INTERNALISASI NILAI-NILAI PUASA SUNNAH DALAM MENUMBUHKAN KECERDASAN SPIRITUAL MAHASISWA IAIN SALATIGA JURUSAN PAI ANGKATAN 2013 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd)
INTERNALISASI NILAI-NILAI PUASA SUNNAH
DALAM MENUMBUHKAN KECERDASAN
SPIRITUAL MAHASISWA IAIN SALATIGA
JURUSAN PAI ANGKATAN 2013
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd)
Oleh :
Bella Sita Kurniawati
111-13-009
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2017
INTERNALISASI NILAI-NILAI PUASA SUNNAH
DALAM MENUMBUHKAN KECERDASAN
SPIRITUAL MAHASISWA IAIN SALATIGA
JURUSAN PAI ANGKATAN 2013
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd)
Oleh :
Bella Sita Kurniawati
111-13-009
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2017
MOTTO
“TAK ADA HASIL YANG MENGKHIANATI USAHA”
ٍَْيِنِزًُُْۡنٱ ُزۡيَخ َذََْأَٔ ب اكَربَجُّي الَٗزُُْي ْيُِۡنِزََْأ ِّةَر
“Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkahi, dan
Engkau adalah sebaik-baik yang memberi tempat."
(QS. Al- Mu’minun: 29)
PERSEMBAHAN
Dengan ketulusan hati dan segenap rasa syukur, saya persembahkan skripsi ini kepada:
1. Ibu dan Bapak tercinta yaitu Ibu Siti Aminah dan Bapak Amat Slamet yang telah membesarkan dan membimbingku dengan kasih sayang, kesabaran, keikhlasan, serta yang selalu memberikan doa dan restu dengan tulus, dukungan baik moral maupun materil. Engkaulah segalanya bagiku.
2. Adik-adikku tersayang Dek Prila dan Dek Citra yang menjadi semangatku.
3. Untuk semua keluarga yang selalu memberikan dorongan dengan penuh kesabaran dalam penulisan skripsi ini.
4. Sahabat-sahabatku Kak Laili, Kang Sayyid, Kak Zizah dan Kak Yudha yang selalu memberi dukungan dan yang selalu ada di hatiku.
5. Teman-teman PAI angkatan 2013 senasip seperjuangan dan juga teman-teman yang telah memberikan dukungannya, ijinnya, motivasi, doa dan segala bantuannya baik material maupun nonmaterial sehingga proses skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar untuk penempuhan gelar sarjana ini.
6. SMA 1 Getasan, Kepala Sekolah beserta jajarannya, lalu para adik-adik siswa-siswi yang baik sekali pada kakak-kakak PPL IAIN Salatiga 2016. Dan juga untuk teman-teman penulis selama PPL.
7. Seluruh warga Dusun Pregolan, Desa Jetis, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Semarang dan seluruh teman-teman penulis selama KKN disana.
8. Keluarga Besar JQH Al-Furqan IAIN Salatiga Kanda Yunda seperjuanganku, yang selalu menjadi semangat dan motivasiku.
9. Keluarga besar dan teman-teman seperjuanganku di Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI) Komisariat Walisongo dan keluarga besar HMI Cabang Salatiga, yang selalu memberikanku semangat berjuang.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumWr.Wb
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah, segala puji bagi-Nya yang senantiasa melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya, serta kita harapkan perolongan dan kita minta ampunan-Nya. Sholawat salam selalu tercurahkan pada junjungan serta panutan kita, Beliau Nabi Muhammad SAW, yang telah menyampaikan dan membimbing umat pada jalan yang diridloi Allah, dengan semangat dalam menebarkan ilmu-Nya dan nur kemulyaan-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “INTERNALISASI NILAI-NILAI PUASA SUNNAH DALAM MENUMBUHKAN KECERDASAN SPIRITUAL MAHASISWA IAIN SALATIGA JURUSAN PAI ANGKATAN 2013”
Skripsi ini dapat penulis selesaikan berkat pertolongan Allah melalui berbagai pihak, karena itu penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati selaku Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam Jurusan Tarbiyah IAIN Salatiga.
