Pengaruh Keadilan Organisasional, Kepercayaan Pada Atasan Terhadap Perilaku Kewargaan Organisasi (Organizational Citizenship Behavior)
JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN BISNIS
Volume 1 Nomor 1 Juni 2013, Halaman 56-73
Latar Belakang Penelitian
Efektivitas dan kinerja tim dalam setiap organisasi ditentukan oleh kemampuan anggota tim bekerja dalam tim (work teams ). Kenyataannya, tidak semua orang mampu bekerja dalam tim, karena memerlukan kemampuan individu untuk berkomunikasi secara terbuka dan jujur, bekerja sama dengan orang lain, membagi informasi, mengakui perbedaan dan mampu menyelesaikan konflik, serta dapat menekan tujuan pribadi demi tujuan tim. Kesulitan bekerja dalam tim terutama disebabkan kebiasaan yang sangat individualistik. Sehingga pegawai sudah terbiasa melaksanakan pekerjaannya secara sendiri-sendiri dan kurang peduli terhadap hubungan dengan sesama tim kerja. Padahal keberadaan tim kerja tidak hanya dilihat sebagai tuntutan organisasi agar pegawai mampu melaksanakan tugas mereka secara bersama-sama, akan tetapi tim kerja pada dasarnya merupakan kebutuhan organisasi guna mendukung kelancaran operasional instansi secara keseluruhan.
Kemampuan yang harus dimiliki individu yang bekerja di dalam tim kerja termasuk ke
dalam keterampilan interpersonal yang hanya dapat ditampilkan oleh individu yang peduli terhadap individu yang lain serta berusaha menampilkan yang terbaik bagi rekan kerja dan instansi tempat individu tersebut bekerja. Dengan kata lain individu tersebut menampilkan perilaku extra-role, yaitu perilaku dalam bekerja yang tidak terdapat pada deskripsi kerja formal pegawai tetapi sangat dihargai jika ditampilkan pegawai karena
meningkatkan
efektivitas dan kelangsungan hidup organisasi. Perilaku extra- role dalam organisasi juga dikenal dengan istilah organizational citizenship behavior (OCB) , dan orang yang menampilkan perilaku OCB disebut sebagai pegawai yang baik (good citizen). Sehingga perilaku OCB dalam diri pegawai tidak hanya meningkatkan
kelancaran kegiatan operasional instansi tempat pegawai tersebut bekerja, akan tetapi lebih penting lagi sangat menentukan
keberhasilan instansi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Mengingat
begitu pentingnya organizational citizenship behavior (OCB)
Pengaruh Keadilan Organisasional, Kepercayaan Pada Atasan Terhadap Perilaku
Kewargaan Organisasi (Organizational Citizenship Behavior)
Ratnawati, SE 1 , Khairul Amri, SE. M.Si 1) 2 2) Fakultas Ekonomi Universitas Serambi Mekah
Akademi Sekretari Manajemen (ASM) Nusantara Banda Aceh
Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh keadilan organisasional dan kepercayaan pada atasan terhadap perilaku kewargaan organisasi (organizational citizenship behavior) dikalangan pegawai negeri sipil pada Kodam Iskandar Muda Banda Aceh. Responden penelitian sebanyak 75 orang pegawai instansi tersebut yang diambil secara proporsional sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan peralatan statistik regresi linier berganda. Penelitian menemukan bahwa keadilan organisasional dan kepercayaan pada atasan berpengaruh positif terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pada PNS dilingkungan Kodam Iskandar Muda Banda Aceh. Hubungan antara OCB pada PNS dilingkungan Kodam Iskandar Muda Banda Aceh dengan keadilan organisasional dan kepercayaan pada atasan termasuk katagori erat, ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,569. Selanjutnya sebesar 32,4 persen OCB dikalangan pegawai dipengaruhi oleh keadilan organisasional dan kepercayaan pada atasan. Sisanya sebesar 67,6 persen lagi dipengaruhi oleh variabel lain diluar variabel tersebut. Hasil pengujian statistik dengan menggunakan statistik uji F dan uji t mengindikasikan bahwa secara simultan dan secara parsial keadilan organisasional dan kepercayaan pada atasan berpengaruh signifikan terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pada PNS dilingkungan Kodam Iskandar Muda Banda Aceh, sehingga hipotesis Ha diterima dan sebaliknya hipotesis Ho ditolak. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini organizational citizenship behavior (perilaku kewargaan organisasi) dikalangan PNS pada Kodam Iskandar Muda Banda Aceh terkait erat dengan keadilan organisasional dan kepercayaan pada atasan. Karena itu, sebaiknya pimpinan instansi tersebut dipandang perlu untuk meningkatkan keadilan organisasional dan kepercayaan pegawai pada atasan mereka.
Kata Kunci: Perilaku Kewargaan Organisasi (Organizational Citizenship Behavior), Keadilan Organisasional dan Kepercayaan pada Atasan .
Pengaruh Keadilan Organisasional, Kepercayaan Pada Atasan Terhadap Perilaku Kewargaan Organisasi (Organizational Citizenship Behavior)
Ratnawati, SE dan Khairul Amri, SE, M.Si dikalangan pegawai, maka setiap pimpinan
Secara teoritis, perilaku OCB dikalangan instansi dipandang perlu untuk mengembangkan
pegawai dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor perilaku tersebut. Adanya upaya pimpinan untuk
di antaranya faktor yang berhubungan dengan meningkatkan kesadaran dan rasa kebersamaan di
keadilan organisasional dan kepercayaan pada antara sesama pegawai dalam menyelesaikan
atasan. Keadilan organisasional adalah suatu pekerjaan yang dibebankan merupakan salah satu
perasaan yang ada dalam diri manusia, yang upaya untuk mengembangkan perilaku OCB
menghendaki agar diperlakukan dengan adil di dikalangan
dalam lingkungan organisasi tempat ia bekerja. membantu rekan kerja, sukarela melakukan
Pegawai yang merasakan adanya keadilan kegiatan ekstra di tempat kerja, menghindari
organisasional pada instansi tempat ia bekerja, konflik dengan rekan kerja, melindungi properti
biasanya akan senang berada dalam lingkungan organisasi, menghargai peraturan yang berlaku di
organisasi tersebut. Mereka memiliki anggapan organisasi, toleransi pada situasi yang kurang
bahwa keberadaan mereka diperlakukan sama ideal/menyenangkan di tempat kerja, memberi
dengan pegawai lainnya baik dalam hal keadilan saran-saran yang membangun di tempat kerja,
distributif (seperti penggajian, bonus, insentif dan serta tidak membuang-buang waktu di tempat
lain sebagainya) maupun dalam hal keadilan kerja merupakan contoh perilaku OCB dikalangan
prosedural seperti adanya peraturan yang sama pegawai.
