HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN SPIRITUAL, MOTIVASI KERJA DAN HARAPAN GURU TERHADAP KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DENGAN KINERJA GURU SMP NEGERI DI KOTA JAYAPURA SELATAN.

(1)

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN………... i

HALAMAN PERNYATAAN………... ii

ABSTRAK………... iii

KATA PENGANTAR……… iv

DAFTAR ISI……… vi

DAFTAR TABEL……… ix

DAFTAR GAMBAR……….. vii

DAFTAR LAMPIRAN…..……… viv

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ………. 1

1.2Identifikasi Masalah ……… 12

1.3Pembatasan Masalah .……….. 13

1.4Rumusan Masalah ……….. 14

1.5Tujuan Penelitian ……… 15

1.6Manfaat Penelitian ………..……… 16

BAB II LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1Landasan Teori dan Kajian Pustaka……… 18

2.1.1 Tinjauan Tentang Kinerja Guru…..….…….…..………. 18

2.1.2 Kecerdasan Spiritual (Spitual Quotient)….……… 34

2.1.3 Hakikat Motivasi Kerja Guru……….……… 39

2.1.4 Tinjauan Tentang Harapan Guru terhadap Kepemimpinan Kepala Sekolah……….……….. 56

2.2. Kajian Penelitian yang Relevan ……… 81

2.3. Kerangka Berpikir………..………... 83

2.3.1 Hubungan antara Kecerdasan Spiritual Guru dengan Kinerja Guru ……….………. 83

2.3.2 Hubungan antara Motivasi Kerja Guru dengan Kinerja Guru ……….. 85 2.3.3 Hubungan antara Harapan Guru terhadap


(2)

Spiritual, Motivasi Kerja Guru dan Harapan Guru

Terhadap Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan Kinerja

Guru………..……….. 87

2.4 Rumusan Hipotesis……….………. 88

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian………….……… 89

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian………. 89

3.3Variabel Penelitian dan Definisi Operasional……… 95

3.4 Metode Pengumpulan Data dan Instrumen .……….……… 100

3.4.1 Metode Pengumpulan Data..……….. 100

3.4.2 Instrumen Penelitian ………. 100

3.5 Hasil Uji Fasiliditas dan Reliabilitas Instrumen...……… 109

3.6 Metode Analisis Data ……… 113

3.5.1 Deskripsi Data .. ……… 114

3.5.2. Menguji Persyaratan Analisis…..……….. 114

3.5.3 Pengujian Hipotesis…..……… 115

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1Deskripsi Hasil Data Penelitian………..……… 120

4.1.1Data Kecerdasan Spiritual..………..………. 121

4.1.2Data Motivasi Kerja Guru Guru.……..……….. ………. 123

4.1.3Data Harapan Guru terhadap Kepemimpinan Kepala Sekolah……… 125 4.1.4Data Kinerja Guru……… 127

4.2Pengujian Persyaratan Analisis ..……….. 130

4.2.1 Pengujian Normalitas ...……….….. 130

4.2.2 Uji Linieritas ...……..……….. 131

4.2.3 Uji Multikolinieritas………..……….… 133

4.3 Analisis Statistik ……….. 135

4.3.1 Hubungan antara Kecerdasan Spiritual dengan Kinerja Guru ...…..……… 135

4.3.2 Hubungan antara Motivasi Kerja Guru dengan Kinerja Guru ...………..…. 140


(3)

Kepala Sekolah dengan Kinerja Guru ...……… 145

4.3.4 Hubungan Secara Bersama-sama antara Kecerdasan Spiritual, Motivasi Kerja Guru, dan Harapan Guru terhadap Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan Kinerja Guru ...……….. 150

4.4Pembahasan Hasil Penelitian……….……….. 157

4.5Keterbatasan Penelitian ………... 169

BAB V PENUTUP 5.1Kesimpulan ………. 172

5.2Saran ……….. 174

DAFTAR PUSTAKA………. 177


(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Rendahnya mutu pendidikan di setiap jenjang dan satuan pendidikan menjadi isu sentral Bangsa Indonesia pasca reformasi tahun 1998/1999 hingga dewasa ini. Berbagai upaya terus dilakukan oleh pemerintah melalui kebijakan-kebijakan strategis dan perundang-undangan, semisal 20% dana APBN untuk pendidikan, Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), Permendiknas No. 63 tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan, dan produk hukum atau peraturan terkait lainnya.

Secara teoritis, sebagian besar kebijakan, perundang-undangan, peraturan pemerintah, dan peraturan menteri dimaksud sangatlah elok dan memukau, namun demikian dalam tataran implementasi jauh dari panggang api. Misalnya untuk wilayah pedalaman terpencil seperti Papua, belum lagi kesampaian sosialisasinya sudah berganti peraturan ataupun kurikulum. Karenanya tak heran jika mutu pendidikan belum menunjukan peningkatan yang berarti, angka anak tinggal kelas, putus sekolah, dan anak jalanan semakin meningkat serta Anak-anak di wilayah pedalaman terpencil yang masih asyik dengan kicauan burung bersama orang tuanya yang juga buta huruf.

Menurut Husaini Usman (2010 : 57) bahwa, “dari berbagai pengamatan dan analisis ada tiga penyebabnya. Pertama kebijakan dan manajemen pendidikan


(5)

nasional menggunakan pendekatan input-output analisys dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan. Kedua manajemen pendidikan nasional dilakukan secara birokratik-sentralistik sehingga menempatkan sekolah sebagai pelaksana pendidikan yang sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang berjalur sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan yang diputuskan sangat tidak cocok dengan kondisi sekolah setempat. Ketiga peran serta orang tua/wali siswa dalam manajemen pendidikan selama ini sangat minim. Akuntabilitas sekolah terhadap masyarakat sangat lemah”.

Desentralisasi pemerintahan dewasa ini pun bukannya memberikan warna lebih baik untuk memperbaiki mutu pendidikan di daerah masing-masing, namun menumbuhkan primordialisme dan dikhotomi antar suku, ras, agama dan lain-lain sehingga masyarakat terjebak dan terpolarisasi dalam kepentingan-kepentingan terselubung yang dibungkus dengan jargon-jargon itu.

Keadaan yang sama pun tidak luput pada masyarakat Papua, bahkan lebih memprihatinkan karena wilayah Papua yang telah lama terisolasi dengan keberagaman suku dan bahasa serta medannya yang terdiri-dari gunung-gunung menjulang ke angkasa, lembah-lembah curam dan terjal, pulau-palau, dan rawa-rawa menempatkan Papua sebagai daerah yang sangat terbelakang dari peradaban dunia. Sejalan dengan kondisi tersebut, mutu pendidikan di Papua yang masih terbelakang sangat terkait erat dengan hubungan pasang surut dalam sejarah panjang Republik ini dan berkorelasi dengan kebijakan dan pola pendekatan yang diterapkan pemerintah Belanda maupun pemerintah Indonesia.

Sebagaimana dilaporkan oleh Koentjaraningrat (1993 :397), “Pemerintah Belanda menemukan kenyataan bahwa penduduk Iriran Jaya masih berada pada taraf


(6)

prasejarah, pemerintah Belanda samasekali tidak menghiraukan Irian Jaya berikut penduduknya, yang agaknya disebabkan karena dilihat dari segi pembangunan ekonomi, Belanda tak melihat manfaatnya”. Aktifitas pembangunan yang diusahakan oleh pemerintah Belanda hanya berdampak di daerah pesisir (Sorong, Fakfak, Manokwari Jayapura, Biak, Serui, dan Merauke)”, sedangkan untuk wilayah pegunungan tengah Papua seperti Kabupaten Jayawijaya, Yahukimo, Tolikara, Paniai, Pegunungan Bintang, puncak Jaya dan lainnya saat itu belum bisa merasakan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah Belanda karena medannya yang sangat sulit dijangkau.

Berdasarkan fenomena-fenomena tersebut menunjukkan bahwa dunia pendidikan di Papua khususnya yang berimplikasi langsung secara nasional saat ini dihadapkan pada masalah besar dan rumit dalam era melinium ketiga yang sarat dengan tantangan dan kompetisi ketat. Rendahnya mutu pendidikan nasional menurut Sidi (2003), merupakan kausalitas dari timbulnya permasalahan-permasalahan lain yang cukup mendasar di bidang pendidikan, dan berkontribusi cukup besar terhadap rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi dan mengantisipasi rendahnya mutu pendidikan yang salah satu di antaranya adalah dengan meningkatkan kinerja guru.

Guru adalah salah satu komponen yang sangat menentukan dalam proses dan peningkatan mutu pendidikan di sekolah, dilain pihak profesi guru dewasa ini sedang disoroti secara tajam, termasuk perannya dalam memasuki abad ke dua puluh satu ini. Para pakar pendidikan menyatakan bahwa bentuk masyarakat dunia pada abad 21 adalah masyarakat madani, masyarakat teknologi dan masyarakat terbuka. Proses


(7)

pendidikan dalam suatu masyarakat madani merupakan suatu interaksi antara pendidikan dan peserta didik, dengan demikian pendidikan merupakan suatu proses yang sangat profesional yang dilaksanakan oleh pelaku-pelaku pendidikan yang profesional khususnya para guru.

Di negara manapun, guru diakui sebagai suatu profesi. Guru diagungkan, disanjung, dan dikagumi karena perannya yang penting. Guru memegang peranan strategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian clan nilai-nilai yang diinginkan (Fakry Gaffar, 1999: xv). Dari dimensi tersebut, peranan guru sulit digantikan oleh yang lain. Dipandang dari dimensi pembelajaran, peranan guru dalam masyarakat Indonesia tetap dominan sekalipun teknologi yang dimanfaatkan dalam proses pembelajaran berkembang amat cepat. Hal ini disebabkan karena dimensi-dimensi dalam proses pendidikan, atau lebih khusus lagi proses pembelajaran, yang diperankan oleh guru yang tidak dapat digantikan oleh teknologi. Namun peran penting dan strategis yang diemban ini, menurut Gerstner,dkk (dalam Supriadi, 1999: 42), akan berubah di masa depan, yakni abad ke-21. Perubahan berpusat pada pola relasi antara guru dengan lingkungannya, dengan sesama guru, dengan siswa, dengan orang tua, dengan kepala sekolah, dengan teknologi, dan kariernya sendiri. Guru akan tampil tidak lagi sebagai pengajar (teacher) seperti menonjol fungsinya selama ini, melainkan sebagai: pelatih (coach), konselor (counselor), manajer belajar (learning manager), partisipan, pemimpin dan pelajar.

Apa yang dibentangkan oleh Gerstner, dkk. tentang guru dalam konteks pendidikan Amerika, entah kebutuhan atau tidak, cocok dengan keadaan guru kita


(8)

yang juga sering digambarkan seperti itu. Jauh sejak mulai belajar ilmu keguruan, para calon guru sudah tahu bahwa mereka dituntut untuk memainkan peran yang teramat banyak itu, meskipun lebih sering merupakan retorika daripada fakta. Sejauh ini, dalam masyarakat kita yang multikultural dan multidimensional, peranan teknologi untuk menggantikan tugas-tugas guru masih kecil. Mungkin pada 10 sampai 15 tahun yang akan datang, peranan teknologi dalam proses pembelajaran akan bertambah besar. Meskipun demikian, fungsi guru tidak bisa seluruhnya dihilangkan sebagai pendidik dan pengajar bagi peserta didik.

