Faktor faktor penyajian kembali laporan

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Laporan keuangan perusahaan digunakan oleh para pemakai laporan keuangan untuk menilai kinerja manajemen perusahaan dalam menjalankan operasional perusahaan. Manajemen perusahaan termasuk jajaran direksi bertanggung jawab secara langsung atas investasi yang ditanamkan oleh investor atau pemegang saham dalam perusahaan sehingga dapat memberikan kontribusi positif kepada para penanam modal. Untuk mengukur tingkat akuntabilitas sebuah laporan keuangan yang merupakan catatan tertulis atas kinerja manajemen dalam satu periode tertentu, maka laporan keuangan tersebut harus diperiksa oleh pihak independen dari luar perusahaan sehingga para pengguna laporan keuangan mendapatkan keyakinan yang memadai atas akuntabilitas laporan keuangan tersebut.

Akuntabilitas sebuah informasi keuangan perusahaan sangat dibutuhkan oleh banyak pihak diantaranya adalah:

1. Investor. Penanam modal berisiko dan penasihat mereka berkepentingan dengan risiko yang melekat serta hasil pengembangan dari investasi yang mereka lakukan. Mereka membutuhkan informasi untuk membantu menentukan apakah harus membeli, menahan atau menjual investasi tersebut. Pemegang saham juga tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan untuk membayar dividen.

2. Karyawan. Karyawan dan kelompok – kelompok yang mewakili mereka tertarik pada informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Mereka juga tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, imbalan pasca kerja, dan kesempatan kerja.

3. Pemberi pinjaman. Pemberi pinjaman tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan untuk memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo.

4. Pemasok dan kreditor usaha lainnya. Pemasok dan kreditor usaha lainnya tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terutang akan dibayar pada saat jatuh tempo. Kreditor usaha berkepentingan pada perusahaan dalam tenggang waktu yang lebih pendek daripada pemberi pinjaman kecuali kalau sebagai pelanggan utama mereka bergantung pada kelangsungan hidup perusahaan.

5. Pelanggan. Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan hidup perusahaan, terutama kalau mereka terlibat dalam perjanjian jangka panjang dengan atau bergantung pada perusahaan.

6. Pemerintah. Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada dibawah kekuasaannya berkepentingan dengan aktivitas sumberdaya dan karena itu berkepentingan dengan aktivitas perusahaan. Mereka juga membutuhkan informasi untuk mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan pajak, dan sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan statistik lainnya.

7. Masyarakat. Perusahaan memengaruhi anggota masyarakat dalam berbagai cara. Misalnya perusahaan dapat memberikan kontribusi berarti pada perekonomian nasional, termasuk jumlah orang yang dipekerjakan dan perlindungan kepada penanam modal domestik. Laporan keuangan dapat membantu masyarakat dengan menyediakan informasi kecenderungan (Tren) dan perkembangan terakhir kemakmuran perusahaan serta rangkaian aktivitasnya.

Manajemen bertanggung jawab atas penyusunan dan penyajian laporan keuangan apakah sudah memadai dan disajikan secara wajar berdasarkan prinsip – prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Untuk memperoleh keyakinan yang memadai atas laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen maka para pengguna laporan keuangan yang memiliki keterbatasan kemampuan dalam menginterprestasikan kinerja manajemen yang dilaporkan dalam laporan keuangan tersebut, maka dibutuhkanlah tenaga professional yang kompeten dan independen untuk memberikan keyakinan yang memadai kepada pemakai laporan keuangan mengenai akuntabilitas laporan keuangan melalui pendapat auditor independen dimana dalam standar profesi akuntan publik seorang akuntan publik harus memenuhi kriteria minimal dalam standar yang harus dilaksanakan disetiap penugasannya, yaitu :

1. Standar umum.

a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.

b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.

c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.

2. Standar pekerjaan lapangan.

a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik – baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.

b. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.

c. Bukti audit kompeten yang memadai harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan hasil audit.

3. Standar pelaporan.

a. Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

b. Laporan audit harus menunjukkan keadaan didalamnya prinsip akuntansi tidak secara konsisten diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterapkan dalam periode sebelumnya.

c. Pengungkapan informasi dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit.

d. Laporan audit harus memuat pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam semua hal yang mana auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan auditor, jika ada, dan tingkat tanggung jawab auditor yang bersangkutan.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa manajemen bertanggung jawab atas penyajian laporan keuangan sedangkan auditor bertanggung jawab atas pendapat auditnya secara profesi, dimana seorang auditor harus menjunjung tinggi independensinya dan secara kompeten melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan standar disetiap penugasannya.