4. Bapak Drs. Abdul Syukur, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan serta pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
ABSTRAK
Sita Kurniawati, Bella. 2017. Internalisasi Nilai-Nilai Puasa Sunnah Dalam
Menumbuhkan Kecerdasan Spiritual Mahasiswa IAIN Salatiga Jurusan PAI Angkatan 2013 . Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program
Studi Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Dosen Pembimbing: Drs. Abdul Syukur, M.Si
Kata Kunci : Puasa Sunnah, Kecerdasan Spiritual
Penelitian ini membahas tentang internalisasi nilai-nilai puasa sunnah dalam menumbuhkan kecerdasan spiritual mahasiswa IAIN Salatiga jurusan PAI angkatan 2013. Rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah apa saja nilai-nilai puasa sunnah, bagaimana cara mengukur kecerdasan spiritual, bagaimana internalisasi nilai-nilai puasa sunnah dalam menumbuhkan kecerdasan spiritual, dan faktor apa saja yang menjadi penghambat dan pendukung proses internalisasi nilai-nilai puasa sunnah dalam menumbuhkan kecerdasan spiritual mahasiswa IAIN Salatiga jurusan PAI angkatan 2013. Tujuan penelitian dalam skripsi ini yaitu: (1)Untuk mengetahui apa saja nilai-nilai puasa sunnah, (2)Untuk menngetahui bagaimana cara mengukur kecerdasan spiritual, (3)Untuk mengetahui bagaimana internalisasi nilai-nilai puasa sunnah dalam menumbuhkan kecerdasan spiritual, (4)Untuk mengetahui faktor apa saja yang menjadi penghambat dan pendukung proses internalisasi nilai-nilai puasa sunnah dalam menumbuhkan kecerdasan spiritual mahasiswa IAIN Salatiga jurusan PAI angkatan 2013.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field research) dan dilihat dari tingkat ekplanasi, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber primer dan sumber sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Keabsahan data diperoleh melalui triangulasi sumber, triangulasi teknik, triangulasi waktu. Data yang terkumpul dianalisis dengan cara reduksi data, penyajian data, dan menarik kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1)nilai-nilai puasa sunnah ada 2, yaitu nilai instrumental meliputi rendah hati, rajin, hormat-menghormati, adil kepada orang lain, dan nilai intrinsic meliputi meningkatkan kedisiplinan dan adil kepada diri sendiri. (2)Cara mengukur kecerdasan spiritual yaitu melalui tanda orang yang mempunyai kecerdasan spiritual, antara lain: kemampuan bersikap fleksibel, tingkat kesadaran yang tinggi, kemampuan menghadapi penderitaan, kemampuan menghadapi rasa takut. (3)Internalisasi nilai-nilai puasa sunnah dalam menumbuhkan kecerdasan spiritual antara lain: ibadah puasa meningkatkan iman, ibadah puasa melatih kesabaran, ibadah puasa menekan syahwat dan mengendalikan hawa nafsu, ibadah puasa menguatkan rasa muraqabatullah (takut kepada Allah), ibadah puasa meningkatkan rasa syukur, dan meningkatkan rasa belas kasihan (4)Penghambat dalam proses internalisasi yang berlangsung meliputi kegiatan atau aktifitas yang banyak membuat rasa lemas pada tubuh, kondisi fisik yang kurang fit, dan kurangnya niat dalam melaksanakan puasa sunnah. Pendukungnya meliputi mengusir kesedihan dan kegelisahan, melahirkan rasa empati, memberikan ketenangan.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i LEMBAR BERLOGO .......................................................................................... ii PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................................... iii PENGESAHAN KELULUSAN ........................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ............................................................ v MOTTO ................................................................................................................ vi PERSEMBAHAN. ................................................................................................ vii KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix ABSTRAK ............................................................................................................ xi DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1 B. Fokus Penelitian ................................................................................... 4 C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 5 D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 5 E. Kajian Penelitian Terdahulu ................................................................. 6 F. Penegasan Istilah ................................................................................... 8 G. Sistematika Penulisan ........................................................................... 12 BAB II KAJIAN TEORI A. Internalisasi Nilai-nilai Puasa Sunnah .................................................. 14 B. Puasa Sunnah ........................................................................................ 18 C. Kecerdasan Spiritual ............................................................................ 31 D. Internalisasi Nilai-Nilai Puasa Sunnah Dalam Menumbuhkan Kecerdasa Spiritual ............................................................................... 37 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ........................................................ 42 B. Lokasi Penelitian ................................................................................ 43 C. Sumber Data ....................................................................................... 43 D. Prosedur Pengumpulan Data .............................................................. 45 E. Analisis ............................................................................................... 47
F. Pengecekan Keabsahan Data .............................................................. 48
BAB IV PAPARAN DATA DAN ANALISIS A. Paparan Data ...................................................................................... 53 B. Analisis Data ...................................................................................... 80 BAB V PENUTUP A.Simpulan ........................................................................................... 99 B. Saran ............................................................................................... 101 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
- – LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap ibadah yang disyariatkan Allah kepada umat manusia pasti
mengandung makna. Makna yang dimaksud adalah manfaat yang kembali kepada orang yang melakukannya, apakah itu manfaat langsung maupun tidak langsung, apakah itu manfaat di dunia maupun di akherat. Dan Allah Yang Maha Tahu manfaat apa yang dibutuhkan manusia, bukan dari kacamata manusia itu sendiri. Sebab, kadangkala keinginan manusia tidak selalu sama dengan apa yang Allah timpakan kepadanya. Sehingga, manfaat menurut manusia belum tentu sama dengan manfaat dalam pandangan Allah.
Begitu juga setiap ibadah yang kita jalankan dan telah menjadi kewajiban kita, pada dasarnya suatu ibadah memiliki nilai-nilai tertentu, dimana Rasulullah menilai „harga‟ suatu ibadah dinilai dari sejauh mana kita menjalankannya. Jika ibadah itu tidak meningkatkan akhlak kita, Rasulullah menganggap ibadah itu tak bermakna (Maksum, 2009: 27-28).
Salah satu contohnya yaitu ibadah puasa, puasa bukanlah sekedar menahan diri dari makan dan minum sejak terbit matahari sampai tenggelamnya, ibadah puasa juga mempunyai tujuan yang lain, yaitu menbiasakan manusia mengalahkan hawa nafsu dan dapat mengendalikan manusia untuk mengatasi perasaan-perasaan hati yang sering mendorong berbuat salah, menghadapi segala sesuatu dengan sabar. Puasa di sini dijalankan sebagai salah satu ibadah kepada Allah SWT untuk mencapai derajat yang tinggi dihadapan Allah, bukan hanya rohaninya saja melainkan juga untuk melatih jasmani manusia.
Kecerdasan spiritual merupakan sebuah kecerdasan atau kemampuan untuk menghadapi masalah-masalah yang berkaitan dengan makna, serta menempatkan perilaku dalam kehidupan manusia dan juga diartikan sebagai penilaian bahwa tindakan tertentu dalam kehidupan itu lebih bermakna dibandingkan dengan yang lainnya (Agustian, 2005: 14).
Orang yang memiliki kecerdasan spiritual dapat memecahkan masalah dalam kehidupan hanya dengan menggunakan akal dan emosinya saja. Tetapi lebih menggunakan hati nurani sebagai pembimbingnya. Suara hati nurani senantiasa selaras dengan kebenaran agama yang sesuai dengan kebutuhan dan dibutuhkan manusia.