bagi seluruh pegawai. Pada akhirnya penilaian Kodam Iskandar Muda Aceh sebagai
yang baik terhadap keadilan organisasional akan salah satu intitusi memegang peranan yang sangat
mendukung munculnya perilaku kepedulian penting dalam mendukung program pertahanan
terhadap organisasi. Pegawai merasa menjadi dan keamanan. Keberadaan institusi tersebut tidak
bagian dari organisasi dan mau bekorban untuk hanya dilihat sebagai bagian dari intitusi
pencapaian tujuan organisai serta berperilaku baik pemerintah, akan tetapi bagian dari kebutuhan
dengan sesama rekan kerja.
masyarakat di Provinsi Aceh. Untuk mendukung Sedangkan kepercayaan pada atasan kegiatan
berkaitan dengan sikap tidak ragu-ragu dari memiliki 463 orang pegawai yang teralokasi pada
seseorang pegawai (bawahan) kepada atasannya
22 satuan kerja, meliputi Staf Kodam IM, atas kebijakan yang dilakukan atasan tersebut. Denmadam IM, Setumdam IM, Pendam IM,
Pegawai yang memiliki kepercayaan yang tinggi Bintaldam IM, Infolahtadam IM, jasdam IM,
terhadap atasannya akan cenderung menunjukkan Sandidam IM, Puskodaldam IM, Zidam IM,
perilaku konstruktif dalam bekerja. Mereka mau Hubdam IM, Paldam IM, Bekangdam IM,
mendengarkan semua arahan atasan, saling Pomdam IM, Ajendam IM, KesdamIM, Kudam
membantu dalam melaksanakan pekerjaan, dan IM,
menganggap atasan sebagai panutan bagi mereka Babinminvetcaddam IM, Rindam IM, dan
dalam melaksanakan pekerjaan. Pada akhirnya Deninteldam IM.
atasan mendorong Dalam
kepercayaan
terhadap
kewargaan organisasi operasional pegawai yang bekerja dilingkungan
(organizational citizenship behavior) dikalangan Kodam Iskandar Muda Aceh dituntut untuk
pegawai.
mampu bekerja sama secara baik. Pimpinan Dalam kaitannya dengan penelitian ini, tertinggi yang dalam hal ini Pangdam Iskandar
yaitu organizational citizenship behavior (OCB) Muda
dikalangan pegawai Kodam Iskandar Muda Aceh, mengembangkan perilaku OCB bagi seluruh
juga sudah
berupaya
untuk
diketahui bahwa organizational citizenship pegawai yaitu sikap membantu yang ditunjukkan
behavior (OCB) dalam diri pegawai instansi oleh seluruh pegawai yang sifatnya konstruktif.
tersebut berbeda satu sama lain. Ada di antara Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa
pegawai yang memperlihatkan perilaku OCB tidak semua pegawai instansi tersebut memiliki
yang tinggi ditandai dengan keinginan untuk sikap saling membantu. Indikasi lain dari
selalu membantu rekan kerja, ingin memberikan rendahnya perilaku OCB di kalangan sebagian
yang terbaik bagi perusahaan, dan toleransi kecil pegawai wujud melalui sikap rendahnya
terhadap situasi yang kurang menyenangkan toleransi
ditempat kerja serta selalu sungguh-sungguh ideal/menyenangkan di tempat kerja serta
dalam melaksanakan setiap pekerjaan yang kurangnya keinginan untuk memberikan saran-
dibebankan. Sebaliknya juga ada di antara saran yang sifatnya konstruktif di tempat kerja
pegawai instansi tersebut yang memiliki OCB dan lain sebagainya.
yang rendah ditandai dengan rendahnya kemampuan dalam bekerja sama dengan sesama
JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN BISNIS
Volume 1 Nomor 1 Juni 2013, Halaman 56-73
rekan kerja, kurang toleransi terhadap situasi yang tidak secara langsung berhubungan dengan kurang menyenangkan ditempat kerja, dan kurang
individu”. Organizational menghargai peraturan yang berlaku dalam
produktivitas
Citizenship Behavior (OCB) merupakan bentuk perusahaan tersebut. Secara konkrit indikasi
perilaku yang merupakan pilihan dan inisiatif tersebut dapat terlihat dari adanya pegawai yang
individual, tidak berkaitan dengan sistem reward tidak mampu bekerja dalam tim kerja. Pegawai ini
tetapi secara agregat lebih senang melaksanakan pekerjaan secara
formal organisasi
meningkatkan efektivitas organisasi. Ini berarti, individual, sehingga ketika dihadapkan pada
perilaku tersebut tidak termasuk ke dalam bidang pekerjaan yang membutuhkan kerja sama
persyaratan kerja atau deskripsi kerja karyawan tim, pegawai tersebut kelihatan tidak produktif.
sehingga jika tidak ditampilkan pun tidak Bahkan pegawai tersebut juga kurang menghargai
diberikan hukuman. Berkaitan dengan teori di atas pendapat pegawai lain dalam tim kerjanya.
Organizational Citizenship Behavior (OCB) juga Indikasi lainnya dari rendahnya OCB
merupakan kontribusi individu dalam melebihi dikalangan pegawai juga terlihat dari adanya di
tuntutan peran di tempat kerja dan kemudian antara pegawai yang kurang patuh dengan
diberi imbalan berdasarkan perolehan kinerja perintah atasan. Pegawai ini cenderung lebih
tugas. OCB ini melibatkan beberapa perilaku mementingkan penyelesaian pekerjaannya sendiri,
meliputi perilaku menolong orang lain, menjadi kendatipun menurut arahan atasan penyelesaian
sukarelawan untuk tugas-tugas ekstra, dan patuh pekerjaan tersebut harus dilakukan secara
terhadap aturan-aturan dan prosedur-prosedur bersamaan karena terkait dengan bidang pekerjaan
Perilaku-perilaku ini lain. Sebagaimana yang telah dijelaskan
ditempat
kerja.
menggambarkan ”nilai tambah karyawan” yang sebelumnya bahwa organizational citizenship
merupakan salah satu bentuk perilaku prososial, behavior (OCB) dapat dipengaruhi oleh keadilan
yaitu perilaku sosial yang aktif, konstruktif dan organisasional dan kepercayaan pada atasan.
bermakna membantu.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Robbins (2001:123) menyatakan contoh keadilan organisasional dan kepercayaan pada
perilaku yang termasuk kelompok OCB adalah atasan terhadap perilaku kewaraan organisasi
membantu rekan kerja, sukarela melakukan (organizational citizenship behavior) dikalangan
kegiatan ekstra di tempat kerja, menghindari pegawai negeri sipil pada Kodam Iskandar Muda
konflik dengan rekan kerja, melindungi properti Banda Aceh.
