun semakin kesini dengan adanya modernisasi budaya salaman atau salim sedikit ditinggalkan oleh sebagian kalangan pelajar Madrasah Aliyah Masyhudiyah.

Meskipun banyak orang yang enggan melepaskan tradisi-tradisi lama, niali-nilai, dan kebudayaan atau adat istiadat mereka sehubungan dengan kebudayaan baru, namun semua kebudayaan akan selalu mengalami perubahan penting dalam suatu periode tertentu. Cara dan kadar perubahan tersebut tentunya tidak sama. Perubahan kebudayaan terjadi pada saat munculnya sifat dan kompleksitas baru dalam suatu kebudayaan, yang akan merubah isi dan struktur kebudayaan tersebut. Tantangan terhadap perubahan itu sering terjadi apabila perubahan-perubahan itu ternyata menyebabkan penyimpangan besar terhadap nilai-nilai tradisional dan adat-istiadat.5

Adanya arus modernisasi telah menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan budaya bangsa saat ini. Derasnya arus informasi dengan

5


(13)

telekomunikasi ternyata menimbulkan sebuah kecenderungan yang mengarah terhadap memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya. Pengaruh modernisasi disatu sisi ternyata menimbulkan pengaruh yang negatif bagi kebudayaan bangsa. Norma-norma yang terkandung dalam kebudayaan bangsa perlahan-lahan mulai pudar, nilai budaya sebagai salah satu wujud kebudayaan terus mengalami pergeseran.

Memasuki era globalisasi dan modernisasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami perkembangan pesat. Teknologi Informasi adalah teknologi yang digunakan untuk mengelolah data (memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data) untuk menghasilkan informasi yang berkualitas. Perkembangan teknologi dimasyarakat dalam era informasi sekarang ini, memang sudah tidak dapat dihindari lagi. Dalam suatu era dimana “penguasa” informasi adalah teknologi sebagai kunci untuk bisa mengambil manfaat. Penguasaan informasi antara lain memiliki kemampuan mengakses, mengelolah, memanfaatkan, dan menyebar luaskan informasi yang digunakan untuk beragam kepentingan secara tepat dan tepat.

Perubahan pasti terjadi di masyarakat, sebab tidak ada masyarakat yang statis, melainkan selalu mengalami perkembangan. Ada masyarakat yang perkembangannya tampak berlangsung cepat, ada pula yang lambat dan tidak banyak menarik perhatian orang. Ada perubahan yang sangat luas pengaruhnya dan lain-lain, demikian juga dengan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan.6 Selama hidup manusia senantiasa mempelajari dan melakukan

6Sapari Imam Asy’ari,


(14)

perubahan terhadap kebudayaan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan. Hal ini sesuatu yang wajar sebab kebudayaan diciptakan dan diajarkan dari suatu satu generasi ke generasi berikutnya untuk memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri, baik secara perorangan maupun berkelompok. Dari kenyataan ini, tidak ada satupun kebudayaan dan perwujudan kebudayaan yang bersifat statis (tidak mengalami perubahan).

Sekarang manusia beralih menuju fase modernisasi. Disitu sisi manusia memang dituntut untuk berkembang menuju kearah yang lebih modern, baik aspek teknologi, hukum, sosial, kesejahteraan sosial, politik, demokrasi dan semua sistem lainnya harus disempurnakan.

Keberadaan budaya salaman atau salim mulai berkurang seiring waktu perubahan zaman yang saat ini di kuasai arus teknologi dengan semakin cepatnya dalam memberikan informasi maupun berinteraksi satu sama lain, sehingga salaman atau salim dianggap budaya yang kurang efisien. Dahulu yang bersekolah di Madrasah Aliyah Masyhudiyah hanya sekitaran lingkup daerah Kebomas, karena letak sekolah ini sendiri berada diatas gunung tidak jauh dari wisata religi makam Sunan Giri. Namun sekarang dengan lambat laun banyak pelajar dari luar Kecamatan Kebomas yang bersekolah di Madrasah Aliyah Masyhudiyah.

Suatu perubahan atau pergeseran dapat terjadi, karena faktor-faktor yang berasal dari masyarakat itu sendiri. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan tidak selalu menghasilkan akibat-akibat yang sama. Ada kalanya faktor tersebut hanya mengakibatkan terjadinya perubahan kecil. Karena perubahan yang


(15)

diharapkan secara maksimal akan memakan waktu yang lama, oleh karena itu merupakan usaha untuk mengubah nilai dan pola pikir yang telah tertanam dengan kuatnya pada masa lampau yang didukung oleh tradisi.7 Dapat dijelaskan bahwa kebudayaan berfungsi mengatur agar manusia dapat memahami bagaimana seharusnya manusia bertingkah laku, berbuat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam masyarakat.

Namun kini budaya salaman pelajar kepada guru lambat laun mulai ditinggalkan, banyak faktor yang menyebabkan pelajar mulai meninggalkan kebudayaan itu. Hal ini yang menarik perhatian bagi peneliti untuk menganalisis fenomena ini. Dimana masa lalu para pelajar ketika bertemu guru dijalan akan menundukkan kepala dan saliman atau salim.

Berkaitan dengan uraian diatas maka peneliti ingin mengamati lebih lanjut tentang “Modernisasi Pergeseran Budaya Salaman (Studi Kasus Tradisi Salaman Di Madrasah Aliyah Masyhudiyah Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian diatas, maka peneliti mempunyai beberapa permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini, meskipun tidak menutup kemungkinan untuk membahas yang berkaitan langsung dengan permasalahan utama. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini antara lain :

7


(16)

1. Bagaimanakah budaya salaman pada masa lalu dan sekarang di Madrasah Aliyah Masyhudiyah Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik?

2. Apa faktor penyebab terjadinya pergeseran budaya salaman di Madrasah Aliyah Masyhudiyah Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang masalah penelitian diatas, penelitian yang berhubungan dengan Modernisasi dan Budaya Salaman Studi Kasus di Madrasah Aliyah Masyhudiyah Kebomas Gresik, mempunyai beberapa tujuan yaitu sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui budaya salaman masa lalu dan sekarang di Madrasah Aliyah Masyhudiyah Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik?

2. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya pergeseran budaya salaman di Madrasah Aliyah Masyhudiyah Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik?

D. Manfaat Penelitian

Sebagai aktifitas akademik, penelitian ini sangat bermanfaat, baik bagi penulis maupun bagi masyarakat secara teoritis maupun praktis :

Secara teoritis penelitian ini juga akan berguna untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan khusunya dibidang ilmu sosial, fenomena sosial dan ilmu sosial-sosial lainnya :


(17)

Secara praktis penelitian ini berfungsi sebagai :

1. Bagi Akademis

Untuk mengetahui jawaban dari permaslahan sosial yang ada dalam masyarakat khususnya mahasiswa sosiologi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

2. Bagi Peneliti

Untuk menambah referensi wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu-ilmu sosial serta untuk memenuhi tugas akhir dalam menyelesaikan strata satu (S1).

3. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan acuan bagi mahasiswa yang berminat mengadakan penelitian lebih lanjut dan sebagai data dasar bagi perkembangan sistem pendidikan guna terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas.

E. Definisi Konseptual

Dalam suatu penelitian diperlukan suatu definisi konseptual agar maksud yang disampaikan oleh peneliti dapat diterima dengan baik serta menghindari kesalah pahaman dalam menginterpretasikan judul penelitian. Adapun beberapa konsep yang harus peneliti definisikan antara lain :

1. Modernisasi

Modernisasi merupakan perubahan-perubahan masyarakat yang bergerak dari keadaan yang tradisional atau dari masyarakat pra modern menuju kepada suatu masyarakat yang modern. Karakteristik yang umum dari


(18)

modernisasi adalah menyangkut bidang-bidang, tradisi-tradisi sosial kemasyarakatan, ilmu pengetahuan dan Teknologi, kependudukan dan mobilitas sosial. Berbagai bidang tersebut berproses sehingga mencapai pola-pola perikelakuan baru yang berwujud pada kehidupan masyarakat modern.8 2. Pergeseran

Yang di maksud pergeseran dalam penelitian ini yaitu dengan adanya pergeseran atau peralihan, bergeser sedikit9 dari budaya salaman pelajar ke guru pada dahulu dan diera modernisasi sekarang.

3. Budaya

Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh oleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok.10

4. Salaman

Salaman menurut pusat bahasa departemen pendidikan nasional, salaman diartikan dengan memberi salam dengan saling berjabat tangan. Salaman dalam budaya Indonesia adalah suatu kegiatan berjabat tangan, biasaya dilakukan ketika seorang anak berpamitan pergi kepada orang tuanya, seorang pelajar yang bertemu dengan guru dan saudara atau keluarga.

8

Abdulsyani, Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2012), 173.

9

Hartono, Kamus Praktis Bahasa Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), 47.

10

Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rahmat, Komunikasi Antarbudaya, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990), 19.