Akuntabilitas suatu laporan keuangan tidak terlepas dari kemampuan manajemen menyusun dan menyajikan laporan keuangannya secara wajar sesuai dengan prinsip – prinsip yang berlaku umum tetapi juga kemampuan profesi seorang akuntan publik untuk menilai akuntabilitas sebuah laporan keuangan yang nantinya atas hasil audit laporan keuangan tersebut akan digunakan oleh para pengambil keputusan untuk membantu dalam pengambilan keputusan, menjadi pertanyaan besar bagi penulis jika sebuah manajemen yang secara Undang – Undang bertanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaannya secara baik dan melaporkan kinerjanya dengan tingkat akuntabilitas yang baik serta didukung oleh tenaga professional dibidangnya menghasilkan sebuah laporan keuangan yang salah saji sehingga seorang auditor independen harus melakukan penyajian kembali atas laporan keuangan yang sudah diaudit, apakah ada hal lain yang terkait yang menjadi alasan sebuah laporan keuangan harus disajikan kembali. Karena alasan inilah penulis Akuntabilitas suatu laporan keuangan tidak terlepas dari kemampuan manajemen menyusun dan menyajikan laporan keuangannya secara wajar sesuai dengan prinsip – prinsip yang berlaku umum tetapi juga kemampuan profesi seorang akuntan publik untuk menilai akuntabilitas sebuah laporan keuangan yang nantinya atas hasil audit laporan keuangan tersebut akan digunakan oleh para pengambil keputusan untuk membantu dalam pengambilan keputusan, menjadi pertanyaan besar bagi penulis jika sebuah manajemen yang secara Undang – Undang bertanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaannya secara baik dan melaporkan kinerjanya dengan tingkat akuntabilitas yang baik serta didukung oleh tenaga professional dibidangnya menghasilkan sebuah laporan keuangan yang salah saji sehingga seorang auditor independen harus melakukan penyajian kembali atas laporan keuangan yang sudah diaudit, apakah ada hal lain yang terkait yang menjadi alasan sebuah laporan keuangan harus disajikan kembali. Karena alasan inilah penulis

1.2 Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini merumuskan permasalahan sebagai berikut :

Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi penyajian kembali laporan keuangan perusahaan di Indonesia? Dan Kesalahan penyajian laporan keuangan seperti apa yang terjadi di Indonesia sehingga kesalahan tersebut harus disajikan kembali pada laporan keuangan pada

perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor – faktor dan kasus yang mendasari penyajian kembali laporan keuangan studi kasus di Bursa Efek Indonesia untuk periode tahun 2004 sampai dengan 2008.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk mengetahui apa saja yang mendasari alasan penyajian kembali laporan keuangan perusahaan di Indonesia sehingga dikemudian hari dapat memberikan manfaat bagi para pengguna laporan untuk mengetahui kendala dan masalah yang menyebabkannya dan sejauhmanakah dampak penyajian kembali tersebut terhadap keputusan yang akan diambil oleh para pengambil keputusan di masa depan.

Sedangkan bagi kalangan praktisi dan akademisi, penelitian diharapkan dapat memberikan masukan bagi perkembangan praktik akuntansi serta audit di Indonesia.

1.5 Batasan Penelitian

Fokus perhatian dan batasan dalam pembahasan atas masalah ini adalah untuk mengetahui faktor – faktor dan kasus penyajian kembali laporan keuangan perusahaan studi kasus di Bursa Efek Indonesia. Sebagai obyek penelitian adalah semua laporan keuangan yang diterbitkan oleh kantor akuntan publik pada Bursa Efek Indonesia untuk periode yang berakhir pada tahun 2004 sampai dengan 2008, hal ini mengingat pada tahun 2004 ekonomi Indonesia sudah mulai normal kembali setelah krisis ekonomi pada tahun 1998 sehingga secara signifikan tidak memengaruhi laporan keuangan yang disajikan pada tahun – tahun tersebut.

1.6 Metode Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam karya akhir ini adalah deskriptif analisis, penelitian yang digunakan adalah metode kajian pustaka dengan pendekatan kualitatif. Metode kajian pustaka digunakan sebagai analisis konten yaitu untuk memaparkan sesuatu dengan melakukan pengumpulan data dan informasi. Pendekatan penelitian yang digunakan pada penyusunan karya akhir ini adalah dengan pendekatan kualitatif atas laporan keuangan yang melakukan penyajian kembali selama periode tahun 2004 sampai dengan 2008 untuk memaparkan sesuatu dengan melakukan pengumpulan data dan informasi dari beberapa sumber. Teknik pengumpulan data yang utama digunakan dalam penulisan karya akhir ini adalah studi literature / kepustakaan, serta ditambahkan pula data sekunder yang diperoleh dari website terkait dengan penyajian kembali laporan keuangan di bursa efek Indonesia untuk periode tahun 2004 sampai dengan 2008.

1.7 Sistem Penulisan

Sistematika penulisan tesis ini dimulai dengan menguraikan latar belakang apa saja alasan yang mendasari dan kasus penyajian kembali laporan keuangan perusahaan. Uraian ini kemudian dilanjutkan dengan merumuskan masalah yang ingin diteliti, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, hipotesa, teknik penelitian dan sistematika penulisan ini merupakan isi bab I. Untuk bab II, penulis menguraikan teori – Sistematika penulisan tesis ini dimulai dengan menguraikan latar belakang apa saja alasan yang mendasari dan kasus penyajian kembali laporan keuangan perusahaan. Uraian ini kemudian dilanjutkan dengan merumuskan masalah yang ingin diteliti, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, hipotesa, teknik penelitian dan sistematika penulisan ini merupakan isi bab I. Untuk bab II, penulis menguraikan teori –

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Laporan keuangan

Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 mengenai Penyajian Laporan Keuangan, laporan keuangan yang merupakan bagian proses pelaporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan, catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Menurut ketentuan Badan Pengawasan Pasar Modal (BAPEPAM) No. KEP-134/BL/2006 laporan keuangan setidaknya diterbitkan oleh perusahaan sekali dalam setahun dalam bentuk laporan tahunan (annual report). Laporan tahunan juga merupakan media utama penyampaian informasi oleh manajemen kepada pihak – pihak di luar perusahaan. Laporan tahunan mengkomunikasikan kondisi keuangan dan informasi lainnya kepada pemegang saham, kreditor dan stakeholders lainnya.