Guru menjadi pusat perhatian karena sangat besar peranannya dalam setiap usaha peningkatan mutu. Tak ada usaha inovatif dalam pendidikan yang dapat mengabaikan peranan guru. Studi di 29 negara mengungkapkan bahwa guru merupakan penentu yang paling besar terhadap prestasi belajar siswa. Peranan guru semakin penting ditengah-tengah keterbatasan sarana dan prasarana seperi dialami negara-negara berkembang termasuk di dalamnya adalah Indonesia (Fakry Gaffar, 1999: 23).

Isu klasik yang muncul selama ini ialah: usaha apa yang paling tepat untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kualitas kinerja guru? Apakah melalui penataran, pendidikan penjenjangan/penyetaraan, pelatihan ditempat menurut kebutuhan seperti yang dilakukan oleh sejumlah sekolah swasta, atau pembinaan melalui gugus ? Isu lain: manakah pilihan yang lebih tepat antara meningkatkan kemampuan profesional guru dengan peningkatan kesejahteraan (terutama gaji) agar guru memiliki kualitas kinerja yang tinggi ? Di Indonesia semua upaya itu dilakukan secara serempak, dengan harapan dampaknya saling melengkapi.


(9)

Bagaimana dengan kinerja guru? Ini merupakan faktor yang sangat penting namun sering kurang diperhatikan. Kinerja berkaitan erat dengan kesejahteraan, kondisi kerja, kesempatan untuk pengembangan karier, dan pelayanan tambahan terhadap guru. Untuk yang disebut terakhir, dari beberapa negara dilaporkan bahwa keterlambatan gaji merupakan faktor penentu utama terhadap kinerja guru, Di sejumlah negara lainnya, rendahnya gaji guru merupakan penyebab utama tingginya angka bolos kerja karena penghasilan tambahan atau tak cukup uang untuk memenuhi kebutuhan minimal sekalipun (Supriadi, 1999: 43).

Hal yang berperan penting dalam peningkatan mutu pendidikan adalah bagaimana menumbuhtingkatkan kinerja guru, yaitu memiliki kualitas kerja, ketepatan, insiatif, kapabilitas, dan komunikasi dalam melakukan suatu pekerjaan sesuai dengan profesi yang diembannya. Tumbuh kembangnya kesadaran pada guru untuk hadir tepat waktu, betah, disiplin, teliti dan memiliki kreativitas dalam melakukan suatu pekerjaan pada individu guru itu sendiri dapat dipengaruhi dari dalam diri individu sendiri yang merupakan karakteristik yang membentuk individu tersebut dan dari luar individu. Selama ini, usaha yang sering dilakukan Departemen Pendidikan Nasional untuk menumbuhtingkatkan kinerja guru, adalah dengan memberikan kondisi eksternal yang menunjang melalui tunjungan fungsional guru, kenaikan pangkat guru dengan sistem angka kredit, pemberian kesempatan peningkatan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sesuai dengan kualifikasi yang ditetapkan (penyeteraan S1), penataran-penataran, pemberian fasilitas, dan penghargaan. Pertimbangan lain yang perlu diperhatikan adalah penempatan guru


(10)

dengan karakteristik internal yang memungkinkan untuk menciptakan kinerja guru yang baik.

Peranan para pendidik dalam penyelenggaraan pendidikan dapat diidentifikasi dalam dua bagian pokok (Davies, 1971 : 71), yaitu (1) sebagai pengelola, (2) sebagai operasional pendidikan dan pengajaran. Guru sebagai pengelola harus memiliki kemampuan manajerial yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pemotivasian, dan pengendalian. Dengan demikian seorang guru harus mampu memanfaatkan segala sumber daya pendidikan yang ada dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan. Sedang guru sebagai tenaga operasional harus memiliki kemampuan teknis yang terkait dengan bagaimana menggunakan segala sumber daya pendidikan yang ada dalam proses belajar mengajar di kelas. Menurut Travers & Rebore (1990:1): Teachers, despite differing personality types, must have some common traits. Superior intelligence, compassion humor, respect for children and patience are necessary ingredients for good teachers. Sehingga guru, selain memiliki kemampuan teknis yang terkait dengan bagaimana menggunakan segala sumber daya, juga dituntut untuk dapat memiliki daya kecerdasan yang tinggi, rasa humor, sabar dan sayang pada anak.

Adanya perkembangan baru terhadap pandangan belajar mengajar membawa konsekuensi kepada guru untuk meningkatkan kinerja dan kompetensinya. Hal ini disebabkan karena proses belajar mengajar dan hasil belajar siswa, sebagian siswa ditentukan oleh kinerja dan kompetensi guru. Guru yang kompeten akan lebih mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat optimal. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja guru baik fakor internal dan faktor ekternal.


(11)

Faktor internalnya misalnya kecerdasan spiritual dan motivasi kerja. Sedangkan faktor eksternalnya adalah harapan guru terhadap kemampuan kepemimpinan kepala sekolah.

Fenomena yang terjadi di SMP Negeri di Jayapura Selatan antara lain adanya kinerja para guru yang masih rendah dalam mendidik para siswanya, sehingga para siswa cenderung bersifat konstan dalam menyerap dan mempratekkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di sekolah untuk diterapkan dalam lingkungan masyarakat. Sebagai dampak yang lebih luas lagi, yaitu para siswa kurang memahami ilmu pengetahuan yang sedang berkembang dalam kehidupan masyarakat saat ini, hal ini diakibatkan pelajaran yang diterima di sekolah sangat minim, karena ilmu pengetahuan yang diberikan oleh para guru khususnya di SMP Negeri di Jayapura Selatan juga sangat terbatas dan kurang memotivasi para siswanya untuk lebih maju dan berkembang didalam mempelajari ilmu pengetahuan di luar sekolah. .

Adapun fenomena di atas terjadi karena disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: Rendahnya kinerja para guru dalam mendidik dan mentransfer ilmu pengetahuan pada para siswanya, rendahnya kecerdasan spiritual guru, rendahnya motivasi kerja guru dan kemampuan kepemimpinan kepala sekolah tidak sesuai dengan harapan guru. Semua itu disebabkan oleh belum tersentuhnya faktor-faktor tersebut dalam upaya meningkatkan kinerja guru.

Kecerdasan spiritual dilibatkan dalam penelitian ini karena diduga berhubungan dengan kinerja guru. Kecerdasan spiritual pada intinya adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menyelesaikan masalah, makna dan nilai dan memposisikan perilaku dan hidup dalam makna yang lebih luas, yang


(12)

dicirikan oleh adanya: (1) kapasitas diri untuk bersikap fleksibel, seperti aktif dan adaptif secara spontan, (2) level kesadaran tinggi (self-awareness) yang tinggi, (3) kapasitias diri untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan (suffering), (4) kualitas hidup yang terinspirasi dengan visi dan nilai-nilai, (5) keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu (unnecessary barm), (6) memiliki cara pandang yang holistik, dengan memiliki kecenderungan untuk melihat keterkaitan diantara segala sesuatu yang berbeda, (7) memiliki kecenderungan nyata untuk bertanya: “mengapa?” (why?) atau “bagaimana jika?” (what if?) dan cenderung untuk mencari jawaban-jawaban yang fundamental (prinsip, mendasar), dan (8) memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi.

Diketahui bahwa guru dalam melaksanakan tugasnya harus memiliki kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi yang tinggi, karena tugas guru meliputi mengajar, melatih dan membimbing. Dalam mengajar diperlukan kemampuan menguasai bidang tugasnya. Dalam melatih siswa agar terampil dalam mengem-bangkan potensinya, guru disamping harus punya pengetahuan tentang keterampilan sesuai dengan apa yang dilatihnya, dituntut pula memiliki kemampuan dalam mengendalikan emosi, mengelola emosi dan memotivasi dirinya sendiri karena siswa yang diajar memiliki watak dan karakteristik beragam. Di samping itu kemampuan dalam spiritual juga diperlukan seorang guru karena pada prinsipnya siswa merupakan ciptaan Tuhan harus diberikan pengetahuan, ketrampilan dan sikap dengan ketulusan hati dan tanpa pamrih. Dengan demikian peranan kecerdasan spiritual guru dalam meningkatkan kinerjanya sangat diperlukan agar guru dalam


(13)

melaksanakan tugasnya dengan ketulusan hati dalam mendidik siswa-siswanya agar berprestasi.

Guru yang memiliki kapasitas tinggi untuk bersikap fleksibel, aktif dan adaftif secara spontan dalam menjalankan tugasnya akan berdampak positif terhadap peningkatan kinerja. Guru harus fkelsibel, aktif dan adaptif dalam menyampaiakan materi kepada siswa karena diketahui bahwa siswa yang diajarkan materi pelajaran memiliki karakteristik yang heterogen. Oleh karena itu guru dalam merancang pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik siswa. Di samping itu, guru harus memiliki kesadaran yang tinggi bahwa ia berkewajiban untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki siswa. Guru harus sadar bahwa nafkah yang diperoleh guru harus seimbang dengan tugas-tugas yang diembannya, sehingga berkewajiban melaksankan tugas dengan baik.

Selain itu, guru harus memiliki kapasitas untuk memanfaatkan penderitaan sebagai ujung tombak keberhasilan dalam menjalankan tugas. Tugas sebagai guru memang berat, tapi seoarang guru tidak boleh larut dengan kesulitan yang dialami dalam menjalankan tugas, melainkan kesulitas tersebut dapat memacu guru untuk meningkatkan kinerja.

Motivasi kerja juga dilibatkan sebagai variabel bebas dalam penelitian ini yang diduga berhubungan dengan kinerja guru, karena motivasi kerja pada dasarnya merupakan kemauan seseorang untuk mengerjakan tugas-tugasnya. Kemauan itu terkait dengan kebutuhan, kemampuan dan persepsi seseorang tentang tugas-tugas. Apabila seseorang bekerja dan dari pekerjaan itu akan terpenuhi kebutuhannya dia akan giat bekerja. Federick Herzburg seperti yang dikutip Owens (1995) menyatakan


(14)

bahwa motivasi dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu motivational factors dan maintenance factors. Motivational factor adalah meliputi prestasi kerja, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, dan pengembangan potensi diri; sedangkan yang termasuk dalam maintenance factors atau hygeine factors adalah gaji, insentif, kenaikan pangkat, hubungan interpersonal dengan bawahan, status, hubungan interpersonal dengan atasan, hubungan interpersonal dengan bawahan, status, hubungan interpersonal dengan sejawat, cara mensupervisi, kebijakan administrasi, hasil kerja yang dicapai secara maksimal, kehidupan pribadi, dan keamanan kerja. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, dorongan yang kuat dan mengarah kepada pencapaian tujuan, disertai dengan kemampuan, adanya faktor pendorong dapat meningkatkan kualitas kerja seseorang.

Disisi lain harapan guru terhadap kemampuan kepemimpinan kepala sekolah juga diduga berhubungan dengan kinerja guru. Hal ini diperjelas oleh Kotter (2002) yang mengungkapkan bahwa untuk menaggulangi perubahan yang demikian pesat, dibutuhkan seorang pemimpin yang mampu menjalankan fungsi kepemimpinan, yaitu: menetapkan arah, menggalang, memotivasi dan mengambil keputusan yang tepat yang tentunya disesuaikan dengan harapan guru.