(19)

F. Telaah Pustaka

1. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Dalam penelitian ini, peneliti menganggap penting terhadap penelitian terdahulu yang mempunyai relevansi tema penelitian ini, karena dengan adanya hasil penelitian maka akan mempermudah dalam melakukan penelitian ini. Adapun yang menjadi pedoman penelitian antara lain:

a. Penelitian yang pernah dilakukan oleh mahasiswi yang bernama Haryati tahun 2015, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dengan penelitian berjudul “Budaya Salaman Sebagai Upaya Menumbuhkan Karakter Bersahabat di Lingkungan Sekolah (Studi kasus pasa siswa SMK Negeri 1 Banyudono Kabupaten Boyolali)”. Dari hasil penelitian ini ditemukan

beberapa hal berikut : Budaya salaman sebagai upaya menumbuhkan karakter bersahabat di lingkungan sekolah: Memperat tali persaudaraan, tali silaturahmi, tumbuhnya sikap saling menghargai, sopan santun, dan berjiwa budi pekerti luhur. Karakter bersahabat dilingkungan sekolah antara lain: Sekolah memudahkan akses komunikasi antar warga sekolah, berkomunikasi dengan bahasa yang santun, bergaul dengan cinta kasih dan rela berkorban, tidak ada jarak komunikasi antar guru maupun kepala sekolah dan personalia lainnya dengan peserta didik, dan komunikasi dengan warga sekolah didalam maupun diluar sekolah. Faktor-faktor yang menjadikan budaya salaman berkembang dengan baik dilingkungan sekolah antara lain:


(20)

lingkungan keluarga, kesadaran guru, kedisiplinan, dan lingkungan yang kondusif. Tanggapan guru dan karyawan tentang budaya salaman sebagai upaya menumbuhkan karakter bersahabat dilingkungan sekolah positif.

Yang membedakan dari penelitian ini dengan penelitian di atas adalah pada apa yang dikaji yaitu penelitian ini lebih mengkaji bagaimana menumbuhkan karakter bersahabat dari budaya salaman di ruang lingkup sekolah, sedangkan peneliti meneliti modernisasi pergeseran budaya salaman yang terjadi pada pelajar di Madrasah Aliyah Masyhudiyah Kebomas Gresik. Dari persamaannya adalah sama-sama meneliti tentang budaya salaman yang terjadi dilingkungan sekolah.

b. Penelitian yang pernah dilakukan oleh mahasiswa yang bernama Luqman Al Khafidz 2014, Jurusan Perbandingan Agama. Dengan penelitian berjudul "Pergeseran Budaya Hindu Ke Islam (Studi Tentang Ritual Manganan Perahu di Desa Palang Kecamatan Palang Kabupaten Tuban Jawa Timur)” Masalah yang diteliti skripsi ini meliputi:

1. Bagaimana tata cara ritual pelaksanaan mangan perahu di desa Palang Kecamatan Palang Kabupaten Tuban.

2. Bagaimana pergeseran tata cara ritual pelaksanaan manganan perahu di Desa Palang kecamatan Palang kabupaten Tuban.


(21)

3. Apa faktor pendorong terjadi pergeseran budaya pada ritual mangan perahu di Desa Palang Kabupaten Palang Kecamatan Tuban.

4. Apa manfaat ritual manganan perahu di Desa Palang Kecamatan Palang Kabupaten Tuban.

Dalam penelitian ini adalah hasil wawancara bersama, tokoh agama, orang yang sudah sepuh, nelayan dan masyarakat pada umumnya yang mengikuti manganan perahu. Sedangkan hasil observasi adalah data yang peneliti peroleh saat melakukan penelitian di Desa Palang Kecamatan Palang Kabupaten Tuban, disamping itu data yang diperoleh bersifat dokumentasi yang dilakukan selama proses ritual manganan perahu.

Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan tata cara pelaksanaan ritual, menjelaskan penyebab pergeseran budaya pada pelaksanaan mangan perahu, menganalisis faktor pendorong terjadinya pergeseran budaya pada ritual manganan perahu di Desa Palang Kecamatan Palang Kabupaten Tuban.

Penelitian ini menyimpulkan bahwasanya tradisi manganan perahu yang merupakan warisan dari nenek moyang selalu rutin dilakukan setiap tahunnya. Akan tetapi sering dengan perjalanan waktu dan terjadinya pola kehidupan masyarakat, tradisi manganan perahu juga mengalami perubahan dan tata cara pelaksanaan serta berbagai perlengkapannya. Tradisi manganan perahu yang awalnya sinkretis


(22)

bahkan cenderung kental dengan nuansa Hindu pada akhirnya mengalami pergeseran menuju tradisi manganan perahu yang islami. Penguatan nilai-nilai ke Islam yang terjadi pada masyarakat Palang disinyalir menjadi faktor utama yang menyebabkan terjadinya perubahan pelaksanaan tradisi manganan perahu dari budaya Hindu ke Islam.

Yang membedakan dari penelitian diatas adalah pada apa yang dikaji yaitu penelitian ini lebih mengkaji pada Pergeseran Budaya Hindu ke Islam (Studi Tentang Ritual Manganan Perahu di Desa Palang Kecamatan Palang Kabupaten Tuban Jawa Timur). Persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama membahas mengenai pergeseran budayanya, namun perbedaannya adalah penelitian sebelumnya mengenai pergeseran budaya Hindu ke Islam sedangan penelitian peneliti mengenai pergeseran budaya yang terjadi di kalangan spelajar di sekolah.

c. Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Lutfi Syifa Maulana tahun 2014, dari Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Sosiologi UIN Sunan Ampel. Dengan judul “Tradisi Bantengan dan Modernisasi (Studi tentang eksistensi tradisi bantengan di Dusun Banong Desa Gebangsari Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto)”. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa: Pertama, tradisi bantengan di Dusun Banong Desa Gebangsari masih eksis dan terjaga dengan baik, keberadaan tradisi bantengan di Dusun ini


(23)

memberikan nuansa hiburan yang berbeda dari berbagai hiburan modern saat ini. Kemunculannya di berbagai acara yang diadakan baik di Desa Gebangsari maupun kerap tampil ditempat lain menjadikan tradisi bantengan ini tidak pernah sepi oleh penonton. Disamping sebagai hiburan masyarakat Dusun Banong, bantengan juga merupakan penyalur inspirasi masyarakat. Kedua, peran masyarakat Dusun Banong dalam menjaga tradisi bantenganan sangat besar dengan semangat gotong royong baik dari orang tua, generasi mudanya mereka secara sadar menjaga tradisi bantengan dengan baik. Keberadaan tradisi bantengan juga banyak memberikan manfaat baik para pemain maupun warga setempat. Masyarakat Dusun Banong menjaga dengan baik tradisi bantengan serta memelihara dan terus meningkatkan kualitas baik dari segi sumber daya manusia maupun dari ornamen yang dipakai saat pertunjukan serta tidak kalah penting adalah selalu berinovasi agar tradisi bantengan dapat terus diterima oleh masyarakat dan tidak pudar seiring dengan kemajuan zaman.

Yang membedakan dari penelitian ini dengan penelitian diatas adalah pada apa yang dikaji yaitu penelitian ini lebih mengkaji pada eksistensi tradisi bantengan di Desa Gebangsari Kabupaten Mojokerto, sedangkan peneliti meneliti Modernisasi pergeseran budaya salaman yang terjadi pada pelajar di Madrasah Aliyah Masyhudiyah Kebomas Gresik. Dari persamaannya adalah sama-sama


(24)

meneliti tentang tema modernisasi, jenis penelitiannya juga berupa penelitian kualitatif.

d. Penelitian terdahulu pernah dilakukan oleh Nikmatus Sholihah tahun 2006 Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Fakultas Dakwah, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam. Dengan penelitian berjudul “Proses Pergeseran Budaya Judi Melalui DiBa’an di Desa

Sumengko Kecamatan Kwadungan Kabupaten Ngawi” Proses

pergeseran budaya judi melalui Diba’an di Desa Sumengko Kwadungan Kabupaten Ngawi menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan kekuasaan dan pendekatan budaya. Dan kegiatan Diba’an yang dapat menimbulkan terjadinya pergeseran pada budaya judi yaitu kegiatan rutin mingguan secara bergilir dan kegiatan yang di adakan pada acara hajatan atau ritual di masyarakat.

Sedangkan dalam penelitian sebelumnya yang berjudul Proses pergeseran budaya judi melalui Diba’an ini ternyata ada kemiripan fokus permasalahannya dengan peneliti karena sama-sama membahas mengenai pergeseran budaya. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya ini adalah lokasi penelitian tersebut terletak di Desa Sumengko Kabupaten Ngawi, sedangkan peneliti di Madrasah Aliyah Masyhudiyah Kabupaten Gresik dimana terjadinya pergeseran budaya salaman seorang pelajar.

Dari beberapa judul skripsi yang telah dipaparkan diatas dibuktikan bahwa penelitian tentang budaya salaman dan modernisasi


(25)

belum pernah ada yang meneliti, jadi peneliti ingin melakukan penelitian ini dan menyajikan hasil dari penelitian yang akan dilakukan.

