Efektivitas implementasi pendidikan karakter bela gender berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning (pada siswa/i kelas VIII SMP N 9 Singkawang tahun ajaran 2014/2015).

(1)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BELA GENDER BERBASIS BIMBINGAN KLASIKAL KOLABORATIF

DENGAN PENDEKATAN EXPERIANTIAL LEARNING (Studi Pre-Experimental pada Siswa Kelas VIII SMP N 9 Singkawang

2014/2015)

Pricillia Eka Diah Sabu Lazar Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini dilakukan karena terjadi hambatan penerapan pendidikan karakter di sekolah yang memberikan efek besar pada beberapa nilai karakter dalam diri remaja yakni, toleransi dan nilai peduli sosial yang menjadi bias oleh gender. Bertolak dari realita yang ada di wilayah Suku Dayak Salako, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa efektif implementasi model pendidikan karakter bela gender berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning pada siswa kelas VIII SMP N 9 Singkawang Tahun Ajaran 2014/2015 yang mayoritas adalah remaja Suku Dayak Salako. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk melihat gambaran tingkat pendidikan karakter bela gender siswa kelas VIII SMP N 9 Singkawang dan pada akhirnya dapat menemukan signifikansi atas peningkatan sebelum dan sesudah proses implementasi model ini dilakukan.

Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode kuantitatif pre-experimental menggunakan one group pre-test post-test design.Subjek dalam penelitian ini berjumlah 33 siswa kelas VIII di SMP N 9 Singkawang. Data dalam penelitian ini dikumpulkan menggunakan teknik tes dan non tes. Teknik non tes terdiri dari tiga instrumen, yakni kuesioner validasi eketivitas implementasi model pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning (responden mitra kolaboratif), kuesioner validasi model pendidikan karakter (responden siswa), dan self assessment scale tingkat pendidikan karakter bela gender siswa. Sementara, teknik tes terdiri dari satu alat tes, yakni tes hasil pendidikan karakter bela gender yang diberikan sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) implementasi dilakukan. Koefisien reliabilitas dalam tes hasil pendidikan karakter bela gender diukur dengan menggunakan teknik analisa Alpha Cronbach dengan hasil hitung (0.721) sehingga termasuk dalam kategori tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian, mitra kolobartif menilai model ini sangat lebih baik digunakan untuk meningkatkan nilai karakter siswa dibandingkan model terdahulu (pendidikan karakter terintegrasi). Selanjutnya berdasarkan hasil validasi siswa, pada enam aspek penilaian, seluruh siswa (100%) menilai bahwa implementasi model ini sangat efektif untuk meningkatkan kesadaran siswa guna memperbaiki diri, menghargai teman, membangun kepedulian atau kesetiakawanan, dan mendorong untuk lebih disiplin. Dapat digambarkan peningkatan hasil implementasi pendidikan karakter bela gender siswa. Kesimpulannya, implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif, efektif untuk meningkatkan nilai karakter bela gender siswa kelas VIII SMP N 9 Singkawang.

Kata kunci: bimbingan klasikal kolaboratif, experiential learning, nilai karakter bela gender, pendidikan karakter, suku dayak salako


(2)

ABSTRACT

EFFECTIVENESS IMPLEMENTATION OF CHARACTER EDUCATION WITHI GENDER VALUE BASED COLLABORATIVE CLASICAL GUIDANCE SERVICE WITH EXPERIENTIAL LEARNING APPROACH

(Pre Experiment study among eighth grade in Singkawang State Junior High School No 9 batch 2014/2015)

Pricillia Eka Diah Sabu Lazar Sanata Dharma University

2016

This research held due to the barriers of the implementation of character education in schools. It brings a big effect on some points of the character values in the teens themselves, tolerance and social care values which one biased by gender. Based on the current reality, this research aims to determine how effective the implementation of character education with gender values based on colaborative clasical guidance service using experiential learning approach on eighth grade student of 9 Singkawang State Junior High School batch 2014/2015 which most of them are from Dayak Salako Ethnical. Besides, this research also aims to look how great the level of gender-defense character education in on eighth grade student of 9 Singkawang State JHS and ultimately to find the significance of enchancement before and after the implementation process of these models is done.

It was a quantitative research which was using pre-experimental One-Group Pre-test Post-Pre-test design. The subjects of the research were thirty three (33) students of eighth from 9 Singkawang State JHS. Data of this research were collected by test and non t test technic. Non test technic of this research consists of three instruments, which are validation of effectiveness implementation models questionnaire (stakeholder as a respondent), validation of effectiveness implementation models questionnaire (students as respondent), and self assessment scale of gender level on character education. In another technic, the researcher used test to collect the data. The test was about gender level on charcter education which were given before (as a pre-test) and after (as a post-test) the process of implementation. The coefficient of reliability in a test of gender level on character education was measured by Alpha Cronbach analysis techniques. The coefficient of reliability tests of character education gender martial 0,721 and that was included in the high category.

The collaboratives assessed that model was better to use to increase the value of the student's character than the previous models (integrated character education). Furthermore, based on the results of the validation of students at six aspects of assessment, all students (100%) considered that the implementation of this model was very effective to increase the student’s awareness to improve themselves, appreciate their friends, raise awareness or solidarity, and encourage to be more disciplined. This research provides an overview of the increasing student gender character. Finally it can be deduced that the implementation of character education-based guidance classical collaborative was effective to increase the value of gender character for eighth grade student on 9 Singkawang State JHS.

Key words: collaborative classical guidance, experiential learning, charcter of gender values, character education, dayak saloko ethnical


(3)

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BELA GENDER BERBASIS LAYANAN

BIMBINGAN KLASIKAL KOLABORATIF

DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING (Studi Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP N 9 Singkawang

Tahun Ajaran 2014/2015)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh:

Pricillia Eka Diah Sabu Lazar 121114036

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

i

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BELA GENDER BERBASIS LAYANAN

BIMBINGAN KLASIKAL KOLABORATIF

DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING (Studi Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP N 9 Singkawang

Tahun Ajaran 2014/2015)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh:

Pricillia Eka Diah Sabu Lazar 121114036

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN MOTTO

Bebagi waktu dengan Alam,

kau akan tau diri mu sebenarnya, hakikat manusia (Erros dan Okta-Ost Film Soe Hok Gie)

Push yourself with a bigger motivation, because no one else is going to do it for you

(Ayahku, Yoseph Pati Lazar)

Roh Kudus itu tidak untuk dipermainkan, Putera Allah harus terus panggil nama Yesus

(Dr. Inyo Yos Fernandez, M.A)

Kalau seorang asing menghampirimu dan kau menganggap dia saudaramu, dan semua perselisihan lenyap, saat itulah

malam berakhir dan terang hari dimula -Dari Gelap Menjadi Terang-

(Paulo Coelho)

The good life is a process, not a state of being. It is a direction not a destination

(Carl Rogers) Belajar itu Menyakitkan (Drs. R. H. Dj. Sinurat, M.A.)

Urip iki semeleh wae (Dr. M.G. Rini Kristiantari)

Memiliki prinsip jauh lebih penting dari pada menjadi seorang idealis (Daniel Dwi Wahyu Ananta Jati)

Sinau sing sregep - ojo ming kuliah wae (Rasah Kuliah 2015)

-AMDG-

Ketika Orang bertanya mengenai manfaat & tujuan, Aku berfikir tentang keindahan dan kedamaian


(8)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Goresan karya tulis ini Eka persembahkan bagi....

Alam Semesta dan Sang Empunya- Allah Tri Tunggal Maha Kudus dan Bunda Maria

yang senantiasa menjadi sumber ketenangan dan kekuatan dalam menjalani sebuah plot kehidupan selama ini.

Semua Perempuan-perempuan Cerdas yang Masih Terbentur oleh Birokrasi Gender dan Konstruksi yang Belum Operasional

Semua orang terkasih yang tidak pernah menganggap Eka sebagai Objek Bapak Yoseph Pati Lazar (alm) secara khusus Eka tepati janji untuk mewujudkan

impian Bapak sebagai seorang Sarjana. Ibunda tercinta R.W.R Ristiantari

Adik-adik tersayang

Paskalina Dwi Intan Bui Lazar dan Regina Theresia Nogo Lazar Keluarga Om Ida Bagus Agung Surya Antara dan Keluarga Om Arief Mulani

Sanak Saudara (F.X Suradi dan Lazar Family)


(9)

(10)

(11)

viii ABSTRAK

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BELA GENDER BERBASIS BIMBINGAN KLASIKAL KOLABORATIF

DENGAN PENDEKATAN EXPERIANTIAL LEARNING (Studi Pre-Experimental pada Siswa Kelas VIII SMP N 9 Singkawang

2014/2015)

Pricillia Eka Diah Sabu Lazar Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini dilakukan karena terjadi hambatan penerapan pendidikan karakter di sekolah yang memberikan efek besar pada beberapa nilai karakter dalam diri remaja yakni, toleransi dan nilai peduli sosial yang menjadi bias oleh gender. Bertolak dari realita yang ada di wilayah Suku Dayak Salako, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa efektif implementasi model pendidikan karakter bela gender berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning pada siswa kelas VIII SMP N 9 Singkawang Tahun Ajaran 2014/2015 yang mayoritas adalah remaja Suku Dayak Salako. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk melihat gambaran tingkat pendidikan karakter bela gender siswa kelas VIII SMP N 9 Singkawang dan pada akhirnya dapat menemukan signifikansi atas peningkatan sebelum dan sesudah proses implementasi model ini dilakukan.

Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode kuantitatif pre-experimental menggunakan one group pre-test post-test design.Subjek dalam penelitian ini berjumlah 33 siswa kelas VIII di SMP N 9 Singkawang. Data dalam penelitian ini dikumpulkan menggunakan teknik tes dan non tes. Teknik non tes terdiri dari tiga instrumen, yakni kuesioner validasi eketivitas implementasi model pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning (responden mitra kolaboratif), kuesioner validasi model pendidikan karakter (responden siswa), dan self assessment scale tingkat pendidikan karakter bela gender siswa. Sementara, teknik tes terdiri dari satu alat tes, yakni tes hasil pendidikan karakter bela gender yang diberikan sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) implementasi dilakukan. Koefisien reliabilitas dalam tes hasil pendidikan karakter bela gender diukur dengan menggunakan teknik analisa Alpha Cronbach dengan hasil hitung (0.721) sehingga termasuk dalam kategori tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian, mitra kolobartif menilai model ini sangat lebih baik digunakan untuk meningkatkan nilai karakter siswa dibandingkan model terdahulu (pendidikan karakter terintegrasi). Selanjutnya berdasarkan hasil validasi siswa, pada enam aspek penilaian, seluruh siswa (100%) menilai bahwa implementasi model ini sangat efektif untuk meningkatkan kesadaran siswa guna memperbaiki diri, menghargai teman, membangun kepedulian atau kesetiakawanan, dan mendorong untuk lebih disiplin. Dapat digambarkan peningkatan hasil implementasi pendidikan karakter bela gender siswa. Kesimpulannya, implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif, efektif untuk meningkatkan nilai karakter bela gender siswa kelas VIII SMP N 9 Singkawang.

Kata kunci: bimbingan klasikal kolaboratif, experiential learning, nilai karakter bela gender, pendidikan karakter, suku dayak salako


(12)

ix ABSTRACT

EFFECTIVENESS IMPLEMENTATION OF CHARACTER EDUCATION WITHI GENDER VALUE BASED COLLABORATIVE CLASICAL GUIDANCE SERVICE WITH EXPERIENTIAL LEARNING APPROACH

(Pre Experiment study among eighth grade in Singkawang State Junior High School No 9 batch 2014/2015)

Pricillia Eka Diah Sabu Lazar Sanata Dharma University

2016

This research held due to the barriers of the implementation of character education in schools. It brings a big effect on some points of the character values in the teens themselves, tolerance and social care values which one biased by gender. Based on the current reality, this research aims to determine how effective the implementation of character education with gender values based on colaborative clasical guidance service using experiential learning approach on eighth grade student of 9 Singkawang State Junior High School batch 2014/2015 which most of them are from Dayak Salako Ethnical. Besides, this research also aims to look how great the level of gender-defense character education in on eighth grade student of 9 Singkawang State JHS and ultimately to find the significance of enchancement before and after the implementation process of these models is done.

It was a quantitative research which was using pre-experimental One-Group Pre-test Post-Pre-test design. The subjects of the research were thirty three (33) students of eighth from 9 Singkawang State JHS. Data of this research were collected by test and non t test technic. Non test technic of this research consists of three instruments, which are validation of effectiveness implementation models questionnaire (stakeholder as a respondent), validation of effectiveness implementation models questionnaire (students as respondent), and self assessment scale of gender level on character education. In another technic, the researcher used test to collect the data. The test was about gender level on charcter education which were given before (as a pre-test) and after (as a post-test) the process of implementation. The coefficient of reliability in a test of gender level on character education was measured by Alpha Cronbach analysis techniques. The coefficient of reliability tests of character education gender martial 0,721 and that was included in the high category.

The collaboratives assessed that model was better to use to increase the value of the student's character than the previous models (integrated character education). Furthermore, based on the results of the validation of students at six aspects of assessment, all students (100%) considered that the implementation of this model was very effective to increase the student’s awareness to improve themselves, appreciate their friends, raise awareness or solidarity, and encourage to be more disciplined. This research provides an overview of the increasing student gender character. Finally it can be deduced that the implementation of character education-based guidance classical collaborative was effective to increase the value of gender character for eighth grade student on 9 Singkawang State JHS.

Key words: collaborative classical guidance, experiential learning, charcter of gender values, character education, dayak saloko ethnical


(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan naungan kasih-Nya, penulisan tugas akhir dengan judul “Efektivitas Implementasi Pendidikan Karakter Bela Gender Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif Dengan Pendekatan Experiential Learning (pada Siswa/i Kelas VIII SMP N 9 Singkawang Tahun Ajaran 2014/2015) dapat terselesaikan dengan baik.

Selama menulis tugas akhir ini, penulis menyadari bahwa begitu banyak pihak yang ikut terlibat guna membimbing, mendampingi, dan mendukung setiap proses yang penulis jalani. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 2. Bapak Dr. Gendon Barus, M.Si selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan

Konseling, sekaligus dosen pembimbing tugas akhir.

3. Bapak Juster Donal Sinaga, M.Pd selaku Wakil Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling.

4. Segenap Bapak dan Ibu dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling atas bimbingan dan pendampingan selama penulis menempuh studi.

5. Mas Moko selaku petugas sekretariat Program Studi Bimbingan dan Konseling yang senantiasa ramah dan sabar melayani administrasi selama penulis menempuh studi.


(14)

xi

6. Orang tua Lazar Bersaudara, yakni Bapak Yoseph Pati Lazar (alm) dan Ibu R.W.R Ristiantari atas seluruh doa, dukungan, pendampingan, serta penguatan yang senantiasa diberikan kepada penulis selama ini.

7. Adik-adik tesayang, Paskalina Dwi Intan Bui Lazar dan Regina Theresia Nogo Lazar atas doa, semangat meraih mimpi, dukungan, dan keceriaan yang selalu diberikan Tengah dan Bungsu kepada penulis selama ini.

8. Tiga serangkai sahabat Ayah tercinta, Om Ida Bagus Agung Surya Antara beserta Ibu Jero, dan Om Arief Mulani yang senantiasa mendoakan dan terus mendukung studi kami anak-anak dari Yoseph Pati Lazar hingga saat ini. 9. Opa dan Oma keluarga Dr. Inyo Yos Fernandez, MA yang selalu mendoakan

dan memberikan masukan positif mengenai ilmu budaya, khususnya mengenai kebudayaan Suku Dayak serta senantiasa mengingatkan penulis untuk selalu dekat dengan Roh Kudus.

10.Sejawatku di Kampus, terkhusus Daniel Dwi Wahyu Ananta Jati yang selalu menyediakan “Poop Box” sebagai tempat mencari inspirasi, Ignatia Yole Puspita Wardani yang mengajarkan penulis untuk menjadi perempuan yang berani menentang idealisme diri serta menginspirasi penulis untuk dapat bertutur selayaknya perempuan, Marcela Junita Rinovi Maria yang selalu berjuang bersama dari bangku Sekolah Dasar hingga saat ini, Maximilianus Bimo Hastoprojokusuma dan Faris Sanjaya serta team jayan-jayan uyeah yang memberikan kesempatan pada penulis untuk menikmati gerhana matahari di alam terbuka di masa-masa sulit penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.


(15)

xii

11.Sejawatku di Program Studi Bimbingan dan Konseling, Sr. Maria Paulis, FSGM, Yohanes Purnomo Edi, Cicilia Indah Nuraeny yang senantiasa saling mendukung selama studi, PPL, PKM, hingga penulisan tugas akhir.

12.Teman-temanku dari “tanah anarki” yang memberikan cara pandang baru serta pengalaman luar biasa di akhir masa-masa menjadi mahasiswa, Robertus Krisnanda Windhartoko, Abel Fredian Panji Samudra, Taufan Arya Dewantara, Rosalina Puspitarini *First Bump Bosque*.

13.Teman-temanku bala tentara bahasa SMA Stella Duce 2 yang selalu mendukung walaupun lebih sering emosi ketika penulis belagak skeptis di group online gahul nurul, Tyas, Penta, Penti, Beke, Mendes Sesi, Cynthia, Nanita, Dadita, Sela dan Swila, Viva GFYS.

14.dr. Venny Pungus, Sp. KJ yang selalu mendorong penulis untuk dapat melewati masa-masa sulit dalam penulisan tugas akhir.

15.Keluarga Besar SMP N 9 Singkawang Kalimantan Barat yang telah mengijinkan penulis untuk berproses bersama dalam rangka penyusunan tugas akhir.

16.Kompas Gramedia Group yang selalu menyajikan keindahan melalui karya-karya terbaiknya, baik sajian online maupun cetak.

17.Seluruh pihak yang telah mendukung dan membantu dalam proses pembuatan hingga penyelesaian tugas akhir ini.

18.Alam Semesta, Terima kasih Semesta, Kami bahagia.

Pepatah mengatakan tak ada gading yang tak retak, demikian penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan yang dilakukan oleh


(16)

xiii

penulis dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis memohon maaf kepada pihak yang telah atau merasa dirugikan atas kesalahan dan kekurangan tersebut. Penulis juga sadar bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karenanya, besar harapan penulis untuk mendapatkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak, guna pembenahan, penajaman, dan perkembangan penilitian yang lebih baik. Akhir kata, atas perhatian dan kesempatan yang diberikan penulis ucapkan terima kasih.