SQ (Spriritual Quotient) memungkinkan kita untuk menyatukan hal- hal yang bersifat intrapersonal dan interpersonal, serta menjembatani kesenjangan antara diri dan orang lain. Daniel Goleman telah menulis tentang emosi-emosi intrapersonal atau dalam diri, dan emosi-emosi interpersonal- yaitu yang sama-sama dimiliki kita maupun orang lain atau yang kita gunakan untuk berhubungan dengan orang lain. Namun, EQ (Emosional Quotient) semata-mata tidak dapat membantu kita untuk menjembatani kesenjangan itu. SQ-lah yang membuat kita mempunyai pemahaman tentang siapa diri kita dan apa makna segala sesuatu bagi kita, dan bagaimana semua itu memberikan suatu tempat di dalam dunia kita kepada orang lain dan makna-makna mereka (Zohar dan Marshall, 2007: 12-13).
Jadi, orang yang memiliki kecerdasan spiritual dapat memecahkan masalah dengan selalu menghubungkan pada nilai-nilai agama dan selalu menggunakan hatinya. Ia selalu merujuk pada hukum-hukum agama, seperti kitab suci dan nasihat dari tokoh agama untuk membersihkan sebuah gambaran tentang masalah yang dihadapinya sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, nilai-nilai yang religius penting dimiliki oleh siapapun.
Salah satu cara untuk dapat memperdalam jiwa keagamaan adalah dengan melakukan puasa. Sebab dengan puasa, tubuh menjadi sehat termasuk lambungnya juga. Antara pikiran dan lambung manusia itu terdapat hubungan timbal balik berupa hubungan yang saling mempengaruhi satu sama lain. Jika pikiran terganggu, maka lambung dan organ-organ pencernaan otomatis terganggu, maka pikiran akan terganggu pula.
Jadi dengan tubuh yang sehat, pikiran dan jiwa juga akan sehat. Puasa adalah salah satu cara untuk membuat tubuh menjadi sehat (Syarifudin, 2003: 209). Seperti dilakukannya puasa sunnah oleh para mahasiswa IAIN Salatiga jurusan PAI angkatan 2013. Puasa sunnah tersebut merupakan usaha untuk menumbuhkan kecerdasan spiritual mahasiswa, karena ibadah puasa itu sendiri mempunyai tujuan yang lain selain menahan makan dan minum saja, melainkan juga untuk mengendalikan hawa nafsu, menghadapi segala sesuatu dengan sabar dan ikhlas. Orang yang memiliki kecerdasan spiritual dapat memecahkan permasalahannya menggunakan nilai-nilai agama yang salah satunya yaitu melakukan ibadah puasa. Dengan pembiasaan puasa bagi mahasiswa ini merupakan hal yang paling penting, dimana puasa sunnah diharapkan mampu meningkatkan kecerdasan spiritual bagi mahasiswa.
Dari beberapa hal yang telah terurai di atas merupakan alasan penulis dalam menyusun naskah skripsi, sehingga penulis memiliki niat dan keinginan meneliti dengan judul “INTERNALISASI NILAI-NILAI PUASA SUNNAH DALAM MENUMBUHKAN KECERDASAN SPIRITUAL MAHASISWA IAIN SALATIGA JURUSAN PAI ANGKATAN 2013.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan, di antaranya:
1. Apa saja nilai-nilai puasa sunnah?
2. Bagaimana cara mengukur kecerdasan spiritual Mahasiswa IAIN Salatiga Jurusan PAI Angkatan 2013?
3. Bagaimana internalisasi nilai-nilai puasa sunnah dalam menumbuhkan kecerdasan spiritual Mahasiswa IAIN Salatiga Jurusan PAI Angkatan 2013?
4. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dan pendukung proses internalisasi nilai-nilai puasa sunnah dalam menumbuhkan kecerdasan spiritual pada Mahasiswa IAIN Salatiga Jurusan PAI Angkatan 2013? C.
Tujuan Penelitian 1.
Untuk mengetahui apa saja nilai-nilai puasa sunnah
2. Untuk mengetahui bagaimana cara mengukur kecerdasan spiritual Mahasiswa IAIN Salatiga Jurusan PAI Angkatan 2013.
3. Untuk mengetahui bagaimana internalisasi nilai-nilai puasa sunnah dalam menumbuhkan kecerdasan spiritual Mahasiswa IAIN Salatiga Jurusan PAI Angkatan 2013.
4. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menjadi penghambat dan pendukung proses internalisasi nilai-nilai puasa sunnah dalam menumbuhkan kecerdasan spiritual pada Mahasiswa IAIN Salatiga Jurusan PAI Angkatan 2013.
D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoretis Memberi kontribusi ilmiah terhadap referensi dalam kecerdasan, khususnya kecerdasan spiritual yang diinternalisasikan dalam nilai-nilai puasa sunnah dan menunjukkan bahwa puasa sunnah tidak hanya menahan hawa nafsu saja melainkan untuk menumbuhkan kecerdasan-kecerdasan spiritual pada pribadi-pribadi yang religious.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada mahasiswa IAIN Salatiga khususnya mahasiswa IAIN Salatiga jurusan PAI angkatan 2013 yang berusaha menginternalisasikan nilai-nilai puasa sunnah dalam menumbuhkan kecerdasan spiritual.
Bagi peneliti, penelitian ini sangat penting karena berangkat dari alasan pemilihan judul tersebut, yang menjadi keinginan peneliti akan terjawab. Peneliti berharap mampu memberi solusi terhadap para mahasiswa apakah dengan melakukan puasa sunnah jalan hidupnya lebih bermakna dibandingkan dengan orang lain.