2. Kajian Pustaka a. Modernisasi

Kamus Webster mendefinisikan modernisasi sebagai proses menjadi atau membuat kontemporer atau up to date. Secara definisi, modernisasi tidak merujuk pada seseorang atau sekelompok orang yang menciptakan sejumlah standar atau norma baru. Perkataan itu mengisyaratkan bahwa norma-norma atau standar-standar itu sudah ada, dan karena itu, modernisasi berarti belajar untuk menerima atau dibuat menjadi menerima norma-norma atau standar-standar yang sudah ada sebelumnya. Modernisasi adalah suatu bentuk resosialisasi, individu maupun kolektif. Dalam pengertian ini, modernisasi tidak menciptakan sesuatu yang baru, modernisasi menerima sesuatu yang baru dari orang lain.11

Pada dasarnya semua bangsa dan masyarakat di dunia ini senantiasa terlibat dalam proses modernisasi, meskipun kecepatan dan arah perubahannya berbeda-beda antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya. Proses modernisasi itu sangat luas, hampir-hampir tidak bisa dibatasi ruang lingkup dan masalahnya, mulai dari aspek sosial, ekonomi, budaya, politik dan seterusnya. Secara historis,

11

Mustafa O. Attir, Burkat Holzner, and Zdenek Suda, Sosiologi Modernisasi Telaah Kritis Tentang Teori, Riset dan realitas (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya,1989), 271.


(26)

modernisasi merupakan perubahan-perubahan masyarakat yang bergerak dari keadaan yang tradisional atau dari masyarakat pra modern menuju kepada suatu masyarakat yang modern.12

Modernisasi tidak sekedar menyangkut aspek yang material saja, melainkan juga aspek-aspek yang immateril, seperti pola pikir, tingkah laku, dan lain sebagainya. Dengan demikian dapat mendefinisikan bahwa, modernisasi merupakan proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk dapat hidup sesuai dengan tuntutan masa kini. Dalam ilmu sosiologi modernisasi merupakan dampak dari rasa nafsu manusia dalam mencari kebutuhan hidupnya. Dengan demikian modernisasi akan membelenggu masyarakat dalam budaya konsumtif, hedonisme, dan lain sebagainya. Jika kita telusuri tentang batasan modernisasi, maka akan ditemukan kompleksitas tentang definisi tersebut tergantung dari sudut mana kita memandangnya. Modernisasi secara umum menyangkut perubahan dari cara-cara tradisional menuju masyarakat yang maju mengikuti perkembangan masyarakat lainnya yang telah dianggap lebih dahulu maju. Modernisasi sejatinya meliputi bidang-bidang yang sangat kompleks, mau tidak mau masyarakat harus mengahadapi modernisasi. Modernisasi pada awal-awalnya akan mengakibatkan disorganisasi dalam masyarakat. Modernisasi bersifat preventif, Konstruktif, memproyeksikan kecenderungan yang ada dalam masyarakat di masa mendatang. Dalam

12

Abdulsyani, Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan (Jakarta : PT Bumi Aksara 2012), 173.


(27)

melakukan modernisasi tidak boleh menghilangkan unsur-unsur asli kebudayaan yang masih relevan.

Konsep modernisasi dalam pandangan pemikiran tokoh-tokoh sosiologi diantaranya sebagai berikut; pertama Max Weber, modernitas merupakan sebentuk escapism (melarikan diri) untuk percaya bahwa tuntutan politik dan ekonomi modern diabaikan.13 Yang kedua, konsep modernisasi Herbert Marcuse, modernisasi sebagai hasil revolusi industri. Masyarakat industri modern tersebut tidak sadar digiring menjadi suatu bentuk demi pemenuhan tujuan kapitalis.14 Ketiga, masyarakat modern dilihat oleh Durkheim sebagai keseluruhan organis yang memiliki realitas tersendiri.

Dengan dasar pengertian di atas secara garis besar istilah modern mencakup pengertian sebagai berikut:

a. Modern berarti berkemajuan yang rasional dalam segala bidang dan meningkatkan taraf penghidupan masyarakat secara menyeluruh dan merata.

b. Modern berarti berkemanusiaan dan tinggi nilai peradabannnya dalam pergaulan hidup masyarakat.

Modernisasi adalah suatau proses transformasi dari suatu perubahan ke arah yang lebih maju atau meningkat diberbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Secara sederhana modernisasi adalah

13

Margaret M Poloma, Sosiologi Kontemporer ,Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004,25.

14


(28)

proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara yang lebih maju dalam rangka untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Syarat-syarat Modernisasi

Menurut Soerjono Soekanto syarat suatu modernidasi bisa terjadi jika paling tidak terdapat enam faktor terdeteksi diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Cara berfikir ilmiah dan terlembagakan dalam tipe ruling class maupun masyarakat.

2. Sistem administrasi negara yang baik, yang sungguh mewujudkan birokrasi yang handal.

3. Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur yang terpusat pada suatu lembaga atau badan tertentu.

4. Penciptaan iklim yang kondusif dari masyarakat terhadap modernisasi dengan cara penggunaan alat-alat komunikasi massa. 5. Tingkat organisasi yang tinggi, yang disatu pihak berarti disiplin

dan dilain pihak berarti pengurangan kemerdekaan.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya kemajuan, atau mungkin kemunduran suatu masyarakat sangat ditentukan oleh kecakapan-kecakapan, kemajuan ilmu pengetahuan dan penguasaan terhadap perkembangan teknologi. Bagi masyarakat tradisional yang hampir sama sekali tidak mengenal istilah modernisasi, westernisasi ataupun sekularisasi, lantaran kekurangan terhadap kecakapan, ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut. namun demikian masih ada sesuatu


(29)

yang membuat mereka hidup dalam kedamaian, yaitu karena tidak adanya pengaruh luar yang memaksa perubahan ke arah perkembangan yang belum menentu.

Tapi apapun alasannya setiap masyarakat atau kehidupan manusia dalam dunia ini senantiasa dituntut untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan penguasaan terhadap teknologi. Kalau memang modernisasi itu harus hadir dalam kehidupan masyarakat, itu berarti mesti dihadapi secara rasional dan manusiawi dengan mempersiapkan berbagai syarat dan filter agar tidak keliru dalam menafsirkan dan tidak salah dalam penggunaan. Hal ini berarti dalam setiap berhadapan dengan inovasi, hendaknya tidak menutup diri, tetapi juga jangan terlalu terbuka bebas, sebaiknya terlebih dahulu dicerna fungsi dan manfaatnya bagi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara sendiri.15

b. Pergeseran

Yang di maksud pergeseran dalam penelitian ini yaitu dengan adanya pergeseran atau peralihan, bergeser sedikit16 dari budaya salaman pelajar ke guru pada dahulu dan di masa modernisasi sekarang.

Pergeseran budaya yang terjadi hingga hari ini, rupanya lebih banyak disebabkan makin majunya teknologi yang makin hari makin dekat dan nyata didepan mata.

15

Abdulsyani, Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan (Jakarta : PT Bumi Aksara 2012), 178-179.

16


(30)

c. Budaya

Budaya berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa inggris budaya disebut culture, yang berasal dari kata latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur”

dalam bahasa Indonesia. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.

Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh, budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.


(31)

1. Definisi Budaya

Kebudayaan bisa diartikan sebagai keseluruhan tingkahlaku dan kepercayaan yang dipelajari yang merupakan ciri anggota suatu masyarakat tertentu. Kata kunci dari definisi penjelasan tersebut adalah dipelajari, yang membedakan antara kebudayaan dengan tindak-tanduk yang merupakan warisan biologis manusia.17

2. Organisasi Kebudayaan

Kebudayaan disusun dengan suatu cara sistematis supaya para individu atau kelompok bisa berinteraksi secara efisien. suatu sifat kebudayaan dan hal ini bisa saja berbentuk susunan kata-kata, suatu benda, suatu isyarat, atau juga merupakan suatu simbol. Kompleks kebudayaan adalah sekelompok sifat yang berhubungan erat satu sama lain.

3. Perubahan Kebudayaan

Meskipun banyak orang yang enggan melepaskan tradisi-tradisi lama, nilai-nilai, dan kebudayaan atau adat istiadat mereka sehubungan dengan kebudayaan baru, namun semua kebudayaan akan selalu mengalami perubahan penting dalam suatu periode tertentu. Cara dan kadar perubahan tersebut tentunya tidak sama. Perubahan kebudayaan terjadi pada saat munculnya sifat dan kompleksitas baru dalam suatu kebudayaan yang akan merubah isi dan struktur kebudayaan tersebut. Tantangan terhadap perubahan itu

17


(32)

sering terjadi apabila perubahan-perubahan itu ternyata menyebabkan penyimpangan besar terhadap nilai-nilai tradisional dan adat istiadat. Pengertian lain mengenai budaya adalah endapan dari kegiatan manusia.18 Budaya juga mempunyai pengertian sebagai suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Dengan demikian budaya dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan akal dan cara hidup yang selalu berubah dan berkembang dari waktu ke waktu.