Yogyakarta, 1 Mei 2016

Penulis


(17)

xiv DAFTAR ISI

HALAMANJUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMANPENGESAHAN ... iii

HALAMANMOTTO... iv

HALAMANPERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAANKEASLIANKARYA... vi

LEMBARPERNYATAANPERSETUJUANPUBLIKASIKARYA ILMIAHUNTUKKEPENTINGANAKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATAPENGANTAR ... x

DAFTARISI ... xiv

DAFTARTABEL ... xix

DAFTARGAMBAR ... xxi

DAFTARLAMPIRAN ... xxii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 8

1. Manfaat Teoritis ... 8


(18)

xv

a. Bagi kepala sekolah dan para guru ... 8

b. Bagi siswa kelas VIII SMP N 9 Singkawang ... 9

c. Bagi peneliti ... 9

d. Bagi peneliti lain ... 9

G. Definisi Istilah ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 12

A. Hakekat Pendidikan Karkter ... 12

1. Pengertian Pendidikan Karakter ... 12

2. Tujuan Pendidikan Karakter ... 13

3. Prinsip Pendidikan Karakter ... 13

4. Nilai-nilai Pendidikan Karakter ... 15

5. Faktor-faktor Pengaruh Keberhasilan dan Hambatan Pendidikan Karakter ... 19

B. Hakekat Bela Gender ... 20

1. Pengertian Bela Gender ... 20

2. Aspek-aspek Bela Gender ... 21

a. Aspek akses pergaulan... 22

b. Aspek partisipasi proaktif ... 22

c. Aspek penguasaan atau kontrol ... 23

3. Karakteristik Individu yang Memiliki Karakter Bela Gender ... 23

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Karakter Bela Gender ... 24

a. Biologis ... 24

b. Kognitif ... 24

c. Sosial dan kultural ... 25

5. Hambatan Pembentukan Nilai Karakter Bela Gender ... 27

a. Akses ... 27

b. Partisipasi ... 28

c. Penguasaaan... 28

6. Upaya-upaya Peningkatan Nilai Karakter Bela Gender di Sekolah ... 29


(19)

xvi

1. Karakteristik Remaja Secara Umum ... 30

2. Remaja dan Perkembangan Gender ... 31

a. Sejarah perkembangan gender ... 31

b. Perkembangan gender remaja ... 32

1) Pengaruh biologis, sosial, kognitif pada perkembangan gender remaja ... 32

2) Stereotip, persamaan dan perbedaan gender ... 33

3) Klasifikasi peran gender ... 35

D. Suku Dayak di Singkawang ... 36

1. Karakteristik Remaja Suku Dayak ... 36

2. Karakteristik Suku Dayak di Desa Nyarumkop, Singkawang Barat ... 36

3. Nilai-nilai Gender Suku Dayak ... 38

a. Ideologi ... 38

b. Gender dalam budaya masyarakat dayak ... 40

4. Pergeseran Kesetaraan Gender di Suku Dayak ... 42

a. Faktor budaya ... 42

b. Faktor agama ... 44

c. Faktor stereotipe ... 44

d. Faktor political will ... 45

e. Faktor ketakutan laki-laki pada kaum perempuan ... 45

f. Faktor kesalahan perempuan sendiri ... 46

E. Hakekat Bimbingan Klasikal ... 47

1. Pengertian Bimbingan Klasikal ... 47

2. Tujuan Bimbingan Klasikal ... 47

3. Manfaat Bimbingan Klasikal ... 48

4. Bimbingan Klasikal Kolaboratif ... 49

F. Hakekat Experiential Learning ... 51

1. Pengertian Experiential Learning ... 51

2. Tujuan Pendekatan Experiential Learning ... 52

3. Langkah-langkah Model Pembelajaran Experiential Learning ... 52


(20)

xvii

5. Kekuatan Experiential Learning dalam Pendidikan Karakter ... 54

G. Hasil Penelitian Relevan ... 55

H. Kerangka Berpikir ... 57

I. Hipotesis Penelitian ... 59

BAB III METODE PENELITIAN ... 60

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 60

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 61

C. Subjek Penelitian ... 61

D. Metode Pengumpulan Data dan Instrumen ... 62

1. Teknik Pengumpulan Data ... 62

2. Instrumen ... 64

a. Kuesioner validasi efektivitas model (responden mitra kolaboratif) ... 65

b. Kuesioner validasi efektivitas model (responden siswa) ... 65

c. Kuesioner tilik diri (self assesssment) ... 66

d. Tes tingkat karakter bela gender ... 67

E. Validitas Kuesioner dan Uji Validitas ... 69

1. Validitas Kuesioner ... 69

2. Reliabilitas Kuesioner ... 70

3. Uji Normalitas ... 72

F. Teknik Analisis Data ... 73

1. Deskritif Kategorisasi Pendidikan Karakter Non Statistik ... 74

2. Uji T-Test ... 78

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 80

A. Hasil Penelitian ... 80

1. Efektivitas Implementasi Pendidikan Karakter Bela Gender Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning Menurut Mitra Kolaboratif ... 80 2. Efektivitas Hasil Implementasi Pendidikan Karakter Bela Gender


(21)

xviii

Experiential Learning Menurut Penilaian Siswa Kelas VIII SMP N 9

Singkawang Tahun 2014/2015 ... 82

3. Gambaran Hasil Self Assesssment Siswa Kelas VIII SMP N 9 Singkawang dalam Implementasi Model Pendidikan Karakter Bela Gender Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning ... 83

4. Signifikansi Hasil Pendidikan Karakter Bela Gender Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning Sebelum dan Sesudah Implementasi ... 87

B. Pembahasan ... 89

1. Efektivitas Implementasi Pendidikan Karakter Bela Gender Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning Berdasarkan Penilaian Mitra Kolaboratif ... 89

2. Efektivitas Hasil Implementasi Pendidikan Karakter Bela Gender Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning Menuru Penilaian Siswa Kelas VIII SMP N 9 Singkawang Tahun 2014/2015 ... 93

3. Tingkat Karakter Bela Gender Siswa Kelas VIII SMP N 9 Singkawang Tahun 2014/2015 ... 95

4. Signifikansi Hasil Pendidikan Karakter Bela Gender Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning Sebelum dan Sesudah Implementasi ... 100

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 102

A. Kesimpulan ... 102

B. Saran ... 103

1. Bagi Kepala Sekolah ... 103

2. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling ... 103

3. Bagi Guru Mata Pelajaran ... 104

4. Bagi Siswa ... 104


(22)

xix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Tahapan Langkah Model Pembelajaran Experiential Learning ... 53 Tabel 3.1. One Group Pre-Test Post-Test Design ... 61 Tabel 3.2. Data Subyek Penelitian ... 62 Tabel 3.3. Rekapitulasi Kisi-kisi Aspek dan Nomer Item Kuesioner Tingkat

Karakter Bela Gender ... 68 Tabel 3.4. Norma Kategori Reliability Statistics Guilford ... 71 Tabel 3.5. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner ... 71 Tabel 3.6. Hasil Uji Normalitas ... 73 Tabel 3.7. Norma Kategorisasi ... 75 Tabel 3.8. Norma Kategorisasi Self Assessment Scale Tingkat Karakter Bela

Gender Siswa/i Kelas VIII SMP N 9 Singkawang Tahun Ajaran 2014/2015 ... 77 Tabel 3.9. Norma Kategorisasi Tes Tingkat Karakter Bela Gender Siswa/i

Kelas VIII SMP N 9 Singkawang Tahun Ajaran 2014/2015 ... 78 Tabel 4.1 Efektivitas Hasil Implementasi Pendidikan Karakter Bela Gender

Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning di Smp N 9 Singkawang Menurut Penilaian Mitra Kolaboratif ... 80 Tabel 4.2. Penilaian Siswa Terhadap Efektivitas Layanan ... 82 Tabel 4.3. Kategorisasi Hasil Self Asssessment Siswa Kelas VIII SMP N 9


(23)

xx

Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning ... 84 Tabel 4.4. Kategorisasi Tingkak Karakter Bela Gender Siswa Kelas VIII SMP

N 9 Singkawang Tahun Ajaran 2014/2015 Sebelum dan Sesudah

Mendapatkan Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning ... 86 Tabel 4.5. Hasil Uji T-Test (Paired Sample Statistics) ... 87 Tabel 4.6. Hasil Uji T-Test (Paired Sample Test) ... 88


(24)

xxi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kolb’s Learning Style Model ... 52 Gambar 4.1. Grafik Perubahan Pemahaman Siswa Mengenai Karakter Bela

Gender pada Setiap Sesi Implementasi ... 85 Gambar 4.2. Grafik tingkat Karakter Bela Gender Siswa Kelas VIII SMP N 9

Singkawang Tahun Ajaran 2014/2015 Sebelum dan Sesudah Mendapatkan Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning ... 86


(25)

xxii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Instrumen Penelitian 1. Validasi Efektivitas Model (Responden Mitra Kolaboratif) ... 109 Lampiran 2. Instrumen Penelitian 2. Validasi Efektivitas Model (Responden

Siswa) ... 113 Lampiran 3. Instrumen Penelitian 3. Kuesioner Tilik Diri (Self Assessment) 114 Lampiran 4. Instrumen Penelitian 4. Alat Tes Tingkat Karakter Bela Gender

... 116 Lampiran 5. Hasil Uji Validitas Butir Item Kuesioner Pendidikan Karakter

Bela Gender ... 122 Lampiran 6. Hasil Uji Reliabilitas ... 125 Lampiran 7. Data Hasil Uji Normalitas ... 126 Lampiran 8. Tabulasi Data Instrumen Penelitian 1 ... 127 Lampiran 9. Tabulasi Data Instrumen Penelitian 2 ... 135 Lampiran 10. Tabulasi Data Instrumen Penelitian 3 ... 137 Lampiran 11. Tabulasi Data Instrumen Penelitian 4 ... 141 Lampiran 12. Rancangan Pelayanan Bimbingan Klasikal 1 ... 144 Lampiran 13. Rancangan Pelayanan Bimbingan Klasikal 2 ... 158 Lampiran 14. Rancangan Pelayanan Bimbingan Klasikal 3 ... 176 Lampiran 15. Presensi Kehadiran Siswa ... 187 Lampiran 16. Surat Tugas Mahasiswa ... 188


(26)

1 BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dipaparkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi istilah.