2.2. Tujuan dan Manfaat Laporan Keuangan

Menurut PSAK No. 1, tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan. Bagi pihak investor, laporan keuangan banyak memberikan informasi yang bermanfaat untuk mengambil keputusan investasi atau disinvestasi.

2.3. Laporan Tahunan

Laporan tahunan merupakan media pelaporan keuangan oleh perusahaan. Laporan keuangan juga merupakan media utama penyampaian informasi oleh manajemen kepada pihak – pihak di luar perusahaan. Laporan tahunan mengomunikasikan kondisi keuangan dan informasi lainnya kepada pemegang saham, kreditur, dan stakeholder lainnya. Laporan tersebut juga menjadi alat utama para manajer untuk menunjukan efektivitas pencapaian tujuan dan untuk melaksanakan fungsi pertanggungjawaban dalam organisasi.

Laporan keuangan dan catatan atas laporan keuangan merupakan salah satu komponen dari laporan tahunan.

2.4. Pengungkapan

Menurut Standar Audit (SA) No. 431 mengenai Pengungkapan Memadai dalam Laporan Keuangan menyatakan bahwa “Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor”.

Luas pengungkapan mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi, sosial budaya suatu negara, teknologi informasi, kepemilikan perusahaan dan peraturan – peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Terdapat tiga konsep pengungkapan menurut Hendriksen (2001) yaitu:

1. Adequate disclosure (pengungkapan cukup), mengandung arti bahwa disclosure yang minimal harus ada sehingga laporan keuangan tidak menyesatkan.

2. Fair disclosure (pengungkapan wajar). Fair disclosure menyatakan tujuan – tujuan etis untuk memberikan perlakuan yang sama bagi semua pembaca potensial.

3. Full disclosure (pengungkapan penuh), berarti penyajian seluruh informasi yang relevan.

Setiap Negara menetapkan sendiri peraturan pengungkapan pada laporan tahunan. Di Indonesia peraturan yang menjelaskan tentang item – item pengungkapan yang wajib disajikan pada laporan keuangan ditetapkan oleh BAPEPAM X.K.6 No. KEP-134/BL/2006 dan untuk pedoman penyajiannya ditetapkan oleh BAPEPAM VIII.G.7 No. KEP- 06/PM/2000 tanggal 13 Maret 2000.

2.5. Pasar Modal

Pasar modal merupakan pasar untuk berbagai surat berharga keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang ataupun modal. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena pasar modal menyediakan fasilitas yang mempertemukan dua kepentingan yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana dan pihak yang memerlukan dana. Dengan adanya pasar modal, maka terbuka kesempatan bagi masyarakat luas untuk turut serta memiliki sebagian suatu perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang berarti masyarakat dapat membeli saham suatu perusahaan. Jika perusahaan menjual sebagian sahamnya kepada masyarakat luas atau kepada publik.

2.6. Kewajiban perusahaan untuk diaudit berdasarkan UU No 40 tahun 2007

Untuk meningkatkan reliabilitas dan validitas sebuah laporan keuangan Berdasarkan Undang – Undang No 40 tahun 2007 pasal 68 ayat 1 sebuah laporan keuangan harus diperiksa oleh Kantor Akuntan Publik yang dijelaskan dalam pasalnya sebagai berikut : Direksi wajib menyerahkan laporan keuangan Perseroan kepada akuntan publik untuk diaudit apabila:

a. Kegiatan usaha Perseroan adalah menghimpun dan/ atau mengelola dana masyarakat;

b. Perseroan menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat;

c. Perseroan merupakan Perseroan Terbuka;

d. Perseroan merupakan persero;

e. Perseroan mempunyai aset dan/atau jumlah peredaran usaha dengan jumlah nilai paling sedikit Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milliar rupiah); atau

f. Diwajibakan oleh peraturan perundang – undangan.

2.7. Tanggung jawab manajemen

Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 mengenai Penyajian Laporan Keuangan paragraf 06 menjelaskan bahwa ”Manajemen perusahaan bertanggung jawab atas penyusunan dan penyajian laporan keuangan perusahaan”. Berdasarkan Standar Audit (SA) seksi 110 (2001) mengenai Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor Independen pada paragraf 03 menjelaskan bahwa “Laporan keuangan merupakan tanggung jawab manajemen. Tanggung jawab auditor adalah untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Manajemen bertanggung jawab untuk menerapkan kebijakan akuntansi yang sehat dan untuk membangun dan memelihara pengendalian intern yang akan, diantaranya, mencatat, mengilah, meringkas, dan melaporkan transaksi (termasuk peristiwa dan kondisi) yang konsisten dengan asersi manajemen yang tercantum dalam laporan keuangan. Transaksi entitas dan aset, utang dan ekuitas yang terkait adalah berada dalam pengetahuan dan pengendalian langsung manajemen, pengetahuan auditor tentang masalah dan pengendalian intern tersebut terbatas pada yang diperoleh melalui audit. Oleh karena itu, penyajian secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia merupakan bagian yang tersirat dan terpadu dalam tanggung jawab manajemen”.