E. Kajian Penelitian Terdahulu
Penelitian yang relevan digunakan sebagai bahan perbandingan terhadap penelitian yang ada, baik mengenai kekurangan dan kelebihan yang ada sebelumnya. Selain itu juga mempunyai andil besar dalam rangka mendapatkan suatu informasi yang ada sebelumnya tentang teori-teori yang ada kaitannya dengan judul yang digunakan untuk mendapatkan landasan teori ilmiah. Dalam penelitian ini peneliti mengkaji beberapa penelitian yang pernah diteliti oleh beberapa penelitian lain, penelitian tersebut digunakan sebagai bahan kajian pendukung dalam penelitian ini.
Ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan pembahasan skripsi ini, yakni:
1. Skripsi yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS
PELAKSANAAN SHOLAT TAHAJUD DAN PUASA SUNNAH DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SPIRITUAL PADA MAHASISWA AKTIVIS LDK IAIN SALATIGA TAHU 2015” yang ditulis oleh Ahmad Fikri Sabiq (11110196) Fakultas Tarbiyah dan Ilmu keguruan (FTIK) IAIN Salatiga Tahun 2015, menjelaskan bahwa: Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ada hubungan antara intensitas pelaksanaan shalat tahajud dengan kecerdasan emosional spiritual, ada hubungan antara intensitas pelaksanaan puasa sunnah dengan kecerdasan emosional spiritual, ada hubungan antara intensitas pelaku shalat tahajud dan puasa sunnah dengan kecerdasan emosional spiritual. Hal ini dibuktikan dengan hasil penghitungan statistik pada taraf dignifikansi 5% yang menunjukkan bahwa nilai r hitung (0,279).
2. Skripsi yag berjudul “PENDIDIKAN ISLAM MENURUT KONSEP
EMOSIONAL DAN SPIRITUAL QUOTIET ARY GINANJAR AGUSTINAN” yang ditulis oleh fahmi bastian (12108012) Fakultas Tarbiyah dan Ilm Keguruan (FTIK) IAIN Salatiga Tahun 2015, menerangkan bahwa: Hasil penelitian menunjukkan bahwa konse ESQ Ary Ginanjar Agustian mempunyai relevansi dengan Pendidikan Islam. Bahwa kosep pengembangan kecerdasan emosional dan spiritual yang digagas Ari Ginanjar Agustian dengan Pendidikan Islam mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk membentuk Insan Kamil (manusia sempurna) dan menumbuh-kembangkan potensi dasar manusia (fitrah/god spot) atau manusia yang baik dimata manusia dan baik dihadapan Sang Khalik (secara vertical dan horizontal) atau istilah dalam pendidikan Nasional adalah manusia seutuhnya.
F. Penegasan Istilah 1.
Internalisasi nilai-nilai Internalisasi (internalization) diartikan sebagai penggabungan atau persatuan sikap, standar tingkah laku, pendapat, dan seterusnya di dalam kepribadian (Chaplin, 2005: 256).
Reber, sebagaimana dikutip Mulyasa mengartikan internalisasi sebagai menyatunya nilai dalam diri seseorang, atau dalam bahasa psikolog merupakan penyesuaian keyakinan, nilai, sikap, praktik dan aturan-aturan baku pada diri seseorang (Mulyana, 2004: 21).
Menurut pandangan Brubacher (Muhaimin, 1993) Nilai (value/qimah) tak terbatas ruang lingkupnya. Nilai tersebut sangat erat kaitannya dengan pengertian-pengertian dan aktivitas manusia yang kompleks, sehingga sulit ditentukan batasannya. Nilai itu praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga secara objektif di dalam masyarakat.
Nilai berasal dari kata value (Inggris), value diambil dari kata
valere (Perancis) (Mulyana, 2014: 7). Nilai berkaitan dengan masalah baik
dan buruk. Islam memandang adanya nilai mutlak dan nilai intrinsik yang berfungsi sebagai pusat dan muara semua nilai. Nilai tersebut adalah tauhid yang merupakan tujuan semua aktivitas hidup muslim. Semua nilai- nilai lain yang termasuk amal shalih dalam islam merupakan nilai instrumental yang berfungsi sebagai alat untuk meraih nilai tauhid. Oleh karenanya Islam menekankan perlunya nilai-nilai tersebut terus dibangun pada diri seseorang sebagai jalan menuju terbentuknya pribadi yang tauhidi (Achmadi, 2005: 123-124).
Pengertian di atas menerangkan bahwa pemahaman nilai yang diperoleh harus dapat dipraktikan dan berimplikasi pada sikap.
Internalisasi ini akan bersifat permanen dalam diri seseorang. Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa internalisasi merupakan cerminan pada sikap dan perilaku seseorang yang ditampakkan dalam kehidupan sehari-hari terhadap sebuah proses penanaman nilai kedalam jiwa seseorang tersebut.
2. Puasa Sunnah
Puasa, dalam bahasa Arab, disebut shiyam dan shaum, yang berarti menahan (imsak) sesuatu. Menurut
syara’, puasa berarti menahan diri dari
perbuatan tertentu dengan niat dan menurut aturan tertentu sejak terbit matahari hingga terbenam (Supriana, 2003: 83).
Sunnah, secara bahasa berarti tata cara. Menurut Syammar, sunnah pada awalnya berarti cara atau jalan, yaitu jalan yang dilalui orang-orang terdahulu kemudian diikuti oleh generasi berikutnya. Sunnah juga berarti tata cara dan tingkah laku atau perilaku hidup, baik yang terpuji maupun yang tercela. Al-Tahanuwi berpendapat bahwa sunnah memiliki makna tata cara, yang baik maupun yang buruk.