Fungsi budaya yang utama yaitu untuk mempelajari warisan dari nenek moyang kita, apakah baik untuk dipertahankan atau harus diperbaruhi atau ditinggalkan. Budaya dan unsur-unsur didalamnya terikat oleh waktu dan bukan kuantitas yang statis. Budaya tetap berubah, seberapa lambanpun perubahan tersebut.

Kelambanan atau kecepatan perubahannya antara lain bergantung pada seberapa jauh kekuatan budaya tersebut dan intensitas interaksinya dengan budaya lain. Suatu budaya yang lemah (sebagai minoritas misalnya atau komunitas yang “kurang percaya diri” karena pernah terjajah bangsa lain yang kuat, maju dan dominan akan cepat berubah karena pengaruh budaya kedua. Ini ditunjukkan oleh budaya Indonesia yang cepat berubah karena dipengaruhi budaya Barat.19

18

C.A Van Peuren, Strategi Kebudayaan (Yogyakarta: PT. Kanisius, 1988), 9.

19


(33)

d. Salaman

Salaman adalah pencerminan dari penghormatan antara yang mudah dan tua dengan cara mencium tangan. Disanalah terjadi penghormatan seorang pendidik kepada para peserta didiknya. Penghormatan anak kepada orang tuanya.20 Salaman disini yaitu suatu tindakan pelajar mencium tangan guru ketika bertemu dengan guru disekolah maupun luar sekolah. Tradisi salaman adalah pencerminan dari penghormatan antara yang muda dan tua dengan cara mencium tangan. Di sanalah terjadi pnghormatan seorang pendidik kepada para peserta didiknya. Penghormatan anak kepada orang tuanya.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan salah satu cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data dan tujuan untuk kegunaan tertentu. Berdasarkan cara ilmiah, data ilmiah, dan kegunaan.21 Oleh karena itu, metodologi penelitian sangat penting untuk memudahkan dalam proses penelitian.

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

a. Pendekatan Penelitian

Suatu pendekatan dalam melakukan penelitian yang beroriantasi pada gejala-gejala yang bersifat alamiah dan terjun langsung dilapangan. Pendekatan kualitatif menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis

20

31 Agustus 2010, http://www.wijayalebs.com/tag/budaya salaman. html.

21


(34)

atau lisan tentang orang-orang, perilaku yang dapat diamati sehingga menemukan kebenaran yang dapat diterima oleh akal sehat manusia.22 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif artinya peneliti terjun langsung ke Madrasah Aliyah Masyhudiyah yang mana merupakan objek dari penelitian yang diambil oleh peneliti. Peneliti mencari data langsung berupa kata-kata terhadap orang-orang yang ada didalamnya. Alasan kenapa peneliti mengambil pendekatan kualitatif karena dalam permasalahan yang diambil oleh peneliti yaitu pergeseran budaya salaman data yang dihasilkan masih berbentuk nalar dan masih belum jelas, kompleks, dinamis dan penuh makna. Sehingga tidak memungkinkan oleh peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan instrumen berbentuk angket.

b. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif yaitu suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem, pemikiran maupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.23

Dalam penelitian ini peneliti membangun dan mendiskripsikan melalui analisis dan nalar. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi atau gambaran mengenai fakta-fakta yang ada di Madrasah Aliyah Masyhudiyah Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik.

22

Moh. Nazir, Metode penelitian, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1989), 159.

23


(35)

2. Lokasi dan Waktu Penelitian a. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti melakukan suatu penelitian. Berikut adalah lokasi yang dijadikan obyek penelitian oleh peneliti:

1) Penelitian ini berlokasi di Desa Giri Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik.

2) Penelitian ini dilakukan dilingkungan Madrasah Aliyah Masyhudiyah yang berada di dataran tinggi gunung kapur dan bersebelahan desa dengan tempat tinggal peneliti sehingga bisa mempermudah peneliti untuk mencari dan mengumpulkan data.

b. Waktu Penelitian

Sedangkan untuk waktu yang akan dilaksanakan dalam proses penelitian ini, peneliti mengestimasikan waktu sekitar dua bulan antara bulan Mei sampai Juni untuk melakukan penelitian dan analisis terhadap berbagai informasi data yang telah didapatkan nantinya.

3. Pemilihan Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah sumber tempat peneliti memperoleh keterangan tentang permasalahan yang diteliti, singkatnya subyek penelitian adalah seseorang atau sesuatu yang mengenainya ingin diperoleh keterangan.24

Disini yang menjadi kunci subyek penelitian adalah Kepala Sekolah, Bapak Arif Rahman, kemudian orang yang diberi kepercayaan oleh Kepala

24

Tatang, M. Amirin, Menyusun Perencanaan Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), 92-93.


(36)

Sekolah yaitu guru dan staff yang lainnya, selanjutnya pelajar yang ikut serta dalam pergeseran budaya salaman di Madrasah Aliyah Masyhudiyah Giri Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik.

Peneliti juga akan melakukan wawancara kepada Kepala Sekolah Madrasah Aliyah Masyhudiyah, Guru BK, dan Staff yang lainnya sebagai data temuan yang akan dikembangkan oleh peneliti. Dalam hal ini peneliti tidak membatasi jumlah banyaknya informan yang akan dimintai informasi. Oleh karena itu, peneliti akan terus menggali data agar mendapatkan. informasi yang lengkap sesuai dengan tema penelitian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel 1.1 dibawah ini:

Tabel 1.1 Daftar Nama Informan

Sumber: Data wawancara dengan Guru dan Pelajar.

NO Nama Usia Status Alamat

1 Bapak H. Umar Faisol Masyhud 69 Pengurus Yayasan

Giri 2 Bapak Arif Rahman M.Si, M.Pd.I 48 Kepala Sekolah Giri 3 Bapak Ikhsan Efendi S.Pd.I 32 Guru BK Kebomas

4 Ibu Sri Oetami S.Pd 38 Guru Pedukuan

5 Ibu Mif 42 Guru Pedukuan

6 M. Birri Ghoziri 18 Siswa Sidomukti

7 Uswatun Khasanah 18 Siswa Giri

8 Nur Laili Badriyah 17 Siswa RA. Kartini

9 Nanda Nur Diniyah 18 Siswa Kebondalem


(37)

4. Tahap-tahap Penelitian

a. Pengajuan Judul Penelitian

Tahap ini merupakan awal dari sebuah bentuk penelitian, yang mana peneliti mengajukan judul kepada ketua prodi yang beserta latar belakang dari obyek penelitian, kemudian setelah judul diterima peneliti bisa melanjutkan ke tahap lain yaitu mengajukan proposal penelitian. b. Pengajuan Proposal Penelitian

Proposal ini sebagai lanjutan dari judul yang sudah diterima oleh ketua prodi untuk dijadikan penelitian, selanjutnya peneliti membuat dan mengajukan proposal kepada dosen pembimbing untuk dipriksa, sampai akhirnya bisa diujikan, dan jika proposal itu sudah diterima maka peneliti akan mendapatkan izin dan bisa melakukan sebuah penelitian.

c. Turun Lapangan

Tahap ini merupakan tahap lanjutan dari proposal yang telah di setujui oleh pihak-pihak yang terkait. Kemudian peneliti mengajukan surat permohonan penelitian kepada pihak yang akan dijadikan obyek penelitian, jika disetujui dan diberi izin maka peneliti bisa mulai penelitian dengan metode-metode serta langkah-langkah yang telah direncanakan oleh peneliti sebelumnya.

d. Menganalisis Data

Pada tahap ini, peneliti telah mendapatkan data sebanyak-banyaknya yang diinginkan. Selanjutnya dilakukan proses pemilihan data yang disesuaikan dengan rumusan penelitian. Karena dalam proses


(38)

pencarian data tidak semuanya sesuai dengan kebutuhan penelitian. Setelah data terkumpul yang dilakukan peneliti adalah membandingkan dan melakukan analisis terhadap data dilapangan dengan teori yang digunakan dalam penelitian. Kemudian peneliti menyimpulkan hasil penelitian yang dilakukannya.

e. Penulisan Laporan

Tahap ini merupakan tahap akhir dari proses pelaksanaan penelitian. Setelah komponen-komponen terkait dengan data dan hasil analisis data serta mencapai suatu kesimpulan, peneliti mulai menulis laporan dalam konteks laporan penelitian kualitatif. Penulisan laporan disesuaikan dengan metode dalam penulisan penelitian kualitatif dengan tidak mengabaikan kebutuhan penelitian terkait dengan kelengkapan data.