A. Latar Belakang Masalah

Karakter bangsa merupakan pilar penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tujuan dari pembangunan karakter adalah untuk mengembangkan karakter bangsa agar mampu mewujudkan nilai-nilai luhur Pancasila, namun sering terhambat oleh berbagai aspek yang mengacu pada permasalahan operasional lembaga terkait. Instansi pendidikan, melalui guru pengajar, masih sering mengabaikan point penting mengenai penerapan pendidikan karakter dalam kegiatan belajar mengajar. Kebanyakan guru mata pelajaran masih merasa asing untuk menerapkannya dalam kegiatan belajar mengajar. Dapat dikatakan oleh penulis, penerapan pendidikan karakter hanya sampai pada rancangan proses pembelajaran, belum pada penerapan secara nyata. Hal ini selaras dengan pernyataan Buchori (2010) bahwa character building kini sudah klise kosong, nyaris tidak bermakna dan tidak meninggalkan bekas apa-apa.

Lebih jauh, pendidikan karakter di sekolah, khususnya di tingkat menengah pertama belum terlalu marak. Panduan pendidikan karakter yang belum operasional kemudian menjadi penyebab tertundanya pembangunan karakter bangsa dewasa ini. Efek tertundanya pembangunan pendidikan karakter di lapangan, menjadikan nilai-nilai luhur Pancasila agak sulit


(27)

2

ditemukan dalam diri remaja saat ini, hasilnya adalah penyimpangan sosial generasi muda (Sularto, 2009). Kenakalan, kriminalitas, maupun kemerosotan nilai dan moral yang terjadi pada kalangan remaja cukup beragam. Data BNN (Badan Narkotika Nasional) menyatakan bahwa 50-60% pengguna narkoba di Indonesia adalah kalangan remaja (The Jakarta Post: 2007).

Generasi muda bangsa, yang dielukan sebagai generasi pencetus, terkadang berbelok menjadi pribadi yang anarkis tanpa aturan karena kenakalannya. Kenakalan remaja selalu dijadikan alasan kemerosotan moral bangsa ini, peneliti secara pribadi menentang keras anggapan ini. Menurut hemat saya, kenakalan remaja terjadi karena adanya ketimpangan aturan yang kurang operasional di ranah publik. Publik terkadang masih timpang dalam pembuatan standar aturan. Di beberapa wilayah sendiri, secara khusus peneliti menilik di wilayah Suku Dayak di Singkawang hal serupa terjadi. Remaja Suku Dayak di Singkawang, rata-rata menjadi korban pergeseran nila gender yang berdampak pada pemahaman karakternya. Fokus yang melulu dilakukan pada kebanyakan orang tua di Suku Dayak adalah menjadikan anak laki-laki mereka sukses dalam pendidikan dan melupakan hak untuk anak perempuan. Tidak hanya sampai disitu, instansi pendidikan, dalam hal ini di sekolah juga masih kerap menunjukan biasnya terhadap gender. Kebanyakan sekolah di kawasan Singkawang, khususnya di Kecamatan Nyarumkop masih belum bisa menerapkan pendidikan karakter yang semestinya.

Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan di atas adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan


(28)

kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah. Di sekolah perlu dilakukan kolaborasi antara guru mata pelajaran dengan guru bk atau konselor sekolah guna mempersiapkan rancangan yang operasioanl untuk memadankan nilai-nilai karakter yang seragam guna menunjang pembelajaran yang ada. Konselor sekolah memiliki kemampuan dalam hal ini..

Bicara mengenai pendidikan karakter, terdapat permasalahan klasik yang sudah lama mengakar sehingga sulit untuk dicabut dan dipugar pada salah dua nilai karakter yang disoroti oleh peneliti, yakni toleransi dan nilai peduli sosial yang menjadi bias oleh gender. Keprihatinan terhadap birokrasi gender yang dirasa masih melekat di beberapa instansi pendidikan memicu terjadinya kemunduran sosial dalam diri remaja. Minimnya siswi yang berani angkat bicara menjadi pemicu serius dominasi yang dilakukan oleh kaum adam. Pembangunan karakter yang kini diharapkan adalah pendidikan yang dapat merobohkan stigma bahwa derajat laki-laki selalu lebih tinggi dibandingkan perempuan ketika berada dalam koridor pendidikan secara khusus. Maraknya pendidikan karakter tanpa dibarengi dengan perspektif bela gender, akan membangun karakter bangsa yang bias gender. Karena itu perlu upaya khusus orientasi kurikulum pendidikan karakter yang adil gender.

Pendidikan karakter memang sangat erat kaitannya dengan permasalahan bela gender, namun desain dan perencanaan dengan tenaga ahli juga perlu dipikirkan. Guru bimbingan dan konseling, melalui bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning dirasa cukup relevan untuk


(29)

4

mendukung proses dalam menghasilkan output generasi yang sadar dan paham gender. Learning by doing dalam pendekatan experiential learning tentu sangat relevan apabila digunakan dalam memecahkan masalah karakter sehingga bangsa ini dapat menghasilkan out put yang baik pula, yakni generasi muda yang sehat dan sadar moral.

Selain paparan di atas, masalah gender dirasa cukup crusial, baik pada skala nasional maupun internasional. Secara historis pengembangan model integrasi kurikulum kesetaraan gender ini, dilandasi oleh Deklarasi pada Konferensi Dunia Tingkat Tinggi untuk Anak, yang mengatakan bahwa bias gender harus dihapuskan. Demikian juga dikatakan bahwa ketimpangan gender dalam pendidikan dasar dan menengah pada tahun 2005 harus dihapuskan dan mencapai kesetaraan gender dalam pendidikan pada tahun 2015 (UNICEF, 2007).

Dengan demikian pembelajaran nilai-nilai karakter diharapkan tidak hanya sampai pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Berdasarkan berbagai situasi yang terjadi, peneliti tertarik untuk mengangkat judul berikut “EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BELA GENDER BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL KOLABORATIF dengan PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING pada Siswa/i Kelas VIII SMP N 9 Singkawang Tahun Ajaran 2014/2015”


(30)

B. Identifikasi Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah di atas, terkait dengan efektivitas implementasi pendidikan karakter bela gender berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning pada siswa/i Kelas VIII SMP N 9 Singkawang tahun ajaran 2014/2015 diidentifikasi berbagai masalah sebagai berikut:

1. Tujuan pendidikan nasional yang berkaitan dengan pembentukan karakter belum teruji.

2. Pendidikan karakter di sekolah, khususnya di SMP selama ini baru menyentuh ranah kognitif dan belum sampai tataran ranah afeksi maupun pengalaman nilai-nilai secara nyata.

3. Panduan pendidikan karakter di SMP belum operasional, hal ini dikarenakan realisasi berhenti pada tataran Rancangan Proses Pembelajaran (RPP) tanpa adanya praktik nyata yang jelas dan evaluatif. 4. Adanya indikasi masalah gender yang membuat keberlangsungan

program yang diselenggarakan sekolah didominasi oleh siswa putra. 5. Banyak ketimpangan gender di masyarakat yang diasumsikan muncul

karena terdapat bias gender dalam pendidikan.

6. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional khususnya di bidang pendidikan selama ini masih terdapat persoalan kesenjangan antara perempuan dan laki-laki baik dalam hal akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat pendidikan.


(31)

6

7. Terdapat perilaku yang bias gender dalam interaksi belajar mengajar, pengambilan keputusan pengelolaan sekolah.

8. Belum tersedianya informasi mengenai sikap kesetaraan gender dan perilaku guru yang operasioanal dalam pengimplementasian kebijakan gender di SMP Kecamatan Nyarumkop.

9. Belum adanya penelitian yang secara langsung menunjukan efektivitas pendidikan karakter bela gender di SMP N 9 Singkawang.

10.Belum pernah diterapkan layanan bimbingan klasikal yang kolaboratif berbasiskan experiential learning di SMP N 9 Singkawang.

C. Pembatasan Masalah

Bertolak dari pengidentifikasian masalah di atas, peneliti mencoba untuk memberi pembatasan pada poin 2, 6, 8, 9, dan 10. Dalam penelitian ini, fokus kajian diarahkan pada hasil post-test yang menunjukkan seberapa efektif implementasi layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning guna meningkatkan karakter bela gender.

D. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut.

1. Seberapa efektif implementasi pendidikan karakter bela gender berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning di SMP N 9 Singkawang menurut penilaian kepala sekolah dan guru?


(32)

2. Seberapa efektif implementasi pendidikan karakter bela gender berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning berdasarkan penilaian siswa?

3. Seberapa baik hasil implementasi pendidikan karakter bela gender berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning pada siswa kelas VIII SMP N 9 Singkawang tahun ajaran 2014/2015?

4. Apakah terdapat peningkatan yang signifikan hasil implementasi pendidikan karakter bela gender berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan expeiential learning pada siswa kelas VIII SMP N 9 Singkawang tahun ajaran 2014/2015 sebelum dan sesudah implementasi?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini, yaitu :

1. Mengetahui penilaian kepala sekolah dan guru mengenai efektivitas implementasi pendidikan karakter bela gender berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning di SMP N 9 Singkawang.

2. Mengetahui seberapa efektif hasil implementasi pendidikan karakter bela gender berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning di SMP N 9 Singkawang berdasarkan penilaian siswa.


(33)

8

3. Menganalisis gambaran tingkat karakter bela gender siswa kelas VIII SMP N 9 Singkawang tahun ajaran 2014/2015 sebelum dan sesudah implementasi.