Puasa sunnah adalah puasa yang dianjurkan oleh Rasulullah s.a.w. untuk melakukannya di luar bulan Ramadlan dan bukan dalam hari-hari yang diharamkan (dilarang) melakukan puasa. Puasa sunat itu adapula dilakukan pada hari-hari tertentu atau bulan-bulan tertentu, dimana Rasulullah SAW. membiasakan melakukannya semasa hidupnya.
Menurut kebanyakan fuqaha‟ niat puasa sunat (tathawwu’) itu tidak harus malam hari sebelum fajar seperti puasa fardlu. Tetapi cukup diniatkan pagi (siang) hari sebelum zawal, yakni tergelincirnya matahari, demikian apabila seseorang belum lagi makan atau minum (Chamid, 1987: 60).
3. Kecerdasan Spriritual
Kecerdasan: kecerdasan bisa didefinisikan sebagai kemampuan memperoleh pengetahuan dan pemahaman, dan menggunakannya dalam situasi baru yang berbeda. Kecerdasan merupakan kecakapan atau kemampuan, yang memungkinkan seseorang menghadapi situasi nyata dan secara cerdas memanfaatkan pengalaman inderawi.
Spiritual: istilah “spiritual” di sini dipakai dalam arti “the
animating or vital principle” (penggerak atau prinsip hidup) yang
memberi hidup pada organisme fisik. Artinya, prinsip hidup yang menggerakkan hal yang material menjadi hidup. Dalam diri manusia, kata Theodore Rotzack yang dikutip dalam bukunya Satiadarma & Waruwu ada “ruang spiritual”, yang jika tidak diisi dengan hal-hal yang lebih tinggi, maka ruang itu secara otomatis akan terisi oleh hal-hal yang lebih rendah, yang ada dalam diri setiap manusia. Dalam konteks ini, kiranya SQ hendak membawa “ruang spiritual” dalam diri kita itu menjadi cerdas (Satiadarma & Waruwu, 2003: 42).
Kedalaman spiritual adalah dasar yang harus dimiliki oleh anak demi mencapai akhlaqul karimah dalam mengarungi kehidupannya kelak.
Sehingga bidang apapun yang akan ditekuni oleh anak dikemudian hari, jika secara spiritual anak sudah bisa menginternalisasikan nilai-nilai religi ke dalam kehidupannya, maka sudah dapat dipastikan ia akan mencapai kesuksesan baik di dunia maupun di akhirat (Muallifah, 2009: 177).
Zohar dan Marshal mendefinisikan kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya atau kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding yang lain. Sementara menurut Sinetar dan Khavari, kecerdasan spiritual merupakan pikiran yang mendapat inspirasi, dorongan, dan efektivitas yang terinspirasi penghayatan ketuhanan dimana kita menjadi bagian didalamnya (Suyamto, 2006: 1). Kecerdasan spiritual yang sejati merupakan kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, tidak saja terhadap manusia, tetapi juga di hadapan Allah.
Pendek kata, kecerdasan spiritual (SQ) merupakan kesadaran dalam diri kita yang membuat kita menemukan dan mengembangkan bakat-bakat bawaan, intuisi, otoritas batin, kemampuan membedakan yang salah dan benar serta kebijaksanaan.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mengetahui gambaran keseluruhan pada penelitian ini, maka peneliti akan sampaikan garis-garis besar dalam sistematika penelitian yang memuat 5 (lima) bab atau pembahasan, sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan. Pada bab pendahuluan ini berisi tentang: Latar Belakang Masalah, Fokus Penelitian, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kajian Penelitian Terdahulu, Penegasan Istilah, dan Sistematika Penulisan Skripsi. Bab pendahuluan ini dimaksudkan sebagai kerangka acuan dalam penulisan skripsi, sehingga dapat dijelaskan secara sistematika sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan.
Bab II : Kajian Pustaka. Pada bab kajian pustaka ini, dikupas berbagai pembahasan teori yang menjadi landasan teoritik penelitian. Sesuai dengan judul skripsi maka pembahasan pada bab ini berisi : definisi internalisasi, definisi nilai, definisi puasa sunnah, definisi kecerdasan spiritual.
Bab III : Metode Penelitian. Pada bab ini akan dilaporkan pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, dan pengecekan keabsahan data mengenai internalisasi nilai-nilai puasa sunnah dalam menumbuhkan kecerdasan spiritual mahasiswa IAIN Salatiga jurusan PAI angkatan 2013 dan penyajian data.
Bab IV : Paparan data dan Analisis Data. Pada bab ini akan dilaporkan hasil penelitian tentang paparan data, yaitu gambaran umum perguruan tinggi dan temuan penelitian. Analisis data pada bab ini, penulis akan memaparkan analisis data dari internalisasi nilai-nilai puasa sunnah dalam menumbuhkan kecerdasan spiritual mahasiswa IAIN Salatiga jurusan PAI angkatan 2013.
Bab V : Penutup. Pada bab ini dikemukakan tentang kesimpulan sebagai jawaban atas fokus penelitian dan saran-saran. Bagian akhir dari skripsi ini juga dicantumkan daftar pustaka dan berbagai lampiran dari penelitian.
BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Internalisasi Nilai-Nilai Puasa Sunnah 1. Pengertian Internalisasi Internalisasi menurut KBBI dapat diartikan sebagai penghayatan,
proses falsafah negara secara mendalam berlangsung lewat penyuluhan, penataran dan sebagainya. Penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin, atau nilai sehingga merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran doktrin atau nilai yang diwujudkan di sikap dan perilaku (Depdiknas, 2007: 439).
Reber, sebagaimana dikutip Mulyasa mengartikan internalisasi sebagai menyatunya nilai dalam diri seseorang, atau dalam bahasa psikolog merupakan penyesuaian keyakinan, nilai, sikap, praktik dan aturan-aturan baku pada diri seseorang (Mulyana, 2004: 21).