5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam buku yang berjudul “Metode Penelitian“ oleh Moh. Nazir,

memberikan definisi mengenai pengumpulan data sebagai: “Suatu proses pengadaan data primer untuk keperluan penelitian. Pengumpulan data merupakan langkah yang amat penting dalam metode ilmiah, karena pada umumnya data yang dikumpulkan digunakan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan.25

Ada beberapa macam teknik pengumpulan data dalam proses penelitian, tetapi teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

25

Moh. Nazir, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Bandung: Rosda Karya, 2009), 127-141.


(39)

a. Observasi (pengamatan)

Observasi adalah alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki.26 Data yang diperoleh dari hasil pengamatan ini adalah:

1) Mengetahui letak secara geografis dari lapangan yang akan diteliti. 2) Mengetahui karakter narasumber, agar sebisa mungkin narasumber

memberi respon yang baik dan tidak tersinggung dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti. Setelah itu peneliti mengambil opini dari berbagai kalangan, seperti kepala sekolah, pengurus, guru, pelajar. b. Interview

Interview atau disebut dengan wawancara atau kuesioner lisan. Pada teknik ini peneliti datang berhadapan muka secara langsung dengan responden atau subjek yang diteliti, dengan menanyakan sesuatu yang telah direncanakan kepada responden. Hasilnya dicatat sebagai informasi penting dalam penelitian.27

Adapun, metode wawancara yang digunakan oleh peneliti yakni wawancara mendalam. Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana wawancara dan informan terlibat dalam kehidupan

26

Chalid Narbuko dan Abu Achmadi, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 70.

27

Sukardi, Metode Penelitian Pendidikan Kompetensi Dan Praktinya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), 79.


(40)

sosial yang relatif lama. Dengan demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah keterlibatannya dalam kehidupan informan.

Pewawancara adalah orang yang menggunakan metode wawancara sekaligus dia bertindak sebagai “pemimpin” dalam proses wawancara tersebut. Dia juga berhak menentukan materi yang akan diwawancarai serta kapan dimulai dan diakhiri. Namun, kadang kala informanpun dapat menentukan perannya dalam hal kesepakatan mengenai kapan waktu wawancara dilaksanakan dan diakhiri.

Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara langsung kepada Bapak Arif rahman selaku kepala sekolah dan staff pengajar lainnya.

c. Dokumentasi

Pengumpulan data yang di peroleh oleh peneliti sebagai bukti untuk suatu pengujian. Dokumen dapat berupa gambar maupun foto-foto, buku-buku, biografi dan tulisan-tulisan lain yang berkaitan dengan topik penelitian.28

Peneliti secara langsung mendatangi Madrasah Aliyah Masyhudiyah untuk mencari data berupa catatan, biografi atau foto-foto yang terkait dengan topik penelitian.

6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti ada dua tahapan, yaitu: ketika peneliti masih dilapangan dan yang kedua setelah meninggalkan

28

Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta 2013), 240.


(41)

lapangan. Prosedur analisis data selama dilapangan yang disarankan oleh Miles dan Huberman yaitu: reduksi data, display data, dan verifikasi.29

a. Reduksi Data

Langkah ini dimulai dengan proses pemetaan untuk mencari persamaan dan perbedaan sesuai dengan tipologi data dan membuat catatan sehingga membentuk analisis yang kesimpulannya dapat ditarik dan dikembangkan. Karena data yang nantinya didapatkan dari lapangan begitu banyak, maka perlu adanya proses analisis dan pengurangan data yang tidak ada hubungannya dengan maksud penelitian, hal ini dilakukan agar lebih terfokuskan dengan apa yang ingin diteliti.

Dalam proses ini penelititi memilah-milah data yang ada hubungannya dengan topik penelitian, yang sekiranya tidak ada hubungannya tidak dimasukkan.

b. Penyajian Data

Didalam langkah ini dilakukan proses menghubungkan hasil-hasil klasifikasi tersebut dengan referensi atau dengan teori yang berlaku dan mencari hubungan diantara sifat-sifat kategori.

Setelah mendapatkan data yang terfokus dengan penelitian. Peneliti melakukan analisis dengan penyajian data agar mempermudah untuk memahami apa yang terjadi dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang sudah dipahami.

29

Mattew B. Milles dan A.Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1984), 21.


(42)

c. Verifikasi

Menurut Miles dan Huberman proses ini merupakan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada dilapangan.30

Peneliti menemukan berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih samar atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas.

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Teknik keabsahan data merupakan faktor yang menentukan dalam penelitian kualitatif utuk memperoleh kemantapan validitas data, Dalam penelitian ini peneliti memakai keabsahan data sebagai berikut :

a. Perpanjangan Keikutsertaan

Dalam teknik ini digunakan dengan jalan peneliti menambah waktu studi penelitian walaupun waktu penelitian formal sudah habis, karena menurut peneliti untuk kembali terjun ke lokasi penelitian itu sendiri memerlukan waktu yang lumayan lama. Disini dengan tujuan agar data

30


(43)

lebih valid dan untuk mengantisipasi kesalahan dari peneliti maupun informan dengan segala permasalahan yang disebutkan dengan perpanjangan partisipasi untuk data yang lebih valid.

b. Ketekunan Pengamatan

Bertujuan utuk menampakkan ciri-ciri dalam situasi yang sangat relavan dengan persoalan atau isu yang sedang di cari dan kemudian memusatkan pada hal-hal secara rinci. Dengan kata lain jika perpanjangan keikutsertaan menjadi ruang lingkup, maka ketekunan pengamatan menyediakan kedalam.

c. Trianggulasi

Teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan data yang lain untuk keperluan pengecekan atau sebagai perbandingan terhadap data. Validitas data dalam sebuah penelitian sangatlah penting dan dalam penelitian ini peneliti menggunakan trianggulasi.

Teknik trianggulasi data dalam sumber ini data dapat dicapai dengan jalan:

a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. b. Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa

yang dikatakan secara pribadi.

c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.

d. Pandangan seperti rakyat biasa yang berkependidikan menengah atau tinggi, dan orang berada.


(44)

e. Membandingkan hasil wawancara dengan suatu dokumen yang berkaitan.31

Dalam hal ini peneliti membandingkan data antara yang terjadi dilapangan dan diluar lapangan, dengan perbandingan ini peneliti lebih bisa mengetahui apakah data itu valid atau tidak. Karena disini peneliti benar-benar memilih data yang valid untuk dimasukkan kedalam laporan penelitian oleh peneliti.

d. Pemeriksaan Sejawat melalui Diskusi

Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan-rekan sejawat. Hal ini dilakukan karena peneliti mempunyai kemampuan terbatas, maka dari itu membutuhkan banyak masukan dan saran dari rekan-rekan mahasiswa yang lain terkait tema dan judul peneliti.

e. Auditing

Auditing dimanfaatkan untuk memeriksa kebergantungan dan kepastian data. Hal itu dilakukan baik terhadap proses maupun terhadap hasil atau keluaran.32 Dalam hal ini peneliti akan melakukan pengkroscekan bukti-bukti terkait dengan modernisasi pergeseran budaya salaman di Madrasah Aliyah Masyhudiyah Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik.

31

Lexy J Moleong, Metode penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008), 331.

32

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005, hal.327-338


(45)

H. Sistematika Pembahasan

Sistematika merupakan untuk sekaligus kerangka berfikir dalam penulisan penelitian. Untuk mempermudah pembahasan penelitian maka diperlukan adanya sistematika pembahasan dari bab ke bab yang merupakan integritas atau kesatuan yang tak terpisahkan.

Penelitian ini membahas tentang Modernisasi Pergeseran Budaya Salaman (Studi Kasus Tradisi Salaman Di Madrasah Aliyah Masyhudiyah Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik)”. Untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian ini, maka penulis mengorganisasikan sistematika pembahasan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan peneliti memberikan gambaran tentang latar belakang masalah yang hendak diteliti. Setelah itu menentukan rumusan masalah dalam penelitian tersebut. Serta menyertakan tujuan dan manfaat penelitian. Peneliti juga menjelaskan definisi konsep, metode penelitian yang peneliti gunakan dalam penelitian yang antara lain tentang pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, subjek penelitian, sumber dan jenis data , tahap-tahap penelitian, teknik pengumpulan data, serta teknik pemeriksaan keabsahan data. Dalam bab I ini juga menjelaskan sistematika pembahasan.

BAB II KAJIAN TEORI

Dalam bab kajian teori, peneliti memberikan gambaran tentang definisi konsep yang berkaitan dengan judul penelitian, serta teori yang akan digunakan dalam penganalisahan masalah. Definisi konsep harus digambarkan dengan jelas,


(46)

Selain itu harus memperhatikan relevansi teori yang akan digunakan dalam menganalisis masalah.

BAB III PENYAJIAN DAN ANALISI DATA

Dalam bab penyajian data, peneliti memberikan gambaran tentang data-data yang diperoleh, baik data-data primer maupun data-data sekunder. Penyajian data-data dibuat secara tertulis dan dapat juga disertakan gambar, tabel atau bagian yang mendukung data. Dalam bab ini peneliti juga memberikan gambaran tentang data-data yang dikemas dalam bentuk analisi deskripsi. Setelah itu akan dilakukan penganalisahan data dengan menggunakan teori yang relevan.