4. Menemukan signifikansi peningkatan pendidikan karakter bela gender berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning sebelum dan sesudah implementasi.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pengetahuan tentang efektivitas implementasi pendidikan karakter tertintegrasi yang ada saat ini, sehingga dapat digunakan sebagai bahan inspiratif untuk menemukan cara-cara yang tepat dalam peningkatan pendidikan karakter di sekolah. Selain itu, penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan pengembangan penelitian dalam bidang kajian yang sama, khususnya mengenai pendidikan karakter bela gender berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif di Indonesia.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi kepala sekolah dan para guru

Hasil penelitian ini menjadi tolak ukur yang dapat digunakan oleh sekolah untuk mengetahui dan memahamai gambaran nyata seberapa efektif pendidikan karakter berbasis layanan kolaboratif yang mulai diterapkan kepada para siswa. Hasil penelitian ini juga dapat


(34)

membantu kepala sekolah dan para guru dalam menentukan langkah-langkah tepat guna meningkatkan kolaborasi pendidikan karakter di sekolah yang kemudian dapat berpengaruh pula untuk meningkatkan nilai-nilai karakter yang perlu dikembangkan dalam diri siswa.

b. Bagi siswa kelas VIII SMP N 9 Singkawang

Para siswa dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk melihat seberapa baik (efektif) hasil pendidikan karakter dengan model bimbingan klasikal kolaboratif yang mulai diterapkan kepada diri mereka. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada para siswa mengenai manfaat, pengetahuan, dan bimbingan bagi pengolahan diri siswa, khsusnya berkaitan dengan karakter. Hal tersebut akan semakin memotivasi siswa/i untuk dapat berkembang lebih optimal dan menjadi pribadi yang lebih baik.

c. Bagi peneliti

Peneliti dapat mengetahui dan memahami efektivitas hasil pendidikan karakter kolaboratif di SMP N 9 Singkawang tahun ajaran 2014/2015. Selain itu, peneliti dapat mengusulkan penyusunan modul pendidikan karakter yang sesuai guna meningkatkan nilai-nilai karakter dalam diri siswa.


(35)

10

Hasil penelitian ini menjadi tolak ukur yang dapat digunakan sebagai dasar atau referensi bagi peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian dengan topik efektivitas hasil pendidikan karakter secara lebih mendalam.

G. Definisi Istilah

Adapun definisi istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya.

2. Pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja guna membantu seseorang sehingga memiliki cara berpikir dan berperilaku sesuai dengan ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun negara.

3. Bimbingan klasikal kolaboratif adalah satu dari layanan dasar bk yang dirancang bersama dengan pihak lain, seperti guru mata pelajaran atau tenaga ahli untuk melakukan kontak langsung dengan para peserta didik dikelas secara terjadwal yang hasilnya dapat diamati dan dinilai bersama-sama.

4. Pendekatan experiential learning adalah model pembelajaran yang dapat menciptakan proses belajar yang lebih bermakna, dimana siswa mengalami apa yang mereka pelajari. Melalui model ini, siswa belajar tidak hanya belajar tentang konsep materi belaka, hal ini dikarenakan


(36)

siswa dilibatkan secara langsung dalam proses pembelajaran untuk dijadikan sebagai suatu pengalaman.

5. Bela Gender adalah karakter yang menunjukkan sikap kesamaan kondisi dan posisi bagi perempuan dan laki-laki untuk mendapatkan kesempatan guna mengakses, berpartisipasi, mengontrol, dan memperoleh manfaat di semua bidang dalam kehidupan. Sikap bela gender mengandung pikiran, perasaan dan perilaku.


(37)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini dipaparkan hakekat pendidikan karakter, hakekat bela gender, hakekat bimbingan klasikal kolaboratif dan hakekat experiential learning.

A. Hakekat Pendidikan Karakter 1. Pengertian Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter merupakan upaya untuk membantu manusia menjadi cerdas dan pintar (smart), dan membantu mereka menjadi manusia yang baik (good). Menjadikan manusia cerdas dan pintar, boleh jadi mudah melakukannya, tetapi menjadikan manusia agar menjadi orang yang baik dan bijak, tampaknya jauh lebih sulit atau bahkan sangat sulit. Dengan demikian, sangat wajar apabila dikatakan bahwa problem moral merupakan persoalan akut atau penyakit kronis yang mengiringi kehidupan manusia kapan dan dimana pun (Lickona, 1991)

Kemendiknas, (2011) menjelaskan bahwa pendidikan karakter adalah usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik (habituation) sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya. Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus melibatakan pengetahuan yang baik, persasaan yang baik, dan perilaku yang baik sehingga terbentuk perwujudan kesatuan perilaku dan sikap peserta didik.

Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya terencana


(38)

bersifat intervensi berkelanjutan. Upaya tersebut secara khusus ditujukan pada peserta didik, sehingga pada akhirnya dapat mengenal, peduli, dan menginternalisasikan nilai-nilai karakter dalam diri, sehingga dapat berperilaku sebagai manusia seutuhnya.

2. Tujuan Pendidikan Karakter

Kemendiknas (2011) mengatakan bahwa pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter atau akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik SMP mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi, serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.

Lickona (1991) mengatakan dalam upaya pembangunan karakter tentu kita akan mencapai suatu goal value. Pendidikan karakter akan dirujuk sebagai suplemen yang akan menjawab penyakit-penyakit moral sosial. Artinya pendidikan karakter akan menjadi persiapan terbaik untuk menyongsong perilaku di masa depan yang mengajarkan nilai-nilai budaya, sehingga pada akhirnya akan menjadi bagian dari kerja peradaban. 3. Prinsip Pendidikan Karakter

Kemendiknas (2011) mengatakan berdasarkan grand design yang dikembangkan pada tahun 2010, secara psikologis dan sosial kultural


(39)

14

pembentukan karakter dalam diri individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial kulutural tersebut dapat dikelompokkan dalam: olah hati (spritual and emotional development), olah pikir (intellectual development), olah raga dan kinestetik (physical and kinesthetic development), olah rasa dan karsa (affective and creativity development)

Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya–upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai–nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Character Education Quality Standard (2014) merekomendasikan sebelas prinsip untuk mewujudkan pendidikan karakter yang efektif, yaitu: a. Mempromosikan nilai–nilai dasar etika sebagai basis karakter.

b. Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran prasaan dan perilaku.

c. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk membangun karakter.


(40)

e. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan perilaku yang baik.

f. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua siswa, membangun karakter mereka, dan membantu mereka untuk sukses.

g. Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri dari para siswa.

h. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia kepada nilai dasar yang sama.

i. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter.

j. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter.

k. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru–guru karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan siswa.

Berdasarkan poin-poin di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pendidikan atau mendidik tidak hanya sebatas mentransfer ilmu saja, namun yang lebih utama adalah dapat mengubah atau membentuk karakter dan watak seseorang agar menjadi lebih baik, lebih sopan dalam tataran etika, estetika maupun perilaku dalam kehidupan sehari-hari.

4. Nilai-nilai Pendidikan Karakter

Menurut Pusat Kurikulum, Balitbang Diknas (Suyadi, 2013) terdapat 18 nilai karakter yang harus dikembangan untuk peserta didik di


(41)

16

Indonesia. Kedelapan belas nilai beserta deskripsi untuk masing-masing nilai dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Nilai religius

Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

b. Jujur

Perilaku yang dilaksanakan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

c. Toleransi

Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, gender, jenis kelamin, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

d. Disiplin

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

e. Kerja keras

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.


(42)

f. Kreatif

Berfikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

g. Mandiri

Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

h. Demokratis

Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

i. Rasa ingin tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

j. Semangat kebangsaan

Cara berfikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

k. Cinta tanah air

Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.


(43)

18

l. Menghargai prestasi

Sikap dan tindakan mendorong diri untuk menghasilkan sesuatu berguna bagi masyarakat, serta menghormati keberhasilan orang lain. m. Bersahabat/ komunikatif

Tindakan yang memperhatikan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

n. Cinta damai

Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

o. Gemar membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

p. Peduli lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

q. Peduli sosial

Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan tanpa melihat pengkotakan sosial, baik agama, budaya, gender, jenis kelamin, dan status sosial. r. Tanggung jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan.


(44)

5. Faktor-faktor Pengaruh Keberhasilan dan Hambatan Pendidikan Karakter

Menurut Zubaedi (2012) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan karakter, yaitu:

a. Insting (naluri)

Aneka corak refleksi sikap, tindakan, dan perbuatan manusia dimotivasi oleh potensi kehendak yang dimotori oleh naluri seseorang. b. Adat atau kebiasaan

Adat atau kebiasaan adalah tindakan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan, seperti berpakaian, makan, tidur, berolahraga, dan lain sebagainya.

c. Keturunan

Secara langsung atau tidak langsung keturunan sangat mempengaruhi pembentukan karakter seseorang.

d. Lingkungan

Lingkungan adalah variabel yang selalu melekat pada diri setiap individu, mulai dari lingkungan fisik hingga pada lingkungan sosial Selanjutnya menurut Barus (2015) terdapat hambatan-hambatan

umum dalam pelaksanaan pendidikan karakter, yakni.

a. Pedoman Pendidikan Karakter dari Direktorat Pembinaan SMP (2010) tidak operasional.

b. Integrasi nilai karakter melalui pembelajaran masih bersifat sekedar tempelan, sulit menerapkannya.