organisasi, menghargai peraturan yang berlaku di organisasi, toleransi pada situasi yang kurang
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
ideal/menyenangkan di tempat kerja, memberi
Organizational Citizenship Behavior (OCB)
saran-saran yang membangun di tempat kerja, Perilaku
serta tidak membuang-buang waktu di tempat (organizational citizenship behavior) merupakan
perilaku yang tidak secara langsung atau tidak Semua contoh perilaku yang disebutkan secara eksplisit berada dalam sistem formal dan
di atas, hanya dapat ditampilkan oleh individu dalam pemberian penghargaan organisasi.
yang peduli terhadap individu yang lain dan Perilaku tersebut terkait dengan dua variabel yaitu
berusaha menampilkan yang terbaik jauh melebihi dirinya sendiri (person) dan situasi (situation),
yang diprasyaratkan dalam pekerjaannya. Dengan atau sering disebut dengan faktor diposisional dan
kata lain individu tersebut menampilkan perilaku situasional (Barnard dan Russel, dalam Mahdi
extra-role. Perilaku extra-role adalah perilaku 2008:151). Sedangkan Huang dan Yang
dalam bekerja yang tidak terdapat pada deskripsi (2004:127) menyatakan bahwa Organizational
kerja formal karyawan tetapi sangat dihargai jika Citizenship Behavior (OCB) merupakan istilah
ditampilkan karyawan karena meningkatkan yang digunakan untuk mengidentifikasi perilaku
efektivitas dan kelangsungan hidup organisasi. karyawan. OCB didefinisikan “sebagai perilaku
Perilaku extra-role dalam organisasi juga dikenal yang menguntungkan organisasi atau berniat
dengan istilah organizational citizenship behavior menguntungkan organisasi yang secara langsung
(OCB) , dan orang yang menampilkan perilaku mengarah pada peran pengharapan”.
OCB disebut sebagai karyawan yang baik (good Selanjutnya Porter yang dikutip oleh
citizen ) (Purba dan Nina, 2004:109). Purba dan Nina (2004:108) menyatakan bahwa
Mengacu pada penjelasan di atas dapat Organizational Citizenship Behavior (OCB) juga
disimpulkan bahwa organizational citizenship dapat didefinisikan sebagai sikap membantu yang
behavior (OCB) adalah perilaku extra-role yang ditunjukkan oleh anggota organisasi, yang
dapat menguntungkan organisasi. Organizational sifatnya konstruktif, dihargai oleh perusahaan tapi
citizenship behavior (OCB) merupakan perilaku
Pengaruh Keadilan Organisasional, Kepercayaan Pada Atasan Terhadap Perilaku Kewargaan Organisasi (Organizational Citizenship Behavior)
Ratnawati, SE dan Khairul Amri, SE, M.Si yang sifatnya sukarela (bukan merupakan
yang mungkin akan berhasil dengan mengikuti tindakan yang terpaksa terhadap hal-hal yang
nasehat sesama rekan kerja, (5) sopan, misalnya mengedepankan kepentingan organisasi), wujud
memahami dan berempati waktupun saat dikritik. dari kepuasan berdasarkan kinerja (tidak
Hampir sama dengan pendapat di atas, diperintahkan secara formal), dan tidak berkaitan
Organ yang dikutip oleh Purba dan Nina secara langsung dengan sistem imbalan yang
(2004:110), Organizational Citizenship Behavior formal.
(OCB) terdiri dari lima dimensi: Gonzalez dan Garazo yang dikutip oleh
perilaku membantu Gunara dkk (2009:27) menyatakan, dimensi OCB
1) Altruism,
yaitu
meringankan pekerjaan yang ditujukan terdiri dari:
kepada individu dalam suatu organisasi.
1) Altruisme yaitu perilaku membantu rekan
2) Courtesy, yaitu membantu teman kerja, kerja dalam menyelesaikan pekerjaannya,
mencegah timbulnya masalah sehubungan misalnya bersedia secara sukarela membantu
dengan pekerjannya dengan cara memberi rekan kerja yang kurang paham dan kerja
konsultasi dan informasi serta menghargai kerja baru, membantu rekan kerja yang
kebutuhan mereka,
mendapatkan
3) Sportsmanship, yaitu toleransi pada situasi mengerjakan pekerjaan rekan kerja yang
pekerjaan
overload,
yang kurang ideal di tempat kerja tanpa tidak masuk kerja.
mengeluh,
2) Courtesy, yaitu perilaku untuk mencegah
4) Civic virtue, yaitu terlibat dalam kegiatan- terjadinya masalah yang berkaitan dengan
kegiatan organisasi dan peduli pada hubungan pekerjaan, misalnya mendorong
kelangsungan hidup organisasi, rekan kerja yang bekerja malas-malasan agar
5) Conscientiousness, yaitu melakukan hal-hal bekerja lebih rajin.
yang menguntungkan organisasi seperti
3) Sportmanship, yaitu perilaku menerima mematuhi peraturan-peraturan di organisasi. kondisi
Dimensi altruism merupakan perilaku menyenangkan dan kurang ideal, misalnya
membantu karyawan lain tanpa ada paksaan pada tidak suka mengeluh secara picik, tidak suka
tugas-tugas yang berkaitan erat dengan operasi melalaikan realitas.
organisasional. Hal ini meliputi: perilaku
4) Civic virtue yaitu perilaku tanggung jawab membantu orang tertentu menggantikan rekan untuk
kerja yang tidak masuk atau istirahat, membantu kehidupan perusahaan, misalnya menghadiri
orang lain yang pekerjannya overload, membantu pertemuan yang tidak diperlukan bagi dirinya
proses orientasi karyawan baru meskipun tidak tetapi bermanfaat bagi perusahaan, bersedia
diminta, membantu mengerjakan tugas orang lain mengikuti
pada saat mereka tidak masuk, meluangkan waktu perubahan yang terjadi dalam perusahaan,
atau
mentaati perubahan-
untuk membantu orang lain berkaitan dengan memiliki inisiatif untuk meningkatkan
permasalahan-permasalahan pekerjaan, menjadi produktivitas perusahaan.
sukarelawan untuk mengerjakan sesuatu tanpa
5) Conscientiousness
diminta, membantu orang lain di luar departemen compliance yaitu dedikasi untuk bekerja dan
atau
generalized
ketika mereka memiliki permasalahan, sehingga mencapai hasil di atas standar yang
membantu pelanggan dan para tamu jika mereka ditetapkan, misalnya bekerja sepanjang hari,
membutuhkan bantuan.
tidak membuang-buang waktu, mentaati Dimensi courtesy merupakan perilaku semua peraturan perusahaan, secara sukarela
meringankan masalah-masalah yang berkaitan bersedia melakukan pekerjaan yang tidak
dengan pekerjaan yang dihadapi orang lain. menjadi tanggung jawabnya.