2. Pengertian Nilai
Nilai (value/qimah) dalam pandangan Brubacher tak terbatas ruang lingkupnya. Nilai tersebut sangat erat kaitannya dengan pengertian- pengertian dan aktivitas manusia yang kompleks, sehingga sulit ditentukan batasannya. Nilai itu praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga secara objektif di dalam masyarakat (Muhaimin, 1993: 109-110).
Nilai berarti harga, angka kepandaian, banyak sedikitnya isi atau sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakekatnya (Depdiknas, 2007: 783). Secara filosofis, nilai sangat terkait dengan masalah etika dan biasa juga disebut filsafat nilai yang mengkaji nilai-nilai moral sebagai tolak ukur tindakan dan perilaku manusia dalam berbagai aspek kehidupannya (Munawar, 2005: 3). Artinya nilai itu dianggap penting dan baik apabila sesuai dengan kebutuhan oleh suatu masyarakat sekitar.
Nilai-nilai tersebut dapat timbul dari berbagai aspek baik agama, budaya, norma sosial, dan lain-lain. Pemaknaan atas nilai inilah yang dapat mewarnai sikap manusia terhadap diri, lingkungan dan kehidupan disekelilingnya.
3. Nilai-nilai Puasa Sunnah
Sebagian para ahli membedakan bentuk nilai dengan nilai instrumental dan nilai intrinsik (Syam, 1986: 133), antara lain: a.
Nilai instrumental Nilai instrumental adalah nilai yang dianggap baik karena bernilai untuk sesuatu yang lain. Nilai ini terletak pada konsekuensi- konsekuensi pelaksanaannya dalam usaha untuk mencapai nilai yang lain. Nilai yang dimiliki suatu hal dalam menghasilkan akibat-akibat atau hasil-hasil yang diinginkan.
Nilai instrumental dalam puasa sunnah yakni sebagai berikut: 1)
Rendah hati Dengan melakukan ibadah puasa, rendah hati yang ada pada diri seseorang akan muncul. Rendah hati disini merupakan merendahkan diri dihadapan Allah dan sopan santun terhadap sesama. Orang yang memiliki sikap rendah hati tidak akan meremehkan orang lain dan tidak akan bersikap sombong walaupun dirinya orang yang mampu dan kuat.
2) Rajin
Rajin berarti giat, sungguh-sungguh. Rajin itu bisa dipengaruhi dari kebiasaan seseorang , karena dengan terbiasa orang itu akan menjadi rajin dengan apa yang dia kerjakan. Misalnya dia puasa dengan rajin otomatis dia pasti tidak akan lupa dengan puasanya karena sudah terbiasa, jika dia meninggalkan puasanya seperti dia kehilangan sesuatu atau dia merasa tidak enak atau was-was. Rajin itu termasuk salah satu kunci kesuksesan, untuk jadi orang yang sukses itu ada tantangan yang besar, sama seperti orang yang rajin, rajin itu juga termasuk salah satu tantangan yang besar jika kita terbiasa rajin otomatis semua pekerjaan akan cepat selesai kalau kita malas otomatis pekerjaan pun akan terabaikan. Begitu juga dengan rajin berpuasa, ketika kita rajin berpuasa maka dengan otomatis kita akan rajin untuk membantu orang, karena dengan kita rajin membantu orang, apalagi orang yang kesusahan, kita akan mendapatkan pahala yang berlipat. Rajin dalam kebaikan insyaallah akan nyaman dan bahagia.
3) Hormat-menghormati
Ibadah puasa menumbuhkan sikap saling menghormati atau menghargai, Islam sangat menganjurkan umatnya agar saling menghargai satu sama lain. Sikap menghargai terhadap orang lain tentu didasari oleh jiwa yang santun yang dapat menumbuhkan sikap menghargai orang diluar dirinya. Kemampuan tersebut harus dilatih lebih dahulu untuk mendidik jiwa manusia sehingga mampu bersikap penyantun. Dengan saling menghormati juga dapat mengikis perasaan dengki atau benci terhadap orang lain.
4) Adil kepada orang lain
Berbuat adil kepada orang lain berarti memperlakukan orang lain dengan layak, memberi hak orang lain dengan jujur dan benar serta tidak menyakiti ataupun merugikan orang lain. Jika seseorang mampu berbuat adil kepada orang lain, maka ia akan mampu membangun relasi yang baik sehingga disukai banyak orang, peka terhadap masalah lingkungan, serta menjadikan lingkungan damai dan tentram.
b.
Nilai intrinsik Nilai intrinsiklah yang dianggap baik, tidak untuk sesuatu yang lain, melainkan untuk nilai di dalam dan dari dirinya sendiri. Nilai ini bersifat pribadi ideal, dan merupakan pusat dalam hirarki nilai yang terkandung di dalam kodrat manusia.
Nilai intrinsik dalam puasa sunnah yakni sebagai berikut: 1)
Meningkatkan kedisiplinan Seperti kita tahu Islam adalah agama yang mengajarkan disiplin di semua bidang. Puasa contohnya, kita diwajibkan disiplin terhadap waktu imsak, buka, dan shalat. Demikian halnya, ketika kita meninggalkan sejumlah puasa maka wajib hukumnya untuk diganti dengan jumlah hari yang sama, di lain waktu. 2)
Adil kepada diri sendiri Berbuat adil pada diri sendiri berarti menempatkan diri sendiri pada tempat yang baik dan benar serta tidak menuruti hawa nafsu yang dapat mencelakakan diri sendiri. Jika seseorang mampu berbuat adil terhadap dirinya, maka ia akan meraih keberhasilan dalam hidupnya, bahagia secara batiniah, menjadi pribadi yang menyenangkan sehingga disukai banyak orang, dapat meningkatkan kualitas dirinya dan nantinya memperoleh kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat.