(45)

20

d. Penanaman nilai karakter masih cenderung pada tataran kognitif/diceramahkan.

e. Komitmen dan konsistensi para guru dalam menjaga gawang karakter tidak selalu sama, cenderung rapuh dan belum tercipta kolaborasi yang baik antara para guru dan konselor/guru BK dalam implementasi pendidikan karakter. B. Hakekat Bela Gender

1. Pengertian Bela Gender

Istilah gender dan seks memiliki perbedaan dari segi dimensi. Istilah seks atau jenis kelamin mengacu pada dimensi biologis seorang laki-laki dan perempuan, sedangkan gender mengacu pada dimensi sosial-budaya seorang laki-laki dan perempuan. Pembelaan gender diasumsikan sebagai paradigma untuk menanggapi dimensi sosial budaya, baik untuk laki-laki maupun perempuan (Santrock, 2003: 365)

Bela gender diartikan sebagai konstruksi sosiokultural yang membedakan karakteristik maskulin dan feminim. Attamimi, (2003: 19) mengemukakan bahwa bela gender atau keadilan gender berbeda dari seks dan jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang bersifat biologis. Rahmawati (2016) menjelaskan bahwa istilah bela gender atau keadilan gender merupakan interaksi sosial masyarakat yang membedakan perilaku perempuan dan laki-laki secara proporsiaonal menyangkut etika, moral dan budaya.

Webster dan Guralnik (1991) menjelaskan bela gender sebagai sikap untuk melihat perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku, sementara itu dalam


(46)

khazanah ilmu sosial, istilah gender diperkenalkan untuk mengacu pada perbedaan-perbedaan antara laki-laki dan perempuan tanpa konotasi yang bersifat biologis. Perbedaan laki-laki dan perempuan itu merupakan bentukan sosial, yakni perbedaan yang tetap muncul meskipun tidak disebabkan oleh perbedaan biologis yang menyangkut jenis kelamin.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bela gender adalah konsep hubungan sosial yang membedakan (memilahkan atau memisahkan) fungsi dan peran antara perempuan dan laki-laki. Perbedaan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan itu tidak ditentukan karena keduanya terdapat perbedaan biologis atau kodrat, melainkan dibedakan menurut kedudukan, fungsi dan peranan masing-masing dalam berbagai aspek kehidupan dan pembangunan.

Karakteristik bela gender kemudian digunakan untuk memandang hasil konstruksi manusia berdasarkan dimensi sosial-kultural tentang laki-laki atau perempuan. Artinya adalah setiap individu memiliki kesamaan kondisi untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan serta keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut.

2. Aspek-aspek Bela Gender

Muawanah (2009) mengungkapkan gender merupakan konsep hubungan sosial yang membedakan fungsi dan peran antara perempuan


(47)

22

dan lak-laki. Dalam perspektif bela gender, terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut.

a. Aspek akses pergaulan

Aspek akses pergaulan dimaksudkan karena adanya isu masa lalu yang mengklasifikasikan keterbatasan pergaulan perempuan yang lebih rendah daripada laki-laki. Dewasa ini, perempuan dituntut untuk berani bergaul dan melihat serta menerima wawasan global yang kaitannya untuk menambah kompetensi individu.

b. Aspek partisipasi proaktif

Bersikap proaktif lebih dari sekedar mengambil inisiatif. Bersikap proaktif berarti bertanggung jawab atas perilaku kita sendiri, baik di masa lalu, masa kini, maupun masa mendatang. Bersikap proaktif juga berarti mampu membuat pilihan-pilihan berdasarkan prinsip-prinsip serta nilai-nilai yang berlaku. Individu yang proaktif akan mampu membuat keputusan secara bijak dan bertanggung jawab atas keputusan tersebut, tanpa terpengaruh suasana hati atau keadaan. Bila dihadapkan dengan kondisi yang kurang kondusif ataupun keadaan dimana semua orang melakukannya, individu yang proaktif tidak reaktif, tidak ikut-ikutan, dan tidak menyalahkan orang lain atas kondisi tersebut, khususnya dalam melihat isu-isu terkait dengan kesetaraan maupun kesenjangan gender.


(48)

c. Aspek penguasaan atau kontrol

Aspek penguasaan berkaitan dengan ilmu pengetahuan atau kemampuan dalam diri seseorang dalam menerima dan mengolah informasi baru. Informasi sebagai input, memerlukan proses penyaringan untuk dapat menghasilkan output yang baik. Informasi yang ada seiring perkembangan jaman seharusnya dapat semakin mensukseskan perananan keadilan gender. Aspek ini juga berkaitan dengan konstruk sosial yang sudah ada dalam budaya setiap individu. 3. Karakteristik Individu yang Memiliki Karakter Bela Gender

Kementrian Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (Kemenppa, 2010) mengatakan bahwa ada beberapa karakteristik individu yang dapat menunjukan karakter bela gender dalam diri, antara lain ditandai dengan dua hal, yakni.

a. Tidak adanya sikap diskriminasi antara perempuan dan laki-laki dalam memperoleh akses, kesempatan berpartisipasi.

b. Tidak adanya usaha pembatasan kontrol atas pembangunan diri serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan diri. Memiliki akses dan partisipasi berarti memiliki peluang dan kesempatan untuk menggunakan sumber daya dan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Sedangkan memiliki kontrol berarti memiliki kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumber daya.


(49)

24

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Karakter Bela Gender

a. Biologis

Freud (2016) melalui psikoanalisanya menjelaskan, ketika tubuh dialiri oleh hormon androgen dan estrogen, anak perempuan mulai berperilaku feminin, sementara laki-laki berperilaku maskulin, karena beranggapan bahwa perilaku semacam itu dapat meningkatkan seksualitas. Lebih jauh pula dijelaskan oleh Freud, (2014) bahwa genital individu sangat mempengaruhi perilaku gendernya sehingga dapat dikatakan anatomi adalah takdir.

Freud dan Erikson memiliki pandangan bahwa perbedaan psikologis antara laki-laki dan perempuan berasal dari anatominya. Erikson memperkuat pendapatnya, karena struktur genital laki-laki lebih suka merusak dan agresif sedangkan perempuan lebih tenang dan pasif (Santrock, 2003: 367)

b. Kognitif

Terdapat teori kognitif yang menekankan bahwa individu secara aktif menyusun dunia gendernya, salah satunya adalah teori skema gender (gender schema thoery) menurut Cook (Tessa, 2003) menyatakan bahwa jenis gender muncul ketika individu secara bertahap mengembangkan skema gender mengenai gender yang sesuai dan tidak sesuai dengan budayanya. Skema adalah struktur kognitif, sebuah jaringan kerja asosiasi yang membimbing persepsi individu. Skema gender (gender schema) mengorganisasikan dunia menurut perempuan


(50)

dan laki-laki. Individu secara internal dimotivasi untuk menangkap dunianya dan bertindak sesuai dengan perkembangan skemanya c. Sosial dan kultural

Faktor sosial kultural dapat dipengaruhi oleh pengaruh orang tua, saudara kandung, kawan sebaya, sekolah dan guru, serta pengaruh media masa. Remaja belajar tentang gender melalui pengamatan terhadap orang tua, dan orang dewasa lainnya, teman sebaya, media massa, lingkungan sekolah, dalam memilih peran yang akan diikutinya (Sears, 1994: 210). Berikut adalah penjelasannya.

1) Pengaruh orang tua melalu tindakannya.

Orang tua dapat mempengaruhi perkembangan gender anak-anak dan remaja. Teori kognisi sosial mengenai gender (social cognitive theory of gender) menekankan bahwa perkembangan gender anak-anak dan remaja dipengaruhi oleh pengamatan dan imitasi mereka terhadap perilaku gender orang lain, maupun hadiah dan hukuman yang dialami apabila mereka menampilkan perilaku yang sesuai atau tidak sesuai dengan gendernya. Ketika mengamati orang tua dan orang dewasa lain maupun kawan-kawan sebaya, di rumah, sekolah, dan media, remaja dihadapkan pada berbagai model yang memperlihatkan perilaku maskulin dan feminim. Serta orang tua sering menggunakan imbalan dan hukuman untuk mengajarkan anak-anak perempuannya agar feminim dan anak laki-laki agar maskulin.


(51)

26

2) Pengaruh saudara kandung

Sebuah studi mengungkapkan bahwa dalam jangka waktu dua tahun di masa remaja awal, saudara kandung menjadi lebih menyerupai saudara kandung yang lebih tua dalam hal peran gender dan aktivitas waktu luang.

3) Pengaruh kawan sebaya remaja

Meluangkan sejumlah waktu bersama kawan-kawan sebaya. Di masa remaja, persetujuan atau penolakan dari kawan-kawan memiliki pengaruh yang kuat terhadap sikap dan perilaku gender. Anak laki-laki saling mengajarkan perilaku-perilaku maskulin terhadap satu sama lain dan memperkuatknya, demikian pula anak-anak perempuan juga saling mengajarkan perilaku feminim. 4) Pengaruh guru dan sekolah

Terdapat kekuatiran bahwa sekolah dan guru-guru memiliki bias terhadap laki-laki dan perempuan.

5) Pengaruh media masa

Masa remaja awal dapat menjadi sebuah masa yang sensitif terhadap pesan-pesan televisi mengenai peran gender. Tayangan televisi mengenai remaja sangat diwarnai oleh stereotip mengenai jenis kelamin, khususnya pada remaja perempuan. Sebuah studi menemukan bahwa remaja perempuan digambarkan sebagai sosok yang mementingkan pacaran, belanja, dan penampilan. Perempuan yang menarik sering kali dikategorikan sebagai


(52)

“kepala kosong” dan perempuan yang inteligen sebagai sosok yang tidak menarik. Dalam video musik karakter perempuan banyak digambarkan pasif, sementara laki-laki digambarkan sebagai sosok yang agresif, dominan, kompeten, otonom, dan aktif. Laki-laki digambarkan sebagai sosok yang lebih kuat dibandingkan perempuan di berbagai tayangan televisi.