Bertitik tolak dari paparan di atas, ada sisi menarik untuk dikaji dan dicermati karena secara normatif pemerintah mempunyai komitmen yang sangat tinggi dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional melalui peningkatan kualitas kinerja guru. Akan tetapi, dari fenomena yang ada di lapangan yang sulit dipungkiri adalah masih banyak terdapat kekurangan atau kelemahan dalam pelaksanaannya. Untuk membuktikan secara ilmiah yang didukung oleh data empiris tentang permasalahan


(15)

atau kesenjangan antara harapan dengan kenyataan dalam hal kinerja guru, maka dipandang perlu untuk mengadakan sebuah penelitian dengan judul: ”Hubungan

antara Kecerdasan Spiritual, Motivasi Kerja Guru, dan Harapan Guru terhadap Kemampuan Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan Kinerja Guru SMP Negeri di Jayapura Selatan”.

1.2 Identifikasi Masalah

Peran penting yang dimiliki guru dalam menentukan kualitas dan kuantitas pembelajaran yang dilaksanakannya membawa berbagai konsekuensi. Konsekuensi tersebut antara lain guru harus memikirkan dan membuat perencanaan secara seksama dalam meningkatkan kesempatam belajar bagi siswanya dan memperbaiki kinerjanya. Berbagai persoalan yang dihadapi oleh guru dalam menjalankan perannya antar lain : tujuan-tujuan apa yang hendak dicapainya, materi pelajaran apa yang diberikan, metode apa yang harus dipakai, dan prosedur apa yang akan ditempuh untuk melakukan evaluasi.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat diidentifikasi beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja guru. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut adalah sebagai berikut :

1.2.1 Mutu Pendidikan nasional masih rendah dan berimplikasi terhadap pembentukan Sumber Daya Manusia dengan kualitas rendah, sehingga sulit bersaing dalam kompetisi global yang serba ketat.


(16)

1.2.2 Untuk mengatasi dan mengantisipasi rendahnya mutu pendidikan, telah diupayakan dengan meningkatkan kinerja guru tapi belum menampakkan hasil yang memuaskan.

1.2.3 Upaya meningkatkan kinerja guru lebih banyak memfokuskan pada penataran-penataran dalam upaya meningkatkan kompetensi guru, sehingga faktor internal guru terutama peningkatan kecerdasan spiritual guru diabaikan. 1.2.4 Belum tampak adanya guru menjalankan tugas dengan ketulusan hati tanpa

pamrih yang merupakan manifestasi kecerdasan emosional.

1.2.5 Motivasi kerja guru masih rendah, hal ini dapat dilihat adanya banyak guru mengabaikan tugas-tugasnya, banyak guru yang melaksanakan tugas menunggu perintah dari kepala sekolah.

1.2.6 Kepala SMP Negeri di Jayapura Selatan lebih dominan menjalankan tugas dan fungsi manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan sehingga sikapnya seperti seorang manajer, yaitu lebih banyak mengatur, memerintah dan mengawasi kinerja guru.

1.2.7 Kepala sekolah mengabaikan fungsi kepemimpinannya, yakni kemampuan menetapkan arah, kemampuan menggalang, kemampuan motivasi, dan kemampuan mengambil keputusan cenderung tidak sesuai dengan harapan guru.

1.3 Pembatasan Masalah

Permasalahan yang berkaitan dengan kinerja guru SMP mencakup aspek-apek yang luas dan mendalam, sehingga tidak tuntas dijawab melalui satu penelitian.


(17)

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu (waktu dan biaya), penelitian ini hanya dibatasi pada beberapa faktor yang berhubungan dengan kinerja guru SMP Negeri di Jayapura Selatan. Faktor-faktor tersebut, antara lain kecerdasan spiritual, motivasi kerja guru, dan harapan guru terhadap kemampuan kepemimpinan kepala sekolah yang dihubungkan dengan kinerja guru SMP Negeri di Jayapura Selatan. Penelitian ini juga terbatas pada guru SMP Negeri yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Untuk itu hasil yang diperoleh mencerminkan faktor mempengaruhi kinerja guru SMP Negeri sebatas variabel-variabel yang dilibatkan.

1.4 Rumusan masalah

Bertolak dari latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah tersebut di atas, maka masalah pokok yang ingin dicari solusinya melalui penelitian ini secara rinci dapat dirumuskan sebagai berikut.

1.4.1. Bagaimana gambaran kecerdasan spritual guru di SMPN Jayapura Selatan. 1.4.2. Bagaimana gambaran motivasi kerja guru di SMPN Jayapura Selatan.

1.4.3. Bagaimana gambaran harapan guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah di SMPN Jayapura Selatan.

1.4.4. Bagaimana gambaran kinerja guru di SMPN Jayapura Selatan.

1.4.5. Apakah terdapat hubungan antara kecerdasan spitual guru dengan kinerja guru SMP Negeri di Jayapura Selatan ?

1.4.6. Apakah terdapat hubungan antara motivasi kerja guru dengan kinerja guru SMP Negeri di Jayapura Selatan ?


(18)

1.4.7. Apakah terdapat hubungan antara harapan guru terhadap kemampuan kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru di SMP Negeri di Jayapura Selatan?

1.4.8. Apakah terdapat hubungan secara bersama-sama antara kecerdasan spiritual, motivasi kerja, dan harapan guru terhadap kemampuan kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru di SMP Negeri di Jayapura Selatan ?

1.5. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis hubungan antara kecerdasan spiritual guru, motivasi kerja guru, dan harapan guru terhadap kemampuan kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru di SMP Negeri di Jayapura Selatan. Secara rinci tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.5.1. Untuk mengetahui gambaran kecerdasan spiritual guru dengan kinerja guru

SMP Negeri di Jayapura Selatan.

1.5.2. Untuk mengetahui gambaran motivasi kerja guru dengan kinerja guru SMP Negeri di Jayapura Selatan.

1.5.3. Untuk mengetahui gambaran harapan guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru SMP Negeri di Jayapura Selatan.

1.5.4. Untuk mengetahui gambaran harapan guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru SMP Negeri di Jayapura Selatan.

1.5.5. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan antara kecerdasan spiritual guru dengan kinerja guru SMP Negeri di Jayapura Selatan.


(19)

1.5.6. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan antara motivasi kerja guru dengan kinerja guru SMP Negeri di Jayapura Selatan.

1.5.7. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan antara harapan guru terhadap kemampuan kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru SMP Negeri di Jayapura Selatan.

1.5.8. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan secara bersama-sama antara kecerdasan spiritual guru, motivasi kerja guru, dan harapan guru terhadap kemampuan kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru SMP Negeri di Jayapura Selatan.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat dipetik dari hasil penelitian ini secara umum adalah memberikan sumbangan pemikiran kepada pengambil kebijakan khususnya Pemerintah Kota Jayapura melalui Dinas Pendidikan dalam rangka meningkatkan kinerja guru SMP sehingga nantinya kualitas sumber daya manusia di di Jayapura Selatan lebih mampu bersaing di era global. Secara rinci manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.6.1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada kepala Dinas Pendidikan di Kota Jayapura dalam upaya pembenahan secara berkelanjutan tentang fungsi dan tugas guru di sekolah sehingga diperoleh kinerja guru yang optimal.

1.6.2 Temuan penelitian diharapkan dapat memberikan masukan kepada sekolah dan dapat dipakai dasar untuk melakukan refleksi dan koreksi terhadap


(20)

kebijakan-kebijakan yang diambil dan upaya-upaya yang telah dilakukan dalam memberikan perlakuan dan layanan kepada guru sehingga diperoleh kualitas kinerja guru lebih optimal. Dari hasil penelitian ini juga dapat dipakai oleh sekolah untuk menyusun strategi dan program layanan pendidikan pada guru yang lebih bermutu sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. 1.6.3 Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi guru SMP, khususnya guru SMP Negeri di Jayapura Selatan, agar dapat mengembangkan terus kinerjanya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya dengan jalan menggali dan memberdayakan segenap kemampuannya untuk meningkatkan mutu pendidikan.

1.6.4 Hasil dari penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan referensi pengembangan ilmu manajemen pendidikan, dan sebagai bahan penelitian lebih lanjut bagi para peminat khususnya dalam bidang manajemen pendidikan.


(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat ex-post facto atau noneksperimen, karena tidak melakukan manipulasi terhadap gejala yang diteliti karena gejalanya secara wajar sudah ada di lapangan. Nana Sudjana & Ibrahim (2001:56) menyatakan bahwa ex-post facto artinya sesudah fakta. Ex-post facto sebagai metode penelitian menunjuk kepada perlakuan atau manipulasi variabel bebas X telah terjadi sebelumnya sehingga peneliti tidak perlu memberikan perlakuan lagi, tinggal melihat efeknya pada variabel terikat. Hal senada dikemukakan oleh Kerlinger (2002:507) yang menyatakan bahwa penelitian ex-post facto merupakan penyelidikan empiris yang sistematis di mana ilmuwan tidak mengendalikan variabel bebas secara langsung karena perwujudan variabel tersebut telah terjadi, atau karena variabel tersebut pada dasarnya memang tidak dapat dimanipulasi.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian 3.2.1 Populasi Penelitian

Populasi menurut Fraenkel & Wallen adalah kelompok yang menarik peneliti, di mana kelompok tersebut oleh peneliti dijadikan sebagai obyek untuk menggeneralisasikan hasil Penelitian (Riyanto,2001:63). Lebih lanjut populasi dapat didifinisikan sebagai suatu himpunan yang terdiri dari hewan, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda yang mempunyai kesamaan sifat (Santoso, 2001:63) Populasi adalah


(22)

wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,2002:57). Menurut pendapat ini yang dimaksud dengan populasi bukan hanya orang, tetapi juga benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek atau subyek yang dipelajari, tetapi meliputi karakteristik yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu. Sejalan dengan pendapat tersebut Mantra (Singarimbun dan Efendi, 1995:152) mengemukakan bahwa populasi atau universe adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga. Sedangkan Saifuddin Azwar (2000:77) mengemukakan bahwa: Dalam penelitian sosial, populasi didefinisikan sebagai kelompok subyek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian.

Untuk menarik suatu sampel penelitian, menurut Mantra dan Kasto (Singarimbun, 1999:150) mengemukakan ada beberapa kreteria yang perlu dipertimbangakan yaitu: (1) derajat keseragaman (degree of homogenity) dari populasi. Makin seragam populasi itu, maka makin kecil sampel yang dapat diambil. Apabila populasi seragam sempurna (completely homogenious), maka satu satuan elementer saja dari seluruh populasi itu sudah cukup representatif untuk diteliti, (2) makin tinggi tingkat presesi yang dikehendaki, makin besar jumlah sampel yang harus diambil, (3) sampel yang diambil harus benar-benar sesuai dengan rencana analisis, dan (4) faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah tenaga, biaya dan waktu.

Berdasarkan uraian-uraian yang dikemukakan di atas maka dapat ditarik suatu pengertian bahwa yang dimaksud populasi adalah keseluruhan subyek atau jumlah


(23)

keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga. Di dalam pengambilan sebagian dari populasi kadang-kadang mengundang dilema peneliti, karena sangat kompleksnya karakteristik dari sifat individu yang terhimpun dalam sebuah populasi. Penetapan populasi yang menjadi sasaran penelitian beserta karakteristik-nya merupakan hal yang penting sebelum menentukan sampel.