BAB IV PENUTUP

Dalam bab penutup, penulis menuliskan kesimpulan dari permasalahan dalam penelitian. Selain itu, dalam penutup juga dilampirkan daftar pustaka dan lampiran-lampiran. Serta peneliti juga memberikan rekomendasi kepada para pembaca laporan penelitian ini.


(47)

BAB II

MODERNISASI DAN PERGESERAN BUDAYA SALAMAN DALAM TINJAUAN TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK HERBERT

BLUMER

A. Teori Interaksionisme Simbolik

Yang menjadi objek kajian sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antara manusia dan proses yang timbul dari hubungan manusia didalam masyarakat. Dan dalam menganalisis budaya salaman dan modernisasi maka peneliti menggunakan teori interaksionisme simbolik. Istilah interaksionisme simbolik menjadi sebuah metode untuk pendekatan yang relatif khusus pada ilmu yang membahas tingkah laku manusia.

Teori interaksionisme simbolik dimunculkan oleh George Herbert Mead, teori ini memiliki subtansi yaitu kehidupan bermasyarakat terbentuk melalui proses interaksi dan komunikasi antar individu dan antar kelompok dengan mengunakan simbol-simbol yang dipahami maknanya melalui proses belajar dan memberikan tanggapan terhadap stimulus yang datang dari lingkungan dan dari luar dirinya.1 Istilah interaksionisme simbolik diciptakan oleh Herbert Mead pada tahun 1863-1931 dan dipopulerkan oleh Blumer pada tahun 1937, meskipun sebenarnya Mead-lah yang paling popular sebagai peletak dasar teori tersebut.

Masyarakat merupakan bentukan dan interaksi antar individu. Interaksi sosial adalah sebuah interaksi antar pelaku, dan bukan antar faktor-faktor yang

1

I.B. Wirawan, Teori-teori Sosial dalam Tiga Paradigma, (Jakarta: Prenada Media Grup, 2012), 71.


(48)

menghubungkan mereka, atau yang membuat mereka berinteraksi. Teori interaksionisme simbolik melihat pentingnya interaksi sosial sebagai sebuah sarana ataupun sebagai sebuah penyebab ekspresi tingkah laku manusia.

1. Biografi Herbert Blumerdan Karyanya

Herbert Blumer dilahirkan di St Louis, Missouri, pada 1900. Ayahnya adalah seorang pekerja kabinet dan ibunya seorang ibu rumah tangga. Dia kuliah di University of Missouri pada 1918 s.d 1922 dan memilih tetap untuk mengajar selang waktu 1922 s.d 1925. Pada 1928 ia menerima gelar doktor dari University of Chicago, dimana ia berada dibawah pengaruh akademik George Herbert Mead, WI Thomas, dan Jhon Dewey. Setelah menyelesaikan studinya, ia menerima posisi mengajar di Universitas Chicago, dimana ia menetap sebagai dosen sampai tahun 1952. Dia mengahabiskan dua puluh tahun terakhir dari karier mengajarnya (1952-1972) sebagai ketua Sosiologi di University of California di Berkeley.

Blumer memegang berbagai posisi prestisius, termasuk presiden kedua unuk Studi Masalah Sosial pada 1955 dan American Sociological Association pada 1956. Pada 1934 ia mulai mengedit Sosiologi Seri Prentice Hall, dan ia juga mengedit American Journal of Sociology 1940-1952. Ia terkenal karena bersemangat mengajarkan teori-teorinya bersama dengan para pengikut Mead pada awal 1930-an. Karya Blumer yang paling terkenal adalah Symbolic


(49)

Interactionism: Perspective and Method (1969). Dalam karyanya ini, ia menjabarkan prinsip-prinsip utama teori dan metodologi sosologi.2

Ia dikenal sebagai pendiri konsep interaksionisme simbolik. Blumer menciptakan istilah tersebut pada 1937 dalam sebuah artikel tentang hakikat psikologi sosial yang diterbitkan dalam Man and Society. Dalam mengembangkan teori interaksionisme simboliknya, Blumer tidak terlepas dari pengaruh para tokoh sebagaimana yang disebutkan diatas. Ia dipengaruhi oleh pemikiran Mead tentang individu sebagai entitas dan pentingnya pengamatan empiris dan metodologi sebagai dasar analisis. Selain itu, ia juga dipengaruhi oleh W.I. Thomas dan John Dewey tentang gagasan bahwa setiap situasi harus didefinisikan, dan Jhon Dewey pemahaman tentang interaksi antar manusia dan alam.

2. Pendekatan Teori Interaksionisme Simbolik

Herbert Blumer seorang tokoh modern dari teori interaksionisme simbolik ini menjelaskan perbedaan antara teori ini dengan behaviorisme sebagai berikut: Menurut Blumer istilah interaksionisme simbolik menunjuk kepada sifat khas dari interaksi antar manusia. Kekhasannya adalah bahwa manusia saling menerjemahkan dan saling mendefinisikan tindakannya. Bukan hanya sekedar reaksi belaka dari tindakan seseorang terhadap orang lain. Tanggapan seseorang tidak dibuat secara langsung terhadap tindakan orang lain, tetapi didasarkan atas “makna” yang diberikan terhadap tindakan orang lain itu. Interaksi antar individu, diantarai oleh penggunaan

2

Ambo Upe, Tradisi dalam Sosiologi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), 227-228.


(50)

simbol, interpretasi atau dengan saling berusaha untuk saling memahami maksud dari tindakan masing-masing.

Jadi dalam proses interaksi manusia itu bukan suatu proses dimana adanya stimulus secara otomatis dan langsung menimbulkan tanggapan atau respon. Tetapi antar stimulus yang diterima dan respon yang terjadi sesudahnya, diantarai oleh proses interpretasi oleh si aktor. Jelas proses interpretasi ini adalah proses berpikir yang merupakan kemampuan yang khas yang dimiliki manusia.3

Prespektif interaksionisme simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subyek, prespektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan keberadaan orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka.

Definisi yang mereka berikan kepada orang lain, situasi, obyek dan bahkan pada diri mereka sendiri yang menentukan perilaku mereka. Perilaku mereka tidak dapat digolongkan sebagai kebutuhan, dorongan implus, tuntutan budaya atau penafsiran mereka atas obyek-obyek disekeliling mereka.

Interaksi simbolik, kata Blumer, merujuk pada karakter interaksi khusus yang berlangsung antar manusia. Aktor tidak semata-mata bereaksi

3

George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), 52.


(51)

terhadap tindakan yang lain tetapi dia menafsirkan dan mendefinisikan setiap tindakan orang lain. Respon aktor baik secara langsung maupun tidak langsung didasarkan atas penilaian makna tersebut. Oleh karenanya, Interaksi manusia dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol penafsiran atau dengan menemukan makna tindakan orang lain.4

Simbol adalah aspek penting yang memungkinkan orang bertindak menurut cara-cara yang khas dilakukan manusia. Karena simbol, manusia “tidak memberikan respon secara pasif terhadap realitas yang memaksakan dirinya sendiri, tetapi secara aktif menciptakan dan mencipta ulang dunia tempat mereka berperan”. Sebagai tambahan atas kegunaan umum ini, simbol pada umumnya dan bahasa pada khususnya, mempunyai sejumlah fungsi khusus bagi aktor.5

Pertama, simbol memungkinkan orang menghadapi dunia material dan dunia sosial dengan memungkinkan mereka untuk mengatakan, menggolongkan dan mengingat objek yang mereka jumpai disitu. Dengan cara ini manusia mampu menata kehidupan, agar tak membingungkan. Bahasa memungkinkan orang mengatakan, menggolongkan, dan terutama mengingat secara lebih efisien ketimbang yang dapat mereka lakukan dengan menggunakan jenis simbol lain seperti kesan bergambar.

4

Irving M. Zetlin, Memahami Kembali Sosiologi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Perss, 1998), 332.

5


(52)

Kedua, simbol meningkatkan manusia untuk memahami lingkungan. Dari pada dibanjiri oleh banyak stimuli yang tak dapat dibeda-bedakan, aktor dapat berjaga-jaga terhadap bagian lingkungan tertentu saja ketimbang terhadap bagian lingkungan yang lain.

Ketiga, simbol meningkatkan kemampuan untuk berpikir. Jika sekumpulan simbol bergambar hanya dapat meningkatkan kemampuan berpikir secara terbatas, maka bahasa akan dapat lebih mengembangkan kemampuan ini,. Dalam artian ini, berpikir dapat dibayangkan sebagai berinteraksi secara simbolik dengan diri sendiri.

Keempat, simbol meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan berbagai masalah. Binatang harus menggunakan cara true and error, tetapi manusia dapat memikirkan dengan menyimbolkan berbagai alternatif tindakan sebelum benar-benar melakukannya. Kemampuan ini mengurangi peluang berbuat kesalahan yang merugikan.