B. Puasa Sunnah 1.
Pengertian Puasa Sunnah Puasa dapat diartikan sebagai menghindari makan, minum dsb dengan sengaja (terutama bertalian dengan keagamaan), salah satu rukun
Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan dan segala yang menbatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari (Depdiknas, 2007: 902).
Puasa, dalam bahasa Arab, disebut shiyam dan shaum, yang berarti menahan (imsak) sesuatu. Menurut
syara’, puasa berarti menahan diri dari
perbuatan tertentu dengan niat dan menurut aturan tertentu sejak terbit matahari hingga terbenam (Supriana, 2003: 83).
Bebi Kurniawan menegaskan, menurut bahasa, puasa atau shaum adalah menahan diri dari segala sesuatu, seperti makan,minum, nafsu, dan menaan berbicara yang tidak bermanfaat. Sedangkan menurut istilah, puasa adalah menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya selama satu hari, mulai dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat dan beberapa syarat. Dalam al-
Qur‟an , kata “puasa” yang paling sering digunakan adalah shiyam yang berarti berpuasa dengan menahan diri untuk tidak makan, minum dan bergaul dengan istri/suami sejak fajar sampai mahgrib. Sementara itu, dalam al-
Qur‟an kata “puasa” hanya disebut satu kali dengan kata shaum. Shaum tidak hanya mencegah makan, minum, dan bergaul dengan istri/suami, tetapi juga harus mencegah berbicara, mendengar, melihat, bahkan pikiran dari hal-hal yang dapat merusak ibadah puasa. Menurut Ghazali, inilah bentuk puasa yang sebenarnya dan yang akan mengantarkan manusia kepada derajat takwa (Aizid, 2015: 17).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa secara bahasa, puasa atau shaum berarti menahan atau mencegah. Sedangkan, menurut syariat agama Islam, puasa berarti menahan diri dari makan, minum, serta segala perbuatan yang biasa membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari, dengan syarat tertentu, untuk meningkakan ketakwaan seorang muslim.
Sunnah, secara bahasa berarti tata cara. Kata sunnah sering disebutkan seiring dengan kata “kitab”. Di kala kata sunnah dirangkaikan dengan kata “kitab”, maka sunnah berarti: “cara-cara beramal dalam agama berdasarkan apa yang dinukilkan dari Nabi Muhammad SAW.”; atau “suatu amaliah agama yang telah dikenal oleh semua orang”. Sunnah dalam istilah ulama ushul adalah: “apa-apa yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW., baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun pengakuan dan sifat Nabi”. Sedangkan sunnah dalam istilah ulama fiqh a dalah: “sifat hukum bagi suatu perbiuatan yang dituntut melakukannya dalam bentuk tuntutan yang tidak pasti” dengan pengertian diberikan pahala orang yang melakukannya dan tidak berdosa orang yang tidak melakukannya (Syarifuddin, 2014: 227).
Sunnah dapat pula diartikan sebagai perbuatan yang apabila dilakukan mendapat pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa (Depdiknas, 2007: 1104).
Puasa sunnah adalah puasa yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW. untuk melakukannya di luar bulan Ramadlan dan bukan dalam hari-hari yang diharamkan (dilarang) melakukan puasa. Puasa sunah itu adapula dilakukan pada hari-hari tertentu atau bulan-bulan tertentu, dimana Rasulullah SAW. membiasakan melakukannya semasa hidupnya.
Menurut kebanyakan fuqaha‟ niat puasa sunah (tathawwu’) itu tidak harus malam hari sebelum fajar seperti puasa fardlu. Tetapi cukup diniatkan pagi (siang) hari sebelum zawal, yakni tergelincirnya matahari, demikian apabila seseorang belum lagi makan atau minum (Chamid, 1987: 60).
Puasa
Tathawwu’ disini juga merupakan puasa sunnah yang
bersumber dari Nabi dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mengharap keridhaan-Nya (Akhyar, 2014: 27).
2. Jenis Puasa Sunnah a.
Puasa Senin Kamis Puasa senin kamis adalah puasa sunnah yang hanya dilaksanakan pada hari senin dan kamis. Puasa tersebuat merupakan puasa yang paling sering diamalkan oleh Rasulullah SAW. semasa hidupnya. Sebagai puasa sunnah, puasa Senin Kamis tentu saja memiliki posisi yang sangat tinggi di mata Allah SWT. Ia memberikan berkah kepada setiap hambanya yang mengamalkannya.
؟ٍِْيَُْثِلإا ِوَْٕص ٍَْع َمِئُس َىَّهَسَٔ ِّْيَهَع ُ َّاللَّ ىَّهَص ِ َّاللَّ ُلُْٕسَر ٌََّأ :َحَدبَزَق يِثَأ ٍَْع و( َّيَهَع َلِزَُْأ ِّْيِفَٔ ُدْذِنُٔ ِّْيِف : َلبَقَف ) 868 3 /
Dari Abu Qotadah ra, bahwa Rasulullah SAW pernah bertanya tentang puasa padahari Senin? Lalu beliau menjawab. “Pada hari itu aku dilahirkan dan pada hari itu pula diturunkan wahyu kepadaku.”
(Muslim 3/168) (Al Albani, 2013: 449) b.
Puasa Daud Jika ada puasa sunnah yang paling utama dan istimewa, maka ia adalah puasa Daud. Memang secara definitif tidak dijelaskan ganjaran apa yang akan diperoleh bagi penegak puasa Daud. Ini berbeda dengan puasa sunnah lainnya yang banyak disebutkan keutamaannya (Syafrowi, 2016: 30).