Pada penelitian ini, populasi penelitian adalah seluruh guru SMP Negeri di Jayapura Selatan tahun 2012 berjumlah 109 orang guru tetap (PNS) yang tersebar dalam tiga sekolah yakni, SMP Negeri 3 Jayapura Selatan, SMP Negeri 5 Jayapura Selatan, dan SMP Negeri 9 Jayapura Selatan. Untuk lebih jelasnya rincian mengenai data populasi guru SMP Negeri di Jayapura Selatan dimuat pada tabel berikut.

Tabel 3.1. Keadaan Guru SMP Negeri di Jayapura Selatan Tahun Pelajaran 2012

No Nama Sekolah Jumlah Anggota Populasi

(orang)

1 SMP Negeri 3 Jayapura Selatan 38

2 SMP Negeri 5 Jayapura Selatan 33

3 SMP Negeri 9 Jayapura Selatan 38

TOTAL 109

Sumber: Dinas Pendidikan Kota Jayapura, 2012.

3.2.2 Sampel Penelitian

Dalam penelitian sosial, sering didapati jumlah populasi itu terlalu besar atau luas untuk diteliti sehingga bisa menyulitkan penelitian. Menghadapi kondisi yang demikian peneliti dibenarkan untuk mengambil sebagian dari populasi sepanjang masing mewarnai karakteristik populasi dan prosedur yang benar. Sebagian dari


(24)

populasi yang masih mewarnai sifat dan karakteristik populasinya untuk dikenai penelitian ini disebut sampel penelitian. Sampel adalah sebagian dari populasi. Karena ia merupakan bagian dari populasi, tentulah ia harus memiliki ciri-ciri yang dimiliki oleh populasinya. Apakah suatu sampel merupakan representasi yang baik bagi populasinya sangat tergantung pada sejauhmana karakteristik sampel itu sama dengan karakteristik populasinya (Azwar,2001:79-80). Karena analisis penelitian didasarkan pada data sampel sedangkan kesimpulannya nanti akan diterapkan pada populasi maka sangatlah penting untuk memperoleh sampel yang representatif bagi populasinya. Danim (2000:89) mengemukakan bahwa: sampel atau contoh adalah subunit populasi survai atau populasi survai itu sendiri, yang oleh peneliti dipandang mewakili populasi target. Lebih lanjut Sugiyono (2001:57) menyatakan bahwa: sampel adalah sebagian dari jumlah atau karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Karena ia merupakan bagian dari populasi, tentulah ia harus memiliki ciri-ciri yang dimiliki oleh populasinya. Menurut pendapat Sudjana & Ibrahim (2001:85) mengemukakan bahwa sampel adalah sebagian dari populasi terjangkau yang memiliki sifat yang sama dengan populasi. Lebih lanjut Riyanto (2001:64) mengemukakan bahwa sampel adalah bagian dari populasi. Jenis sampel yang diambil harus mencerminkan populasi. Sampel dapat dideinisikan sebagai sembarang himpunan yang merupakan bagian dari populasi.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas maka dapat ditarik suatu pengertian bahwa yang dimaksud dengan sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki karakteristik atau ciri-ciri yang sama dengan populasi.


(25)

Sehubungan dengan penelitian ini teknik pengambilan sampel (teknik sampling) yang digunakan adalah Proportional Random Sampling. Teknik ini digunakan karena populasi terdiri dari 3 sekolah yang terletak di lokasi dan jumlah anggota populasi berbeda. Langkah-langkah Pengambilan sampelnya adalah sebagai berikut.

a. Menentukan Jumlah Sampel Ideal yang Diperlukan

Pada penelitian ini penulis akan menggunakan perumusan Slovin

sebagaimana yang dikemukakan oleh Sugiyono dalam Sarwono (2006 :120) Sehingga jumlah sampel yang diambil dari populasi tersebut

dapat dihitung sebagai berikut :

N n =

1 + N (d )2 Dimana:

n = jumlah elemen/anggota sampel, N = jumlah elemen/anggota populasi

d = derajat kebebasan (error level), misal 0,1; 0,5; 0,01. Sehingga :

Jumlah elemen populasi (N) = 109 orang, error level yang ditetapkan oleh peneliti 10%, maka jumlah sampelnya:


(26)

N

n =

1 + N (d )2

109

n =

1 + 109 (0,1 )2 109 n = 1+1,09 109 n = 2,09 .n = 52, 153 atau dibulatkan menjadi 52 orang responden

Untuk pengambilan data besarnya sampel digunakan sebanyak 82 responden, tetapi untuk analisis digunakan 52 responden sesuai dengan ukuran sampel ideal yang telah ditetapkan.

b. Cara Pengambilan Sampel Penelitian

Agar mendapatkan sampel yang representatif terhadap populasi, dari masing-masing sekolah diambil sampel secara proporsional berdasarkan jumlah sampel ideal yang telah ditentukan. Setelah mendapat jumlah sampel dari masing-masing sekolah, kemudian dilakukan pengambilan secara random dengan undian untuk masing-masing sekolah. Melalui langkah-langkah tersebut diperoleh sampel seperti tampak pada tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.3 Sebaran Banyakya SMP Negeri di Jayapura Selatan yang Dijadikan Anggota Sampel Penelitian

No Nama Sekolah Jumlah Anggota Populasi

Jumlah Anggota Sampel (orang)

1 SMP Negeri 3 38

38/109x52 = 18,12844 = 18

2 SMP Negeri 5 33

33/109x52 = 15,74312 = 16

3 SMP Negeri 9 38

38/109x52 = 18,12844 = 18


(27)

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.3.1 Variabel Penelitian

Variabel yang dilibatkan dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel bebas dan satu variabel terikat. Yang menjadi variabel bebas adalah kecerdasan spiritual (X1), motivasi kerja guru (X2) dan harapan guru terhadap kemampuan kepemimpinan

kepala sekolah (X3), sedangkan variabel terikatnya adalah kinerja guru SMP (Y).

Hubungan antara varaiabel bebas dengan variabel terikat, dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1 Hubungan Antar Variabel

3.3.2 Definisi Operasional Variabel

Efendi dalam Singarimbun (1999:46) mengemukakan bahwa definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, definisi operasional variabel adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel.

X1

X3

X3

Y

rx1y rx2y rx3y

R123y

Keterangan :

X1 = Kecerdasan Spiritual

X2 = Motivasi Kerja Guru

X3 = Harapan Guru

terhadap Kemapuan Kepemimpinan Kepala Sekolah Y = Kinerja Guru


(28)

Sedangkan ahli lain menyatakan bahwa yang dimaksud dengan definisi operasional adalah suatu penjelasan secara operasional variabel-variabel yang diteliti, baik itu variabel bebas, terikat, moderador, kontrol, dan sebagainya. Dalam difinisi operasional ini, penjelasan didasarkan pada: pengertian variabel yang diteliti, bagaimana cara mengukurnya, dan bagaimana bentuk data yang didapatkan (Dantes, 1986:7). Lebih lanjut Azwar (2001:74) mengemukakan bahwa definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang definisi operasional variabel yang telah dikemukakan di atas dapatlah ditarik suatu pengertian bahwa yang dimaksud dengan definisi operasional variabel adalah merupakan proses pengubahan definisi konseptual yang lebih menekankan kriteria hipotetik menjadi definisi operasional yang mencakup pengertian variabel penelitian secara operasional, cara mengukurnya, dan bentuk data yang didapatkan.

a. Kecerdasan Spritual

Kecerdasan spiritual adalah kemampuan yang dimiliki oleh seorang guru untuk menyelesaikan masalah, makna, nilai dan memposisikan perilaku dan hidup dalam makna yang lebih luas, yang dicirikan oleh adanya: (1) kapasitas diri untuk bersikap fleksibel, seperti aktif dan adaptif secara spontan, (2) level kesadaran tinggi (self-awareness) yang tinggi, (3) kapasitias diri untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan (suffering), (4) kualitas hidup yang terinspirasi dengan visi dan nilai-nilai, (5) keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu (unnecessary


(29)

barm), (6) memiliki cara pandang yang holistik, dengan memiliki kecenderungan untuk melihat keterkaitan diantara segala sesuatu yang berbeda, (7) memiliki

kecenderungan nyata untuk bertanya: “mengapa?” (why?) atau “bagaimana jika?”

(what if?) dan cenderung untuk mencari jawaban-jawaban yang fundamental (prinsip, mendasar), dan (8) memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi. Kecerdasan spiritual ditunjukkan oleh skor yang dicapai guru dalam menjawab kuesioner kecerdasan spiritual dengan model skala Likert dan data hasil pengukurannya berskala interval.

b. Motivasi Kerja Guru

Motivasi kerja guru adalah keseluruhan kondisi instrinsik yang menjadi tenaga penggerak sehingga seseorang guru mau bekerja sesuai dengan harapan, yang ditunjukkan oleh skor yang dicapai oleh guru dalam menjawab kuesioner motivasi kerja dan data yang diperoleh berskala interval. Indikator untuk mengukur motivasi kerja guru adalah faktor-faktor pendorong (satisfiers), yang terdiri atas: (1) pencapaian prestasi kerja, (2) pengakuan dan penghargaan, (3) pekerjaan itu sendiri, (4) tanggung jawab, (5) kemajuan, dan (6) pertumbuhan.

c. Harapan Guru terhadap Kemampuan Kepemimpinan Kepala Sekolah

Harapan guru terhadap kemampuan kepemimpinan kepala sekolah harapan guru terhadap kepala sekolah selaku pemimpin di sekolah agar menunjukkan kualifikasi potensinya (kemampuannya) dalam melaknakan tugas dan fungsi kepemimpinan, yang ditunjukkan oleh skor hasil penilaian guru terhadap kemampuan kepemmimpinan kepala sekolah sesuai dengan harapan guru yang digali melalui


(30)

kuesioner dengan model skala Likert. Skor yang diperoleh dari hasil pengukuran bersakala interval.

Harapan guru yang berkaiatan dengan kemampuan kepala sekolah dalam melaksanakan tugas dan fungsi kepemimpinannya adalah: (1) kemampuan dalam menetapkan arah, yaitu: mampu menciptakan visi/misi yang memperhatikan kepentingan guru, seberapa mudah visi itu dapat diterjemahkan oleh para guru ke dalam strategi, dan mampu membuat program yang berkualitas, dalam arti mudah diukur; (2) kemampuan menggalang,yakni kemampuan mengajak para guru secara bersama-sama/bergandengan tangan bekerja berdasarkan visi/misi dan strategi yang diciptkan untuk mencapai tujuan melalui: tindakan yang sesuai dengan wewenang (membimbing, memberi contoh, dan memberi petunjuk) dengan mengemukakan alasan dan berusaha melakukan pendekatan kepada guru, menciptakan kondisi (kebersamaan, keterbukaan, melibatkan personal sekolah dalam setiap kegiatan, saling percaya, keleluasaan untuk bertanggung jawab, jiwa pembaharuan, melakukan pelayanan dengan tulus, dan menghargai setiap keberhasilan); (3) kemampuan memotivasi guru, yaitu memberikan dorongan internal (berupa dorongan moral, pengharapan, pujian terhadap guru yang bertugas dengan baik) dan dorongan eksternal melalui pemberian penghargaan terhadap yang berprestasi, memenuhi kebutuhan guru menegakkan keadilan, pemberian penguatan, atau melakukan usaha-usaha yang menyebabkan guru bergerak/bekerja ke arah tujuan yang ingin dicapai; dan (4) kemampuan mengambil keputusan, yaitu membuat keputusan melalui analisis secara rasional dan objektif, melaksanakan keputusan secara konsisten dan menelaah


(31)

keputusan yang telah diambil, kemuadian mengevaluasi keputusan yang telah dilaksanakan untuk memperbaiki keadaan sesuai kebutuhan dan memperkecil resiko.

d. Kinerja Guru

Kinerja guru yang dimaksud adalah menunjuk pada proses dan hasil kerja dalam melaksanakan tugas-tugas yang berkaitan dengan pendidikan/pelatihan, proses pembelajaran/bimbingan, pengembangan profesi, dan pendukung pembelajaran/ bimbingan. Kinerja guru ditunjukkan oleh skor yang dicapai oleh guru dalam menjawab kuesioner kinerja guru dengan model skala Likert, dan data yang diperoleh berskala interval.

Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja guru adalah sesuai dengan tugas dan fungsi guru itu sendiri yang meliputi: (1) kualitas kerja meliputi: merencanakan program pengajaran, melaksanakan penilaian hasil belajar dengan teliti, berhati-hati dalam menjelaskan materi ajaran, (2) kecepatan atau ketepatan kerja meliputi: menerapkan hal-hal baru dalam memberikan materi pembelajaran, menyelesaikan program pengajaran sesuai dengan kalender pendidikan, (3) inisiatif dalam kerja meliputi: menggunakan media dalam pembelajaran, menggunakan berbagai metode dalam pembelajaran, menyelenggarakan administrasi, dan menciptakan hal yang baru yang lebih efektif dalam menata administrasi sekolah, (4) kemampuan kerja meliputi: mampu memimpin kelas, mampu mengelola interksi belajar mengajar, mampu melakukan penilaian hasil belajar siswa, dan menguasai landasan pendidikan, dan (5) komunikasi yang meliputi: melaksanakan bimbingan belajar, mengkomunikasikan hal-hal yang baru dalam pembelajaran, menggunakan


(32)

berbagai teknik dalam mengelola proses belajar mengajar, dan terbuka dalam menerima masukan guna perbaikan pembelajaran. Skor total yang dicapai responden mencerminkan kinerja guru.

3.4 Metode Pengumpulan Data dan Instrumen 3.4.1 Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data secara empiris mengenai variabel yang teliti dalam penelitian ini digunakan kuesioner model skala Likert, karena hendak akan mengukur sikap atau persepsi responden. Kuesioner digunakan untuk menjaring data tentang variabel-variabel yang diteliti baik itu variabel terikat maupun variabel bebas.

3.4.2 Instrumen Penelitian

Kuesioner kecerdasan spiritual, motivasi kerja, harapan guru terhadap kemampuan kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja guru, disusun menggunakan alternatif jawaban yang bersifat majemuk, dan pilihan jawaban terdiri atas lima pilihan. Pensekoran terhadap hasil kuesioner kinerja guru ini, menggunakan skala Likert. Dalam skala Likert, bentuk gradasinya mulai dari Selalu (SL), Sering (S), Kadang-Kadang (KK), Jarang (J), dan Tidak Pernah (TP). Pernyataan-pernyataan yang digunakan sebagai item di dalam kuesioner kinerja guru ini terdiri dari pernyataan positif (favourable) dan pernyataan negatif (unfavourable). Pernyataan positif (favourable) yang menunjukkan indikasi yang mendukung terhadap indikator dari variabel yang akan diungkap.. Pernyataan negatif (unfavourable) menunjukkan indikasi sebaliknya. Untuk pernyataan positif, skor yang digunakan yaitu mulai dari skor 1 untuk jawaban Tidak Pernah (TP), skor 2 untuk jawaban Jarang (J), skor 3


(33)

untuk jawaban Kadang-Kadang (KK), skor 4 untuk jawaban Sering (S), dan skor 5 untuk jawaban Selalu (SL). Sedangkan untuk pernyataan-pernyataan negatif sebaliknya, yaitu skor 1 untuk jawaban Selalu (SL), skor 2 untuk jawaban Sering (S), skor 3 untuk jawaban kadang-Kadang (KK), skor 4 untuk jawaban Jarang (J), dan skor 5 untuk jawaban Tidak Pernah (TP).

3.4.2.1Kisi-kisi Instrumen Penelitian

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Kuesioner Kinerja Guru

No Variabel Dimensi Indikator Nomor

Item 

1 Kinerja Guru

1. Kualitas Kerja  Merencanakan program pengajaran

1,2,3 3

Melakukan penilaian hasil belajar dengan teliti

4,5 2

 Berhati-hati dalam menjelaskan materi ajaran

6 1

 Menerapkan hasil peneli-tian dalam pembeajaran

7 1

2. Kecepatan/ ketepatan kerja

 Menerapkan hal-hal yang baru dalam memberikan materi pembelajaran

8,11,12 3

 Memberikan materi ajar sesuai dengan

karakteristik yang dimiliki siswa

9,13,14 3

 Menyelesaikan

program pengajaran sesuai dengan kalender akademik

15,16,1 7, 18

4

3. Inisiatif dalam kerja

 Menggunakan media dalam pembelajaran

19,20, 21


(34)

 Menggunakan berbagai metode dalam pembe-lajaran 22,23, 24, 25 4  Menyelesaikan administrasi 26,27, 28 3

 Menciptakan hal yang baru yang lebih efektif dalam menata adminis-trasi sekolah

29,30, 31

3

4. Kemampuan kerja

 Mampu memimpin kelas

32,33 2

 Mampu mengelola interaksi belajar mengajar

34,35,3 6, 37,38

5

 Mampu melakukan penilaian hasil belajar siswa

10 1

 Menguasai landasan kependidikan

39 1

5. Komunikasi  Melaksanakan layanan bimbingan belajar

40,41 2

 Mengkomunikasikan hal-hal baru dalam pembejaran

42 1

 Menggunakan berbagai teknik dalam

mengelola proses belajar mengajar

43,44 2

 Terbuka dalam menerima masukan guna perbaikan pembelajaran

45,46 2


(35)

Tabel 3.4 Kisi-Kisi Kuesioner Kecerdasan Spiritual

No Variabel Dimensi/Indikator Nomor Item 

3 Kecerdasan Spriritual

1. Kapasitas diri untuk bersikap pleksibel

1, 2, 3, 4, 5 5 2. Level kesadaran yang

tinggi

6, 7, 8, 9, 10 5 3. Kapasitas diri untuk

menghadapi dan memanfaatkan penderitaan

11, 12, 13, 14,15 5

4. Kualitas hidup yang terinspirasi dengan visi dan nilai-nilai

16, 17, 18, 19,20 5

5. Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu

21, 22, 23, 24,25 5

6. Memiliki cara pandang yang holistik

26, 27, 28, 29,30 5 7. Memiliki

kecende-rungan nyata untuk

bertanya “mengapa”

atau “bagaimana jika” dan cenderung untuk mencari jawaban yang prinsip dan mendasar

31, 32, 33, 34,35 5

8. Memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi

36, 37, 38 3


(36)

Tabel 3.5 Kisi-Kisi Kuesioner Motivasi Kerja Guru

No Variabel Dimensi/Indikator Nomor Item 

3. Motivasi Kerja Guru 1. Pencapaian prestasi 1, 4, 11, 16, 21, 31

6 2. Pengakuan dan

penghargaan

2, 7, 12, 17, 22, 26, 32

7 3. Pekerjaan itu sendiri 3, 8, 13, 18,

23, 27, 33

7 4. Tanggung jawab 6, 9, 14, 19,

24, 28, 30, 34 8

5. Kemajuan 5, 10, 15, 25,

35, 37, 39

7

5. Pertumbuhan 20, 29, 36,

38, 40

5

TOTAL 40 40

Tabel 3.6 Kisi-Kisi Kuesioner Harapan Guru terhadap Kemampuan Kepemimpinan Kepala Sekolah

No Variabel Dimensi Indikator Nomor

Item 

4. Harapan Guru terhadap Kemam-puan Kepemim pinan Kepala Sekolah

1. Menetapkan Arah  Kualitas visi/misi 1, 2, 3 3 Kualitas program 4, 5, 6 3 2. Mengglang Melaksanakan wewenang 7, 8 2  Menggalang komunikasi 9,10 2  Penciptaan kondisi 11, 12,

13, 14, 15, 16,

17

7

 Meningkatkan pelayanan 18, 19 2  Menghargai keberhasilan 20, 21 2 3. Memotivasi  Memberikan motivasi

internal

22, 23, 24

3  Memberikan motivasi

ekternal 25, 26, 27 3 4. Mengambil Keputusan

 Membuat keputusan 28, 29 2  Melaksanakan keputusan 30, 31 2  Menelaah dan

mengevaluasi keputusan

32, 33 2


(37)

3.4.2.2Validasi Instrumen Penelitian

Syarat mutlak untuk mendapatkan hasil penelitian yang sahih (valid) dan andal (reliable) adalah digunakan instrumen penelitian yang sahih (valid) dan andal (reliable) dalam pengumpulan data. Oleh karena itu instrumen penelitian harus dapat mengukur apa semestinya diukur. Untuk itu instrumen penelitian perlu validasi. Proses validasi dilakukan dengan menganalisis instrumen tersebut terutama kesahihan (validitas) dan keandalan (reliabilitas) instrumen penelitian dari masing-masing variabel.

Ada dua persyaratan pokok dari tes yang digunakan untuk pengumpulan data penelitian yakni validitas dan reliabilitas (Hamzah dkk, 2001:63). Validitas berhubungan dengan ketepatan terhadap apa yang mesti diukur oleh tes dan scberapa cermat tes melakukan pengukurannya, atau dengan kata lain validitas tes berhubungan dengan ketepatan tes tersebut terhadap konsep yang akan diukur sehingga betul-betul bisa mengukur apa yang seharusnya diukur (Suherman, 1994: 129), (Arikunto, 2001: 65) dan (Hamzah et.al, 2001: 139 -140).

Validitas menunjukkan kesahihan suatu alat ukur dalam pengukuran gejala atau yang hendak diukur. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah (Arikunto, 1999:160). Anastasi dan Susana Urbina (1997:85) menyatakan bahwa validitas sebuah instrumen atau tes menyangkut apa yang diukur tes dan sebarapa baik tes itu bisa mengukur. Uji validitas atau kesahihan


(38)

alat ukur adalah menguji kecermatan alat ukur dalam melakukan fungsinya (Azwar,1986:55). Suatu alat ukur yang mempunyai kesahihan bahwa angka yang dihasilkannya merupakan angka yang sebenarnya.

Pengukuran validitas instrumen ini, dimaksudkan untuk menilai keefektifan butir instrumen yang telah disusun. Suatu instrumen dikatakan mempunyai kesahihan yang tinggi, bila instrumen itu memiliki tingkat ketepatan dan dapat mewakili isi variabel atau komponen yang diberikan pada satuan waktu tertentu.

Kesahihan instrumen ini diuji melalui dua tahap, yaitu pertama memeriksa kembali setiap pernyataan yang dibuat. Pernyataan tersebut apakah sudah mengukur hal yang relevan dan apakah sudah mewakili aspek-aspek yang hendak diukur dalam penelitian ini. Uji validitas semacam ini oleh Azwar (1986: 57) disebut dengan content validity. Kedua, menguji korelasi antara skor butir dengan skor total (Ancok,1997:21).