Termasuk di dalamnya adalah perilaku membantu Kelima dimensi OCB tersebut juga dapat
rekan kerja untuk mencegah terjadinya masalah dikatakan sebagai bentuk dari OCB. Hal ini
yang berkaitan dalam konteks pekerjaan, atau pun sebagaimana dikatakan oleh Luthans (2005:212)
berkembangnya masalah yang bahwa OCB dapat memiliki banyak bentuk, tetapi
mencegah
diakibatkan oleh konteks pekerjaan tersebut. utamanya dapat disimpulkan sebagai berikut: (1)
Dimensi sportsmanship berkaitan dengan Altruisme, misalnya: membantu saat rekan kerja
pantangan-pantangan membuat isu-isu yang tidak sehat, (2) kesungguhan, misalnya: lembur
merusak meskipun merasa jengkel, yang meliputi untuk menyelesaikan kejeraan, (3) kepentingan
: kemauan untuk bertoleransi tanpa mengeluh, umum, misalnya: rela mewakili perusahaan untuk
menahan diri dari aktivitas-aktivitas mengeluh program bersama, (4) sikap sportif, misalnya: ikut
dan pengumpat, tidak mencari-cari kesalahan menanggung kegagalan pekerjaan kelompok/tim
dalam organisasi, tidak mengeluh tentang segala
JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN BISNIS
Volume 1 Nomor 1 Juni 2013, Halaman 56-73
sesuatu, serta tidak
Keadilan organisasional juga dapat pemasalahan di luar proporsinya. Dimensi civic
membesar-besarkan
diartikan sebagai suatu perasaan yang ada dalam virtue menunjukkan partisipasi rukarela dan
menghendaki agar dukungan terhadap fungsi-fungsi organisasi baik
diperlakukan dengan adil di dalam lingkungan secara profesional maupun sosial alamiah. Secara
organisasi tempat ia bekerja. Konsep ini perlu umum hal ini berarti keterlibatan seseorang dalam
selalu dikaitkan dengan organisasi, karena fungsi-fungsi organisasi, memberikan perhatian
organisasi merupakan “rumah kedua” setelah terhadap
orang berada dalam rumahnya sendiri. Artinya, meningkatkan citra organisasi, memberikan
sebagian waktu kehidupannya dihabiskan untuk perhatian terhadap pertemuan-pertemuan yang
kepentingan rumah kedua tersebut yang dalam hal dianggap penting, serta membantu mengatur
ini adalah bekerja. Menurut Greenberg yang kebersamaan secara departemental.
dikutip oleh Mahdi (2008:155), keadilan Selanjutnya dimensi conscientiousness
organisasional adalah pandangan anggota berisi tentang kinerja dari prasyarat peran yang
keadilan dalam melebihi standar minimum, yang dalam hal ini
organisasi
terhadap
pendistribusian sumber daya yang ada. meliputi perilaku yang melebihi prasyarat
menyatakan keadilan minimum seperti: kehadiran, kepatuhan terhadap
Selanjutnya
dia
organisasional tidak hanya diwujudkan dengan aturan, tiba lebih awal sehingga siap bekerja pada
distribusi outcome yang adil (keadilan distributif), saat jadwal kerja dimulai, tepat waktu setiap hari
tetapi juga keadilan dalam proses yang digunakan tidak peduli pada musim atau pun lalu lintas,
untuk mencapai outcome (keadilan prosedural). berbicara seperlunya dalam percakapan di telepon,
Sedangkan menurut Folger & Konovsky yang tidak menghabiskan waktu untuk pembicaraan di
dikutip oleh Mahdi (2008:156), keadilan luar pekerjaan, datang segera jika dibutuhkan,
organisasional merupakan persepsi individu serta tidak mengambil kelebihan waktu meskipun
terhadap adil atau tidaknya perlakuan yang memiliki waktu ekstra.
diterima dalam organisasi.
Mahdi (2008:152) mengemukakan, secara Beugre yang dikutip oleh Mahdi terperinci pengukuran OCB dapat dilakukan
mengidentifikasi keadilan dengan
organisasional dalam 3 (tiga) dimensi keadilan indikator/pernyataan sebagai berikut:
yaitu keadilan distributif, keadilan prosedural dan
1) Suka membantu rekan kerja yang meminta
keadilan interaksional.
pertolongan dengan senang hati.
1. Keadilan Distributif
2) Selalu berhati-hati dalam melaksanakan tugas, Persepsi keadilan distributif menunjuk dan mau berjuang untuk melindungi reputasi
pada penilaian tentang keadilan hasil yang instansi.
diterima oleh individu. Penemuan-penemuan
penelitian menjelaskan bahwa keadilan distributif terselesaikan dengan lembur.
3) Siap melakukan
berhubungan dengan persepsi individu atas
4) Suka bertindak spotif hubungannya dengan individu lain yang memiliki
5) Biaya menahan diri terhadap perilaku yang sumber daya (Marshall et al., 2001:115). tidak disukai orang lain.
Keadilan distributif dapat juga diartikan sebagai
6) Menghormati rekan kerja atau siapa saja yang persepsi para pekerja di suatu organisasi yang ada dalam lingkungan kerja.
menganggap bahwa semua yang didapatkannya
7) Sering berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan selama bekerja di organisasi tersebut adalah wajar yang diadakan oleh instansi dan menyukai
sesuai imbalan atau kompensasi yang harus kegiatan tersebut.
diperolehnya. Schuler dan Jackson (2002: 81) menyatakan tidak aneh bila setiap orang
Keadilan Organisasional
mengharapkan hasil yang sesuai dengan Pareke (2004:52) menyatakan, persepsi
keinginannya dan menguntungkan dirinya. Maka tentang aspek-aspek keadilan dalam kehidupan
dalam keadilan distributif sudut pandang organisasi merupakan bentuk reaksi pegawai yang
perbandingan antara hasil yang diperoleh oleh berhubungan dengan penilaian tentang kewajaran
seseorang pegawai dengan hasil yang diperoleh dan kelayakan yang terdapat dalam kehidupan
pegawai lain, dan situasi yang dihadapi oleh berorganisasi.
seseorang pegawai juga dibandingkan dengan kewajaran dan kelayakan dalam kehidupan
situasi yang dihadapi oleh pegawai lain. Situasi berorganisasi dikonseptualisasikan ke dalam
yang dihadapi oleh seseorang pegawai dapat berbagai dimensi yang paling terkenal adalah
digunakan untuk menilai perlakuan atasan keadilan prosedural dan keadilan distributif.