Kelima, simbol memungkinkan aktor mendahului waktu, ruang, dan bahkan pribadi mereka sendiri. Melalui penggunaan simbol, aktor dapat membayangkan seperti apa kehidupan dimasa depan. Lagi pula, aktor dapat secara simbolik mendahului pribadi mereka sendiri dan membayangkan seperti apa kehidupan ini dilihat dari sudut pandang orang lain. Inilah konsep teoritisi interaksionisme simbolik yang terkenal: mengambil peran orang lain.


(53)

Keenam, simbol memungkinkan kita membayangkan realitas metafisik, seperti surga dan neraka.

Ketujuh, dan paling umum, simbol memungkin orang menghindar dari diperbudak oleh lingkungan mereka. Mereka dapat lebih aktif ketimbang pasif artinya mengatur sendiri mengenai apa yang akan mereka kerjakan.

Dengan berbagai standar yang ditetapkan dalam budaya salaman, pelajar atau individu dapat membentuk makna dalam salaman. Dengan adanya pelajar atau individu yang bersifat kreatif inilah berbagai isyarat muncul dari simbol yang diciptakan oleh individu.

Bagi Blumer interaksionisme simbolis bertumpu pada tiga premis : 1). manusia bertindak pada susuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada suatu itu bagi mereka, 2). makna tersebut berasal dari “interaksi sosial seseorang dengan orang lain, 3). makna tersebut disempurnakan disaat proses interaksi sosial berlangsung.6

Mengenai sebab tindakan, Blumer mengatakan bahwa tindakan manusia bukan disebabkan oleh sejumlah “kekuatan luar” ataupun “kekuatan dalam”. Gambaran yang benar mengenai hal itu adalah individu membentuk objek-objek, lalu merancang objek-objek yang berbeda, kemudian memberinya arti, menilai kesesuaiannya dengan tindakan, dan mengambil

6


(54)

keputusan berdasarkan penilaian tersebut. Inilah yang dimaksud dengan penafsiran atau tindakan berdasarkan simbol-simbol.7

Interaksionisme simbolis yang diketengahkan Blumer mengandung sejumlah root images atau ide-ide dasar, yang dapat diringkas sebagai berikut:

1. Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi. Kegiatan tersebut saling bersesuaian melalui tindakan bersama, membentuk apa yang di kenal sebagai organisasi atau struktur sosial.

2. Interaksi terdiri dari kegiatan manusia yang berhubungan dengan kegiatan manusia yang lain. Interaksi-interaksi non simbolis mencakup stimulus respon yang sederhana, seperti halnya bentuk untuk membersihkan tenggorokan seseorang. Interaksi simbolis mencakup “penafsiran tindakan”. Bila dalam pembicaraan seseorang pura-pura batuk ketika tidak setuju dengan pokok-pokok yang diajukan oleh si pembicara, batuk tersebut menjadi suatu simbol yang berarti, yang dipakai untuk penolakan. Bahasa tentu saja merupakan simbol berarti yang paling umum.

3. Objek-objek tidak mempunyai makna instrinsik, makna lebih merupakan produk interaksi simbolik. Objek-objek dapat di klasifikasikan kedalam tiga kategori yang luas (a) objek fisik, seperti meja, tanaman atau mobil, (b) objek sosial seperti ibu, guru, menteri

7

Wirawan, Teori-teori Sosial Dalam Tiga Paradigma, (Jakarta: PT Karisma Putra Utama), 129.


(55)

atau teman, dan (c) objek abstrak, seperti nilai-nilai, hak dan peraturan. Blumer membatasi objek sebagai “segala sesuatu yang berlainan dengannya”. Dunia objek “diciptakan, disetujui, ditransformir dan dikesampingkan” lewat interaksi simbolis, ilustrasi peranan makna yang diterapkan kepada objek fisik dapat dilihat dalam perlakuan yang berbeda terhadap sapi di Amerika sapi dapat diartikan makanan, sedang di India sapi dianggap sakral. Bila dilihat dari perspektif lintas kultural, objek-objek fisik yang maknanya kita ambil begitu saja bisa di anggap terbentuk secara sosial.

4. Manusia tidak hanya mengenal objek eksternal, mereka dapat melihat dirinya sebagai objek. Jadi seorang pemuda dapat melihat dirinya sebagai mahasiswa, suami dan seorang yang baru saja menjadi ayah. Pandangan terhadap diri sendiri ini, sebagaimana dengan semua objek, lahir disaat proses interaksi simbolis.

5. Tindakan manusia adalah tindakan interpretatif yang dibuat oleh manusia itu sendiri.

6. Tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh

anggota-anggota kelompok, hal ini disebut sebagai tindakan bersama yang dibatasi sebagai, “organisasi sosial dari perilaku tindakan-tindakan

berbagai manusia”.8

8

Margaret M. paloma, Sosiologi KoNtemporer, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), 264-265.


(56)

Kesimpulan utama yang perlu diambil dari uraian tentang subtansi Teori Interaksionalisme Simbolik ini adalah kehidupan bermasyarakat terbentuk melalui proses interaksi dan komunikasi antar kelompok dengan menggunakan simbol-simbol yang dipahami maknanya melalui proses belajar. Tindakan seseorang dalam proses interaksi itu bukan semata-mata merupakan suatu tanggapan yang bersifat langsung terhadap stimulus yang datang dari lingkungannya atau dari luar dirinya.

Tetapi tindakan itu merupakan hasil dari pada proses interpretasi terhadap stimulus. Jadi merupakan hasil proses belajar, dalam arti memahami simbol-simbol, dan saling menyesuaikan makna dari simbol-simbol itu. Meskipun norma-norma, nilai-nilai sosial dan makna dari simbol-simbol itu memberikan pembatasan terhadap tindakannya, namun dengan kemampuan berpikir yang dimilikinya manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan tindakan dan tujuan-tujuan yang hendak dicapainya.

Menurut Blumer istilah interaksionisme simbolik menunjukkan kepada sifat khas dari interaksi antar manusia. Kekhasannya, adalah bahwa manusia saling menerjemahkan dan saling mendefinisikan tindakannya. Bukan hanya sekedar reaksi belaka dari tindakan seseorang, terhadap orang lain. Tanggapan seseorang tidak dibuat secara langsung terhadap tindakan orang lain, tetapi didasarkan atas “makna” yang diberikan terhadap tindakan orang lain itu. Interaksi antar individu, diantara penggunaan simbol-simbol, interprestasi atau dengan saling berusaha untuk saling memahami maksud dari tindakan masing-masing.


(57)

Sehingga dalam proses interaksi manusia itu bukan suatu proses dimana adanya stimulus secara otomatis dan langsung menimbulkan tanggapan atau respon. Tetapi antara stimulus yang diterima dan respon yang terjadi sesudahnya diantara proses interprestasi oleh si aktor. Jelas proses interprestasi ini adalah proses berfikir yang merupakan kemampuan yang dimiliki manusia. Proses interprestasi yang menjadi penengah antara stimulus respons menempati posisi kunci dalam teori interaksionalisme simbolik.

Disamping itu, menurut Herbert Blumer tindakan-tindakan bersama yang mampu membentuk struktur atau lembaga itu hanya mungkin disebabkan oleh interaksi simbolis, yang dalam menyampaikan makna menggunakan isyarat dan bahasa. Melalui simbol-simbol yang berarti, simbol-simbol yang telah memiliki makna, objek-objek yang dibatasi dan ditafsirkan, melalui proses interaksi makna-makna tersebut disampaikan pada pihak lain.

Menurut Margaret M.Paloma premis-premis interaksionisme simbolik Blumer tersebut membimbingnya dalam menetapkan garis besar metodologis penelitian. Tindakan sosial harus dilihat sebagai suatu proses dan sehubungan dengan bagaimana tindakan itu terbentuk. Karena itu, organisasi atau struktur sosial dilihat sebagai tindakan organisasi. Interaksionisme simbolik mencoba menjelaskan bagaimana cara para partisipan membatasi, menafsirkan dan menangkap situasi yang kemudian memperlancar pembentukan struktur atau


(58)

perubahannya. Dalam penelitian empiris hakikat prosedural pembentukan “diri” dan struktur sosial tidak boleh diabaikan.9

Beberapa tokoh teori interaksionisme simbolik seperti Blumer, Manis dan Meltzer, Rose, Snow telah menghitung jumlah prinsip dasar teori interaksionisme sombolik ini, yang meliputi:10

a. Tak seperti binatang, manusia dibekali kemampuan untuk berpikir. b. Kemampuan berpikir dibentuk oleh interaksi sosial.

c. Dalam interaksi sosial manusia mempelajari arti dan simbol yang memungkinkan mereka menggunakan kemampuan berpikir mereka yang khusus itu.

d. Makna dan simbol memungkinkan manusia melanjutkan tindakan khusus dan berinteraksi.

e. Manusia mampu mengubah arti dan simbol yang mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasarkan penafsiran mereka terhadap situasi. f. Manusia mampu membuat kebijakan modifikasi dan perubahan, sebagian

karena kemampuan mereka berinteraksi dengan diri mereka sendiri, yang memungkinkan mereka menguji serangkaian peluang tindakan, menilai keuntungan dan kerugian relatif mereka, dan kemudian memilih satu diantara serangkaian peluang tindakan itu.

g. Pola tindakan dan interaksi yang saling berkaitan akan membentuk kelompok dan masyarakat.