Prosedur validitasi pernyataan dengan menggunakan kriteria pendekatan internal consistency, yaitu bila koefisien yang dihasilkan tinggi berarti ada kesesuaian antara fungsi pernyataan dengan skor total, diuji dengan menggunakan teknik korelasi "Product Moment dari Pearson". Oleh karena dalam korelasi tersebut yang dikorelasikan adalah skor total yang didalamnya sudah termasuk skor item, maka akan terjadi over estimasi, sehingga perlu dikorelasikan dengan bagian total (the correlation of parts with wholes) (Hadi,2000:95).

Adapun rumus yang dipergunakan untuk menguji kesahihan (validitas) butir kuesioner adalah menghitung korelasi momen tangkar (Product Moment dari Pearson ) antara skor butir (X) dengan skor faktor (Y). Rumus korelasi momen


(39)

tangkar (Product Moment dari Pearson ) yang digunakan adalah rumus angka kasar, yaitu:

N∑XY –(∑X)(∑Y) rxy = _________________________________________

[{N∑X2–(∑X)2}{N∑Y2-(∑Y)2}]

Keterangan:

rxy = koefisien korelasi antara X dan Y X = skor variabel X

Y = Skor variabel Y XY = Produk dari X kali Y

N = jumlah subyek yang diteliti (Hadi, 2000:95)

Kriteria yang digunakan adalah dengan membandingkan harga rxy dengan

harga tabel kritik r product moment, dengan ketentuan rxy dikatakan valid apabila rxy

> rtabel pada  = 0,05. Untuk mengitung validitas butir digunakan program excel.

Untuk mengetahui bahwa pengukuran itu dapat memberikan hasil yang relatif tidak berbeda bila dilakukan pengukuran kembali terhadap subyek yang sama, maka diperlukan perhitungan keandalan (reliabilitas) alat ukur. Istilah reliabilitas atau keandalan sering disamakan dengan istilah consistency stability atau dependability yang pada prinsipnya menunjukkan bahwa pengukuran itu dapat memberikan hasil relatif tidak berbeda bila dilakukan pengukuran kembali terhadap subjek yang sama (Azwar,1986:6).

Untuk mencari keandalan atau reliabilitas kuesioner kinerja guru, dicari konsistensi internalnya (internal consistency) dengan teknik koefisien alpha (Fernandes, 1984: 34). Koefisien alpha juga dapat digunakan untuk


(40)

menaksir konsistensi internal butir-butir yang mempunyai rentang bobot penskoran yang lebar (Suherman, 1994: 162 -163), (Arikunto,2001:109-110), dan Hamzah,dkk, 2001: I50). Berpedoman dengan pendapat ini, reliabilitas instrumen penelitian yang berupa kuesioner kinerja guru ini menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach (Hadi, 2000: 97). Rumus uji Alpha Cronbach adalah sebagai berikut.

 = 

  

 2

2

1 1 k

k

σ σ i

(Fernandes, 1984: 34).

Keterangan :  = koefisien keterandalan alpha

2 = varian total (varian responden) i2 = varian Butir

k = banyaknya butir

Untuk menghitung reliabilitas instrumen digunakan program excel didasarkan atas rumus koefisien alpha dari Fernandes (1984:34). Keputusan keterandalan instrumen, berpedoman pada klasifikasi Guilford (1959: 142), yakni :

  0,20 derajat reliabilitas sangat rendah

0,20 <  0,40 derajad reliabilitas rendah

0,40 <  0,60 derajat reliabilitas sedang

0,60 <  0,80 derajat reliabilitas tinggi


(41)

3.5.Hasil uji Faliditas dan Reliabilitas Intrumen 3.5.1. Hasil Uji Validitas

Analisis ini dilakukan dengan menggunakan uji Bivariate Pearson (Korelasi Produk Momen Pearson) dengan cara mengkorelasikan masing-masing variabel dengan skor total variabel. Skor total variabel adalah penjumlahan dari keseluruhan variabel. Variabel-variabel yang berkorelasi signifikan dengan skor total variabel menunjukkan variabel tersebut mampu memberikan dukungan dalam mengungkap apa yang ingin diungkap.

Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan taraf signifikansi 0.05. Kriteria pengujian adalah sebagai berikut :

 Jika r hitung ≥ r tabel (uji 2 sisi dengan sig 0.05) maka instrumen atau variabel

pertanyaan berkorelasi signifikan terhadap skor total variabel (dinyatakan valid).

 Jika r hitung < r tabel (uji 2 sisi dengan sig 0.05) maka instrumen atau variabel pertanyaan tidak berkorelasi signifikan terhadap skor total variabel (dinyatakan tidak valid).

Uji Signifikansi dilakukan dengan membandingkan nilai hitung dengan r-table. Pada uji pretest ini, jumlah sample (n) = 30 dan besarnya df dapat dihitung 30-2 = 28. Dengan df=28 dan alpha = 0.05 didapat r-table = 0.361.

3.5.1.1. Hasil uji Validitas variabel Kecerdasan Spiritual Guru SMP Negeri di Jayapura Selatan

Berdasarkan hasil uji (tabel perhitungan terlampir) dapat dianalisa sebagai berikut :


(42)

variabel. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai r tabel.

 Didapat hasil nilai korelasi untuk 38 indikator yang digunakan dalam mengukur Kecerdasan Spiritual semuanya valid dan memenuhi syarat validitas karena memiliki nilai r hitung > r tabel (r hitung > 0.361), kecuali P3, P6, P11, P16, P23, P28, P34, dan P38. Maka dapat disimpulkan bahwa semua indikator berkorelasi signifikan dengan skor total sehingga dapat digunakan untuk analisa selanjutnya, sedangkan P3, P6, P11, P16, P23, P28, P34, dan P38 dinyatakan tidak valid karena tidak berkorelasi signifikan dengan skor total sehingga dikeluarkan dan tidak dapat digunakan untuk analisa selanjutnya.

3.5.1.2. Hasil uji Validitas Motivasi Kerja Guru SMP Negeri di Jayapura Selatan

Berdasarkan hasil uji (tabel perhitungan terlampir) dapat dianalisa sebagai berikut :

 Dari hasil análisis didapat nilai korelasi antara skor variabel dengan skor total variabel. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai r tabel.

 Didapat hasil nilai korelasi untuk 40 indikator yang digunakan dalam mengukur Motivasi Kerja semuanya valid dan memenuhi syarat validitas karena memiliki nilai r hitung > r tabel (r hitung > 0.361), kecuali P3, P9, P26, P37 dan P39. Maka dapat disimpulkan bahwa semua indikator berkorelasi signifikan dengan skor total sehingga dapat digunakan untuk analisa selanjutnya, sedangkan dinyatakan tidak valid karena tidak berkorelasi signifikan dengan skor total sehingga dikeluarkan dan tidak dapat digunakan untuk analisa selanjutnya.


(43)

3.5.1.3. Hasil uji Validitas variabel Harapan Guru Guru SMP Negeri di Jayapura Selatan

Berdasarkan hasil uji (tabel perhitungan terlampir) dapat dianalisa sebagai berikut :

 Dari hasil análisis didapat nilai korelasi antara skor variabel dengan skor total variabel. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai r tabel.

 Didapat hasil nilai korelasi untuk 33 indikator yang digunakan dalam mengukur Harapan Guru semuanya valid dan memenuhi syarat validitas karena memiliki nilai r hitung > r tabel (r hitung > 0.361), kecuali P6, P26 dan P33. Maka dapat disimpulkan bahwa semua indikator berkorelasi signifikan dengan skor total sehingga dapat digunakan untuk analisa selanjutnya, sedangkan P6, P26 dan P33 dinyatakan tidak valid karena tidak berkorelasi signifikan dengan skor total sehingga dikeluarkan dan tidak dapat digunakan untuk analisa selanjutnya.

3.5.1.4. Hasil uji Validitas variabel Kinerja Guru SMP Guru SMP Negeri di Jayapura Selatan

Berdasarkan hasil uji (tabel perhitungan terlampir) dapat dianalisa sebagai berikut :

 Dari hasil análisis didapat nilai korelasi antara skor variabel dengan skor total variabel. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai r tabel.

 Didapat hasil nilai korelasi untuk 46 indikator yang digunakan dalam mengukur Kinerja Guru semuanya valid dan memenuhi syarat validitas karena memiliki nilai r hitung > r tabel (r hitung > 0.361), kecuali P9, P14, P26, P34, P41 dan P45. Maka dapat disimpulkan bahwa semua indikator berkorelasi signifikan dengan skor total sehingga dapat digunakan untuk analisa selanjutnya, sedangkan


(44)

P3, P6, P9, P14, P26, P34, P41 dan P45.dinyatakan tidak valid karena tidak berkorelasi signifikan dengan skor total sehingga dikeluarkan dan tidak dapat digunakan untuk analisa selanjutnya.

3.5.2. Uji Reliabilitas (Test of Reliability)

Pengujian reliabilitas dengan melakukan perhitungan koefisien reliabilitas mempergunakan Cronbach’s Alpha. Hasil-hasil dari perhitungan dapat dilihat dalam tabel dibawah ini. Dengan alat bantu software SPSS versi 16.0 berikut merupakan angka koefisien Cronbach’s Alpha dari masing-masing variabel pada pengukuran yang digunakan oleh penelitian ini. Pada program SPSS, metode ini dilakukan dengan metode Cronbach alpha, dimana suatu kuesioner dikatakan reliabel jika nilai Cronbach Alpha lebih besar dari 0.60.

Tabel 3.7. Hasil Uji Reliabilitas

Nomor Variabel Nilai Kesimpulan

1 Kecerdasan Spiritual 0.930 Reliabel/Andal

2 Motivasi Kerja 0.951 Reliabel/Andal

3 Harapan Guru 0.967 Reliabel/Andal

4 Kinerja Guru SMPN 0.972 Reliabel/Andal

Berdasarkan tabel 4.10. diatas, maka dapat dilihat bahwa pada hasil pengujian terhadap 30 responden, koefisien Cronbach Alpha variabel Kecerdasan Spiritual sebesar 0.930, Motivasi Kerja sebesar 0.951, Harapan Guru sebesar 0.967 dan Kinerja Guru SMPN sebesar 0.972 adalah reliable karena memenuhi persyaratan minimal reliabilitas yaitu 0.60. Keempat variable yang diteliti memiliki nilai Cronbach Alpha 0,80 <  1,00, sehingga dinyatakan memiliki derajat reliabilitas


(45)

sangat tinggi. Jadi semua item pertanyaan/variabel Kecerdasan Spiritual, Motivasi Kerja, Harapan Guru dan Kinerja Guru SMPN yang digunakan dinyatakan sangat reliabel/andal, artinya semuanya pertanyaan Reliabel/berkesinambungan karena memiliki nilai Cronbach alpha diatas 0.80. Nilai ini menunjukan bahwa indikator-indikator yang digunakan mempunyai ketepatan, keakuratan, kestabilan atau konsistensi yang sangat tinggi.

3.6.Metode Analisis Data

Informasi yang dicari dalam penelitian ini adalah: (1) model regresi antara tiga variabel bebas dan variabel terikat baik secara parsial (sendiri-sendiri) maupun secara simultan (bersama-sama), (2) koefisien regresi dari masing-masing model regresi, digunakan untuk meramal atau menaksir besarnya variansi nilai Y (variabel terikat), dan (3) koefisien korelasi antara variabel bebas dan terikat baik dalam bentuk korelasi sederhana, dan korelasi ganda serta korelasi parsial.