terhadap dirinya, apakah dia diperlakukan adil
Pengaruh Keadilan Organisasional, Kepercayaan Pada Atasan Terhadap Perilaku Kewargaan Organisasi (Organizational Citizenship Behavior)
Ratnawati, SE dan Khairul Amri, SE, M.Si atau tidak. Secara umum pegawai menilaih bahwa
melebihi kewajiban kerja formalnya”. Keadilan sistem penggajian itu adil bila mereka menerima
distributif merupakan suatu anggapan mengenai gaji yang besarnya sama dengan pekerjaan yang
keadilan hasil oleh organisasi dalam hubungannya telah mereka lakukan. Jadi keadilan distributif
dengan individu atau input kelompok, dan tersebut dilihat dari konteks equality (persamaan),
keadilan ini didominasi oleh teori kesamaan atau
(Adams dalam Thornhill dan Saunders, 2003:78), manfaat/jasa (Schuler dan Jackson, 2002: 82).
khususnya dalam hal bagaimana individu Keadilan sosial
mengevaluasi dan bereaksi terhadap perlakuan mengenai keputusan organisasional. Metode yang
meneliti
persepsi
yang berbeda.
digunakan untuk menelitinya dan meneliti sikap Untuk mengukur keadilan distributif dari mereka yang dipengaruhi melalui tiga teori
digunakan distributive justice index yang terdiri yang diungkapkan oleh Folger dan Cropanzano
dari 5 (lima) butir pernyataan yang dikembangkan (Thornhill dan Saunders, 2004:75). Teori pertama
oleh Mueler seperti dikutip oleh Mahdi berhubungan dengan persepsi pekerja mengenai
(2008:153) dengan skala Likert lima tingkatan, hasil disebut keadilan distributif. Teori kedua
dari 1 (sangat tidak setuju) hingga 5 (sangat yaitu keadilan prosedural yang berfokus persepsi
setuju) seperti berikut.
pekerja tentang keadilan prosedur yang digunakan
bekerja memberikan untuk membuat keputusan. Dan teori ketiga
1) Instansi
tempat
adil berdasarkan adalah keadilan interaksional yang menekankan
penghargaan yang
pertimbangan besarnya tanggung jawab yang pada persepsi tentang keadilan perlakuan
dilaksanakan oleh pegawai. interpersonal yang diterima pekerja.
bekerja memberikan Keadilan organisasional digunakan untuk
2) Instansi
tempat
adil berdasarkan mengkategorikan dan menjelaskan pandangan dan
penghargaan
yang
pertimbangan pengalaman yang dimiliki perasaan pekerja tentang sikap mereka sendiri dan
pegawai.
bekerja memberikan dihubungkan dengan pemahaman mereka dalam
orang lain dalam organisasi, dan hal itu
3) Instansi
tempat
penghargaan yang adil atas besarnya usaha menyatukan persepsi secara subyektif yang
yang dilakukan pegawai untuk instansi. dihasilkan dari hasil keputusan yang diambil
bekreja memberikan organisasi, prosedur dan proses yang digunakan
4) Instansi
tempat
penghargaan yang adil atas pekerjaan yang untuk menuju pada keputusan-keputusan ini serta
dilakukan pegawai dengan baik. implementasinya. Keadilan distribusi telah
bekerja memberikan berkembang untuk mengembangkan teori dalam
5) Instansi
tempat
penghargaan yang adil terhadap tingkat hubungan tiap tiap aspek dan persepsi pekerja
tekanan dan ketegangan mental yang mengenai hasil keputusan yang diambil oleh
dihadapi pegawai dalam menjalankan tugas. organisasi dan tanggapan mereka pada bentuk
Dalam penelitian ini, pengukuran dasar keadilan distribusi ini (Thornhill dan
keadilan distributif mengacu pada lima item Saunders, 2004:76).
pernyataan tersebut. Sehingga indikator variabel Persepsi keadilan distributif merupakan
yang dijadikan dasar pengembangan kuesioner perbandingan dengan yang lain. Akibatnya,
penelitian berkaitan dengan penilaian pegawai persepsi tentang keadilan hasil tidak hanya akan
terhadap kesesuaian antara penghargaan/imbalan berhubungan dengan ukuran absolut, tetapi juga
yang mereka peroleh di satu sisi dengan besarnya akan berdasar pada satu ukuran atau lebih, yaitu
tanggung jawab yang diberikan instansi, perbandingan sosial. Hasil tersebut berkenaan
pengalaman kerja mereka, usaha yang mereka dengan perbandingan atau standar dan pengaruh
lakukan, keberhasilan dalam menjalankan kekuatan perasaan maupun penilaian adil atau
pekerjaan secara baik dan ketegangan mental yang tidaknya hasil yang didapat (Sabbagh, 2003:265).
mereka hadapi dalam bekerja di sisi lain. Untuk meneliti persepsi keadilan dalam
2. Keadilan Prosedural
proses pemberdayaan manusia membutuhkan Teori tentang keadilan prosedural pemahaman
prosedur-prosedur yang organisasional. Perlakukan yang adil telah
berkaitan dengan
digunakan organisasi untuk mendistribusikan diidentifikasilkan sebagai suatu komponen
sumberdaya-sumberdaya penting dalam meningkatkan komitmen pekerja
hasil-hasil
dan
organisasi kepada para anggotanya. Para peneliti (Harris, 2002:57). Folger dan Cropanzano dalam
umumnya mengajukan dua penjelasan teoritis Harris (2002:58) mengamati bahwa sikap adil
mengenai proses psikologis yang mendasari berkembang “untuk membantu meningkatkan
pengaruh keadilan prosedural, yaitu: kontrol perilaku anggota organisasi untuk bekerja
proses atau instrumental dan perhatian-perhatian
JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN BISNIS
Volume 1 Nomor 1 Juni 2013, Halaman 56-73
relasional atau komponen struktural. Perspektif sesuai dengan nilai-nilai etis mereka, dan dengan kontrol instrumental atau proses berpendapat
suatu hasil yang dapat dimodifikasi. bahwa prosedur-prosedur yang digunakan oleh
Keadilan prosedural juga dapat diartikan organisasi akan dipersepsikan lebih adil manakala
sebagai persepsi mengenai kebijakan serta individu yang terpengaruh oleh suatu keputusan
prosedur yang dipakai organisasi untuk membuat memiliki
keputusan telah sesuai dengan yang semestinya. mempengaruhi
kesempatan-kesempatan
untuk
Pegawai memiliki kesempatan berpartisipasi keputusan atau menawarkan masukan (Taylor
proses-proses
penetapan
dalam pembuatan keputusan berkaitan dengan dalam Pareke, 2003:56).