5. Hambatan Pembentukan Nilai Karakter Bela Gender

Kemenppa (2010) mengungkapkan bahwa hambatan pembentukan nilai karakter bela gender diakibatkan oleh adanya diskriminasi, terkhusus dalam dunia pendidikan. Ada tiga aspek permasalahan gender dalam dunia pendidikan, yakni:

a. Akses

Akses adalah fasilitas pendidikan yang sulit dicapai. Misalnya, banyak Sekolah Dasar (SD) di tiap-tiap kecamatan namun untuk jenjang pendidikan selanjutnya seperti SMP dan SMA tidak banyak. Tidak setiap wilayah memiliki sekolah tingkat SMP dan seterusnya, hingga banyak siswa yang harus menempuh perjalanan jauh untuk mencapainya.

Di lingkungan masyarakat yang masih tradisional, umumnya orang tua segan mengirimkan anak perempuannya ke sekolah yang jauh karena mengkhawatirkan kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu banyak

anak perempuan yang „terpaksa‟ tinggal di rumah. Belum lagi beban


(53)

28

membuat mereka sulit meninggalkan rumah. Akumulasi dari faktor-faktor ini membuat anak perempuan banyak yang cepat meninggalkan bangku sekolah.

b. Partisipasi

Partisipasi dimana tercakup di dalamnya faktor bidang studi dan statistik pendidikan. Dalam masyarakat kita di Indonesia, terdapat sejumlah nilai budaya tradisional yang meletakkan tugas utama perempuan di arena domestik, seringkali anak perempuan agak terhambat memperoleh kesempatan yang luas untuk menjalani pendidikan formal. Sudah sering dikeluhkan bahwa jika sumber-sumber pendanaan keluarga terbatas, maka yang harus didahulukan untuk sekolah adalah anak laki-laki. Hal ini umumnya dikaitkan dengan tugas pria kelak apabila sudah dewasa dan berumah-tangga, yaitu bahwa ia harus menjadi kepala rumah tangga dan pencari nafkah. c. Manfaat dan penguasaan

Kenyataan banyaknya angka buta huruf di Indonesia di dominasi oleh kaum perempuan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2003, menunjukkan dari jumlah penduduk buta aksara usia 10 tahun keatas sebanyak 15.686.161 orang, 10.643.823 orang di antaranya (67,85%) adalah perempuan. Artinya, masih banyak perempuan di Indonesia belum memiliki kemampuan dasar ilmu pengetahuan.


(54)

6. Upaya-upaya Peningkatan Nilai Karakter Bela Gender di Sekolah Jyotsna (2009) mengungkapkan bahwa upaya yang perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan nilai karakter bela gender di sekolah menuju kesetaraan gender dalam pendidikan adalah sebagai berikut.

a. Penyediaan akses pendidikan yang bermutu terutama pendidikan dasar secara merata bagi anak laki-laki dan perempuan baik melalui pendidikan persekolahan maupun pendidikan luar sekolah.

b. Penyediaan akses pendidikan kesetaraan bagi penduduk usia dewasa yang tidak dapat mengikuti pendidikan persekolahan.

c. Peningkatan penyediaan pelayanan pendidikan keaksaraan bagi penduduk dewasa terutama perempuan.

d. Peningkatan koordinasi, informasi dan edukasi dalam rangka pendidikan berwawasan gender.

e. Pengembangan kelembagaan institusi pendidikan baik di tingkat pusat maupun daerah mengenai pendidikan berwawasan gender.

Hal serupa juga diungkapkan oleh (BouJaoude, 2011) sebagai berikut.

a. Pencapaian kesetaraan gender memerlukan edukasi yang cukup, khususnya edukasi dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung. b. Peningkatan layanan pendidikan bewawasan gender untuk semua


(55)

30

c. Pengembangan bimbingan teknologi kelembagaan institusi pendidikan di daerah-daerah yang belum terjangkau pusat, mengenai pendidikan berwawasan gender.

C. Hakekat Remaja dan Gender.

1. Karakteristik Remaja Secara Umum

Remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun (Hurlock, 1991). Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure, dan identity achieved (Santrock, 2003). Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja.

Gunarsa (1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, antara lain sebagai berikut.

a. Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan. b. Ketidakstabilan emosi.

c. Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.

d. Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.

e. Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan orang tua.


(56)

f. Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya.

g. Senang bereksperimentasi. h. Senang bereksplorasi.

i. Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.

j. Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.

2. Remaja dan Perkembangan Gender

Pembahasan tentang sejarah dan perkembangan gender tidak bisa terlepas dari sejarah pergerakan kaum feminisme di Barat Maka pada pembahasan ini, penulis akan memulai dari pergerakan feminisme secara singkat sampai akhirnya muncul istilah gender dan perkembangan gender pada remaja.

a. Sejarah perkembangan gender

Istilah feminis sebagai nama suatu pergerakan aktivis perempuan dalam memperjuangkan hak mereka bukanlah yang pertama dalam tatanan bahasa. Sebelum istilah ini muncul, kata-kata seperti womanism, the woman movement, atau woman question telah digunakan terlebih dahulu. Seiring berkembangnya gerakan kelompok feminisme ini, istilah-istilah di atas berubah menjadi feminisme hingga sekarang.

Gerakan feminisme berkembang dengan baik tidak hanya di Barat, tetapi juga di negara-negara Timur. Salah satu faktor yang mendorong


(57)

32

cepatnya gerakan femenisme adalah gerakan ini menjadi gelombang akademik di universitas-universitas, melalui progam women studies. Bahkan gerakan ini mampu menyentuh bidang politik dimana gerakan perempuan ini telah mendapat restu dari Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dengan dikeluarkannya CEDAW (Convention on the Eliminating of All Farms of Discriminating Against Women).

b. Perkembangan gender remaja

Dewasa ini, kaum perempuan berusaha semakin keras untuk memiliki pengaruh dan mengubah dunia bisnis, politik, dan mengubah hubungannya dengan laki-laki. Walaupun perubahan yang diusahakan tersebut masih jauh dari sempurna, sudah terdapat beberapa buah dari usaha tersebut, diantaranya warisan kebebasan, kesempatan, dan fleksibilitas bagi kaum perempuan. Kemungkinan pada generasi selanjutnya, ketika remaja sekarang menjadi orang dewasa di masa depan, akan banyak permasalahan etis, sebagai cerminan dari persamaan hak antara perempuan dan laki-laki. Menilik lebih jauh mengenai perkembangan gender pada remaja, Santrock, (2014) mengupasnya dalam tiga pilar sebagai berikut.

1) Pengaruh biologis, sosial, dan kognitif pada perkembangan gender remaja.

Perkembanganan gender merujuk pada bagaimana perempuan dan laki-laki harus berpikir, bertindak, dan mengolah rasa. Masa remaja merupakan waktu transisi dimana terjadinya


(58)

perubahan pubertas. Akibat perubahan pubertas, seksualitas memainkan peran yang lebih penting dalam pembangunan gender bagi remaja. Biasanya remaja menjadi lebih sensitif, hal ini dikarenakan terjadi perubahan hormon dalam diri. Pengetahuan atau informasi yang kurang, biasanya dapat menimbulkan mall adjusment pada diri remaja yang berujung pada pemahaman gender yang salah.

Pola mall adjusment yang sudah ada dalam konstruk sosial, menunjukan bahwa perempuan lebih sedikit memiliki daya untuk mengendalikan sesuatu. Sedangkan laki-laki dipandang dapat mengendalikan banyak hal dalam proses hidupnya. Konstruksi sosial semacam inilah, yang kemudian sering menimbulkan bias gender sedari dini.

Melihat konstruksi sosial yang sudah ada, terjadi proses berpikir dalam diri remaja, biasanya remaja cenderung melakukan pengamatan dan proses peniruan (bertindak meniru orang disekitarnya). Hal serupa juga diungkapkan oleh Blakemore dkk, (2009) bahwa secara singkat, faktor kognitif berkontribusi pada cara berpikir dan bertindak remaja, sebagai laki-laki dan perempuan yang dipengaruhi oleh pola yang tersedia.

2) Stereotip, persamaan, dan perbedaan gender

Stereotip gender merupakan pandangan atau konsepsi secara umum mengenai laki-laki dan perempuan, dengan berbagai


(59)

34

sudut pandang. Stereotip gender dalam perkembangan remaja tentu memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan dan perbedaan gender remaja nampak dalam tingkat kematangan kognitif dan sosial emosional masing-masing pribadi. Contohnya adalah adanya realita yang menunjukan bahwa remaja perempuan secara signifikan memiliki kemampuan melebihi remaja laki-laki, baik dalam membaca, menulis, perolehan score akademik, dan eksistensi untuk bertahana selama studi, artinya sedikit ditemukan remaja putri putus sekolah. Secara sosioemosional laki-laki biasanya nampak lebih agresif, aktif secara fisik. Sementara, perempuan dipandang lebih kuat dalam hubungan, lebih baik di pengaturan diri, perilaku dan manajemen emosi, dan lebih sering terlibat dalam perilaku yang lebih pro sosial.

Beranjak lebih jauh, pandangan di atas menimbulkan berbagai kontroversi tentang perbedaan gender serta sejauh mana perbedaan gender tersebut terjadi, dan apa penyebabnya. Secara gamblang perbedaan gender dapat terjadi karena masih marak konstruksi sosial yang belum operasional, secara khusus di Indonesia. Hal ini juga tidak lepas dari berbagai latar belakang budaya setiap pribadi. Namun, Hyde (2013) memberikan pernyataan bahwa kontroversi perbedaan gender yang terjadi selama ini terlalu dibesar-besarkan. Lebih jelas diungkapkan bahwa pada dasarnya laki-laki dan perempuan memiliki faktor


(60)

psikologi yang sama atau tidak jauh berbeda. Dengan demikian konteks gender merupakan suatu konsep penting. Peran gender dapat bervariasi sesuai dengan budaya di mana remaja tersebut mengembangkannya dan secara langsung melakukan tindakannya dalam sebuah perilaku.