2.8. Tanggung jawab auditor

Berdasarkan Standar Audit (SA) seksi 110 (2001) menjelaskan bahwa tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Laporan auditor merupakan sarana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya, atau apabila keadaan mengharuskan, untuk menyatakan tidak memberikan pendapat. Baik dalam hal auditor menyatakan pendapat maupun menyatakan tidak memberikan pendapat, ia harus menyatakan apakah auditnya telah dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) mengharuskan auditor menyatakan apakah, menurut pendapatnya, laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia dan jika ada, menunjukkan adanya ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan Berdasarkan Standar Audit (SA) seksi 110 (2001) menjelaskan bahwa tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Laporan auditor merupakan sarana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya, atau apabila keadaan mengharuskan, untuk menyatakan tidak memberikan pendapat. Baik dalam hal auditor menyatakan pendapat maupun menyatakan tidak memberikan pendapat, ia harus menyatakan apakah auditnya telah dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) mengharuskan auditor menyatakan apakah, menurut pendapatnya, laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia dan jika ada, menunjukkan adanya ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan

2.9. Kesalahan Mendasar dan Kebijakan Akuntansi.

Berdasarkan PSAK No. 25 mengenai Laba Atau Rugi Untuk Periode Berjalan, Kesalahan Mendasar dan Perubahan Kebijakan Akuntansi, mendefinisikan kesalahan mendasar adalah kesalahan yang cukup signifikan yang ditemukan pada periode berjalan sehingga laporan keuangan dari satu atau lebih periode-periode sebelumnya tidak dapat diandalkan lagi pada tanggal penerbitannya. Sedangkan kebijakan akuntansi adalah prinsip, dasar, konvensi, aturan, dan praktik tertentu yang dipakai oleh suatu perusahaan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangannya. Koreksi kesalahan yang mendasar dapat dibedakan dari perubahan estimasi akuntansi. Estimasi akuntansi pada hakekatnya adalah suatu taksiran (approximations) yang mungkin perlu direvisi dengan adanya informasi tambahan yang diketahui dalam periode berikutnya. Dalam mengkoreksi suatu kesalahan yang mendasar, jumlah koreksi yang berhubungan dengan periode sebelumnya harus dilaporkan dengan menyesuaikan saldo laba awal periode. Informasi komparatif harus dinyatakan kembali, kecuali jika untuk melaksanakannya dianggap tidak praktis.

Pemakai laporan keuangan harus dapat memperbandingkan laporan keuangan suatu perusahaan selama beberapa periode untuk mengidentifikasi kecenderungan posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan tersebut. Oleh karena itu, kebijakan akuntansi yang digunakan harus diterapkan secara konsisten pada setiap periode. Suatu perubahan kebijakan akuntansi harus dilakukan hanya jika penerapan suatu kebijakan akuntansi yang berbeda diwajibkan oleh peraturan perundangan atau standar akuntansi keuangan yang berlaku, atau jika diperkirakan bahwa perubahan tersebut akan menghasilkan penyajian kejadian atau transaksi yang lebih sesuai dalam laporan keuangan suatu perusahaan. Penyajian suatu kejadian atau transaksi akan lebih tepat jika kebijakan akuntansi yang baru menghasilkan informasi yang lebih relevan atau dapat dipercaya mengenai posisi keuangan,-kinerja atau arus kas suatu perusahaan.

Hal-hal berikut bukan merupakan perubahan dalam kebijakan akuntansi: (a) Penerapan suatu kebijakan akuntansi atas suatu kejadian atau transaksi yang berbeda substansinya dengan kejadian atau transaksi yang sebelumnya terjadi; (b) Penerapan suatu kebijakan akuntansi baru atas suatu kejadian atau transaksi yang belum pernah terjadi sebelumnya, atau yang dampaknya tidak material.

2.10. Penerapan Retrospektif dan Prospektif

Berdasarkan PSAK No. 25 mengenai Laba Atau Rugi Untuk Periode Berjalan, Kesalahan Mendasar dan Perubahan Kebijakan Akuntansi, Penerapan yang retrospektif berarti bahwa kebijakan akuntansi yang baru diterapkan seolaholah kebijakan akuntansi tersebut telah digunakan sebelumnya. Karena itu, kebijakan akuntansi yang baru diterapkan pada kejadian atau transaksi sejak tanggal terjadinya kejadian atau transaksi tersebut.

Penerapan yang prospektif berarti bahwa kebijakan akuntansi yang baru diterapkan pada kejadian atau transaksi yang terjadi setelah tanggal perubahan. Tidak ada penyesuaian yang berhubungan dengan periode sebelumnya yang dilakukan baik pada saldo laba awal periode (retained earnings) atau dalam pelaporan laba atau rugi bersih untuk periode sekarang, karena saldo yang ada tidak dihitung kembali.

2.11. Kasus Penyajian Kembali.

2.11.1 Waste Management

Di bulan Februari tahun 1998, Waste Management mengumumkan telah melakukan penyajian kembali laporan keuangan yang telah diterbitkan untuk tahun 1993 sampai dengan 1996. Dalam penyajian kembali tersebut, Waste Management mengatakan bahwa telah melaporkan kelebihan catat secara material laba sebelum pajak sebesar US$ 1,43 milyar. Setelah mengumumkan hal tersebut, saham perusahaan jatuh lebih dari 33 persen dan para pemegang saham mengalami kerugian sebesar US$ 6 juta.