pekerjaan mereka. Variabel keadilan prosedural Mahdi (2008:161) menyatakan, keadilan
dapat diukur dengan 7 (tujuh) item pernyataan prosedural adalah persepsi dari para pekerja di
yang dikembangkan oleh Leventhal yang dikutip suatu organisasi yang menganggap bahwa
oleh Mahdi (2008:157) dengan indikatornya penghargaan atau fasilitas yang diterimanya pada
sebagai berikut.
organisasi tersebut melalui aturan-aturan yang
1) Instansi tempat bekerja telah membuat benar, misalnya untuk memperoleh hak cuti perlu
prosedur formal yang memungkinkan untuk mengajukan izin lebih dahulu seminggu
mengumpulkan informasi yang dibutuhkan sebelumnya agar dapat diatur penggantinya
dalam pengambilan keputusan secara akurat. selama cuti dan sebagainya. Schuler dan Jackson
2) Instansi tempat bekerja telah membuat (2002: 82) menguatkan bahwa pandangan
prosedur formal yang membuat pegawai mengenai keadilan tidak terletak pada hasil akhir
merasa tertarik dan tertantang dalam partisipasi saja. Keyakinan mengenai keseluruhan proses
pembuatan keputusan.
yang digunakan untuk menentukan hasil akhir
3) Instansi tempat bekerja telah membuat juga mempengaruhi pandangan itu. Istilah
prosedur formal sehingga segala sisi yang keadilan prosedural mengacu pada keadilan dan
pengambilan keputusan keterbukaan dalam proses menentukan hasil akhir.
4) Instansi tempat bekerja telah membuat menyatakan, orang mempunyai persepsi keadilan
Tyler yang dikutip oleh Mahdi (2008:159)
prosedur standar umum yang formal, sehingga prosedural yang tinggi ketika mereka percaya
hasil keputusan konsisten dengan pedoman bahwa mereka mempunyai kesempatan untuk
tersebut.
berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan,
5) Instansi tempat bekerja telah mengembangkan dan dapat memastikan bahwa para atasan berlaku
prosedur yang diciptakan untuk mendengar netral dan tidak bias. Sedangkan menurut Folger
kepentingan seluruh pihak yang terpengaruh dan Konovsky (2002:130) keadilan prosedural
oleh pengambilan suatu keputusan. merupakan keadilan yang dirasakan individu pada
6) Instansi tempat bekerja telah mendesain proses penentuan outcome yang diterimanya.
prosedur untuk menyediakan umpan balik Gilliland dalam Pareke (2003:37)
yang berguna berkaitan dengan pengambilan menyatakan
keputusan dan implementasinya. komponen struktural mengatakan bahwa keadilan
bahwa perspektif
komponen
7) Instansi tempat bekerja telah menciptakan prosedural merupakan suatu fungsi dari sejauh
prosedur yang memungkinkan klarifikasi atau mana sejumlah aturan-aturan prosedural dipatuhi
mengenai suatu atau dilanggar. Aturan-aturan tersebut memiliki
informasi
tambahan
pengambilan keputusan.
implikasi yang sangat penting karena dipandang Dalam penelitian ini, pengukuran variabel sebagai manifestasi nilai-nilai proses dasar dalam
keadilan prosedural mengacu pada indikator- organisasi. Jadi individu dalam organisasi akan
indikator yang dijelaskan di atas, dan selanjutnya mempersepsikan adanya keadilan prosedural
dijabarkan dalam bentuk item pernyataan positif manakala aturan prosedural yang ada dalam
pada kuesioner yang digunakan dalam organisasi dipenuhi oleh para pengambil
pengumpulan data.
kebijakan. Sebaliknya apabila prosedur dalam
3. Keadilan Interaksional
organisasi itu dilanggar maka individu akan Keadilan interaksional ialah persepsi dari mempersepsikan
para pekerja di suatu organisasi yang menganggap Karenanya keputusan harus dibuat secara
adanya
ketidak-adilan.
bahwa saling hubungan antara karyawan dengan konsisten tanpa adanya bias-bias pribadi dengan
rekan sekerjanya dalam suasana/iklim yang baik melibatkan sebanyak mungkin informasi yang
atau kondusif, yang memudahkan masing-masing akurat, dengan kepentingan-kepentingan individu
karyawan berinteraksi satu sama lain, termasuk yang terpengaruh terwakili dengan cara-cara yang
harmonisnya hubungan antara atasan dengan bawahan langsung dalam batas-batas yang wajar.
Pengaruh Keadilan Organisasional, Kepercayaan Pada Atasan Terhadap Perilaku Kewargaan Organisasi (Organizational Citizenship Behavior)
Ratnawati, SE dan Khairul Amri, SE, M.Si Bies et all yang dikutip oleh Mahdi (2008:161)
pondasi dari bisnis. Suatu transaksi bisnis antara menyatakan, orang menaruh perhatian pada
dua pihak atau lebih akan terjadi apabila masing- perlakukan interpersonal yang mereka terima dari
masing saling mempercayai. Kepercayaan (trust) pembuat keputusan dan perlakuan dari atau
ini tidak begitu saja dapat diakui oleh pihak interaksi dengan rekan sekerjanya. Menurut
lain/mitra bisnis, melainkan harus dibangun mulai Greenberg (2006:403) keadilan prosedural terdiri
dari awal dan dapat dibuktikan. Trust telah dari dua dimensi yaitu dimensi prosedural formal
dipertimbangkan sebagai katalis dalam berbagai dan dimensi keadilan interaksional. Prosedur
transaksi antara penjual dan pembeli agar formal mengarah pada sistem birokratik yang
kepuasan konsumen dapat terwujud sesuai dengan dipakai dalam membuat keputusan, sedangkan
yang diharapkan.
keadilan interaksional merupakan keadilan yang Selanjutnya Yousafzai et al. (2003:851) dirasakan dalam konteks kualitas dan sisi dari
menyatakan, setidaknya terdapat enam definisi interaksi seseorang terhadap orang lain. Persepsi
mengenai kepercayaan (trust) sebagai berikut: keadilan interaksional menekankan karyawan
1) Trust adalah keyakinan bahwa kata atau janji dijamin/dihargai martabatnya, perasaannya dan
seseorang dapat dipercaya dan seseorang dihormati serta apakah keputusan pimpinan
akan memenuhi kewajibannya dalam sebuah dikomunikasikan dan dijelaskan dengan tepat
hubungan pertukaran.
(Greenberg, 2006:404).