Puasa Daud adalah puasa sunnah yang dilakukan secara berselang-seling, yakni sehari berpuasa dan sehari kemudian tidak.
Jika hari ini berpuasa, maka esok hari tidak berpuasa, sedang lusa berpuasa lagi, dan begitu seterusnya. Puasa Daud merupakan puasa yang ditujukan untuk meneladani puasa Nabi Daud As. Hukumnya adalah sunnah. Jadi, barang siapa yang menjalankannya, niscaya ia akan mendapatkan pahala. Namun, barang siapa yang tidak menjalankannya, maka ia tidak dikenai dosa.
c.
Puasa Asyura‟
ْيِف َءاَرُْٕشبَع ُوُْٕصَر ْذََبَك بًشْيَزُق ٌََّأ : بََُْٓع ُ َّاللَّ َيِضَر َخَشِئبَع ٍََع ٌُبَضَيَر َضِزُف يَّزَح ِِّيبَيِصِث َىَّهَسَٔ ِّْيَهَع ُ َّاللَّ ُلُٕهُسَر َزَيَأ َّىُث ِخَّيِهِْبَجْنا َءبَش ٍَْي َٔ ،ًُُّْصَيْهَف َءبَش ٍْ َي َىَّهَسَٔ ِّْيَهَع ُ َّاللَّ ىَّهَص ِ َّاللَّ ُلُْٕسَر : َلبَقَف ) 847 /
3 و( ُِْزِطْفُيْهَف Dari Aisyah ra, bahwasanya orang-orang Quraisy di masa Jahiliyah berpuasa pada hari Asyura, kemudian Rasulullah memerintahkan berpuasa pada hari tersebut sampai diwajibkannya
puasa Ramadhan, lal u Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang menghendaki waktu berpuasa pada hari Asyura’, maka
hendaknya ia berbuka.” (Muslim 3/147) (Al Albani, 2013: 441)
Puasa Asyura‟ adalah puasa sunnah yang dilaksanakan pada 10 Muharram. Syarat dan rukun puasa tersebut sama dengan puasa sunnah lainnya (Busthomi, 2015: 57). Sebagai salah satu jenis puasa sunnah, puasa Asyura‟ memiliki keistimewaan yang sangat besar, diantaranya menghapus dosa satu tahun yang telah lalu dan Allah SWT juga akan melipatgandakan pahala bagi hamba-Nya yang menjalankan puasa Asyura‟ secara ikhlas. Keistimewaan puasa Asyura‟ tersebut tentu saja tidak terlepas dari keberadaan hari Asyura‟ (10 Muharram) yang mulia. Karena pada hari itu, Allah SWT telah menyelamatkan Bani Israil (umat Nabi Musa as) dari kejaran musuhnya (Busthomi, 2015: 60).
d.
Puasa Sya‟ban Puasa Sya‟ban adalah puasa yang dijalankan pada bulan sya‟ban. Puasa ini hukumnya sunnah dan merupakan amalan yang paling utama menjelang datangnya Ramadhan. Allah SWT. Menganjurkan kepada kita sebagai hamba-Nya untuk memperbanyak puasa pada bulan Sya‟ban tersebut tanpa ketentuan hari atau bebas memilih hari sesuai keinginan kita. Rasulullah SAW. semasa hidupnya senantiasa berpuasa Sya‟ban dan beliau jarang sekali meninggalkannya (Busthomi, 2015: 60-61).
Puasa Sya‟ban adalah puasa sunnah yang dimaksudkan sebagai latihan atau pemanasan sebelum kita memasuki Ramadhan. Jika kita terbiasa berpuasa Sya‟ban, maka kita akan lebih siap dan kuat untuk berpuasa wajib di bulan Ramadhan. Semoga dengan berpua sa Sya‟ban, kita termasuk hamba yang mendapatkan berkah-Nya.
e.
Puasa Tiga Hari Pada Pertengahan Bulan Puasa tiga hari pada pertengahan bulan adalah puasa yang dijalankan pada tanggal 13, 14 dan 15 dibulan-bulan Hijriah
(Qomariyah). Puasa tersebut hukumnya sunnah dan disebut sebagai
Ayyamul Baidh yang berarti puasa hari putih. Sebab, malam pada tanggal-tanggal itu bulan purnama bersinar terang berwarna putih.
(Busthomi, 2015: 67).
Pada waktu-waktu tersebut, keimanan kita cenderung surut, sehingga akan lebih banyak berbuat keburukan daripada kebaikan.
Oleh karena itulah, Rasulullah SAW. menganjurkan umatnya untuk berpuasa pada hari-hari tersebut dengan tujuan agar emosi kita tetap berada pada kondisi stabil. Sungguh, suatu perintah atau anjuran dari Allah SWT. Tidak ada yang kebetulan semata. Semua memiliki maksud agar para hamba tetap tidak lalai kepada Allah SWT., Sang Maha Pencipta.
3. Tujuan Berpuasa
Tujuan kita berpuasa lebih dari sekedar untuk keperluan survive, sebab kita adalah makhluk yang dikaruniai akal pikiran, jiwa, dan nafsu. Kita berpuasa untuk tujuan yang lebih tinggi dan lebih mulia, yaitu supaya menjadi insan yang bertakwa, sebagai mana yang disebutkan Allah Swt.
Dalam firman-Nya:
ْىُكَّهَعَن ْىُكِهْجَق ٍِْي ٍَيِذَّنا ىَهَع َتِز ُك بًََك ُوبَيِّصنا ُىُكْيَهَع َتِزُك إَُُيآ ٍَيِذَّنا بَُّٓيَأ بَي ) 883 : حزقجنا( ٌَُٕقَّزَر