Skema yang terjadi

Pengkapitalisasian Biaya Perijinan Area Pembuangan.

Waste Management mengkapitalisasikan biaya yang terkait untuk memperoleh ijin yang disyaratkan untuk membangun dan memperluas area pembuangan sampahnya. Manajemen juga mengkapitalisasi bunga pinjaman atas biaya konstruksi area pembuangan, sepanjang beban tersebut terkait dengan sistem pengembangan area pembuangan sampah mereka.

Sebagai bagian normal operasi bisnis perusahaan, Waste Management mengalokasikan sumberdaya yang substansial kepada pembangunan area pembuangan yang baru dan perluasan area pembuangan yang telah ada. Bagian biaya yang signifikan tersebut berasal dari biaya perijinan pembangunan area pembuangan dan perluasan area pembuangan yang terkait dengan proses untuk memperoleh ijin atas area pembuangan tersebut dari otoritas pemerintah terkait. Setiap tahun, perusahaan menghadapi kesulitan untuk mendapatkan ijin atas area pembuangan tersebut, dan seringkali dihadapi dengan biaya yang signifikan yang diinvestasikan dalam proyek yang harus dibebankan atau secara material diturunkan nilainya ketika persyaratan atas ijin area tersebut tidak diperoleh.

Perusahaan secara rutin mengkapitalisasikan biaya yang terkait dengan perolehan ijin yang disyaratkan atas area pembuangan, sehingga biaya atas ijin tersebut dicatat sebagai biaya ditangguhkan sampai area pembuangan tersebut dapat digunakan. Manjemen tidak mengungkap seluruh biaya yang terjadi dan sebagai penggantinya hanya mengungkapkan biaya yang terkait dengan beberapa proyek dalam laporan 10-K mereka kepada SEC.

Tim manajemen dari Waste Management juga melakukan transfer biaya ijin yang tidak sukses kepada tempat yang berbeda lainnya yang telah memperoleh ijin atau tempat lain yang masih dalam proses memperoleh perijinan. Dampaknya, mereka mencampur biaya yang seharusnya sudah dibebankan kedalam biaya proyek pembuangan tersebut kepada biaya perijinan proyek pembuangan yang dikapitalisasi. (dalam praktik dikenal sebagai “basketing” yang tidak diperkenankan dalam prinsip akuntansi yang berlaku umum). Manajemen tidak pernah mengungkapkan penggunaan skema akuntansi (basketing) tersebut dalam laporan 10-K mereka.

Pengkapitalisasian Biaya Bunga dari Beban Konstruksi Area Pembuangan.

Sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, Waste Management dapat melakukan kapitalisasi atas bunga pinjaman yang terkait dengan pengembangan area pembuangan, karena secara relatif lamanya periode waktu untuk memperoleh ijin, mengembangankan area pembuangan dan hingga siap digunakan untuk penampungan sampah Waste Management menggunakan metode nilai buku bersih (net book value) yang dimungkinkan dapat melanggar prinsip akuntansi yang berlaku umum yang mensyaratkan bahwa pengkapitalisasian biaya bunga dapat dilakukan sampai aset tersebut secara subtansial siap digunakan. Arthur Andersen sebagai auditor Waste Management memberikan masukan kepada perusahaan bahwa metode yang digunakan tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Akhirnya, pada tahun 1994 manajemen setuju untuk menggunakan metode baru yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. CFO Waste Management menetapkan bahwa penggunaan metode baru yang sesuai dengan prinsip yang berlaku umum mengakibatkan peningkatan biaya bunga tahunan sebesar US$ 25 juta.

Pengkapitalisasian biaya lain – lain.

Perusahaan juga melakukan pengkapitalisasian biaya lain – lain seperti biaya pengembangan sistem daripada mencatatnya sebagai biaya dalam periode terjadinya biaya tersebut. Faktanya, mereka menggunakan period amortisasi yang lama (10 hingga 20 tahun untuk dua sistem terbesar mereka) dan tidak mengakui dampak dari kehausan teknologi terhadap masa manfaat dari sistem tersebut.

Auditor perusahaan mengajukan beberapa jurnal koreksi untuk menghapus penangguhan biaya pengembangan sistem tersebut yang tidak sesuai, Arthur Andersen juga memberikan masukan kepada manajemen untuk menurunkan jangka waktu penyusutan masa manfaat atas aset tersebut. Di tahun 1994 perusahaan setuju untuk menggunakan periode yang lebih pendek untuk mengamortisasi asetnya tersebut dan menghapus kesalahan pencatatan yang dihasilkan atas perlakuan akuntansi yang tidak berkenan tersebut selama periode lima tahun. Sejak tahun 1995 perusahaan merubah periode amortisasinya dan menghapus biaya kapitalisasi pengembangan sistem yang tidak diperkenankan dengan membebankan biaya tersebut kepada beban lain – lain.