2) Trust akan terjadi apabila seseorang memiliki Keadilan interaksional dapat didefinisikan
kepercayaan diri dalam sebuah pertukaran sebagai persepsi tentang kualitas perlakuan antar
dengan mitra yang memiliki integritas dan pribadi di antara para individu yang dirasakan
dapat dipercaya.
pegawai sewaktu bekerja dengan atasan. Beugre
3) Trust adalah kemauan seseorang untuk peka (2008:109) menyatakan, keadilan organisasional
terhadap tindakan orang lain berdasarkan juga
pada harapan bahwa orang lain akan interpersonal yang diterima pekerja selama
dapat berarti
kualitas
perlakukan
melakukan tindakan tertentu pada orang yang pengimlementasian prosedur tertentu oleh pihak
mempercayainya, tanpa tergantung pada yang berwenang. Pengukuran variabel keadilan
kemampuannya untuk mengawasi dan interaksional memakai lima butir item pernyataan
mengendalikannya.
yang dikembangkan oleh Moorman yang dikutip
4) Trust adalah wilayah psikologis yang oleh Mahdi (2008:162) seperti berikut.
merupakan perhatian untuk menerima apa
1) Atasan mempertimbangkan pemikiran yang adanya berdasarkan harapan terhadap diajukan oleh pegawai.
perhatian atau perilaku yang baik dari orang
2) Atasan mampu mengatasi bias personalia
lain.
ketika menjalankan tugasnya.
5) Trust adalah kemauan untuk membuat
3) Atasan memperlakukan pegawai dengan dirinya peka pada tindakan yang diambil oleh ramah tamah dan penuh perhatian.
orang yang dipercayainya berdasarkan pada
4) Atasan menunjukkan perhatiannya terhadap rasa kepercayaan dan tanggung jawab. hak-hak pegawai
6) Trust adalah penilaian hubungan seseorang
5) Atasan menempuh cara-cara yang jujur dengan orang lain yang akan melakukan ketika berdiskusi dengan pegawai.
transaksi tertentu menurut harapan orang Dalam penelitian ini, pengukuran variabel
kepercayaannya dalam suatu lingkungan keadilan interaksional mengacu pada indikator-
yang penuh ketidakpastian. indikator di atas yang seterusnya dijabarkan
Baloglu yang dikutip oleh Susan dalam kuesioner yang digunakan dalam
(2005:112) menyatakan, kepercayaan sebagai pengumpulan data.
keyakinan seseorang terhadap reliabilitas dan integritas. Kepercayaan didefinisikan sebagai
Kepercayaan
dimensi hubungan bisnis yang menentukan Costabile yang dikutip oleh Ferrinadewi
tingkat dimana orang merasa dapat bergantung dan Djati (2004:21) mendefinisikan kepercayaan
pada integritas janji yang ditawarkan oleh orang (trust) sebagai persepsi terhadap kehandalan dari
lain. Hal ini secara mendasar merupakan sudut pandang pelanggan didasarkan pada
keyakinan bahwa seseorang akan memberikan apa pengalaman, atau mengarah pada tahapan
yang dijanjikan.
transaksi atau interaksi yang dicirikan oleh Berdasarkan pendapat-pendapat di atas terpenuhinya harapan kinerja produk dan
dapat dipahami bahwa kepercayaan pada dasarnya tercapainya kepuasan. Sedangkan Yousafzai et
berhubungan dengan perasaan seseorang terhadap al. , (2003:849) menyatakan, trust merupakan
suatu objek yang didasarkan pada berbagai
JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN BISNIS
Volume 1 Nomor 1 Juni 2013, Halaman 56-73
pertimbangan. Kepercayaan terkait dengan rasa Pengukuran kepercayaan terhadap atasan percaya atau tidak percaya dalam diri seseorang
dalam hal ini memakai7item pertanyaan dalam 5 terhadap apa yang ditawarkan oleh orang lain,
opsi skala Likert yang dikembangkan oleh karena itu kepercayaan juga berhubungan dengan
Robinson (2006 :154) yang diidentifikasi dari perasaan yakin atau tidak yakin yang dimiliki oleh
Gabrro dan Athos dengan indikatornya sebagai seseorang terhadap apa yang dijanjikan oleh orang
berikut:
lain.
1) Rasa percaya bahwa atasan mempunyai Kepercayaan
dalam
organisasi
integritas yang tinggi.
berhubungan dengan apa yang menurut organisasi
2) Atasan memberlakukan pegawai secara dianggap benar dan dianggap tidak benar.
konsisten dan tidak akan membohongi Kepercayaan melukiskan karakteristik normal
pegawai.
organisasi atau kode etik organisasi (Wirawan,
3) Atasan selalu jujur dan benar. 2007:52-53). Asal usul kepercayaan dapat dicari
4) Secara umum pegawai percaya atasan dari pola pikir atau kepercayaan pendiri dan para
memotivasi mereka dan memberikan pemimpin organisasi. Dapat juga merupakan
perhatian yang baik.
kesepakatan anggota
5) Pegawai tak terpikir atasan mereka diformulasikan melalui pertemuan formal
organisasi
yang
memperlakukan mereka secara tidak wajar. (misalnya rapat atau kongres). Kepercayaan dapat
6) Atasan selalu bersifat terbuka dan akrab formal (tertulis) dan dapat tidak formal (tidak
sekali dengan pegawai. tertulis). Pernyataan kepercayaan organisasi
7) Pegawai yakin, bahwa mereka sepenuhnya memberikan dasar nilai proses perencanaan dan
dapat percaya pada atasan. evaluasi
Dalam penelitian ini, pengukuran variabel Kepercayaan dan nilai-nilai organisasi dapat
kepercayaan pada atasan mengacu pada 7 (tujuh) digunakan sebagai landasan untuk strategi
indikator tersebut yang kemudian dijabarkan organisasi.
dalam item pernyataan kuesioner yang digunakan Lebih lanjut Wirawan (2007:115)
dalam pengumpulan data.
menyatakan, walaupun sering tidak dinyatakan kepercayaan merefleksikan pemahaman anggota
Keterkaitan Keadilan Organisasional dan
organisasi mengenai cara organisasi bekerja dan
Kepercayaan
pada
Atasan Dengan
kemungkinan konsekuensi tindakan yang mereka
Organizational Citizenship Behavior (OCB)
lakukan. Misalnya, di suatu organisasi anggota Banyak penelitian dilakukan untuk menghargai ide produk baru berdasarkan
menjelaskan pentingnya pengaruh alokasi atau kepercayaan bahwa inovasi merupakan cara untuk
pendistribusian sumber daya dalam organisasi mencapai kemajuan. Di sejumlah organisasi
perusahaan. Lawler yang dikutip oleh Handi dan lainnya, anggota menganggap bahwa analisis
Fendy (2007:102) menyatakan, menyatakan kuantitatif berdasarkan kepercayaan mampu
bahwa pendistribusian imbalan perusahaan seperti mengontrol risiko dan merupakan cara untuk
gaji, promosi, jabatan, evaluasi kinerja dan masa mencapai kemajuan. Kepercayaan-kepercayaan
jabatan kerja memiliki pengaruh yang kuat ini jarang berdasarkan suatu pernyataan nilai-
kewargaan organisasi nilai; lebih sering kepercayaan tersebut
terhadap
perilaku
(organizational citizenship behavior) dikalangan berdasarkan pengakuan terhadap pola jalur karier
pegawai. Folger dan Konovsky (2002:130) yang diambil oleh para eksekutif yang sukses atau
menyatakan bahwa bahwa persepsi terhadap yang gagal dalam waktu yang lama.