9

Dewi Wulansari, Sosiologi Konsep dan Teori (Bandung: PT Refika Aditama, 2009), 195.

10


(59)

Teori interaksionisme simbolik memandang manusia sebagai makhluk sosial dalam suatu pengertian yang mendalam, yakni suatu makhluk yang ikut serta dalam berinteraksi sosial dengan dirinya sendiri, dengan membuat indikasinya sendiri, dan memberikan respon pada sejumlah indikasi.

Asumsi-Asumi interaksionisme simbolik berdasarkan karya Herbert Blumer sebagai berikut:

a. Manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar asumsi internilai simbolik yang dimiliki sesuatu itu (kata benda atau syarat) dan bermakna bagi mereka.

b. Makna-makna itu merupakan hasil interaksi sosial dalam masyarakat manusia.

c. Makna-makna yang muncul dari simbol-simbol yang dimodifikasi dan ditangani melalui proses penafsiran yang digunakan oleh setiap individu dalam keterlibatannya dengan benda-benda dan tanda-tanda yang dipergunakan.11

Interaksionisme simbolik berpandangan bahwa tindakan manusia ditentukan oleh makna yang ada pada dirinya. Makna tersebut berasal dari proses interpretasi seseorang terhadap berbagai objek di luar dirinya ketika interaksi berlangsung. Dengan demikian, makna tersebut bersifat labil dan temporer yang setiap saat memiliki kecenderungan untuk berubah dan mengikuti alur mutual yang terjadi antara diri (self). Dengan demikian, pikiran

11


(1)

97

a. Manusia bertindak terhadap suatu atas dasar asumsi internilai simbolik yang dimiliki sesuatu itu (kata benda atau isyarat) dan bermakna bagi mereka.

b. Makna-makna itu merupakan hasil interaksi sosial dalam masyarakat manusia.

c. Makna-makna yang muncul dari simbol-simbol yang dimodifikasi dan ditangani melalui proses penafsiran yang digunakan oleh setiap individu dalam keterlibatannya dengan benda-benda dan tanda-tanda yang dipergunakan.23

Salah satu efek dari modernisasi adalah pergeseran budaya. Hal ini bisa dilihat dari peruabahan yang terjadi dalam masyarakat. Ketika ada unsur baru yang menarik dihati, maka kita pun dengan perlahan tapi pasti mengikut pada budaya tersebut. Jika melihat perihal masyarakat kita, pergeseran budaya memang wajar terjadi. Setidaknya ini terjadi karena efek dari modernisasi. Terkadang juga budaya yang telah lama dipegang menjadi sedemikian mudah untuk dilepaskan atau perlahan tergeser.

Seperti halnya budaya salaman ketika jam terakhir pelajaran sekolah di kelas yang dahulu dilakukan para pelajar kepada guru dan juga ketika pelajar diluar lingkungan sekolah bertemu guru mereka akan bersalaman, namun sekarang ini sudah mengalami pergeseran dimana para pelajar sudah tidak melakukan budaya salaman seperti dahulu lagi. Itu karena terlalu kerasnya tarikan modernisasi.

23


(2)

BAB IV PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan sebagai berikut:

A. Kesimpulan

Hasil akhir dari penelitian Modernisasi Pergeseran Budaya Salaman (Studi Kasus Tradisi Salaman Di Madrasah Aliyah Masyhudiyah Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik) dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Budaya salaman masa lalu dan sekarang

Budaya salaman masa lalu adalah memberikan rasa hormat kepada yang lebih tua dengan mencium tangan, karena salaman merupakan standart seseorang menghormati orang lain. Akan tetapi dalam era modernisasi khususnya dilingkungan Madrasah Aliyah Masyhudiyah budaya salaman yang dilakukan adalah bersalaman/salim dengan mencium tangan pelajar itu sendiri, terkadang ditempelkan kepipi atau kejidatnya bukan mencium tangan guru. Selain itu pada jam terakhir sekolah, terdapat juga kalangan pelajar yang tidak melakukan salaman/salim ke guru. Bahkan hal tersebut juga terjadi diluar sekolah.

2. Adapun faktor yang mendasari terjadinya pergeseran budaya pelajar ke guru saat ini adalah:


(3)

97

a. Kemajuan Teknologi Informasi membawa budaya baru, jika tidak digunakan secara bijak mengakibatkan tingkah laku sosial yang tidak baik.

b. Karena setiap pelajar mempunyai karakteristik yang berbeda-beda satu sama lain.

c. Kurang menghargai sopan santun, hendaknya sebagai seorang pelajar jika bertemu guru diluar lingkungan sekolah hendaknya memberi salam atau salaman utau salim.

B. Saran

Budaya salaman dalam lingkungan sekolah seyogyanya dimulai sejak dini agar mendapatkan hasil yang lebih efektif dan mampu bertahan dari segala zaman. Budaya salaman harus selalu dilestarikan karena itu adalah warisan secara turun temurun. Jangan biarkan arus modernisasi membuat nilai kesantunan dan kesopanan luntur. Siapa lagi yang bisa menjaga dan melestarikan budaya salaman kalau tidak dari generasi saat ini, karena salaman merupakan sikap rasa hormat seorang pelajar terhadap guru.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan kemungkinan besar masih terdapat kekurangan serta kekeliruan yang tidak penulis sadari itu semua, bukan atas kesenjangan akan tetapi disitulah kemampuan penulis.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Abdulsyani. Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2012.

Alwi, Hasan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, 1982.

Attir, Mustafa O, Burkat Holzner, and Zdenek Suda, Sosiologi Modernisasi Telaah Kritis Tentang Teori, Riset dan realitas. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 1989.

Bachtiar, Wardi. Sosiologi Klasik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010.

Elbadiansyah, Umiarso. Interaksionisme Simbolik Dari Era Klasik Hingga Modern, Jakarta: PT Grafindo Persada, 2014.

Hartono. Kamus Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, 1992. Harjoso. Pengantar Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta, 1977.

Imam Asy’ari, Sapari. Sosiologi. Sidoarjo: Muhammadiyah University Press, 2007.

J.Cohen, Bruce. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992. J Moleong, Lexy. Metode penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya,

2008.

Mahmud. Sosiologi Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia, 2012.

M. Paloma, Margaret. Sosiologi Kotemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010.

M. Amirin, Tatang. Menyusun Perencanaan Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.

Milles, Mattew B. dan Huberman, A.Michael. Analisis Data Kualitatif, Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru. Jakarta: Penerbit Universitas


(5)

99

M. Zetlin, Irving. Memahami Kembali Sosiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Perss, 1998.

M. paloma, Margaret. Sosiologi Kotemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010.

_________________. Sosiologi Kotemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.

Mulyana, Deddy dan Rahmat Jalaluddin. Komunikasi Antarbudaya. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990.

Narbuko, Chalid dan Achmadi, Abu. Metode Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara, 2009.

Nazir, Moh. Metode penelitian. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1989. _________. Metode penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

_________. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: Rosda Karya, 2009.

Peuren, C.A Van. Strategi Kebudayaan. Yogyakarta: PT. Kanisius, 1988. Ritzer, George. Teori Sosiologi. Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2012.

___________. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

___________. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana, 2004.

Schlegel, Stuart A. Penelitian Dan Realitas Sosial Universitas Siah Kuala, Departemen Sosiologi Pedesaan IPB (diktat stensilan) 1997.

Sugiono. Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2008. _______. Metode Penelitian. Bandung: Alfabeta, Cet Ke-10, 2010.

Sukardi. Metode Penelitian Pendidikan Kompetensi Dan Praktinya. Jakarta: Bumi Aksara, 2003.

Soekanto, Soerjono. Memperkenalkan Sosiologi. Jakarta: PT CV Rajawali, 1988. Upe, Ambo. Tradisi dalam Sosiologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010.


(6)

Wirawan, I.B. Teori-teori Sosial dalam Tiga Paradigma. Jakarta: Prenada Media Grup, 2012.

Wirawan. Teori-teori Sosial Dalam Tiga Paradigma. Jakarta: PT Karisma Putra Utama.

Wulansari, Dewi. Sosiologi Konsep dan Teori. Bandung: PT Refika Aditama, 2009.

Jurnal:

Martono, Nanang, “Implementasi Pendidikan Islam: Catatan Pembaharuan Sistem Pendidikan Nasional”, Jurnal penelitian Inovasi dan Perekayasa

Pendidikan Vol. 4 Tahun Ke-2 (April 2012), 5.

Internet:

30 Mei 2016, http://www.pengertianpakar.com html.