Kesimpulan

Berdasarkan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum, sebuah biaya dapat dikapitalisasikan jika biaya tersebut menghasilkan manfaat ekonomis untuk digunakan atau dikonsumsi di masa akan datang. Sebuah perusahaan diharuskan menghapuskan biaya tersebut sebagai biaya diperiode berjalan ketika biaya yang ditangguhkan tersebut mengalami penurunan manfaat. Biaya – biaya yang terkait dengan perbaikan dan pengembalian properti kepada kondisi semula disyaratkan untuk dibiayakan pada saat terjadinya. Dan akhirnya, biaya bunga dapat dikapitalisasikan sebagai bagian dari biaya perolehan aset untuk periode waktu sampai aset tersebut dalam kondisi dapat digunakan.

Komentar

Dari kasus Waste Management dapat diketahui bahwa penyajian kembali atas laporan keuangan perusahaan merupakan dampak dari penggunaan metode akuntansi atau perlakuan akuntansi yang tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum sehingga hasil yang diinterprestasikan dalam laporan keuangan menjadi salah secara material dan harus dilakukan penyajian kembali dengan asumsi metode yang telah benar telah dilakukan dengan pengungkapan dampak atas penyajian kembali.

Dari kasus Waste Management di atas dapat disimpulkan beberapa permasalahan yang menyebabkan penyajian kembali laporan keuangan tersebut, yaitu:

1. Praktek pengkeranjangan biaya (basketing practices) Dalam kasus di atas Waste Management mengalokasikan biaya – biaya atas perijinan yang gagal ke dalam proyek perijinan yang telah sukses menjadi beban yang ditangguhkan dan disusutkan sesuai dengan masa perijinan yang diberikan sehingga beban yang seharusnya terjadi menjadi lebih kecil dan berdampak pada laba sebelum pajak pada periode berjalan.

2. Pengkapitalisasian biaya Berdasarkan standar akuntansi keuangan No. 26 mengenai “Biaya Pinjaman” menyatakan bahwa Biaya pinjaman yang secara langsung dapat diatribusikan dengan perolehan, konstruksi atau produksi suatu Aset Tertentu harus dikapitalisasikan sebagai bagian dari biaya perolehan aset tertentu tersebut.. Pada 2. Pengkapitalisasian biaya Berdasarkan standar akuntansi keuangan No. 26 mengenai “Biaya Pinjaman” menyatakan bahwa Biaya pinjaman yang secara langsung dapat diatribusikan dengan perolehan, konstruksi atau produksi suatu Aset Tertentu harus dikapitalisasikan sebagai bagian dari biaya perolehan aset tertentu tersebut.. Pada

3. Penggunaan kebijakan estimasi akuntansi yang tidak beralasan Berdasarkan Standar Auditing Seksi 342 paragraf 01 menjelaskan mengenai definisi estimasi akuntansi adalah pemerkiraan (approximation) suatu unsur, pos atau akun laporan keuangan. Pada kasus Waste Management, manajemen perusahaan membuat kebijakan estimasi biaya penyusutan atas pengembangan sistem dengan masa manfaat selama 10 hingga 20 tahun untuk dua sistem terbesar mereka dan tidak mengakui dampak dari kehausan teknologi terhadap masa manfaat dari sistem tersebut. Atas kebijakan estimasi masa manfaat sistem pengembangan tersebut maka perusahaan diuntungkan dengan penyajian beban amortisasi yang lebih kecil dari yang semestinya jika menggunakan asumsi yang lebih beralasan dengan mempertimbangan kehausan dari sistem pengembangan tersebut. Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 48 mengenai “Penurunan Nilai Aset” paragraf 41 menyatakan bahwa Jika nilai yang dapat diperoleh kembali dari suatu aset lebih kecil dari nilai tercatatnya, nilai tercatat aset harus diturunkan menjadi sebesar nilai yang dapat diperoleh kembali, penurunan tersebut merupakan rugi penurunan nilai aset dan harus segera diakui sebagai beban pada laporan laba rugi. Untuk kasus tersebut auditor Arthur Andersen telah menilai bahwa aset tersebut harus dikoreksi sebesar nilai yang sewajarnya dengan mengajukan jurnal koreksi untuk menghapus penangguhan biaya pengembangan sistem tersebut yang tidak sesuai dan memberikan masukan untuk menurunkan jangka waktu masa manfaat aset tersebut dengan mempertimbangkan asumsi kehausan atas teknologi sistem pengembangan tersebut.

2.11.2 Sunbeam

Pada April 1996 Sunbeam mengangkat Pimpinan dan CEO Sunbeam bernama Albert J Dunlop yang sebelumnya bekerja pada Scott Paper Co, yang dikenal sebagai spesialis penekan biaya yang diketahui dengan panggilan “Chainsaw Al” karena pemotongan biaya yang biasanya digunakan olehnya dengan cara menurunkan jumlah pegawai. Dengan segera Dunlop memulai kerjanya dengan mereposisi seluruh tim manajemen dan pimpinan perusahaan serta menerapkan manajemen yang agresif pada restrukturisasi perusahaan termasuk melakukan pengurangan setengah dari jumlah karyawan perusahaan sebanyak 12.000 karyawan dan mengurangi 87% produk Sunbeam.

Dengan tidak beruntung, pada bulan Mei 1998, para investor Sunbeam dikecewakan dengan pengumuman bahwa perusahaan telah salah mencatat kerugian sebesar US$ 44,6 juta di kuartal pertama tahun 1998. CEO dan pimpinan Dunlop dipecat pada Juni 1998. Pada bulan Oktober 1998, Sunbeam mengumumkan bahwa perusahaan akan melakukan penyajian kembali atas laporan keuangan untuk tahun 1996, 1997, dan 1998.