keadilan distributif sebagai salah satu jenis keadilan organisasional berhubungan secara
Kepercayaan Terhadap Atasan
signifikan dengan perilaku kewargaan organisasi. Mahdi
Mobley yang dikutip oleh Handi dan kepercayaan terhadap atasan adalah sikap tidak
menyatakan,
Fendy (2007:103) mengawali sebuah penjelasan ragu-ragu dari seseorang karyawan kepada
yang komprehensif tentang proses psikologis yang atasannya atas kebijakan yang dilakukan atasan
mendasari seseorang mengundurkan diri dari tersebut. atasan membangun kontak-kontak
kerja. Menurut rumusan proses pengunduran diri hubungan dengan karyawan dan memenuhi
dikemukakannya, ketidakpuasan persepsi mereka tentang kewajiban organisasi.
yang
mengarahkan seseorang untuk tidak memiliki Kontak tersebut sedemikian seringnya sehingga
perilaku kewargaan organisasi (organizational terjalin kepercayaan yang kuat dari bawahan
citizenship behavior ) bahkan ketidakpuasan dapat mereka.
membuat orang berfikir untuk keluar dari organisasi tempat mereka bekerja. Berdasarkan
Pengaruh Keadilan Organisasional, Kepercayaan Pada Atasan Terhadap Perilaku Kewargaan Organisasi (Organizational Citizenship Behavior)
Ratnawati, SE dan Khairul Amri, SE, M.Si pendapat di atas jelaslah bahwa keadilan
Kerja dan Komitmen Organisasi Dengan organisasional dapat berpengaruh pada perilaku
Organizational Citizenship Behavior (OCB) di kewargaan organisasi (organizational citizenship
Politeknik Kesehatan Banjarmasin. Penelitian behavior ) dikalangan pegawai.
tersebut menyimpulkan sebagai berikut : (1) Keterkaitan antara kepercayaan pada
Terdapat hubungan positif dan signifikan antara atasan dengan perilaku kewargaan organisasional
kepuasan kerja dengan organizational citizenship (organizational citizenship behavior) dijelaskan
behavior dengan sumbangan efektif sebesar oleh Mahdi (2008:162) bahwa kepercayaan
16,5%, (2) Terdapat hubungan positif dan terhadap organisasi adalah suatu perasaan yang
signifikan antara komitmen organisasi dengan ada pada diri manusia, berkaitan dengan
organizational citizenship behavior dengan tanggapannya atau keyakinannya tentang segala
sumbangan efektif sebesar 8,3%, (3) Terdapat hal menyangkut berbagai fasilitas yang
hubungan positif dan signifikan antara kepuasan diperolehnya dari organisasi di mana seseorang
kerja dan komitmen organisasi dengan itu bekerja mencari nafkah. Kepercayaan pada
Organizational Citizenship Behavior dengan atasan dapat mendorong munculnya perilaku
sumbangan efektif sebesar 19,4%. kewargaan organisasi (organizational citizenship behavior ) dikalangan pegawai.
Kerangka Penelitian dan Pengembangan Hipotesis
Hasil Penelitian Sebelumnya
Sesuai dengan tujuan penelitian, dapat Mahdi (2008) mengadakan penelitian
dipahami bahwa perilaku kewargaan organisasi dengan judul Keterkaitan antara Keadilan
(organizational citizenship behavior) merupakan Organisasional, Kepercayaan Terhadap Atasan
fungsi dari keadilan organisasional dan dan Perilaku Kewargaan Organisasi: Studi Kasus
kepercayaan pada atasan, sehingga kerangka pada Pengelola Program Studi Perguruan Tinggi
penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut. Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Daerah Surakarta. Penelitian tersebut
Gambar 1 menyimpulkan bahwa persepsi terhadap keadilan
Kerangka Penelitian distributif mempunyai pengaruh lebih kuat pada kepercayaan terhadap organisasi dibandingkan dengan di Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Keadilan
Namun tidak ada ketergantungan antara kedua
Organisasional
variabel yaitu keadilan distributif dengan Perilaku kepercayaan terhadap organisasi tersebut. Persepsi
Kewargaan keadilan prosedural mempunyai pengaruh lebih
Organisasi kuat pada kepercayaan terhadap organisasi
(OCB) dibandingkan dengan PTN. Namun di antara
Kepercayaan
kedua variabel tersebut yaitu keadilan prosedural pada
Atasan
dengan kepercayaan terhadap organisasi tidak ada ketergantungan. Persepsi keadilan interaksional berpengaruh positif terhadap kepercayaan terhadap atasan pada PTN dan PTS. Artinya
Berdasarkan latar belakang penelitian, terdapat hubungan linier antara kedua variabel
tinjauan kepustakaan dan hasil penelitian tersebut.
sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini dapat Wijayanto
dinyatakan sebagai berikut:
mengadakan penelitian yang berjudul The Effect
H 1 : Keadilan organisasional berpengaruh positif of Job Embeddedness on Organizational
terhadap perilaku kewargaan organisasi Citizenship Behavior : The Mediating Role of
citizenship behavior ) Sense of Responsibility . Penelitian tersebut
(organizational
dikalangan pegawai negeri sipil pada menyimpulkan bahwa masing-masing dimensi
Kodam Iskandar Muda Banda Aceh. Job Embeddedness memiliki hubungan yang erat
H 2 : Kepercayaan pada atasan berpengaruh dengan rasa tanggung jawab, dan rasa tanggung
positif terhadap perilaku kewargaan jawab terhadap pekerjaan berhubungan erat
(organizational citizenship dengan perilaku Organizational Citizenship
organisasi
behavior ) dikalangan pegawai negeri sipil Behavior di kalangan karyawan.
pada Kodam Iskandar Muda Banda Aceh. Dana dan Hasanbasri (2007) mengadakan penelitian dengan judul Hubungan Kepuasan
JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN BISNIS
Volume 1 Nomor 1 Juni 2013, Halaman 56-73
METODE PENELITIAN
alternatif jawaban Penelitian ini dilaksanakan pada Kodam
untuk
masing-masing