3) Klasifikasi peran gender

Peran gender sering mengklasifikasikan individu dalam kategorikan maskulin, feminin, androgini, dan kategori yang dibeda-bedakan. Kebanyakan individu dengan peran androgini memiliki kesehatan mental yang baik serta fleksibilitas yang tinggi, meskipun secara spesifik, budaya individu juga menentukan bagaimana adaptif seseorang dalam orientasi peran gendernya.

Berpikir mengenai perkembangan gender, masih banyak negara di dunia yang lebih menggunakan peran gender yang tradisional. Artinya, perhatian khusus diberikan kepada anak laki-laki yang dibesarkan dengan cara tradisional, model ini mengajari remaja laki-laki menyembunyikan emosi mereka. Sebuah penelitian mengungkap bahwa karakter remaja cenderung sangat maskulin.


(61)

36

D. Suku Dayak di Singkawang

1. Karakteristik Remaja Suku Dayak

Remaja di Suku Dayak, memiliki perbedaan wawasan dengan remaja-remaja pada umumnya. Remaja Dayak memiliki ketergantungan kepada alam sekitar. Ketergantungan pada alam tentu sudah menjadi tradisi turun temurun pada Suku Dayak. Rata-rata para orang tua di Suku Dayak tidak begitu memperhatikan pertumbuhan anak-anak mereka, terkhusus di masa remaja. Hampir 30% remaja perempuan di Suku Dayak menjadi korban kesenjangan gender (Komnas Perempuan, 2012).

Remaja perempuan di Suku Dayak rata-rata memiliki kecerdasan intelektual yang cukup baik dibandingkan dengan laki-laki. Keprihatinan kemudian timbul ketika kecerdasan tersebut tidak diimbangi dengan keberanian untuk mengungkapkan pendapat (Harlan Becky, 2015)

2. Karakteristik Suku Dayak di Desa Nyarumkop Singkawang Barat Mayoritas penduduk di Desa Nyarumkop adalah masyarakat Suku Dayak dengan Sub Suku Dayak Salako. Masyarakat Dayak Salako yang hidup berpencar-pencar di desa mereka masing-masing secara umum dikategorikan dalam masyarakat horticultural (Kottak:2014). Artinya, substansi utama masyarakat Salako adalah menanam padi di ladang dan di sawah guna memenuhi kebutuhan keluarga sepanjang tahun. Tidak hanya padi, di ladang yang sama, orang Salako juga menanam kebutuhan sehari-hari keluarga, seperti sayur mayur, jagung, keladi, ubi, pepaya, tebu, dan lain sebagainya. Hasil bumi yang sedemikan melimpah, tidak menjadikan


(62)

masyarakat Salako menjadi market oriented, melainkan hanya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga saja. Bentuk subsistensi yang ekstensif ini sepenuhnya masih bergantung pada alam.

Masyarakat Salako dalam menjalani rutinitas kehidupannya tidak lepas dari praktek religius tradisionalnya, (religi neolitikum) yang diwarisi oleh para leluhurnya, terutama dalam interaksinya dengan alam lingkungan hidupnya (Hofes: 1983). Sekitar tahun 1894 penyebaran agama Kristen Katolik di Kalimantan Barat dimulai. Penyebaran ini dilakukan oleh seorang misisonaris utusan dari Vatikan, Roma, tepatnya di daerah Sejiram. Penyebaran ini diperluas ke tempat-tempat yang banyak dihuni orang Dayak. Bukti penyebaran agama tersebut dapat dilihat dengan berdirinya Sekolah Seminari St Paulus, Yayasan Misi Nyarumkop. Sekolah ini banyak melahirkan barawan-biarawati dan guru-guru agama untuk melanjutkan misi penyebaran agama Katolik pada masyarakat Dayak (Hartoko, 1984). Pengaruh penyebaran agama ini berdampak pada agama yang dianut oleh masyarakat Salako di Nyarumkop. Nooriya, seorang dan penggiat sosial budaya masyarakat Nyarumkop mengatakan bahwa (99,8%) penduduk di Desa Nyarumkop beragama Kristen Katolik.

Kecintaan masyarakat dayak Salako pada alam menjadikan mereka yakin bahwa alam yang pernah dijaga oleh leluhur mereka, sudah sepatutnya diteruskan oleh mereka. Artinya, mereka ikut menjaga alam. Salah satu bentuk konkret kuatnya hubungan masyarakat dayak dengan


(1)

Merry Riana ~ Motivator Wanita Sukses Dari Indonesia

Kisah Hidup Merry Riana

Merry Riana lahir pada tanggal 29 Mei 1980 di Jakarta. Ia dilahirkan dalam keluarga yang bisa dibilang cukup sederhana. Ayahnya adalah seorang pebisnis dan ibunya tinggal dirumah sebagai ibu rumah tangga. Ia mempunyai 3 orang saudara, dan ia adalah anak pertama. Menjadi seorang anak pertama tentunya berarti menjadi tumpuan dan harapan orang tuanya. Dan hal tersebut disadari betul oleh nya.

Selepas masa pendidikan menengah atas, ia yang mempunyai cita cita sebagai seorang insinyur teknik berencana melanjutkan studinya ke Universitas Trisakti mengambil jurusan Teknik Elektro. Namun karena pada waktu itu keadaan ibu kota sedang tidak kondusif pasca kerusuhan tahun ’98, orang tua Merry khatir jika anaknya harus melanjutkan studi di Jakarta. Dan jadilah ia dikirim ke Singapura untuk melanjutkan studi disana, dengan harapan ia bisa lebih fokus belajar dan relative terjaga keadaannya. Di Singapura, Merry memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di Nanyang Technological University (NTU) mengambil jurusan Electrical and Electronics Engineering (EEE).

Cita-cita besar ternyata memang harus ditempuh dengan jalan yang terjal, tidak semulus yang dibayangkan nyatanya ia mengalami beberapa masalah besar di sana. Ia yang tidak mempunyai persiapan yang cukup untuk studi di luar negeri ternyata gagal pada tes bahasa asingnya. Ditambah lagi dengan keadaan keuangan keluarga yang minim memaksanya untuk memutar otak mencari tambahan biaya hidupnya disana.

Ia sempat mencari pinjaman uang untuk hidup sehari-hari, tidak hanya itu beberapa pekerjaan sampingan pun seperti penyebar pamflet, penjaga kios hingga menjadi pelayan di hotel harus ia jalani untuk terus bertahan di sana. Ia yakin seberat apapun jalanya, ia pasti bisa melaluinya. Keyakinan tersebut lah yang menjadi modal dan penguat niatnya.

Biodata Singkat Merry Riana

Nama

: Merry Riana

Nama Panggilan

: Merry

Tempat/Tgl Lahir

: Jakarta, 29 Mei 1980

Pendidikan

: Jurusan Electrical and

Electronics Engineering (EEE), Nanyang Technological

University (NTU)


(2)

(3)

G. Evaluasi

Panduan Refleksi Pemutaran Video

1. Setelah menonton video tersebut, bagaimana perasaanmu?

_____________________________________________________________________

2. Menurut pendapatmu, apa isi video tersebut?

_____________________________________________________________________

3. Manfaat apa yang kalian dapat setelah menonton video tersebut?

_____________________________________________________________________

4. Sebutkan 3 hal penting yang dapat kamu lakukan dalam rangka mencari tujuan hidup

untuk meraih mimpi?

_____________________________________________________________________

5. Menurut pendapatmu, mengapa kita perlu berani dalam bermimpi?

____________________________________________________________________

Panduan Refleksi Materi Ppt (Handout)

1. Sebutkan perbedaan Gender dan Jenis Kelamin!

______________________________________

2. Dalam usia remaja yang sedang Anda alami,

menurutmu apa peran yang harus Anda lakukan

sebagai laki-laki/perempuan?

______________________________________

3.

Buatlah sebuah kali at pe ti g ya g dapat a da

gunakan

sebagai

prinsip/motivasi

berkaitan

dengan bimbingan bela gender!


(4)

Panduan Refleksi Tokoh Idolaku

1. Setelah kamu membaca kisah Merry Riana, apa saja

isi yang terkandung di dalam cerita tersebut?

____________________________________________

2. Apa yang menjadi kunci kesuksesan sosok Merry

Riana menurutmu?

____________________________________________

3. Apa manfaat/hal-hal yang dapat dipetik dari cerita

tersebut?

____________________________________________

PERNYATAAN HASIL BELAJAR

Setelah saya mengikuti kegiatan bimbingan kelas saya menjadi tahu dan sadar bahwa,

-

…..

-

…..

-

dst

NIATKU

Setelah saya mengenal diri dengan membuat pernyataan hasil belajar diatas saya akan,

-

………

-

………

-

dst

Kegiatan dapat diakhiri dengan kegiatan Hand Print Sebagai

Wujud Aksi dari Bimbingan yang telah dilakukan


(5)

JEMBATAN YANG MEMBANTU MIMPI

MENUJU KENYATAAN ADALAH

KERJA KERAS DAN DOA

SELAMAT…


(6)

Dokumen yang terkait

Pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning.

0 0 15

Efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan Experiential Learning untuk meningkatkan karakter bertanggung jawab.

0 0 193

Efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan karakter proaktif

2 5 190

Efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan kecerdasan komunikasi interpersonal

0 2 183

Efektivitas pendidikan karakter entrepreneurship berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning

1 2 197

Efektivitas pendidikan karakter menghargai keragaman berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning

0 1 138

Efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan karakter bergaya hidup sehat

0 0 183

Efektivitas implementasi pendidikan karakter kepemimpinan berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning

0 8 152

Efektivitas implementasi pendidikan karakter cinta tanah air berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning

0 2 135

Efektivitas implementasi pendidikan karakter daya juang berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning

0 1 156