Skema yang terjadi

Biaya restrukturisasi yang tidak layak.

Selama tahun audit 1996, Harlow mengidentifikasi US$ 18,7 juta dalam akun biaya cadangan restrukturisasi telah diklasifikasikan dengan tidak layak sebagai biaya restrukturisasi karena manfaat yang diterima akan dirasakan di opearional masa depan. Harlow mengajukan jurnal koreksi atas perlakuan tidak layak tersebut, tapi manajemen tidak melakukannya, Harlow pun mengalah setelah memutuskan bahwa jumlah koreksi tersebut tidak material untuk laporan keuangan 1996.

Pencadangan biaya peradilan yang besar.

Sunbeam juga gagal menerapkan prinsip akuntansi berlaku umum pada pencatatan pencadangan sebesar US$ 12 juta untuk tuntutan pengadilan yang berpotensi terhadap kewajiban perusahaan untuk menutupi porsi biaya atas limbah perusahaan. Manajemen tidak melakukan langkah yang tepat untuk menentukan apakah jumlah yang dicadangkan merefleksikan kemungkinan dan beralasan terhadap kerugian atas estimasi biaya tersebut, sebagai yang disyaratkan oleh prinsip akuntansi berlaku umum. Seperti yang telah dilakukan, bahwa pencadangan tidak sesuai dengan kriteria. Harlow meyakini laporan dari pengadilan dan tidak mengambil langkah tambahan untuk menentukan apakah pencadangan biaya peradilan tersebut telah sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum.

Pencadangan biaya iklan bersama yang besar.

Sunbeam juga mengakui sebuah biaya yang besar atas biaya iklan bersama yang dibentuk untuk mendanai porsi dari para pedagang eceran atas biaya promosi lokal yang telah berjalan. Biaya tersebut sebesar US$ 21,8 juta dan pencadangannya 25% lebih tinggi dari jumlah yang diakrualkan pada tahun sebelumnya, tanpa peningkatan yang proposional terhadap penjualannya. Harlow menerima penyajian manajemen bahwa beban akrual atas iklan bersama tersebut telah sesuai dan tidak menanyakan dokumentasi tambahan untuk menguji jumlah tersebut.

Kesimpulan

Melalui proses audit tahun 1996, Partner Andersen bernama Philip Harlow menyadari beberapa praktik akuntansi yang tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Dalam fakta – faktanya Harlow mengetahui bahwa Sunbeam tidak mencatat dengan layak figur biaya restrukturisasi, pencadangan biaya pengadilan yang besar, dan sebuah pencadangan biaya iklan bersama.

2.11.3 WorldCom

Pada 25 Juni 2002, WorldCom mengumumkan bahwa akan melakukan penyajian kembali laporan keuangannya untuk tahun 2001 dan kuartal pertama untuk tahun 2002. Pada tanggal 21 Juli 2002 WorldCom mengumumkan kebangkrutannya. Ini terjadi setelah WorldCom melakukan praktik akuntansi yang tidak tepat yang dilakukan pada dua bagian penting: kelebihan catat terhadap pendapatan lebih dari US$ 958 juta dan kurang catat atas biaya, yang merupakan kategori biaya yang besar lebih dari US$ 7 milyar.

Skema yang terjadi

Kelebihan catat atas pendapatan

Alat yang secara prinsip digunakan untuk mengukur dan memonitor performa pendapatan WorldCom adalah laporan pendapatan bulanan yang disiapkan dan didistribusikan dari laporan grup akuntansi dan pendapatan (mereferensi kepada pendapatan akuntansi grup). Laporan pendapatan bulanan berisikan berbagai kertas kerja rinci pendapatan dari seluruh saluran dan sekmen perusahaan. Laporan pendapatan bulanan yang lengkap berisikan skedul perusahaan yang tidak dialokasikan, yang dilampirkan sebagai bagian penyesuaian yang dilakukan oleh perusahaan yang tidak berasal dari hasil aktivitas operasional perusahaan.

WorldCom menangani proses otomasi untuk laporan penutupan dan konsolidasi angka pendapatan operasi. 10 hari setelah akhir bulan, grup akuntansi pendapatan menerbitkan sebuah draft awal laporan pendapatan bulanan yang telah disesuaikan dengan laporan bulanan akhir, dengan melakukan penyesuaian yang dibutuhkan untuk membentuk angka sesuai dengan laporan akhir tersebut. Dalam akhir bulan yang bukan merupakan periode kuartal, laporan bulanan pendapatan final selalu sama dengan draft awal laporan pendapatan bulanan.

Pada akhir kuartal seringkali total jurnal penyesuaian besar dalam proses penutupan laporan selama kuartal period tersebut, sehingga penyesuaian tersebut memenuhi target pertumbuhan pendapatan yang ingin dicapai. Para pemeriksa pada akhirnya menemukan catatan yang dibuat oleh senior eksekutif pada tahun 1999 dan 2000 yang menghitung perbedaan antara aktual laporan pendapatan bulanan dengan target pendapatan, para pemeriksa pun mengidentifikasi jurnal yang dibuat untuk menyesuaikan perbedaan tersebut.

Biaya jaringan.