Kegiatan analisis data terdiri atas kegiatan pengolahan data dan analisis statistik. Kegiatan analisis data meliputi: (1) menyunting data secara manual. Penyuntingan data dilakukan karena kemungkinan ada data yang tidak jelas atau kesalahan dalam pengisian instrumen sehingga tidak memenuhi syarat untuk dianalisis, (2) mentabulasi data, dan (3) mengolah data sesuai dengan kebutuhan.

Dalam melakukan analisis data untuk penelitian ini ada tiga tahapan yang dilalui yakni: (1) tahap deskripsi data, (2) tahap pengujian persyaratan analisis, dan (3) tahap pengujian hipotesis.


(46)

3.4.3 Deskripsi data

Data yang telah diperoleh dari penelitian dideskripsikan menurut masing-masing variabel, yaitu skor kecerdasan spiritual (X1), motivasi kerja guru (X2), beban

harapan guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah (X3), serta kinerja guru (Y).

Karena tujuannya demikian, maka akan dicari harga rerata (M), standar deviasi (SD), Modus (Mo) dan Median (Me) setiap variabel yang diteliti.

3.4.4 Pengujian Persyaratan Analisis

Statistik yang digunakan dalam analisis data dalam penelitian ini adalah teknik korelasi lugas, regresi sederhana dan ganda, dan korelasi parsial. Persyaratan yang berkaitan dengaan teknik analisis tersebut harus dibuktikan secara statistik. Adapun uji persyaratan analisis adalah sebagai berikut.

3.4.4.1Uji Normalitas Sebaran

Uji normalitas sebaran data dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran frekuensi skor pada setiap variabel berdistribusi normal atau tidak.. Untuk itu dapat digunakan uji Kolmogorov-Smirnov, dengan kriteria: Jika p > 0,05 sebaran datanya berdistribusi normal, sebaliknya jika p< 0,05 sebaran datanya tidak normal. Perhitungan dilakukan dengan bantuan komputer melalui program SPSS 10.0.

3.4.4.2Uji Linieritas dan Keberartian Koefisien Regresi

Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui bentuk hubungan antara variabel terikat dengan masing-masing variabel bebas. Pedoman untuk melihat kelinieran adalah dengan mengkaji lajur Dev. from linierity dari modul MEANS, sedangkan untuk melihat keberartian arah regresinya berpedoman pada lajur linierity. Statistik


(47)

yang dihasilkan dari modul tersebut adalah statistik F. Bila F Dev. from linierity dengan p>0,05 maka bentuk regresinya linier, dan sebaliknya jika p<0,05 maka regresinya tidak linier. Bila F linierity dengan p<0,05 maka koefisien regresi yang diperoleh signifikan dan bila p >0,05 maka koefisien regresi yang diperoleh tidak signifikan. Untuk menguji linieritas dan keberartian koefsien regresi digunakan program SPSS 10.0.

3.4.4.3Uji Multikolinieritas

Uji Multikolineritas dikenakan pada variabel bebas. Multikolinieritas maksudnya adalah antara sesama variabel bebas tidak terdapat muatan faktor bersama yang terlalu tinggi (Sutrisno Hadi, 2001: 5). Untuk memeriksa apakah multikolinieritas itu terjadi, dapat dihitung interkorelasi antar variabel bebas dan menyajikannya dalam matriks interkorelasi (Azwar, 2001: 16). Selanjutnya dikatakan bahwa koefisien korelasi yang besar dalam matriks selalu merupakan pertanda adanya multikolinieritas. Untuk menghitung koefisien korelasi antara sesama varibel bebas digunakan korelasi product moment.

Jika koefisien korelasi antar varaiabel bebas  0,800 maka antara sesama variabel bebas adalah kolinier. Sebaliknya jika koefisien korelasi antar varaiabel bebas maka antara sesama variabel bebas tidak kolinier (Sutrisno Hadi, 1997: 135). Untuk keperluan analisis digunakan program SPSS 10.0.

3.4.5 Pengujian Hipotesis

Untuk menguji hipotesis pertama, kedua, dan ketiga digunakan teknik analisis regeresi sederhana dengan rumus :


(48)

Yˆ = a + bX (Sudjana, 1996: 312)

Untuk menguji signifikansi garis regresi di atas, digunakan rumus:

Freg =

res reg

RJK RJK

, dengan derajat kebebasan (dk) = 1 : (n – 2)

(Sutrisno Hadi, 2000: 14) Dimana :

n = Banyaknya anggota sampel

Freg = Harga bilangan F untuk garis regresi

RJKreg = Rerata jumlah kuadrat garis regresi

RJKres = Rerata jumlah kuadrat residu

Kaidah keputusannya adalah: dengan menggunakan  = 0,05 dan dk = 1: (n – 2), jika F-hitung > F-tabel (p<0,05), maka garis regresi tersebut signifikan, sebaliknya jika

F-hitung < F-tabel (p>0,05), maka garis regresi tidak signifikan. Untuk keperluan analisis

digunakan program SPSS 10.0

Untuk menguji hipotesis keempat digunakan teknik analisis regresi ganda dan korelasi parsial dengan rumus sebagai berikut :

1) Regresi Ganda

Yˆ = a0 + a1X1+ a2X2 + a3X3 (Sudjana, 1996: 387)

Untuk menguji signifikansi garis regresi di atas, digunakan rumus:

Freg =

res reg

RJK RJK

, dengan derajat kebebasan (dk) = (m) : (n – m – 1)

(Sutrisno Hadi, 2000: 14) Dimana :


(49)

n = Banyaknya anggota sampel m = Banyaknya cacah prediktor

Freg = Harga bilangan F untuk garis regresi

RJKreg = Rerata jumlah kuadrat garis regresi

RKres = Rerata jumlah kuadrat residu

Kaidah keputusannya adalah: dengan menggunakan  = 0,05 dan dk = (m) : (n – m – 1) : jika F-hitung > F-tabel (p<0,05), maka garis regresi tersebut signifikan, sebaliknya jika F-hitung < F-tabel (p<0,05), maka garis regresi tidak signifikan. Untuk keperluan analisis digunakan program SPSS 10.0.

2) Korelasi Parsial

Untuk mengetahui korelasi parsial yaitu korelasi antara satu variabel bebas dengan variabel terikat dengan mengendalikan variabel lainnya digunakan rumus korelasi parsial jenjang kedua dengan rumus:

r1y-23 =

) r )(1 r (1 ) )(r (r r 3 3y 2 2 13 2 2 3y 2 13 2 1y        

r2y-13 =

) r )(1 r (1 ) )(r (r r 1 3y 2 1 23 2 1 3y 1 23 1 2y        

r3y-12 =

) r )(1 r (1 ) )(r (r r 1 2y 2 2 23 2 2 2y 1 23 1 3y        

(Sutrisno Hadi, 2001 :50)

Untuk menguji signifikansi nilai korelasi parsial digunakan uji t-student, dengan kaidah keputusan sebagai berikut.


(50)

Dengan menggunakan  = 0,05 dan dk = n-m-1, jika t-hitung > t-tabel, maka Ho ditolak berarti signifikan, sebaliknya jika thitung < ttabel maka Ho diterima, berarti

tidak signifikan. Untuk menganalisis digunakan program SPSS 10.0.

3.5 Hipotesis Statistik

1. H0 :  x1 y = 0

H1 :  x1 y > 0

2. H0 :  x2 y = 0

H1 :  x2 y > 0

3. H0 :  x3 y = 0

H1 :  x3 y > 0

4. H0 : x1 x2 x3 y = 0

H1 : x1 x2 x3 y > 0

Keterangan :

 x1 y = Koefesien korelasi antara kecerdasan spiritual dengan kinerja

guru.

 x2 y = Koefesien korelasi antara motivasi kerja guru dengan kinerja

guru

 x3 y = Koefesien korelasi antara harapan guru terhadap kemampuan


(51)

x1 x2 x3 y = Koefesien korelasi ganda antara kecerdasan spiritual,

motivasi kerja guru dan harapan guru terhadap kemampuan kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru.


(52)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.KESIMPULAN

Penelitian ini mengenai hubungan antara variabel Kecerdasan Spiritual, variabel Motivasi Kerja, dan variabel Harapan Guru dengan Kinerja Guru SMP Negeri di Jayapura Selatan. Penelitian ini telah mengikuti tahapan-tahapan yang lazim dilakukan dalam pelaksanaan penelitian, pembuatan instrumen penelitian, melakukan uji coba instrumen penelitian, dan melakukan penyempurnaan instrumen, melaksanakan pengumpulan dan penarikan kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian dan analisa, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Bahwa Kecerdasan Spritual SMP Negeri di Jayapura Selatan sesuai dengan deskripsi data cukup tinggi. Hal ini berarti kecerdasan spiritual perlu dipertahankan karena dengan kecerdasan spiritual yang tinggi maka kinerja guru dapat dioptimalkann dengan rincian : pertama dalam hal Kapasitas diri untuk bersikap pleksibel, kedua Level kesadaran yang tinggi, ketiga Kapasitas diri untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan, keempat Kualitas hidup yang terinspirasi dengan visi dan nilai-nilai, kelima Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu, keenam Memiliki cara pandang yang holistic, ketujuh Memiliki kecenderungan nyata untuk bertanya “mengapa”


(53)

mendasar, dan kedelapan Memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi.

2. Bahwa Motivasi Kerja guru SMP Negeri di Jayapura Selatan tergolong rendah. Dengan ditemukan hasil seperti ini, maka motivasi kerja guru SMP Negeri di Jayapura Selatan perlu ditingkatkan. Dengan rincian, dalam hal pencapaian prestasi, pengakuan dan penghargaan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, kemajuan dan pertumbuhan bagi para guru.

3. Harapan guru terhadap kepemimpinan kepala SMP Negeri di Jayapura Selatan tergolong masih rendah. Ini berarti, harapan guru terhadap kepemimpinan kepala SMP Negeri di Jayapura Selatan belum optimal memberikan inspirasi positif kepada guru dalam melaknsakan tugasnya, dalam hal menetapkan arah, menggalang, memotivasi dan mengambil keputusan.

4. Bahwa Kinerja Guru SMP Negeri di Jayapura Selatan tergolong rendah. Hal ini perlu mendapat perhatian yang serius bagi pengelola pendidikan SMP Negeri di Jayapura Selatan karena akan berdampak pada rendahnya mutu pendidikan. Khususnya dalam hal kualitas kerja, kecepatan/ketepatan kerja, inisiatif dalam kerja, kemampuan kerja, dan komunikasi. Dalam peningkatan mutu pendidikan, guru memiliki peranan sangat strategis karena guru lebih dominan mengetahui karakteristik siswa. Dengan mengetahui karakateristik siswa dan dibekali oleh keterampilan pedagogik, profesional, sosial dan personal maka guru akan mampu mengelola pembelajaran secara optimal. Namun kenyataannya ditemui bahwa kinerja guru SMP Negeri di Jayapura Selatan tergolong rendah maka akan berdampak pada mutu anak didiknya.


(1)

Davis, K. & John W.N.1972. Human Behavior at Work: Organizational Behavior. Terj.Agus Dharma. Jakarta:Erlangga.