WorldCom pada umumnya memperlakukan jaringannya untuk jasa pelayanan lokal dalam daerah perkotaan. Walaupun demikian, jaringan tersebut tidak dalam jaringan WorldCom untuk menyelesaikan panggilan komersial dan penting dari luar kota dan membayarkan jaringan yang dimiliki pihak lain yang digunakan oleh WorldCom. Sebagai contoh, sebuah panggilan dari konsumen WoldCom di Boston ke daerah rooming yang mungkin berasalo dari panggilan lokal (dari Boston) menggunakan jaringan WorldCom, dan melintasi jaringan telepon Italia untuk dapat terhubung. Dari contoh ini, WorldCom akan membayar biaya panggilan lokal di Boston dan penyedia jasa servis di Italia. Biaya yang terkait dengan panggilan atau transmisi data dari tempat panggilan sampai dengan tempat terhubung disebut sebagai biaya jaringan (line cost expense).

Biaya jaringan adalah satu – satunya biaya terbesar yang ada di WorldCom. Akun biaya tersebut hampir setengah besarnya dari total biaya perusahaan dari tahun 1999 sampai dengan 2001. WorldCom pada umum mendiskusikan biaya jaringannya dipengungkapan publik, menekankan fakta – fakta dalam rasio biaya jaringan tersebut antara biaya jaringan pada pendapatan atau disebut sebagai rasio biaya jaringan.

Prinsip akuntansi umum atas biaya jaringan.

Sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum WorldCom disyaratkan untuk melakukan estimasi biaya jaringannya di tiap bulan dan membebankannya segera, walaupun banyak dari biaya tersebut akan dibayarkan terlambat. Untuk merefleksikan estimasi biaya yang belum dibayar WorldCom akan membentuk sebuah akun liabilitas yang dicatat sebagai biaya akrual pada neraca. Ketika tagihan tiba dari pihak lain, terkadang beberapa bulan berikutnya, WorldCom akan membayar mereka dan mengurangi akun akrual yang sebelumnya telah dibentuk. Karena akrual adalah estimasi maka berdasarkan prinsip akuntansi berlaku umum harus dilakukan penilaian kembali terhadap akun akrual tersebut secara periodik untuk melihat apakah akun akrual tersebut telah dicatat secara tepat. Jika beban dari pelayanan jasa lebih rendah dibandingkan dengan estimasi akrual, beban akrual tersebut harus dikoreksi. Jumlah koreksi harus dicatat sebagai lawan akun atas biaya jaringan yang telah dilaporkan dalam periode pada saat koreksi dilakukan. Sebagai contoh, jika sebuah akrual sebesar US$ 500 juta telah dibentuk pada kuartal pertama dan ternyata beban tersebut lebih besar US$ 25 juta dari akrualnya pada kuartal kedua, maka US$ 25 juta tersebut harus dikoreksi pada kuartal kedua dan sebagai dampaknya harus mengurangi biaya jaringan sebesar US$ 25 juta.

2.11.4 PT Kimia Farma Tbk.

PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar. Kesalahan penyajian yang

berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut. Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa Kementerian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah di PT KAEF setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated) dalam laporan keuangan pada semester I tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti melanggar Peraturan Bapepam No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2

2.12. Pedoman Penyajian Kembali Laporan Keuangan.

Berdasarkan Kep- 06/PM/2000 tanggal 13 Maret 2000 mengungkapkan bahwa Apabila perusahaan melakukan penyajian kembali (restatement) laporan keuangan yang telah diterbitkan sebelumnya, maka keterangan “disajikan kembali” dan nomor referensi yang mengacu kepada Catatan atas Laporan Keuangan yang menjelaskan penyajian kembali tersebut harus disajikan pada kolom tahun dimana laporan keuangan tersebut disajikan kembali, masing - masing di Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas dan Laporan Arus Kas.

Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar harus diperlakukan sebagai berikut :

1. Perubahan estimasi akuntansi Suatu estimasi direvisi jika ada perubahan kondisi yang mendasari estimasi tersebut, atau karena adanya informasi baru, bertambahnya pengalaman atau perkembangan lebih lanjut. Dampak perubahan ini harus diperlakukan secara prospektif.

2. Perubahan Kebijakan Akuntansi Perubahan kebijakan akuntansi dilakukan hanya jika penerapan suatu kebijakan akuntansi yang berbeda diwajibkan oleh peraturan perundangan atau standar akuntansi keuangan yang berlaku, atau jika diperkirakan bahwa perubahan tersebut akan menghasilkan penyajian kejadian atau transaksi yang lebih sesuai dalam laporan keuangan suatu perusahaan.

3. Kesalahan Mendasar Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau kelalaian.

Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement) untuk periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode. Pengecualian dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain dalam ketentuan masa transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru.

2.13. Konsistensi Penyajian Laporan Keuangan Perusahaan Publik.

Berdasarkan Jurnal akuntansi dan keuangan volume 6 No. 1, Mei 2004: 40 – 54. Laporan keuangan auditan perusahaan publik harus memiliki konsistensi dalam penyajian. Ketidakkonsistenan penyajian akan menyulitkan penggunaan alat analisis dan hasil analisis dapat menyesatkan.

Salah satu karakteristik kualitatif informasi akuntansi (laporan keuangan) adalah comparability (yang didalamnya termasuk juga konsistensi). Informasi akuntansi suatu perusahaan akan memiliki kegunaan, jika informasi tersebut dapat diperbandingkan dengan