Depdikbud & Balai Pustaka. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta.

Depdiknas. 2001. Keputusan Menteri Pendidikcm Nasional Nomor 053/4/2001 tanggal 19 April 2001 tentang Pedoman Standar Pelayanan Minimal, Jakarta:Depdiknas Rl.

Doe, M. dan Marsha W. 2001. 10 Prinsif Spiritual Parenting, Bagaimana Menumbuhkan dan Merawat Sukma Anak-Anak Anda. Terjemahan Rahmani Astudti. 10 Pronciples for Spritual Parenting Your Child’s Soul. Bandung: Kaifa

---. 2001. Standar Kompetensi Guru Sekolah Menengah Pertama. Jakarta; Direktorat Tenaga Kependidikan, Dirjen Dikdasmen.

---.2003a. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Direktorat Dikmenum, Dirjen Dikdasmen.

Dimitri M. 2003. Quantum Quotient (Kecerdasan Quantum). Jakarta: Bagian Proyek Perluasan dan Peningkatan Mutu SMU.

---.2003b. Wawasan Kependidikan. Jakarta: Direktorat Dikmenum, Dirjen Dikdasmen.

---.2003c.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi Sekjen Depdikbud.

Driscoll, M. P. 1954. Psychology for Leaning and Instruction. Buston ; Ally an Bacon

---,2006. Beberapa Potret Permasalahan Pendidikan di Propinsi Bali Tahun 2005. Jakarta.

DeVrye, C. 2003. Good Service is Good Business 7 Strategi Sedrehana Menuju Sukses. Terj.M. Prihminto Widodo. 1997. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.

Draft, RL. 1991. Management. Florida, Orlando The Dyden Press.

Echols, J. M. dan Hassan S. 1999. Kamus Inggris-Indonesia (An English Indonesia Dictionary). Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.


(2)

Edward, E. L.1983, Sistem Imbalan dan Pengemhangan Organisasi. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Presindo

Effendi, S. & Chris M. 1999. Prinsip prinisp Analisis Data. Jakarta: LP3S. Effendi, S. 1999. Unsur-unsur Penelitian Survai.. Jakarta: LP3S.

Fakry G. M.1999. Menghargai Pengabdian Para Guru. Yogyakarta: Adiciptra Karya Nusa.

Fernandes, H.J.X. 1984. Testing and Measurement. Jakarta: National Education Planning, Evaluation and Cut 132 Development.

Franco, E. A. 1991, Training, Quizon City: Kalayan Press

Garlikov, R. 2000. Moral and Spiritual Values an Public Schools. http://www.garlikov.com/teaching/spiritual.html

Good, T. L. dan Jere E. B. 1990. Educational Psicology, A Realistic Approach. New York: Longman

Hadi, S. 1991. Analisa Butir Instrumen. Yogyakarta : Andi Offset. ---. 2000. ManuaL SPS Paket Midi. Yogyakarta: UGM.

Hamzah, B. dkk.2001. Pengembangan Instrumen Untuk Penelitian. Jakarta: Dilema Press.

Heidyrachman, 1990, Manajemen Personalia, Yogyakaxta: BPFE.

Husaini Usman. 2010. MANAJEMEN Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta Timur : PT Bumi Aksara.

Hjelle, L. A dan Daniel J. Z. 1992. Personality Theories. New York : McGraw Hill Inc.

Jalal, F. & Dedi S. 2001. Reformasei Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicipta Karya Nusa.

Kerlinger, F. N. 2002. Asas-Asas Penelitian Behavioral. Terj.Landung R.Simatupang. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Koentjaraningrat dkk. 1993. IRIAN JAYA Membangun Masyarakat Majemuk. Jakarta : Sapdodadi.


(3)

Likert, R. 1961. New Pattern of Management. New York:McGraw-Hill Book Company, Inc.

Lanawati, 1993. Manajemen Sumber Daya Manusia.Bandung:Rosdakarya.

Lazaruth, S.1984. Kepala Sekolah dan Tanggung Jawabnya. Yogyakarta: Kanisius. --- 1986. Organisasi Manusia: Nilai dan Manajemen. Ted. P.Suratno.Jakarta :

Erlangga.

Maslow, A. 1954. Motivation and Personality. New York-Evaston-London : Harper &Row. Publisher

Mantra, I. B. & Kasto. 1999. Penentuan Sampel.. Jakarta: LP3S. Mitchell,Terence R. 1985. Motivation: New Direction for Theory Research and Practice. Academy Management of Review.

Muhibbin, S. 1988, Psikologi Pendidikan, Jakatsa: Rineka Cipta

Mulyasa .2002. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nawawi, H. (2000). Manajemen Strategik. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press.

--- 1985. Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas Sebagai Lembaga Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung.

Nur, M. dan M. S. 1996. Teori Pembelajaran IPA dan Hakikat Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: Depdiknas, Direktorat Dikmenum, Dirjen Dikdasmen.

Nurkolis. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah,Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana.

Owens.1993. Organizational Behavior in Education. New Jersey: Prentice-Hall,Inc.,Englewood Gliffs Hosstra University

Peter, L. 1975 Competencies for Teaching : Teacher Educalion, California:Wardsworth Publishing Company, Inc.

Priyono, A. 1999, Action Reearch Sebagai Strategi Pengembangan Profesi Guru, Buletin MGNIP Jawa Tengah No 1/ 1999.


(4)

RI, Tap 1V MPR,1999, Tentang Garis- garis Besar Haluan Negara, Jakarta :RI

Rolf, L. &. Udai P. 1992, Pelatihan dan Pengembangan Tenaga Kerja (terjemahan,), Jakarta:Pustaka Binaman Presindo.

Santosa, S. I. 1981. Pembinaan Watak Tugas Utama Pendidik, Jakarta: BPF Psikalogi UI

Santoso, S. 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

--- 2000. SPSS : Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Jakarta: PT.EIex Media Komputindo.

Sardiman, A. M. 1986. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:CV Rajawali.

Siagian, S. P. 1995. Teori Motivasi dan Aplikasirrya. Jakarta : PT.Rineka Cipta. Sianipar, J.P.G. dan A M Entang. 2001. Teknik-teknik Analisis Manajemen. Jakarta:

Lembaga Administrasi Negara- Republik Indonesia.

Sidi, I. D. 2003. Menuju Masyarakat Belajar: Menggagas Paradigma Baru Pendidikan. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu.

Simanora, H. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta:LP3E

Slamet, PH. 2001. Manajemen Berbasis Sekolah. Jurnal Pendidikan dan Kebudaya-an,No.27.http://www.pdk.go.id/jurnal/27/manajemen-berbasis sekolah. htm.

---.2000. Karakteristik Kepala Sekolah Yang Tangguh. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Np.025. Jakarta:Balitbang Depdiknas.

Soepeno, B. 2004. School Based Management for Quality Improvement (Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah). Jakarta: Depdiknas.

Soetjipto. 1999. Profesi Keguruan, Jakarta:Rineka Cipta

Squires, D. A. W. & Segars, J. K. 1984. Effective Schools and Classroom: A Research Based Perspective, Virginia:Association for Supervision and Curriculum Development.

Steer, R.M. 1985. Efektivitas Organisasi: Kaidah Tingkah Laku. Terj.Magdelena Jamin. Jakarta: Erlangga.


(5)

Sinetar, M. 2000. Kecerdasan Spiritual.: Belajar dari Anak yang Mempunyai Kesadaran Dini. Jakarta: Elex Komputindo

Steers, R. M. & Lyman W. P. 1991. Motivation and Work Behavior.New York:McGraw-Hill,Inc.

Sardiman, A.M. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Sudjana. 1996. Metode Statitik Edisi 6. Bandung: Tarsito.

Sudjana, N. 2000. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sudjana, N. & A. R. 2001. Teknologi Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Sudjana, N. & Ibrahim. 2001. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar

Baru Algensindo.

Suherman, E. dan Yaya S. K. 1990. Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Matematika. Bandung: Wijaya Kusuma.

Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. --- 2001. Metode Penelitian Administrasi. Bandung:Alfabeta.

Suparno, P. SJ.et.al. 2002. Reformasi Pendidikan: Sebuah Rekomendasi. Yogyakarta: Kanisius.

Sukidi. 2004. Kecerdasan Spiritual. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Supriadi, D. 1999. Mengangkat Citra dan Martabat Guru Yogyakarta: PT Adicpta Karya Nusa.

--- 2004. Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Townsend, T. 1994. Effective Schooling for the Community, London: Routledge. Travers, P. D & Rebore, R. W. 1990, Foundation of Education Becoming a Teacher,

Englewood Cliffs, New Jersey:Prentice Hall.


(6)

Walpole, R. E. 1990. Pengantar Statistik. Alih Bahasa Bambang Sumantri. Jakarta: Gramedia.

Wiles, Y. 1955. Supervision for Better Schools.. New Jersey: Prentice Hal Inc. Winkel, W.S. 1984. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta : Gramedia Woolfolk, A. E. 1993. Educational Psychology. Bonston : Allyn and Bacon.

Zainun, B. 1981. Manajemen dan Organisasi. Jakarta: Balai Aksara.

Zohar, D. & Ian M. 2001. SQ: Spriritual Intelligence, the Ultimate Intelligence. London: Bloomsbury.


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN PERSEPSI GURU TERHADAP EFEKTIFITAS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KECERDASAN EMOSIONAL DAN MOTIVASI KERJA DENGAN KINERJA GURU SMP NEGERI DI KECAMATAN MEDAN TEMBUNG.

0 2 34

PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH, KEPUASAN KERJA GURU DAN MOTIVASI KERJA GURU TERHADAP KINERJA GURU SMP KOTA SIBOLGA.

1 3 42

HUBUNGAN EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA GURU SMP NEGERI DI KABUPATEN SAMOSIR.

0 1 31

HUBUNGAN MOTIVASI KERJA GURU DAN EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DENGAN KINERJA GURU SMP NEGERI SE KECAMATAN PERCUT SEI TUAN.

0 4 26

HUBUNGAN PERILAKU KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA KEPALA SEKOLAH DENGAN KINERJA GURU DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI SMP NEGERI KABUPATEN TAPANULI SELATAN.

0 1 25

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN PERSEPSI GURU TERHADAP SUPERVISI KEPALA SEKOLAH DENGAN KINERJA GURU SMP NEGERI DI KOTA MEDAN.

0 2 21

HUBUNGAN ANTARA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA DENGAN KINERJA GURU SMP NEGERI KECAMATAN JUWANGI Hubungan Antara Kepemimpinan Kepala Sekolah Dan Motivasi Kerja Dengan Kinerja Guru SMP Negeri Kecamatan Juwangi Kabupaten Boyolali Tahun 2011.

0 1 18

HUBUNGAN ANTARA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA DENGAN KINERJA GURU SMP NEGERI KECAMATAN JUWANGI Hubungan Antara Kepemimpinan Kepala Sekolah Dan Motivasi Kerja Dengan Kinerja Guru SMP Negeri Kecamatan Juwangi Kabupaten Boyolali Tahun 2011.

0 1 15

Hubungan antara kualitas kepemimpinan kepala sekolah dan motivasi kerja guru dengan kinerja guru di SMA Negeri Surakarta bab I

0 0 7

HUBUNGAN KEPEMIMPINAN PEMBELAJARAN DAN KECERDASAN EMOSIONAL KEPALA SEKOLAH DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI GURU SMP

0 0 13